VI. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI A. Pembahasan Umum Kayu konstruksi sebagai bahan struktural membutuhkan kekuatan yang tinggi. Struktur bangunan kayu memiliki stabilitas dan integritas yang tinggi. Sebab kayu memiliki kekuatan yang jauh lebih tinggi dibanding beratnya, sehingga bangunan kayu umumnya lebih ringan. Sambungan-sambungan komponen bangunan kayu bersifat daktil dan tidak mudah lepas. Saat terjadi kerusakan pada salah satu komponen bangunan, kayu akan mengambil posisi keseimbangan baru. Sehingga bangunan kayu lebih tahan terhadap gempa (Karlinasari dan Nugroho 2006). Kayu banyak digunakan sebagai material bangunan karena sifat fleksibilitasnya sebagai bahan untuk konstruksi, kekuatannya cukup tinggi, ringan, mudah didapat, mudah dikerjakan, dapat diperbaharui dan berkelanjutan (ramah lingkungan). Paradigma penggunaan sumber daya kayu mulai berubah, dari hutan alam ke hutan tanaman. Hutan tanaman memiliki potensi yang menjanjikan sebagai pemasok kayu konstruksi karena rotasinya lebih pendek dengan sifat kayu yang cukup baik. Contoh jenis kayu cepat tumbuh dengan kekuatan yang cukup baik adalah kayu Mangium (Acacia mangium Willd). Kayu Mangium dapat digunakan untuk bahan baku pulp dan kertas, kayu energi dan kayu pertukangan, apalagi diketahui bahwa teksturnya memiliki kemiripan dengan jati sehingga sering dikatakan sebagai “jati mangium”. Sebagai salah satu pohon cepat tumbuh unggulan dari hutan tanaman, kayu Mangium memiliki prospek yang potensial berdasarkan sifat – sifat dasar kayunya dimana kekuatan kayu dapat diperhitungkan sebagai kayu konstruksi struktural melalui penerapan sistem masinal. Pada masa yang akan datang dengan perbaikan sifat yang dilakukan, termasuk perbaikan teknik silvikultur, diharapkan terjadi peningkatan sifat mekanis kayunya. Kebutuhan rumah yang mendesak dan kurangnya pasokan kayu dari hutan alam, perlu strategi pembangunan berupa rumah prefabrikasi dari kayu karena kecepatan pembangunan, harga terjangkau dan adanya pasokan kayu alternatif dari hutan tanaman baik hutan rakyat maupun HTI seperti kayu Mangium. Pembangunan rumah masal prefabrikasi juga berfungsi untuk penanggulangan pasca bencana berupa rumah, sekolah dan fasilitas umum lainnya dengan membuat depo-depo rumah prefabrikasi di daerah rawan bencana yang dapat dibuat secara cepat dalam kondisi darurat dan dapat
153
dipindahkan setelah tahap relokasi pasca bencana. Dalam penelitian ini dilakukan optimasi pemanfaatan dan pembuatan rancangan komponen struktur rumah prefabrikasi dari kayu Mangium umur 8 tahun untuk memenuhi kebutuhan rumah yang ramah lingkungan dan tahan gempa. Kayu sebagai bahan bangunan yang ramah lingkungan (green building) termasuk dalam kategori konstruksi bangunan yang berkelanjutan (sustainable construction) karena bahannya bersifat renewable dan dapat diproduksi secara berkelanjutan. Beberapa prinsip sustainable construction dapat dipenuhi oleh bahan dari kayu, antara lain : 1. Reduse resources comsumption (Reduce), dapat mengurangi konsumsi sumberdaya dan energi dalam pemanfaatannya, 2. Reuse resources (Reuse), sumberdaya kayu dapat digunakan berulang kali. 3. Use recyclable resources (Recycle), sumberdaya kayu dapat di daur ulang/diolah kembali. 4. Protect nature (Nature), pengembangan sumberdaya pohon/kayu dapat melindungi keseimbangan alam, 5. Eliminate toxics (Toxic), pengembangan sumberdaya pohon/kayu dapat mengurangi racun dan polusi. 6. Apply life-cycle costing (Economic),
penggunaan
sumberdaya
pohon/kayu
lebih
ekonomis
dibanding
menggunakan bahan lainnya dan 7. Focus on quality (Quality), pengawasan terhadap kualitas bahan dan bangunan dapat dilakukan lebih teliti (Kibert, 2007). Tiga hal dilakukan yaitu penentuan tegangan ijin dan pengkelasan mutu kayu Mangium umur 8 tahun untuk bahan konstruksi, merancang komponen shearwall untuk rumah prefab dengan konstruksi modular berupa optimalisasi pengolahan bahan dan uji komponen untuk kekuatan konstruksi dan ketahanan gempa sehingga bisa diproduksi secara masal. Kendala keterbatasan kayu Mangium sebagai bahan konstruksi bangunan dapat diatasi dengan penerapan rekayasa pengolahan bahan dan rekayasa struktur dengan analisa konstruksi guna meningkatkan sifat dan kualitas kayu sesuai persyaratan teknis bangunan, meningkatkan rendemen (efisiensi) dan optimalisasi bahan baku kayu. Penelitian ini meliputi studi numerik, empirik dan analitik yang saling berkaitan dengan tujuan akhir memberikan rekomendasi penggunaan kayu Mangium umur 8 tahun sebagai bahan struktur bangunan rumah kayu prefabrikasi yang kokoh dan ramah lingkungan. Studi numerik meneliti tentang karakteristik, tegangan ijin dan pengkelasan mutu kayu Mangium untuk bahan konstruksi rumah prefab sederhana sehat. Studi empirik dengan melakukan pengujian sifat dasar untuk menentukan karakteristik kayu Mangium, optimasi penggerjian dan pengolahan kayu Mangium dan pengujian eksperimental keandalan panel komponen shearwall kayu Mangium terhadap beban lateral monotonik.
154
Dalam studi analitik telah dianalisis perilaku panel komponen shearwall kayu Mangium akibat pengaruh beban lateral monotonik pada rumah prefabrikasi berdasarkan kajian eksperimental keandalan dinding rangka - papan diagonal kayu Mangium. Analisis ini untuk mengetahui pengaruh tipe lumber sheathing pada bentuk konstruksi stress skin component yang digunakan secara ekstensif untuk wood frame shearwalls terhadap kekuatan shearwall dan pengaruhnya terhadap ketahanan gempa dan mengetahui tipe lumber sheathing yang paling berpengaruh terhadap kekuatan shearwall. Lumber sheathing dibuat secara horisontal (straight sheathing) sebagai kontrol dan secara diagonal (diagonal sheathing) sebagai perlakuan dengan desain tertutup (utuh) dan terbuka (pintu dan jendela). Berdasarkan penelitian tentang karakteristik, tegangan ijin dan pengkelasan mutu kayu Mangium sebagai bahan kayu struktural rumah prefabrikasi, nilai sifat fisis berupa kadar air (KA) berkisar antara 11,82 % sampai 14,38 % dengan nilai rata-rata 13,01 % dan berat jenis (BJ) berkisar antara 0,49 sampai 0,67 dengan nilai rata-rata 0,58. Hasil pengujian KA dan BJ pada kayu Mangium pada umur 8 tahun ini secara deskriptif tidak berbeda nyata dengan hasil pengujian BJ dan KA pada kayu Mangium umur yang sama dengan BJ 0,53 pada KA 15,0 % (Sulistyawati, 2009) dan umur 10 tahun dengan BJ 0,57 pada KA 14,48 % (Ginoga, 1997). Namun berbeda dengan kayu Mangium dari Indramayu pada umur yang sama yaitu BJ 0,47 pada KA 16,5 % (Firmanti et al. 2003). Perbedaan nilai BJ di atas disebabkan 2 kemungkinan, yaitu perbedaan KA dan tempat tumbuh asal kayu Mangium tersebut. Pada kayu Mangium umur 8 tahun, BJ diukur pada KA yang relatif rendah yaitu sekitar 13,01 %, sedangkan pada kayu umur yang sama dari Indramayu pada KA yang lebih tinggi yaitu 16,5 % dan pada umur 10 tahun diukur pada KA antara 14 % sampai 18 %. Perbedaan KA kayu Mangium ini kemungkinan mempengaruhi kekuatan kayu sehingga berpengaruh terhadap nilai berat jenisnya, dimana kekuatan umumnya meningkat seiring berkurangnya KA di bawah titik jenuh serat (Haygreen dan Bowyer, 1982). Pada umur pohon yang lebih tua akan dibentuk kayu yang lebih berat daripada umur yang lebih muda. Jika dilihat hasil perbandingan nilai berat jenis di atas, ternyata umur kayu Mangium 8 tahun lebih tinggi dibanding umur 10 tahun. Hal ini karena adanya variasi antar pohon dalam spesies yang sama akibat perbedaan kondisi dan lingkungan tempat tumbuh serta faktor keturunan (genetik). Kayu Mangium pada penelitian ini berasal dari Pulau Laut, Kalimantan Selatan sedangkan kayu Mangium pembanding
155
berasal dari Bogor (Sulistyawati, 2009) dan Indramayu (Firmanti et al., 2003) Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Variasi nilai berat jenis kayu dapat terjadi dalam satu pohon maupun antar pohon pada spesies yang sama (Tsoumis, 1991). Variasi dalam satu pohon dapat terjadi pada arah vertikal (pangkal, tengah, ujung) maupun horisontal (dekat empulur, teras dan gubal); sedangkan variasi antar pohon dalam spesies yang sama disebabkan oleh perbedaan kondisi dan lingkungan tempat tumbuh serta faktor keturunan (genetik). Sifat mekanis dari data CKBC berupa kekakuan lentur (MOEs) berkisar antara 72.026 kg/cm2 sampai 168.340 kg/cm2 dengan rata-rata 126.960 kg/cm2. Kekakuan lentur kayu tertinggi mencapai 2 sampai 3 kali kekakuan lentur kayu terlentur. Keteguhan lentur patah (MOR) kayu Mangium berkisar antara 385 kg/cm2 sampai 1.402 kg/cm2 dengan rata-rata 1.000 kg/cm2. Sehingga kekuatannya bisa mencapai 3 sampai 4 kali lebih kuat dari kayu terlemah. Nilai kekakuan lentur (MOE) kayu Mangium berdasarkan data FSNDT hasil pengujian statis pada umur 8 tahun berkisar pada selang yang agak lebar yaitu antara 79.003 kg/cm2 sampai 163.645 kg/cm2 dengan rata-rata 117.298 kg/cm2. Kekakuan lentur kayu tertinggi dapat mencapai 2 kali kekakuan lentur kayu terlentur. Menurut PKKI yang mendasarkan penentuan kekuatan dari berat jenis, keteguhan lentur statis dan keteguhan tekan sejajar serat, kayu Mangium umur 8 tahun ini termasuk kelas kuat II – III sesuai dengan kayu Mangium umur 10 tahun (Ginoga, 1997). Sehingga penelitian sifat dasar kayu ini mampu menurunkan daur teknis untuk kayu konstruksi ringan dari 10 tahun menjadi 8 tahun. Berdasarkan pengkelasan mutu dengan SKI C-bo010:1987 dan RSNI 2002, kayu Mangium pada umur 8 tahun dari HTI PT INHUTANI II ini cukup kaku dan kuat. Berdasarkan sifat mekanis yang dimiliki tersebut kayu Mangium dapat digunakan sebagai komponen kayu yang bersifat struktural (Sulistyawati, 2009), bahan konstruksi, mebel dan barang kerajinan. Papan kayu Mangium umumnya berukuran sempit/tipis serta ukuran yang relatif pendek, maka teknologi papan sambung dan balok lamina menjadi solusi untuk mengatasi masalah tersebut (Rachman dan Balfas, 1993). Pada pengamatan ekor bawah pada semua data baik data primer maupun data sekunder, sebagai bagian paling menentukan kekuatan desain kayu, lebih dekat ke distribusi Weibull daripada distribusi Normal maupun distribusi 3-Parameter Weibull. Oleh sebab itu distribusi Weibull dipilih sebagai distribusi standar bagi kekuatan kayu konstruksi dari kayu Mangium maupun kayu-kayu konstruksi di pasaran kayu Indonesia
156
(Bahtiar, 2000). Hal ini sesuai dengan Amerika Serikat yang juga menetapkan distribusi Weibull sebagai distribusi standar sebagaimana tertuang pada ASTM D 5457-04. Nilai kekakuan (MOE), kekuatan (MOR) dan kekuatan karakteristik kayu Mangium pada data FS mempunyai selang kekakuan dan kekuatan yang lebih lebar dan lebih rendah dibanding data CKBC, karena data FS banyak mengandung cacat-cacat kayu akibat pertumbuhan dan pengolahan kayu, sedangkan data CKBC relatif bebas dari cacatcacat kayu. Untuk keperluan konstruksi, variabel kekuatan karakteristik kayu ini tidak banyak berarti. Pemborosan kayu sebagai bahan bangunan masih tinggi, meskipun telah dipilahpilah kekuatan kayunya, karena setiap kelompok data kayu ini hanya memiliki satu nilai kekuatan karakteristik, padahal rentang kekuatannya masih lebar. Berdasarkan uraian sebelumnya, kekuatan kayu Mangium tertinggi pada data CKBC dapat mencapai 3 sampai 4 kali kekuatan kayu terlemah. Sedangkan kekuatan kayu Mangium pada data FS lebih lebar lagi, yaitu mencapai 8 sampai 9 kali lebih kuat dari kayu terlemah. Penetapan satu nilai kekuatan karakteristik (R 0,05 ) untuk setiap jenis kayu pada format ASD, secara ekonomis maupun sumberdaya sangat merugikan, karena justifikasi kekuatan jauh di bawah kemampuan sebenarnya dari sebagian besar kayu, namun dari segi keamanan struktur menjadi lebih aman. Tindakan ini menyebabkan penggunaan dimensi kayu untuk suatu beban tertentu menjadi lebih besar daripada yang dibutuhkan, sehingga terjadi pemborosan sumberdaya kayu. Oleh karena itu perlu perbaikan pada perhitungan nilai karakteristik (R 0,05 ) untuk setiap jenis kayu dengan format LRFD berdasarkan ASTM D 5457-04 yang memerlukan informasi lebih banyak seperti reference values dan variabilitas dibanding prosedur sebelumnya. Pengguna LRFD hanya memerlukan tipe distribusi dan parameter-parameter yang mencirikan distribusi tersebut. Pada perbaikan prosedur ini, pendugaan distribusi dan parameternya lebih akurat menggunakan sebagian ekor distribusi daripada seluruh distribusi, karena untuk aplikasi gedung hanya ekor bawah distribusi keteguhan dan ekor atas distribusi beban yang mungkin menyebabkan kerusakan. Hal ini sesuai dengan hasil perhitungan sebelumnya pada pengamatan distribusi kekakuan dan kekuatan kayu Mangium, dimana distribusi Weibull dipilih sebagai distribusi standar bagi kekuatan kayu konstruksi dari kayu Mangium maupun kayu-kayu konstruksi di pasaran kayu Indonesia. Berdasarkan nilai tegangan ijin dan nilai reference resistance, nilai data primer lebih besar dibanding nilai data sekunder. Sehingga kayu Mangium dari PT INHUTANI II relatif lebih kuat dibanding kayu Mangium dari data sekunder. Meskipun nilai 157
reference resistance (Rn) data sekunder pada ukuran FS terendah, namun perhitungannya menggunakan prosedur reliability normalization, sehingga dapat menduga keterandalan struktur dengan tepat. Berbeda dengan perhitungan ketahanan referensi (reference resistance) pada data primer dan data sekunder dari data CKBC yang sudah dikonversi ke bentuk FS yang menggunakan prosedur format conversion, sehingga tidak dapat menduga keterandalan struktur dengan tepat. Keterandalan yang tepat menunjukkan kemungkinan kerusakan yang semakin kecil. Berdasarkan pengkelasan mutu dengan standar RSNI 2002, nilai MOE dan MOR data CKBC-DT dan FS-NDT data primer kayu Mangium pada umur 8 tahun dari HTI PT INHUTANI II ini cukup kaku dan kuat dengan nilai kuat acuan E12 – E13. Nilai ini sama dengan hasil pengujian kayu Mangium pada umur yang sama dari Indramayu dengan nilai kuat acuan E12 (Firmanti et al., 2003) dan lebih tinggi dibanding hasil pengujian dari Bogor dengan nilai kuat acuan E10 – E12 (Sulistyawati, 2009). Sedangkan berdasarkan data sekunder FS-DT ini cukup kaku namun kurang kuat serta berdasarkan data sekunder CKBC-NDT, data primer FS-NDT dan data sekunder FS-NDT ini layak untuk konstruksi karena cukup kaku. Berdasarkan sifat mekanis dan kelas mutu yang dimiliki, kayu Mangium dapat direkomendasikan sebagai bahan bangunan, terutama untuk konstruksi struktural seperti shearwall sebagai komponen struktur rumah kayu prefabrikasi karena relatif cukup kaku dan kuat. Pada saat ini PT INHUTANI II sudah menurunkan daurnya menjadi 8 tahun, baik untuk kebutuhan pulp maupun untuk kayu pertukangan. Kayu Mangium banyak digemari di Jepang maupun Eropa terutama untuk kebutuhan garden furniture (table top, meja, kursi, flooring, wall). Hasil pengujian pada pemilihan dan optimasi penggergajian kayu Mangium, kualitas dolog berdasarkan kondisi dimensinya berturut-turut dari yang terbaik adalah pola penggergajian Pola MOP, diikuti Pola Satu Sisi, dan Pola Konvensional, walaupun perbedaannya tidak terlalu besar. Karakteristik dolog kayu Mangium dari PT INHUTANI II sebagian besar batangnya berbentuk tidak bundar sampai hampir bundar, taper dan lurus. Karakteristik dolog yang meliputi volume log, angka bentuk dan cacat pertumbuhan akan mempengaruhi kualitas dolog kayu Mangium pada setiap pola penggergajian. Karakteristik dolog kayu Mangium sebagai bahan baku atau kayu penghara yang masuk penggergajian adalah produk alam yang berupa dolog yang berkeragaman besar dalam kualitasnya. Makin tinggi kualitas dolog, makin tinggi pula volume, kualitas dan 158
rendemen kayu gergajian yang akan diperoleh (Widarmana, 1981). Informasi karakteristik dolog ini perlu diketahui sebelum pelaksanaan penggergajian, yang meliputi sumber tumbuhan yang menghasilkan kayu (timber) dan bagaimana tingkah laku (behaviour) kayu Mangium tersebut agar konversi dolog menjadi kayu gergajian dilakukan dengan tepat, prosesnya berjalan efisien dan nilai kayu gergajian yang dihasilkan menjadi optimum. Kegiatan awal dalam optimasi pemanfaatan kayu Mangium sebagai komponen rumah prefabrikasi adalah proses pengolahan kayu berupa proses penggergajian. Proses penggergajian yang dilakukan menggunakan 3 pola penggergajian yaitu Pola Konvensional, Pola Satu Sisi dan Pola Satu Sisi dengan program Model Optimasi Penggergajian (MOP) guna mengetahui pola penggergajian yang paling optimal dalam penyediaan bahan baku untuk komponen shearwall. Optimasi penggergajian diukur berdasarkan nilai rendemen masing-masing jenis pola penggergajian mulai dalam bentuk sawn timber, bilah/rough lumber, blangking sampai lumber shearing. Penggergajian merupakan proses pertama dalam urutan industri pengolahan kayu berupa kegiatan merubah bentuk atau konversi kayu bulat menjadi kayu persegian untuk memenuhi tujuan tertentu (Rachman dan Malik, 2008). Sedangkan tujuan menggergaji adalah untuk mendapatkan kayu gergajian dengan ukuran dan kualita tertentu sesuai dengan tujuan pemakaiannya, mendapatkan produksi dan rendemen yang tinggi, memanfaatkan kayu gergajian dengan ongkos produksi yang rendah dan memperoleh kayu gergajian dengan ukuran yang tepat, bebas cacat atau berkualitas tinggi (Padlinurdjaji dan Ruhendi, 1981). Bila melihat mata rantai industri pengolahan kayu, maka dalam pabrik pengergajian terjadi proses perubahan pertama kali kayu dalam bentuk dolog menjadi kayu gergajian (sawn timber) atau disebut juga kayu konversi berupa balok, papan, tiang serta sortimen lainnya. Sehingga industri kayu gergajian disebut industri kayu primer. Proses pembelahan oleh bandsaw menghasilkan belahan besar berupa kayu pacakan yang berbentuk utuh sesuai dengan besarnya diameter log tersebut. Tujuan utama pembelahan dolog menjadi kayu pacakan adalah agar dari kayu pacakan yang akan dihasilkan diperoleh sebanyak-banyaknya papan dengan lebar maksimum dan mempunyai cacat minimal. Sehingga tujuan akhirnya adalah memperoleh rendemen maksimum baik secara kuantitas maupun kualitas. Urutan proses penggergajian secara lengkap meliputi kegiatan pemotongan dolog di log deck, breakdown sawing, resawing, edging dan trimming (Rachman dan Malik, 159
2008). Kayu gergajian belum tentu perlu melewati semua langkah tersebut. Pada penelitian ini menggunakan proses penggergajian teknik Saw Dry Rip (SDR), sehingga dalam proses penggergajian hanya sampai kegiatan pembelahan pertama dolog untuk dijadikan beberapa kayu pacakan yang disebut kegiatan breakdown sawing. Kegiatan selanjutnya berupa kegiatan resawing, edging dan trimming dilaksanakan setelah proses pengeringan. Penerapan proses penggergajian teknik SDR pada proses penggergajian kayu Mangium adalah dalam rangka meminimalisir cacat-cacat bentuk akibat proses pengolahan kayu terutama pada proses pengeringan. Pola SDR ini membuat kualitas kayu lebih baik akibat pengeringan lebih dahulu dilakukan dibanding pola Saw Rip Dry (SRD), tetapi agak lebih rumit. Bila ingin menerapkan pola SRD pada kayu Mangium disarankan dengan menambah tebal hasil kayu gergajian (sawn timber) dari 25 mm menjadi 30 mm, karena lebih rentan terjadi cacat pada arah tebalnya. Sehingga pola SRD ini lebih cepat dan efisien, tetapi kurang hemat kayu. Pola penggergajian adalah rencana dan cara pembelahan dolog menjadi potongan atau lembaran kayu gergajian beserta urutan dan penugasannya pada mesin-mesin penggergajian, dengan cara merencanakan dan mengatur cara menggergaji agar dolog dapat dimanfaatkan seefisien mungkin. Pola penggergajian berperan dalam menentukan besarnya rendemen dan tingkat mutu kayu gergajian yang dihasilkan. Untuk menerapkan pola yang sesuai harus mengetahui sifat-sifat umum jenis kayu dan kualitas dolog serta jenis dan kualitas kayu gergajian yang akan diproduksi. Berbagai macam pola penggergajian dapat diciptakan untuk setiap potong dolog. Pada dasarnya pola penggergajian terpilih tergantung pada sortimen serta pemanfaatan kayu gergajian yang dikehendaki. Dalam penelitian ini menggunakan Pola Konvensional, Pola Satu Sisi (live sawing) dan Pola Satu Sisi dengan program Model Optimasi Penggergajian (MOP), karena pertimbangan diameter rata-rata kayu Mangium yang berkisar antara 22 - 42 cm. Hasil rendemen tertinggi dalam bentuk kayu gergajian (sawn timber) adalah pola penggergajian MOP sebesar 74,70 %, kemudian diikuti pola satu sisi dan pola konvensional berturut-turut sebesar 73,49 % dan 70,93 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rendemen aktual hasil penggergajian yang diperoleh dari pola penggergajian MOP selalu lebih tinggi dibanding 2 pola penggergajian lainnya, karena pola penggergajian simulasi berasumsi bahwa dolog berbentuk simetris, lurus, dan silindris, lintasan gergaji lurus serta cacat dolog belum diperhitungkan. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan oleh 160
Rachman dan Balfas (1993), bahwa sejak diterapkannya teknik penggergajian dengan sistem simulasi dengan program MOP dalam penentuan posisi PPT, teknik ini mampu meningkatkan rendemen penggergajian dolog diameter kecil rata-rata 12,4 % atau menjadi 51,24 % . Pengenalan karakteristik kayu bulat untuk penghara industri penggergajian merupakan hal penting agar dapat menerapkan efisiensi proses dengan baik dan cepat. Hakekatnya karakteristik kayu bulat ini cenderung menurunkan efisiensi proses penggergajian. Dengan mengenalnya, diharapkan penurunan efisiensi proses dapat dihindari. Karakteristik kayu yang sering ditemui pada kayu Mangium adalah tegangan tumbuh, kayu muda dan hati rapuh. Tujuan pengeringan kayu adalah untuk peningkatan kekuatan dan keawetan kayu, stabilisasi dimensi dan peningkatan kualitas kayu baik dalam proses pengolahan maupun pada saat penggunaan dan mendapatkan standar pengeringan bagi papan-papan dari kayu Mangium. Masalah serius yang dikeluhkan dalam pengolahan kayu adalah proses pengeringan karena berlangsung lama dengan kecenderungan cacat bentuk dan pecah dalam (honeycomb defect). Pengeringan kayu Mangium ini menggunakan kilang pengering konvensional bertipe tunggal, karena tipe ini sesuai dengan karakter kayu Mangium yang sukar dikeringkan dan perlu pengeringan yang baik. Metode konvensional (air and kiln drying) yang dimodifikasi membutuhkan waktu 30 hari (12 hari pengeringan alami dan 18 hari pengeringan dengan kilang pengering) sampai kadar air 11 % dan 33 hari (12 hari pengeringan alami dan 21 hari pengeringan dengan kilang pengering) sampai kadar air 9 %. Berdasarkan laju pengeringan (drying rate) yang merupakan % penurunan kadar air per hari (% decrease in moisture content per day) terlihat bahwa di bawah kadar air titik jenuh serat proses pengeringannya berjalan lambat. Titik jenuh serat adalah suatu keadaan dimana air dalam kayu hanya terdapat pada dinding sel sedangkan dalam rongga sel sudah kosong. Pada kondisi yang demikian pergerakan air ke permukaan kayu sangat sulit karena permeabilitasnya sudah berkurang, bahkan zat ekstratif dalam kayu menutup jalan bagi aliran air di dalam kayu. Oleh karena itu untuk mempercepat waktu pengeringan, penggunaan metode kiln drying perlu ditingkatkan temperaturnya agar menghasilkan panas yang lebih tinggi. Berdasarkan pengeringan kayu Mangium dengan menerapkan metode konvensional yang dimodifikasi, efektif untuk mengurangi waktu pengeringan tanpa menurunkan 161
kualitas dan merubah warna papan kayu Mangium. Papan kayu Mangium kondisi basah dikeringkan sampai kadar air 65 % dengan pengeringan alami (air drying) sebagai predrying treatment dan dilanjutkan pengeringan dengan kiln drying sampai kadar air yang diinginkan sebesar 10 %. Dari 593 contoh uji papan yang diamati, ada 119 (20,07 %) contoh uji yang mengalami cacat pada semua pola penggergajian. Jumlah cacat tertinggi berdasarkan pola penggergajian terjadi pada pola satu sisi dengan MOP sebanyak 24,88 %, diikuti pola satu sisi sebanyak 19,79 % dan pola konvensional sebanyak 15,10 %. Dolog yang digergaji dengan pola satu sisi akan menghasilkan kayu gergajian datar (flat sawn lumber), yang mempunyai kelemahan pada stabilitas dimensi dan keausan permukaan yang rendah. Bentuk kayu gergajian datar ini menyebabkan presentase cacat kedua pola penggergajian tersebut lebih tinggi dibanding pola konvensional. Cacat-cacat akibat penerapan pola penggergajian satu sisi dan proses pengeringan ini akan menurunkan rendemen dan kualitas kayu. Cacat berat yang terdapat pada kayu gergajian Mangium adalah cacat serat terpisah berupa pecah, yang meliputi : retak (checks), pecah tertutup (splits), pecah dalam (honeycomb defect), pecah terbuka (open split) dan belah (shake). Bentuk pecah yang terdapat pada kayu gergajian Mangium berupa pecah ujung (end splits). Cacat ringan berupa mata kayu (knots), kayu gubal (sapwood) dan cacat bentuk tipe mencawan (cupping). Cacat-cacat bentuk akibat proses pengeringan dan pengerjaan kayu diduga menurunkan rendemen dari kayu Mangium pada pola penggergajian satu sisi. Karakteristik dolog kayu Mangium adalah tegangan tumbuh yang terlihat pada saat dolog digergaji terjadi pecah papan. Kayu muda pada dolog penghara penggergajian akan menurunkan kualitas kayu gergajian karena sortimen mudah bengkok atau pecah. Kayu Mangium memiliki tegangan pertumbuhan yang tinggi. Tegangan-tegangan yang dibebaskan pada kayu Mangium lebih besar dibandingkan beberapa jenis kayu daun lebar lainnya (Wahyudi et al. 1998). Ini mengindikasikan bahwa tegangan-tegangan pertumbuhan juga tinggi, oleh karenanya resiko terjadinya cacat pada kayu Mangium ini juga tinggi. Tegangan tumbuh (internal stress, reaction wood dan spring) adalah aksi dari dolog yang ingin kembali ke bentuk asalnya karena dalam masa pertumbuhan, pohon mengalami tegangan karena miring, bengkok menyusup mencari sinar matahari, tiupan angin dan lain-lain. Tegangan tumbuh mudah terbentuk pada kayu-kayu cepat tumbuh pada hutan tanaman walaupun batangnya tidak miring selama pertumbuhan (Haygreen 162
dan Bowyer, 1982). Tegangan tumbuh terjadi karena adanya gaya-gaya longitudinal, yaitu tension yang berkembang mulai dari empulur ke arah tepi dolog dan compression yang berkembang mulai dari tepi dolog ke arah empulur. Kegiatan pengolahan sekunder dalam perancangan rumah prefabrikasi adalah proses pengerjaan kayu untuk pembuatan papan bentukan (molding) komponen shearwall. Proses pembuatan molding dilakukan dengan tiga tahapan yaitu : 1) Persiapan Lumber, yang meliputi kegiatan perataan sisi (edging), pemotongan (trimming), pembelahan ulang (resawing) beserta grading dan sortasinya, 2) Rough End Process yang meliputi kegiatan pengetaman (planing), pengelompokan (grouping), pelaburan perekat (glue application), dan penyatuan papan (laminating) dan 3) Molding Process, yang meliputi kegiatan molding, pendempulan dan pengamplasan (sanding). Optimasi pengerjaan kayu
merupakan kriteria keberhasilan yang diukur
berdasarkan tinggi rendahnya rendemen dalam suatu proses penggergajian. Rendemen aktual pada semua bentuk hasil penggergajian yang diperoleh dari pola penggergajian MOP selalu lebih tinggi dibanding 2 pola penggergajian lainnya. Rendemen hasil penggergajian yang diperoleh dari pola penggergajian MOP dalam bentuk papan (sawn timber), bilah (rough lumber), blangking maupun lumber shearing selalu ditempati pola penggergajian MOP. Berikutnya diikuti Pola Konvensional dan Pola Satu Sisi. Proporsi lumber shearing yang dibuat berdasarkan bentuk bahan bakunya, yaitu molding kayu utuh (solid wood) rata-rata diatas 70 % dan molding sambung (laminating edge to edge) rata-rata kurang dari 30 % baik pada Pola Konvensional, Pola Satu Sisi dan Pola Satu Sisi dengan Program MOP. Sedangkan kualitas papan laminasi lebih baik dibanding papan solid, tetapi prosesnya lebih banyak walau biaya yang dibutuhkan tidak berbeda nyata. Nilai rendemen pada penelitian masih mengikutsertakan cacat-cacat ringan yang dianggap bukan merupakan cacat seperti mata kayu sehat (intergrown knots), lubang jarum dan lubang gerek (pinhole), retak permukaan (surface cheks), perubahan warna (discoloration) pada kayu gubal (sapwood) dan serat tertekuk (compression failure), karena produk lumber shearing ini untuk kebutuhan lokal. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai rendemen pada penelitian ini adalah ukuran dan kualitas kayu bulat, pola pengergajian yang diterapkan dan angka bentuk terutama taper. Biaya proses produksi molding berupa lumber shearing tounge and groove rumah prefabrikasi dan biaya angkutan ke Pulau Jawa sebesar Rp 3.845.495,-/m3. Komposisi biaya terbesar berturut-turut pada pembelian log (40,45 %), proses penggergajian 22,21 163
%, proses pengeringan 17,39 %, biaya transportasi 12,63 %, proses pengerjaan 7,01 % dan biaya tata usaha kayu 0,31 %. Harga rumah kayu prefab tipe 21 senilai ± Rp 23.000.000,- per unit yang terdiri dari Rp 17.304.727,- untuk bahan kayu 4,5 m3 (Fahutan, 2005) dan sisanya senilai Rp 5.695.273,- untuk bahan atap, pondasi umpak dan upah pekerja tetapi belum termasuk harga tanah. Pada pembuatan dan perakitan shearwall kayu Mangium sebagai komponen struktur rumah prefabrikasi menunjukkan bahwa papan dan rangka bentuk solid dari kayu Mangium masih mengalami pelengkungan (bowing), berakibat mempersulit sewaktu merakit menjadi komponen struktur shearwall. Tetapi papan dan rangka bentuk solid ini lebih sederhana dalam proses. Berbeda dengan papan laminasi yang lebih lebih rumit dalam proses pembuatan (tambahan proses grouping, glue application dan laminating) tetapi lebih stabil. Secara keseluruhan kualitas papan laminasi lebih baik dibanding papan solid, tetapi prosesnya lebih banyak. Meskipun demikian biaya yang dibutuhkan tidak berbeda nyata. Pada pembuatan shearwall, tipe papan horisontal (straight sheathing) lebih mudah dalam perakitan dibanding tipe papan diagonal (diagonal sheathing), karena ukuran panjang papan pada dinding horisontal seragam. Namun hal ini mengakibatkan pemborosan bahan, kecuali dengan system finger joint. Perakitan tipe papan diagonal lebih rumit daripada papan horisontal, karena harus membuat ukuran papan yang variatif, tetapi hemat bahan karena bisa memanfaatkan segala ukuran panjang papan dan tidak perlu dibuat finger joint. Untuk stabilisasi dimensi dan optimalisasi bahan produk kayu Mangium sebagai shearwall, maka perlu dilakukan pengeringan yang optimal dan dibuat dengan cara laminated edge to edge. Pengujian komponen shearwall kayu Mangium berupa uji racking monotonic kekakuan dan kekuatan berupa beban horisontal berdasarkan ISO 22452. Penentuan F max, est
dan indeks penambahan beban sebagai perlakuan tergantung kepada desain material
shearwall (with or with out opening), material shearwall (frame dan sheathingnya) dan ukuran dimensi shearwall. Dalam penelitian ini digunakan nilai estimasi beban maksimal (F max, est ) dari contoh uji pertama berupa komponen shearwall horisontal yang juga berfungsi sebagai kontrol. Pertimbangan memilih contoh uji kontrol untuk mendapatkan nilai F max, est adalah bahwa tiap contoh uji nilainya akan berbeda-beda tergantung dari desain panel dinding yang dibuat sebagai perlakuannya dan contoh uji tersebut merupakan gabungan dari 2 desain. Sementara jika berdasarkan desain dari penelitian sebelumnya hanya terdiri dari satu 164
panel dinding. Berdasarkan preliminary test pada contoh uji pertama sebagai kontrol diperoleh beban maksimum (F max ) sebesar 216 kg. F max ini digunakan untuk semua benda uji karena merupakan F max, est terkecil sehingga dianggap yang paling konservatif untuk mendapatkan semua nilai kekakuan dan kekuatan komponen shearwall tersebut. Kekakuan tipe komponen panel shearwall dari kayu Mangium tertinggi dapat mencapai 6 - 7 kali kekakuan tipe komponen panel shearwall terlentur. Sedang kekuatannya bisa mencapai 2 sampai 3 kali lebih kuat dari tipe komponen panel shearwall terlemah. Sementara kekakuan dan kekuatan lumber sheathing tipe horisontal (straight sheathing) relatif lebih lemah dibanding tipe diagonal sheathing. Shearwall tipe diagonal sheathing lebih kuat dan kaku karena mempunyai sifat triangulasi seperti halnya sifat rangka batang (truss) dan lebih dapat menahan beban lateral. Nilai kekakuan dan kekuatan panel shearwall utuh pada tipe diagonal sheathing (tipe C) yang tertinggi tersebut masih dapat ditingkatkan dengan pemakuan pada rangka antara sesuai desain rumah prefabrikasi. Komponen shearwall utuh dengan pola papan diagonal (B) dan komponen shearwall dengan pola papan diagonal utuh dan berjendela (C) mengalami kegagalan konstruksi berupa kegagalan struktur karena adanya penurunan menahan beban secara drastis sebelum deformasinya mencapai 100 mm. Komponen shearwall lain yaitu shearwall tipe (A), (D), (E1) dan (E2) mengalami kegagalan konstruksi berupa kegagalan servis kemampuan layan (serviceability failure) yang terjadi karena shearwall mempunyai sifat sangat daktail, dimana komponen belum runtuh walau deformasinya sudah mencapai 100 mm. Jenis kerusakan yang menonjol pada variasi desain panel komponen shearwall adalah kegagalan service kemampuan layan (serviceability failure). Sehingga kegagalan struktur tidak tampak, yang terjadi adalah struktur mengalami displacemen horizontal yang sangat besar yang mencapai 100 mm, seperti yang dipersyaratkan pada ISO 22452. Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur rumah untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya keruntuhan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur rumah tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi diambang keruntuhan. Pengukuran daktilitas shearwall dengan mengukur faktor daktilitasnya (μ) yang menunjukkan bagaimana kegagalan sistem struktur (rapuh atau daktil) terjadi dan menjadi parameter untuk perbandingan antara pengukuran hasil uji dengan nilai desainnya. 165
Semua tipe shearwall berperilaku daktail parsial karena faktor daktilitas shearwall (μ) bernilai antara 1,01 sampai dengan 2,41. Tipe shearwall yang berperilaku mendekati elastik penuh adalah tipe A dan E1. Perilaku daktil parsial sudah memenuhi 1,0 < μ < μm, sehingga dalam perencanaan suatu struktur rumah oleh perencana atau pemilik gedung dapat memilih nilai μ sendiri sesuai yang dikehendaki. Pada saat dilakukan pengujian terdapat beberapa deformasi yang terjadi, baik pada komponen shearwall tipe papan horisontal maupun tipe papan diagonal. Kerusakan yang terjadi pada komponen shearwall tipe papan horisontal berupa pergeseran antar papan akibat gaya lateral dan terlepasnya rangka shearwall pada titik-titik sambungan (joint). Sedang kerusakan yang terjadi pada komponen shearwall tipe papan diagonal berupa terbentuknya celah (gap) diantara susunan panel papan-papan diagonal bagian bawah akibat pembebanan dan rusaknya struktur akibat patah dan terlepasnya rangka shearwall pada titik-titik sambungan (joint). Pada saat pengujian, komponen shearwall mendapat beban pada salah satu sisi saja berupa uji monotonik lateral dan tidak dapat berputar pada titik itu (jepit) maka shearwall tersebut berperilaku seperti balok kantilever yang disebut shearwall kayu bertulang kantilever. Pada sisi sebelah kiri mendapatkan tekanan berupa beban yang biasanya disebut tekanan/kekangan (restrained) dan sebelah kanan bebas untuk terjadinya defleksi. Shearwall kayu bertulang kantilever adalah suatu subsistem struktur rumah yang fungsi utamanya adalah untuk memikul beban geser akibat pengaruh Gempa Rencana, yang runtuhnya disebabkan oleh momen lentur (bukan oleh gaya geser) dengan terjadinya sendi plastis pada kakinya, di mana nilai momen runtuhnya dapat mengalami peningkatan terbatas akibat pengerasan regangan. Kekakuan (MOE) pada beberapa tipe komponen panel shearwall dari kayu Mangium berkisar pada selang yang sangat lebar yaitu antara 11.217 kg/cm2 sampai 315.503 kg/cm2 dengan rata-rata 127.123 kg/cm2. Sedangkan kekuatan (MOR) pada tipe komponen panel shearwall dari kayu Mangium berkisar antara 222 kg/cm2 sampai 519 kg/cm2 dengan rata-rata 426 kg/cm2. Pada shearwall tipe straight sheathing terlihat bahwa batang bracing vertikal berupa stress skin component tidak efektif menahan momen, sehingga nilai MOE dan MOR struktur shearwall tersebut masih sesuai dengan bahan baku kayu. Pada shearwall tipe diagonal sheathing terjadi peningkatan nilai MOE dan MOR yang lebih besar karena fungsi bracing diagonal berupa stress skin component membuat struktur menjadi lebih kaku. Kekakuan dan kekuatan struktur tersebut
166
disebabkan oleh bentuk geometri penampang bracing, walaupun juga dipengaruhi oleh bahan/material dan jenis tumpuannya. Untuk mengetahui ketahanan bangunan terhadap pengaruh gempa maka dilakukan perhitungan gaya gempa dengan menggunakan cara analisis gempa static ekuivalen berdasarkan SNI 1726-2002. Bangunan rumah kayu prefabrikasi dikategorikan sebagai bangunan beraturan dengan tinggi dinding 2,4 m, dengan peruntukan rumah tinggal dan ditetapkan jenis tanah keras. Hasilnya desain tipe A komponen shearwall sesuai untuk diaplikasikan pada zona gempa kecil, tipe B, D, E1 dan E2 sesuai pada zona gempa sedang dan tipe C sesuai pada zona gempa besar. Secara keseluruhan, desain shearwall tipe diagonal sheathing komponen panel shearwall dari kayu Mangium sesuai untuk diaplikasikan pada zona sedang dan besar. Berdasarkan perbandingan hasil pengujian dengan perhitungan beban gempa hasil analisis struktur desain, bahwa beban gempa tidak terlalu mempengaruhi rumah kayu dan rumah berbahan kayu dapat dibuat menjadi rumah kayu tahan gempa. Sehingga panel shearwall ini dapat dimanfaatkan sebagai elemen struktural tahan gempa pada bangunan rumah tinggal. Kombinasi rangka kayu dengan panel papan yang berbahan dasar papan solid dan papan laminasi dapat bekerja dengan baik jika ditinjau dari faktor kekuatan dan daktilitas yang diperlukan untuk rumah tahan gempa. B.
Rekomendasi
1.
Kayu Mangium dapat digunakan sebagai kayu pertukangan untuk bahan bangunan rumah kayu.
2.
Untuk mengurangi cacat retak dan pecah yang terjadi pada pohon Mangium akibat tegangan pertumbuhan dapat dihindari dengan teresan sebelum dilakukan penebangan dan pembuatan takik/alur pada batang pohon Mangium.
3.
Pada tahap penyusunan kayu saat proses pengeringan kayu Mangium, sebaiknya kegiatan pemasangan klem diganti dengan pemberian beban pada tumpukan papan sawn timber guna mengurangi cacat terutama cacat bentuk akibat pengeringan.
4.
Untuk stabilisasi dimensi dan optimalisasi (efisiensi bahan baku) produk kayu dari log diameter terbatas seperti kayu Mangium dilakukan pengeringan yang optimal dan dibuat dengan cara teknologi papan sambung dan balok lamina (laminated fingerjoint, laminated side to side dan laminated edge to edge).
167
5.
Pengujian empiris yang dilakukan pada komponen shearwall ini perlu dilakukan uji pendahuluan dengan menyediakan contoh uji tersendiri untuk mendapatkan F max, estnya . .
6.
Dilakukan pelengkapan model contoh uji menjadi 8 variasi (sesuai gambar yang disetting) dengan cara menempatkan panel shearwall pada posisi berlawanan untuk 3 variasi terakhir.
7.
Untuk mendapatkan nilai kekakuan dan kekuatan yang konsisten, perlu penguatan pemakuan benda uji pada rangka horisontal bagian tengah sesuai desain rumah prefabrikasi.
8.
Kerusakan terbesar pada shearwall terjadi pada sudut-sudut sambungan, maka pada titik-titik sambungan tersebut diberi pengaku/penguat berupa alat sambung berbentuk segitiga (triangle geometry) atau berbentuk menyiku (rigid joints) berbahan kayu atau baja.
9.
Perlu uji siklik pada shearwall untuk ketahanan lateral dan ketahanan gempa.
10.
Modul dengan komponen shearwall bisa terdiri dari beberapa panel sesuai ukuran dan fungsi ruangan tersebut, sehingga perlu juga diperhatikan hubungan antar panel tersebut.
168