204
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1 Kesimpulan Perumusan kesimpulan dibuat dengan tetap mengacu kepada pertanyaan penelitian yang ada untuk dapat memperoleh relefansi pembahasan secara menyeluruh, sehingga dapat dirumuskan beberapa rekomendasi untuk dapat menyelesaikan permasalahan kawasan. Berikut adalah kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisis dan pembahasan penelitian Berikut adalah kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisis dan pembahasan penelitian :
1. Bagaimana kesesuaian potensi kawasan sebagai bangkitan dan tarikan mobilitas terhadap lokasi halte? Potensi kawasan yang menjadi destinasi kawasan pengguna halte Trans Jogja adalah kawasan dengan guna lahan sebagai permukiman, sekolah, pasar, perkantoran, pertokoan, tempat wisata bersejarah di pusat kota, rumah sakit, dan terminal. Terdapat beberapa letak halte yang kurang sesuai dalam perletakannya dalam menjangkau penggunanya, diantaranya: - Lokus 1, halte Condongcatur – halte RS JIH Pada halte RS JIH jalur pejalan kaki terdefinisi dengan baik ke dalam Rumah Sakit. Tetapi dari mobilitas pengguna halte yang mengarah ke kawasan sekitar jalur pedestrian tidak terdefinisi dengan baik. Pengguna halte di RS JIH berasal dari kawasan sekitarnya yaitu
205
permukiman sekitar dan beberapa dari RS Condong Catur yang aksesibilitasnya kurang baik sebagian mobilitasnya menggunakan moda transportasi yang aksesnya harus berlawanan arah lalu lintas untuk mencapai halte. - Lokus 2, halte Sudirman – halte Diponegoro Letak halte Diponegoro yang cukup jauh untuk mobilitas berjalan dengan keadaan membawa beban dari pasar Kranggan. Pasar Kranggan dan aktivitas pendukungnya yang merupakan potensi utama, kondisi ruang jalur pejalan kaki yang terbagi dengan PKL dan parkir sepeda motor juga mengurangi kenyamanan berjalan menuju ke halte atau sebaliknya. - Lokus 3, halte A Yani – halte Senopati Pada lokus 3 keterhubungan halte cukup baik, penempatan halte terhadap potensi kawasan cukup baik sehingga tidak ada permasalahan pada lokus 3 - Lokus 4, halte Tegal Turi – halte Tegal Gendu Pada halte Tegal Turi yang menjadi potensi utama selain permukiman adalah Jogja Fish Market, Guna lahan ini tidak berfungsi dengan baik, tidak ada aktivitas atau kegiatan di Jogja Fish Market sehingga potensi kawasan yang seharusnya dapat terakses dengan baik oleh Trans Jogja tetapi tidak dapat di optimalkan karena Jogja Fish Market tidak beroperasi, sehingga mobilitas pengguna halte Trans Jogja sebagian besar berasal dari permukiman di kawasan Tegal Turi.
206
Pada halte Tegal Gendu yang berada di Kotagede letak halte adalah di lingkar luar kawasan Kotagede, cukup jauh untuk menjangkau pasar legi dan potensi kawasan di sekitarnya yaitu kurang lebih satu kilo meter. Jalur pejalan kaki terdefinisi cukup baik tetapi tidak terlindungi dan teratapi untuk berjalan kurang lebih satu kilo meter ke potensi kawasan.
2. Bagaimana kondisi eksisiting aksesibilitas pada potensi kawasan dan arahan aksesibilitas jalur (pejalan kaki) penghubung antara halte Trans Jogja dengan titik bangkitan dan tarikan? Hubungan jalur pejalan kaki secara keseluruhan dapat disimpulkan melalui aspek aksesibilitas pejalan kaki adalah sebagai berikut: - Lokus 1, halte Condongcatur – halte RS JIH a. Konektivitas (Connectivity) Konektivitas di lokus 1 hampir seluruhnya tidak terdefinisi dengan baik tidak ada pedestrian untuk pejalan kaki, aksesibilitas dari halte ke potensi kawasan didominasi oleh moda transportasi pribadi dan umum, berdasarkan pengamatan tidak banyak pengguna halte yang berjalan kaki untuk mencapai tujuannya. Di terminal Condong Catur moda umum tersedia cukup lengkap seperti Becak, Taksi, dan Ojek. Untuk di halte RS JIH moda umum yang tersedia Becak dan Ojek.
b. Pencapaian jarak (Proximity) Proximity atau jarak jangkauan di kawasan halte Condong Catur dan RS JIH berdasarkan pengamatan dan pengukuran yaitu antara 500 – 850 meter menuju ke destinasi potensi kawasan, tidak termasuk jarak nyaman untuk berjalan kaki.
207
c. Kemudahan pencapaian (Convenience) Convenience atau kemudahan pencapaian di lokus 1 adalah jenis signage untuk keterangan fungsi bangunan atau guna lahan dan signage lalu lintas, tidak ada signage khusus untuk Trans Jogja / BRT (Bus Rapid Transit) yang memudahkan pencapaian penggunanya. Accessibility for all, kemudahan pencapaian secara keseluruhan pada lokus satu untuk pejalan kaki dengan penilaian buruk karena jalur sebagian besar tidak aksesibel dan terdefinisi untuk pejalan kaki sedangkan kemudahan akses untuk moda transportasi.
d. Kemenarikan jalur (Attractiveness) Elemen ruang jalan penghubung secara keseluruhan tidak menarik, tidak ada street furniture yang menjadi elemen attractiveness pada lokus 1, Daya tarik aktivitas sepanjang jalur penghubung kurang menarik, berdasarkan pengamatan fungsi aktivitas di sepanjang jalur radius 600 meter dari halte adalah fungsi komersial dan kegiatan perdagangan dan jasa. Karena tidak ada jalur pedestrian maka keterlindungan teduhan dan teratapi untuk pejalan kaki secara keseluruhan tidak ada. e. Keselamatan dan Keamanan Jalur (Safety - Security) Pada jalur dengan vitalitas kegiatan tinggi tidak didukung dengan penerangan yang cukup pada malam hari sehingga tidak ada aktivitas berjalan kaki pada malam hari, kemudian vitalitas kawasan dengan intensitas kecil semakin tidak didukung dengan penerangan. Pengguna halte yang akan berjalan kaki akan menjumpai banyak conflict dan crossing dengan moda transportasi, pedagang kaki lima non permanen.
208
- Lokus 2, halte Sudirman – halte Diponegoro a. Konektivitas (Connectivity) Connectivity atau konektivitas di kawasan halte Sudirman dan Diponegoro seluruhnya terdefinisi sebagai pedestrian ways dan terkoneksi dengan baik, Lebar pedestrian -/+ 2 meter cukup untuk 2 orang berjalan berlawanan arah, ruang pejalan kaki ke kawasan sekitarnya terhubung dengan baik. b. Pencapaian jarak (Proximity) Proximity atau jarak jangkauan di kawasan Halte Sudirman 2 – Halte sudirman 3 dan Halte Diponegoro berdasarkan pengamatan dan pengukuran di google map yaitu antara 175 – 650 meter menuju ke destinasi potensi kawasan, sudah termasuk dalam standart nyaman orang berjalan. c. Kemudahan pencapaian (Convenience) Convenience atau kemudahan pencapaian di kawasan Halte Sudirman 2 – Halte Sudirman 3 dan Halte Diponegoro yaitu Signage adalah jenis untuk keterangan fungsi bangunan atau guna lahan dan signage lalu lintas, tidak ada signage khusus untuk Trans Jogja / BRT (Bus Rapid Transit) yang memudahkan pencapaian penggunanya. Untuk difabel, meskipun sebagian besar jalur sudah terdapat guiding block tetapi masih banyak jalur pejalan kaki yang terputus tanpa ramp dengan perbedaan ketinggian yang cukup tinggi.
209
d. Kemenarikan jalur (Attractiveness) Elemen ruang jalan penghubung secara keseluruhan cukup menarik, Street furniture yang menjadi elemen attractiveness pada lokus 2 adalah beberapa tempat sampah, bangku di halte umum. Aspek keterlindungan tratapi dan teduhan pada koridor ini tidak seluruhnya terlindungi, sebagian hanya terlindungi dari sinar matahari atau kanopi di pertokoan. e. Keselamatan dan Keamanan Jalur (Safety - Security) Crossing terdapat pada jalur pejalan kaki yang bersimpangan dengan jalan kendaraan bermotor tanpa penanda atau perbedaan warna di jalur pejalan kaki, pada zebra cross juga tidak terdapat lampu isyarat untuk menyebrang jalan. Conflict yang terjadi pada penggal ruang pejalan kaki di depan pasar kranggan dan sisi selatan jalan pasar kranggan, conflict dengan kendaraan bermotor yang beraktivitas di pasar kranggan yang memarkir kendaraannya di ruang pejalan kaki. Vitalitas kegiatan dengan intensitas tinggi terdapat pada ruang pejalan kaki Jalan Diponegoro, karena keberadaan pasar Kranggan maka sejumlah pendukung aktivitas berada pada penggal jalan Diponegoro.
- Lokus 3, halte A Yani – halte Senopati a. Konektivitas (Connectivity) Connectivity atau konektivitas di kawasan halte Ahmad Yani dan Senopati seluruhnya terdefinisi sebagai pedestrian ways dan terkoneksi dengan baik, Lebar pedestrian -/+ 4 meter ditambah dengan jalur tambahan untuk kelengkapan
210
elemen jalan street furniture, ruang pejalan kaki ke kawasan sekitarnya yaitu Jalan Trikora, jalan KH A Dahlan, jalan Pabringan (samping pasar Beringharjo), jalan Sriwedari, jalan Reksobayan. b. Pencapaian jarak (Proximity) Proximity atau jarak jangkauan di kawasan Halte Sudirman Ahmad Yani – Halte Senopati 1 dan Halte Senopati 2 berdasarkan pengamatan dan pengukuran di google map yaitu antara 160 – 625 meter menuju ke destinasi potensi kawasan c. Kemudahan pencapaian (Convenience) Convenience atau kemudahan pencapaian di kawasan Halte Ahmad Yani – Halte Senopati 1 dan Halte Senopati 2 adalah signage untuk keterangan fungsi bangunan atau guna lahan dan signage lalu lintas, tidak ada signage khusus untuk Trans Jogja / BRT (Bus Rapid Transit) yang memudahkan pencapaian penggunanya. Accessibility for all, kemudahan pencapaian secara keseluruhan pada lokus 3 untuk pejalan kaki cukup baik karena jalur sebagian besar aksesibel dan terdefinisi untuk pejalan kaki. Untuk difabel aksesibilitas sebagian besar terkoneksi dengan baik, sebagian besar jalur sudah terdapat guiding block. d. Kemenarikan jalur (Attractiveness) Elemen ruang jalan dan aktivitas penghubung secara keseluruhan cukup menarik, Street furniture yang menjadi elemen attractiveness pada lokus 3 adalah beberapa tempat sampah, bangku, bollard, beberapa elemen cagar budaya seperti sclupture batik di nol area.
211
Keterlindungan teratapi dan teduhan pada koridor ini cukup baik meskipun tidak seluruhnya terlindungi pada saat hujan, sebagian besar di seluruh koridor jalan hanya terlindungi dari sinar matahari. Yang menjadi elemen teduhan di sebagian ruang pejalan kaki adalah pohon dengan tajuk yang cukup lebar di hampir semua ruang jalan. e. Keselamatan dan Keamanan Jalur (Safety - Security) Crossing terdapat pada jalur pejalan kaki yang bersimpangan dengan jalan kendaraan bermotor tanpa penanda atau perbedaan warna di jalur pejalan kaki, pada zebra cross tidak terdapat lampu isyarat untuk menyeberang jalan. Conflict yang terjadi pada penggal ruang pejalan kaki di beberapa persimpangan jalan, conflict dengan kendaraan bermotor yang beraktivitas di pasar beringharjo yang memarkir kendaraannya hingga memenuhi ruang jalan di Jalan Sriwedari. Vitalitas kegiatan dengan intensitas tinggi terdapat pada sebagian besar ruang pejalan kaki di lokus 3 karena keberadaan fungsi bangunan dan beberapa pendukung aktivitas yang menjadi destinasi pariwisata.
- Lokus 4, halte Tegal Turi – halte Tegal Gendu a. Konektivitas (Connectivity) Connectivity atau konektivitas di kawasan halte Tegal Turi dan Tegal Gendu sebagian besar terdefinisi sebagai pedestrian ways tetapi belum terkoneksi dengan baik, Lebar pedestrian 1 – 2 meter belum seluruhnya menerus untuk jalur pejalan kaki, masih terdapat penggal pedestrian yang terputus, material rusak dll. Pada halte Tegal Turi tidak seluruhnya jalur pejalan kaki tidak terhubung,
212
sedangkan untuk halte Tegal Gendu pedestrian sudah terdefinisi dengan baik tetapi masih terputus akibat fungsi lahan komersial atau pesimpangan jalan. b. Pencapaian jarak (Proximity) Proximity atau jarak jangkauan di kawasan Halte Tegal Turi dan Tegal Gendu berdasarkan pengamatan dan pengukuran di google map yaitu antara 140 – 740 meter menuju ke destinasi potensi kawasan. c. Kemudahan pencapaian (Convenience) Signage di lokus keempat sama dengan lokus sebelumnya yaitu jenis signage untuk keterangan fungsi bangunan atau guna lahan dan signage lalu lintas, tidak ada signage khusus untuk Trans Jogja / BRT (Bus Rapid Transit) yang memudahkan pencapaian penggunanya. Accessibility for all, kemudahan pencapaian secara keseluruhan jalur sebagian besar aksesibel dan terdefinisi untuk pejalan kaki tetapi tidak ada fasilitas untuk difabel yaitu guiding block dan tidak ada ramp pada saat jalur pejalan kaki terputus. d. Kemenarikan jalur (Attractiveness) Elemen ruang jalan penghubung secara keseluruhan pada ruang jalan halte Tegal Turi kurang menarik karena kondisi pedestrian yang tidak menerus dan material yang rusak di sebagian jalur 1 dan 5. Halte Tegal Gendu secara keseluruhan cukup menarik karena material pedestrian yang cukup baik dan menerus tetapi tidak untuk difabel. Pada ruang jalan halte Tegal Turi sebagian besar terlindungi oleh pohon dengan tajuk yang cukup lebar, tetapi tidak memberi keterlindungan terhadap
213
hujan, Pada ruang jalan Tegal Gendu sebagian besar jalur tidak terlindungi dari keterlindungan teduhan dan teratapi, pohon – pohon di sepanjang jalur pejalan kaki tidak bertajuk lebar sehingga cukup panas aktivitas berjalan pada siang hari. Untuk ruang pejalan kaki ke arah permukiman di sekitar halte sebagian besar tidak ada fasilitas untuk keterlindungan teduhan dan teratapi. e. Keselamatan dan Keamanan Jalur (Safety - Security) Crossing terdapat pada jalur pejalan kaki yang bersimpangan dengan jalan kendaraan bermotor tanpa penanda atau perbedaan warna di jalur pejalan kaki, pada zebra cross lampu isyarat untuk menyeberang jalan tidak berfungsi dengan baik. Conflict yang terjadi pada penggal ruang pejalan kaki di beberapa persimpangan jalan, dan jalur pejalan kaki yang tidak terdefinisi pada beberapa jalur. Pada jalur dengan vitalitas kegiatan rendah, tidak ada penerangan yang cukup pada malam hari sehingga tidak ada aktivitas berjalan kaki pada malam hari.
6.2 Arahan dan Rekomendasi Hasil dari kesimpulan yang sangat penting dari penelitian ini adalah aksesibilitas pengguna halte Trans Jogja ke potensi kawasan kurang didukung aspek - aspek aksesibilitas yang baik di beberapa lokasi penelitian, jika dilihat dari mobilitas penduduk kemauan dan aktivitas untuk berjalan kaki sudah baik tetapi beberapa faktor kenyamanan belum diberikan di ruang pejalan kaki.
214
Penyusunan
arahan
dan
rekomendasi
akan
disusun
berdasarkan
permasalahan dan dikelompokan menjadi tipologi desain sesusai dengan aspek kenyamanan aksesibilitas yang sudah dibahas pada analisis dan pembahasan: a. Konektivitas (Connectivity) Mengkoneksikan semua jaringan jalan, membuat padat jaringan jalan dan lorong pada kawasan karena jalan – jalan yang pendek dan relatif sempit diangggap nyaman oleh pejalan kaki, pejalan kaki semakin banyak berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Semakin rapat jaringan jalan semakin sedikit jalan memutar untuk mencapai tujuan. Untuk dapat mengkoneksikan jaringan jalan terutama untuk pejalan kaki maka harus mendefinisikan jalur pejalan kaki, terdapat perbedaan ketinggian, material yang nyaman untuk berjalan kaki. b. Pencapaian jarak (Proximity) Menciptakan wilayah yang rapat untuk memperpendek jarak perjalanan, mengurangi persebaran pembangunan guna lahan baru dengan mengutamakan pembangunan di kawasan yang berada di sekitar fungsi bangunan yang sudah ada sebelumnya, semakin rapat guna lahan semakin pendek jarak untuk mencapainya. c. Kemudahan pencapaian (Convenience) Signage atau petunjuk akan semakin memudahkan dalam pencapaian ke halte Trans Jogja, penempatan signage di letakkan di tempat yang mudah dibaca oleh pejalan kaki atau signage untuk moda transportasi umum. Menciptakan lingkungan yang mendukung untuk aktivitas berjalan kaki, tidak hanya aktivitas berjalan kaki saja tetapi seluruh aktivitas pencapaian dari potensi kawasan ke halte Trans Jogja atau sebaliknya, aktivitas lainya adalah difabel dan bersepeda,
215
menyediakan jalur untuk difabel dengan stadarisasinya dan jalur untuk sepeda di beberapa ruang jalan. Shift and transit adalah salah satu aktivitas untuk mencapai halte selain berjalan kaki, dengan menyediakan tempat parkir yang cukup pengguna moda transportasi pribadi mobil dan sepeda motor akan memarkir kendaraanya dan berjalan ke halte Trans Jogja, moda transportasi umum juga disediakan tempat parkir yang teratur, mulai dari becak, ojek, taksi, angkutan kota. d. Kemenarikan jalur (Attractiveness) Jaringan jalur pejalan kaki harus menyediakan akses langsung ke semua tujuan yang menjadi potensi kawasan seperti sekolah, rumah sakit, perkantoran, pertokoan, pasar dan moda transportasi umum. Kelengkapan ini akan membuat kemenarikan pada ruang jalur pejalan kaki dan membuat aktivitas berjalan kaki bertambah, meragamkan aktivitas yang biasa dilakukan di permukiman, perkantoran, pertokoan, tempat wisata dilakukan dalam satu wilayah akan menciptakan kawasan labih baik. Menyediakan beragam jenis vegetasi hijau atau tanaman di ruang terbuka dan dapat di akses pejalan kaki, fungsi bangunan yang memberi sebagian aktivitasnya pada ruang pajalan kaki, keberagaman street furniture, vegetasi hijau dan penataan PKL akan membuat aktivitas berjalan kaki semakin tinggi. e. Keselamatan dan Keamanan Jalur (Safety - Security) Ruang pejalan kaki yang baik harus melindungi harus melindungi pejalan kaki dari kendaraan bermotor, untuk melidungai dari kendaraan bermotor makan jalur pejalan kaki di beri perbedaan ketinggian untuk meminimalkan conflict
216
dengan kendaraan bermotor. Jalur pejalan kaki harus bebas hambatan, menerus, teduh dan terang. Jalur pejalan kaki yang harus terputus dengan crossing kendaaraan bermotor harus diberi alat bantu seperti lampu isyarat untuk menyabrang jalan pada jalan yang intensitan kendaraannya tinggi, perbedaaan warna, zebra cross, polisi tidur untuk jalan dengan intensitas kendaraan rendah. Memberikan ramp pada saat jalur pejalan kaki terputus untuk kemudahan difabel.
TIPOLOGI ARAHAN DAN REKOMENDASI ASPEK AKSESIBILITAS UNTUK PEJALAN KAKI No.
Variabel
Tipologi Permasalahan
Tipologi Arahan dan Rekomendasi
Ilustrasi
1.
Konektivitas (Conectivity)
Jalur pejalan kaki tidak terdefinisi Jalur pejalan kaki terputus
Memperjelas jalur pedestrian melalui walkway, sidewalk, crossing area. Memperjelas melalui perbedaan material, ketinggian dan warna Kemenerusan jalur pejalan kaki, Jalur pejalan kaki sebaiknya tidak terputus
2.
Kemudahan Pencapaian jarak ( Proximity)
Jarak dari potensi kawasan ke halte Trans Jogja
Penyediaan jalur baru yang lebih pendek. Memindah letak halte Trans Jogja untuk memperpendek jarak jangkauan ke destinasi kawasan
No.
3.
Variabel
Kemudahan pencapaian (Convenience) (Signage)
Tipologi Permasalahan
Tidak adanya signage BRT Jalur pejalan kaki terputus
Tipologi Arahan dan Rekomendasi Usulan desain signage BRT, walkway, lampu isyarat Ketentuan desain signage board: - Tanda – tanda yang dipasang harus mudah untuk dibaca, untuk itu pemilihan jenis huruf, spasi, jumlah kata, bahan, warna terskala terhadap ketinggian dan jarak pandang orang berjalan. - Iluminasi serta cara memasang, jarak pandang, sudut pandang diletakkan ditempat yang tidak terhalang oleh pohon atau signage lain. - Untuk kejelasan signage menggunakan huruf putih dengan warna latar hijau serta tanda panah di sebelah kiri untuk menunjukan arah
Disain signage seperti gambar disamping bisa diletakkan di persimpangan jalan untuk informasi arah layanan shelter. Desain lampu isyarat tambahan dan penanda suara diletakkan di tempat penyebrangan jalan.
Ilustrasi
No.
3.
Variabel
Kemudahan pencapaian (Convenience) (Difabel)
Tipologi Permasalahan
Jalur tidak aksesibel untuk difabel
Tipologi Arahan dan Rekomendasi Kemenerusan dan kejelasan tekstur guiding block Jalur pedestrian harus bebas dari pohon, tiang utilitas, rambu – rambu dan benda pelengkap jalan yang menghalang. Permukaan pedestrian harus stabil, kuat dan tahan cuaca, bertekstur halus tetapi tidak licin dan penempatan (guiding block) yang dapat diakses bagi penyandang cacat.
Peletakan ramp Ramp didesain pada jalur pejalan kaki untuk kemenerusan bagi defabel, ramp diletakkan ketika pedestrian harus terhenti dengan crossing, atau pada perbedaan ketinggian untuk crossing kendaraan. Sudut kemiringan ramp maksimal 15 derajat
Ilustrasi
No.
3.
Variabel
Kemudahan pencapaian (Convenience)
Tipologi Permasalahan
Lebar pedestrian way yang tidak sesuai dan kondisi material yang buruk.
Tipologi Arahan dan Rekomendasi Bagi Umum & difable: lebar pedestrian way min 1.5m.
Pelebaran dimensi pejalan kaki Eksisting Pejalan kaki
Pelebaran dimensi pejalan kaki Dimensi pedestrian ditambahkan lebarnya apabila pada ruang jalan tersebut ada aktivitas lain yang mengganggu ruang pejalan kaki, misalnya sebagian ruang pedestrian untuk penataan PKL atau peletakan halte Trans Jogja. Perbaikan Material Perbaikan yang dilakukan adalah material yang rusak, berlubang, ramp yang terputus, atau jalur pedestrian yang tidak rata
Letak halte terhadap ruang pejalan kaki
Ilustrasi
Jalur pejalan kaki tidak terputus oleh peletakan halte Trans Jogja
Pelebaran dimensi pejalan kaki Eksisting Pejalan kaki
No. 4.
Variabel Kemenarikan Jalur (Attractivness)
Tipologi Permasalahan Tidak adanya street furniture
Tipologi Arahan dan Rekomendasi Pengadaan street furniture (bench, tempat sampah,dll)
Vitalitas kawasan tidak menarik
Penataan anktivitas dan penataan PKL
Ilustrasi
No.
4.
Variabel
Kemenarikan Jalur (Attractivness)
Tipologi Permasalahan
Tidak ada/minim keterlindungan
Tipologi Arahan dan Rekomendasi Keterlindungan dengan pohon peneduh dan pergola. Memberikan keterlindungan seperti pohon dengan tajuk yang cukup lebar di sepanjang jalur pejalan kaki dan pergola di titik tertentu atau tidak di sepanjang jalur.
Ilustrasi
No.
5.
Variabel
Keselamatan (Safety)
Tipologi Permasalahan
Tipologi Arahan dan Rekomendasi
Crossing dan tidak ada pengaturan
Penyediaan zebra cross, dan perbedaan level, warna, material Fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki menggunakan area dengan perbedaan warna untuk penyeberangan di jalan raya/zebra cross.
Penyediaan fasilitas pelican crossing untuk membantu pejalan kaki menyeberang jalan. Fasilitas ini disediakan pada titik crossing dengan arus kendaraan yang ckup padat.
Ilustrasi
No.
5.
Variabel
Keselamatan (Safety)
Tipologi Permasalahan
Conflict dengan kendaraan lain Terdapat konflik antara pejalan kaki dan moda transportasi lainnya seperti sepeda, motor, dan mobil berimbas terhadap tingkat keselamatan pejalan kaki.
Tipologi Arahan dan Rekomendasi Penyediaan barrier (Bollard) • Penggunaan bollard sebagai barrier untuk mencegah terjadinya konflik dengan kendaraan. • Barrier juga dapat menggunakan perkerasan atau vegetasi hijau.
Ilustrasi
No.
6.
Variabel
Keamanan (Security)
Tipologi Permasalahan
Tipologi Arahan dan Rekomendasi
Tidak ada atau kurangnya penerangan sepanjang jalur pedestrian
Titik lampu yang ditambahkan adalah untuk pejalan kaki sehingga lampu dengan skala pejalan kaki di sepanjang jalur pejalan kaki guna meningkatkan keamanan.
Ilustrasi
PENERAPAN TIPOLOGI ARAHAN DAN REKOMENDASI PADA LOKASI PENELITIAN
227
- Lokus 1, halte Condongcatur – halte RS JIH Rekomendasi dan arahan pada lokasi pertama adalah memberikan jalur pedestrian way pada radius 400 meter dari halte Trans Jogja, mendefinisikan aspek aksesibilitas utamanya seperti jalur pejalan kaki dengan perbedaan ketinggian dan material yang nyaman untuk mobilitas berjalan kaki, guiding block dan ramp untuk difabel, signage/petunjuk arah ke halte, jalur pejalan kaki tidak terputus dan memberikan perbedaan warna di tempat – tempat crossing dengan kendaraan bermotor, keterlindungan berupa pohon dengan tajuk yang cukup lebar, penerangan dengan skala manusia untuk kenyamanan aktivitas berjalan kaki. Arahan untuk moda transportasi umum dan pribadi yaitu dengan menyediakan space yang cukup untuk parkir, selanjutnya moda umum/pribadi yang berasal dari permukiman/potensi kawasan diparkir kemudian berjalan menuju ke halte Trans Jogja begitu juga sebaliknya. - Lokus 2, halte Sudirman – halte Diponegoro Rekomendasi dan arahan pada lokasi kedua adalah kemenerusan jalur pejalan kaki yang terputus, yaitu dengan memberi ramp dan step, ramp untuk difabel dan step atau anak tangga untuk pedestrian yang terputus dengan perbedaan ketinggian yang cukup tinggi. Signage/petunjuk arah ke halte di desain untuk memudahkan mobilitas menemukan halte. Guiding block di sepanjang jalur untuk difabel. Arahan berikutnya adalah menata parkir kendaraan roda dua dan pkl agar tidak menganggu space pejalan kaki. Menambahkan titik lampu untuk penerangan di beberapa ruas jalur pejalan kaki, dan memberi street furniture seperti bangku, tempat sampah.
228
- Lokus 3, halte A Yani – halte Senopati Rekomendasi dan arahan pada lokasi ketiga adalah meneruskan jalur pedestrian yang terputus di area jalan sekunder, memberi perbedaan warna dan lampu isyarat pada tempat – tempat crossing dengan intensitas kendaraan yang cukup tinggi. - Lokus 4, halte Tegal Turi – halte Tegal Gendu Rekomendasi dan arahan pada lokasi keempat adalah meneruskan jalur pedestrian yang terputus, melengkapi aspek difabel seperti ramp dan guiding block, memperbaiki material jalur pejalan kaki yang rusak, Signage/petunjuk arah ke halte di desain untuk memudahkan mobilitas menemukan halte. Untuk keterlindungan jalur di sepanjang jalur diarahkan dengan penanaman pohon dengan tajuk yang cukup lebar, kanopi di beberapa penggal jalur pejalan kaki. Memindahkan letak halte Tegal Gendu mendekati potensial kawasan, yaitu kawasan Kotagede, dan letak halte dipindah ke tempat yang tidak menggaggu space pejalan kaki.