237
VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan di KAMM disimpulkan sebagai berikut: 1. Kinerja pengembangan Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu pasca fasilitasi pemerintah yang telah menimbulkan dampak positif terhadap perkembangan KAMM dapat dijadikan lesson learning dalam menyusun kebijakan pembangunan infrastruktur di KAMM dimasa yang akan datang, terutama dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan secara mandiri. Dampak dari kegiatan-kegiatan yang telah dikembangkan telah meningkatkan kinerja KAMM secara signifikan, antara lain: (1)
Pola pengembangan sumberdaya manusia dalam pengelolaan usahatani yang berkualitas, berdaya saing, bernilai ekonomis yang tinggi, telah dapat meningkatkan taraf hidup petani di KAMM yang diukur dengan indikator peningkatan penghasilan yaitu adanya saving pendapatan yang dapat dijadikan modal usahatani.
(2)
Meningkatnya taraf pendidikan keluarga petani yang diukur dengan indikator dari semula mayoritas tidak tamat/belum SD dan tamat SD sebanyak 69,66 %, setelah pengembangan KAMM terjadi peningkatan pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan sehingga mayoritas anak-anak petani sudah melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang SLTP dan SLTA. Peningkatan pendidikan ini akan mendorong generasi petani tidak lagi hanya menguasai aspek produksi, akan tetapi mereka bisa menguasai sampai kepada aspek manajemen pengelolaan usahatani mulai dari hulu sampai hilir.
(3)
Pola pengembangan kawasan yang menyeluruh mulai dari kawasan sentra produksi (KSP) sampai ke sentra pengolahan hasil pada kota-kota tani (agropolis), yang semula penduduk terkonsentrasi di wilayahwilayah kota tani, setelah adanya jangkauan pembangunan infrastruktur 237
238 sampai ke wilayah sentra produksi mendorong penyebaran penduduk ke wilayah tersebut secara merata. Akibat penyebaran penduduk ke sentrasentra produksi membuat kepadatan penduduk KAMM rata-rata 961 jiwa/km2 masih berada di bawah standar batas kepadatan penduduk wilayah perdesaan menurut Biro Pusat Statistik yaitu < 5.000 jiwa/km2. (4)
Pola penciptaan lapangan pekerjaan produktif baik dalam sub-sistem usahatani, pengolahan, maupun pemasaran dapat menurunkan angka kemiskinan di KAMM.
(5)
Pengembangan teknologi tepat guna bidang pertanian di KAMM terutama untuk industri manufaktur berbasis komoditas pertanian dalam skala rumah tangga (home industry), mendorong pengelolaan KAMM yang semula murni konvensional menjadi semi modern.
(6)
Pola pengembangan permukiman yang masih mempertahankan pola permukiman tradisional yang asri dan berciri khas wilayah perdesaan, dengan tingkat kepadatan bangunan yang masih rendah.
(7)
Terbentuknya distrik dukun dan distrik ngablak sebagai kota tani baru (new agropolis), sebagai akibat dari dampak pertumbuhan ekonomi lokal yang sangat tinggi di kawasan tersebut. Kedua new agropolis ini dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan agropolitan dan simpul distribusi dan jasa, pusat perdagangan wilayah, pusat kegiatan dan pelayanan agroindustri, pusat pengembangan perumahan dan permukiman, serta pusat pelayanan fasilitas umum dan fasilitas sosial.
(8)
Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang perlunya menegakkan ketentuan-ketentuan tentang tata ruang, terutama ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang zonasi-zonasi dan peruntukan lahan di kawasan agropolitan. Land allocations presentages (LAP) antara wilayah agro dengan politan yaitu 85,05 % agro berbanding 14,95 % politan, membuat KAMM dapat melindungi diri dari ancaman-ancaman alih fungsi lahan dari lahan pertanian produktif menjadi lahan terbangun.
(9)
Kegiatan-kegiatan pelatihan di KAMM yang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang perlunya melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan, terutama hutang lindung yang mulai digerogoti oleh
239 sebagian
kecil
masyarakat.
Terbentuknya
kader-kader
penyuluh
swakarsa dan peduli lingkungan hidup, dapat dipersepsikan sebagai wujud CSR (corporate social responsibility) masyarakat sebagai pemanfaat potensi KAMM. (10) Pola penguatan kelembagaan pengelola KAMM yang telah berfungsi dengan baik, terutama pokja pengembangan kawasan agropolitan tingkat kabupaten maupun pengelola tingkat kawasan dan pengelola tingkat infrastruktur seperti, yang ditunjang oleh pengelola KAMM di tingkat masyarakat seperti Gapoktan, KTNA, HKTI, dan asosiasi-asosiasi masyarakat lainnya, membuat kinerja KAMM makin meningkat dengan baik. 2. Kemandirian KAMM pasca fasilitasi pemerintah secara gabungan sudah cukup baik, sekalipun masih membutuhkan peningkatan terhadap beberapa dimensi untuk dapat mendekati nilai kemandirian, yaitu dimensi agroindustri, dimensi pemasaran, dimensi suprastruktur dan dimensi infrastruktur. Untuk dapat mandiri perlu peningkatan melalui beberapa atribut pengungkit (leverage). Hasil peningkatan terhadap dimensi-dimensi kemandirian, akan menjadikan KAMM sebagai kawasan agropolitan mandiri. Kawasan agropolitan yang sudah mandiri akan menjadi frame dalam penyusunan model kebijakan pembangunan infrastruktur. 3. Hasil simulasi keterkaitan beberapa sub-model dalam pengembangan KAMM menempatkan peran sub-model pembangunan infrastruktur sebagai penggerak, pendorong, dan pengungkit, sektor-sektor lain, dalam mencapai tujuan pengembangan kawasan agropolitan mandiri.
Model infrastruktur yang
dirancang di KAMM untuk menunjang pengembangan kawasan agropolitan mandiri harus memenuhi: (1) Prinsip-prinsip keberlanjutan, yang diwujudkan dalam bentuk sistem manajemen lingkungan (SML), yang memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan (ekologi), keberlangsungan kegiatan ekonomi dan kestabilan sosial budaya masyarakat.
239
240 (2) Skenario model pembangunan infrastruktur memilih alternatif skenario optimis, dengan intervensi melalui peningkatan kondisi seluruh variabel menjadi lebih baik, dengan pembangunan infrastruktur penunjang usahatani, pemasaran dan pengolahan hasil. Melalui intervensi seperti ini maka kegiatan agribisnis yang meliputi usahatani, pengolahan, dan pemasaran akan berjalan dengan baik, dan diprediksi akan dapat meningkatkan
nilai
ekonomi
kawasan
dan
menurunkan
tingkat
pengangguran. 4. Kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan di KAMM, diarahkan untuk: (1) Mendorong percepatan kemandirian KAMM. (2) Mendorong
pertumbuhan
ekonomi
lokal
di
KAMM
melalui
pengembangan sistem dan usaha agribisnis berbasis komoditas unggulan yang berdaya saing. (3) Mendorong terbentuknya kota-kota tani (agropolis) di masing-masing distrik agropolitan yang berfungsi sebagai pusat pelayanan dan simpul distribusi barang dan jasa di KAMM. (4) Alternatif kebijakan pembangunan infrastruktur di KAMM, yang paling prioritas adalah pembangunan infrastruktur penunjang agoindustri, disusul alternatif
pembangunan
infrastruktur
pemasaran,
usahatani,
dan
permukiman. (5) Jenis infrastruktur penunjang agroindustri yang paling dibutuhkan adalah pembangunan packing house gapoktan yang representatif, yang dilengkapi dengan lapangan bongkar muat, cold storage, sarana air bersih, sarana air limbah dan persampahan, jaringan telekomunikasi, dan kantor sekretariat gapoktan. Jenis infrastruktur penunjang agroindustri lainnya adalah pembangunan sarana industri rumah tangga (home industry) pada unit-unit permukiman
penduduk.
Sedangkan
jenis
infrastruktur
penunjang
pemasaran yang paling dibutuhkan adalah infrastruktur yang dapat mendekatkan produksi ke konsumen akhir, berupa pembangunan pasar induk/terminal agribisnis (TA) dan pasar-pasar tradisional terutama pada kota-kota pemasaran akhir (outlet).
Jenis pembangunan infrastruktur
241 penunjang usahatani yang paling dibutuhkan adalah jalan usahatani sekunder yang dapat dilalui kendaraan pickup roda empat pembawa saprodi dan hasil panen. Sedangkan jenis pembangunan infrastruktur penunjang permukiman yang paling dibutuhkan adalah pembangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial setara perkotaan di KAMM, sehingga bisa menahan laju migrasi ke kota. (6) Tahapan pembangunan infrastruktur di KAMM dilaksanakan dengan tahapan : a) studi kelayakan, b) penyusunan perencanaan dan rancangan, (c) pelaksanaan pembangunan, dan (d) operasi dan pemeliharaan.
6.2
Saran
Beberapa saran penelitian dalam rangka penyusunan model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam menunjang pengembangan kawasan agropolitan adalah sebagai berikut: 1. Disarankan adanya payung hukum setingkat Kepres atau Kepmenko tentang koordinasi pengembangan kawasan agropolitan. 2. Untuk lebih mengoptimalkan kinerja KAMM menuju kawasan agropolitan mandiri, pemerintah daerah setempat agar memperkuat komitmennya dalam pendampingan masyarakat mengelola KAMM secara mandiri. 3. Dalam rangka meningkatkan kemandirian KAMM menuju kawasan agropolitan mandiri, diperlukan intervensi pemerintah dalam upaya percepatan pencapaian tujuan yang ingin dicapai (quickwens), dan menselaraskan pencapaian triple track strategy yang pro-growth, pro-job, dan pro-poor. Dimensi kemandirian yang paling prioritas ditingkatkan adalah
dimensi
agroindustri melalui usaha menarik investor untuk melakukan kemitraan dengan
petani
setempat.
Peningkatan
dimensi
pemasaran
melalui
pembangunan terminal agribisnis di masing-masing kota pemasaran akhir (outlet) KAMM. Sedangkan peningkatan dimensi suprastruktur melalui pengalokasian dana APBD II Kabupaten Magelang untuk membina pengelolaan KAMM sampai betul-betul mencapai kemandiriannya. 4. Arahan kebijakan pembangunan infrastruktur KAMM dalam menuju kawasan agropolitan mandiri agar diarahkan kepada pembangunan infrastruktur 241
242 penunjang agroindustri beruapa pembangunan infrastruktur energi (listrik), infrastruktur jalan primer menuju kota-kota pemasaran akhir termasuk untuk pintu
ekspor
ke
luar
negeri,
dan
penyiapan
infrastruktur
utama
KASIBA/LISIBA zonasi-zonasi industri yang telah dipersiapkan sesuai RUTR KAMM. 5. Disarankan adanya Perda yang mengatur tentang ketentuan alih fungsi lahan serta larangan untuk membangun pada kawasan-kawasan yang mempunyai kemiringan diatas 30% karena sangat berbahaya terhadap keselamatan masyarakat/petani. 6. Pembangunan infrastruktur KAMM disarankan setara dengan infrastruktur perkotaan, dan memenuhi persyaratan norma, standar, pedoman, kriteria (NSPK), serta kecukupan standar pelayanan minimum (SPM), baik dari aspek teknis, sosial-budaya, ekonomi, dan manfaat. Hal ini dibutuhkan untuk mewujudkan keseimbangan antar desa-kota dan pemerataan (equity). 7. Perlu penelitian lanjutan tentang “Pengelolaan Kawasan Agropolitan Mandiri” yang diprediksi sebagai model pembangunan perdesaan yang paling tepat dikembangkan dimasa depan oleh para pemerintah kabupaten selaku stakeholders utama dalam pengembangan kawasan agropolitan. Penelitian lanjutan lainnya yang disarankan adalah mendorong Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu menjadi kawasan agrowisata.