VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
Dalam penelitian ini telah dilakukan suatu rangkaian penelitian yang mencakup analisis pewilayahan hujan, penyusunan model prediksi curah hujan, serta pemanfaatan pediksi model tersebut untuk prediksi ketersediaan dan kerentanan produksi padi di sentra produksi padi di Banten dan Jawa Barat. Cakupan wilayah penelitian adalah Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang dan Kabupaten Serang. Sebagai pembanding, analisis juga dilakukan di Kabupaten Garut, daerah yang bukan merupakan sentra produksi padi dan diperkirakan memiliki karakterisitik iklim berbeda dengan tiga kabupaten lainnya. Nilai-nilai ekivalensi data curah hujan bulanan antar stasiun yang dihasilkan melalui analisis gerombol dengan metode fuzzy menggambarkan bahwa di Pantura Banten dan Pantura Jawa Barat kisaran nilai ekivalensi data curah hujan menjadi melebar pada kondisi El-Nino dan La-Nina dibandingkan kondisi Normal, sedangkan di Kabupaten Garut kisaran nilai ekivalensi data curah hujan semakin melebar pada kondisi anomali iklim La-Nina, dan menyempit pada kondisi El-Nino. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi curah hujan di Pantura Banten dan Pantura Jawa Barat menjadi lebih beragam pada saat terjadi anomali iklim El-Nino dan La-Nina, sedangkan di Garut kondisi curah hujan menjadi lebih beragam pada kondisi La-Nina, tapi menjadi lebih seragam pada kondisi El-Nino. Analisis pewilayahan menggunakan teknik analisis gerombol fuzzy (fuzzy clustering analysis) pada tingkat ekivalensi 85-90% menghasilkan empat wilayah hujan di Pantura Banten, pantura Jawa Barat dan Kabupaten Garut, yaitu (1) Wilayah I dengan intensitas curah hujan <1.000 mm/tahun, (2) Wilayah II
140
dengan intensitas curah hujan 1.000-3.000 mm/tahun, (3) Wilayah III dengan intensitas curah hujan 3.000-3.500 mm/tahun, dan (4) Wilayah IV dengan intensitas curah hujan >3.500 mm/tahun. Dengan menggunakan tingkat ekivalensi yang lebih tinggi, sekitar 9095%, Wilayah II yang memiliki kisaran yang sangat lebar dibagi lagi ke dalam tiga sub-wilayah, yaitu (1) Sub-wilayah IIA dengan intensitas curah hujan 1.0001.750 mm/tahun, (2) Sub-wilayah IIB dengan intensitas curah hujan 1.750-2.250 mm/tahun, dan (3) Sub-wilayah IIC dengan intensitas curah hujan 2.250-3.000 mm/tahun. Sebaran wilayah curah hujan di masing-masing lokasi beragam dan berubah-ubah menurut skenario anomali iklim. Proses coba-coba (trial and error) dalam penyusunan model yang menggunakan data periode 1990-2002 dari tujuh stasiun pewakil menunjukkan bahwa model terbaik di semua stasiun adalah yang mengkombinasikan enam peubah masukan, yaitu kode bulan (X1), nilai-nilai curah hujan pada waktu (t-3) (X2), nilai-nilai curah hujan pada waktu (t-2) (X3), nilai-nilai curah hujan pada waktu (t-1) (X4), nilai-nilai indeks ossilasi selatan (SOI) pada waktu t (X5) dan nilai-nilai rata-rata anomali suhu muka laut zone Nino-3,4 pada waktu t (X6). Kisaran dugaan model berkisar dari 0,295-0,706. Kisaran terkecil terjadi di Stasiun Tambakdahan Subang dan kisaran terbesar terjadi di Stasiun Baros Serang. Ketepatan model berkisar antara 80-91% dimana tingkat ketepatan paling tinggi terdapat di Stasiun Bungbulang Garut dan tingkat ketepatan yang rendah terdapat di Tarogong Garut. Tingkat kesalahan prediksi berkisar dari 4,1 hingga 7,2 mm/bulan. Tingkat kesalahan prediksi terkecil terjadi di Stasiun Baros Serang, sedangkan tingkat kesalahan prediksi terbesar terjadi di Stasiun Kasomnalang Subang dan Stasiun Bungbulang Garut. Dalam proses validasi model yang umumnya menggunakan data curah hujan tahun 2003-2007 dihasilkan tingkat ketepatan model dan maksimum
141
kesalahan yang berbeda dengan prodes pembentukan model. Tingkat ketepatan model berkisar antara 54-97% dengan kesalahan maksimum berkisar antara 1,230,2 mm/bulan. Tingkat ketepatan tinggi dengan rata-rata tingkat kesalahan maksimum rendah terdapat di Stasiun Tarogong Garut, sedangkan tingkat ketepatan rendah dengan rata-rata tingkat kesalahan maksimum tinggi terdapat di Stasiun Kasomalang Subang. Hasil prediksi curah hujan menggambarkan bahwa curah hujan di Pantura Banten sepanjang tahun 2008 diprediksi relatif tinggi pada kondisi Normal hingga di Atas Normal. Di Karawang curah hujan tahun 2008 diprediksi berfluktuasi pada kondisi di Bawah Normal hingga di Atas Normal di musim penghujan, kemudian diprediksi meningkat relatif pada kondisi Normal hingga di Atas Normal akhir musim kemarau hingga akhir tahun 2008. Di Subang, curah hujan diprediksi berfluktuasi pada kondisi di Bawah Normal, Normal hingga di Atas Normal pada musim hujan, selanjutnya diprediksi menurun relatif hingga di Bawah Normal pada musim kemarau dan awal musim hujan berikutnya, dan kemudian curah hujan diprediksi Normal pada Desember 2008. Di Garut, curah hujan diprediksi berada pada kondisi di Atas Normal pada Februari 2008, kemudian diprediksi di Bawah Normal pada akhir musim hujan hingga awal musim kemarau pada Juni 2008. Pada akhir musim kemarau curah hujan diprediksi berada di Atas Normal pada awal musim hujan, dan kemudian berada pada kondisi Normal pada pertengahan musim hujan November-Desember 2008. Hasil pengepasan antara data produksi padi dengan data curah hujan menghasilkan model pendugaan produksi padi sebagai fungsi curah hujan selama empat bulan masa pertumbuhan padi mulai dari fase persiapan, fase awal pertumbuhan, fase vegetatif, fase pematangan dan saat panen. Model produksi padi yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
142
Serang:
Prod = 10.000,0 – 27,6 CHt - 137,4 CHt-1 + 141,2 CHt-2 + 427,6 CHt-3 (R2 = 0,449, r = 0,670*, r0,05 = 0,498, N = 27)
Karawang: Prod = 5.000,0 – 22,1 CHt + 50,3 CHt-1 + 234,9 CHt-2 + 319,2 CHt-3 (R2 = 0,368, r = 0,606*, r0,05 = 0,259, N = 113) Subang:
Prod = 1.000,0 + 113,8 CHt - 82,6 CHt-1 - 9,5 CHt-2 + 233,0 CHt-3 (R2 = 0,259, r = 0,309*, r0,05 = 0,261, N = 112)
Garut:
Prod = 1.000,0 + 123,9 CHt + 47,5 CHt-1 + 46,2 CHt-2 + 165,9 CHt-3 (R2 = 0,362, r = 0,602*, r0,05 = 0,390, N = 42)
dimana Prod = produksi padi bulanan (ton gabah kering giling per bulan, ton GKG/bulan), CHt = curah hujan pada saat bulan panen (mm/bulan), CHt-1 = curah hujan pada saat satu bulan sebelum panen atau fase pematangan (mm), CHt-2 = curah hujan pada saat dua bulan sebelum panen atau fase pertumbuhan vegetatif (mm), CHt-3 = curah hujan pada saat tiga bulan sebelum panen atau fase awal tanam (mm). Prediksi potensi produksi padi rata-rata di ketiga kabupaten pada tahun 2008 menggambarkan bahwa prediksi produksi padi bulanan di Kabupaten Serang berkisar antara 46-181 ribu ton GKG dengan produksi terendah pada bulan Januari dan tertinggi pada bulan April. Di Kabupaten Karawang prediksi potensi produksi padi bulanan diperkirakan berkisar antara 24-148 ribu ton GKG dengan produksi terendah pada bulan Oktober dan tertinggi pada bulan April. Di Kabupaten Subang prediksi potensi produksi padi bulanan diperkirakan berkisar antara 9-163 ribu ton GKG dengan produksi terendah pada bulan September dan tertinggi pada bulan Juli. Dengan kondisi prediksi produksi padi tersebut, diperkirakan bahwa apabila hanya untuk kebutuhan konsumsi domestik di tingkat kabupaten, maka di Kabupaten Serang produksi padi akan mencukupi kebutuhan domestik sepanjang tahun. Di Kabupaten Karawang, ketersediaan padi diperkirakan
143
mencukupi kebutuhan domestik pada periode Januari-Agustus 2008 dan November-Desember 2008, sedangkan pada periode September-Oktober diperkirakan produksi padi tidak mencukupi kebutuhan domestik kabupaten. Di Kabupaten Subang, ketersediaan padi diperkirakan mencukupi kebutuhan domestik pada periode Februari-Agustus dan Desember 2008, sedangkan pada bulan Januari dan periode September-November 2008, produksi padi tidak memenuhi kebutuhan domestik kabupaten. Potensi penurunan ketersediaan air di Kabupaten Serang diperkirakan dapat terjadi pada periode Maret-Oktober di kabupaten Serang, dan diperkirakan dapat mengakibatkan penurunan produksi padi bulanan 4-35%. Di Kabupaten Karawang, potensi penurunan ketersediaan air diperkirakan dapat terjadi pada periode April-November 2008, dan diperkirakan dapat mengakibatkan penurunan produksi padi bulanan 9-85%. Di Kabupaten Subang, potensi penurunan ketersediaan air tanah diperkirakan dapat terjadi pada periode Maret-Juli 2008, dan diperkirakan dapat mengakibatkan penurunan produksi padi bulanan 1100%. Namun dengan perlakuan irigasi yang memadai, maka keterbatasan air menjadi dapat diabaikan dan potensi produksi dapat menjadi maksimum. Pada tahun 2008, di Kabupaten Serang diperkirakan tidak terjadi periode kekurangan beras. Sementara itu, di Kabupaten Karawang diperkirakan akan terjadi kekurangan beras selama periode September-Oktober 2008 sekitar 14,4 ton beras. Kekurangan ini diperkirakan akibat adanya potensi produksi yang rendah serta adanya potensi penurunan produksi selama musim tanam. Di Kabupaten Subang diperkirakan akan terjadi kekurangan beras sekitar 107,5 ton beras selama periode Januari, Mei-Juli dan September-November 2008. Kekurangan terutama diakibatkan oleh adanya potensi penurunan produksi selama musim tanam dan kondisi kekeringan pada awal tanam sedemikian rupa sehingga mengakibatkan luas panen dan produksi pada saat panen menjadi
144
rendah. Kekurangan beras pada catur wulan pertama (Januari-April) diperkirakan sebanyak 11,1 ton beras, pada catur wulan kedua (Mei-Agustus) sebanyak 66,6 ton beras, dan pada catur wulan ketiga (September-Desember) sebanyak 29,8 ton beras. Pemaparan hasil penelitian tersebut di atas menggambarkan bahwa model dan pendekatan yang digunakan mampu memprediksi produksi padi dan kecukupan pangan.
6.2. Saran-saran
Di dalam penelitian ini sudah dilakukan pewilayahan hujan menggunakan analisis gerombol fuzzy. Salah satu keuntungan teknik pewilayahan atau penggerombolan dengan analisis fuzzy dibandingkan pewilayahan dengan metode analisis komponen utama adalah dengan teknik penggerombolan fuzzy seluruh data dilibatkan dalam analisis, sedangkan dalam analisis komponen utama sebagian kecil data yang dianggap resesif dibuang. Sehingga dengan teknik penggerombolan fuzzy diharapkan dapat menjelaskan kondisi keragaman lokasi penelitian secara utuh yang diwakili oleh seluruh stasiun yang dilibatkan. Namun demikian masih perlu kajian lebih detil untuk mempelajari kelebihan dan kekurangan
hasil
pewilayahan
antara
metode
penggerombolan
fuzzy
dibandingkan dengan metode analisis komponen utama atau metode lainnya. Hasil pemodelan menggunakan teknik jaringan syaraf melibatkan enam peubah masukan (input layer) dan delapan simpul (node) pada lapisan tersembunyi (hidden layer) menunjukkan bahwa model prediksi curah hujan memiliki kemampuan tinggi dalam meniru atau mereplikasi fluktuasi curah hujan aktual. Namun, pada beberapa kejadian nilai aktual yang sangat tinggi hasil prediksi curah hujan di beberapa stasiun hujan memperlihatkan adanya nilai dugaan maksimum (asymtot) sehingga model tidak dapat menjangkau nilai
145
aktual
tingga
tersebut.
Dengan
demikian
Masih
dimungkinkan
untuk
mengembangkan model prediksi curah hujan menggunakan teknik jaringan syaraf dengan menambah input lain yang relefan, misalnya curah hujan yang memiliki beda waktu (lag) empat bulan dengan nilai yang diduga, atau parameter-parameter iklim regional lainnya, seperti MJO, DMI dan sebagainya, serta memilih berbagai alternatif jumlah simpul (node) pada lapisan tersembunyi. Dalam upaya memberikan masukan pada analisis ketahanan pangan yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan (2003, 2005), perlu dilakukan modifikasi pada Sub-sistem Ketersediaan Pangan dan Sub-sistem Kerentanan Pangan. Pada sub-sistem Ketersediaan Pangan modifikasi dilakukan dengan memasukkan komponen prediksi curah hujan sehingga menghasilkan prediksi indeks ketersediaan padi dalam tiga bulan ke depan. Pada Sub-sistem Kerentanan Pangan dilakukan modifikasi beberapa indikator kerawanan pangan sementara menjadi prediksi potensi penurunan produksi padi, dan pada akhirnya dilakukan prediksi kecukupan beras dalam tiga bulan ke depan. Inovasi pada penelitian ini dapat memberi sumbangan pemikiran dalam perkembangan analisis ketahanan pangan. Prediksi kecukupan beras di tingkat kabupaten ditujukan, disamping untuk
memberikan
gambaran
bagaimana
kondisi
curah
hujan
dapat
mempengaruhi tingkat kecukupan beras, juga untuk memberikan gambaran bagaimana kondisi ketersediaan beras di tingkat kabupaten dalam beberapa bulan ke depan sehingga apabila terdapat kondisi ketidakcukupan beras maka dapat diantisipasi secara lebih awal. Beberapa asumsi yang disarankan untuk menyertai model-model yang disusun, antara lain: a)
Model produksi padi merupakan fungsi curah hujan selama masa pertumbuhannya sehingga digunakan data curah hujan empat bulan
146
selama pertumbuhan padi untuk menduga produksi padi pada bulan panen. Faktor-faktor lainnya diasumsikan berada dalam kondisi ideal. b)
Perilaku pasar beras dan pertukaran beras antar daerah tidak berpengaruh terhadap stok beras di tingkat kabupaten, sehingga pertukaran beras merupakan salah satu langkah yang diambil melalui kebijakan setempat bukan merupakan perilaku pasar yang tidak terkontrol oleh penentu kebijakan. Produksi padi dan curah hujan merupakan data deret waktu. Hampir pada
data deret waktu seperti tersebut terdapat autokorelasi. Alternatif lain yang masih dapat dikembangkan dalam penyusunan model prediksi produksi padi sebagai fungsi curah hujan adalah dengan menerapkan analisis fungsi transfer. Alternatif tersebut melalui tahapan pembuatan model ARIMA pada masing-masing peubah, kemudian dilakukan korelasi silang dan penyusunan fungsi transfer.