VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1
Kegiatan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Kegiatan usaha budidaya ikan kerapu macan meliputi pemilihan lokasi
budidaya, pemasangan wadah pemeliharaan, penebaran bibit, pemberian pakan, penjemuran jaring, pencucian ikan, pemanenan, dan pemasaran. Kegiatan ini berlangsung secara terus menerus sampai ikan kerapu macan siap dipanen (mencapai ukuran konsumsi).
6.1.1
Pemilihan Lokasi Budidaya Lokasi budidaya yang dipilih untuk budidaya kerapu adalah perairan di
sekitar karang dengan kedalaman air berkisar antara 3-7 m, memiliki kecepatan angin relatif kecil, gangguan alam seperti ombak dan angin relatif kecil. Pemilihan lokasi budidaya dilakukan agar kelangsungan ikan yang dibudidayakan dapat tumbuh dengan baik, mengingat ikan kerapu sensitif terhadap perubahan lingkungan. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-6488.4-2000), lokasi yang cocok untuk budidaya kerapu macan adalah suhu berkisar antara 25 0
C sampai dengan 320C, PH berkisar antara 7-8, 5, DO > 5 ppm, kecepatan arus
berkisar antara 20-25 cm per detik dan kecerahan lebih besar dari tiga meter.
6.1.2
Pembersihan Wadah Pemeliharaan Wadah pemeliharaan ikan kerapu macan dalam satu unit keramba jaring
apung terdiri dari dua jaring per kotak sebagai wadah pemeliharaan atau pembesaran. Media yang digunakan adalah jaring yang terbuat dari bahan
63
polyethylene dengan ukuran jaring (mesh size) dua inci. Ukuran jaring yang digunakan adalah 3,5 x 3,5 x 3,5 meter per kotak.
6.1.3
Penebaran Bibit Penebaran bibit dilakukan pada pagi atau sore hari agar suhu perairan tidak
terlalu panas. Ukuran bibit kerapu macan yang ditebar di keramba jaring apung (KJA) berkisar antara 10 cm sampai dengan 11 cm. Harga bibit pada ukuran tersebut yaitu Rp. 11.000 per ekor. Benih yang digunakan tiap pembudidaya beragam, antara 5 kg (setara dengan 200 ekor) sampai 10 kg (setara dengan 400 ekor) per unit usaha. Rata-rata padat penebaran di karamba jaring apung (KJA) sebanyak 9 ekor per m3atau setara dengan 0,225 kg per m3. Responden memperoleh bibit ikan kerapu macan dari balai bibit yang terletak di perairan Semak Daun. Bibit yang diberikan tersebut bersifat pinjaman. Pengambilan bibit dapat dilakukan bila sudah mendapatkan surat izin dan tanda tangan dari ketua kelompok sea farming. Pembayaran bibit dapat dilakukan setelah responden memanen hasil budidayanya. Bibit yang diperoleh responden sebanyak 200 ekor per orang pada tahap pertama. Apabila responden berhasil menjalankan usaha pada tahap pertama tersebut dan dapat membayar pinjaman bibit pada awal usaha, responden memiliki kesempatan lagi untuk memperoleh bibit untuk usaha selanjutnya (berlaku penambahan 200 ekor benih setiap tahap pengambilan bagi yang berhasil menjalankan usahanya). Ketentuan ini sesuai dengan kesepakatan antara kelompok sea farming, pihak balai bibit ikan dan PKSPL-IPB sebagai pembina kelompok sea farming.
64
6.1.4
Pemberian Pakan Pemberian pakan rata-rata dua kali sehari, yaitu pagi dan sore hari. Pakan
yang diberikan adalah ikan rucah segar yang dibeli atau didapatkan dari hasil mencari sendiri. Dosis pakan rucah yang diberikan tidak terukur dengan baik. Pembudidaya memberikan pakan berdasarkan penglihatan mereka di keramba. Apabila ikan tidak antusias dalam memakan pakan yang diberikan, maka pembudidaya
akan
berhenti
memberikan
rucah.
Pembudidaya
tidak
membandingkan antara biomassa ikan dan jumlah pakan ikan yang diberikan sehingga jumlah pakan yang diberikan tidak sesuai dengan ketentuan yang seharusnya. Rata-rata pemberian pakan dalam satu kali pemberian adalah 2.75 kg. Pakan yang seharusnya digunting untuk memperkecil ukurannya hanya dicincang secara kasar oleh petani ikan. Harga ikan yang dijadikan pakan rucah berkisar antara Rp 2.500,00 per kg sampai dengan Rp 3.500,00 per kg dengan harga ratarata Rp 3.000,00 per kg. Apabila pakan rucah sulit didapatkan, maka pakan alternatif yang digunakan adalah pakan pelet, harga pakan pelet cukup mahal yaitu sekitar Rp 250.000 per karung (1 karung = 25 kg). Pemberian pakan dilakukan dengan cara menebar pakan ke dalam keramba.
6.1.5
Perbaikan dan Pembersihan Jaring Perbaikan dan pembersihan jaring selama masa pemeliharaan selalu
dilakukan oleh pembudidaya. Jaring kotor akibat penempelan lumpur atau biota penempel, seperti kerang, tritip dan alga. Pembersihan dan perbaikan jaring dilakukan seminggu sekali sampai ikan berumur tiga bulan dan setelah umur tiga
65
bulan sampai masa panen perbaikan dan pembersihan dilakukan satu bulan sekali. Jaring kotor dijemur terlebih dahulu kemudian disemprot dengan air sampai seluruh kotoran yang menempel terlepas dari jaring sebelum dipasang kembali jaring harus diperiksa terlebih dahulu, sehingga apabila ada yang robek dapat diperbaiki.
6.1.6
Pemanenan Ikan kerapu macan yang siap panen berukuran 5-7 ons untuk keramba
jaring apung, sedangkan lama pemeliharaannya 8-12 bulan atau lama pemeliharaan rata-rata 10 bulan. Alat panen yang biasanya digunakan adalah scoop net yang terbuat dari kain kasa. Scoop net yang kasar tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan luka yang dapat menyebabkan penyakit dan stress pada ikan saat dibawa ketempat penjualan atau konsumsi. Pemanenan ikan dapat dilakukan dengan cara mengangkat jaring pemeliharaan dengan tongkat kayu. Tongkat kayu diangkat sehingga jaring terbagi menjadi dua bagian sehingga dapat memudahkan pengambilan ikan dari jaring secara selektif maupun total.
6.1.7
Pemasaran Hasil panen ikan kerapu macan di Pulau Panggang biasanya langsung
dijual ke pedagang pengumpul lokal (tengkulak) yang juga berasal dari Pulau Panggang atau Pulau Pramuka. Pembudidaya ikan kerapu di Pulau Panggang tidak pernah kesulitan untuk menjual hasil panennya karena para pedagang pengumpul mampu membeli seluruh ikan hasil panen dengan harga yang berlaku di pasar. Biasanya pengumpul mendatangi lokasi budidaya pada saat panen
66
berlangsung, sehingga responden tidak perlu membawa ikan hasil panen ke pengumpul. Harga jual ikan kerapu macan untuk keramba jaring apung berukuran 5-7 ons dengan harga rata-rata Rp 135.000 per kg Pembudidaya ikan kerapu kebanyakan tidak menjual hasil panennya langsung ke Jakarta walaupun harga yang ditawarkan lebih tinggi dikarenakan biaya transportasi dan biaya packing ikan yang cukup tinggi. Selain itu resiko kematian ikan pada saat dibawa juga cukup tinggi, sedangkan pembeli atau pedagang pengumpul hanya mau membeli ikan kerapu dalam keadaan hidup. Sebagai perbandingan, harga ikan kerapu macan di Pulau Panggang berkisar Rp 135.000 per kilogram, sedangkan di Jakarta berkisar Rp 150.000 per kilogram. Dengan adanya pedagang pengumpul, secara tidak langsung hal ini menguntungkan nelayan pembudidaya karena tidak menanggung resiko kematian ikan setelah dipanen dan juga tidak mengeluarkan tambahan biaya untuk transportasi dan packing.
6.2
Penggunaan Faktor Produksi pada Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Faktor atau input produksi merupakan penentu produksi sehingga
penggunaannya harus efektif dan efisien baik secara jumlah, jenis dan kualitas. Produksi ikan kerapu dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang digunakan dalam pendugaan fungsi produksi, sedangkan faktor eksternal tidak digunakan dalam fungsi. Faktor produksi internal yang digunakan dalam penelitian ini meliputi volume keramba (m3 per musim tanam), bibit (kg per musim tanam), pakan rucah (kg per musim
67
tanam), tenaga kerja yang dibedakan menjadi tenaga kerja persiapan dan tenaga kerja pemeliharaan (Hari Orang Kerja/HOK per musim tanam) dan tebaran bibit (ekor per m3 per musim tanam), sedangkan faktor eksternal antara lain cuaca, curah hujan, suhu, arus, dan gelombang tidak diperhitungkan pada penelitian ini. Penggunaan faktor produksi yang digunakan untuk menduga fungsi produksi disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa usaha budidaya ikan kerapu macan menggunakan volume keramba jaring apung dengan rentang antara 36 m3 per musim tanam sampai dengan 162 m3 per musim tanam dengan rata-rata penggunaan 95,509 m3. Penggunaan bibit dengan rentang antara 5 kgsampai dengan 10 kg dengan rata-rata penggunaan bibit sebesar 6,718 kg per musim tanam. Benih yang digunakan berukuran 10-11 cm. Pakan rucah yang digunakan berkisar antara 164 kg sampai dengan 3.060 kg dengan rata-rata penggunaan 1.283,938 kg per musim tanam, pakan diberikan rata-rata dua kali sehari dengan jumlah yang berbeda-beda sesuai bobot ikan. Tabel 8. Penggunaan Faktor Produksi pada Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Tahun 2011 (n = 32 orang) Faktor Produksi
Rentang
Jumlah
Rata-Rata
36-162
3056,300
95,509
5-10
215
6,718
164-3.060
41.086
1.283,938
0,0125-0,25
1,960
0,061
3,125-17,777
282,898
8,840
TK Pemeliharaan 6,25-150 (HOK) Sumber : Data Primer, Diolah Tahun 2011
1946
60,812
Volume Keramba (m3) Bibit (kg) Rucah (kg) TK Persiapan (HOK) Tebaran Bibit (ekor/m3)
68
Usaha budidaya ikan kerapu macan menggunakan tenaga kerja persiapan dan tenaga kerja pemeliharaan. Sebenarnya terdapat juga tenaga kerja pemanenan, tetapi tenaga kerja pemanenan tersebut tidak diperhitungkan dalam penelitian ini karena biasanya pedagang pengumpul langsung mendatangi lokasi budidaya pada saat pemanenan. Tenaga kerja persiapan yang dibutuhkan yaitu berkisar antara 0,0125 HOK sampai dengan 0,25 HOK dengan rata-rata penggunaan 0,061 HOK per musim tanam. Untuk tenaga kerja pemeliharaan rentang penggunaannya yaitu 6,25 HOK sampai dengan 150 HOK dengan rata-rata penggunaan 60,812 HOK per musim tanam.
6.2.1
Pendugaan Fungsi Produksi dengan Metode OLS (Ordinary Least Square) Fungsi produksi merupakan hubungan antara faktor produksi dengan hasil
produksi. Fungsi produksi menggambarkan jumlah hasil yang diproduksi tergantung pada jumlah faktor produksi yang digunakan. Oleh karena itu perlu diteliti fungsi produksi yang terbaik dan terakurat untuk menggambarkan kondisi usaha budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang. Pendugaan fungsi produksi ini menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square), fungsi produksi ini yang akan digunakan untuk analisis skala usaha dan optimasi. Untuk mendapatkan pendugaan fungsi produksi yang paling baik digunakan beberapa pengujian, yaitu pengujian secara statistik dan pengujian asumsi klasik (ekonometrika). Pendugaan fungsi produksi ini terdiri dari dua langkah, yaitu (1) Pendugaan fungsi produksi dengan enam variabel independen, (2) Pendugaan fungsi produksi dengan tiga variabel independen dengan model yang tidak dibatasi dan yang dibatasi (restriksi).
69
6.2.2
Pendugaan Fungsi Produksi dengan Enam Variabel Independen Analisis pendugaan fungsi produksi menggunakan fungsi produksi Cobb-
Douglas. Fungsi ini menduga hubungan faktor produksi yang terdiri dari volume keramba (X1), bibit (X2), pakan rucah (X3), tenaga kerja persiapan atau TK-1 (X4), tebaran bibit (X5), tenaga kerja pemeliharaan atau TK-2 (X6) dengan hasil produksi (Y) per musim tanam usaha budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang. Data responden dalam penggunaan input dan output dengan enam variabel independen setelah pengolahan data disajikan pada Lampiran 2 dan Lampiran 3, sedangkan hasil analisis pendugaan fungsi produksi ini disajikan pada Tabel 9 dan analisis selengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Tabel 9. Hasil Analisis PendugaanFungsi Produksi dengan Metode OLS (Ordinary Least Square) dengan Enam Variabel Independen Variabel
Koefisien Standar Deviasi
P (Peluang)
VIF
Konstanta
1,0517
0,8668
0,055
Volume Keramba (X1)
0,1483
0,1060
0,174
2,0
Bibit (X2)
0,7722
0,1206
0,000
1,7
Pakan Rucah (X3)
0,2710
0,1010
0,013
5,3
TK-1 (X4)
0,3884
0,1138
0,002
4,5
Tebaran Bibit (X5)
0,03439
0,09506
0,721
1,6
TK-2 (X6)
0,06936
0,08848
0,440
7,6
Sumber : Data Primer, Diolah Tahun 2011 R Square = 0,934 Adjusted R Square = 0,919 Standard Error= 0,1740 Nilai Durbin Watson = 1,61531 Berdasarkan Tabel 9, diperoleh nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel independen yang merupakan faktor produksi yang diduga berpengaruh
70
terhadap produksi usaha budidaya ikan kerapu macan. Maka, dapat dibuat persamaan regresi linier fungsi produksi sebagai berikut : ln Y = ln 1,05 +0,148 lnX1+0,772 lnX2 + 0,271 lnX3 + 0,388 lnX4 + 0,0344 lnX5 + 0,0694 lnX6..(1)
atau Y = 2,857(X1)0,148(X2)0,772(X3)0,271(X4)0,388(X5)0,0344(X6)0,0694...............................(2) Fungsi produksi yang didapat tersebut harus diuji apakah sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu dalam menghasilkan fungsi produksi terbaik. Pengujian yang dilakukan yaitu pengujian secara statistik meliputi uji-t dan uji F dan pengujian asumsi klasik (ekonometrika) yang terdiri dari uji homoskedastisitas, uji multikolinieritas, dan uji autokorelasi. 1) Pengujian Statistik Berdasarkan Tabel 9 dengan selang kepercayaan (α) 0,05 atau 95%, dihasilkan koefisien regresi dari tiap variabel independen dan dapat diketahui bahwa variabel volume keramba (X1) tidak signifikan, sebab P-value yang dihasilkan lebih besar daripada α = 0,05 (P-value > α) dan variabel bibit signifikan pada selang kepercayaan 100% atau α = 0,000. Variabel pakan rucah signifikan pada selang kepercayaan 100% atau α = 0,000 dan variabel TK-1 signifikan pada selang kepercayaan 100% atau α = 0,000. Variabel tebaran bibit dan TK-2 tidak signifikan pada selang kepercayaan 95 %. Berdasarkan uji-t yang dilakukan, variabel independen yang signifikan dan berpengaruh nyata terhadap produksi ikan kerapu yaitu variabel bibit (X2), pakan rucah (X3) dan variabel TK-1 (X4), karena memiliki nilai P di bawah α = 0,05 (P < α). Berdasarkan hasil perhitungan analisis sidik ragam (ANOVA), dihasilkan nilai F signifikan = 0,000, berarti semua variabel independen (X1-6) signifikan
71
pada selang kepercayaan 100%, maka semua variabel independen (X1-6) secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi ikan kerapu macan pada selang kepercayaan 100%. Menurut hasil regresi yang disajikan pada Tabel 9, nilai koefisien determinasi (R square) yang dihasilkan sebesar 0,919, berarti 91,9% varian dari variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variasi dari keenam variabel independennya (variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6) dan sisanya 6,6% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dijelaskan dan diperhitungkan dalam model. Nilai standard error yang dihasilkan sebesar 0,174, hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadi kesalahan atau bias adalah sebesar 0,174 atau 17,4%. Pengujian statistik yang dilakukan menunjukkan bahwa fungsi produksi yang dihasilkan melalui regresi di atas dikatakan baik untuk menduga fungsi produksi. (2) Pengujian Asumsi Klasik Pengujian
ini
heteroskedastisitas,
dimaksudkan
multikolinieritas,
untuk dan
mendeteksi autokorelasi.
ada Apabila
tidaknya terjadi
penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut uji-t dan uji F yang dilakukan sebelumnya menjadi tidak valid dan secara statistik dapat mengacaukan kesimpulan. a) Heteroskedastisitas Adanya heteroskedastisitas dalam model mengakibatkan varian dan koefisien-koefisien variabel independen tidak lagi minimum dan menjadi tidak efisien meskipun penaksir OLS tetap tidak bias dan konsisten. Model regresi yang didapat diharapkan memenuhi asumsi homoskedastisitas. Model regresi dikatakan
72
memenuhi asumsi homoskedastisitas jika sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu atau pola yang terbentuk tidak jelas, dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Kondisi model regresi pada persamaan (1) atau (2) dapat dilihat pada Gambar 4b. Berdasarkan Gambar 4b tersebut, dapat terlihat bahwa sebaran titik-titik pada scatterplot
tidak
membentuk pola tertentu dan menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi pada persamaan (1) atau (2) memenuhi asumsi homoskedastisitas sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas. Scatterplot
Normal Probability Plot of the Residuals (response is y)
99
Dependent Variable: VAR00001
95
3
Regression Standardized Predicted Value
90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-3
-2
-1 0 1 Standardized Residual
2
3
2
1
0
-1
-2 -3
-2
-1
0
1
Regression Studentized Residual
Gambar 4.Grafik Model Regresi dengan EnamVariabel Independen (a) Peluang Normal dan (b) Homoskedastisitas (b) Multikolinieritas Multikolinieritas ditandai dengan adanya keadaan dimana satu atau lebih variabel independen dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari variabel lainnya. Suatu model regresi dikatakan bebas dari multikolinieritas jika nilai VIF (variance inflation factor) lebih kecil dari angka sepuluh (VIF < 10). Bedasarkan Tabel 9 nilai VIF tiap variabel independen berturut untuk variabel volume keramba, bibit, pakan, TK-1, tebaran bibit, TK-2 adalah 2,0, 1,7, 5,3, 4,5, 1,6, 7,6.
2
3
73
Dikarenakan nilai VIF tiap variabel independen lebih kecil dari 10 (VIF<10), maka model regresi persamaan (1) atau (2) bebas dari multikolinieritas. (c) Autokorelasi Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antar anggorta serangkaian observasi menurut waktu. Model regresi yang baik adalah bebas dari autokorelasi, sehingga kesalahan prediksi (selisih antara data asli dengan data hasil regresi) bersifat bebas untuk tiap nilai X. Model regresi dapat dikatakan bebas dari autokorelasi apabila angka D-W (Durbin Watson) diantara -2 sampai +2. Angka D-W di bawah -2 menunjukkan bahwa ada autokorelasi sedangkan angka D-W di atas +2 menunjukkan ada autokorelasi positif. Dari hasil regresi diperoleh nilai D-W sebesar 1,61531. Angka tersebut terletak diantara -2 sampai dengan +2, sehingga model regresi persamaan (1) atau (2) dapat dikatakan bebas dari autokorelasi. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, model persamaan (1) atau (2) tidak memenuhi kriteria statistik karena beberapa variabel yaitu variabel X1 (volume keramba), variabel X5 (tebaran bibit) dan variabel X6 (tenaga kerja pemeliharaan) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ikan kerapu macan sehingga tidak disertakan di dalam model. Langkah selanjutnya adalah pendugaan fungsi produksi dengan tiga variabel independen.
6.2.3
Pendugaan Fungsi Produksi dengan Tiga Variabel Independen Analisis pendugaan fungsi produksi menggunakan fungsi produksi Cobb-
Douglas. Fungsi ini menduga hubungan faktor produksi yang terdiri dari bibit (X2), pakan rucah (X3), tenaga kerja persiapan/ TK-1 (X4) dengan hasil produksi
74
(Y) per musim tanam usaha budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang. Data responden dalam penggunaan input dan output dengan tiga variabel independen setelah pengolahan data disajikan pada Lampiran 5 dan Lampiran 6, sedangkan hasil analisis pendugaan fungsi produksi ini disajikan pada Tabel 10 dan analisis selengkapnya pada Lampiran 7. Tabel 10. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi dengan Metode OLS (Ordinary Least Square) dengan Tiga Variabel Independen Variabel
Koefisien
Standar Deviasi
P (Peluang)
VIF
Konstanta
1,7801
0,7264
0,021
Bibit (X2)
0,75504
0,09698
0,000
1,1
Pakan Rucah (X3)
0,34974
0,07478
0,000
2,9
TK-1 (X4)
0,47157
0,08990
0,000
2,8
Sumber : Data Primer, Diolah Tahun 2011 R Square = 0,927 Adjusted R Square = 0,919 Standard Error= 0,173435 Nilai Durbin Watson = 1,77875 Berdasarkan Tabel 10, diperoleh nilai koefisien regresi dari masingmasing variabel independen yang merupakan faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi usaha budidaya ikan kerapu macan. Maka, dapat dibuat persamaan regresi linier fungsi produksi sebagai berikut : lnY = ln 1,78 + 0,755 ln X2 + 0,350 ln X3 + 0,472 ln X4……..............................(3) atau Y = 7,929 (X2)0,755(X3)0,350(X4)0,4……….............................................................(4) Fungsi produksi yang didapat tersebut harus diuji apakah sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu dalam menghasilkan fungsi produksi terbaik.Pengujian
75
yang dilakukan yaitu pengujian secara statistik meliputi uji-t dan uji F dan pengujian asumsi klasik (ekonometrika) yang terdiri dari uji homoskedastisitas, uji multikolinieritas, dan uji autokorelasi. 1) Pengujian Statistik Berdasarkan Tabel 10 dengan selang kepercayaan (α) 0,05 atau 95%, dihasilkan koefisien regresi dari tiap variabel independen dan dapat diketahui bahwa variabel bibit signifikan pada selang kepercayaan 100% atau α = 0,000. Variabel pakan rucah signifikan pada selang kepercayaan 100% atau α = 0,000 dan variabel TK-1 signifikan pada selang kepercayaan 100% atau α = 0,000. Berdasarkan uji-t yang dilakukan, variabel independen yang signifikan dan berpengaruh nyata terhadap produksi ikan kerapu yaitu variabel bibit (X2), pakan rucah (X3) dan variabel TK-1 (X4), karena memiliki nilai P di bawah α = 0,05 (P < α). Berdasarkan hasil perhitungan analisis sidik ragam (ANOVA), dihasilkan nilai F signifikan = 0,000, berarti semua variabel independen (X2-4) signifikan pada selang kepercayaan 100%, maka semua variabel independen (X2-4) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi ikan kerapu macan pada selang kepercayaan 100%. Menurut hasil regresi yang disajikan pada Tabel 10, nilai koefisien determinasi (R square) yang dihasilkan sebesar 0,919, berarti 91,9% varian dari variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variasi dari keempat variabel independennya (variabel X2, X3, X4) dan sisanya 7,3% dijelaskan oleh faktorfaktor lain yang tidak dijelaskan dan diperhitungkan dalam model. Nilai standard
76
error yang dihasilkan sebesar 0,173435, hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadi kesalahan atau bias adalah sebesar 0,173435 atau 17,3435%. Pengujian statistik yang dilakukan menunjukkan bahwa fungsi produksi yang dihasilkan melalui regresi di atas dikatakan baik untuk menduga fungsi produksi. (2) Pengujian Asumsi Klasik Pengujian
ini
heteroskedastisitas,
dimaksudkan
multikolinieritas,
untuk dan
mendeteksi autokorelasi.
ada
tidaknya
Apabila
terjadi
penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut uji-t dan uji F yang dilakukan sebelumnya menjadi tidak valid dan secara statistik dapat mengacaukan kesimpulan. a) Heteroskedastisitas Adanya heteroskedastisitas dalam model mengakibatkan varian dan koefisien-koefisien variabel independen tidak lagi minimum dan menjadi tidak efisien meskipun penaksir OLS tetap tidak bias dan konsisten. Model regresi yang didapat diharapkan memenuhi asumsi homoskedastisitas. Model regresi dikatakan memenuhi asumsi homoskedastisitas jika sebaran titik-titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentu atau pola yang terbentuk tidak jelas, dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Kondisi model regresi pada persamaan (1) atau (2) dapat dilihat pada Gambar 5b. Berdasarkan Gambar 5b tersebut, dapat terlihat bahwa sebaran titik-titik pada scatterplot
tidak
membentuk pola tertentu dan menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi pada persamaan (1) atau (2) memenuhi asumsi homoskedastisitas sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas.
77
Scatterplot
Normal Probability Plot of the Residuals (response is y)
Dependent Variable: VAR00001
99
Regression Standardized Predicted Value
3
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10
2
1
0
-1
-2
5
-3
1
-2
-1
0
1
2
Regression Studentized Residual
-4
-3
-2
-1 0 Standardized Residual
1
2
3
Gambar 5.Grafik Model Regresi dengan Tiga Variabel Independen (a) Peluang Normal dan (b) Homoskedastisitas
(b) Multikolinieritas Multikolinieritas ditandai dengan adanya keadaan dimana satu atau lebih variabel independen dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari variabel lainnya. Suatu model regresi dikatakan bebas dari multikolinieritas jika nilai VIF (variance inflation factor) lebih kecil dari angka sepuluh (VIF< 10). Bedasarkan Tabel 10 nilai VIF tiap variabel independen berturut untuk variabel bibit, pakan, TK-1 adalah 1.1, 2.9, 2.8. Dikarenakan nilai VIF tiap variabel independen lebih kecil dari 10 (VIF<10), maka model regresi persamaan (1) atau (2) bebas dari multikolinieritas. (c) Autokorelasi Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antar anggorta serangkaian observasi menurut waktu. Model regresi yang baik adalah bebas dari autokorelasi, sehingga kesalahan prediksi (selisih antara data asli dengan data hasil regresi) bersifat bebas untuk tiap nilai X. Model regresi dapat dikatakan
3
78
bebas dari autokorelasi apabila angka D-W (Durbin Watson) diantara -2 sampai +2. Angka D-W di bawah -2 menunjukkan bahwa ada autokorelasi sedangkan angka D-W di atas +2 menunjukkan ada autokorelasi positif. Dari hasil regresi diperoleh nilai D-W sebesar 1.77875. Angka tersebut terletak diantara -2 sampai dengan +2, sehingga model regresi persamaan (1) atau (2) dapat dikatakan bebas dari autokorelasi. Berdasarkan pengujian statistik dan pengujian asumsi klasik yang dilakukan, persamaan (3) atau (4) dapat dikatakan baik untuk menduga fungsi produksi ikan kerapu macan. Selanjutnya persamaan (3) atau (4) ini yang digunakan untuk menganalisis skala ekonomi usaha budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.
6.3
Analisis Elastisitas Produksi Elastisitas produksi digunakan untuk menggambarkan seberapa besar
produksi akibat perubahan pemakaian faktor produksi. Pada fungsi CobbDouglas, elastisitas produksi dapat diketahui dari koefisien regresi (bi) yang terdapat pada masing-masing variabel independen. Berdasarkan model regresi fungsi produksi Cobb-Douglas persamaan (3) atau (4) diperoleh nilai elastisitas produksi variabel bibit (X2) sebesar 0,755, berarti dengan asumsi cateris paribus, apabila bibit ditingkatkan sebesar 10%, maka akan meningkatkan produksi kerapu macan sebesar 7,55 %. Nilai elastisitas produksi variabel pakan rucah (X3) sebesar 0,350, berarti jika pakan rucah ditingkatkan sebesar 10% maka akan meningkatkan produksi ikan kerapu macan sebesar 3,5 %, cateris paribus. Nilai elastisitas produksi
79
tenaga kerja persiapan (X4) sebesar 0,472, berarti dengan asumsi cateris paribus, apabila tenaga kerja persiapan ditingkatkan 10%, maka akan meningkatkan produksi ikan kerapu macan sebesar 4,72 %. Berdasarkan persamaan (3) atau (4), jumlah koefisien regresi keempat variabel independen tersebut adalah 1,577. Hal ini menunjukkan nilai total elastisitas produksi usaha budidaya ikan kerapu macan yaitu sebesar 1,577 (Ep >1), sehingga dapat dikatakan usaha tersebut berada pada daerah irasional. Usaha budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang ini masih dapat ditingkatkan lagi sampai berada pada daerah rasional (0 ≤ Ep ≤ 1). Kondisi aktual menunjukkan kondisi produksi pada daerah irasional karena usaha yang dijalankan oleh pembudidaya masih dapat ditingkatkan lagi sehingga tidak rasional jika pembudidaya tetap bertahan pada kondisi tersebut. Daerah dengan elastisitas produksi (Ep) antara nilai 0 sampai dengan 1 disebut daerah rasional karena produksi yang dihasilkan dari suatu usaha sudah mencapai maksimum dengan keuntungan tertinggi. Setiap penambahan faktor produksi akan menyebabkan penurunan terhadap produksi dan pada akhirnya berpengaruh terhadap keuntungan.
6.4
Analisis Skala Ekonomi Skala ekonomi menunjukkan apa yang terjadi terhadap produksi jika
semua input berubah secara proporsional (Debertin, 1986). Keadaan ini dapat dilihat pada sifat skala ekonomi, yaitu (1) decreasing return to scale (RTS < 1), atau proporsi pertambahan produksi lebih kecil dibandingkan dengan proporsi pertambahan input, (2) constant return to scale (RTS = 1), atau proporsi
80
pertambahan produksi sama dengan proporsi pertambahan input, (3) increasing return to scale (RTS > 1), atau proporsi pertambahan produksi lebih besar dibandingkan dengan proporsi pertambahan input. Nilai return to scale (RTS) atau skala penerimaan dapat ditentukan dari penjumlahan koefisien regresi (bi) pada fungsi produksi Cobb-Douglas. Berdasarkan hasil penjumlahan keempat koefisien regresi variabel independen pada persamaan (3) atau (4), dihasilkan nilai return to scale (RTS) sebesar 1,577. Hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya ikan kerapu macan berada pada kondisi increasing return to scale (RTS > 1). Kondisi ini berarti apabila semua faktor produksi ditingkatkan sebesar 1%, maka produksi akan meningkat lebih besar dari 1%. Dengan demikian usaha budidaya kerapu macan masih dapat ditingkatkan untuk memperoleh keuntungan maksimum.
6.5
Analisis Optimasi Berdasarkan analisis skala ekonomi, usaha budidaya kerapu macan berada
pada kondisi increasing return to scale (RTS > 1) dan tidak sesuai dengan asumsi fungsi produksi Cobb-Douglas dimana skala penerimaan suatu usaha harus berada pada kondisi constant return to scale (RTS = 1). Dengan demikian perlu dibuat fungsi pembatas atau fungsi restriksi terhadap persamaan (3) atau (4). Fungsi produksi restriksi diperoleh dengan menggunakan metode kuadrat terkecil. Hasil analisis fungsi produksi restriksi disajikan pada Tabel 11 dan analisis selengkapnya pada Lampiran 8 dan Lampiran 9. Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat dibuat persamaan sebagai berikut :
81
ln Y = ln 1,36 + 0,305 ln X2 + 0,439 ln X3 + 0,256 ln X4 ……...……............…(5) atau Y = 3,896(X2)0,305(X3)0,439(X4)0,256……………............................................……(6) Berdasarkan asumsi fungsi produksi Cobb-Douglas, maka persamaan yang digunakan untuk analisis optimasi adalah persamaan (5) atau (6). Tabel 11. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi (Restriksi) Metode OLS (Ordinary Least Square) Standar Variabel Koefisien P (Peluang) Deviasi Konstanta 1,36 0,9424 0,089 Bibit (X2) 0,305* Pakan Rucah (X3) 0,439 0,1019 0,000 TK-1 (X4) 0,256 0,1124 0,030 Sumber : Data Primer, Diolah Tahun 2011
dengan VIF
2,9 2,9
R Square = 0,797 Adjusted R Square = 0,783 Standard Error= 0,242390 Nilai Durbin Watson = 1,63313 * = 1-(b3-b4) Optimasi merupakan penggunaan tingkat faktor produksi yang dapat memaksimumkan keuntungan dari penggunaan sumberdaya. Tingkat optimal dari penggunaan faktor produksi dapat dijelaskan melalui fungsi produksi. Hal ini tercapai pada saat nilai produk marjinal (NPM) sama dengan harga input produksi (Px), atau biaya marjinal dari tambahan input. Nilai produk marjinal dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :
Nilai Produk Marjinal (NPM) diperoleh dari hasil perkalian antara produk marjinal dengan harga output. Asumsi dalam fungsi produksi Cobb-Douglas, bi adalah nilai koefisien regresi. Py adalah harga output, Y adalah jumlah output,
82
Xi adalah jumlah input i yang digunakan, dan Pxi adalah harga persatuan input i atau disebut biaya korbanan marjinal (BKM). Penggunaan input dikatakan optimal jika NPMxi / BKMxi sama dengan satu. Apabila nilai perbandingan NPMxi / BKMxi lebih besar dari satu, maka penggunaan input belum optimal, sehingga perlu ditingkatkan. Apabila nilai perbandingan NPMxi / BKMxi lebih kecil dari satu, maka penggunaan input belum optimal, sehingga perlu dikurangi. Produksi optimal diperoleh dengan memasukkan masing-masing faktor produksi optimal ke persamaan (6). Kondisi optimal dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12, diperoleh harga ikan kerapu macan Rp 135.000, harga bibit (X2) Rp 440.000/kg, harga pakan rucah (X3) Rp 3.000/kg, dan harga tenaga kerja persiapan (X4) sebesar Rp 75.000/HOK. Dengan menggunakan rumus nilai produk marjinal (NPM), diperoleh NPM untuk bibit sebesar Rp 490.569,664, untuk pakan rucah sebesar Rp 3.694,548, dan untuk tenaga kerja persiapan (TK persiapan) sebesar Rp 45.162.161,63. Nilai perbandingan NPM/BKM untuk bibit 1,115, untuk pakan rucah 1,231 dan untuk tenaga kerja persiapan 602,162. Hal ini menunjukkan penggunaan ketiga faktor produksi tersebut belum optimal (NPM / BKM >1), sehingga perlu ditambah untuk meningkatkan produksi dan keuntungan. Jumlah rata-rata bibit yang digunakan pada kondisi aktual sebesar 6,718 kg atau setara dengan 269 ekor per musim tanam. Penggunaan input bibit belum optimal, sehingga perlu ditingkatkan menjadi 7,490 kg atau setara 300 ekor per musim tanam. Jumlah rata-rata pakan rucah yang digunakan pada kondisi aktual 1.283,938 kg per musim tanam.Penggunaan pakan rucah yang diberikan belum
83
optimal, sehingga perlu ditingkatkan menjadi 1.581,190 kg per musim tanam. Rata-rata penggunaan TK persiapan yang digunakan adalah 0,061 HOK per musim tanam. Penggunaan TK persiapan belum optimal sehingga perlu ditingkatkan menjadi 36,880 HOK per musim tanam. Produksi rata-rata ikan kerapu macan yang dihasilkan pada kondisi aktual sebesar 80,040 kg per musim tanam, apabila faktor produksi yang digunakan berada pada tingkat optimal maka akan menghasilkan produksi optimal sebesar 460,032 kg per musim tanam. Dengan demikian, keuntungan maksimum dapat diperoleh apabila semua faktor produksi diubah ke dalam kondisi optimal. Tabel 12. Perbandingan Kondisi Optimal dan Aktual dengan Menggunakan Fungsi Produksi Cobb-Douglas Variabel
Bi
BKM (Rp)
-
135.000
Bibit (kg)
0,305
440.000
Pakan Rucah (kg)
0,439
TK-1 (HOK)
0,256
Output (kg)
NPM (Rp)
Optimal
Aktual
460,032
80,040
490.569,664
7,490
6,718
3.000
3.694,548
1581,190
1283,938
75.000
45.162.161,630
36,880
0,061
Sumber : Data Primer, Diolah Tahun 2011 Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui perbandingan antara keuntungan pada kondisi aktual dan kondisi optimal. Keuntungan merupakan selisih dari total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Penerimaan total diperoleh dari hasil perkalian jumlah output yang dihasilkan dengan harga per satuan output tersebut. Biaya total dihasilkan dari penjumlahan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam suatu siklus produksi. Perbandingan antara keuntungan pada kondisi aktual dengan kondisi optimal ditunjukkan pada Tabel 13.
84
Tabel 13. Perbandingan Keuntungan pada Kondisi Aktual dengan Optimal Budidaya Ikan Kerapu Macan Tahun 2011 Kondisi Komponen
Perubahan Aktual
Biaya Total (Rp) Penerimaan Total (Rp) Keuntungan (Rp)
Optimal
6.812.327,75
10.805.170,60
3.992.842,85
10.805.400,00
43.473.024,00
32.667.624,00
3.993.072,25
32.667.853,40
39.480.181,15
Sumber : Data Primer, Diolah Tahun 2011 Berdasarkan Tabel 13, diperoleh total penerimaan pada kondisi aktual sebesar Rp 10.805.400 dan biaya total sebesar Rp 6.812.327,75, sehingga diperoleh keuntungan pada kondisi aktual sebesar Rp 3.993.072,25 per musim tanam. Penerimaan total pada kondisi optimal sebesar Rp 43.473.024,00 dan biaya total sebesar Rp 10.805.170,60, sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp 32.667.853,40 per musim tanam. Berdasarkan hasil perhitungan yang secara lengkap disajikan pada Lampiran 9, dapat diketahui bahwa keuntungan pada kondisi optimal jauh lebih besar dibandingkan dengan keuntungan pada kondisi aktual. Keuntungan yang didapat dari hasil produksi optimal tersebut merupakan keuntungan dengan asumsi nilai survival rate (SR) ikan kerapu macan yang diproduksi pembudidaya di Pulau Panggang adalah sebesar 70%.
6.6
Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Penelitian ini melakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui
kelayakan usaha budidaya ikan kerapu macan dan potensi pengembangannya. Analisis kelayakan digunakan untuk mengetahui apakah dengan tingkat faktor produksi dan tingkat produksi yang optimal, usaha budidaya ikan kerapu layak
85
dilanjutkan dan dikembangkan. Kelayakan usaha ikan kerapu macan akan dilihat dari kriteria kelayakan yang meliputi NPV, Net B/C dan IRR.
6.6.1
Analisis Inflow Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Arus penerimaan pada usaha budidaya ikan kerapu macan ini terdiri dari
dua, yaitu penjualan ikan kerapu dan nilai sisa (salvage value) dari alat-alat investasi Pembudidaya ikan kerapu macan melakukan panen sebanyak satu kali dalam setahun, dengan mengatur sistem pola tanam untuk mendapatkan hasil panen sesuai kebutuhan yang diinginkan.Pada tingkat optimal, hasil panen kerapu yang dihasilkan dalam satu tahun sebesar 460,032 kg. Pada analisis kelayakan usaha budidaya ikan kerapu macan ini digunakan survival rate (SR) yang berbeda-beda setiap tahunnya. Pembudidaya ikan kerapu macan umumnya pada tahun pertama merupakan tahap pembelajaran dalam menjalankan usahanya sehingga menyebabkan nilai SR yang kecil pada tahun pertama dan meningkat ke tahun berikutnya. SR untuk tahun pertama sampai tahun kelima berturut-turut adalah 40%, 76% dan 87,5% untuk tahun ketiga sampai tahun kelima. Alat-alat investasi seperti kapal dan keramba jaring apung masih memiliki nilai sisa (salvage value) pada saat umur usaha selama lima tahun berakhir. Nilai sisa untuk komponen kapal yaitu sebesar Rp 4.000.000,00 dan nilai sisa untuk komponen keramba jaring apung yaitu senilai Rp 2.000.000,00. Jumlah produksi per tahun, nilai penjualan ikan kerapu dan total nilai sisa (salvage value) komponen investasi disajikan pada Tabel 14.
86
Tabel 14. Manfaat Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan
Tahun
Uraian
Satuan
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Total Nilai (Rp)
1
Penjualan Ikan Kerapu Macan
Kg
184,013
135.000,00
24.841.728,00
2
Penjualan Ikan Kerapu Macan
Kg
349,624
135.000,00
47.199.283,20
3
Penjualan Ikan Kerapu Macan
Kg
402,528
135.000,00
54.341.280,00
4
Penjualan Ikan Kerapu Macan
Kg
402,528
135.000,00
54.341.280,00
5
Penjualan Ikan Kerapu Macan
Kg
402,528
135.000,00
54.341.280,00
6
Nilai Sisa
6.000.000,00
Sumber: Data Primer, DiolahTahun 2011
6.6.2
Analisis Outflow Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Arus pengeluaran pada usaha ikan kerapu macan terdiri dari pengeluaran
untuk biaya investasi, biaya variabel, biaya tetap. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan diawal untuk memperoleh barang-barang fisik yang akan digunakan dalam jangka waktu yang lama (umumnya lebih dari satu tahun). Biaya investasi terdiri atas biaya konstruksi keramba jaring apung, dan biaya pembelian peralatan. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi ikan kerapu macan. Komponen biaya variabel terdiri atas pembelian bibit, pakan rucah, upah tenaga kerja persiapan dan tenaga kerja pemeliharaan.
87
1.
Biaya Investasi Pada usaha budidaya ikan kerapu macan, biaya investasi yang dikeluarkan
sebesar Rp 18.830.000. Pengeluaran terbesar adalah biaya pembelian kapal mesin yaitu sebesar Rp 10.000.000, dan biaya terendah adalah biaya pembelian peralatan budidaya yang terdiri dari serokan jaring, ember, box, jerigen, gunting dan pisau sebesar Rp 285.000. Rataan pengeluaran biaya investasi usaha budidaya ikan kerapu macan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Rincian Biaya Investasi Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan
No
Uraian
Satuan
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Total Nilai (Rp)
1
Kapal
Unit
1
10.000.000,00
10.000.000,00
5
2
Keramba
Unit
6
1.424.166,67
8.545.000,00
4
3
Serokan
Unit
2
60.000,00
120.000,00
1
4 5
Ember Box
Unit Unit
1 2
25.000,00 20.000,00
25.000,00 40.000,00
2 1
6
Jerigen
Unit
2
15.000,00
30.000,00
2
7 8
Gunting Pisau
Unit Unit
2 2
15.000,00 20.000,00
30.000,00 40.000,00
2 2
Total Sumber: Data Primer, Diolah Tahun 2011 2.
Umur Teknis
18.830.000,00
Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang berkaitan dengan faktor produksi dan
produksi. Biaya akan semakin besar apabila terdapat penambahan faktor produksi untuk meningkatkan produksi, demikian juga sebaliknya. Komponen biaya variabel usaha budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang adalah biaya pembelian bibit, pakan rucah, pakan pelet, upah tenaga kerja persiapan, upah tenaga kerja pemeliharaan, dan air tawar untuk pencucian jaring pada keramba.
88
Biaya variabel yang dikeluarkan untuk produksi ikan kerapu macan pada tingkat optimal adalah sebesar Rp 18.326.308,10. Biaya terbesar dikeluarkan untuk pembelian pakan rucah. Harga pakan rucah di Pulau Panggang adalah Rp 3.000/kg. Ikan rucah adalah pakan alami yang paling sering digunakan oleh pembudidaya karena ketersediaan yang banyak di perairan sekitar Pulau Panggang. Pakan pelet digunakan pada saat pakan rucah sulit didapat. Harga pakan pelet adalah Rp 250.000 per satu karung (25 kg). Harga bibit ikan kerapu macan Rp 11.000 per ekor. Tabel 16. Rincian Biaya Produksi Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Pada Kondisi Optimal No
Uraian
Satuan
1
Bibit
Ekor
2
Pakan Rucah
Kg
3
Pakan Pelet
Karung
4
TK Persiapan
5
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Total Nilai (Rp)
300
11.000,00
3.300.000,00
1.581,1902
3.000,00
4.743.570,60
0,9032
250.000,00
225.800,00
HOK
36,88
75.000,00
2.766.000,00
TK Pemeliharaan
HOK
60,8125
75.000,00
4.560.937,50
6
Air Tawar
Jerigen
40
12.000,00
480.000,00
7
TK Panen
Orang
3
500.000
1.500.000,00
8
Solar
Liter
150
5000
750.000,00
Total Biaya
18.336.308,10
Sumber: Data Primer, Diolah Tahun 2011 Besarnya upah tenaga kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah besaran upah yang pekerja yang berlaku di Pulau Panggang yaitu Rp 75.000 per HOK. Berbeda dengan upah panen, pembudidaya umumnya langsung menetapkan harga sebesar Rp 500.000 per orang untuk satu kali panen, dan
89
membutuhkan tiga orang pekerja dalam satu kali panen, maka besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah panen sebesar Rp 1.500.000. 3. Biaya Tetap Biaya tetap merupakan biaya yang besarnya tidak berubah walaupun produksi berubah. Komponen biaya tetap pada penelitian ini terdiri dari iuran anggota dan biaya penyusutan alat-alat investasi. Iuran anggota kelompok Sea Farming terdiri dari iuran administrasi sebesar Rp 2.000 per orang per bulan dan iuran panen sebesar 5% dari total panen yang dihasilkan. Perhitungan biaya penyusutan pada penelitian ini menggunakan metode penyusutan komponen-komponen investasi. Penyusutan yang dihitung adalah penyusutan kapal nelayan dan keramba jaring apung, ember, jerigen, gunting dan pisau, sedangkan komponen lain yang memiliki umur teknis selama satu tahun tidak diperhitungkan pada analisis cash flow karena selalu di reinvestasi selama umur usaha dan mencegah perhitungan ganda (double counting). Penyusutan kapal adalah sebesar Rp 2.000.000 per tahun dan penysustan keramba adalah Rp 2.136.250 per tahun.
6.6.3 Kriteria Kelayakan Usaha Kriteria kelayakan finansial yang digunakan adalah NPV (Net Present Value), Net B/C dan IRR (Internal Rate of Return) sehingga kita dapat menilai apakah pada kondisi optimal usaha budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang layak dikembangkan. Nilai NPV didapatkan dari total inflow dikurangi total outflow yang telah dikalikan dengan tingkat diskonto. Tingkat diskonto yang digunakan adalah 22% berdasarkan tingkat suku bunga kredit usaha rakyat (KUR)
90
yang ditetapkan oleh BANK Jabar-Banten. Pengolahan data menggunakan analisis cashflow yang dilakukan dapat dilihat pada Lampiran 11 dan hasilnya disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. NPV,Net B/C dan IRR Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada Tingkat Optimal Keterangan Net Present Value (NPV) Net B/C IRR
Hasil Rp 35.591.906,85 2,89 71,02%
Nilai NPV yang positif menunjukkan bahwa usaha budidaya ikan kerapu macan memberikan tambahan manfaat dari nilai sekarang (Present Value). Net B/C yang didapatkan sebesar 2,89, yang berarti setiap pengeluaran usaha sebesar Rp 1.000 akan menghasilkan manfaat sebesar Rp 2.890. Nilai ini didapatkan dari nilai total inflow dibagi nilai total outflow yang telah dikalikan dengan tingkat diskonto. Nilai IRR sebesar 71,02% juga menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan karena nilainya lebih besar dari diskonto sebesar 22%. Nilai IRR ini menunjukkan bahwa usaha ini akan memberikan tingkat pengembalian modal yang ditanamkan sebesar 71,02%. Dari nilai NPV, Net B/C, dan IRR yang didapat, usaha budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang layak dikembangkan.
6.7 Analisis Sensitivitas Analisis nilai pengganti (switching value) merupakan perhitungan untuk mengukur sensitivitas perubahan maksimum yang dapat menyebabkan usaha budidaya ikan kerapu macan masih tetap layak untuk dijalankan. Analisis ini
91
mengacu pada beberapa besar perubahan terjadi sampai mengakibatkan nilai NPV = 0. Nilai NPV = 0 akan membuat nilai net B/C menjadi sama dengan 1. Variabel yang akan dianalisis sensitivitasnya adalah penurunan harga jual ikan kerapu macan dan penurunan produksi ikan kerapu macan. Pengolahan data untuk menganalisis sensitivitas usaha budidaya ikan kerapu macan di Pulau Panggang terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13. Dilihat dari perubahan terhadap penurunan harga jual ikan kerapu macan, batas maksimal perubahan penurunan harga jual sampai usaha berada pada kondisi break even point adalah harga turun sebesar 29,56 persen, sedangkan dari aspek penurunan produksi ikan kerapu macan batas maksimal perubahan penurunan produksi ikan kerapu macan adalah 29,49 persen.