V. KONSEP 5.1. Konsep Dasar Perencanaan Tapak Konsep perencanaan pada tapak merupakan Konsep Wisata Sejarah Perkampungan Portugis di Kampung Tugu. Konsep ini dimaksudkan untuk membantu aktivitas interpretasi bagi pengunjung terhadap perkampungan Portugis yang pernah ada pada kawasan Kampung Tugu dengan memperkenalkan nilai sejarah dan budaya masyarakat asli Tugu. Pendekatan yang digunakan dalam penerapan konsep adalah pendekatan aktivitas yang terdiri dari konsep ruang, akses dan sirkulasi, aktivitas, dan fasilitas wisata, serta pendekatan sumberdaya yang meliputi elemen fisik dan nonfisik. Konsep ini akan diintegrasikan melalui jalur interpretasi pada tapak berdasarkan sejarah masyarakat asli Tugu, serta kebudayaan masyarakat sehari-hari maupun yang dilakukan pada perayaan-perayaan khusus. 5.2. Konsep Ruang Perencanaan konsep ruang pada tapak merupakan model konsep yang mengkombinasikan antara kegiatan dan aktivitas wisata dengan kegiatan pelestarian tapak sebagai salah satu kawasan benda cagar budaya. Oleh karena itu, konsep ruang akan dibagi menjadi konsep ruang dengan fungsi zonasi wisata sejarah, dan konsep ruang dengan fungsi zonasi pelestarian. Zonasi pada tiap ruang direncanakan sedemikian rupa sehingga fungsi-fungsi pada tiap ruang dapat saling terhubung dan tidak mengganggu. Hasil dari perencanaan zonasi wisata sejarah dengan zonasi pelestarian kemudian akan di overlay, sehingga didapatkan konsep pembagian ruang pada tapak.
112
Gambar 49. Konsep Ruang
Berdasarkan Gambar 49, dapat dilihat bahwa konsep ruang pada tapak dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain: 1. Ruang Inti Ruang inti merupakan ruang yang menampung objek wisata utama dari keseluruhan tapak. Kawasan ini memiliki intensitas penggunaan yang sangat tinggi, seperti aktivitas melihat, mengamati, mempelajari objek dan atraksi wisata, merasakan suasana, menginterpretasikan objek, serta mengabadikan objek wisata melalui foto. Peletakkan objek harus diperhitungkan dengan seksama agar dapat memberikan pengetahuan dan informasi baru bagi para wisatawan. Selain itu, dalam
113
pemanfaatannya, ruang ini harus memperhatikan kelestarian objek wisata. Fasilitas yang terdapat pada ruang inti disesuaikan dengan aktivitas, seperti aktivitas interpretasi. 2. Ruang Penyangga Ruang penyangga memiliki fungsi dari sebagai pembatas ruang inti agar dalam pengembangannya tidak rusak dan tetap terjaga kelestariannya. Pada ruang penyangga terdapat ruang transisi, ruang ini merupakan penghubung antara ruang inti dengan ruang pengembangan. Ruang memiliki intensitas penggunaan yang rendah, seperti berjalan menuju objek wisata, beristirahat singkat, menikamati pemandangan pada tapak, dan mengambil foto. Ruang penyangga dilengkapi dengan objek dan atraksi serta fasilitas wisata yang dapat melengkapi kegiatan wisata pada ruang ini 3. Ruang Pengembangan Ruang ini merupakan ruang pengembangan fasilitas penunjang dan pengelolan kawasan wisata. Berbagai fasilitas yang berhubungan dengan kegiatan wisata sebagian besar berada pada kawasan ini, terutama fasilitas yang berhubungan dengan kegiatan pelayanan dan penerimaan wisatawan. Ruang ini memiliki dua sub unit yang merupakan hasil dari pengembangan ruang, yaitu: -
Sub Unit Penerimaan Sub unit ini merupakan ruang yang terletak pada bagian terdepan dari tapak yang berfungsi sebagai ruang penyambutan wisatawan. Selain itu, sub unit penerimaan juga menghubungkan antara akses utama di luar tapak dengan sirkulasi pada tapak. Pada ruang ini dilengkapi dengan fasilitas penerimaan wisatawan, seperti registrasi serta pintu gerbang kawasan.
-
Sub Unit Pelayanan Sub unit ini merupakan bagian yang berfungsi sebagai pusat pelayanan bagi para wisatawan untuk melayani seluruh kebutuhan pengguna tapak yang berhubungan dengan kegiatan wisata, baik yang berupa barang maupun jasa. Fasilitas pelayanan yang terdapat pada ruang ini antara lain pusat informasi,
114
kantor pengelola, kafetaria, kios cinderamata, panggung atraksi, toilet, dan area parkir. Beberapa contoh aktivitas yang dapat dilakukan pada sub unit ini, antara lain mendapatkan informasi umum mengenai objek dan kegiatan wisata pada tapak, menikmati atraksi pendukung, makan, istirahat, dan belanja. 5.3. Konsep Aksessibilitas dan Sirkulasi Konsep sirkulasi pada tapak berfungsi untuk menghubungkan antar ruang, serta menghubungkan antar objek dan atraksi wisata. Sirkulasi pada tapak dibagi menjadi 3 jenis sirkulasi, yaitu sirkulasi primer, sirkulasi sekunder, dan sirkulasi tersier. Sirkulasi primer merupakan sirkulasi utama dan juga akses utama menuju tapak, sirkulasi sekunder menghubungkan antar ruang pada tapak, dan sirkulasi tersier yang merupakan sirkulasi minor yang berada di dalam setiap ruang. Sirkulasi tersier juga menghubungkan tiap objek, atraksi, dan fasilitas wisata, pada tapak sirkulasi ini berbentuk loop agar dapat lebih mudah menghubungkan tiap objek, atraksi, dan fasilitas wisata, serta menghubungkan jalur sirkulasi dengan jalur interpretasi. Hubungan sirkulasi pada setiap ruang dapat dilihat pada rencana blok (Gambar 50)
115
116
5.4. Konsep Aktivitas Wisata Konsep aktivitas wisata yang direncanakan pada tapak disesuaikan dengan keberadaan objek dan atraksi wisata serta pembagian ruang. Aktivitas pada ruang akan dikembangkan menjadi kegiatan interpretasi wisata sejarah dengan memanfaatkan beberapa atraksi budaya. Interpretasi merupakan persepsi yang didapatkan wisatawan setelah berkunjung ke tapak mengenai objek dan atraksi wisata sebagai hasil dari representasi dari keberadaan objek dan atraksi wisata tersebut. Interpretasi pada kawasan wisata dapat berupa suatu daya tarik, keinginan dan pengetahuan wisatawan. Pada konsep wisata akan dikaitkan dengan interpretasi, dimana konsep interpretasi yang dikembangkan berkaitan dengan nilai sejarah yang berhubungan dengan adanya nilai budaya pada tapak merupakan konsep utama dari interpretasi. Selanjutnya akan dilakukan pengembangan yang disesuaikan dengan sejarah masyarakat Tugu dan elemen-elemen lain yang terkait didalamnya. 5.5. Konsep Fasilitas Wisata Keberadaan fasilitas merupakan salah satu penunjang dalam mencapai tujuan wisata yang diharapkan, serta merupakan objek untuk menunjang kenyamanan pada tapak. Fasilitas wisata harus memiliki pembangunan dan tata letak yang sesuai dengan kebutuhan dan kegiatan wisata yang dilaksanakan. Maka dari itu, konsep fasilitas yang digunakan harus memperhatikan fungsi dan kelestarian kawasan serta dapat menunjang aktivitas wisata terutama dalam kaitannya dengan nilai sejarah dan budaya dari tapak, seperti kegiatan interpretasi. Beberapa fasilitas wisata yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan interpretasi antara lain papan informasi, pusat informasi, pamflet, pemandu wisata, museum, dan ruang seba guna. Sedangkan, fasilitas yang bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan wisatawan antara lain kafetaria, shelter, bangku, gazebo, tempat sampah, area parkir, toilet, dan kios cinderamata. Pada ruang inti akan diletakkan fasilitas yang berhubungan dengan kegiatan interpretasi. Pada ruang penyangga atau ruang transisi dan ruang pengembangan akan dibangun fasilitas yang berhubungan dengan kenyamanan dan kegiatan penerimaan serta
117
beberapa fasilitas yang berhubungan dengan kegiatan interpretasi seperti papan informasi dan pusat informasi. Pembangunan fasilitas wisata selain memperhatikan letak dan fungsinya, sebaiknya juga memperhatikan desain arsitektur dari bangunan fasilitas agar dapat mendukung kegiatan wisata di tapak dengan memperhatikan kesatuan (unity) dari elemen-elemen pembentuk kegiatan wisata. 5.6. Konsep Tata Hijau Tata hijau merupakan salah satu fator yang memiliki peran penting dalam tapak. Keberadaan tanaman yang sesuai dengan fungsi dan tata letaknya dapat mempengaruhi banyak hal, seperti iklim mikro, pemandangan, dan kenyamanan bagi wisatawan. Konsep tata hijau yang akan dikembangkan pada tapak, merupakan konsep tata hijau yang mendukung sense of place, yaitu tata hijau yang mengutamakan tanaman endemik terutama vegetasi yang pernah pada masa perkampungan Portugis. Menurut Harris dan Dines (1988), tanaman memiliki beberapa fungsi utama, yaitu estetika, modifikasi iklim, penghalang, pengendali sirkulasi, produksi, dan bioengineering. Namun, dalam aplikasi pada tapak, tanaman yang digunakan hanya yang memiliki fungsi, antara lain: -
Estetika dengan memperhatikan warna, tekstur, dan skala tanaman.
-
Modifikasi iklim dengan memperhatikan ketepatan lokasi dari tanaman yang akan digunakan.
-
Penghalang dimana tanaman dengan fungsi ini dapat memberikan privasi, penanda bagi pembatas, mengurangi pengaruh dari luar, serta menghalangi pemandangan buruk.
-
Pengendali sirkulasi untuk mengendalikan arah pergerakan dari pengguna sirkulasi dan sebagai pengarah dalam sirkulasi.
Selanjutnya, berdasarkan fungsi utama tersebut, dikembangkan penggunaan tanaman dengan fungsi sebagai penguat identitas, pembatas, screen (tabir), peneduh, pengarah, penyerap polusi, dan estetika. Lestari dan Kencana (2008), menjabarkan beberapa kriteria tanaman yang memiliki fungsi tertentu, antara lain:
118
-
Pembatas, tanaman dengan fungsi ini memiliki pola penanaman rapat, massal, dan sejajar
-
Screen (tanaman tabir), jenis tanaman yang termasuk yang digunakan memiliki fungsi ekologi yang maksimal, ditanam secara massal sejajar, dapat juga berupa tanaman jenis merambat dengan kerapatan tinggi. Tajuk tanaman jenis ini biasanya berbentuk kolumnar (oval meninggi), fastigate (oval meruncing), dan kerucut.
-
Peneduh, tanaman yang memiliki fungsi sebagai peneduh merupakan tanaman dengan percabangan dan perakaran yan kuat, serta memiliki ketinggian 6-15 m. Tajuk yang dimiliki merupakan tajuk yang lebar sekitar 10 m.
-
Pengarah, tanaman dengan fungsi ini harus memperhatikan jenis tekstur, warna, ukuran dan aroma, serta jenis tajuk. Tajuk vertikal (kolumnar, fastigate, dan kerucut) akan memberikan kesan luas dan jauh, sedangkan tajuk menyebar dan bulat akan memberikan kesan sempit dan dekat. Adapun tanaman dengan fungsi penyerap polusi memiliki kriteria yaitu
berdaun jarum, berbulu kasar, dan lengket. Tanaman dengan fungsi estetika memiliki bentuk fisik dan arsitektur yang menarik dari segi daun, bunga, batang, tajuk, biji, dan buah. Selain itu, terdapat tanaman dengan fungsi sebagai penguat identitas, dimana tanaman ini merupakan tanaman endemik yang ditanam terutama pada saat kawasan Kampung Tugu masih merupakan perkampungan Portugis. Penguat identitas tersebut tidak hanya berupa pepohonan namun juga berupa rawa dan tanaman perkebunan (Lampiran 1). Penataan tanaman nantinya akan disesuaikan antara fungsi dan aktivitas pada ruang dengan fungsi dari tiap tanaman untuk menambah kenyamanan wisatawan dan memaksimalkan potensi fisik serta ekologis tapak. Hubungan ruang dan tanaman dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hubungan Ruang dan Tanaman Inti
Penyangga
Objek
Transisi
Pengembangan
Ruang Sub Unit
Sub Unit
119
Fungsi Tanaman
Wisata
Pelayanan
Penerimaan
Penguat Identitas Estetika Pembatas Screen Pengarah Peneduh Penyerap Polusi
5.7. Konsep Pelestarian Kawasan Upaya pelestarian kawasan benda cagar budaya diwujudkan dengan memperhatikan kegiatan wisata serta memperhatikan kondisi dan kepekaan objek bersejarah. Upaya pelestarian pada tapak melibatkan beberapa pihak dan dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Upaya pelestarian secara eksternal dilakukan oleh pemerintah daerah yang bertanggungjawab terhadap kelestarian tapak sebagai benda cagar budaya sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Upaya pelestarian secara internal melibatkan pihak pengelola tapak, masyarakat sekitar, serta para wisatawan dalam pemeliharaan elemen-elemen sejarah dan budaya. Kegiatan pelestarian juga dapat dilakukan dengan memperhitungkan daya tampung pada tapak sebagai salah satu upaya pencegahan terhadap kelebihan wisatawan yang dapat mengancam kelestarian dan keseimbangan ekologis pada tapak. Perhitungan yang digunakan dalam menduga nilai daya tampung pada tapak adalah dengan penggunaan rumus untuk kawasan wisata menurut Boulon dalam Nurisjah dan Pramukanto (2003), yaitu: DD = A S
T = DD x K
K= N R
120
Keterangan: DD
= daya dukung (orang)
A
= area yang digunakan (m2)
S
= standard rata-rata individu (12 m2/orang)
T
= total pengunjung per hari pada area yang diperkenankan (orang)
K
= koefisien rotasi
N
= jam kunjungan per hari pada area yang diperkenankan (6 jam/orang)
R
= rata-rata waktu kunjungan (4 jam/orang)
Tabel 11. Daya Tampung dan Total Pengunjung Setiap Ruang Ruang
Daya Dukung (orang)
Inti Penyangga Transisi Pengembangan
516 391 512 3500
Total Pengunjung yang Diperkenankan (orang/hari) 774 587 768 5250