BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan Pemikiran yang melandasi proyek hotel bisnis di Kuningan, Jakarta Selatan ini adalah kebutuhan akomodasi di kawasan bisnis Segitiga Emas Kuningan. Kebutuhan akan akomodasi ini diperuntukkan bagi pelaku bisnis menengah ke atas, sehingga fasilitas yang disediakan dapat menunjang aktivitas bisnis. Adapun rancangan proyek hotel bisnis ini dituntut untuk memiliki desain bangunan yang tanggap terhadap lingkungan sekitar. Mengingat proyek dibangun bukan hanya untuk generasi kini, tetapi generasi selanjutnya di masa depan maka perlu pertimbangan desain bangunan yang harmonis dengan lingkungan. Bentuk kepedulian terhadap lingkungan ditunjukkan melalui desain bangunan yang dapat memecahkan permasalahan dari lingkungan, yakni permasalahan iklim tropis. Rancangan bangunan hotel berarsitektur tropis dibutuhkan untuk menyediakan akomodasi yang dapat memenuhi kebutuhan penggunanya dari segi ruang dan fasilitas dan juga menunjang kenyamanan thermal di dalam ruangan. V.2 Konsep Perencanaan dan Perancangan V.2.1 Konsep Pencapaian Menuju Tapak Pencapaian menuju tapak yang direcanakan meliputi jalan masuk & keluar kendaraan, jalan masuk pejalan kaki dan jalan masuk servis sebagai berikut:
92
OUT
Service entrance
IN
Gambar 5.1 Peta Pencapaian menuju tapak
Pintu masuk utama (main entrance) kendaraan menuju hotel terletak pada jalan Lingkar Mega Kuningan karena Lingkar Mega Kuningan merupakan jalan utama di dalam kawasan dengan sirkulasi kendaraan satu jalur (one way). Penempatan pintu masuk sesudah melewati pintu keluar , bertujuan agar pintu masuk terlihat jelas dari jalan. Pintu servis (side entrance) diletakkan pada jalan Mega Kuningan Timur, terpisah dari pintu masuk utama agar kegiatan servis tidak mengganggu aktivitas utama hotel. Antara pejalan kaki dan kendaraan bermotor dibuat pemisahan untuk menghindari crossing. Pejalan kaki disediakan jalur pedestrian yang langsung terhubung dengan lobby.
93
V.2.2 Konsep Perancangan Tapak V.2.2.1 Konsep Sirkulasi dalam Tapak
Sirkulasi kendaraan Bangunan Keluar masuk service Pedestrian
Pedestrian
Gambar 5.2 Sirkulasi dalam tapak
Dari gambar diatas, terlihat konsep sirkulasi di dalam tapak menggunakan pola grid, dimana kendaraan diarahkan berputar di bagian depan bangunan, penggunaan lahan lebuh efisiensi. Sisa dari efisiensi lahan dapat digunakan sebagai area penghijauan. Sirkulasi pejalan kaki menggunakan pola linier, yang langsung masuk ke dalam bangunan utama dari luar tapak dan melewati area publik. Sedangkan untuk side entrance (servis) memiliki akses sendiri di belakang yang langsung menuju back office.
94
V.2.2.2 Orientasi Bangunan Berdasarkan hasil orientasi tapak, analisa matahari dan view, maka orientasi bangunan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gambar 5.3 Orientasi bangunan Orientasi di atas menunjukkan bangunan hunian dibagi menjadi 2 (dua), masing-masing mengarah ke arah timur laut dan barat laut. Orientasi bangunan yang dimiringkan terhadap sinar matahari bertujuan untuk meminimalisir bagian bangunan terkena paparan sinar matahari dari sisi timur, barat dan juga dari sisi utara. Arah view bangunan mengarah ke tengah lingkaran yaitu Hotel Ritz Carlton, karena tidak adanya view terbaik di wilayah ini sehingga orientasi bangunan mengikuti orientasi tapak. Pada sekeliling site juga ditanami oleh vegetasi yang berfungsi sebagai penurun suhu udara lingkungan dalam tapak dan juga sebagai penahan kebisingan yang berasal dari jalan.
95
V.2.2.3 Zoning pada Tapak
Publik
Private/hunian Service
Private/hunian
Gambar 5.4 Zoning Tapak Area hunian dibagi menjadi 2 sayap yang terhubung dengan area sirkulasi vertikal, diarahkan ke sisi barat untuk mendapat arah best view menuju jalan utama. Area servis berada di sisi dalam, di belakang bangunan
podium.
Area
publik dan semipublik
merupakan bangunan penunjang yang terdapat lobby, cafe, restoran diletakkan di bagian tengah diantara unit hunian dengan area servis, sebagai penghubung dan peralihan dari kedua area yang berbeda. V.2.2.4 Konsep Struktur Struktur bangunan terbagi atas 2 bagian yaitu: 1.
Sub-structure
Sub-structure adalah strukur pada bagian bawah atau pondasi. Jenis pondasi yang digunakan pada bangunan hotel adalah pondasi tiang pancang karena mampu menahan beban besar dengan waktu pengerjaan yang relatif cepat.
96
2.
Upper-structure
Jenis upper-structure yang digunakan untuk proyek hotel bisnis adalah konstruksi struktur beton bertulang dengan sistem plat dan balok, karena lebih kuat terhadap gaya tekan, tidak mudah berkarat dan lebih fleksibel terhadap bentuk rancangan. V.3 Penekanan Khusus Dalam perancangan hotel bisnis di Kuningan ini menggunakan konsep desain berkelanjutan, yakni desain bangunan yang tanggap terhadap lingkungan. Ketanggapan desain terhadap lingkungan ditekankan melalui pemecahan persoalan dari lingkungan, yaitu permasalahan iklim setempat. Iklim tropis ditandai dengan intensitas sinar matahari yang tinggi dimana tingginya radiasi matahari dapat meningkatkan suhu udara lingkungan. Kenaikan suhu udara lingkungan dapat terkonduksi ke dalam ruangan yang pada akhirnya berpengaruh kepada penurunan kenyamanan thermal bagi pengguna ruang. Oleh karena itu, pencapaian kenyamanan thermal dalam bangunan dicapai melalui: a. Orientasi Bangunan Terhadap Sinar Matahari Bangunan tingkat tinggi mendapatkan sinar dan radiasi panas matahari secara penuh. Orientasi bangunan terhadap matahari secara
umum
dengan
meminimalkan
bidang
bangunan
menghadap arah datangnya sinar matahari dan dikombinasikan dengan perletakan core menghadap sisi barat memberikan keuntungan
dalam
mengurangi
insulasi
panas.
Dalam
penerapannya, orientasi massa bangunan juga perlu disesuaikan dengan bentuk tapak, agar tapak dapat dimanfaatkan secara maksimal. b. Desain Fasad Fasad merupakan elemen eksterior bangunan yang selain berfungsi sebagai faktor estetika bangunan juga dapat menjadi elemen penahan masuknya radiasi panas matahari ke dalam bangunan, melalui aplikasi shading device. Shading device
97
dapat memiliki bentuk yang bervariasi sesuai dengan arah datangnya sinar matahari, sehingga dapat meminimalkan masuknya sinar matahari ke dalam bangunan demi tercapainya suhu nyaman dalam ruangan.
Gambar 5.5 Aplikasi shading device pada bangunan Terdapat 2 bentuk shading device yang diaplikasikan pada bangunan, yakni kombinasi sirip vertikal-horizontal dan cantilever.
Bentuk
kombinasi
sirip
vertikal-horizontal
merupakan hasil modifikasi dari bentuk egg-crate. Bentuk shading device diaplikasikan pada bangunan berdasarkan arah mata angin yang dipengaruhi oleh sudut kedatangan dan intensitas sinar matahari. Pada bangunan di sisi utara, barat dan timur menggunakan bentuk kombinasi vertikal-horizontal karena intensitas sinar matahari dan sudut kedatangan sinar matahari dari ketiga arah ini relatif sama. Sisi selatan memiliki bentuk shading device yang berbeda yakni bentuk cantilever, karena pada sisi selatan minim sinar matahari dan sudut kedatangan sinar matahari cenderung tinggi (beasal dari arah atas).
98
DAFTAR PUSTAKA
Buku Amos rapoport (1969). House Form and Culture. Englewood Cliffs, N.J.:Prentice Hall Broadbent, Geoffrey. (1973).
Design in Architecture:Architecture and the
Human Sciences. (Edisi 1). New York: John Wiley&Sons. Egan, M. David (1975). Concept in Thermal Comfort. (Edisi 1). London: Prentice-Hall International. Endy, Marlina. (2008). Panduan Perancangan bangunan Komersial. Jakarta: Juwana, Jimmy.S. (2005). Panduan Sistem Bangunan Tinggi: untuk arsitek dan praktisi bangunan. (Edisi 1). Jakarta: Erlangga. Karyono, Tri Harso. (2010). Green Architecture: Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau di Indonesia. (Edisi 1). Jakarta: Rajawali Pers. Koenigsberger, Otto.H. (1975). Manual of Tropical Housing an Building Climatic Design. Longman Lippsmeier, Georg. (1994). Bangunan Tropis. Jakarta:Erlangga Neufert, Ernst. (2002). Data Arsitek. (Jilid 2, Edisi 33). Jakarta: Erlangga. Steele, James. (1997). Sustainable Architecture: Principles, Paradigms, and Case Studies. (Edisi 8). New York: Mcgraw-Hill William, Daniel E. (2007). Sustainable Design : Ecology, Architecture and Planning.
99
Jurnal: De Wall, HB. (1993). New Recommendations for Building in Tropical Climates. Building and Environment. Vol 28, pp 271-285 Karyono, Tri Harso. (2001).Wujud Kota Tropis di Indonesia: Suatu Pendekatan Iklim, Lingkungan dan Energi. Dimensi Teknik Arsitektur, 29(2), 141146. Karyono, Tri Harso. (2006). Kota Tropis Hemat Energi: Menuju Kota Yang Berkelanjutan di Indonesia. Jurnal Teknologi Lingkungan, 7(1), 65-68. Kim, Jong Kin and Rigdon, Brenda. (1998). Sustainable Architecture Module: Introduction to Sustainable Design pp.8-28 Mohammad, Pranoto.S (2008). Multilevel Urban Green Area: Solusi Terhadap Global Warming dan High Energy Building. Jurnal Rekayasa Perencanaan, 4(3). Prayitno, Budi. (1999). Keterkaitan Ekologis Ruang Terbuka Kota Tropis. Media Teknik. No.2 tahun xxi edisi Mei pp.3-10 Prianto, Eddy. (2002). Alternatif Desain Arsitektur Daerah Tropis Lembap dengan Pendekatan Kenyamanan Thermal. Dimensi Teknik Arsitektur, 30(1), 85-94. Sukawi. (2011). Penerapan Konsep Sadar Energi Dalam Perancangan Arsitektur yang Berkelanjutan. Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. pp. 136-143. Talarosha, Basaria. (2005). Menciptakan Kenyamanan Thermal Dalam Bangunan. Jurnal Sistem Teknik Industri. 6(3). pp.148-158
100