V. ANALISIS DAN SINTESIS Data inventarisasi yang diperoleh selanjutnya dianalisis dan disintesis untuk mengetahui potensi dan kendala yang ada pada tapak serta berbagai tindakan untuk mengoptimalkan potensi dan meminimalisir maupun mengatasi kendala yang ada. Setiap tindakan pemecahan masalah didasarkan kepada fungsi dan tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan tapak yaitu fungsi pendidikan, fungsi budidaya, fungsi rekreasi, fungsi konservasi, dan fungsi ekonomi. Tujuan yang ingin dicapai adalah tercipta lanskap laboratorium lapang yang secara fungsional berdaya guna dan secara estetik bernilai indah untuk menyediakan elemen lanskap yang mendukung aktivitas pertanian, peternakan, perikanan, konservasi dan usaha-usaha produktif yang juga digunakan sebagai media pendidikan bagi santri, dengan mempertimbangkan keharmonisan hubungan dengan lingkungannya. 5.1.
Aspek Fisik
5.1.1. Letak, Luas dan Aksesibilitas Tapak Dilihat dari letak tapak PPDF yang berada di pinggiran kota dengan jarak 13 km dari pusat kota dan berfungsi sebagai lahan produksi PPDF yang akan dikembangkan, maka tapak memiliki potensi untuk pengembangan agrowisata dengan pengoptimalan lahan yang ada serta tidak mengganggu kegiatan praktikum santri. Sedangkan jika ditinjau dari lokasi, dapat dikatakan cukup mudah untuk menuju tapak karena lokasi tapak yang berada 1 km dari jalan propinsi yaitu Jalan Raya Bogor-Ciampea KM 12 Bogor, sehingga tapak memiliki potensi untuk pengembangan agrowisata karena mudah dicapai, serta jauh dari kebisingan dan didominasi oleh lahan pertanian. Sektor II PPDF ini sangat mencukupi untuk melakukan kegiatan wisata pertanian beserta pengembangannya. Hal ini berdasarkan pertimbangan sebagai berikut : 1. Tapak membutuhkan lahan yang luas, 2. Terdapat lima fungsi yang diterapkan dalam perencanaan laboratorium lapang sebagai tempat wisata pertanian ini, yaitu fungsi pendidikan,
71
fungsi budidaya, fungsi rekreasi, fungsi konservasi, dan fungsi ekonomi. 3. Sektor II PPDF ini tidak seluruhnya dilakukan perencanaan ulang. Lahan yang telah sesuai dengan karakteristiknya tetap dipertahankan. Aksesibilitas menuju tapak PPDF juga cukup mudah dijangkau oleh pengunjung baik dari dalam kota maupun luar kota, karena didukung oleh jalur transportasi yang baik serta ditunjang dengan adanya sarana transportasi menuju kawasan untuk memudahkan pengunjung yang ingin berwisata yaitu kendaraan pribadi maupun kendaraan umum seperti angkutan antar kota dan ojek. Aksesibilitas melalui jalur pintu utama yaitu melewati sektor I PPDF lebih sering dan lebih mudah ditempuh karena kondisi jalannya baik (diaspal). Dengan lebar 4,4 meter dan tanpa pedestrian, jalan ini dapat dilewati dengan dua buah mobil dari arah yang berlawanan walaupun dengan pengurangan kecepatan, karena jalannya relatif sempit untuk dilewati dua mobil dari arah berlawanan dalam waktu bersamaan, begitu juga dengan bis. Jalur ini hanya cukup untuk dilewati satu bis saja. Tempat wisata memerlukan jalur sirkulasi yang memadai untuk memenuhi kebutuhan para pengunjung akan akses transportasi. Menurut Harris dan Dines (1988) jalan yang sesuai untuk wisata disesuaikan dengan kebutuhan yang memiliki lebar jalan 5,5-6,5 meter, apabila dibandingkan dengan kondisi eksisting tapak maka perlu meningkatkan kuntitas jalan dengan cara pelebaran jalan untuk mempermudah akses masuk ke dalam tapak. Oleh sebab itu perlu penyesuaian kondisi jalan melalui pembentukan tanah (cut and fill). Pengguna tapak PPDF biasanya berjalan pada jalur kendaraan karena belum terdapat jalur trotoar sehingga akan mengganggu kendaraan yang akan melintas. Penyediaan pedestrian untuk memfasilitasi kebutuhan pejalan kaki akan memberikan kenyamanan dan keamanan pengguna jalan. Sedangkan untuk jalur masuk alternatif di sebelah tenggara tapak yang melalui perkampungan penduduk, lebar jalan relatif lebih sempit jika dibandingkan dengan jalur masuk utama yaitu kurang lebih 3,3 meter kemudian mulai menyempit setelah memasuki perkampungan penduduk. Jalur ini dibangun untuk menghubungkan tapak dengan lingkungan sekitar (perkampungan
72
penduduk), namun karena penduduk lebih sering memakai jalur ini untuk kepentingan sendiri dan justru sering mengganggu aktivitas di tapak serta keamanan yang kurang terjaga, maka pihak pesantren menutup jalur masuk dari sebelah tenggara tapak ini dengan portal. Dan untuk kepentingan wisata, jalur masuk alternatif ini ditutup agar keamanan di tapak lebih optimal. Tempat wisata memerlukan penanda yang letaknya strategis agar dapat dilihat oleh masyarakat sebagai salah satu alat promosi akan keberadaan tempat wisata itu sendiri. Penanda yang paling utama berupa papan nama yang diletakkan di sebelah Jalan Ciampea Raya KM 12 yang akan masuk ke arah Kampung Gunung Leutik. Papan nama PPDF pada eksisting sudah ada, dan penambahan papan nama Sektor II PPDF yang dikembangkan sebagai tempat wisata pertanian sangat penting untuk memberitahukan kepada masyarakat. Jembatan yang menghubungkan sektor I dengan sektor II hanya dapat dilalui oleh satu mobil sehingga jika ada kendaraan dari arah berlawanan yang akan masuk ke tapak harus menunggu di seberang jembatan. Dan apabila jumlah kendaraan yang akan melewati tapak ini tinggi, maka akan terjadi penumpukan kendaraan. Hal ini tidak efisien apabila tapak ini akan dikembangkan sebagai tempat wisata karena akan terjadi kemacetan saat terjadi penumpukan kendaraan, sehingga waktu berwisata akan terhambat. Oleh sebab itu diperlukan pelebaran jembatan untuk memfasilitasi kendaraan-kendaraan yang akan masuk ke tapak. Kondisi jembatan yang hanya diberi pembatas berupa tiang besi setinggi 40 cm kurang aman untuk membatasi jembatan. Kontruksi jembatan pun perlu diperkokoh lagi dengan beton apabila ingin dilewati oleh bis maupun beberapa kendaraan agar memperkuat safety. Penggunaan tanaman di sepanjang jalur utama dapat memberikan nilai keindahan sekaligus nilai fungsional serta memperkuat konsep perencanaan dengan pemilihan tanaman yang tepat. Beberapa fungsi tanaman sebagai soft scape di antaranya adalah untuk menyerap polusi udara dari kendaraan bermotor dan juga dapat bertindak sebagai peredam kebisingan pada tanaman dengan massa daun yang lebat dan padat. Serta dapat menciptakan kesan jalan yang tidak silau, teduh, sejuk dan dengan bunga yang beraneka ragam dapat memberikan efek fisiologis yang menyehatkan dan menyegarkan serta efek psikologis yang
73
menyenangkan. Beberapa faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah faktor keamanan bagi pemakai jalan. Tanaman yang tumbuh di tepi jalan harus tergolong jenis tanaman yang tidak mudah patah dan juga tidak mudah tumbang serta memiliki perakaran yang kuat dan akarnya menghunjam masuk ke dalam tanah, tidak menyebar di atas permukaan saja (Dahlan, 2004). 5.1.2. Geologi dan Jenis Tanah Geologi pada tapak menurut peta Geologi lembar Bogor Direktorat Geologi (1998) daerah yang direncanakan termasuk batuan endapan permukaan yaitu kipas aluvium (Qva). Bahannya berupa bahan endapan volkanik andesitis dari komplek Gunung Salak dan Gunung Gede berupa pasir, debu, liat. Jika dihubungkan dengan jenis tanah latosol dengan horizon yang normal yaitu terdiri dari bahan induk, solum dan top soil yang dapat dilihat di pinggir sungai, maka tidak ada masalah untuk membangun kontruksi bangunan di tanah tersebut. Jenis tanah pada tapak perencanaan tergolong latosol coklat kemerahan bertekstur halus dan berdrainase sedang dengan bahan induk berupa tuf andesit (Peta Tanah Semi Detail Daerah Parung-Depok-Bogor-Ciawi tahun 1979). Sifat latosol coklat kemerahan menurut Soepardi (1983) memiliki solum yang dalam (> 1,5 m) maka tanah ini sesuai untuk tanaman yang mempunyai perakaran dalam seperti tanaman perkebunan, kehutanan dan buah-buahan; tekstur liat, dengan struktur remah, tingkat kemasaman masam hingga agak masam, berkadar bahan organik lemah, kejenuhan basa rendah hingga sedang (< 35 %) dengan KTK liat < 24 me/100 gr. Keadaan hara sedang hingga rendah, permeabilitas baik, aktivitas biologi baik serta tahan erosi. Tanah tersebut masih memerlukan pupuk untuk meningkatkan produksi tanaman dan kesuburan tanah. Seperti permasalahan yang ada pada tapak yaitu pertumbuhan pohon sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) di bukit Darul Fallah tidak normal, dalam hal ini ketinggian pohon tidak maksimal. Untuk pertumbuhan tanaman diperlukan pH tanah yang cocok yaitu antara 6-7. Berdasarkan data inventarisasi, pH tanah pada tapak yaitu 5-7, maka tanah tersebut merupakan tanah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman dan tidak ada masalah dengan pH tanah. Kerapatan pohon perlu diperhatikan agar tidak terjadi perebutan unsur hara antar tanaman. Oleh sebab itu penanaman dengan jarak tanam yang sesuai sangat perlu diperhatikan. Selain itu tingkat
74
kesuburan tanah juga perlu diperhatikan, untuk meningkatkan kesuburan tanah dapat dilakukan melalui perbaikan sistem drainase pada tapak agar tata air yang ada lebih efektif dan terkelola dengan baik. Menurut Laporan Akhir: Daerah Parung-Depok-Bogor-Ciawi (1980) Tanah
latosol
coklat
kemerahan
tergolong
tanah
yang
sudah
lanjut
perkembangannya dan terbentuk dari bahan tufa volkan andesitis sampai basaltis (di beberapa tempat berbatu). Untuk tanah latosol yang disawahkan, lapisan bawahnya (sub soil) lebih padat dan daya merembeskan air lebih lambat. Potensi tanahnya cukup baik bagi pertanian tanaman pangan dan tanaman keras (tahunan). Pada daerah yang lerengnya curam lebih cocok untuk tanaman keras. Golongan latosol coklat kemerahan memiliki tingkat kesesuaian wilayah S-1 atau sangat sesuai untuk penanaman tanaman semusim, tanaman tahunan dan padi sawah. Hal ini sangat mendukung pengembangan tapak sebagai lokasi agrowisata. Oleh sebab itu daerah yang berupa semak belukar dan belum dimanfaatkan perlu dikembangkan untuk aktivitas pertanian, sebagai objek dan atraksi utama kawasan agrowisata. 5.1.3. Ketinggian, Topografi dan Kemiringan Lahan Tapak berada pada ketinggian 158-188 meter di atas permukaan laut, maka penggunaan vegetasi menyesuaikan dengan kondisi geografis tapak. Vegetasi yang dapat digunakan sesuai dengan kondisi geografis tapak adalah vegetasi dataran rendah. Vegetasi eksisting yang terdapat di tapak sudah sesuai dengan kondisi geografis tapak dan tanaman yang dapat ditanam di dataran rendah biasanya toleran ditanam di dataran tinggi namun tidak untuk sebaliknya sehingga pemilihan vegetasi untuk dataran rendah lebih bervariasi. Ketinggian tempat dari permukaan laut sangat menentukan pembungaan tanaman oleh sebab itu tanaman buah yang ditanam di dataran rendah berbunga lebih awal dibandingkan dengan yang ditanam pada dataran tinggi. Pemilihan vegetasi yang tepat dengan memperhatikan pertumbuhan tanaman diperlukan untuk mengetahui musim panen buah. Sektor II PPDF ini berbukit dengan topografi beraneka ragam sehingga memberi kesan dinamis serta tidak membosankan. Perbedaan ketinggian pada
75
tapak ini dapat memberikan arah pandang yang lebih luas dari daerah yang tinggi ke daerah yang lebih rendah. Tapak didominasi oleh lahan dengan kemiringan lereng agak curam (8-25%) sebesar 70,45% dari luas total tapak dengan luasan 11,92 Ha. Menurut Laurie (1990), kelandaian di atas 25 % dianggap terlalu curam untuk setiap penggunaan bangunan. Oleh sebab itu perlu penataan lahan agar tidak menyebabkan tanah longsor dan erosi dengan cara menanam vegetasi penutup berupa ground cover, semak, perdu atau pohon yang dapat menguatkan struktur tanah pada lahan yang curam. Selain itu pembuatan teras bangku yang dibangun dan diletakkan sesuai dengan bentang alam digunakan untuk mematahkan kemiringan lereng yang panjang dan memperlambat aliran limpasan serta memantapkan vegetasi (Chiara dan Koppelman, 1990). Serta penggunaan metode cut and fill yaitu memindahkan volume tanah karena kemiringan lahan untuk mengurangi kecuraman lahan dan mendirikan fasilitas pendukung agrowisata. Sedangkan untuk penggunaan lahan di area kehutanan yang didominasi oleh lereng yang relatif curam maka daerah ini dimanfaatkan sebagai area konservasi. Chiara dan Koppelman (1990) menyatakan bahwa bentuk dasar permukaan tanah atau struktur topografi suatu tapak merupakan sumberdaya visual dan estetika yang sangat mempengaruhi lokasi dari berbagai tata guna tanah serta fungsi rekreasi interpretatif dan sebagainya. Sehingga pemahaman tentang struktur topografi tidak hanya memberi petunjuk terhadap pemilihan lokasi untuk jalan dan rute lintas alam misalnya, tetapi juga menyatakan susunan keruangan dari tapak yang akan dimanfaatkan sebagai agrowisata. 5.1.4. Iklim Iklim merupakan kebiasaan alam yang digerakkan oleh gabungan beberapa unsur, yaitu radiasi matahari, temperatur, kelembaban, awan, presifikasi, evaporasi, tekanan udara, dan angin (Kartasapoetra, 2006). Namun yang akan dibahas dalam analisis iklim ini adalah intensitas penyinaran, suhu udara, kelembaban udara, curah hujan dan kecepatan angin. Karena perencanaan ini bertujuan untuk membuat agrowisata oleh sebab itu kesesuaian iklim dengan tanaman perlu diperhatikan agar dapat menampilkan obyek wisata yang menarik.
76
-
Suhu Udara Suhu udara merupakan salah satu unsur iklim mikro yang mempengaruhi
kenyamanan manusia. Kisaran suhu udara ideal untuk kenyamanan manusia adalah 100C-26,60C (Laurie, 1990). Menurut Laurie (1985, dalam Purnama, 2007), nilai indeks kenyamanan (THI) kurang dari 27 dikategorikan sebagai suhu yang nyaman bagi manusia. Nilai untuk menghitung THI (Temperatur Humidity Index) adalah sebagai berikut: THI = 0,8 T + RH x T 500 Keterangan: THI
= Temperatur Humidity Index
T
= Suhu rata-rata (0C)
RH
= Kelembaban (%)
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus THI, dengan memasukkan nilai tertinggi sebesar 33,4 0C dan terendah 30 0C pada suhu maksimum. Dan nilai tertinggi sebesar 22,6 0C dan terendah 21 0C pada suhu minimum, serta dengan memasukkan nilai kelembaban 79 – 89,5%, maka diperoleh nilai THI sebesar 20,1 hingga 32 (Tabel 9). Tabel 9. Nilai THI Tapak pada Suhu Maksimum dan Minimum Suhu (0C) 33,4 30 22,6 21
Kelembaban (%) 79 89,5 85,5 79
THI
Keterangan
32 29,4 22 20,1
THI > 27 THI < 27
Dilihat dari hasil perhitungan THI maka suhu yang ada di tapak tergolong tidak nyaman bagi pengunjung. Untuk mengatasi suhu udara yang tinggi dapat diatasi dengan menggunakan sarana peneduh baik alami maupun buatan. Lahan konservasi di bukit Darul Fallah dan badan air berupa kolam di area perikanan serta sungai Cinangneng bertindak sebagai buffer terhadap suhu yang tinggi yang dapat memberikan kesejukan untuk menurunkan suhu udara dan juga sebagai pengatur iklim mikro. Selain itu suhu udara pada daerah berpepohonan lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi pohon. Dan tumbuhan yang tinggi serta luasannya cukup dapat mengurangi efek pemanasan (Dahlan, 2004).
77
-
Intensitas Penyinaran Intensitas penyinaran matahari pada tapak perencanaan rata-rata adalah
64,9% dengan kisaran 27,5%-86,5%. Dengan demikian sepanjang tahun sinar matahari yang berguna untuk pertumbuhan tanaman menjadi cukup tersedia. Penyinaran matahari pada siang hari terasa terik dan cukup menyengat terutama pada tempat yang tidak ternaungi. Untuk itu diperlukan sarana peneduh baik berupa soft material ataupun dengan hard material berupa shelter, gazebo atau saung yang dapat menaungi dari sinar matahari. Tanaman memerlukan intensitas penyinaran yang berbeda-beda, tanaman tertentu membutuhkan sinar matahari dengan intensitas tinggi, sedangkan tanaman lain memerlukan intensitas penyinaran matahari yang rendah. Lama penyinaran matahari juga mempengaruhi pembentukan bunga dan buah. Untuk itu diperlukan pengaturan sinar matahari yang masuk dengan penggunaan net-net, rumah kaca, atau bahan lainnya yang dapat mengatur banyaknya sinar yang masuk. -
Curah Hujan Klasifikasi iklim yang digunakan terutama untuk keperluan pertanian di
Indonesia yaitu klasifikasi iklim Oldeman yang memakai unsur curah hujan sebagai dasar klasifikasi iklim serta adanya bulan basah yang berturut-turut dan bulan kering yang berturut-turut juga. Kedua bulan ini dihubungkan dengan kebutuhan tanaman padi di sawah serta tanaman palawija terhadap air (Kartasapoetra, 2006). Berdasarkan data iklim rata-rata pada tahun 2002 hingga 2008 menurut klasifikasi iklim Oldeman, tapak PPDF termasuk tipe iklim A1 yaitu bulan lembab (BL) sebanyak dua bulan dan bulan basah (BB) sebanyak sepuluh bulan. Pada tipe iklim A1 ini tersedia air sepanjang tahun karena hujan terjadi hampir sepanjang tahun. Pengamatan klasifikasi iklim ini dilihat dari bulan basah dan bulan kering secara berturut-turut yang dikaitkan dengan pertanian untuk daerahdaerah tertentu. Maka penggolongan iklimnya dikenal dengan nama zona agroklimat (agro-climatic classification). Namun curah hujan yang tergolong tinggi ini tidak menjamin tersedianya air yang dapat mencukupi keperluan yang ada di tapak. Oleh sebab itu perlu suatu usaha perbaikan sistem supply air agar dapat mengatasi pada saat kekurangan air.
78
Pada saat hari hujan akan menjadi kendala dalam aktivitas rekreasi dan mengurangi kenyaman pengunjung. Untuk itu perlu adanya sarana peneduh yang dapat digunakan oleh pengunjung pada saat musim penghujan maupun pada saat panas matahari. Yang perlu diperhatikan juga adalah pemilihan struktur perkerasan kedap air pada jalan setapak agar menghindari becek pada saat musim penghujan. Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan erosi tanah dan run off (aliran permukaan) bila tidak terdapat penutup tanah. Oleh sebab itu diperlukan saluran drainase buatan (parit) menuju sungai tanpa menimbulkan erosi tanah. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi adanya run off adalah penanaman vegetasi yang dapat meresapkan air hujan (penutup tanah) dan melindungi permukaan tanah dengan pemulsaan, yaitu menutupi permukaan tanah dengan jerami, sisa-sisa tanaman, kompos, atau bahan lainnya (Kartasapoetra, 2006). -
Kelembaban Udara Kelembaban udara pada tapak perencanaan adalah 79%-89,5% tergolong
tinggi karena menciptakan kondisi yang tidak nyaman bagi manusia. Disebabkan oleh kurangnya pengaliran udara akibat penutupan jalur angin oleh semak maupun pepohonan sehingga banyak uap air terkumpul di udara. Kisaran kelembaban udara yang nyaman bagi manusia, menurut Laurie (1990) adalah sekitar 40-75%. Kelembaban udara yang tinggi menimbulkan ketidak nyamanan karena dapat membuat pengguna tapak akan cepat merasa lelah dalam beraktifitas. Sedangkan untuk tanaman, di daerah tropis yang kelembaban udaranya besar mengakibatkan masalah bagi tanaman terutama untuk hasil sayuran akan cepat membusuk (Kartasapoetra, 2006). Untuk mengurangi kelembaban tersebut diatasi dengan pemilihan struktur vegetasi yang memiliki percabangan jarang serta penempatan vegetasi sehingga sinar matahari dapat masuk ke dalam tapak. -
Kecepatan Angin Kecepatan angin di tapak perencanaan yang berkisar antara 1,9 km/jam-
2,8 km/jam. Menurut kelas Beaufort yang disusun berdasarkan kerusakan yang diakibatkan angin dan kecepatan angin tersebut adalah tergolong angin sepoisepoi yang cukup nyaman bagi pengguna tapak melalui penurunan suhu udara dan
79
bukan merupakan faktor yang membahayakan pertumbuhan tanaman, arah angin ini terlihat pada arah asap. Arah angin bertiup dari arah Timur Laut (April-September) dan dari arah Tenggara, Barat dan Barat Laut pada bulan Oktober-Maret. Dengan mengetahui arah angin maka pengaturan vegetasi dan letak fasilitas dapat lebih mudah dilakukan. Hal ini digunakan untuk mengurangi turbulensi udara. Penahan angin berupa kisi-kisi padat, pemagaran, atau bangunan, cenderung menimbulkan turbulensi udara pada sisi yang terlindung dari arah datangnya angin. Sedangkan penahan angin yang tersusun dari pepohonan, angin masih dapat menembus tirai dedaunan sehingga turbulensi udara hanya sedikit (Laurie, 1990). Angin juga merupakan media penyebaran bau dan kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor maupun bau dari area peternakan. Hal ini dapat diatasi dengan pemilihan vegetasi beraroma dan penempatan screening berupa soft material pada area yang dekat dengan kendala angin tersebut. 5.1.5. Hidrologi dan Drainase Unsur air pada tapak tidak hanya dilihat dari segi estetikanya saja namun segi
ekologis
perlu
diperhatikan
untuk
merencanakan
kawasan
yang
berkelanjutan. Sistem pengairan juga sangat penting dalam pelaksanaan usaha tani. Oleh sebab itu karakteristik dan ketersediaan air pada tapak harus diperhitungkan dalam analisis aspek hidrologi ini. Aspek hidrologi pada sektor II PPDF ini cukup kritis karena sumber mata air yang tidak memadai dalam memenuhi kebutuhan tapak maka diperlukan solusi yang tepat untuk mengatasinya. Bentuk badan air pada tapak berdasarkan sistem aliran airnya berupa selokan, sungai (termasuk sistem lotik) dan kolam (sistem lentik). Sungai dan selokan sebagai batas terluar sebelah barat dan selatan dari tapak sedangkan kolam mempunyai luasan 2132,6 m2. Sumber air untuk kolam ini didapat melalui selokan yang terdapat di selatan tapak kemudian dialirkan untuk mengisi kolam, sedangkan untuk kebutuhan peternakan air didapat dari pompa hydram yang sumbernya berasal dari selokan yang dialirkan melalui pipa. Dilihat dari penggunaannya, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 24/LA-18/1981 melalui Departemen Kesehatan yang menetapkan standar kualitas nasional yang
80
membagi air menurut kegunaannya, selokan ini termasuk ke dalam golongan C yaitu air baku yang baik untuk kepentingan perikanan dan peternakan serta masih dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan lainnya tetapi tidak sesuai untuk keperluan golongan A dan B. Sungai Cinangneng yang berbatasan dengan tapak merupakan sumber air yang ditarik oleh pompa alkon dengan menggunakan bahan bakar bensin kemudian disaring dengan penyaringan alami yaitu memakai pohon bambu yang ada di tapak. Jadi air yang ditarik dengan pompa alkon tersebut disimpan di belakang bambu, kemudian air akan masuk ke perakaran bambu setelah keluar dari perakaran bambu air akan menjadi jernih. Air dari pompa alkon ini digunakan untuk mengisi bak mandi yang ada di kantor PT. DaFa serta penyiraman untuk tanaman nilam. Sehingga untuk saat ini masalah air pada tapak diatasi dengan cara penyedotan air dari pompa alkon yang ditempatkan di titik tertentu untuk memenuhi kebutuhan pengguna tapak. Oleh sebab itu kawasan sempadan sungai yang melintasi tapak ini harus dilindungi untuk menjaga kelestarian kualitas air sungai. Debit air sungai terkecil biasanya terjadi pada bulan Juli-Agustus maka perlu penanganan lain untuk menutupi kekurangan air di tapak pada bulan defisit air tersebut. Oleh sebab itu menjaga kualitas air sungai sangat diperlukan dengan cara mengambil sampah yang tersangkut di sungai maupun pengadaan tempat sampah di beberapa titik tertentu agar menghindari pengguna tapak untuk membuang sampah ke sungai. Serta badan air di tapak yang digunakan sebagai sumber air perlu dikonservasi agar penurunan kualitas air dapat dikurangi. Maka perlu penanaman vegetasi dengan jarak lima meter dari badan air sehingga kegiatan aktif tidak dapat dilakukan di area konservasi air ini. Hal yang lain untuk pengembangan tempat wisata, dalam mengatasi masalah hidrologi di tapak adalah pemanfaatan air tanah dalam yang digunakan untuk keperluan agrowisata, dilakukan dengan pengeboran air tanah dalam, kemudian dipompa dan ditampung di reservoir air yang terdapat pada area peternakan lalu dialirkan ke tempat-tempat yang membutuhkan air seperti toilet melalui pipa-pipa. Letak reservoir air yang terdapat di titik kedua tertinggi pada tapak memudahkan penyaluran air ke tempat-tempat terendah yang membutuhkan
81
air. Perluasan bangunan reservoir air untuk mengoptimalisasi penyimpanan air diperlukan agar sumber daya di tapak dapat terpenuhi kebutuhannya. Reservoir air ini dihubungkan dengan saluran pembagi yang menuju ke lahan pertanian. Optimalisasi penggunaan sumur resapan atau sumur timba di titik tertentu yang tidak jauh dari bangunan juga perlu dilakukan, hal ini berguna untuk menampung air untuk kebutuhan di tapak perencanaan. Dalam menentukan sistem pengairan pada lahan-lahan pertanian harus memperhatikan slope association of land atau asosiasi lereng yang terdiri dari arah, derajat, dan keseragaman kemiringan tanah atau lereng. Apabila lereng itu tidak beraturan, untuk mengatasi keperluan airnya dapat dilakukan dengan cara sprinkle irrigation system yaitu memancarkan air (Kartasapoetra, 2006). Hal ini dapat diterapkan di tapak yang memiliki lereng yang tidak beraturan untuk efektifitas tenaga dan sumberdaya. Hal ini juga digunakan pada tanaman yang letaknya jauh dari sumber air dengan cara penyaluran air melalui pipa-pipa. Lahan dengan drainase cepat pada tapak terutama di daerah yang curam dapat dihindari dengan usaha pengurangan laju erosi, yaitu dengan pembuatan terassering, penanaman sejajar kontur dan penanaman penutup tanah. Penyediaan saluran pembuangan air yang baik juga perlu diperhatikan agar sampah tidak dibuang ke dalamnya serta mampu dimanfaatkan secara maksimal yaitu mengumpulkan dan menyalurkan air hujan dengan baik. Saluran pembuangan air di atas tanah ini dapat dibuat secara tertutup dengan penutup beton ataupun grill besi di sepanjang saluran atau jalur lintasan manusia. 5.1.6. Vegetasi dan Satwa Pengembangan agrowisata sangat erat kaitannya dengan kondisi vegetasi yang ada pada tapak. Pencatatan jenis-jenis tanaman pada tapak merupakan faktor penting di dalam mempertimbangkan jenis tanaman yang tidak dan perlu dilestarikan. Dengan analisis bahwa tanaman-tanaman yang dapat tumbuh dengan baik di tapak memberikan suatu petunjuk bagi pemilihan jenis tanaman baru dalam perencanaan tapak. Secara spasial tapak perencanaan didominasi oleh bambu betung (Dendrocalamus asper), sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielse), karet (Havea brasiliensis). Tanaman ini sangat penting untuk konservasi air tanah sehingga keberadaannya perlu dipertahankan, namun penempatannya
82
harus memperhatikan fungsi dan estetika agar tidak mengganggu tema dari agrowisata itu sendiri. Kemampuan pengendalian terhadap erosi yang terdapat pada vegetasi yang ada penting dalam menjaga kestabilan permukaan tanahnya. Jenis vegetasi yang ada dan topografi menjadi sangat penting di dalam penegasan kualitas tapak dan perhubungan ruangnya (Laurie,1990). Tanaman nilam (Pogostemon cablin) yang ditanam di tapak mempunyai luas 11.238 m2. Namun dalam penataannya sangat perlu diperhatikan apakah telah sesuai dengan karakteristik yang ada pada tapak. Tanaman nilam merupakan tanaman atsiri penghasil minyak, yaitu minyak nilam. Untuk menghasilkan minyak nilam yang sesuai dengan standar mutu minyak nilam yang telah ditetapkan maka memerlukan teknologi pengolahan yang berkualitas agar mempunyai daya saing yang kuat. Pembuatan pabrik pengeringan dan penyulingan nilam memerlukan kebun nilam sekurang-kurangnya 40 Ha agar hasil yang dicapai maksimal. Oleh sebab itu apabila luasan nilam yang dibudidayakan sedikit maka hasil yang akan dicapai juga tidak optimal. Kondisi tanaman nilam itu sendiri yang sebagian besar berada di bagian barat tapak saat ini telah mengering, oleh sebab itu perlu penggantian tata guna lahan yang sesuai perencanaan yang akan dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik tapak menjadi area perkemahan karena dilihat dari karakteristik lahannya yang dominan landai. Satwa yang terdapat pada tapak terdiri dari satwa liar dan satwa ternak. Keberadaan satwa liar yang cukup mengganggu, diusahakan semaksimal mungkin untuk tidak bersarang di sekitar PPDF. Hal ini diatasi dengan cara penataan tanaman yang tidak mengundang kehadiran satwa liar tersebut serta pemeliharaan tanaman secara berkala. Sedangkan satwa liar yang tidak mengganggu berupa burung perlu dilestarikan dengan cara mempertahankan habitatnya seperti tidak membuang vegetasi yang menjadi sumber makanan, tempat bertelur, dan tempat berlindung bagi burung dan satwa lain yang tidak mengganggu. Satwa ternak yang ada di tapak perencanaan adalah sapi potong, sapi perah, dan kambing. Peternakan sapi dan kambing ini dapat menimbulkan bau di lingkungan sekitarnya, oleh sebab itu perlu penanaman vegetasi yang dapat
83
mereduksi aroma tidak sedap dan penghalang angin agar dapat mengurangi bau tersebut. 5.1.7. Visual, Akustik, dan Aroma Laurie (1990) menyatakan analisis visual menunjukkan di mana kualitas pemandangan yang terdapat sebagian besar berupa cakrawala. Maka zona cakrawala tersebut kemudian digambarkan sebagai daerah-daerah yang harus dilindungi dari tataguna lahan seperti bangunan-bangunan yang akan merubah bentuk karakternya. Oleh sebab itu perlu pertimbangan untuk menempatkan suatu fasilitas pendukung agrowisata agar tidak merusak karakter tapak yang telah ada. Seperti terlihat pada bagian tenggara tapak perencanaan, nuansa pedesaan terasa kental di daerah ini. Terdapat kolam ikan serta sawah milik penduduk sekitar yang menghampar dengan jajaran pohon kelapa sebagai pembatasnya. Dengan latar belakang gunung kapur maka karakter ruang yang terbentuk merupakan satu kesatuan yang membentuk ruang dengan nuansa pedesaan. Sumberdaya estetika sangat berperan dalam penentuan tapak untuk rekreasi. Sumberdaya ini ditentukan oleh keragaman bentuk permukaan tanah, pola vegetasi dan air permukaan. Begitu juga dengan efek keruangan seperti vista pemandangan maupun citra yang timbul dari ciri tersebut (Chiara dan Koppelman, 1990). Peletakkan tempat duduk atau saung pada lokasi tertentu dilakukan untuk memfasilitasi wisatawan agar dapat menikmati potensi visual yang terdapat di dalam tapak. Pada lahan konservasi di bukit Darul Fallah dapat dimanfaatkan potensi sumberdaya alam agar dapat melihat pemandangan yang menarik dengan cara pemberian enfranment (pembingkaian) untuk mengarahkan pengunjung ke suatu titik pandang tertentu yang memusatkan pandangannya ke objek yang dimaksud, dengan pembuatan fasilitas seperti menara pandang sebagai tempat melihat view tersebut. Bad view pada tapak yaitu terdapat sampah di dekat selokan maupun sungai Cinangneng oleh sebab itu perlu adanya penanganan yang tepat untuk mengatasi sampah ini agar tidak terjadi penumpukan yang mempengaruhi kondisi fisik tapak. Pengambilan sampah yang tersangkut serta pengadaan tempat sampah
84
di beberapa titik agar tidak mempengaruhi pengguna untuk membuang sampah sembarangan. Noise pada tapak yang disebabkan oleh suara kendaraan yang lewat menyebabkan
pencemaran
berupa
kebisingan.
Hasil-hasil
penyelidikan
memperlihatkan bahwa pepohonan dan semak-semak memiliki daya penyerapan bunyi yang tinggi. Penempatan relatif tabir penahan kebisingan di antara sumber suara dengan daerah yang dilindungi merupakan hal yang paling penting, yaitu sebuah tabir yang ditempatkan relatif dekat dengan sumber kebisingan lebih efektif daripada tabir tersebut diletakkan dekat dengan daerah yang perlu dilindungi (Laurie, 1990). Hal ini dapat diterapkan di sepanjang jalur sirkulasi kendaraan pada tapak untuk mereduksi kebisingan. Apabila berhenti pada suatu titik dekat pepohonan akan terdengar sayupsayup suara kicauan burung, selain itu bila berada di dekat sungai Cinangneng akan terdengar suara aliran sungai. Keadaan ini dapat dimanfaatkan untuk menarik minat wisatawan dalam pengembangan agrowisata dalam bentuk kegiatan yang bersifat pasif (hanya melihat). Aroma yang mengganggu dari area peternakan yang disebabkan oleh kotoran ternak baik sapi maupun kambing diatasi dengan pemilihan tanaman yang dapat mereduksi bau serta penghalang angin agar dapat mengurangi bau tersebut. 5.1.8. Pola Penggunaan Lahan Tapak perencanaan telah memiliki daya tarik pertanian yang sedang dikembangkan sehingga hal ini dapat memberi nilai tambah dalam pengembangan agrowisata. Pola penggunaan lahan di tapak ini dibagi menjadi lahan perkebunan, lahan pertanian, lahan peternakan, lahan perikanan, lahan kehutanan, dan laboratorium kultur jaringan. Untuk jalur sirkulasi, dalam pemilihan jalur tempuh, daerah-daerah yang berjarak pendek pada lahan yang bernilai tinggi harus dikorbankan demi jarak. Sistem pada kendala yang membebani menunjukkan bahwa jalur tempuh harus mengikuti jalan yang memiliki hambatan paling kecil. Dilihat dari sudut pandang konservasi, jalur jalan tersebut harus dihindarkan memotong lahan pertanian kelas 1 atau kelas 2 (Laurie, 1990). Pada tapak, jalur sirkulasi dibuat sesuai dengan
85
fungsinya untuk menghubungkan satu tempat dengan tempat lain yang ada di tapak dengan mempertimbangkan karakeristik lahan. -
Kebun Nilam
Tanaman aromatik yang telah diusahakan di tapak adalah nilam (Pogostemon cablin) seluas 11.238 m2. Namun lahan nilam yang terdapat di bagian barat tapak seluas 7546 m2 saat ini telah mengalami kekeringan oleh sebab itu perlu dilakukan pergantian fungsi ruang, yang sebelumnya area ini untuk tanaman aromatik maka dikonversi menjadi lahan untuk perkemahan. Dengan pertimbangan bahwa lahan ini didominasi oleh kemiringan yang landai sehingga sesuai untuk dijadikan tempat perkemahan tanpa harus melakukan grading dan dibuat sebagai lawn area
untuk penempatan-penempatan kemah, sedangkan
kebun nilam yang berada di bagian utara tapak penanamannya tidak sesuai dengan kemiringan lerengnya yaitu lebih dari 25%, dengan ketinggian tanaman nilam kurang dari satu meter dan tanamannya berbentuk semak maka tidak cocok untuk kemiringan lereng yang curam karena kurang dapat mengatasi erosi dengan baik. Oleh sebab itu perlu penggantian tanaman yang dapat mengatasi erosi di lereng yang curam seperti penanaman pohon yang tidak hanya dapat mengurangi bahaya erosi namun juga bermanfaat seperti pohon buah namun dengan penambahan jalur sirkulasi menggunakan teknik cut and fill karena karakteristik lahannya, yaitu lereng yang curam perlu dilakukan rekayasa lanskap untuk penambahan fasilitas wisata. -
Lahan Pakan Hijauan Ternak
Tanaman yang diusahakan di Darul Fallah adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumach var King grass) seluas 30.361 m2. Hasil dari penanaman rumput gajah ini akan dialokasikan untuk pakan ternak. Perhitungan kebutuhan hijauan untuk pakan sapi perah, sapi potong dan kambing dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10. Kebutuhan Hijauan Ternak di Area Peternakan PPDF Sapi Potong Sapi Perah Kebutuhan 0,5-0,8 % bahan 60 % bahan kering minimal Hijuan kering (75 % rumput dari bobot badan alam dan 25 % rumput unggul)
Kambing 3 % bahan kering atau 10-15 % bahan segar
86
Sapi Potong Sapi Perah Kambing Kebutuhan 7,56 kg/hari/ekor 7,5 kg/hari/ekor 6,7 kg/hari/ekor Hijauan/hari/ekor Kebutuhan 3.024 kg/hari 150 kg/hari 167,5 kg/hari Hijauan seluruhnya Total 3.341,5 kg/hari Sumber: Siregar (2008), Departemen Pertanian (www.deptan.go.id) Hasil pengkajian Siregar dan Sajimin (1992) yang disitasi oleh Adiati (1994) dalam Prasetyo (2004) melaporkan bahwa produksi rumput gajah pada agroekosistem lahan kering bisa mencapai 226,9 ton/ha/tahun. Apabila dalam setahun rumput gajah mampu panen sebanyak 6 kali, maka pembagian lahan menjadi 6 petak untuk memenuhi kebutuhan pakan sapi dan kambing. Dengan diasumsikan, petak pertama untuk memenuhi kebutuhan selama waktu panen pertama dan seterusnya. Maka setiap satu kali panen rumput gajah mampu menghasilkan 37,8 ton untuk luasan 1 Ha. Dengan luas lahan hijauan untuk pakan ternak yang ada saat ini, kebutuhannya tidak mencukupi bagi semua ternak oleh sebab itu pakan ternak dipasok juga dari luar Darul Fallah. Sehingga lahan yang sebelumnya digunakan untuk penanaman rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumach) dapat dikonversi sebagian untuk fungsi ruang lain yang dapat mendukung agrowisata ini. Pemilihan letak lahan Pakan Hijauan Ternak ini berdasarkan letak yang berdekatan dengan area peternakan sehingga efisiensi tenaga dan sumber daya dapat tercapai. Selain itu dengan pertimbangan pada aspek kemiringan lereng yang ada, menurut Kartasapoetra (2006), kelerengan mulai dari 25-35% maka berdasarkan hasil penelitian tanah, lapisan permukaannya telah tererosi hebat, rendah kandungan kelembabannya serta sangat dipengaruhi angin kencang, tetapi masih mampu untuk ditanami dalam batas-batas tertentu, misalnya tanaman yang tumbuhnya rapat, rumput-rumputan, atau sejenis makanan ternak yang dapat berkembang sepanjang tahun sehingga lapisan permukaannya (top soil) akan terbentuk kembali. Dan lahan yang tetap dipertahankan sebagai lahan pakan hijauan ternak adalah lahan di bagian timur tapak di belakang kandang sapi potong seluas 23.651 m2. Maka manfaat yang didapat tidak hanya untuk ternak saja namun peningkatan kualitas lingkungan juga dapat tercapai.
87
-
Pertanian
Pertanian yang ada di tapak dibatasi hanya untuk pertanian lahan kering sesuai dengan karakteristik tapak. Sehingga tanaman yang dibudidayakan menyesuaikan dengan kondisi lingkungan tapak seperti jenis-jenis tanaman hortikultura dan tanaman herbal yang sesuai dengan karakteristik lahan. Lahan pertanian ini akan ditempatkan di beberapa tempat belum dimanfaatkan dengan maksimal. Penempatan lahan pertanian organik pada tapak eksisting perlu dipindah karena berdekatan dengan jalur sirkulasi utama yang lahannya sesuai untuk dijadikan tempat parkir karena relatif datar dan lahan yang ada memenuhi kebutuhan wisata. -
Peternakan
Unit Usaha peternakan yang ada pada tapak harus mampu memfasilitasi kegiatan peternakan yang telah diprogramkan. Fasilitas yang ada mencakup kandang kambing, kandang sapi perah, kandang sapi potong, reservoir air, instalasi biogas, tempat pengolahan susu, gudang pakan, tempat pengolahan kotoran menjadi kompos, kantor dan lab. lapang serta rumah karyawan. Menurut Siregar (2008), pembuatan kandang pada suatu lokasi tidaklah terlepas dari pertimbangan lingkungan. Penentuan lokasi kandang hendaknya memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. Tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk ataupun bangunan umum seperti sekolah, masjid, rumah sakit, puskesmas, dan sebagainya. 2. Tidak ada rasa keberatan dari pihak tetangga apabila pembangunan kandang terpaksa harus dilakukan pada lokasi yang berdekatan dengan perumahan penduduk. 3. Pembuangan air limbah dan kotoran harus tersalurkan dengan baik. 4. Persediaan air bersih cukup. 5. Jarak kandang dari rumah penduduk adalah sekitar 10 meter. 6. Letak areal kandang ataupun lantai kandang adalah sekitar 20-30 am lebih tinggi dari permukaan lahan sekitarnya. 7. Areal yang ada masih memungkinkan untuk perluasan kandang. 8. Lokasi kandang agak jauh dari tempat keramaian atau lalu lintas manusia dan kendaraan.
88
Letak kandang dengan radius 85 meter dari pemukiman penduduk serta areal di sekitarnya yang masih memungkinkan untuk perluasan kandang dan lokasi kandang yang jauh dari tempat keramaian atau lalu lintas kendaraan, membuat areal peternakan sesuai ditempatkan di titik ini. Areal peternakan ini terletak pada titik kedua tertinggi dari tapak, hal ini agar memudahkan untuk penyaluran limbah ternak ke daerah di sekitarnya sehingga akan lebih efisien dalam penggunaan sumberdaya. Namun peletakkan kandang kambing, rumah penjaganya dan tempat pembuatan kompos perlu dipindahkan di sebelah kandang sapi perah untuk efisiensi tempat dan agar terlihat oleh wisatawan tanpa perlu masuk ke dalam kandang sapi perah seperti pada eksisting tapak. Tipe kandang sapi perah dan sapi potong yang terdapat di peternakan ini adalah tipe ganda (penempatan sapi dilakukan pada dua baris) dengan luas 31,6x60 meter untuk sapi potong dan 11x40 meter untuk sapi perah. Menurut Siregar (2008), ukuran kandang untuk satu ekor sapi dewasa adalah 2,1x1,45 meter untuk sapi lokal dan 2,1x1,5 untuk sapi perah. Maka dilihat dari daya dukung kandang dengan 400 ekor sapi potong dan 20 ekor sapi perah yang terdapat di peternakan ini mencukupi kebutuhan sapi. Namun untuk kebutuhan wisata perlu diperhatikan sanitasi dan kebersihan kandang agar pengunjung nyaman dalam melakukan aktivitas wisata di area ini. Sedangkan tipe kandang kambing juga dibuat dengan tipe ganda namun kandang ini dibuat berbentuk panggung karena untuk kambing jenis etawa bisa dikatakan hampir tidak pernah keluar kandang. Jika tidak dibuatkan kandang berbentuk panggung maka kandang akan menjadi lembab, becek, kotor dan menimbulkan penyakit. Oleh sebab itu jarak antara tanah dengan lantai kandang sebaiknya setinggi 75-100 cm dan bentuk atap kandang yang miring diharapkan agar sistem sirkulasi udara dapat berlangsung secara kontinyu dan cepat. Serta diusahakan agar kandang kambing dapat terkena sinar matahari langsung sehingga bibit penyakit yang akan berkembang biak dapat diminimalisir sekecil mungkin. Pada prinsipnya bentuk, bahan dan konstruksi kandang kambing berukuran 1,5 m² untuk induk secara individu. Sedangkan untuk pejantan dipisahkan dengan ukuran kandang 2 m², dan untuk anak lepas sapih disatukan (umur 3 bulan) dengan
89
ukuran 1 m/ekor. Untuk tinggi penyekat 1,5 - 2 kali tinggi ternak (www.deptan.go.id). Sapi maupun kambing mempunyai keterbatasan dalam mengonsumsi pakan. Hijauan ataupun rumput-rumputan yang tumbuh di daerah tropis relatif cepat tumbuh tetapi kandungan gizinya relatif rendah. Oleh sebab itu perlu penambahan konsentrat agar pertambahan bobot badan maksimal dengan cara pemberian hijauan berupa campuran rumput-rumputan dan daun leguminosa dengan tambahan konsentrat. Karena lahan yang ada tidak mencukupi maka kebutuhan pakan dipasok dari luar Darul Fallah. Jenis rumput gajah yang ditanam untuk memenuhi sebagian kebutuhan pakan ternak di tapak ini termasuk rumput unggul dan merupakan hijauan berkualitas tinggi jika ditambahkan dengan konsentrat dalam bentuk bahan kering (Siregar, 2008). Kebutuhan minum ternak juga perlu diperhatikan, untuk sapi kebutuhan minum perharinya 30 liter sedangkan kambing memerlukan air minum 2 liter per hari. Maka seluruh sapi memerlukan 12600 liter dan seluruh kambing memerlukan 50 liter sehingga total untuk kebutuhan minum ternak adalah 12.650 liter. Apabila dibandingkan dengan hasil dari pompa hydram yaitu 18 liter per menit atau satu jam menghasilkan 1.080 liter, maka kebutuhan minum ternak dapat terpenuhi dalam waktu 11 jam 42 menit. Tempat pengolahan hasil ternak tetap ditempatkan di sebelah pintu alternatif Sektor II PPDF namun dengan penambahan fasilitas dan penataan sesuai dengan kebutuhan ruang. Daya tarik peternakan (kambing, sapi potong dan sapi perah) yang dapat ditawarkan di tapak adalah kegiatan mempelajari pola dan cara berternak sapi dan kambing serta mempelajari budidaya hewan ternak, pemerahan susu dan pemberian makan sapi dan kambing, pengolahan pupuk kandang serta melihat dan membuat pengolahan hasil peternakan seperti susu pasturisasi (kambing dan sapi) dan yogurt dari susu sapi, kemudian pemasaran hasil peternakan dengan cara distribusi ke konsumen maupun sebagai oleh-oleh bagi wisatawan. -
Perikanan
Unit Usaha Perikanan di tapak perencanaan mencakup kolam ikan seluas 2132,6 m2. Area ini berada dekat dengan selokan sehingga memudahkan untuk
90
pengairan kolam. Untuk pengembangan lahan budidaya kolam ikan perlu diperhatikan beberapa aspek fisik di antaranya, sumber air dan kualitasnya; topografi; iklim dan sifat tanah. Kolam ikan yang ada pada tapak sebagian dapat dikonversi menjadi lahan percobaan berupa sawah karena areanya berdekatan dengan sumber air. Namun penempatan lahan percobaan berupa sawah dan kolam ini harus disesuaikan dengan ketinggian tempat, sehingga lahan percobaan berupa sawah ini memiliki ketinggian yang efektif bagi pengguna dan tidak memerlukan rekayasa lanskap. Penempatan sawah berdasarkan ketinggian tempat ini berada di kolam ikan yang berdekatan dengan sumber air sehingga arah aliran air perlu diperhatikan agar air yang mengalir ke kolam ikan masih dalam keadaan belum terkontaminasi. Air yang dialirkan ke sawah dan air yang dialirkan ke kolam ikan perlu dibedakan dengan pembuatan pipa yang mengalirkan air dari sumber air ke kolam ikan dan ke sawah. Kolam ikan yang tersisa dibagi menjadi dua fungsi yaitu dua petak kolam ikan digunakan untuk kolam pemancingan seluas 527 m2 dan dua petak kolam ikan lainnya digunakan untuk budidaya seluas 533 m2. Air merupakan media untuk kehidupan ikan dan tempat pertumbuhan plankton yang merupakan salah satu sumber makanan ikan. Sumber air kolam ikan ini berasal dari selokan yang mengalir di selatan tapak. Kecerahan air mencerminkan jumlah plankton yang ada dalam air, sedangkan warna air biasanya berkaitan dengan warna plankton yang dominan. Jika dilihat dari warna air kolam di tapak yang berwarna hijau kecoklatan mencerminkan dominasi Diatomae dari kelas Bacilariophyta (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Letak kolam ikan dan sawah memerlukan topografi yang tidak terlalu tinggi maupun terlalu rendah, karena akan menyulitkan dalam pengelolaan air. Letak kolam ikan pada tapak didominasi oleh kemiringan yang landai serta bukan merupakan daerah terendah maupun tertinggi pada tapak sehingga memudahkan pengelolaan. Pengeringan kolam ikan secara berkala sangat penting dilakukan, untuk mempertahankan kesuburan dan kondisi fisiknya. Namun luasan area perikanan ini tidak memungkinkan untuk penambahan fasilitas penunjang wisata oleh sebab itu perlu menggunakan teknik cut and fill untuk mengatasi kendala ini sehingga penambahan fasilitas penunjang wisata dapat dilakukan. Cut and fill
91
dilakukan mulai dari sebagian jalan masuk ke area perikanan pada eksisting tapak agar mendapatkan daerah yang datar sehingga penambahan fasilitas dapat dilakukan dengan mudah. -
Kehutanan
Laurie (1990) menyatakan kesesuaian lahan untuk kehutanan yang ekonomis tergantung pada kelandaian lahan, curah hujan (rumpun yang berlainan memiliki optimum yang berlainan pula), tanah (rumpun yang berlainan tumbuh subur pada jenis tanah yang berbeda), dan ketinggian permukaan (suhu yang lebih dingin mempengaruhi pertumbuhan rumpun tertentu). Pada sektor II PPDF, lahan di atas bukit dijadikan sebagai tempat konservasi karena didominasi oleh lereng lebih dari 25%. Kelandaian di atas 25% dianggap terlalu curam untuk setiap penggunaan bangunan. Berdasarkan penilaian faktor fisik lingkungan kawasan hutan menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), dari skala 1 sampai 5, bukit yang dijadikan tempat konservasi mempunyai faktor lereng dengan kelas 4 (curam) yaitu lereng dengan kemiringan 25-40%. Faktor kepekaan tanah terhadap erosi termasuk kelas 2 (jenis tanah latosol) yaitu agak peka. Dan faktor Intensitas hujan harian termasuk kelas 1 (1-13,6 mm/hari) dengan intensitas sangat rendah. Oleh sebab itu daerah yang merupakan titik tertinggi di tapak ini sangat potensial untuk dijadikan lahan kehutanan dengan menggunakan pohon berkayu yang dapat dipanen dan juga sebagai tempat konservasi. Hasil panen kayu tersebut dapat menambah pemasukan bagi pesantren, sekaligus tempat pendidikan kehutanan, yaitu memberikan pengetahuan tentang tanaman kehutanan dan meningkatkan pemahaman wisatawan tentang konservasi dan lingkungan hidup sehingga dapat menimbulkan kesadaran tentang pentingnya melestarikan kawasan hutan serta pengenalan tumbuhan-tumbuhan kehutanan yang ada di area kehutanan ini beserta manfaatnya. Selain itu area kehutanan ini dapat dimanfaatkan untuk melihat view di sekeliling tapak maka penempatan menara pandang perlu dilakukan. Semak-semak yang tumbuh liar dan tidak teratur sebaiknya dipangkas sehingga kelembaban dapat diminimalisir pada daerah ini. -
Laboratorium Kultur Jaringan
Lokasi laboratorium kultur jaringan hendaknya jauh dari sumber polusi serta dekat dengan sumber tenaga listrik dan air. Untuk menghemat tenaga
92
listrik, ada baiknya bila laboratorium kultur jaringan ditempatkan di daerah tinggi, agar suhu ruangan tetap rendah. Letak laboratorium kultur jaringan milik PT. DaFa ini sudah cukup potensial karena dekat dengan sumber air dan tenaga listrik, namun area parkir pada eksisting tapak yang berada di sebelah barat laboratorium ini sebaiknya dipindahkan ke satu lokasi agar polusi di sekitarnya dapat diminimalisir. Laboratorium kultur jaringan milik PT. DaFa yang mempunyai fasilitasfasilitas yang cukup lengkap untuk memproduksi berbagai bibit tanaman hortikultura, kehutanan dan perkebunan. Namun perlu penataan kembali pada bagian fasilitas yang rusak ataupun yang tidak tertata rapih untuk pengembangan agrowisata demi kenyamanan pengguna dan pengunjung. Penataan ruangan dalam laboratorium, dikaitkan dengan langkah-langkah dalam prosedur kultur jaringan dan alat-alat yang diperlukan. Kegiatan kultur jaringan di dalam laboratorium, dibagi dalam 3 kelompok yaitu : (1) Persiapan media dan bahan tanaman. (2) Isolasi dan penanaman. (3) Inkubasi dan penyinaran kultur. Masing-masing kegiatan harus terpisah satu dengan lainnya, dengan peralatan yang tersendiri karena kegiatan-kegiatan tersebut, maka ruangan yang dibutuhkan adalah : 1. Ruang persiapan dan ruang stok 2. Ruang isolasi dan penanaman 3. Ruang kultur 4. Ruang kantor 5. Ruang mikroskop atau ruang analisa. Ruang kultur biasanya merupakan ruang yang terbesar dari ruang laboratorium dan harus dipikirkan kemungkinan perluasan. Ruang persiapan dan ruang transfer tergantung dari jumlah dan besar alat-alat, sedangkan ruang stok merupakan ruangan terkecil dan tergantung dari macam pekerjaan, kadang-kadang dibutuhkan ruang mikroskop dan/atau ruang analisa. Ukuran tiap ruangan sangat tergantung dari: A. Alat-alat yang dipergunakan;
93
B. Jumlah personalisa yang terlibat; C. Tujuan pekerjaan; D. kapasitas produksi; E. Biaya yang tersedia. Ruangan laboratorium harus dijaga tetap bersih, serta bebas dari hewan kecil seperti tikus dan insek (lalat, semut, kecoa dan lain-lain). Sarana dasar seperti aliran listrik yang cukup, air yang lancar, dan gas, merupakan perlengkapan yang dapat dikatakan harus dimiliki. Ruang ini merupakan bagian pusat kegiatan laboratories yang sebagian besar aktifitas kegiatan dikerjakan di ruang ini. Aktifitas yang dikerjakan di sini antara lain mempersiapkan media kultur dan bahan tanaman yang akan dipergunakan, sebagai tempat mencuci alat-alat laboratorium dan tempat menyimpan alat-alat gelas. Fasilitas yang dibutuhkan dalam ruangan ini adalah meja tempat meletakkan alat-alat pemanas, meja untuk alat timbang, meja untuk bekerja dan tempat mencuci. Persiapan media meliputi penimbangan bahan, pengenceran media, penuangan ke dalam wadah kultur dan sterilisasi. Persiapan bahan tanaman meliputi pencucian kotoran dari lapangan, pembuangan dan pemotongan bagian yang tidak diperlukan serta perlakuan awal untuk mengurangi sumber kontaminasi yang ada pada permukaan bahan tanaman. Peralatan yang diletakkan dalam ruangan ini terdiri dari : 1. Timbangan analitik timbangan makro. 2. Refrigerator, freezer dan desikator. 3. Hot plate yang dilengkapi stirrer atau kompor gas 4. Stirrer dengan magnetic stirrer. 5. Autoklaf vertical atau horizontal. 6. Microwave oven. 7. pH meter. 8. agar dispenser. 9. Oven. 10. Destiltor 11. Water bath yang dilengkapi pengatur temperatur
94
12. Centrifuge dan Vortex 13. Alat-alat gelas standard, antara lain: labu takar berbagai ukuran, pipet biasa dan mikro pipet, erlenmeyer berbagai ukuran (100 ml, 250 ml, 500 ml, 1000 ml), gelas piala berukuran (100 ml, 250 ml, 500 ml, 1000 ml), pengaduk gelas, wadah kultur : botol, tabung reaksi, cawan petri, gelas ukur dalam berbagai ukuran. 17. Alat untuk mencuci. 18. Rak-rak pengering. 19. Lemari alat-alat, bahan kimia, serta bahan-bahan lain (alumunium foil, kertas timbang, karet gelang dan sebagainya). 20. Alat-alat kecil: spatula, pisau , scalpel dan pinset. 21. Fume hood (ruang asam) 22. Hood tempat penimbangan bahan-bahan yang carcinogenic. 23. Kereta dorong (cart) untuk memudahkan pemindahan alat-alat dan media dari ruang satu ke ruang lainnya (Erwin, 2009). Manfaat dari kultur jaringan ini adalah pengadaan bibit tidak tergantung musim, bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif lebih cepat, bibit yang dihasilkan seragam, bibit yang dihasilkan bebas penyakit (melalui organ tertentu), biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah, dan dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan lainnya. Pengelompokan dan penataan tanaman yang dibudidayakan di luar laboratorium harus sesuai dengan karakteristik serta fungsinya juga perlu dilakukan agar
memudahkan wisatawan untuk mengenal dan menambah
pengetahuan tentang tanaman yang diproduksi di tapak. Analisis hasil survey lapang terhadap tapak juga dilakukan, dan dapat dilihat pada gambar 37.
95
5.1.
Profil Umum PPDF Berdasarkan profil PPDF yang telah dikemukakan pada bab Inventarisasi,
untuk
mengembangkan
pesantren
yang
mempunyai
tujuan
mencetak
manusia/santri yang memiliki keterampilan di bidang pertanian, perdagangan dan perusahaan, perlu adanya fasilitas yang mendukung agar tujuan tersebut dapat tercapai. Dengan unit-unit usaha yang telah dimiliki PPDF untuk menunjang hal tersebut, maka perlu perencanaan yang tepat sehingga unit-unit usaha tersebut tidak hanya bermanfaat bagi warga PPDF namun juga bagi masyarakat luar untuk menambah pengetahuan sambil berwisata di tapak. 5.2.
Kawasan Wisata di Sekitar Tapak Kawasan wisata di sekitar tapak didominasi oleh wisata alam yang
menggali potensi sumber daya alam dan ekosistemnya, baik dalam bentuk asli maupun perpaduan dengan buatan mansia seperti bumi perkemahan, curug, pemandian air panas, ekowisata kawah, goa serta kampung wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Meningkatnya kegiatan wisata alam ini berkaitan dengan perubahan pola hidup masyarakat, meningkatnya taraf kehidupan, adanya pertambahan waktu luang dan semakin meningkatnya fasilitas sarana dan prasarana sehingga dapat menjangkau tempat-tempat di-manapun lokasi wisata berada. Hal tersebut menunjukkan bahwa tapak memiliki potensi wisata yang patut dikembangkan untuk menambah obyek wisata di Kabupaten Bogor. Adanya tempat-tempat wisata tersebut juga merupakan potensi dalam pengembangan agrowisata pada tapak. Dengan memanfaatkan sumberdaya alam maka komoditas yang akan ditanam disesuaikan dengan karakteristik lahannya. Tapak harus memiliki karakteristik yang khas serta adanya variasi bentuk obyek wisata pada tapak dalam hal ini yaitu agrowisata agar dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Agrowisata merupakan salah satu bentuk wisata alternatif untuk mengurangi kepenatan akan padatnya aktifitas di perkotaan yang dapat dikembangkan di tapak. Dengan pengembangan agrowisata pada tapak, selain dapat berwisata, pengunjung juga mendapatkan pengalaman dan pengetahuan di bidang pertanian.
5.3.
Aspek Sosial Suasana pesantren yang agamis menyatu dengan pola kehidupan sehari-
hari para santri sehingga dapat dimanfaatkan dalam pengembangan agrowisata pada tapak, yaitu membuat suasana yang nyaman dan menyejukkan serta tidak menimbulkan tekanan seperti pemilihan vegetasi estetik yang dapat menimbulkan suasana tersebut contohnya dengan pemilihan tanaman aromatik, serta penggunaan hard material dengan karakter alam pedesaan yang identik dengan suasana sejuk dan agamis, seperti penempatan gazebo di titik tertentu bagi pengguna tapak yang ingin beribadah di ruang terbuka dengan ketenangan sehingga penempatannya diusahakan agar tidak mengganggu aktifitas wisata maupun ibadah. Rumah warga yang berada di sebelah pintu masuk alternatif sebaiknya dipindahkan ke sekitar tapak karena tidak sesuai dengan konsep pengembangan dan agar tidak mengganggu kegiatan wisata pada tapak. Sehingga penggunaan lahannya dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk pengembangan konsep agrowisata. 5.3.1. Keadaan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Sekitar Tapak Berdasarkan Laporan Tahunan Kecamatan Ciampea Tahun 2007, mata pencaharian penduduk yang sebagian besar bekerja sebagai petani dan buruh, serta kondisi perekonomian mayarakat di Kecamatan Ciampea yang masih berada di bawah garis kemiskinan, maka diperlukan suatu peningkatan kualitas sumber daya yang bermanfaat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik. Ditinjau dari hal tersebut maka pengadaan pelatihan pertanian bagi kelompok-kelompok tani di daerah sekitar perlu dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap menuju peningkatan kesejahteraannya. Hal ini merupakan pemberdayaan sumberdaya manusia pertanian, khususnya partisipasi petani sebagai pelaku utama pembangunan pertanian. Pelatihan pertanian yang akan diberikan kepada kelompok-kelompok tani adalah kultur jaringan dan penggemukan sapi, karena kedua program pertanian ini dapat dijadikan andalan bagi tempat wisata pertanian PPDF, karena memiliki obyek usaha tani yang layak dicontoh, ditiru, dan dipelajari oleh petani serta memiliki sarana/ prasarana yang memenuhi standar minimal sesuai bidang usaha
taninya. Jenis materi tersebut antara lain:
manajemen usahatani; teknologi
budidaya, penanganan panen, dan pengolahan pasca panen; pemasaran; pengembangan usaha; kecakapan hidup (life skills). 5.3.2. Karakteristik, Persepsi dan Preferensi
Pengunjung Agrowisata
Berdasarkan Hasil Kuisioner Menurut PBB dalam Yoeti (1997), wisatawan adalah pengunjung yang tinggal menetap sekurang-kurangnya selama 24 jam di negara yang ia kunjungi dengan maksud: a. Menggunakan waktu luang (leasure time) seperti untuk rekreasi, libur, cuti, berobat, studi ataupun olahraga. b. Tujuan bisnis, mengunjungi keluarga, rapat-rapat dinas atau misi tertentu. Agar wisatawan dapat menikmati wisata yang sesuai dengan keinginannya maka pengembangan agrowisata dalam tapak, perlu mengetahui bagaimana persepsi dan preferensi pengunjung dari obyek wisata sejenis yang telah populer melalui penyebaran kuisioner di Taman Wisata Mekarsari, Cileungsi, Bogor. Bila melihat karakteristik wisatawan pada TWM, terdapat karakteristik wisatawan tertentu yang mendominasi, yaitu wisatawan yang berasal dari Bogor (66,7%), berjenis kelamin laki-laki (56,7%), dengan umur 16-30 tahun (53,3%), dengan pekerjaan sebagai pelajar/mahasiswa (70%), dan pertama kali berkunjung ke lokasi (53,3%). Oleh sebab itu sasaran wisatawan dan pertimbangan preferensi usaha pertanian, bentuk kegiatan dan fasilitas dalam pengembangan agrowisata pada tapak lebih diarahkan pada pengunjung dengan karakteristik tersebut. Persepsi wisatawan tentang tujuan ke TWM ini adalah untuk menikmati pemandangan alam (56,7%). Sedangkan untuk persepsi tentang agrowisata, wisatawan yang menjawab sebanyak (93,3%) , yaitu diketahui bahwa agrowisata sebagai alternatif wisata dengan alasan bahwa konsep wisata ini dapat menjadi sarana rekreasi yang edukatif sehingga dapat menambah ilmu dan pengalaman yang baru, seperti praktek menanam padi yang tidak akan didapat bila kita berada di tengah kota saat ini. Karena wisata pertanian dapat melepaskan penat masyarakat perkotaan yang justru saat ini banyak yang menginginkan wisata kembali ke alam. Namun dengan bentuk kegiatan yang dapat menarik minat dari semua jangkauan usia.
Hal ini dapat diartikan bahwa pengembangan agrowisata pada tapak sebaiknya lebih diarahkan pada suatu bentuk kegiatan yang memanfaatkan usaha agro sebagai obyek wisata untuk menambah pengetahuan sambil berwisata dan bisa dinikmati pemandangan alamnya. Preferensi wisatawan terhadap aktifitas di TWM adalah aktif seperti bermain (76,7%), belajar dan berolahraga (66,7%). Maka pemilihan aktifitas yang dapat dilakukan pada tapak lebih bersifat aktif ketimbang aktifitas yang bersifat pasif. Untuk melakukan kunjungan ke agrowisata ini wisatawan lebih memilih untuk pergi beramai-ramai (100%) dibandingkan pergi sendiri. Menurut wisatawan, wisata pertanian yang paling diinginkan adalah agronomi dan hortikultura (36,7%), oleh sebab itu usaha pertanian agronomi dan hortikultura perlu dikembangkan seperti melihat pemandangan, melihat atraksi pertanian dan berkeliling kebun. Kenyamanan wisatawan menurut preferensinya, dilihat dari banyaknya tempat untuk menikmati pemandangan (beristirahat) dan dari pemandangan hijau yang terhampar (43,3%). Oleh sebab itu perlu penempatan fasilitas untuk menikmati pemandangan di spot-spot tertentu dan pemandangan hijau alami tetap dipertahankan namun tetap tertata dan sesuai dengan tema agrowisata. Untuk masalah kebersihan di tapak, preferensi wisatawan adalah peletakkan tempat sampah yang relatif terjangkau (63,3%) sehingga mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh aktifitas membuang sampah sembarangan. Jenis kegiatan yang paling diinginkan wisatawan pada saat menikmati agrowisata menurut preferensinya adalah outbond (66,7%), berkemah (60%), berkebun (50%), memancing (43,3%). Maka fasilitas yang menunjang kegiatankegiatan tersebut perlu dikembangkan pada tapak dengan memperhatikan karakteristik lahan. Fasilitas outbond ditempatkan di bagian barat tapak dengan area yang ditumbuhi pepohonan sehingga terkesan teduh dan penempatan fasilitasnya dilihat dari kemampuan lahan sehingga penggunaanya aman. Area perkemahan yang akan ditempatkan di bagian barat tapak, tepatnya di lahan nilam yang kondisinya semakin kering sehingga perubahan pola penggunaan lahan ini perlu memperhatikan karakteristik lahan untuk membangun fasilitas-fasilitas yang akan dimanfaatkan untuk berkemah. Menurut Sukrismanto (1986) area
perkemahan mencakup tempat tenda, tungku, tempat api unggun, meja diskusi dan tempat sampah serta fasilitas air bersih dan MCK. Fasilitas-fasilitas tersebut dirancang tata letaknya sedemikian rupa sesuai dengan kriteria yang ada mencakup segi-segi: - Fungsional, yakni memberikan kemudahan dalam melaksanakan kegiatan rekreasi (berkemah) - Estetika, memberikan kenyamanan dan keserasian dengan lingkungannya sehingga fasilitas yang ditempatkan juga dapat menjadi suatu atraksi tambahan - Konservasi, fasilitas ditempatkan sesuai dengan kemampuan tapak sehingga aman bagi ekosistem maupun pemakai fasilitas itu sendiri. Kegiatan berkebun yang dipilih wisatawan yang akan dikembangkan di tapak adalah kegiatan memetik buah yang telah panen. Oleh sebab itu waktu panen tanaman penting diperhatikan untuk mengadakan aktifitas ini di tapak. Kegiatan memancing juga dipilih oleh pengunjung. Harris dan Dines (1988) menyatakan ada tiga hal yang mempengaruhi jenis rekreasi yang berhubungan dengan badan air yaitu kualitas air, fluktuasi air dan pemeliharaan, sehingga untuk menyediakan fasilitas dan aktifitas, ketiga hal tersebut harus diperhatikan. Saat ini, aktifitas memancing belum dikembangkan, area perikanan hanya digunakan untuk budidaya saja, oleh sebab itu perlu penambahan fasilitas untuk mengakomodasi keperluan memancing ini. Preferensi wisatawan terhadap fasilitas yang mendukung wisata seperti kendaraan menuju kawasan (60%), tempat ibadah (56,7%), warung makan (50%), toilet (50%) perlu diprioritaskan. Untuk kendaraan menuju kawasan, wisatawan dapat menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum yang mudah ditemui. Tempat ibadah seperti Mesjid sudah terdapat di Komplek PPDF namun berada di luar tapak dan berjarak 153 meter dari jembatan menuju tapak perencanaan, oleh sebab itu perlu penempatan mushala berbentuk gazebo di beberapa titik agar memudahkan pengunjung untuk beribadah serta menambah kesan agamis pada tapak. Warung makan dan toilet belum tersedia di tapak oleh sebab itu perlu diprioritaskan karena berhubungan dengan kebutuhan dasar
manusia. Kebersihan dari pembuatan fasilitas-fasilitas ini pun perlu diperhatikan agar fasilitas ini dapat dimanfaatkan oleh wisatawan. 5.3.3. Kebijakan Pihak Pengelola PPDF Sesuai dengan kebijakan yang akan diterapkan di tapak ini yaitu menjadikannya laboratorium lapang bagi santri sebagai media pendidikan dengan pengembangan area untuk mendukung aktifitas pertanian, peternakan, perikanan dan konservasi, yang akan dimanfaatkan juga sebagai tempat wisata pertanian. Maka pengembangan area pertanian di tapak dapat dilakukan lebih mudah karena eksisting tapak ini sudah terlihat zonasi untuk area perikanan, peternakan, perkebunan, dan kehutanan sehingga perlu penataan dan perencanaan yang tepat untuk membuat laboratorium lapang sekaligus sebagai tempat wisata. 5.3.4. Kebijakan Pemerintah Daerah Menurut RTRW Kabupaten Bogor, PPDF yang terletak di Desa Benteng, Kecamatan Ciampea termasuk kawasan pertanian lahan basah, yaitu kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan lahan basah yang pengairannya dapat diperoleh secara alamiah maupun teknis (dalam hal ini yang dimaksud adalah sawah). Namun kondisi tapak yang kurang sesuai dengan tanaman padi karena topografi lahan yang berbukit dan sumber air yang berada di bawah, maka penanaman padi sawah diganti menjadi tanaman lain yang sesuai dengan konsep pengembangan
tapak
dengan
pemilihan
tanaman
yang
memperhatikan
karakteristik lahan. Berdasarkan Laporan Tahunan Kecamatan Ciampea tahun 2007, analisis potensi pertanian pada kecamatan Ciampea ini akan dikembangkan untuk kegiatan pertanian
berupa
pertanian
lahan
basah,
agrowisata,
lahan
kering/perkebunan/palawija. Hal ini merupakan potensi sebagai landasan perencanaan yang dilakukan. 5.4.
Aspek Pendidikan Pengembangan agrowisata tidak terlepas dari kondisi lingkungan sekitar
tapak. Laboratorium lapang yang merupakan salah satu fasilitas pendidikan dari PPDF akan dikembangkan menjadi tempat wisata, selain sebagai tempat
praktikum bagi santri. Oleh sebab itu aktifitas wisata yang dilakukan oleh pengunjung tidak mengganggu praktikum santri. Santri pun dapat mempelajari aneka tanaman pertanian yang akan dikembangkan di tapak selain dari kurikulum yang telah ditetapkan oleh pesantren. Berdasarkan jadwal praktikum santri Madrasah Aliyah PPDF pada lampiran 3 yang melaksanakan kegiatan praktikum di tapak, kegiatan praktikum dilaksanakan pada pukul 16.00. Praktikum ini dilaksanakan setiap hari Senin, Rabu, Kamis dan Sabtu oleh kelas X, XI dan XII di tapak perencanaan dengan mata pelajaran Kegiatan Proyek Pertanian. Oleh sebab itu waktu praktikum santri tidak akan terganggu dengan aktifitas wisatawan karena waktu praktikum bukan merupakan waktu yang padat dengan kunjungan wisatawan. 5.5.
Alternatif Kegiatan Wisata Hasil inventarisasi yang telah dianalisis memberikan alternatif-alternatif
kegiatan yang dapat dikembangkan di dalam tapak. Alternatif tersebut dapat dibedakan menjadi kegiatan wisata pertanian dan rekreasi umum yang ada di tapak, dengan mempertimbangkan aspek fisik dan non fisik tapak. Dari alternatif tersebut diperoleh kegiatan yang dapat dilakukan di tapak. Hal ini dapat dilihat pada tabel 11 yaitu matriks hubungan sumberdaya dengan aktifitas pada tapak. Rekreasi terpilih yang dapat dilakukan di tapak diperoleh dari penjumlahan semua faktor penentu baik fisik maupun non fisik. Kegiatan yang berpotensi untuk dilakukan namun ada faktor pembatas ditandai dengan hasil penjumlahan nilai yang sama dengan satu. Sedangkan jika nilai yang diperoleh kurang dari satu maka kegiatan tersebut tidak dapat dikembangkan di dalam tapak. Hal ini harus diperhatikan jika ingin keberadaan fasilitas dan sarana tapak yang disediakan dapat dipakai dalam jangka waktu lama.
5.6.
Pembagian Ruang Aktifitas Analisis dan sintesis yang dihasilkan membentuk tapak menjadi ruang-
ruang yang dapat dikelompokkan menurut fungsinya. Ruang-ruang ini dihasilkan berdasarkan sumberdaya dan aktifitas manusia yang terdapat di tapak. Pembagian ruang yang ada di tapak dibagi menjadi ruang pemanfaatan dan ruang konservasi. a. Ruang Pemanfaatan Ruang pemanfaatan didasarkan pada daerah yang aman dan sesuai secara biofisik untuk melakukan kegiatan dengan intensitas penggunaan yang tinggi. Dilihat dari topografi tapak yang bergelombang maka perlu rekayasa tapak untuk membangun suatu fasilitas yang mendukung agrowisata agar dapat digunakan semaksimal mungkin. Ruang ini meliputi sebagian besar tapak yaitu kolam ikan serta daerah daratan kecuali bukit Darul Fallah dan sempadan sungai maupun selokan, yaitu 77,6 % dari luas tapak dengan luas 131.240 m2. Lokasi ini dipilih karena pola penggunaan lahan di tapak yang menempatkan area-area pertanian menurut karakteristik lahannya sehingga untuk menghubungkan area pertanian yang satu dengan area yang lainnya diperlukan jalur sirkulasi yang memperhatikan kondisi lahan. Minimnya fasilitas untuk mengakomodasi kegiatan wisata di tapak, sehingga perlu dilakukan penambahan fasilitas. Ruang pemanfaatan ini dibagi menjadi beberapa sub ruang yaitu sub ruang penerimaan (7.548 m2), pelayanan (6.056 m2), wisata pertanian (99.087 m2), rekreasi umum (17.922 m2) dan rekreasi khusus (627 m2). Sub ruang penerimaan dan pelayanan adalah area yang digunakan untuk menerima dan memberikan pelayanan kepada pengunjung. Pada ruang pelayanan juga disertai dengan pusat pengelolaan kawasan. Ruang pelayanan ini memusat pada suatu area yang dapat dengan mudah dicapai oleh pengunjung sebelum memasuki ruang wisata pertanian, atau pada titik-titik tertentu dalam tapak sebagai rest area. Sub ruang wisata pertanian merupakan area untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan pertanian yang terdiri dari ruang pertanian tanaman hortikultura, herbal, aromatik, perkebunan, lahan percobaan berupa sawah, perikanan, peternakan (terdiri dari ruang peternakan dan lahan hijauan ternak), dan kehutanan. Sub ruang rekreasi umum yaitu ruang rekreasi outbond merupakan salah satu rekreasi yang ada di tapak yang didasarkan kepada pemenuhan
kebutuhan rekreasi wisatawan sehingga wisata yang ada di tapak lebih bervariasi seperti outbond dan berkemah. Dan sub ruang rekreasi khusus yaitu ruang rekreasi religi dalam bentuk wisata rohani untuk beribadah maupun tafakur alam. Aktivitas yang dapat dilakukan pada ruang pemanfaatan ini di antaranya adalah piknik, berkemah, jalan-jalan, jogging, bersantai, makan-minum, fotografi, wisata rohani berupa pengajian maupun tafakur alam, outbond, duduk-duduk sambil melihat pemandangan, istirahat, sholat, memetik buah, menanam padi, mengenal reproduksi sapi dan kambing, memberi pakan ikan dan ternak, mengenal pengolahan pupuk kandang dan hasil peternakan, serta memancing ikan. Berdasarkan aktivitas tersebut maka fasilitas yang disediakan selain fasilitas untuk memenuhi kegiatan pertanian yang ada di tapak juga disediakan fasilitas berupa bangku taman, shelter, gazebo, jalan pedestrian, rumah makan, kios cindera mata, jalur akses kendaraan, klinik, mushola, dan toilet. Pada ruang pemanfaatan ini tidak dilakukan pembatasan pengunjung, oleh sebab itu pengunjung yang datang diharapkan dapat difasilitasi dengan berbagai sarana yang ada. b. Ruang Konservasi Ruang Konservasi pada tapak didasarkan kepada ruang dengan pengembangan untuk aktivitas rekreasi terbatas dan tingkat kesesuaian rekreasinya rendah. Ruang konservasi ini meliputi 22,4 % dari keseluruhan tapak, yaitu seluas 37960 m2, tepatnya di bukit Darul Fallah dan sempadan sungai serta selokan. Pemilihan lokasi ini sebagai ruang konservasi dilihat dari karakteristik lahan serta keberadaan badan air (sungai dan selokan) yang harus dilindungi karena berfungsi sebagai salah satu sumber air bagi tapak. Ruang konservasi ini dibagi menjadi dua sub ruang yaitu ruang konservasi air (2.507 m2) yang dialokasikan di daerah sempadan sungai dan selokan, dan ruang konservasi tanah (35.453 m2) yang dialokasikan di bukit Darul Fallah. Ruang konservasi ini berfungsi
untuk
mempertahankan
kelestarian
lingkungan
sekaligus
mempertahankan fungsi area tangkapan dan resapan air. Program ruang yang akan direncanakan dalam tapak disajikan pada tabel 12.
5.7.
Hubungan Antar Ruang Program hubungan ruang menggambarkan interaksi antara berbagai ruang
yang direncanakan. Program ini menggambarkan pula interaksi antara ruangruang yang direncanakan yang dibagi menjadi tiga tingkat yaitu sangat erat, erat, dan tidak erat. Ruang-ruang yang ada pada hubungan ruang ini adalah ruang penerimaan, ruang pelayanan, ruang perikanan, ruang pertanian (terdiri dari ruang pertanian tanaman hortikultura, herbal, aromatik, lahan percobaan berupa sawah), ruang peternakan (terdiri dari ruang peternakan dan lahan hijauan ternak), ruang perkebunan, ruang rekreasi, dan ruang konservasi. Gambar 38 dapat dilihat hubungan antar fungsi ruang bervariasi dari sangat erat hingga tidak erat.
Ruang Penerimaan Ruang Pelayanan Ruang Perikanan Ruang Peternakan Ruang Perkebunan Ruang Pertanian Ruang Rekreasi Ruang Konservasi Keterangan: = sangat erat = erat = tidak erat Gambar 38. Hubungan Antar Fungsi Ruang Hubungan sangat erat diwakili oleh 7 interaksi antar ruang. Hubungan sangat erat juga terdapat antara ruang penerimaan dan ruang pelayanan karena fungsi penerimaan dan fungsi pelayanan tidak dapat dipisahkan sebagai tempat wisata, dengan aktivitas dan fasilitasnya yang saling berkaitan. Ruang perkebunan sangat erat hubungannya dengan ruang pertanian karena untuk memudahkan pemeliharaan dan pengelolaan obyek wisata. Ruang pertanian dan ruang perikanan sangat erat hubungannya karena untuk memudahkan irigasi dari kolam ikan ke area pertanian. Ruang pertanian berhubungan sangat erat dengan ruang
rekreasi dan ruang pelayanan, karena untuk memberi kemudahan agar hasil panen dari pertanian dapat dinikmati di ruang rekreasi atau di ruang pelayanan. Ruang pelayanan dan ruang rekreasi berhubungan sangat erat karena di ruang pelayanan terdapat fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang aktivitas berekreasi. Ruang pelayanan dan ruang perikanan berhubungan sangat erat karena ruang pelayanan terdapat fasilitas untuk memenuhi kebutuhan wisata di ruang perikanan yaitu memancing. Hubungan erat diwakili oleh 5 interaksi antar ruang. Yaitu ruang pertanian dengan ruang peternakan, karena ruang peternakan memerlukan ruang pertanian untuk menghalau aroma yang tidak sedap dari kandang ternak. Selain itu karena pada eksisting, jalur sirkulasi di area peternakan dapat dicapai oleh kendaraan bermotor. Sehingga jika kedua ruang ini berhubungan erat maka akan memudahkan pengangkutan pascapanen pada ruang pertanian ini. Ruang penerimaan berhubungan erat dengan ruang pertanian, karena pada saat pengguna tapak pertama kali masuk ke dalam tapak dalam ruang penerimaan maka setelah itu interpretasi awal mereka adalah ruang pertanian dengan berbagai macam tanaman pertanian yang memperkuat konsep pengembangan dengan pertimbangan bahwa pertanian merupakan andalan utama rakyat Indonesia. Ruang pertanian, ruang perikanan dan ruang perkebunan berhubungan erat dengan ruang konservasi karena kedua ruang ini berada di dekat sempadan selokan yang melindungi selokan sebagai salah satu sumber air bagi tapak sehingga perlu penanganan konservasi untuk mengatasi hal yang tidak diinginkan. Hubungan tidak erat diwakili oleh 16 interaksi antar ruang. Ruang penerimaan, ruang perkebunan, ruang rekreasi, ruang peternakan dan ruang perikanan sangat dominan dalam ketidak eratan hubungan antar ruang. Hal ini dimaksud agar pengunjung menjelajahi setiap ruang dengan berbagai aktivitas dan fasilitas wisata yang menunjangnya sehingga pengalaman yang didapat lebih banyak dan bervariasi. Ruang peternakan tidak berhubungan dengan ruang penerimaan, ruang perikanan, ruang konservasi dan ruang rekreasi karena aroma yang tidak sedap dari area peternakan ini dapat mengganggu aktivitas wisata di ruang lainnya bila berdekatan tanpa adanya solusi.
5.8.
Alternatif Ruang Alternatif ruang ini dibuat berdasarkan hasil analisis dan sintesis. Dua
alternatif ruang yang diajukan memiliki kesamaan berupa jenis fungsi ruang yang akan dikembangkan, yaitu ruang penerimaan, ruang pelayanan, ruang pertanian, ruang perkebunan, ruang peternakan, ruang perikanan, ruang konservasi dan ruang rekreasi. Kedua alternatif dibedakan berdasarkan tata letak dan luas 8 fungsi ruang yang berlainan. Alternatif 1 dapat dilihat pada gambar 39, sedangkan alternatif 2 dapat dilihat pada gambar 40. Alternatif ruang terbaik dipilih dari dua alternatif ruang yang telah diajukan. Penentuan alternatif ini dilakukan pada perbandingan pola tata letak, orientasi pemandangan, dan sirkulasi. Pola Tata Letak Kedua alternatif memiliki kelebihan dan kekurangan dari segi pola tata letak. Hal yang membedakan masing-masing alternatif ini adalah pada alternatif 2, sebagian ruang pertanian pada alternatif 1, digunakan sebagai perluasan ruang peternakan sehingga ruang peternakan berada bersebelahan dengan ruang pelayanan. Tentunya hal ini akan mengganggu aktivitas di ruang pelayanan karena aroma yang tidak sedap yang ditimbulkan dari kandang ternak di area peternakan. Jika dibandingkan dengan alternatif 1, ruang pertanian yang membatasi antara ruang pelayanan dengan ruang peternakan digunakan sebagai lahan untuk tanaman aromatik dan tanaman buah yang berguna untuk menghalau aroma tidak sedap dari ruang peternakan, sehingga bau dari ruang peternakan dapat diminimalisir. Namun pada alternatif 2 ruang peternakan yang bersebelahan dengan ruang pelayanan ini digunakan sebagai lahan pakan ternak karena area ini relatif datar sehingga memudahkan pengelolaan pakan ternak. Pada alternatif 1, sempadan sungai dikonservasi dengan penempatan aktivitas yang bersifat pasif di dalamnya, yaitu jalan-jalan. Sedangkan pada alternatif 2 ruang konservasi di sempadan sungai lebih diperlebar lagi luasannya dan tidak terdapat aktivitas di dalamnya, sehingga area yang seharusnya menjadi ruang pertanian pada alternatif 1 berkurang. Lahan kultur jaringan pada alternatif 2 yang terdapat di ruang pertanian tetap dipertahankan seperti yang ada pada eksisting tapak. Sedangkan di alternatif
1, lahan parkir untuk karyawan di laboratorium kultur jaringan dikonversi menjadi lahan pertanian sehingga tempat parkir difokuskan di satu tempat bersama dengan tempat parkir pengunjung. Dan untuk masuk ke dalam laboratorium kultur jaringan ini pengguna tapak harus melalui ruang penerimaan yang berada di sebelah timur laboratorium kultur jaringan. Pada alternatif 1, lahan pakan ternak yang berada di sebelah timur kandang sapi potong tetap dipertahankan, namun pada alternatif 2 lahan ini digunakan sebagai ruang pertanian dengan pertimbangan bahwa perluasan ruang peternakan membuat ruang pertanian pada alternatif 1 yang berada di bagian selatan ruang konservasi hutan dipindah ke sebelah timur kandang sapi potong ini sehingga luasan ruang pertanian tidak berkurang. Orientasi Pemandangan Orientasi pemandangan yang ada pada alternatif 1 mempunyai kelebihan dibandingkan pada alternatif 2 karena berorientasi pada pemandangan di luar dan di dalam tapak. Pemandangan yang baik dimanfaatkan dengan cara pembingkaian alam sehingga dapat dinikmati. Jika pada alternatif 2 ruang konservasi yang berada di sempadan sungai ditutup sehingga tidak ada aktivitas wisata di sana yang berakibat penutupan pandangan ke arah sungai, maka pada alternatif 1 ruang konservasi ini dimanfaatkan dengan aktivitas yang pasif yaitu sekedar jalan-jalan menikmati pemandangan di tepian sungai. Alternatif 1 memanfaatkan ruang untuk melihat pemandangan yang berada di luar tapak, yaitu pemandangan muara sungai Darul Fallah di mana pada titik ini diletakkan stoping area, sedangkan pada alternatif 2 ruang ini tidak ada. Sirkulasi Pada alternatif 1 sirkulasi yang ada ditempatkan di setiap ruang sehingga pengguna tapak dapat menjelajahi setiap ruang dan mendapat pengalaman yang berbeda. Sedangkan pada alternatif 2 terdapat pengurangan jalur sirkulasi dibandingkan pada alternatif 1 yaitu pada ruang konservasi sempadan sungai sehingga kebutuhan ruang dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, namun hal ini berdampak pada berkurangnya pengalaman wisatawan untuk menikmati setiap sudut ruang.
Pada alternatif 2 jalur sirkulasi kendaraan ke laboratorium kultur jaringan yang berada sebelum ruang penerimaan utama tetap dipertahankan seperti pada eksisting tapak sehingga bisa meminimumkan biaya yang dikeluarkan, namun hal ini membuat pengunjung yang belum pernah masuk ke tapak sebelumnya akan beranggapan bahwa jalur masuk ke laboratorium kultur jaringan ini sebagai ruang penerimaan utama apabila tidak terdapat papan nama. Sedangkan pada alternatif 1 jalur sirkulasi kendaraan ke laboratorium kultur jaringan ini ditutup dan dimanfaatkan sebagai ruang pertanian. Dengan penambahan jalur sirkulasi pejalan kaki dan traktor yang terdapat di dalamnya, sehingga untuk masuk ke laboratorium kultur jaringan ini harus melalui ruang pelayanan. Dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan pada masingmasing alternatif, maka penentuan alternatif terpilih jatuh kepada alternatif 1 yang mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan alternatif 2.