V. ANALISIS DAN SINTESIS
5.1
Analisis
5.1.1 Analisis Fisik 5.1.1.1 Analisis Topografi Wilayah Banjarmasin bagian utara memiliki ketinggian permukaan tanah rata-rata 0,16 m di bawah permukaan air laut, dengan kondisi permukaan lahan relatif datar dan kelerengan berkisar 0 – 3 %. Kondisi topografi yang datar ini menyebabkan terjadinya genangan di beberapa tempat saat air sungai meluap ketika hujan turun atau saat kondisi air pasang.
Masalah genangan ini terkait dengan kondisi topografi yang datar,
kurangnya lahan resapan air serta banyaknya timbunan sampah pada drainase alami dan buatan. Untuk menanggulangi genangan tersebut dapat dilakukan pembebasan lahan resapan air dari pemukiman, pengerukan sampah dan sedimentasi sungai serta perbaikan dan penambahan sistem drainase buatan. Selain itu penggunaan rumah panggung sebagai bentuk bangunan perkotaan juga mampu menjaga lahan rawa tetap berfungsi sebagai lahan resapan air. 5.1.1.2 Analisis Iklim Klasifikasi iklim kota Banjarmasin sama dengan klasifikasi iklim di wilayah Kalimantan selatan pada umumnya, yaitu beriklim tropis dengan klasifikasi tipe iklim A dengan nilai Q= 14,29% (rasio jumlah rata-rata bulan kering dengan bulan basah). Kesamaan tipe iklim pada wilayah Kalimantan selatan ini dapat membentuk bioregion tersendiri yang homogen yaitu bioregion Kalimantan selatan. 5.1.1.3 Analisis Tanah Jenis tanah di lokasi penelitian terbagai atas jenis tanah alluvial dan tanah orgonosol glei humus. Tanah Aluvial merupakan tanah yang terbentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian. Sedangkan tanah Organosol glei humus merupakan jenis tanah yang bagian terbesarnya merupakan tanah gambut yang berasosiasi dengan tanah glei humus. Tanah gambut ini mengandung 65% atau
54
lebih bahan organik, bersifat masam dan miskin hara. Lahan gambut ini terbentuk akibat kondisi tanah yang tergenang terus menerus. Tanah gambut tersebar di rawa-rawa di wilayah Banjarmasin bagian utara. Tanah rawa ini memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap tata air di kota Banjarmasin, sebab tanah rawa memiliki kemampuan yang besar dalam menyerap air. Pengurukan lahan rawa yang saat ini banyak terjadi di Kota Banjarmasin menyebabkan kemampuan kawasan rawa sebagai penyangga yang mampu menyerap air di musim hujan dan mendistribusikannya di musim kemarau menjadi rusak. Untuk itu diperlukan suatu upaya untuk mengembalikan fungsi kawasan rawa sebagai lahan resapan air. Salah satunya dengan pembebasan wilayah kantung air serta penggunaan rumah panggung sebagai bentuk bangunan perkotaan. 5.1.1.4 Analisis Hidrologi Wilayah Kalimantan Selatan terbagi menjadi 13 wilayah DAS, kota Banjarmasin sendiri berada pada DAS Barito dan Sub DAS Martapura, sehingga kondisi hidrologi kota Banjarmasin sangat dipengaruhi oleh sungai Barito dan sungai Martapura. Kondisi hidrologi kota Banjarmasin sangat dipengaruhi oleh pasang surut sungai Barito yang bertipe diurnal, yakni dalam 24 jam terjadi gelombang-pasang 1 kali pasang dan 1 kali surut dengan lama pasang rata-rata 5-6 jam dalam satu hari. Pasang surut sungai Barito sendiri seringkali menimbulkan masalah genangan air, hal ini disebabkan karena banyaknya lahan rawa dalam kantung-kantung air yang telah tertutup oleh bangunan. Padahal lahan rawa ini memiliki kemampuan yang sangat besar dalam menampung air. Permasalahan genangan air juga diakibatkan kemampuan sungai sebagai drainase alami sudah berkurang akibat timbunan sampah disungai yang banyak dilakukan oleh masyarakat, sedimentasi sungai serta banyaknya tumbuhan eceng gondok mengakibatkan drainase oleh sungai menjadi terhambat. Drainase buatan sendiri masih sangat kurang jumlahnya dan hanya terdapat di pusat-pusat kota saja. Untuk menanggulangi permasalahan drainase ini dapat dilakukan pembersihan sampah dan pengerukan lumpur sungai, serta penambahan drainase buatan.
55
5.1.1.5 Analisis Pemanfaatan Ruang Pemanfaatan ruang di wilayah Banjarmasin bagian utara didominasi oleh pemukiman, namun hal ini tidak diimbangi dengan Ruang Terbuka Hijau RTH) yang memadai. lahan tak terbangun memang cukup tersedia di kawasan ini, namun sedikit diantaranya yang dimanfaatkan sebagai RTH. RTH mampu memberikan fungsi ekologis bagi wilayah Banjarmasin bagian utara antara lain untuk meningkatkan kualitas air, mengurangi polusi, sebagai lahan resapan air serta sebagai area rekreasi bagi masyarakat. Kurangnya RTH pada wilayah Banjarmasin bagian utara turut menyebabkan terjadinya genangan akibat pasang surut sungai atau akibat hujan, meningkatnya penyakit saluran pernapasan akibat polusi udara serta kurangnya tempat rekreasi bagi masyarakat yang dapat menyebabkan stress pada masyarakat meningkat. Mengingat daya dukung kota Banjarmasin sudah mulai berkurang, perlu adanya perhatian dari pemerintah terkait dengan jumlah RTH di kota Banjarmasin, salah satunya dengan penambahan jumlah RTH dan pembebasan lahan resapan air. Berkurangnya jumlah RTH juga disebabkan perubahan tata guna lahan di sepanjang sempadan sungai. Sempadan sungai yang berfungsi sebagai RTH sudah berkurang jumlahnya dan digantikan oleh pemukiman penduduk. untuk itu perlu kembali ditegakkanya peraturan mengenai Garis Sempadan Sungai (GSS) yang tercantum dalam RTRW kota Banjarmasin tahun 2006-2016, yaitu 30 meter untuk sungai besar, 15 meter untuk sungai sedang dan 10 meter untuk sungai kecil. 5.1.1.6 Analisis Penutupan Lahan Untuk menganalisis peta penutupan lahan, dilakukan overlay terhadap peta WMA (Gambar 7 ) dengan peta penutupan lahan (Gambar 10) yang menghasilkan peta komposit penutupan lahan dan WMA (Gambar 25). Berdasarkan Gambar tersebut, wilayah Banjarmasin bagian utara terbagi menjadi 19 WMA dimana setiap WMA memiliki kantung air didalamnya. Kondisi kantung air ini beragam, ada kantung air yang masih alami (berada pada lahan tak terbangun), serta kantung air yang sudah tidak alami (tertutup oleh lahan terbangun). Berdasarkan Gambar 25, dapat dilakukan kategorisasi kantung air alami atau tidak alami. Kategorisasi ini dilakukan dengan menghitung rata-rata presentase luasan kantung air yang berada pada lahan tak
56
57
terbangun. Jika rata-rata presentase luasan lahan tak terbangun pada kantung air lebih besar dari 50%, maka kantung air tersebut dikategorikan sebagai kantung air yang masih alami, sedangkan yang kurang dari 50% dikategorikan sebagai kantung air yang sudah tidak alami (Tabel 5). Tabel 5. Kategorisasi kantung air pada setiap WMA Presentase lahan tak terbangun pada masingWMA masing kantung air a b c d Rata-rata (%) 1 90 98 50 100 84.5 2 75 80 10 55 3 95 60 60 71 4 80 95 87.5 5 100 100 6 100 100 7 100 100 8 100 100 9 100 100 10 0 0 11 0 0 12 0 0 13 5 5 5 14 5 5 15 90 90 16 0 0 17 0 0 18 10 10 19 0 0 sumber: hasil analisis
Kategori alami alami alami alami alami alami alami alami alami tidak alami tidak alami tidak alami tidak alami tidak alami alami tidak alami tidak alami tidak alami tidak alami
Berdasarkan tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa 10 dari 19 WMA memiliki kantung air yang masih alami. Wilayah kantung air ini sangat berperan dalam keseimbangan tata air kota Banjarmasin, yaitu sebagai penyerap dan penyimpan air hujan sehingga tidak terjadi genangan ketika hujan dan tidak terjadi kekeringan ketika musim kemarau. Untuk itu, pada kantung air yang masih alami ini sebaiknya dilestarikan dan tidak boleh dilakukan pembangunan diatas kantung air tersebut, sedangkan untuk kantung air yang tidak alami sebaiknya dilakukan pembebasan dari lahan pemukiman yang berada diatas kantung air tersebut. Berdasarkan Gambar 25, juga dapat dilakukan perhitungan presentase lahan tak terbangun yang berupa pertanian lahan kering dan pertanian lahan basah
58
pada setiap WMA (Tabel 6). Tabel 6. Presentase Lahan Tak Terbangun Pada Setiap WMA Lahan Tak Terbangun WMA Pertanian Lahan kering (%)
Pertanian Lahan basah (%)
75 40 40 50 0
90 95 95 20 90 -
0 0 10 10 15 5 5 5 0
-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 sumber: hasil analisis
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa hanya 8 dari 19 WMA yang memiliki presentase luasan pertanian lahan basah atau kering lebih dari 30%. Sedangkan pada 11 WMA yang lain, presentase luasan pertanian lahan basah atau keringnya hanya sekitar 0-15%, yang berarti luasan pemukiman padat/tidak padat atau daerah industrinya sekitar 85-100%. Presentase penutupan lahan yang berupa pemukiman atau daerah industri ini menunjukkan bahwa pertumbuhan lahan terbangun sudah melebihi daya dukung kawasan. Sebaiknya dilakukan pembebasan lahan dari bangunan dan menjadikannya sebagai lahan terbuka pada WMA yang luasan lahan terbukanya sangat kurang, minimal pembebasan lahan terebut dilakukan pada daerah kantung airnya. Selanjutnya pemukiman tersebut dapat direlokasi ke WMA yang masih memiliki luasan lahan tebuka yang sangat besar (misalnya WMA 5, 6, 7, 8) sehingga diharapkan lahan terbuka dapat terdistribusi secara merata pada setiap WMA.
59
5.1.1.7 Analisis Utilitas Sistem Utilitas di wilayah Banjarmasin bagian utara masih belum memadai, hal ini terkait dengan sistem air bersih, persampahan dan pembuangan air limbah di lokasi penelitian. Sistem air bersih menggunakan jaringan PDAM, sedangkan sistem persampahan menggunakan penampungan sampah berupa TPS dan TPA, sedangkan untuk sistem pembuangan limbah rumah tangga belum dilakukan di lokasi penelitian. Sistem air bersih melalui jaringan PDAM sudah terdistribusi ke seluruh wilayah Banjarmasin bagian utara, namun masih banyak penduduk yang menggunakan air sungai sebagai sumber air minum dan kegiatan Mandi, Cuci, Kakus. Padahal kualitas air sungai di wilayah Banjarmasin bagian Utara sudah tercemar oleh beragam sampah, dan limbah rumah tangga, maupun limbah pabrik. hal ini disebabkan kurangnya kesadaran warga dalam membuang sampah dan limbah, kurangnya jumlah TPS dan TPA, serta tidak adanya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang mampu menyaring limbah rumah tangga sebelum dibuang ke sungai. Untuk menanggulangi masalah pencemaran sungai ini perlu dilakukannya penambahan dan pendistribusian secara merata TPA dan TPS di seluruh wilayah Banjarmasin bagian utara serta pembuatan IPAL komunal di setiap pemukiman. Selain itu juga perlu dilakukan penyuluhan terhadap warga mengenai pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga yang baik. 5.1.1.8 Analisis Infrastruktur Infrastruktur wilayah Banjarmasin bagian utara terbagi atas infrastruktur darat dan infrastruktur sungai. Untuk infrastruktur darat didalam kota dilakukan melalui jalan darat dengan menggunakan moda transportasi berupa angkutan kota, ojek dan taksi, sedangkan untuk keluar kota dapat dilakukan dengan moda transportasi berupa Bus. Kondisi jalan di kota wilayah Banjarmasin bagian utara sudah cukup memadai baik jalan utama maupun jalan kecil lainnya. Moda transportasi angkutan kota sudah mencukupi dalam hal kuantitas, namun untuk trayeknya sendiri belum menjangkau semua kawasan sehingga banyak kawasan yang hanya bisa dijangkau dengan menggunakan ojek atau taksi. Untuk itu diperlukan
60
penambahan trayek angkutan kota agar mampu menjangkau seluruh kawasan dan memudahkan jalur transportasi melalui jalan darat. Untuk transportasi melalui sungai besar dan sedang dapat dilakukan dengan menggunakan perahu motor (klotok) dan speedboat, sedangkan untuk sungai kecil dan anak sungai dapat dilayari dengan menggunakan perahu jukung. Kegiatan transportasi di sungai merupakan salah satu kebudayaan masyarakat tepi sungai yang patut dilestarikan. Namun belakangan ini transportasi sungai ini semakin jarang digunakan karena keterbatasan trayek dan mahalnya biaya perjalanan. Untuk itu diperlukan penambahan trayek resmi bagi pelayaran dengan menggunakan perahu motor atau speedboat dan diikuti dengan penambahan dermaga penumpang yang memadai, sehingga akses transportasi melalui sungai dapat terjangkau oleh masyarakat dengan baik. 5.1.2 Analisis Aspek Sosial dan Budaya Ditinjau dari aspek kesejarahaan, Banjarmasin merupakan kota yang tumbuh dan berkembang di tepian sungai. Kota Banjarmasin tumbuh di tepian sungai Kuin yang sekarang menjadi pemukiman tradisionl Kuin. Di tepi sungai Kuin
inilah kota Banjarmasin berkembang dan Sultan Suriansyah memulai
pemerintahaannya hingga beliau wafat. Kota Banjarmasin terus berkembang mulai dari tepian sungai hingga meluas kearah darat. Kebudayaan kota tepi sungai tercermin dari kegiatan masyarakat Banjar sehari-hari yang berorientasi ke sungai. Diantaranya adalah kegiatan transportasi yang dilakukan di sungai besar hingga anak-anak sungai. Kebudayaan kota tepi sungai juga tercermin dalam berbagai aspek kebudayaan masyarakat Banjar, salah satunya melalui arsitektur tradisional Banjar. Rumah adat Banjar sudah dikategorikan sebagai BCB, namun letaknya yang tersebar mengakibatkan Pemerintah masih kesulitan dalam menetapkan rumah tradisional Banjar yang termasuk dalam BCB. Dari segi arsitektur bangunan, rumah adat Banjar mengambil bentuk rumah panggung, hal ini merupakan penyesuaian terhadap kondisi tanah di kota Banjarmasin yang didominasi oleh tanah rawa. Dengan bentuk rumah panggung ini, maka tidak terjadi pengurukan terhadap tanah rawa, sehingga air yang meluap dari sungai ketika terjadi pasang maupun hujan bisa meresap dengan baik ke
61
dalam tanah rawa tersebut dan tidak menimbulkan genangan. Namun sayangnya belakangan ini perkembangan kota Banjarmasin yang begitu pesat mengakibatkan semakin berkurangnya rumah panggung yang digantikan dengan rumah beton yang dibangun dengan mengurug tanah-tanah rawa tersebut. Pelestarian situs bersejarah merupakan hal yang sangat penting mengingat situs tersebut merupakan cikal bakal kota Banjarmasin sebagai kota tepi sungai dan merupakan bagian dari kebudayaan kota tepi sungai itu sendiri. Pelestarian BCB dapat dilakukan dengan perbaikan bangunan yang sudah rusak disertai dengan kegiatan perawatan yang rutin. Untuk rumah-rumah tradisional dapat dilakukan dengan pemberian insentif kepada warga agar tidak mengubah arsitektur tradisional Banjar yang ada pada rumah mereka. Selain itu untuk lingkungan di sekitar BCB dan situs bersejarah lainnya juga perlu dijaga agar tidak mendesak BCB atau pemukiman tradisional yang ada disekitarnya, salah satunya dengan pembatasan pengembangan pemukiman modern di sekitar pemukiman tradisional dan BCB. Pelestarian kebudayaan masyarakat tepi sungai sendiri dapat dicapai dengan pengaktifan kegiatan transportasi sungai, kegiatan perdagangan tradisional dengan menggunakan perahu jukung di sungai, pengaktifan kegiatan pertanian dan perikanan tradisional serta dengan pengembangan rumah panggung sebagai bentuk dasar bangunan perkotaan. 5.1.3 Analisis Aspek Bioregional 5.1.3.1 Analisis Pembentukan Unit Bioregion dan Unit Lanskap Unit ruang bioregional tersusun secara hierarki berjenjang/bertingkat, dimana Unit bioregion merupakan unit tertinggi atau terluas yang tersusun atas unit lanskap dan unit tempat didalamnya. Klasifikasi unit ruang bioregional ini dilakukan berdasarkan karakteristik alam dan budaya yang membentuk wilayah Banjarmasin bagian utara. Klasifikasi unit bioregion wilayah Banjarmasin bagian utara, dilakukan dengan melihat kesamaan karakterisitik alam yang ada di wilayah tersebut dengan daerah lain di sekitar wilayah Banjarmasin bagian utara sehingga dapat membentuk unit bioregion yang memiliki kesamaan karakteristik alam didalamnya. Wilayah Banjarmasin bagian utara memiliki kesamaan ciri iklim
62
dengan daerah-daerah di dalam wilayah Kalimantan selatan, sehingga Wilayah Kalimantan Selatan ini menjadi Unit Bioregion bagi wilayah Banjarmasin bagian utara. Unit bioregion Kalimantan selatan tersusun berdasarkan unit lanskap dan unit tempat yang memiliki kesamaan karakteristik iklim namun memiliki karakteristik alam dan budaya yang berbeda di setiap unit lanskap dan unit tempatnya. Unit
lanskap
didalam
bioregion
Kalimantan
Selatan
dideliniasi
berdasarkan karakteristik hidrologi yaitu batas DAS dan Sub DAS, dimana dalam masing-masing DAS dan Sub DAS ini memiliki kesamaan karakteristik alam yang homogen, namun-berbeda antara satu DAS dengan DAS lainnya sehingga setiap unit lanskap unik dan dapat dibedakan satu sama lain. Berdasarkan batas DAS dan Sub DASnya, wilayah Kalimantan Selatan terbagi menjadi 13 unit Lanskap yang memiliki kesamaan karakteristik iklim namun memiliki keunikan karakteristik alam yang berbeda antar unit lanskapnya (Gambar 26). Wilayah Banjarmasin bagian utara ini berada pada DAS Barito dan anak sungainya, yaitu Sub DAS Martapura yang memiliki kesamaan karakteristik hidrologi, topografi dan jenis tanah sehingga membentuk unit lanskap yang homogen. Unit lanskap DAS Barito dan Sub DAS Martapura tersusun oleh unit tempat
yang diklasifikasikan berdasarkan Wilayah Manajemen Airnya. Unit
tempat ini merupakan unit terkecil yang menyusun Unit bioregion, sehingga pada unit tempat ini karakteristik alam dan budaya sudah dapat dibedakan antara unit tempat yang satu dengan yang lainnya. Setiap unit tempat nilai intrinsik berupa kekayaan alam dan budaya yang berbeda satu sama lain, dan setiap unit tempat juga diberi nama yang menggambarkan nilai intrinsik di daerah tersebut. Unit tempat didefinisikan sebagai area yang mempunyai nilai intrinsik dan keunikan yang dapat dibedakan dengan area sekitarnya. Penamaan unit ini diusahakan dengan menggunakan nama lokal yang mendeskripsikan keunikan (nilai intrinsik) yang dimiliki lokasi tersebut dan berarti bagi masyarakatnya.
63
64
5.1.3.2 Analisis Pembentukan Unit Tempat Untuk melakukan deliniasi unit tempat dan identifikasi nilai intrinsik, maka dilakukan overlay terhadap peta sebaran situs bersejarah (Gambar 24) dengan peta komposit penutupan lahan dan WMA (Gambar 25) yang menghasilkan peta komposit penutupan lahan, WMA dan situs bersejarah (Gambar 27). Berdasarkan peta tersebut, wilayah Banjarmasin bagian utara terdeliniasi menjadi 19 unit tempat. Selanjutnya dilakukan identifikasi nilai intrinsik pada masing-masing unit tempat dengan menggunakan peta komposit penutupan lahan, WMA dan situs bersejarah (Gambar 27) dan dilakukan penamaan unit tempat berdasarkan nilai intrinsik yang mendominasi wilayah tersebut. Nilai intrinsik merupakan kekayaan ekonomi, alam dan edukasi di lahan yang membuat suatu tempat berbeda dan memberikan pengalaman yang sukar dilupakan, nilai intrinsik menurut modifikasi Jones et al(1998) antara lain: 1. Nilai intrinsik kantung air, diidentifikasi berdasarkan unit tempat yang memiliki kantung air yang masih alami (Tabel 5). 2. Nilai intrinsik sumber daya alami, merupakan daerah alami yang belum terganggu oleh manusia. Unit tempat yang memiliki nilai intrinsik sumber daya alami diidentifikasi berdasarkan unit tempat yang memiliki luasan lahan pertanian basah/kering lebih dari 30% (Tabel 6). 3. Nilai intrinsik pemandangan, merupakan daerah alami yang memiliki keindahan dan keunikan. Nilai intrinsik pemandangan di wilayah Banjarmasin bagian utara di klasifikasikan sebagai daerah-daerah yang memiliki ruang terbuka yang masih cukup alami, serta, daerah yang memiliki akses pemandangan kearah sungai yang masih cukup alami, yaitu sungai Alalak, oleh karena itu unit tempat yang memiliki akses dan pemandangan langsung ke sungai ini diklasifikasikan ke dalam daerah yang memiliki nilai intrinsik pemandangan.
65
66
4. Nilai intrinsik rekreasi meliputi daerah yang mendukung aktivitas ruang luar, seperti kegiatan olahraga, piknik, berperahu dan fotografi. Lokasi yang memenuhi kriteria tersebut antara lain situs-situs bersejarah, dan daerah yang dilalui sungai besar dan sedang, seperti sungai Barito, Martapura, dan Alalak, karena sungai besar dan sedang mampu mendukung aktivitas berperahu, baik perahu kecil maupun besar. 5. Nilai Intrinsik Sejarah di wilayah Banjarmasin utara meliputi daerah yang memiliki bukti-bukti fisik peninggalan sejarah di masa lampau berupa bangunan-bangunan Tua yang sudah di kategorikan sebagai Benda BCB. BCB di wilayah Banjarmasin bagian utara antara lain Masjid dan Makam Sultan Suriansyah, masjid jami sungai Jingah serta rumah tradisional Banjar. Namun pemukiman tradisional belum dikategorikan sebagai BCB sehingga tidak termasuk kedalam Nilai intrinsik arkeologi. 6. Nilai
intrinsik
budaya
didefinisikan
sebagai
daerah
yang
dapat
menginterpretasikan kehidupan tradisional masyarakat Banjar. Daerah ini bisa berupa situs makam, masjid, dan pemukiman tradisional yang mampu menginterpretasikan nilai-nilai kebudayaan di Banjarmasin. 7. Nilai intrinsik pemukiman, meliputi daerah yang memiliki penutupan lahan berupa pemukiman padat maupun tidak padat 8. Nilai intrinsik industri, meliputi daerah yang memiliki penutupan lahan berupa lahan industri. Daerah industri ini berupa pabrik, pergudangan, pusat pelelangan ikan, tempat pembuatan perahu/speedboat, dan lain-lain. Tabel nilai intrinsik di Banjarmasin bagian utara dapat dilihat pada Tabel 7, sedangkan peta hasil deliniasi unit tempat dapat dilihat pada Gambar 28.
v
Industri
v
pemukiman
v
budaya
Rekreasi
5,69
Sejarah
Sumberdaya alami
Makam dan Masjid Sultan Suriansyah
Pemandangan
Kantung Air
1
Nama Unit tempat
Luas (Km2)
Unit Tempat
Tabel 7. Nama Unit Tempat dan Nilai Intrinsiknya Nilai Intrinsik
v
v
v
v
-
67
Lanjutan Tabel 7
Kantung Air
Sumberdaya alami
Rekreasi
Pemandangan
Sejarah
budaya
pemukiman
Industri
Kampung tradisional Sungai Miai Masjid Jami
3,25
v
v
v
v
-
v
v
-
2,25
v
v
v
v
v
v
v
-
0,97
v
v
v
v
-
v
v
-
5
Kampung tradisional Sungai Jingah Ruang terbuka 1
2,27
v
v
-
v
-
-
v
-
6
Ruang terbuka 2
9,00
v
v
-
v
-
-
v
-
7
Ruang terbuka 3
0,66
v
v
-
v
-
-
v
-
8
Pemukiman padat 1 Ruang terbuka 4
0,69
v
-
-
-
-
-
v
-
1,40
v
v
-
v
-
-
v
-
0,27
-
-
-
-
-
-
v
-
1,08
-
-
v
-
-
v
v
-
0,52 1,51 1,06 0,38
v
-
v v v -
-
-
v -
v v v v
v v -
0,76
-
-
-
-
-
-
v
-
0,54
-
-
-
-
-
-
v
-
1,84 0,98
-
-
v v
-
-
-
v v
v v
unit tempat
Luas (Km2)
Nilai Intrinsik
2
3 4
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Nama Unit tempat
Pemukiman padat 2 Kampung Melayu Kampung Arab Industri 1 Industri 2 Pemukiman padat 3 Pemukiman padat 4 Pemukiman padat 5 Industri 3 Industri 4
Total Sumber: hasil analisis
35,12
Keterangan: v : terdapat nilai intrinsik di Unit tempat tersebut - : tidak terdapat nilai intrinsik di Unit tempat tersebut
68
69
5.2 Sintesis Pada tahap sintesis ini dilakukan pengelompokan unit tempat kedalam 7 kelompok unit tempat, yaitu kelompok unit tempat I, II, III, IV, V, VI dan VII, berdasarkan kesamaan nilai intrinsik yang dimiliki unit tempat tersebut (Tabel 8). Peta hasil pengelompokan unit tempat dapat dilihat pada Gambar 29. Tabel 8. Kelompok Unit Tempat Berdasarkan Kesamaan Nilai Intrinsiknya Unit tempat
Kelompok Unit tempat
1,3
I
2,4
II
5,6,7,9
III
Kantung air, sumber daya alami, rekreasi, pemandangan, sejarah, budaya, pemukiman kantung air, sumber daya alami, rekreasi, pemandangan, budaya, pemukiman Kantung air, sumber daya alami, pemandangan, rekreasi, pemukiman
8,15
IV
Kantung air, pemukiman
11,12
V
Rekreasi, budaya, pemukiman
13,14,18,19
VI
Rekreasi, pemukiman, industri
10,16,17
VII
pemukiman
Nilai Intrinsik
Selanjutnya akan dilakukan pengkategorian kondisi bioregion pada masing-masing kelompok unit tempat. Pengkategorian tingkat bioregion ini dilihat berdasarkan keragaman nilai alami dan budaya pada masing-masing unit tempat. Semakin tinggi keragaman nilai alami dan budaya yang ada pada masingmasing unit tempat maka semakin tinggi tingkat bioregionnya dan semakin tinggi potensi yang dapat dikembangkan. Untuk mengetahui tingkat keragaman nilai alami dan budaya yang ada pada masing-masing unit tempat maka dilakukan skoring terhadap kondisi eksisting unit tempat dengan mengkategorikan nilai intrinsik yang ada kedalam dua kategori, yaitu kategori nilai intrinsik alami dan budaya. Selanjutnya kategori alami dan budaya dibagi kembali menjadi empat kategori, dan diberi skor berdasarkan tingkat pelestarian yang diperlukan. Semakin tinggi skornya berarti semakin tinggi tingkat pelestarian yang diperlukan bagi nilai intrinsik tersebut. Nilai intrinsik yang termasuk ke dalam kategori alami adalah nilai intrinsik kantung air, sumberdaya alami, pemandangan dan rekreasi. Nilai intrinsik ini dibagi menjadi kategori alami sangat tinggi, alami tinggi, alami sedang, dan alami
70
71
rendah dengan skor secara berurutan yaitu 4, 3, 2 dan 1. Nilai Intrinsik yang termasuk ke dalam kategori budaya adalah nilai intrinsik Sejarah, budaya, pemukiman dan industri. Pada kategori budaya juga dibagi kembali kedalam empat kategori, yaitu budaya sangat tinggi, budaya tinggi, budaya sedang, dan budaya rendah dengan skor secara berurutan yaitu 4, 3, 2, dan 1 (Tabel 9) Tabel 9. Skoring untuk masing masing Kategori Nilai intrinsik No.
Nilai Intrinsik
Kategori Nilai Intrinsik
Skor
Alami 1.
kantung air
Alami Sangat tinggi
4
2.
Sumberdaya alami
Alami tinggi
3
3.
Pemandangan
Alami sedang
2
4.
rekreasi
Alami rendah
1
Budaya 5.
Sejarah
Budaya sangat tinggi
4
6.
Budaya
Budaya tinggi
3
7.
Pemukiman
Budaya sedang
2
8.
Industri
Budaya rendah
1
Total skor maksimum
20
Selanjutnya nilai intrinsik yang ada pada masing-masing kelompok unit tempat akan dihitung skornya kemudian dilakukan pengkategorian kondisi bioregion pada masing masing kelompok unit tempat berdasarkan total skor masing-masing. Kategori bioregion tersebut adalah
bioregion sangat tinggi,
bioregion tinggi, bioregion sedang, dan bioregion rendah (Tabel 10) sedangkan tabel hasil perhitungan jumlah skor dan kategorisasi bioregion terhadap setiap kelompok unit tempat dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 10. Kategori Bioregion Berdasarkan Jumlah Skor Nilai Intrinsik Pada Masing-masing Unit Tempat No. Jumlah skor Kategori bioregion 1 2 3 4
16-20 11-15 6-10 1-5
sangat tinggi tinggi sedang rendah
72
Tabel 11. Kategorisasi Bioregion Pada Masing-masing Kelompok Unit Tempat Kelompok Unit tempat I
II
Skor
Total skor
Kategori Bioregion
Luas (Km2)
4+3+2+ 1+4+3+ 1
18
Sangat Tinggi
7,94
4+3+2+ 1+3+2
15
Tinggi
4,22
Nilai Intrinsik Kantung air, sumber daya alami, rekreasi, pemandangan, sejarah, budaya, pemukiman kantung air, sumber daya alami, rekreasi, pemandangan, budaya, pemukiman
III
Kantung air, sumber daya alami, pemandangan, rekreasi, pemukiman
4+3+2+ 1+2
12
Tinggi
13,33
IV
Kantung air, pemukiman
4+2
6
Sedang
1,07
V
Rekreasi, budaya, pemukiman
1+3+2
6
Sedang
1.60
VI
Rekreasi, pemukiman, industri pemukiman
1+2+1
4
Rendah
5.39
2
2
Rendah
1,57
VII
Kategori bioregion dari sangat tinggi hingga rendah ini menggambarkan keragaman faktor alam dan budaya yang ada pada setiap nilai intrinsik serta potensi nilai intrinsik yang dapat dikembangkan. Kelompok unit tempat dengan kategori bioregion sangat tinggi memiliki hampir seluruh nilai intrinsik yang ada, baik nilai intrinsik alami maupun budaya, yang berarti kelompok unit tempat tersebut memiliki keragaman bioregion yang sangat tinggi dan memiliki potensi nilai intrinsik yang sangat tinggi untuk dikembangkan. Kelompok unit tempat dengan kategori bioregion tinggi juga memiliki keragaman nilai intrinsik alami maupun budaya yang tinggi, yang berarti kelompok unit tempat tersebut memiliki keragaman bioregion yang tinggi dan juga memiliki nilai intrinsik yang tinggi untuk dikembangkan.
73
Selanjutnya untuk kelompok unit tempat dengan kategori bioregion sedang hanya memiliki kurang dari setengah dari kedelapan nilai intrinsik yang ada, yang berarti keragaman bioregion yang ada tidak cukup tinggi dan tidak terlalu rendah, sehingga potensi nilai intrinsik untuk dikembangkan tidak terlalu banyak. Sedangkan untuk kelompok unit tempat dengan kategori bioregion rendah hanya memiliki satu atau dua nilai intrinsik dari kedelapan nilai intrinsik yang ada, yang berarti keragaman bioregionnya rendah, sehingga tidak banyak potensi nilai intrinsik yang dapat dikembangkan. Peta hasil kategorisasi bioregion dapat dilihat pada Gambar 30.
74