UPAYA UNICEF MELALUI JOINT ACTION PLAN DALAM MENGATASI PERMASALAHAN TENTARA ANAK DI MYANMAR TAHUN 2012-2013 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh : Indah Mustika 108083000036
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
ABSTRAKSI Skripsi ini menganalisis upaya yang dilakukan UNICEF dalam mengatasi permasalahan tentara anak di Myanmar melalui kerangka Joint Action Plan periode 2012-2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan upaya UNICEF sebagai organisasi internasional dan terdiri dari beberapa negara anggota dalam menyelesaikan permasalahan tentara anak di Myanmar dalam kerangka Joint Action Plan periode 2012-2013. Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka dengan data sekunder. Peneliti menemukan bahwa Joint Action Plan yang dijalankan oleh UNICEF sebagai aktor internasional bertujuan untuk menegakkan dengan mereformasi kembali tatanan kehidupan sosial di Myanmar yang selama ini masih belum mampu menegakkan asas-asas HAM. Pelanggaran yang terjadi seperti perekrutan, pelecehan seksual, pembunuhan dan penculikan menjadi perhatian UNICEF untuk segera mengentaskan masalah tentara anak ini. Argumen ini dirumuskan melalui tahapan analisa yakni dengan melihat bagaimana strategi umum UNICEF dalam menyelesaikan masalah tentara anak, keterlibatan UNICEF dalam masalah tentara anak di Myanmar, perekrutan tentara anak yang dilakukan oleh Tatmadaw Kyi dan Border Guard Forces (BGFs) serta pelanggaran yang terjadi selama masa perekrutan dan penerapan tentara anak. Kerangka teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah konsep organisasi internasional dan human security. Dari hasil analisis ditemukan bahwa UNICEF melakukan berbagai pendekatan agar Myanmar mau secara bertahap menghentikan perekrutan tentara anak. UNICEF bersama dengan organisasi internasional lain menggalang kesatuan untuk menyelesaikan masalah tentara anak ini meskipun pada kenyataannya terdapat hambatan yang berarti karena pasca penandatanganan Joint Action Plan, Myanmar menutup akses pemantauan perekrutan tentara anak. Dapat disimpulkan bahwa upaya UNICEF ini berjalan baik dalam melepaskan tentara anak tetapi belum efektif untuk membuat Myanmar melakukan penghentian perekrutan tentara anak. Keyword: UNICEF, Tentara Anak, Joint Action Plan, Myanmar, Organisasi Internasional, Human Security.
i
KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan berkah nikmat dan kemudahannya yang maha besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam dilimpahkan kepada Baginda Rasulullah SAW, makhluk Allah paling mulia yang telah membuka gerbang ilmu pengetahuan kepada umatnya. Dalam proses mengemban pendidikan dan perjalanan penyelesaian skripsi di Universitas Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta, banyak pihak yang telah mendukung dan memberikan dukungan kepada penulis baik berupa do’a, moril maupun materil. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ibu Debbie Affianty, M.Si selaku Ketua Program Studi Hubungan Internasional yang telah mendukung dan memberikan arahan 2. Bapak M. Adian Firnas, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah dengan ikhlas dan sabar memberikan bimbingan dan waktu untuk membaca serta mengoreksi skripsi ini 3. Bapak Jajang Saprijal dan Bapak Amali selaku staf FISIP UIN yang senantiasa sabar melayani dan memberikan informasi kemahasiswaan 4. Bapak-Ibu Dosen Program Studi Hubungan Internasinal yang tiada lelah berbagi pengalaman dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis selama masa perkuliahan
ii
5. Bapak Armein Daulay, M.Si yang senantiasa meluangkan waktu untuk berdiskusi data dan sharing pengalaman hidup 6. Secara utama kepada kedua orang tua yakni, Papah H. Rohis Adiwijaya dan Mamah Hj. Ruyati. Ini hanya sebagian kecil ucapan terima kasih dan rasa syukur kepada papah dan mamah yang senantiasa dengan ikhlas memanjatkan do’a dan memberikan ridhonya, mengajarkan kesabaran dan memberikan nasihat yang penulis selalu ingat 7. Semua kakak dan kakak ipar tersayang, H. Taufik Abdurrahman, Manzillah, H. Hendra Heruyanto, Hj. Windi Yulianingsih, Laila Sari Saumi, Risa Rismiati, Saryono yang secara moril selalu memberikan semangat dan do’a yang luar biasa besarnya 8. Sabahat-sahabat tercinta, Tita Miftahul Jannah, Novi Sri Rahmawati, Hilda Fitriani, Asri Ulfah Ramadhani yang berkenan berbagi pengalaman, suka duka bersama dalam masa perkuliahan dan proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih telah memberikan semangat dan do’a terbaik 9. Ahmad Zarkasyi. Terima kasih selalu mendo’akan, menyemangati dan menghibur penulis 10. Nurhayati, Asri Hairani, Kristin Suharyati, Nur Septia Wilda Pohan, Risky Nopiar, Hikmah Nasution. Terima kasih atas do’a, semangat serta canda tawanya menghibur penulis ketika keadaan tidak memungkinkan untuk tersenyum 11. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan HI UIN kelas A angkatan 2008 yang telah memberikan kehangatan tali silaturahmi selama masa
iii
perkuliahan. Teman-teman HI kelas B dan C angkatan 2008 dan kakakkakak HI UIN angkatan 2006-2007 yang telah berbagi pengalaman selama masa perkuliahan 12. Saudara/Saudari RM. BERKAH yang senantiasa mendo’akan dan menyemangati penulis 13. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih banyak atas do’a, dukungan, dan bantuan kepada penulis. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan membalas kebaikan hamba-Nya. Aamiin
Jakarta, 19 Juni 2015
Indah Mustika
iv
DAFTAR ISI ABSTRAKSI........................................................................................................................i KATA PENGANTAR........................................................................................................ii DAFTAR ISI.......................................................................................................................v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pernyataan Masalah.......................................................................................................1 1.2 Pertanyaan Penelitian.....................................................................................................6 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian......................................................................................6 1.4 Tinjauan Pustaka.....................................................................................……………..7 1.5 Kerangka Pemikiran………………………...….………………………….…………..9 1.6 Metode Penelitian........................................................................................................ 16 1.7 Sistematika Penulisan...................................................................................................17 BAB II UNICEF DAN STRATEGI PERLINDUNGAN TENTARA ANAK 2.1 Gambaran Umum Organisasi Internasional UNICEF…………………...………..….18 2.2 Strategi UNICEF Pada Perlindungan Tentara Anak……………...………….…..…..25 BAB III PERKEMBANGAN KASUS TENTARA ANAK DI MYANMAR 3.1 Gambaran Umum Tentara Negara Myanmar Tatmadaw Kyi………..……….……...32 3.2 Gambaran Umum Border Guard Forces…………………………………………….35 3.3 Perekrutan Anak Ke Dalam Tentara dan Pelanggaran HAM oleh Tatmadaw Kyi dan Border Guard Forces……………..………………………………………….............37 BAB IV PERAN UNICEF MELALUI JOINT ACTION PLAN DALAM MENGATASI TENTARA ANAK DI MYANMAR TAHUN 2012-2013 4.1Upaya Penanganan Masalah Tentara Anak di Myanmar Sebelum Joint Action Plan..46 4.2 Upaya UNICEF Melalui Joint Action Plan Dalam Mengatasi Perekrutan dan Penggunaan Anak Ke Dalam Tentara…………..……………………………………51 4.3 Hambatan UNICEF Dalam Pengimplentasian Joint Action Plan di Myanmar…...…61 BAB V KESIMPULAN………………...….…………………………………………....65 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...67 LAMPIRAN
v
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Pernyataan Masalah United Nations Children’s Fund (UNICEF) merupakan organisasi
internasional yang bertugas mendorong kesadaran para pembuat keputusan dalam memformulasi ide hak-hak anak menjadi suatu tugas yang bersifat praktikal.Salah satu tugas UNICEF lainnya adalah memberikan perlindungan terhadap anak yang terlibat dalam situasi konflik bersenjata di berbagai negara, salah satunya Myanmar.1 Myanmar merupakan negara yang terbilang sering mengalami konflik etnis dan konflik bersenjata yang melibatkan anak di dalamnya. Anak terlibat dalam konflik bersenjata dan kerap menjadi sasaran rekrut oleh tentara. Di suatu daerah konflik, perempuan dan anak-anak adalah korban yang paling rentan mengalami tindakan yang tidak manusiawi. Hal ini tidak mengenal gender ataupun usia. Hal tersebut secara jelas menggambarkan adanya pelanggaran hak asasi manusia. Tentara anak adalah anak- anak yang berusia di bawah 18 tahun yang terlibat dalam kelompok militer negara Myanmar. Kelompok militer Myanmar atau yang dikenal sebagai Tatmadaw Kyi merekrut anak muda yang berstatus
1
http://www.unicef.org/protection/57929_58007.html diakses pada tanggal 16 Maret 2015
1
yatim piatu, pengungsi melalui paksaan ataupenculikan. Para tentara anak tersebut diberikan seragam militer dan mendapatkan pelatihan militer.2 Pada
masa
pelatihan
militer,
anak-anak
tersebut
diperlakukan
layaknyatentara pada umumnya. Tidak ada pembeda antara tentara dewasa dan tentara di bawah umur dalam hal perlakuannya. Keadaan ini bukanlah sesuatu yang wajar terjadi, mengingat bahwa anak-anak membutuhkan perlindungan serta perlakuan khusus dari keluarga, lingkungan maupun pemerintah. Selain itu, anakanak tersebut juga mengalami penculikan, kekerasan fisik, pelecehan dan pembatasan komunikasi yang dialami anak-anak di kelompok militer Myanmar. Perekrutan tentara anak di Myanmar dilakukan oleh dua pihak. Antara lain kelompok militer non-negara atau Border Guard Forces (BGFs) dan kelompok militer negara atau Tatmadaw. Tatmadaw telah berkembang menjadi kekuatan militer yang terstruktur untuk mengendalikan penduduk sipil. Sebagai kelompok militer negara, Tatmadaw melakukan perekrutan tentara anak untuk mengatur dan memenuhi kebutuhan personel militer negara. Praktik perekrutan anak di bawah umur dilakukan karena minimnya jumlah relawan militer yang berusia di atas 18 tahun.3 Praktek perekrutan tersebut melibatkan banyak anak di bawah umur yang diambil ketika anak-anak jauh dari orang tua.4 Mereka diancam oleh perekrut
2
Human Rights Watch, “My Gun Was As Tall As Me” Child Soldiers in Burma, 2002, h 18.[Jurnal Online] tersedia di http://www.hrw.org/reports/2002/burma/Burma0902.pdf; internet; diakses pada tanggal 16 Maret 2015 3 Ibid, diakses pada 8 September 2013. 4 Human Rights Watch, Burma: Sold to be Soldiers, The Recruitment and us of Child Soldiers in Burma, 2007, h. 41
2
untuk ikut ke dalam kelompok militer Myanmar dengan cara paksa maupun dengan ancaman pemberian hukuman penjara apabila mereka enggan mematuhi paksaan tersebut.5 Luasnya kegiatan perekrutan tersebut menyadarkan Myanmar untuk perlu membuat suatu peraturan untuk mencegah perekrutan anak ke dalam kelompok militer. Sebagai bentuk aturan pengendalian perekrutan anak ke dalam kelompok militer, Myanmar merumuskan beberapa peraturan nasional, antara lain Child Law (1993),6 Hukum Nasional Myanmar dibawah pengawasan Myanmar Defense Services dan War Office Council instruksi No. 13/73 (1974)7 dan National Committee on the Rights of the Child (NCRC) atau Komite Nasional Hak Anak tahun 1993 sebagai mekanisme pengimplementasian Child Law. Hingga pada tahun 2004 State Peace and Development Council (SPDC)8 mendirikan Committee for the Prevention of Military Recruitment of Underage Children atau Komite Pencegahan Perekrutan Militer Anak di Bawah Umur.9 Praktek penggunaan anak di bawah umur dalam kelompok militer menarik perhatian PBB. PPB yang diwakili oleh UNICEF membuat program-program
5
Child Soldiers International, Chance for Change: Ending the Recruitment and Use of Child Soldiers in Myanmar, 2013, h 14 6 http://www.humanrights.asia/news/ahrc-news/AHRC-STM-208-2009/?searchterm=; diakses pada tanggal 24 Oktober 2013. Child Law merupakan partisipasi Myanmar dalam usahanya mengimplementasikan Konvensi Hak-Hak Anak tahun 1989. Di dalam Child Law terdapat undang-undang hak anak dan kewajiban negara dalam memelihara peradilan anak serta wewenang otoritas-otoritas negara atas perlindungan anak 7 http://www.Myanmargeneva.org/statement&speech/Recruiting%20Child%20Soldiers%2007.htm diakses pada tanggal 11 Maret 2014 8 Pada tahun 1988-1997 bernama State Law and Order Restoration Council (SLORC) hingga pada tahun 1997 berganti nama menjadi State Peace and Development Council (SPDC). SPDC merupakan nama resmi dari rezim militer Myanmar 9 Human Rights Watch, Burma: Sold to be Soldiers, The Recruitment and us of Child Soldiers in Burma, h, 69-70
3
untuk menghentikan dan mencegah praktek perektrutan yang mungkin terjadi di masa depan. UNICEF adalah pelopor dalam melindungi anak dari perekrutan sebuah instansi militer, penculikan anak, dan penolakan akses kemanusiaan.10 UNICEF merupakan salah satu organisasi internasional yang diberikan mandat oleh komunitas internasional untuk memberi perlindungan terhadap hak-hak asasi anak, termasuk hak kelangsungan hidup, hak keamanan, hak pengembangan diri, dan hak berpartisipasi dan menyatakan pendapat. Keterlibatan anak-anak dalam konflik bersenjata merupakan pelanggaran hak asasi anak. Atas pertimbangan asas-asas yang diproklamasikan dalam Piagam PBB bahwa pengakuan atas martabat manusia yang melekat serta hak kesetaraan dan hak yang tidak dapat dicabut. Serta mengingat Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa masa kanak-kanak memerlukan perawatan dan pendampingan secara khusus. Maka Majelis Umum PBB menyetujui Konvensi Hak-Hak Anak tahun 1989.11 Menyadari meluasnya kasus keterlibatan anak pada situasi konflik bersenjata, Dewan Keamanan PBB menyelenggarakan pertemuan yang ke 5235. Pada pertemuan ini Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Monitoring and Reporting Mechanism (MRM) atau Mekanisme Pengawasan dan Pelaporan.12 Melalui mekanisme ini yang berada di bawah mandat Dewan Keamanan PBB melalui resolusi 1612 tahun 2005 menjadi kunci PBB untuk memperoleh akses
10
http://www.unicef.org/media/media_27787.html diakses pada tanggal 8 April 2015 Konvensi Hak-Hak Anak yang Disetujui oleh Majelis Umum PBB Pada Tanggal 20 November 1989 12 http://www.un.org/press/en/2005/sc8458.doc.htm diakses pada tanggal 19 April 2015 11
4
mencari dan mendapatkan informasi pelanggaran hak-hak anak yang terjadi di badan militer Myanmar.13 Resolusi 1612 tahun 2005 yang disebut Children and Armed Conflict Resolution merupakan norma internasional yang dirumuskan PBB untuk melindungi hak-hak anak, khususnya pada keadaan konflik bersenjata yang berdampak pada pelanggaran hak anak yaitu berupa perekrutan dan penggunaan anak ke dalam militer. Resolusi ini mengajak negara-negara anggota dan masyarakat internasional untuk ikut melaporkan pelanggaran dan penyalahgunaan hak-hak anak yang terkena dampak konflik bersenjata.14 Atas mandat Dewan Keamanan PBB, akhirnya pada tahun 2007 telah terjadi kesepakatan antara pemerintah Myanmar dan Perwakilan Khusus PBB untuk Anak dan Konflik Bersenjata (UN Special Representative on Children and Armed Conflict) untuk membuat mekanisme pengawasan dan pelaporan atas pelanggaran berat terhadap anak-anak di Myanmar. Hal ini tentunya menjadi harapan baik karena peerintah Myanmar yang sekaligus berperan sebagai pihak yang sering melakukan perekrutan tentara anak mau menyepakati kesepakatan tersebut. Respon baik dari pemerintah Myanmar ini ditunjukkan dengan memfasilitasi dan memberikan akses pemantauan di negaranya. Melalui hal ini Myanmar memberikan kesan pada dunia internasional bahwa negaranya bersedia secara transparan dipantau dalam hal perekrutan tentara anak. 13
Human Rights Watch, Burma: Sold to be Soldiers, The Recruitment and us of Child Soldiers in Burma,2007,h.21.[Jurnal Online] tersedia di http://www.hrw.org/sites/default/files/reports/burma1007webwcover.pdf; internet; diakses pada tanggal 7 September 2013. 14 http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/1612(2005) diakses pada tanggal 22 April 2014
5
Selanjutnya, titik tolak upaya penyelesaian masalah tentara anak dinilai mengalami perkembangan yang berarti karena pada Juni 2012, pemerintah Myanmar dan PBB menandatangani Joint Action Plan15 yang merupakan hasil negosiasi tahunan antara pemerintah Myanmar dengan UNICEF dan organisasi yang berkepentingan di Country Task Force on Monitoring and Reporting (CTFMR) terhadap pelanggaran berat hak-hak anak dalam situasi konflik bersenjata.16 1.2
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian yang
akan menjadi pokok permasalahan di dalam kajian ini, yaitu: Bagaimana upaya UNICEF melalui Joint Action Plan mengatasi perekrutan dan penggunaan anak ke dalam kelompok militer Myanmar tahun 2012-2013? 1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
15
Perwakilan Khusus PBB Tentang Anak-Anak dan Konflik Bersenjata mengadakan kunjungan kerja dan bertemu dengan pemerintah Myanmar pada tahun 2007 untuk membahas wacana rencana aksi (action plan) terkait masalah perlindungan anak dalam situasi konflik bersenjata. Dialog ini menginstruksikan militer Myanmar atau Tatmadaw dan militer non pemerintah untuk terlibat dengan CTFMR dan mempersiapkan rencana aksi untuk menghentikan perekrutan anakanak dan mengembangkan program reintegrasi. Hasil dialog ini yang menentukan terlahirnya Joint Action Plan (Rencana Aksi Bersama) terhadap kasus tentara anak di Myanmar. 16
Country Task Force on Monitoring and Reportingyang terdiri dari beberapa badan-badan khusus dan agen-agen khusus PBB yaitu United Nations Development Programme (UNDP), United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UNOCHA), United Nations Population Fund (UNFPA), World Food Programme (WFP), dan International Labour Organization (ILO), United Nations Education, Scientific, and Cultural Organizaton (UNESCO), Save the Children dan organisasi lainnya yang berkepentingan dan relevan di negara Myanmar terkait dengan perlindungan anak
6
Kajian ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai upaya UNICEF sebagai organisasi internasioanl yang beranggotakan negaranegara di dunia dalam mengatasi masalah tentara anak di Myanmar. Selain itu, kajian ini bertujuan untuk menyediakan informasi yang komprehensif mengenai fenomena global non tradisional yaitu masalah tentara anak di Myanmar. Selanjutnya bagian analisa kajian ini akan menunjukkan efektifitas upaya UNICEF dalam menyelesaikan masalah tentara anak di Myanmar. Secara akademis, kajian ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial di program studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, kajian ini diharapkan memberikan referensi yang valid mengenai isu tentara anak pada umumnya. 1.3.2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan isu tentara anak di Myanmar yang telah berlangsung semenjak rezim militer berkuasa. Selanjutnya, diharapkan dapat memberikan referensi data mengenai upaya UNICEF dalam mengatasi masalah tentara anak di Myanmar. Secara akademis, manfaat yang didapatkan dalam penelitian ini adalah memberikan informasi yang komprehensif dalam pengembangan pemahaman mengenai isu non tradisional, khususnya tentara anak. 1.4
Tinjauan Pustaka Dalam penelitiannya yang berjudul “Peran UNICEF Dalam Mengatasi
Masalah Perekrutan Serdadu Anak di Wilayah Konflik Studi Kasus: Sierra 7
Leone”, Hanan Rianastashia yang merupakan mahasiswa program studi hubungan internasional Universitas Pembangunan Nasional Jakarta, menjelaskan sejumlah langkah UNICEF untuk mengatasi masalah serdadu anak di Sierra Leone. Daerah yang berkonflik ini melibatkan anak di bawah umur terlibat dalam situasi konflik dan menjadi serdadu. UNICEF menunjukkan perannya dalam mengatasi masalah tersebut melalui Disarmament, Demobilizaton, and Re-Integration (DDR). Fungsinya adalah menarik pasukan tentara anak dari ranah militer. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam kajian ini adalah Human Security dan organisasi internasional. Melalui konsep tersebut, PBB sebagai organisasi internasional memiliki kewajiban untuk menerapkan peranannya dalam mengatasi masalah tentara anak yang bertentangan dengan Human Security. Selanjutnya, penelitian mahasiswi Universitas Mulawarman, Lista Waladeri berjudul “Peran UNICEF Dalam Mengatasai Milisi Anak di Afrika Tengah”. Dalam penelitian ini, penulis menjabarkan permasalahan milisi anak yang ada di Afrika Tengah. Untuk menganalisa permasalahan tersebut, penulis menggunakan kerangka teori organisasi internasional menurut Coulombis dan Wolfe, konsep tentara anak, dan human security. Hasil dari penelitiannya menjelaskan secara umum bagaimana UNICEF dengan didampingi beberapa organisasi di kawasan Afrika menyelesaikan masalah milisi anak ini melalui program penguatan sistem perlindungan anak nasional di Afrika Tengah dan juga pengadaan pelatihan serta kegiatan kemanusiaan. Penelitian ini juga fokus pada konvensi hak-hak anak dan HAM negara-negara Afrika.
8
1.5
Kerangka Pemikiran Dalam membahas permasalahan yang ada, penulis akan menggunakan
konsep yang sesuai dalam menganalisa upaya UNICEF melalui Joint Action Plan dalam mengatasi permasalahan tentara anak di Myanmar tahun 2012-2013. Konsep yang digunakan untuk menganalisa pokok masalah tersebut adalah Konsep Organisasi Internasional dan Human Security. 1.5.1
Konsep Organisasi Internasional Organisasi internasional pada hakekatnya sebagai kelanjutan dan
pengembangan serta pelembagaan dari pertemuan-pertemuan dan konsultasi antar negara yang dilakukan secara spontan atau tidak terencana dan bersifat ad-hoc (sementara), yang kemudian dengan persetujuan bersama (agreement) di antara peserta pertemuan ditetapkan suatu bentuk kerjasama dengan sistem dan mekanisme tertentu guna mencapai tujuan bersama. Dengan demikian sifat-sifat dasar suatu organisasi internasional yang bersifat publik adalah keanggotaannya, yaitu terdiri dari negara-negara atau pemerintah, atas dasar sukarela, mempunyai sistem dan mekanisme serta tata kerja tertentu dan fungsinya sebagai wadah kerjasama.17 Bagi para anggotanya, organisasi internasional merupakan alat untuk mencapai tujuan nasional atau wadah untuk memperjuangkan kepentingan nasional masing-masing. Maka keanggotaan suatu negara di dalam organisasi internasional didahului dengan suatu kajian yang meliputi azas, fungsi dan tujuan.
17
Aiyub, Mohsin.Diktat Organisasi dan Administrasi Internasional.2009.hal.4
9
Dengan demikian keputusan untuk menjadi anggota organisasi internasional didasarkan kepada motivasi tertentu seperti prospek kepentingan nasional dan timbal balik, keharusan geo-politik, ekonomi dan aspirasi mayoritas rakyat serta adanya persamaan pandangan dalam hal-hal tertentu.18 Adapun prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar kerjasama dalam organisasi internasional meliputi persamaan kedaulatan, hak dan derajat; tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing; tidak menggunakan kekerasan dan ancaman kekerasan; hidup berdampingan secara damai; penyelesaian sengketa secara damai; menghormati kedaulatan, kemerdekaan dan keutuhan wilayah masing-masing; serta saling menguntungkan. Selain prinsip-prinsip umum tersebut, organisasi internasional juga memiliki perannya dalam sistem internasional.19 Peran organisasi internasional meliputi tiga hal, yaitu instrumen, arena dan aktor.20 Pertama, organisasi interasional memiliki peran sebagai instrumen dalam arti bahwa organisasi internasional menjadi alat negara-negara anggota yang bergabung di dalamnya untuk mencapai kebijakan nasionalnya atau untuk mencapai kepentingan negaranya. Peran yang kedua adalah organisasi internasional sebagai arena. Hal tersebut berkaitan dengan pengadaan forum untuk mengambil suatu tindakan. Peran ini menggambarkan organisasi internasional sebagai penyedia sarana untuk anggota organisasi untuk berdiskusi, berdialog, 18
ibid Ibid. hal 5 20 Clive Archer, International Organizations; third edition(New York: Routledge, 2001), h. 68. [Buku Online]; tersedia di http://en.bookfi.org/book/1030183; internet; diakses pada tanggal 10 September 2013 19
10
bekerjasama dan menentang.21 Peran organisasi internasional sebagai suatu arena ini bersifat lebih netral. Organisasi internasional merumuskan kebijakan yang bersifat menyeluruh demi tercapainya solusi dan keputusan bersama. Peran yang ketiga adalah organisasi internasional sebagai aktor. Menurut Arnold Wolfers di dalam buku Clive Archer bahwa22: “Kapasitas aktor dari sebuah organisasi internasional tergantung dari ’resolusi, rekomendasi, atau perintah yang berasal dari organ atau badan tersebut’ yang memaksakan beberapa atau semua anggota pemerintahan untuk bertindak berbeda dari cara yang mana seharusnya mereka bertindak”. Keberadaan organisasi internasional sebagai aktor internasional dapat dikatakan sebagai aktor yang dependen terhadap anggota negaranya. Tidak ada satupun organisasi internasional yang tidak membutuhkan rekomendasi kebijakan dari anggota-anggota negaranya. Tindakan yang dilakukan suatu organisasi internasional tidak lepas dari tujuan-tujuan organisasi itu sendiri. Sehingga tindakan tersebut terarah dan mencapai tujuan dasar organisasi internasional. Organisasi internasional dapat didefinisikan menurut tujuan-tujuan yang diinginkannya. Pada umumnya organisasi internasional dibentuk dalam rangka mencapai semua atau beberapa dari tujuan-tujuan berikut ini.23 Pertama regulasi hubungan internasional terutama melalui teknik-teknik penyelesaian pertikaian
21
Ibid, h 69- 73 ibid, h 79 23 Theodore a Couloumbis and James H Wolfe alih bahasa Mecedes Marbun, Pengantar Hubungan Internasional Keadilan dan Power edisi ketiga, Bandung: Abardin. 1986, h. 279 22
11
antar negara secara damai, meminimalkan, atau paling tidak, mengendalikan konflik atau perang internasional, memajukan kerjasama dan pembangunan antarnegara demi keuntungan-keuntungan sosial dan ekonomi di kawasan tertentu atau untuk manusia pada umumnya serta pertahanan kolektif sekelompok negara untuk menghadapi ancaman eksternal Tujuan
organisasi
internasional
pada
poin
meminimalkan
atau
mengendalikan konflik berbanding lurus dengan perannya menjembatani dan menyediakan sarana bagi anggota negara dalam berdiskusi dan bekerjasama pada isu-isu yang terjadi. Peran organisasi internasional bersifat netral sehingga proses mengendalikan suatu konflik internal suatu negara dapat dilakukan secara kondusif. 1.5.2
Konsep Human Security Menurut Komisi Keamanan Manusia, Human Security adalah keselamatan
bagi orang-orang dari ancaman kekerasan dan non-kekerasan. Hal ini adalah suatu kondisi atau keadaan yang ditandai dengan kebebasan dari ancaman luas untuk hak-hak rakyat, keselamatan, atau bahkan nyawa mereka. Dari perspektif kebijakan luar negeri, keamanan manusia dipahami sebagai perubahan cara pandang atau orientasi. Pengertian ini merupakan cara alternatif melihat dunia, menjadikan manusia sebagai titik acuan selain memfokuskan pada keamanan wilayah atau pemerintah saja.24
24
S. Neil Macfarlane and Yuen Foong Khong.Human Security and the History.2006.hal 11
12
UN: A Critical
Pendekatan Human Security merupakan pendekatan yang lebih luas dari suatu analisis keamanan (security). Pendekatan keamanan teritori beralih ke keamanan manusia merupakan hasil dari tuntutan globalisasi. Isu global kontemporer yang berkembang pada abad 21 seperti kemiskinan, epidemik penyakit, isu lingkungan hidup, pelanggaran hak asasi manusia, serta konflik bersenjata berkontribusi mengancam keamanan manusia.25 Menurut The United Nations Development Programme’s (UNDP) 1994 Human Development Report, New Dimensions of Human Security bahwa Human Security mempunyai beberapa karakteristik, antara lain:26 1. Human Security merupakan permasalahan universal. Permasalahan ini menyentuh persoalan individu di seluruh dunia, baik bangsa yang miskin maupun yang kaya 2. Komponen Human Security bersifat interdependen 3. Human Security lebih mudah dilihat melalui pencegahan dini daripada mengambil tindakan intervensi 4. Human Security adalah people-centred. Hal ini berkaitan dengan bagaimana seorang individu hidup dan bertahan di dalam masyarakat, bagaimana individu bebas mendapatkan banyaknya pilihan hidup, dan berapa banyak akses mereka pada pemenuhan kebutuhan dan peluang sosial serta apakah mereka hidup dalam kondisi konflik atau kedamaian.
25
John Baylis, Steve Smith, Patricia Owens.The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations.Oxford University Press. 2008.hal 492 26 Sabina Alkire, Centre for Research on Inequality, Human Security and Ethnicity, CRISE.Working Paper 2: A Conceptual Framework for Human Security.2003.hal 13
13
Konsep Human Security dibutuhkan untuk tujuan perdamaian, stabilitas internasional dan perlindungan individu dan masyarakat. Menurut Claudia Fuentes dan Franciso Rojas Aravena, konsep Human Security mencakup komponen hak asasi manusia, termasuk sosial, budaya dan ekonomi, akses terhadap pendidikan dan kesehatan, kesempatan yang sama, serta good governance.27 Human Security bersifat lintas batas atau transnasional. Maka berbagai ancaman terhadap Human Security tidak hanya menjadi persoalan domestik suatu negara, akan tetapi juga merupakan masalah dalam hubungan internasional.28 Human Security bersifat integratif, yaitu mengakui universalisme. Hal ini terdapat pada gagasan solidaritas antar individu. Konsep Human Security tidak dapat diterapkan secara paksa, antara kekuatan militer melawan militer maupun terbatas pada wilayah tertentu.29 Sehingga upaya menangani ancaman terhadap Human Security perlu meningkatkan kerjasama antarnegara dan antara aparat negara maupun aktor-aktor non-negara, seperti masyarakat, LSM, akademisi, serta organisasi regional dan internasional dalam merumuskan strategi keamanan secara global. Tercapainya Human Security tidak hanya tergantung pada negara saja, namun juga sangat ditentukan oleh kerjasama transnasional di antara aktor nonnegara.
27
UNESCO.Human Security: Approches and Challenges.2008.diakses dari hal 3 UNDP.Human Development Report 1994.New York:Oxford University Press.(Jurnal Online) tersedia di http://hdr.undp.org/sites/default/files/reports/255/hdr_1994_en_complete_nostats.pdf hal 24 diakses pada tanggal 2 Mei 2015 29 ibid 28
14
Aktor non-negara seperti organisasi internasional mempunyai peran penting dalam melindungi
keamanan manusia.
Organisasi
internasional
merupakan alat untuk mengatasi berbagai isu Human Security seperti pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di beberapa negara. Negara harus menanggalkan kedaulatannya apabila isu perlindungan keamanan manusia sudah mencapai status krisis. Peran organisasi internasional akan dibutuhkan dalam tahapan krisis ini. Berkembangnya isu global sekarang ini, khususnya mengenai keamanan manusia tidak dapat dipisahkan dari isu HAM. Human Security mengkaji masalah HAM yang harus dimiliki dan dijaga oleh individu. Human Security dapat dikatakan pendekatan konseptual yang memperjuangkan masalah HAM. Penjaminan HAM ini berguna bagi kelangsungan hidup individu. HAM menurut Declaration of Vienna adalah… “Hak-hak
tersebut
meliputi
hak
kebebasan,
pengajaran,
hak
perlindungan, hak berekspresi, beragama dan melakukan perkumpulan dalam suatu organisasi. Apabila hak-hak tersebut telah terpenuhi, maka pencapaian keadaan manusia dalam suatu keamanan sudah tercapai. Hal tersebut yang dikaji dalam Human Security.” Komisi Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa “protecting the vital core of all human lives in ways that enhance human freedom and human fulfillment”. (Human Security sebagai perlindungan terhadap kehidupan utama manusia dengan menjunjung tinggi kebebasan dan pemenuhan kebutuhan manusia).
15
Human Security juga diartikan sebagai memberikan perlindungan terhadap manusia dari sejumlah ancaman dan memberikan hak kepada individu tersebut untuk mengembangkan kemampuan dalam membuat pilihan dan bertindak.30 1.6
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan data deskriptif atau menjelaskan secara rinci berupa tulisan atau lisan dari masalah tertentu. Metode ini bisa dalam bentuk pengertian, konsep, definisi maupun deskripsi dari suatu masalah. Dengan cara mengumpulkan, menyusun, menginterpretasikan data yang kemudian dianalisa sehingga menghasilkan suatu pembahasan yang jelas dan tersusun.31 Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data yang bersifat sekunder. Data diperoleh dari sumber-sumber dasar yang merupakan bukti atau saksi utama dari kejadian yang lalu yaitu melalui publikasi yang dikeluarkan oleh website resmi UNICEF dalam kasus Child Protection from Violence, Exploitation, and Abuse. Selain itu, data diperoleh dari instansi-instansi penerbit, baik buku dan jurnal yang bersifat soft copy atau hard copy.32 Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
dengan menggunakan studi kepustakaan. Penulis mengumpulkan sejumlah data,
30
Sadako Ogata dan Johan Cels, “Human Security: Protecting and Empowering the People,” Global Insight, Vol 9, No 3, Juli-September 2003 [Jurnal Online]; tersedia di http://search.proquest.com/docview/213730347/fulltextPDF/1406C2DFDC215E999E4/4?accounti d=31533; internet; diakses pada tanggal 10 September 2013 31 Bruce L. Berg, Qualitative Research Methods For The Social Sciences Fourth Edition.2001 2003 [Buku Online]; tersedia di http://en.bookfi.org/book/1201445; internet; diakses pada tanggal 1 Januari 2014 32 Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.h. 50
16
kemudian melakukan analisa pada data tersebut untuk kemudian diklasifikasi pada bagian-bagian spesifik dalam penelitian ini. Selanjutnya, penulis melakukan analisa data yang sesuai untuk menjawab pertanyaan penelitian sesuai dengan kerangka teori dan membuat kesimpulan. 1.7
Sistematika Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Pernyataan Masalah 1.2 Pertanyaan Penelitian 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4 Tinjauan Pustaka 1.5 Kerangka Pemikiran 1.6 Metode Penelitian 1.7 Sistematika Penulisan 1.8 Daftar Pustaka
BAB II
UNICEF DAN STRATEGI PERLINDUNGAN TENTARA ANAK 2.1 Gambaran Umum Organisasi Internasional UNICEF 2.2 Strategi UNICEF Pada Perlindungan Tentara Anak PERKEMBANGAN KASUS TENTARA ANAK DI MYANMAR 3.1 Gambaran Umum Tentara Negara Myanmar Tatmadaw Kyi 3.2 Gambaran Umum Border Guard Forces 3.3 Perekrutan Anak Ke Dalam Tentara dan Pelanggaran HAM oleh Tatmadaw Kyi dan Border Guard Forces UPAYA UNICEF MELALUI JOINT ACTION PLAN DALAM MENGATASI TENTARA ANAK DI MYANMAR TAHUN 20122013 4.1 Upaya-Upaya Penanganan Masalah Tentara Anak di Myanmar Sebelum Joint Action Plan 4.2 Upaya UNICEF Melalui Joint Action Plan Dalam Mengatasi Perekrutan dan Penggunaan Anak ke Dalam Tentara 4.3 Hambatan UNICEF Dalam Pengimplentasian Joint Action Plan di Myanmar
BAB III
BABIV
BAB V
KESIMPULAN
17
BAB II UNICEF DAN STRATEGI PERLINDUNGAN ANAK Bab II ini akan menyajikan data mengenai strategi-strategi UNICEF pada perlindungan anak. Sub bab pertama yaitu membahas gambaran umum organisasi internasional UNICEF. Sub bab kedua mengenai strategi UNICEF pada perlindungan anak dan upaya apa yang dilakukan dalam implementasi strateginya tersebut. 2.1 Gambaran Umum Organisasi Internasional UNICEF United Nations of Children’s Fund (UNICEF) merupakan InterGovernmental Organisation (IGO) yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). UNICEF dibentuk oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 11 Desember 1946. Pembentukan UNICEF didasarkan pada resolusi 57 pasal 1 yang direkomendasikan oleh Economic and Social Council (ECOSOC).33 Perlu adanya penyediaan dana bagi kesejahteraan anak-anak dan perlindungan hak-hak anak nampaknya menjadi salah satu pendorong terbentuknya organisasi internasional ini. UNICEF merupakan organisasi yang mengurusi permasalahan seputar anak, wanita dan hak asasi manusia. Dengan standar internasional dan Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak, 155 negara telah didukung oleh UNICEF untuk
33
Yves, Beigbeder. New Challenges for UNICEF: Children, Women, and Human Rights. 2002. Hal 11
18
menerapkan norma serta hukum internasional yang bergerak pada isu hak anak.34 Konvensi PBB tentang Hak Anak tersebut telah menjadi suatu tolak ukur dan hukum universal yang bersifat wajib untuk diterapkan oleh semua negara demi kesejahteraan dan perlindungan hak-hak anak. Susunan kerja UNICEF pada penerapan Konvensi Hak-Hak Anak antara lain mendukung pembaharuan undang-undang hak-hak anak; peningkatan sistem keadilan bagi anak-anak; perlucutan senjata, pemulangan dan penyatuan (reintegrasi) kembali anak kepada keluarganya dari angkatan bersenjata; pemantauan dan pelaporan pelanggaran HAM berat yang dialami oleh anak sesuai resolusi Dewan Keamanan PBB 1612 tahun 2005 yaitu mengenai anak dan konflik bersenjata; serta perlindungan terhadap penyalahgunaan, eksploitasi dan kekerasan termasuk perdagangan dan kekerasan seksual yang berbasis gender.35 Ketentuan hukum kerja dari UNICEF secara jelas menggambarkan adanya prioritas dalam perbaikan hukum tentang hak-hak anak. Selain itu, UNICEF menaruh fokus yang besar pada peningkatan mutu terhadap implementasi hak-hak anak, pencegahan keadaan bahaya yang mungkin dialami oleh anak, serta pengawasan diterapkannya aturan atau konvensi yang berhubungan dengan hak anak. UNICEF mencoba untuk menunjukkan peranan besarnya dalam menjaga hak-hak anak untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam sistem internasional. 34
The United Nations Chldren’s Fund (UNICEF), http://www.unrol.org/article.aspx?article_id=15 diakses pada tanggal 5 november 2014. Konvensi internasional yang mengatur hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan kultural anak-anak. Negara-negara yang meratifikasi konvensi internasional ini terikat untuk menjalankannya sesuai dengan hukum internasional 35 ibid,
19
Dalam menjalankan ketentuan hukum kerja yang dimilikinya, UNICEF berupaya untuk meyakinkan pemerintah bahwa mereka harus mengubah hukum mereka dan prakteknya mengenai hak-hak anak. UNICEF, dalam perannya sebagai advokat untuk hak anak-anak, menegaskan bahwa diperlukan investasi mengenai
kesejahteraan
anak
dan
melindungi
hak-hak
mereka
untuk
pengembangan dan perubahan sosial. UNICEF terkadang mempengaruhi pemerintah dengan melakukan hubungan kerja bersama para politisi, yang memiliki kekuatan untuk membuat dan menegakkan undang-undang yang melindungi anak-anak dan memastikan bahwa tersedia dana untuk memenuhi kebutuhan anak-anak. Terdapat lima fokus tugas dari UNICEF,36 yaitu pertama, kelangsungan hidup dan perkembangan anak, pengobatan penyakit yang dapat dicegah seperti campak dan malaria. Seperti aksi UNICEF di Afrika Sub-Sahara. UNICEF mendistribusikan kelambu berinsektisida di berbagai rumah. Karena kelambu berinsektisida memiliki perlindungan lebih tinggi dari pada kelambu biasa. Kelambu berinsektisida ini berfungsi dari gigitan pertama nyamuk. Penggunaan kelambu berinsektisida ini dapat mencegah penularan malaria hingga 50 persen dan memberikan perlindungan terhadap anak-anak hingga 20 persen. Kedua, HIV/AIDS dan anak-anak: mencegah penyebaran penyakit dan mendukung anak-anak yang telah menderita dampak HIV/AIDS, termasuk yatim piatu. Seperti yang dilakukan UNICEF di Burundi, Kongo dan Haiti. Upaya yang
36
Ada Verloren, ed;Peggy Kahn, Global Organization; The United Nations Children’s Fund (UNICEF), 2009, New York:Chelse Public House, Hal 23
20
dilakukan UNICEF ini merupakan pencegahan meluasnya penyakit HIV/AIDS dengan menggunakan obat-obatan juga memberikan penyuluhan pada anak-anak tentang bahaya dan cara penularan HIV/AIDS.37 Ketiga, pendidikan dasar dan kesetaraan gender yaitu memastikan bahwa semua anak-anak di seluruh dunia memiliki akses pendidikan. Seperti program UNICEF di Afrika Selatan yaitu the Boys and Girls Education Movement. Pada gerakan ini UNICEF menyediakan wadah pemuda dan pemudi Afrika Selatan untuk membantu mereka menggali potensi mereka, memberikan mereka akses informasi, membantu mereka memobilisasi masyarakat untuk mendukung hak-hak perempuan. Tahun 2011, gerakan ini mempromosikan pendidikan dengan tema “Back to School” dan konseling terhadap HIV/AIDS.38 Keempat, perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi, dan pelanggaran: melindungi kaum muda dari sistem buruh anak, konflik bersenjata, dan situasi berbahaya lainnya. UNICEF berupaya untuk mengurangi tingkat pekerja anak di India dengan mengurangi beban hutang keluarga melalui pembentukan kelompok swadaya dan meningkatkan pendaftaran sekolah pada anak, pendidikan keterampilan berikan kepada remaja perempuan dan pekerja anak di Andhra Pradesh dan Maharashtra.39 Kelima, advokasi kebijakan dan kemitraan untuk hak-
37
Machel Study 10 Years Strategic Review. Children and Armed Conflict in a Changing World. https://childrenandarmedconflict.un.org/publications/MachelStudy-10YearStrategicReview_en.pdf hal 143 diakses pada 8 Juli 2015 38
UNICEF. Girls and Boys Education Movement in South http://www.unicef.org/southafrica/education_4718.html diakses pada 8 Juli 2015
39
Africa.
UNICEF. Child Labour. http://www.unicef.org/chinese/protection/files/Child_Labour.pdf diakses pada 8 Juli 2015
21
hak anak: bekerja untuk menjaga perhatian pada hak-hak anak. Upaya UNICEF mempengaruhi kebijakan suatu negara untuk memperbaiki isi perundangundangan tentang hak anak agar sesuai dengan standar internasional. Lima fokus kerja UNICEF tersebut menunjukkan bahwa UNICEF tidak lagi hanya sebagai organisasi yang bergelut pada masalah pendanaan terkait masalah anak saja, tetapi memiliki visi yang lebih besar dan meluas, misalnya kesehatan, pendidikan, dan perlindungan hak. Sebagai organisasi internasional, UNICEF memiliki struktur badan di dalamnya yang disebut struktur formal dan terdiri dari Executive Board dan Secretariat. Excutive Board terdiri dari 36 negara yang ditentukan oleh Majelis Umum. Negara-negara tersebut adalah; 8 negara Afrika, 7 negara Asia, 4 negara Eropa Timur, 5 negara Amerika Latin dan Karibia serta 12 negara Eropa Barat dan negara lainnya.40 Ketiga puluh enam negara ini bertugas untuk memformulasikan kebijakan, otoritas program dan persetujuan finansial.41 Executive Board sebagai badan dari UNICEF bertanggung jawab menyediakan dukungan inter-governmental dan mengawal kegiatan-kegiatan UNICEF berdasarkan keseluruhan arahan kebijakan dari Majelis Umum dan Dewan Ekonomi dan Sosial PBB. Selain Executive Board, struktur formal UNICEF juga terdiri dari The Secretariat, yang merupakan perwakilan UNICEF di suatu negara dan bertanggung jawab juga untuk membantu dalam merumuskan
40
Yves, Beigbeder. New Challenges for UNICEF: Children, Women, and Human Rights. 2002. H. 45 41 Ibid, hal 20
22
konsep dan rancangan program serta pengawasan anak-anak, evaluasi dan pendokumentasian
kegagalan
dan
keberhasilan
program,
tidak
hanya
menyediakan sarana pra sarana untuk program anak-anak.42 Kedua badan formal UNICEF tersebut bersinergi dalam menjalankan tanggung jawabnya masing-masing.Nampak adanya sistem hierarki yang kuat pada pembahasan struktur UNICEF ini. PBB
menaungi UNICEF di bawah
Dewan Ekonomi dan Sosialnya, kemudian di dalam badan UNICEF terdapat hierarki antara Executive Director yang membawahi Executive Board yang terdiri dari 36 negara di dunia. Dilihat sebagai organisasi internasional yang dinilai efektif di bidangnya, UNICEF telah memiliki kekuatan demi mencapai kesuksesannya. Hal tersebut dikarenakan oleh UNICEF memiliki sistem desentralisasi struktur yang memberikan otonomi yang luas kepada kantor-kantor perwakilan di suatu negara.UNICEF menekankan pada pemusatan program negara-negara melalui pembangunan kemampuan lokal.43 Disamping struktur formal, UNICEF memiliki partner dengan beberapa pihak yang disebut sebagai The National Committee. National Committee ini memilki peran besar dalam mengadvokasi dan mengedukasi dengancara meningkatkan kesadaran masyarakat di negara tersebut termasuk anak-anak, tentang situasi yang dihadapi anak-anak dinegara yang dibantu oleh UNICEF,
42
Yves, Beigbeder. New Challenges for UNICEF: Children, Women, and Human Rights. 2002. H. 48 43 Ibid, hal 48
23
serta tentang hak-hak anak dan tentang program-program UNICEF.44 Keberadaan National Committe ini menjadi kepanjangan tangan UNICEF untuk melakukan operasional kerja secara menyeluruh di setiap negara yang menjadi bagian National Committe tersebut. National Committe juga memiliki peran besar dalam penggalangan dana UNICEF. Sepertiga dana yang menjadi sumber dana UNICEF diperoleh dari penggalangan dana dari National Committe ini. Sebagai salah satu organisasi kemanusiaan yang berada dibawah naungan PBB yang peduli terhadap masalah anak-anak. Selama masa pembentukannya, UNICEF memberikan peranannya yang maksimal untuk kehidupan anak-anak terkait dengan perlindungan hak dan keamanan mereka. Hasil kerja UNICEF ini setidaknya dapat dilihat dari adanya deklarasi PBB pada tahun 1976 yang menetapkan tahun tersebut sebagai International Years of Children (Tahun Anak Internasional). Selain itu, hal tersebut juga menjadikan UNICEF sebagai
badan utama PBB untuk
mengkoordinasikan dukungan-dukungan demi berlangsungnya kegiatan Tahun Anak Internasional yang sebagian besar diselenggarakan pada tingkat nasional. Pada tahun 1979, Majelis Umum PBB memberikan tanggung jawab kepada UNICEF untuk menarik perhatian dunia pada kebutuhan dan masalah-masalah umum yang dihadapi anak-anak, baik di negara-negara industri maupun di negaranegara berkembang.45
44 45
Ibid, hal 51 Ibid, hal 31-33
24
2.2 Strategi UNICEF Pada Perlindungan Tentara Anak Perlindungan anak merupakan isu yang menjadi perhatian di setiap negara dan prioritas tinggi bagi UNICEF. Dalam menjalankan tugas, UNICEF mempunyai pendekatan tersendiri pada perlindungan anak. Berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak dan perjanjian internasional lainnya, semua anak memiliki hak untuk dilindungi dari bahaya. Kegiatan UNICEF ini dipandu oleh kerangka normatif internasional untuk hak-hak anak serta keputusan dan kebijakan yang disepakati oleh badan antar pemerintah di PBB dan juga kerjasama dengan pemerintah negara.46 Pendekatan UNICEF dalam melindungi hak anak yaitu dengan mencegah dan merespon kekerasan, ekploitasi dan pelecehan yang dialami anak-anak. Hal ini untuk memastikan anak-anak dapat melanjutkan kelangsungan hidup, mengembangkan dan mendapatkan kesejahteraan hidup. UNICEF berusaha menciptakan lingkungan yang protektif, dimana anak perempuan dan laki-laki bebas dari kekerasan, eksploitasi dan pemisahan yang tidak perlu di dalam keluarga. Usaha UNICEF melalui norma dan hukum internasional ikut mendukung kapasitas nasional suatu negara untuk menekankan pencegahan dan mendorong negara menerapkan tanggung jawabnya melindungi anak. Karena anak-anak merupakan agents of change (aktor perubahan).47 Anak-anak memiliki perannya untuk membangun negara dengan keahliannya dan diharapkan dapat
46
UNICEF Executive Board.Annual Report: Children’s Protection Strategy.http://www.unicef.org/protection/CP_Strategy_English%281%29.pdf hal 1diakses pada 2 Mei 2015 47 Ibid hal 2
25
mengubah kesejahteraan bangsa. Sehingga negara wajib melindungi hak-hak anak sejak mereka dilahirkan. Perlindungan anak yang sukses dimulai dari pencegahan dan sebuah lingkungan yang bersifat melindungi. UNICEF bekerja untuk mengamankan lingkungan tersebut yang sejalan dengan pemeliharaan hak asasi manusia yaitu dengan mengurangi kesenjangan dalam mengakses informasi, sarana dan layanan. Tindakan pencegahan dapat melalui perbaikan pendidikan, kesehatan dan cara mengatasi diskriminasi gender.48 The Protective Environment Framework (PEF) atau kerangka lingkungan yang bersifat melindungi telah diatur di dalam UNICEF Operational Guidance Note (Panduan Operasional UNICEF) yang mendefinisikan delapan elemen yang sangat penting untuk perlindungan anak yang lebih baik. Elemen-elemen ini dilaksanakan baik
secara individu
maupun kolektif demi memperkuat
perlindungan dan mengurangi kerentanan pelanggaran pada anak.49 Delapan elemen dari The Protective Environment Framework (PEF) adalah50 pertama, komitmen pemerintah untuk memenuhi hak-hak perlindungan, yaitu kepentingan pemerintah berkomitmen terhadap perlindungan anak merupakan suatu elemen penting bagi lingkungan yang bersifat melindungi ini. Hal ini mencakup pemerintah menjamin sumber-sumber daya yang tersedia tercukupi, misalnya anggaran yang memadai, pengakuan publik dan ratifikasi 48
Ibid, hal 1
49
ibid, hal 3 Ibid hal 4
50
26
instrumen internasional. Kedua, peraturan perundang-undangan dan penegakkan hukum, yaitu kerangka legislatif yang memadai, penerapannya yang konsisten, bertanggungjawab, dan penegakkan hukum yang tidak pandang bulu merupakan elemen yang penting dari suatu lingkungan yang protektif. Ketiga, sikap, tradisi, adat istiadat, perilaku dan praktek tradisional, yaitu sikap dan tradisi yang memudahkan terjadinya kekerasan meliputi penerapan praktek tradisional misalnya kepatutan hukuman fisik yang berat, perbedaan gender dalam memandang status anak laki-laki dan anak perempuan serta pelecehan seksual yang kerap terjadi pada anak di bawah umur. Keempat, diskusi terbuka dan keterlibatan pihak-pihak lain terhadap masalah perlindungan anak, hal ini termasuk keterlibatan media dan masyarakat yang ikut andil terhadap perlindungan anak. Sehingga kemitraan antar pihak-pihak tersebut saling bersinergi dan efektif. Hal ini juga tidak menutup kemungkinan peran anak sendiri untuk menyuarakan hak berbicaranya tentang perlindungan hak mereka Kelima, keterampilan hidup, pengetahuan dan partisipasi anak, yaitu anak harus dibekali dengan informasi dan pengetahuan tentang perlindungan diri mereka. Sehingga mereka berpartisipasi untuk dapat menghindar dari hal-hal yang merugikan dan bahaya kekerasan yang akan terjadi. Anak diberikan pembekalan konseling, psikologi, dan pendidikan. UNICEF telah menerapkannya secara fokus di Afghanistan.51
51
Ozen Gufen, Amy Kapit-Spitalny dan Dana Burde. The Education Former Child Soldiers: Finding A Way Back to Civilian Identity.
27
Keenam, kapasitas pada masyarakat yang kontak langsung dengan anak, yaitu orang tua, pekerja sosial, guru, pekerja kesehatan, polisi, dan mereka yang mempunyai keterlibatan dalam melindungi anak harus dibekali dengan keterampilan, motivasi dan kewenangan untuk mengidentifikasi dan merespon masalah-masalah perlindungan anak Ketujuh, pelayanan pemulihan dan reintegrasi, yaitu anak yang menjadi korban kekerasan dan eksploitasi berhak mendapatkan layanan pemulihan secara psikologis dan fisik kemudian pemerintah bertanggung jawab memberikan pendidikan yang layak tanpa adanya diskriminasi. Pelayanan ini berfungsi untuk memotivasi dan mendorong meningkatnya kesehatan, martabat serta harga diri seorang anak. Seperti yang terjadi di Siera Leone pada rentang waktu 2000-2003, reintegrasi melalui pelatihan, pendidikan, mediasi keluarga, dan penyediaan akses kesehatan difasilitasi oleh UNICEF.52 Kedelapan, pemantauan dan pelaporan, yaitu suatu lingkungan yang protektif bagi anak memerlukan sistem pemantauan yang efektif yang mencatat kejadian dan sifat sistem perlindungan yang sesuai agar dapat diterapkan secara kondusif. Tidak seperti yang terjadi di Myanmar, pemantauan oleh UNICEF terjadi lebih fleksibel di Sri Lanka tahun 2008. Pemerintah Sri Lanka memberikan
http://educationandconflict.org/sites/default/files/publication/BurdeEducation%20of%20Former%20Child%20Soldiers.pdf diakses pada 8 Juli 2015 52
USAID From The American People: Reintegration of Child Soldiers in Sierra Leone. http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PDACH599.pdf diakses pada 8 Juli 2015
28
akses kepada UNICEF untuk mengawasi dan bernegosiasi dengan pihak rekrut tentara anak.53 UNICEF memiliki peran untuk mempengaruhi kerangka normatif tersebut. UNICEF
berusaha
untuk
mengadvokasi
perbaruan
perundang-undangan,
perbaikan kebijakan, serta penetapan standar kebijakan suatu negara. Upayanya diharapkan dapat membangun pemahaman pemerintah dalam melindungi anakanak di bawah Konvensi Hak-Hak Anak dan instrumen internasional lainnya. Sehingga negara dapat memenuhi tanggungjawabnya memelihara hak-hak anak. UNICEF juga mendukung penyelenggaraan penelitian, pengumpulan dan analisis data untuk memperluas bukti tentang perlindungan anak. Data dan bukti juga digunakan untuk menginformasikan program, intervensi kebijakan, pengawasan dan evaluasi program. Hal ini untuk memastikan bahwa intervensi mencapai tujuan dan memiliki dampak positif pada kehidupan anak. Dalam kerangka Protection Environment terdapat beberapa poin yang dijadikan landasan agar perlindungan terhadap anak bisa dilakukan secara optimal 54
yaitu: pertama, membangun sistem perlindungan nasional yaitu dengan
memasukkan perlindungan anak ke dalam perencanaan nasional dan proses desentralisasi termasuk strategi perlindungan sosial, mempromosikan keadilan
53
ICRC. Sri Lanka Practices Relating to Rule 13.5 Children Section E. https://www.icrc.org/customary-ihl/eng/docs/v2_rul_rule135_sectione diakses pada 8 Juli 2015
54
UNICEF Executive Board.Annual Report: Children’s Protection Strategy.http://www.unicef.org/protection/CP_Strategy_English%281%29.pdf hal 1diakses pada 2 Mei 2015 hal 4-18
29
bagi anak dalam agenda hukum, memperkuat koordinasi antar aktor sistem perlindungan anak, memperkuat sektor kesejahteraan sosial. Kedua, mendukung perubahan sosial yaitu dengan meningkatkan data pengetahuan, memperkuat peran perlindungan dari keluarga, memperkuat sistem perlindungan komunitas, mendukung edukasi publik dan dialog sosial. Ketiga, memperkuat perlindungan anak dalam konflik bersenjata dan bencana alam melalui cara dukung perubahan sosial yang positif, membangun sistem perlindungan anak secara nasional. Selain dari upaya Protective Environment, UNICEF juga menggalakkan strategi terkait dengan prioritas daerah lintas sektoral melalui beberapa sistem yaitu: pertama, UNICEF berusaha untuk memperkuat dan menyelenggarakan penelitian, pembentukan pengetahun dan bukti dengan cara memperkuat kapasitas analisa, dan meningkatkan pengawasan isu perlindungan anak. Kedua, menciptakan agen perubahan melalui mendorong kolaborasi sektor khusus, mencari keuntungan yang besar untuk perlindungan anak dengan kerjasama dan memperkuat advokasi. Melalui strategi-strategi ini UNICEF mencoba mengatasi permasalahan tentara anak secara lebih komprehensif. Perhatian UNICEF dalam menyelesaikan masalah tentara anak di Myanmar tidak hanya terpusat pada proses rekrutmennya saja, tetapi juga memerhatikan penciptaan lingkungan yang protektif bagi anak, menjamin kesejahteraan dan membangun sistem nasional yang lebih serius dalam menangani masalah tentara anak.
30
Selain itu UNICEF akan membantu Myanmar memenuhi komitmen mereka mencegah dan menghentikan pelanggaran berat hak-hak anak termasuk perekrutan anak ke dalam militer. UNICEF dan Departemen Kesejahteraan Sosial Myanmar juga mendukung dan menyelenggarakan proses reintegrasi anak kepada keluarganya serta UNICEF akan terus mengadvokasi dalam hal revisi Child Law.55 Hal ini karena isi dari Child Law masih belum sesuai dengan standar Konvensi Hak-Hak Anak tahun 1989.
55
UNICEF.Annual Report: Myanmar 2012. http://www.unicef.org/about/annualreport/files/Myanmar_COAR_2012.pdfdiakses pada 19 Juni 2015
31
BAB III PERKEMBANGAN KASUS TENTARA ANAK DI MYANMAR Pada bab ini, kajian akan menjelaskan mengenai gambaran umum dari tentara negara Tatmadaw Kyi beserta penjelasan mengenai struktur Tatmadaw Kyi dan juga tujuan-tujuannya. Bahasan yang kedua akan membahas seputar profil dari Border Armed Forces dan proses terbentuknya sekutu dari Tatmadaw Kyi ini. Bahasan yang ketiga adalah membahas cara Tatmadaw Kyi merekrut anak ke dalam militer dan pelanggaran hak anak yang dilakukan selama anak direkrut dan selama anak-anak tersebut berada di markas militer. 3.1 Gambaran Umum Tentara Negara Myanmar Tatmadaw Kyi Pertahanan sebuah negara sangat ditentukan oleh elemen yang menjalankan fungsi tersebut. Pada umumnya, pertahanan dan keamanan negara diidentikkan dengan keberadaan dan peran dari sebuah angkatan militer. Hal tersebut yang menjadi alasan bahwa setiap negara harus memiliki kekuatan militer yang baik. Sejumlah tekanan dari dalam maupun luar negeri akan mengancam pertahanan dan keamanan suatu negara. Hal tersebut menjadi sebuah tuntutan untuk militer mampu membentengi negaranya. Keberadaan militer di suatu negara biasanya memiliki ruang yang khusus dan bebas nilai secara politik dan ekonomi. Ruang khusus yang mengharuskan militer terlepas dari aspek politik ini ditujukan agar militer bergerak sesuai dengan fungsinya yaitu menjaga pertahanan keamanan negara. Dengan jaminan bahwa fungsi militer ini diawasi oleh perundang-undangan yang berlaku di negara tersebut.
32
Angkatan militer di Myanmar dikenal sebagai Tatmadaw. Tatmadaw merupakan organisasi militer, terutama yang bertanggungjawab mengamankan teritorial dan pertahanan Myanmar.56 Tatmadaw didirikan pada tahun 1948 bertepatan dengan kemerdekaan Myanmar. Tatmadaw terdiri dari Tatmadaw Kyi (angkatan darat), Tatmadaw Yay (angkatan laut), dan Tatmadaw Lay (angkatan udara).57 Namun demikian, kekuatan militer terbesar didominasi oleh Tatmadaw Kyi. Pada tahun 1958, Tatmadaw Kyi berupaya untuk mengembalikan stabilitas politik yang terjadi setelah kemerdekaan.Selanjutnya, pada tahun 1960 diadakan pemilu yang dimenangkan oleh sipil di bawah kepemimpinan U Nu.58 Akan tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama karena pemerintah sipil dianggap tidak mampu mengontrol pemerintahan untuk mengatasi ancaman nasional. Pada tahun 1962 dan 1988, militer melakukan kudeta dan berhasil merebut kembali kekuasaan pemerintahan.59 Melalui kesepakatan kiprahnya di dalam pemerintahan, Tatmadaw memiliki tujuan yaitu untuk melakukan konsolidasi penyatuan Myanmar dan melindungi kedaulatan Myanmar. Tujuan ini juga memiliki agenda khusus yaitu
56
http://www.burmalibrary.org/show.php?cat=411&lo=d&sl=1 diakses pada tanggal 10 Desember 2014 57 Child Soldiers International.Chance for Change: Ending The Recruitment and Use of Child Soldiers in Myanmar. January 2013. 9 Marshallsea Road: London. Hal 13 58 Konsam Shakila Devi. International Research Journal of Social Sciences.Myanmar under the Military Rule 1962-1988Vol. 3(10), 46-50, October (2014) www.isca.in/IJSS/.../8.ISCA-IRJSS2014-173.pdfHal 46 59 Maung Aung Myoe. Building Tatmadaw: Myanmar Armed Forces Since 1948.2009 http://bookshop.iseas.edu.sg diakses pada 8 April 2015. Sejak junta militer memimpin militer, perekrutan anak ke dalam militer mulai marak dilakukan.
33
untuk
melawan
kelompok-kelompok
etnis
bersenjata
yang
sedang
memperjuangkan status otonomi yang lebih besar dan hak-hak demokrasi.60 Hal ini menjelaskan bahwa Tatmadaw mempunyai kekhawatiran adanya pergolakkan atau pertentangan yang lebih besar dari kelompok etnis bersenjata untuk menggulingkan kekuasaannya dalam pemerintahan. Tatmadaw Kyi melakukan upaya-upaya untuk menghadapi tantangan tersebut dan mulai merancang kembali upaya untuk memperbesar dan memperluas pengaruh serta kekuatan militernya. Jumlah personel militer Tatmadaw Kyi itu sendiri tidak pernah diketahui secara pasti.61 Pada saat memegang kendali pemerintahan, Tatmadaw Kyi memiliki tujuannya yang terkait dengan pembangunan nasional yang damai, modern dan sejahtera dan juga pertahanan negara. Berdasarkan tujuan nasional ini Tatmadaw mendeklarasikan misi organisasinya, yaitu:62 pertama, Tatmadaw berusaha melibatkan pasukan tambahan demi meningkatkan kemampuan dan kekuatannya yaitu untuk mewujudkan penyatuan Myanmar, kedaulatan nasional, dan penyatuan solidaritas nasional; kedua, Tatmadaw berusaha melibatkan seluruh rakyat pada angkatan militer untuk membentuk sistem pertahanan masyarakat yang moderntanpa ada campur tangan pihak asing. Ketiga, demi pembangunan berkelanjutan, Tatmadaw berkewajiban mematuhi ketetapan konstitusi negara dan menjaga bangsa baru yang akan 60
Ibid, Hal 13 Child Soldiers International.Chance for Change: Ending The Recruitment and Use of Child Soldiers in Myanmar. January 2013. 9 Marshallsea Road: London. Hal 14
61
62
Maung Aung Myoe. Building Tatmadaw: Myanmar Armed Forces Since 1948.2009 http://bookshop.iseas.edu.sg diakses pada 8 April 2015Hal 4
34
muncul di masa depan; keempat, dalam rangka berpartisipasi dalam kepemimpinan politik nasional di masa depan, Tatmadaw memililki tugas untuk melatih dan mengembangkan kekuatan pertahanan yang kuat pada bidang politik, militer, ekonomi dan administarasi negara; kelima, Tatmadaw menjamin kepentingan nasional, ekonomi, kebebasan dan kesetaraan serta keamanan warga negara dengan selalu mengutamakan dan menjaga dua belas tujuan negara. Dalam menjalankan peranannya di pemerintahan, Tatmadaw Kyi melakukan perluasan dan penambahan power secara internal yaitu dengan melakukan perekrutan anggota militernya guna menambahjumlah pasukan. Perekrutan anggota militer ini menjadi momok tersendiri bagi negara Myanmar. Tatmadaw Kyi melegalkan perekrutan anak untuk bergabung dalam angkatan militernya yang kemudian sering disebut sebagai tentara anak. Perekrutan tentaran anak oleh Tatmadaw Kyi ini dimulai tahun 1988 dengan berdasarkan kepada misi Tatmadaw untuk menguasai pemerintahan secara menyeluruh. Tatmadaw Kyi mulai melakukan perekrutan untuk meningkatkan jumlah personelnya dan menjadikan anak-anak di bawah umur sebagai sasaran perekrutan. 3.2
Gambaran Umum Border Guard Forces Seiring dengan kemerdekaannya, Myanmar tidak terlepas dari konflik
internal, salah satunya adalah adanya kelompok pemberontak dan perlawanan terhadap rezim yang berkuasa di Myanmar. Kelompok-kelompok ini pada umumnya terbentuk atas dasar kesamaan etnis yang mencari otonomi bagi
35
etnisnya. Kelompok pemberontak ini memiliki kekuatan masing-masing layaknya kekuatan militer yang dimiliki oleh Tatmadaw Kyi. Angkatan bersenjata non pemerintah ini memiliki tujuan untuk mendapatkan otonomi dan hak demokrasi yang lebih besar dari rezim militer yang berkuasa. Pada tahun 2009, terdapat beberapa kelompok militer pemberontak yang melakukan gencatan senjata yang kemudian dikenal sebagai Border Guard Forces (BGF). BGF ini merupakan kelompok militer yang melakukan perjanjian gencatan senjata dengan rezim dan berada di bawah komando State Peace and Development Council (SPDC).63 BGF ini terdiri dari beberapa kelompok militer pemberontak yang berdomisili di berbagai daerah di Myanmar. Kelompok militer ini yaitu Karen Peace Force (KPF), The Lasang Awng Wa Peace Grup (LAWPG), Karenni National People’s Liberation Front (KNPLF), National Democratic Army-Kachin (NDA-K), Kachin Defence Army (KDA), Kokang Region Provisional Leading Committee, Shan State East (kota kecil Mongton dan Mongyawng), SSA-N dan Lahu Militia Unit,64 Democratic Karen Buddhist Army (DKBA), Palaung State Liberation Front (PSLF), Myanmar National Democratic Alliance Army (MNDAA), Lahu Democratic Front (LDF).65
63
Child Soldiers International. Chance for Change: Ending The Recruitment and Use of Child Soldiers in Myanmar. January 2013. 9 Marshallsea Road: London. Hal23 64 Human Rights Watch. 2002. “My Gun Was As Tall As Me” Child Soldiers inBurma.h 110.(http://www.hrw.org/reports/2002/burma/Burma0902.pdf)Diakses pada 8 September 2013 65
Burma Centre for Ethnic Studies.The Border Guard Force: The Nedd to Reassess the Policy. Hal 1 http://www.burmalibrary.org/docs15/BCES-BP-15-BGF-red.pdf Diakses pada 19 Juni 2015
36
Selain itu, terdapat beberapa kelompok pemberontak lainnya yang tidak melakukan gencatan senjata dan masih berasumsi bahwa rezim militer yang ada di Myanmar sebagai musuh. 3.3
Perekrutan Anak Ke Dalam Tentara dan Pelanggaran HAM oleh
Tatmadaw Kyi dan Border Guard Forces Praktek perekrutan anak ke dalam tentara yang dilakukan oleh Tatmadaw Kyi dan Border Guard Forces telah berlangsung sejak kurangnya kuota personel angkatan bersenjata dan tidak adanya prosedur perekrutan yang ketat. Anak-anak menjadi target rekrut paling mudah karena mereka rentan akan tekanan dan mudah dikelabui. Perekrutan dan penggunaan anak ke dalam tentara biasanya terjadi pada anak-anak yang miskin dan tidak berpendidikan, yang mana rata-rata dari mereka belum menyelesaikan sekolah.66 Pelanggaran berat terjadi pada proses perekrutan dan penggunaan tentara anak. Monitoring and Reporting Mechanism (MRM) mengklasifikasikan 6 kekerasan yang tergolong pelanggaran berat terhadap anak yaitu pembunuhan dan penyanderaan anak, perekrutan tentara anak, pemerkosaan atau kekerasan seksual terhadap anak, penculikan anak, penolakan pemberian akses interavensi kemanusiaan, penyerangaan sekolah dan rumah sakit.67 Pelanggaran berat ini menentukan pelanggaran HAM yang terjadi di dalam Tatmadaw Kyi dan Border Guard Forces. Kedua belah pihak antara Tatmadaw Kyi dan Border Guard Forces berpeluang besar melakukan pelanggaran berat yang telah diklasifikasikan oleh MRM tersebut. 66 67
Ibid h 25 http://www.unicef.org/protection/57929_57997.html diakses pada 8 Juli 2015
37
3.3.1 Perekrutan Anak Ke Dalam Tentara dan Pelanggaran HAM oleh Tatmadaw Kyi Mayoritas anak yang direkrut ke dalam tentara yaitu melalui proses perekrutan desentralisasi atau dapat disebut dengan Unit Jaringan Perekrutan.68 Unit Jaringan Perekrutan akan melaporkan hasil rekrut kepada empat pusat perekrutan utama yang dikomandoi oleh letnan kolonel atau kolonel. Sehingga calon tentara tersebut dikirim ke pusat pelatihan militer melalui pusat utama perekrutan.69 Unit Jaringan Perekrutan terdiri dari dua personel tentara yang dipimpin oleh kapten atau mayor. Tugas Unit Jaringan Perekrutan adalah mencari calon rekrut yang akan dijadikan tentara, mengatur dokumen calon tentara tersebut yang kemudian diserahkan kepada Dewan Pemeriksaan Komandan Daerah dan membawa mereka ke pusat perekrutan.70 Tatmadaw Kyi terus melancarkan perekrutan dengan cara intimidasi, pemaksaan, dan janji-janji palsunya termasuk menjanjikan gaji yang besar kepada anak di bawah umur sehingga anak-anak tersebut berkeinginan masuk menjadi tentara. Pada saat terjadi kesepakatan di antara perekrut dengan anak-anak tersebut maka selanjutnya mereka dikirim ke batalion atau pusat perekrutan terdekat sebelum dikirim ke tempat pelatihan tentara Myanmar.71
68
Perekrutan ke dalam militer telah dilakukan melalui batalion yang disalurkan melalui ke pusatpusat perekrutan. Unit Jaringan Perekrutan ini diberi wewenang untuk merekrut calon tentara yang nanti akan ditempatkan ke empat pusat perekrutan utama. 69 http://www.childsoldiers.org/user_uploads/pdf/undertheradarongoingrecruitmentanduseofchildre nbythemyanmararmy23jan1525065.pdf diakses pada tanggal 12 Juni 2015 Hal 15 70 ibid 71 ibid
38
Cara lain yang dijalankan Tatmadaw Kyi adalah dengan memalsukan umur anak-anak di bawah 18 tahun. Perekrut mengganti umur anak menjadi 18 atau di atas 18 tahun dengan memalsukan dokumen registrasi di tempat perekrutan. Selain itu perekrut juga mengubah biografi anak seperti mengubah nama orang tua sehingga orang tua kesulitan mencari anaknya. Berdasarkan kajian Child Soldiers International, pemalsuan umur terjadi di setiap tahap perekrutan.72 Anak-anak yang dipalsukan umurnya ini diperlakukan sama dengan tentara dewasa lainnya. Perlakuan ini dialami selama masa pelatihan dan tugas di lapangan. Anak-anak tersebut ditempatkan di situasi pertempuran yang mana mereka digunakan untuk meledakkan ranjau darat, membawa senjata, dan mengangkut barang dan persedian senjata.73 Situasi pertempuran bukan tempat yang kondusif bagi anak-anak yang sedang berkembang. Anak-anak tersebut dilingkupi oleh ancaman kematian, cidera dan menghadapi trauma fisik serta mental karena kurangnya pengalaman. Keadaan ini mengganggu pertumbuhan anak secara normal. Menurut Konvensi Hak-Hak Anak tahun 1989 Pasal 17 negara harus mengambil langkah legislatif, administratif, sosial dan pendidikan untuk melindungi anak dari semua bentuk kekerasan fisik dan mental serta cidera.74 Myanmar sudah seharusnya mengambil langkah preventif dengan cara mengidentifikasi, melaporkan, memeriksa, hingga
72
Child Soldiers International. Chance for Change: Ending The Recruitment and Use of Child Soldiers in Myanmar. January 2013. 9 Marshallsea Road: London. Hal18 73 http://www.childsoldiers.org/user_uploads/pdf/undertheradarongoingrecruitmentanduseofchildre nbythemyanmararmy23jan1525065.pdf diakses pada tanggal 12 Juni2015 74 Konvensi Hak-Hak Anak Tahun 1989
39
merawat dan mengadili tindakan kekerasan yang dialami anak yang terkena dampak konflik bersenjata. Dalam situasi ini mereka mengalami pertempuran aktif. Tercatat, 10 korban meninggal dari 14 divisi yang ada di Myanmar. Selain itu, terdapat tiga korban akibat terkena tembakan ranjau darat yang berasal dari kalangan anak dibawah umur.75 Hak hidup seorang anak terancam. Banyak anak-anak yang berada di depan pertempuran mengalami luka serius dan mematikan. Hidup mereka terancam karena dituntut oleh keadaan dan komandan mereka. Dari keadaan yang mencekam tersebut beberapa anak memilih untuk melarikan diri. Sejumlah anak yang melarikan diri dari Tatmadaw Kyi akan ditangkap dan ditahan di penjara. Anak-anak ini ditahan dengan orang dewasa. Di penjara pun tidak lebih baik dari markas militer Myanmar. Di penjara, anak-anak yang ditangkap karena melarikan diri tersebut mengalami pelecehan seksual sesama tahanan, penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya oleh staf penjara.76 Hal ini tentu melanggar hak asasi seorang anak. Berdasarkan kerangka normatif internasional, Kovensi Hak-Hak Anak tahun 1989 Pasal 32 bahwa negara mengakui untuk melindungi hak anak dari setiap pekerjaan yang mungkin membahayakan fisik, mental serta moral pada anak.77 Sebagai bagian dari sistem internasional yang mengakui legalitas konvesi tersebut, Myanmar turut berkewajiban untuk menjamin hak-hak tersebut karena anak-anak merupakan
75
Forgotten future : child and armed conflict in burma https://www.essex.ac.uk/armedcon/story_id/childrenandarmedconburma.pdf 76 Child Soldiers International. Chance for Change: Ending The Recruitment and Use of Child Soldiers in Myanmar. January 2013. 9 Marshallsea Road: London. Hal21 77 Konvensi Hak-Hak Anak 1989
40
individu yang paling rentan menjadi korban eksploitasi pada situasi konflik bersenjata yang terjadi di berbagai wilayah Myanmar. Direktorat Kekuatan Militer bertanggung jawab untuk mengawasi perekrutan tentara, termasuk juga mengawasi semua aspek yang berkaitan dengan perekrutan angkatan bersenjata, seperti unit operasi perekrutan angkatan bersenjata dan pusat rekrutmen. Tanggung jawab Direktorat Kekuatan Militer adalah memenuhi kebutuhan perekrutan Tatmadaw Kyi dan persyaratan minimum untuk direkrut. Dengan demikian, Direktorat Kekuatan Militer bersama dengan Kantor Ajudan Jenderal merupakan titik fokus militer Myanmar untuk mengimplementasikan larangan perekrutan di bawah umur. Seorang perwira senior dari Direktorat Kekuatan Militer memimpin Komite Pencegahan Rekrutmen Anak Bawah Umur ke dalam militer yang didirikan pada tahun 2004.78 Namun kurangnya pemantauan nasional yang sistematis di Myanmar dan dengan langkah-langkah terbatas telah gagal mencegah perekrutan di bawah umur.Sejak tahun 2007, pemerintah Myanmar telah mengambil tindakan disipliner terhadap 207 personel militer yang diduga terlibat dalam perekrutan anak di bawah umur.79 Tindakan ini bertujuan untuk menertibkan perekrutan tentara anak yang dilakukan oleh pihak di luar pemerintahan Myanmar. Laporan Sekretaris Jenderal PBB tahun 2012 tentang Anak-Anak dan Konflik Bersenjata menyatakan bahwa laporan atau keluhan masyarakat tentang perekrutan di bawah umur terus meningkat. Pada tahun 2010 terdapat 194 keluhan 78
http://www.childsoldiers.org/user_uploads/pdf/undertheradarongoingrecruitmentanduseofchildre nbythemyanmararmy23jan1525065.pdf halaman 15 diakses pada tanggal 12 Juni 2015 79 ibid
41
dan meningkat menjadi 243 keluhan pada tahun 2011. Hingga 21 November 2012 International Labour Organization (ILO) telah menerima 237 keluhan. Keluhankeluhan ini seputar kesaksian masyarakat mengenai adanya perekrutan tentara anak di lingkungannya. Dilihat dari bilangan tersebut, praktek perekrutan anak ke dalam tentara masih saja dilaksanakan oleh Tatmadaw Kyi.80 Sejak ditandatanganinya Joint Action Plan pada Juni 2012, Tatmadaw melakukan upaya pembebasan pada sejumlah anak. Tetapi di sisi lain, Tatmadaw menutup akses bagi UNICEF dan pihak pemantau yaitu Country Task Force untuk melakukan pengawasan secara internal. Joint Action Plan yang semula menjadi titik terang kerjasama Myanmar dan UNICEF dalam penyelesaian masalah tentara anak, secara terang-terangan tidak dipenuhi secara tetap oleh Myanmar karena penutupan akses intervensi kemanusiaan. Penutupan akses ini menghambat proses penyelesaian masalah tentara anak. Kemungkinan besar akan terdapat lebih banyak lagi anak yang direkrut kedalam tentara anak sehingga Tatmadaw enggan secara terbuka melaporkan dan diawasi oleh UNICEF. Keadaan internal Myanmar yang bergejolak karena konflik antara Tatmadaw dengan angkatan bersenjata non-pemerintah memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Persaingan kekuatan dalam perekrutan tenatara anak diantara kedua belah pihak menjadikan masyarakat sipil sebagai korban. Setidaknya 7 anak dibunuh dan 6 lainnya terluka, seorang bayi berusia 2 bulan mengalami luka, 4 anak laki-laki dengan kisaran usia 13-17 tahun meninggal, 5 anak laki-laki usia 10-16 tahun terluka. Kerusakan fasilitas umum pun terjadi
80
Ibid
42
yakni beberapa sekolah dan rumah sakit dilaporkan mengalami kerusakan. Laporan lainnya terkait dengan adanya kekerasan seksual terhadap anak dan pemerkosaan anak perempuan berusia 14 tahun. 81 3.3.2 Perekrutan Anak Ke Dalam Tentara dan Pelanggaran HAM oleh Border Guard Forces Pada tahun 2011 untuk pertama kalinya, Sekretariat Jenderal PBB pada laporannya bahwa BGF adalah yang ikut serta merekrut dan mengekploitasi anak dalam konflik bersenjata.82 Bukti perekrutan anak yang dilakukan oleh BGF yaitu dengan menjauhkan anak-anak dari program pelatihan bersama dengan Tatmadaw Kyi untuk menyembunyikan fakta adanya perekrutan anak. Dalam konteks ini, komandan BGF secara rutin melakukan pemaksaan dalam kegiatan perekrutan anak, dengan mengabaikan prosedur verifikasi umur dan kurangnya kesadaran standar internasional dan undang-undang domestik.83 Prosedur perekrutan anak oleh BGF bahwa BGF merekrut dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan Tatmadaw Kyi. Banyak anak yang bersedia menjadi relawan karena keluarganya tidak mendukung pilihannya. Anakanak tersebut ingin berpartisipasi pada sebuah pertempuran bersenjata atau mereka ingin melawan kembali tentara-tentara yang telah menyerang keluarga dan kampungnya demi nilai hak asasi manusia.84
81
https://childrenandarmedconflict.un.org/countries/Myanmar/ Child Soldiers International. Chance for Change: Ending The Recruitment and Use of Child Soldiers in Myanmar. January 2013. 9 Marshallsea Road: London. Halhal 24 83 Ibid, h 26 84 Human Rights Watch. 2007. Burma: Sold to be Soldiers, The Recruitment and Use of ChildSoldiers in Burma.h 95. Diakses pada 7 September 2013 (http://www.hrw.org/sites/default/files/reports/burma1007webwcover.pdf) 82
43
Pada tahun 2010 program perekrutan paksa skala besar di dalam BGF telah dimulai. Hal ini dipicu oleh menipisnya jumlah tentara akibat dari pembelotan dan perintah dari Tatmadaw Kyi untuk membuang tentara dengan umur lebih dari lima puluh tahun. Selama pemutihan tentara berdasarkan umur ini, kehadiran calon tentara di bawah 18 tahun dipastikan dalam proses perekrutan.85 Mayoritas anak-anak yang direkrut oleh BGF berasal dari kalangan miskin, latar belakang pedesaan dan memiliki keterbatasan akses pendidikan. Perekrutan oleh BGF sebagian besar dilakukan secara paksa. Ketika BGF gagal mendapatkan calon rekrut di pedesaan, maka BGF memaksa agar warga pedesaan membayar sebesar 30.000-50.000 Kyat. Keadaan ekonomi masyarakat yang terbilang rendah dijadikan senjata oleh BGF untuk merekrut paksa tentara anak. Para orang tua dan masyarakat diberikan pilihan yang bersifat dilematis. Di satu sisi, harus menghindari anaknya agar tidak direkrut sebagai tentara , namun di sisi lain jika hal tersebut tidak ingin terjadi, para orang tua dan masyarakat harus memberikan uang dalam jumlah yang sangat besar dalam keadaan ekonomi yang terhimpit. Paksaan yang dilakukan BGF seringkali menuntut warga pedesaan untuk mengirim anak-anaknya sebagai rekrutan BGF demi tidak membayar denda berupa uang.86 Dalam lingkungan militer yang mana wilayah tersebut mayoritas masyarakat miskin, BGF memanfaatkan kekuasaan dan hak istimewanya untuk
85
Child Soldiers International.2013.Chance for Change: Ending the Recruitment and Use of Child Soldiers in Myanmar. h 26. Diakses pada 7 September 2013. (http://www.childsoldiers.org/research_report_reader.php?id=624) 86 Ibid h 28
44
mengekploitasi anak-anak di bawah umur. Penggunaan anak di bawah umur ini tidak melalui proses verifikasi umur pada perekrutan oleh BGF. Beberapa anak diberi identitas dewasa oleh pembelot pada saat proses perekrutan dan anak tersebut resmi terdaftar sebagai tentara dewasa. Setelah direkrut anak-anak ini dipekerjakan di BGF dengan peran yang sama seperti orang dewasa. Anak-anak rekrutan ini ditugaskan sebagai kombatan, penjaga, dan tukang angkut.87 Hal tersebut banyak terjadi dalam perekrutan anak kedalam angkatan bersenjata. Identitas usia mereka dipalsukan dengan tujuan para perekrut mendapatkan legalitas meskipun palsu.
87
Ibid hal 27
45
BAB IV UPAYA UNICEF MELALUI JOINT ACTION PLAN DALAM MENGATASI TENTARA ANAK DI MYANMAR TAHUN 2012-2013 4.1 Upaya Penanganan Masalah Tentara Anak di Myanmar Sebelum Joint Action Plan UNICEF melalui strategi yang telah dijelaskan sebelumnya menaruh perhatian yang besar dalam penyelesaian masalah tentara anak. Strategi UNICEF tersebut diimplementasikan melalui berbagai rancangan program. UNICEF bersama dengan organisasi internasional lainnya melalukan koordinasi agar ada kesinambungan tugas demi penyelesaian dan penghentian rekrutmen tentara anak di Myanmar ini. Permasalahan tentara anak yang menjadi sorotan UNICEF menyadarkan Myanmar bahwa harus ada sistem yang mengontrol dan mengawasi proses perekrutan tentara anak tesebut. Oleh karena itu, Myanmar mencanangkan peraturan nasional yang disebut dengan Child Law. Inti dari Child Law adalah instruksi No. 13/73 (1974), dan Committee for the Prevention Military Recruitment of Underage Children yang menjelaskan bahwa usia di bawah 18 tahun belum cukup umur untuk direkrut menjadi seorang tentara.88 Child Law ini secara praktis bertolak belakang dengan apa yang selama ini dilakukan oleh Myanmar. Mengingat bahwa Child Law dan Committee for the Prevention
88
Coalition To Stop The Use of Child Soldiers, Myanmar: Report to the Committee on the Rights of the Child in advance of the Examination of Myanmar’s Report on the Convention on the Rights of the Child, h.5. [Jurnal Online] tersedia di www.childsoldiers.org/user_uploads/pdf/Myanmarshadowreportfinalmay20116435831.pdf\; internet; diakses pada tanggal 7 September 2013.
46
Military Recruitment of Underage Children ini dibuat oleh SPDC, maka hal ini dapat dianggap sebagai kunci penting bagi penyelesaian masalah perekrutan tentara anak di Myanmar. Adanya itikad baik dari Myanmar dalam pembuatan Child Law ini pada awalnya menunjukkan keseriusan Myanmar untuk menghentikan perekrutan tentara anak. Melalui kedua aturan tersebut, SPDC membatasi kekuasaan dan kepentingannya dalam perekrutan tentara anak. Namun pada akhirnya tidak secara benar diimplementasikan oleh Myanmar. Penerapan Child Law di lapangan pada akhirnya tidak berjalan dengan lancar. Hal ini disebabkan oleh sistem verifikasi usia seorang warga negara yang tidak tepat sasaran. Pada umur 10 tahun seorang warga negara telah memenuhi syarat untuk memiliki National Registration Card (NRC) sementara atau Kartu Penduduk Sementara yang kemudian Kartu Penduduk tersebut menjadi permanen pada usia 18 tahun. Namun pembuatan Kartu Penduduk sementara membutuhkan biaya yang mahal yaitu sekitar 35.000 Kyat atau setara dengan US$40, dengan biaya yang bervariasi sesuai dengan keadaan pemohon. Alasan lainnya adalah jarak jauh yang ditempuh pemohon untuk membuat Kartu Penduduk ke kantor pemerintah kota. Warga negara yang berdomisili di pedesaan banyak yang tidak mendapat kartu penduduk sehingga pemalsuan usia mudah terjadi dan hal ini beresiko meningkatnya praktek perekrutan secara paksa oleh militer Myanmar.89 Upaya penyelesaian tentara anak ini juga diformulasikan oleh PBB dengan objek negara tidak hanya Myanmar. Upaya ini ditunjukkan melalui Resolusi
89
Child Soldiers International, Chance for Change: Ending the Recruitment and Use of Child Soldiers in Myanmar, 2013, h. 17-18
47
Dewan Keamanan 1612 tahun 2005 yang disebut Children and Armed Conflict Resolution. Resolusi ini bertujuan untuk melindungi hak-hak anak dalam keadaan konflik bersenjata90 sekaligus berfungsi sebagai anjuran pada masyarakat internasional untuk melapor jika mengetahui terdapat pelanggaran hak-hak anak yang dijelaskan dalam resolusi ini. Selanjutnya, selain adanya Child Law aturan terikat yang membahas mengenai larang pengunaan anak dibawah umur ke dalam angkatan dan konflik bersenjata adalah Konvensi Hak-Hak Anak Pasal 38 yang berisi tentang perlindungan anak pada situasi konflik bersenjata termasuk perlindungan keterlibatan anak pada pertempuran.91 Konvensi ini menuangkan gagasan yang lebih spesifik bahwa larangan secara keras ditujukan bukan hanya kepada tindakan perekrutan tentara anak, tetapi juga lebih spesifik pada penggunaaan anak dalam konflik bersenjata. Konvensi ini pun diratifikasi oleh Myanmar untuk melindungi hak anak. Namun PBB dalam misinya meningkatkan perlindungan anak pada situasi konflik bersenjata mengeluarkan Optional Protocol (Protokol Tambahan) yang hingga sekarang protokol ini belum diratifikasi oleh Myanmar.92 Protokol Tambahan ini memfokuskan pada undang-undang yang mengatur hak-hak anak khususnya pengaturan hak-hak anak pada situasi konflik bersenjata. Optional Protocol on the Rights of the Child (Protokol Tambahan pada Konvensi Hak-Hak Anak) yang 90
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/1612%282005%29 diakses pada tanggal 17 Juni 2015 91 portal.mahkamahkonstitusi.go.id/.../2283fffa05d61c18b570ea8ae6e6e8e diakses pada tanggal 17 juni 2015 92 Child Soldiers International, Chance for Change: Ending the Recruitment and Use of Child Soldiers in Myanmar, 2013, h.12
48
mulai berlaku tahun 2002 yang berisi tentang perluasan kewajiban negara untuk mengakhiri perekrutan yang tidak legal dan penggunaan tentara anak. PBB melakukan inisiasi protokol tersebut sebagai langkah lanjut untuk mengikat Myanmar dalam aturan internasional dalam penyelesaian tentara anak di negaranya. Selain itu, perihal perlindungan anak juga tercantum pada International Labour Organization Convention (Konvensi ILO) No. 182 yang berisi tentang the Prohibition and Immediate Action for the Elimination of the Worst Forms of Child Labour (Pelarangan dan Tindakan Segera Terhadap Penghapusan Bentuk Pekerjaan Terburuk Pada anak). Konvensi ILO No. 182 ini berisi tentang pelarangan perekrutan anak secara paksa atau diwajibkan, yang nanti anak tersebut akan diikutsertakan ke dalam konflik bersenjata.93 Seperti yang diprediksi, Myanmar tidak bersedia meratifikasi konvensi ini khususnya No. 182. Myanmar menunjukkan respon tegas untuk menolak pelarangan dan penghapusan bentuk pekerjaan terburuk pada anak. Penolakan Myanmar ini menjelaskan bahwa pihaknya masih tetap melakukan perekrutan tentara anak. Meskipun beberapa upaya tersebut telah dilakukan, nyatanya tidak membuat Myanmar meminimalisir perekrutan tentara anak karena berdasarkan laporan Country Task Force on Monitoring and Reporting bahwa dari April 2009 sampai Desember 2012, TatmadawKyi telah merekrut kurang lebih 448 anak di bawah umur. Pada tahun 2009 jumlah anak yang direkrut sebanyak 148, tahun
93
http://www.ohchr.org/EN/ProfessionalInterest/Pages/OPACCRC.aspx diakses pada tanggal 18 April 2015
49
2011 sebanyak 63 dan tahun 2012 setidaknya ada 18 anak. Sedangkan 67 kasus perekrutan dilakukan sebelum adanya kesepakatan mekanisme pelaporan. Untuk sisanya ada 135 kasus namun informasi mengenai periode perekrutan tidak tersedia. Disamping itu sedikitnya 12 kasus perekrutan di bawah umur juga dilaporkan kepada Country Task Force on Monitoring and Reporting pada tahun 2012.94 Hal inilah yang kemudian mendasari UNICEF untuk melakukan pembaharuan Joint Action Plan yang telah ada sejak 2007 dan melakukan negosiasi kembali dengan Myanmar. Pada akhirnya, Myanmar bersedia menandatangani Joint Action Plan tersebut pada bulan Juni 2012. Penandatanganan Joint Action Plan ini dipimpin oleh UNICEF dan dihadiri oleh Special Representative on Children and Armed Conflict untuk berkomitmen mengakhiri dan mencegah kembali perekrutan dan penggunaan anak-anak dikelompok militer Tatmadaw Kyi dan BGFs. Kedua belah pihak sepakat untuk dapat mengatasi masalah ini selama 18 bulan setelah perencanaan ditandatangani.95 Joint Action Plan ini ditandatangani di ibukota Nay Pyi Taw oleh Mayor Jenderal Ngwe Thein (Kepala Direktorat Kekuatan Militer dari Kementerian Pertahanan), Mayor Jenderal Tin Maung Win (Wakil Ajudan Jenderal angkatan bersenjata Myanmar), Koordinator kependudukan PBB di Myanmar, Ashok Nigam dan Perwakilan PBB yaitu Mr. Ramesh Shrestha. Penandatanganan ini
94
http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N13/283/64/PDF/N1328364.pdf?OpenElement diakses pada tanggal 7 Mei 2014 95 http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N13/283/64/PDF/N1328364.pdf?OpenElement diakses pada tanggal 8 Mei 2014
50
disaksikan oleh Letnan Jenderal Hla Min, dan Radhika Coomaraswamy, Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB perihal anak dan konflik bersenjata.96 Penandatanganan Joint Action Plan ini menandakan adanya itikad baik dari Myanmar untuk bekerjasama menghentikan dan mencegah perekrutan tentara anak. Kedua belah pihak menyetujui sejumlah gagasan dalam Joint Action Plan yang akan mempercepat penyelesaian masalah tenatara anak. 4.2 Upaya UNICEF Melalui Joint Action Plan Dalam Mengatasi Perekrutan dan Penggunaan Anak Ke Dalam Tentara Penandatanganan Joint Action Plan pada tahun 2012 seperti yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan titik pencerahan untuk penyelesaian perekrutan tentara anak di Myanmar yang telah berlangsung sejak lama.UNICEF dan Country Task Force on Monitoring and Reporting (CTFMR) yang terdiri dari beberapa badan-badan khusus dan agen-agen khusus PBB yaitu United Nations Development Programme (UNDP), United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UNOCHA), United Nations Population Fund (UNFPA), World Food Programme (WFP), dan International Labour Organization (ILO), United Nations Education, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), Save the Children sepakat untuk bekerja sama dengan Myanmar bahwa anak tidak seharusnya dan tidak akan lagi menjadi sasaran rekrut oleh Tatmadaw Kyi dan BGFs.97
96
Myanmar and UN sign landmark plan of action to release children from armed forces http://www.unicef.org/media/media_65180.html 97 http://www.unicef.org/media/media_65180.html diakses pada tanggal 19 Maret 2014
51
Kedua belah pihak juga setuju untuk melakukan pembebasan anak dari tentara
dan
mengembalikan
anak-anak
tersebut
kepada
keluarga
dan
komunitasnya sehingga mereka dapat melakukan aktivitas anak pada umumnya, seperti sekolah dan merasakan hidup yang layak. Karena aktivitas militer yang melibatkan anak di bawah umur merupakan pelanggaran HAM berat termasuk penculikan, pelecehan, dan kekerasan yang terjadi di dalamnya. Joint Action Plan ini merupakan kepanjangan tangan program UNICEF untuk segera menyelesaikan masalah tentara anak di Myanmar secara khusus. Penandatanganan Joint Action Plan ini bersifat prospektif dalam menengahi segala bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia secara khusus yang terjadi pada anak di bawah umur. Di dalam kerangka Joint Action Plan ini UNICEF menerapkan strateginya untuk melakukan reintegrasi tentara anak dan bekerjasama dengan berbagai organisasi internasional untuk turut serta membantu dalam rangka penghentian perekrutan tentara anak. Dalam Joint Action Plan ini pula ditekankan bahwa Myanmar harus bersedia dipantau dan diawasi segala bentuk kegiatan di dalam angkatan militernya. Hal ini tentunya menunjukkan bahwa Joint Action Plan bekerja sebagai kerangka dan sekaligus media bagi upaya UNICEF. Sebagai organisasi internasional, UNICEF memiliki tanggung jawab besar tidak hanya memonitor permasalahan tentara anak tetapi
juga
untuk
menyelesaikan kemudian mencegah kembali perekrutan tentara anak di negara anggotanya. Upaya UNICEF dalam masalah tentara anak menentukan prospek kehidupan yang bersifat humanis dan manusiawi bagi anak di bawah umur.
52
Terdapat hak-hak yang sudah seharusnya diperoleh oleh anak di bawah umur untuk hidup layak, bebas dari ancaman, berpendidikan dan mendapat perlindungan. Peristiwa-peristiwa perekrutan, penggunaan, pembunuhan, penculikan anak merupakan bukti bahwa terjadi pelanggaran hak asasi manusia secara masif di Myanmar. Perampasan hak individu selalu menjadi pusat perhatian internasional karena isu kemanusiaan bersifat universal. Keamanan kemanusiaan sudah menjadi tanggung jawab bersama masyarakat internasional sehingga penyelesaian masalah kemanusiaan ini memerlukan campur tangan pihak lain diluar negara. Seperti yang dijelaskan dalam konsep Human Security bahwa Human Security ini mencakup adanya jaminan kehidupan dengan adanya hak asasi terkait dengan sosial, politik, ekonomi, hak memperoleh pendidikan, kesehatan dan keamanan. Pelanggaran dan kekerasan yang terjadi di Myanmar secara jelas menunjukkan bahwa jaminan hidup masyarakat Myanmar masih tergolong kritis. Keadaan Myanmar secara internal tidak menyediakan rasa aman dan sejahtera bagi rakyatnya. Secara dominan, masyarakat akan selalu merasa terancam dengan kekerasan dan pelanggaran yang sering terjadi. Disaat yang bersamaan, prospek Myanmar untuk menjadi negara yang aman dan jauh dari konflik belum terwujud.
Adanya rasa tidak aman dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Myanmar menghasilkan suatu pola pelanggaran Hak Asasi Manusia. Negara sebagai penyelenggara pemerintahan sudah seharusnya menjamin hak
53
asasi manusia rakyatnya bukan menjadi sumber dari pelanggaran hak asasi manusia itu sendiri.
Penegakkan Human Security ini tentunya tidak dapat dilakukan secara paksa. Kekuatan militer dan senjata bukan cara terbaik untuk menerapkan Human Security. Perlu adanya kepanjangan tangan aktor internasional, misalnya organisasi internasional untuk ikut serta menyelesaikan masalah kemanusiaan yang universal ini. Korban dari kekerasan dan pelanggaran di Myanmar memang bersifat individual, tetapi konsep Human Security menegaskan bahwa kemanusiaan bersifat People-Centred, namun bukan berarti penyelesaiannya pun bersifat individualis.
Kajian ini memfokuskan kembali poin penting upaya UNICEF sebagai organisasi internasional. Seperti yang dijelaskan dalam kerangka pemikiran, organisasi internasional memiliki 3 fungsi yaitu salah satunya sebagai aktor. Dalam sistem internasional, aktor memegang peran penting untuk menjalankan hubungan dengan aktor lainnya. Eksistensi dan tindakan aktor dalam sistem internasional; dalam hal ini adalah organisasi internasional, tidak terlepas dari tujuan organisasi tersebut.
Dilihat dari tujuannya, UNICEF memiliki tujuan besar yakni mereformasi standar kualitas hidup anak-anak khususnya di negara berkembang sesuai dengan isi yang tertera pada Konvensi Hak-Hak Anak 1989. UNICEF juga memiliki otoritas yang bersifat persuasif untuk secara mendasar mempengaruhi proses formulasi kebijakan atau keputusan pemerintah suatu negara. Selain permasalahan
54
anak, tujuan UNICEF lainnya yang memiliki kesinambungan secara kuat terhadap kehidupan anak-anak adalah bekerja menangani masalah kemiskinan, kekerasan, dan diskriminasi.98 Peranannya sebagai aktor internasional, tidak menjadikan UNICEF mengabaikan keberadaan dan pengaruh negara anggotanya, hal inilah yang dilakukan secara jelas oleh UNICEF dalam mencetuskan Joint Action Plan yang juga ikut dipelopori oleh Country Task Force. Dalam menjalankan perannya, UNICEF merekomendasikan bahkan mengikat anggotanya untuk melakukan tindakan atau memformulasi kebijakan yang sesuai dan sejalan dengan tujuan UNICEF itu sendiri melalui peraturan-peraturan yang mengikat. Mekanisme yang biasanya dilakukan adalah melalui pembentukan resolusi, yakni permasalahan tentara anak. Joint Action Plan yang dijalankan oleh UNICEF merupakan salah satu cara untuk mengikat Myanmar secara hukum internasional agar taat pada norma dan hukum internasional terkait dengan masalah tentara anak. Hal ini didasarkanpihak yang terlibat didalamnya. Joint Action Plan tidak hanya kerangka yang bersifat regional tetapi global bagi setiap permasalahan, secara khusus dalam masalah ini adalah perekrutan tentara anak. Pihak-pihak yang menandatangani kerangka tersebut memiliki kewajiban yang mengikat untuk patuh pada ketentuan yang ada. Joint Action Plan ini bertujuan untuk mencegah perekrutan anak di bawah umur oleh angkatan militer Myanmar dan juga untuk melakukan pembebasan serta identifikasi para anak. Pemerintah Myanmar telah setuju untuk 98
About UNICEF: Who we are, http://www.unicef.org/about/who/index_introduc tion.html
55
memfasilitasi proses untuk mencari penyelesaian perekrutan tentara anak oleh BGFs.99 Terdapat beberapa ketentuan atau mekanisme yang ada dalam Joint Action Plan,100 yaitu mengidentifikasi semua anak di dalam angkatan bersenjata Tatmadaw dan memastikan pembebasan tanpa syarat, memfasilitasi reintegrasi anak yang dilepaskan dari Tatmadaw pada keluarga dan masyarakat, memfasilitasi proses untuk mengakhiri perekrutan anak-anak oleh Non-State Armed Groups atau BGFs, mengambil langkah-langkah tepat untuk meningkatkan perlindungan terhadap seluruh anak yang terkena dampak konflik bersenjata, mengambil langkah-langkah pencegahan untuk kedepannya dari Tatmadaw dan mengambil tindakan terhadap mereka yang terlibat dalam perekrutan anak di bawah umur, meningkatkan kesadaran bagi Tatmadaw dan masyarakat umum terhadap isi dari ini, termasuk melaporkan perekrutan anak-anak ke dalam tentara Myanmar melalui telpon hotline yang tersedia, serta memfasilitasi kerja PBB dan Country Task Force on Monitoring and Reporting
(CTFMR) dalam
mengimplementasikan Joint Action Plan. Selama masa rezim militer, angkatan bersenjata di Myanmar kurang lebih telah merekrut 5.000 anak di bawah umur.101 Semenjak penandatanganan Joint Action Plan, dilaporkan bahwa jumlah anak yang direkrutsepanjang tahun 2012
99
http://www.iseas.edu.sg/documents/publication/iseas_perspective2013_52prospects_for_ending_child_soldiering_in_Myanmar1.pdf 100 http://www.unicef.org/Myanmar/media_20449.html diakses pada tanggal 19 Maret 2014 101 http://uscampaignforburma.org/about-burma/conflict-and-human-rights/childsoldiers.htmldiakses pada 3 Juli 2015
56
sebanyak 167 anak102 dan sepanjang tahun 2013 setidaknya sebanyak 723 anak yang mana 474 diantaranya berada dibawah Joint Action Plan.103Angka ini memang tidak lebih masif dari perekrutan yang terjadi di Republik Afrika Selatan.Terdapat 6.000 anak berhasil direkrut oleh angkatan bersenjata Republik Afrika Selatan.104 Melalui Joint Action Plan ini, Tatmadaw Kyi membebaskan 68 tentara anak pada 7 Agustus 2012, pembebasan dalam jumlah terbesar dari 4 proses pelepasan sejak Joint Action Plan disetujui untuk mengakhiri perekrutan anak dibawah umur.105 Selanjutnya, Tatmadaw Kyi juga membebaskan pekerja yang direkrut di bawah umur sebanyak 42 orang dan telah dipulangkan di bawah kerangka Joint Action Plan pada September 2012. Sementara 45 orang dipulangkan di bawah mekanisme pengaduan tenaga kerja yang diselenggarakan oleh ILO.
102
http://www.hrw.org/news/2013/05/28/briefing-security-council-working-group-children-andarmed-conflict-regarding diakses pada 3 Juli 2015 103
http://www.childsoldiers.org/user_uploads/pdf/undertheradarongoingrecruitmentanduseofchildr enbythemyanmararmy23jan1525065.pdf diakses pada tanggal 12 Juni 2015 Hal 10 104
http://www.unicefusa.org/mission/emergencies/conflict/central-african-republic diakses pada 3 Juli 2015 105
http://www.child-soldiers.org/news_reader.php?id=696 diakses pada 18 Juni 2015
57
106
Pada Oktober 2012, CTFMR menyerahkan 25 kasus baru perekrutan anak di bawah umur yang diterima melalui mekanisme pengaduan ILO kepada senior perhubungan angkatan bersenjata negara dalam hal verifikasi yang berada di bawah kerangka Joint Action Plan. Selain itu, pemerintah Myanmar juga telah menolak 538 calon anggota baru pada tahap penyaringan karena para calon anggota tersebut termasuk di bawah umur.107 Terdapat 66 anak yang telah dibebaskan dari pemerintah dalam 6 bulan antara 2012 sampai 2013.108 Pada
106
http://metro.co.uk/2013/03/18/forced-into-fighting-the-battle-to-rid-burma-of-its-child-soldiers3525856/ diakses pada 8 Juli 2015 107 http://childrenandarmedconflict.un.org/countries/Myanmar/?contentonly=1 diakses pada tanggal 7 Mei 2014 108 Burma: Failing to Demobilize Child Soldiers www.hrw.org/news/2013/05/28/burma-failing-demobilize-child-soldiers
58
Agustus 2013, Tatmadaw membebaskan sekitar 68 anak.109 Kemudian tahun 2013 tepatnya pada bulan Februari, 24 anak telah dikembalikan ke keluarganya.110 Tertutupnya informasi dan akses dari angkatan bersenjata militer terhadap UNICEF dan CTFMR mempersulit proses perolehan data untuk melakukan ulasan laporan perkembangan perekrutan tentara anak di Myanmar. Setelah pelepasan sejumlah anak tersebut, UNICEF dan CTFMR kembali mendapatkan tantangan untuk menyelesaikan masalah tentara anak ini. Pasalnya, Tatmadaw menolak entitas PBB yang tergabung dalam Country Task Force untuk melakukan pengawasan ke daerah basis militer mengenai verifikasi usia dan demobilisasi.111 Tindakan Tatmadaw ini menunjukkan bahwa komitmen Myanmar untuk menyelesaikan masalah tentara anak di bawah kerangka Joint Action Plan tidak secara utuh diimplementasikan. Upaya UNICEF dalam kerangka Joint Action Plan tidak terbatas pada pembebasan dan penghentian perekrutan tentara anak saja, tetapi secara lebih jauh upaya UNICEF ini juga dibutuhkan dalam proses reintegrasi anak-anak tersebut dan pemulihan keadaan hidup mereka sebagai anak-anak pada umumnya. Pasca pembebasan tentara anak di bawah Joint Action Plan, langkah UNICEF selanjutnya adalah melakukan pemulihan secara psikologis dengan memberikan konseling. Hal ini juga didukung oleh Save the Children. Organisasi Save the Children ini bekerjasama dengan UNICEF dalam menyediakan pelatihan dasar
109
Child soldiers released under Joint Action Plan, http://www.mmtimes.com/index.php/nationalnews/7762-child-soldiers-released-under-joint-action-plan.html 110 http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N13/283/64/PDF/N1328364.pdf?OpenElement diakses pada tanggal 8 Mei 2014 111 http://uscampaignforburma.org/images/documents/Burma_Noncompliant_in_Child_Soldiers.pdf
59
bagi anak-anak. Selain itu, UNICEF juga bekerjasama dengan ILO untuk melatih mantan tentara anak dan kelompok rentan lainnya dalam praktek bisnis secara dasar dan keterampilan yang menghasilkan uang.112 Pada Agustus 2013, seperti yang tertera pada strategi UNICEF dalam menyelesaikan masalah tentara anak, Myanmar dianjurkan untuk meningkatkan sistem pencatatan kelahiran atau Birth Registration sebagai langkah kunci untuk mencegah perekrutan di masa depan dan penggunaan anak-anak ke dalam militer.113 Sistem Birth Registration ini bertujuan untuk memperketat pengawasan terhadap anak dibawah umur yang akan dicatat secara legal dan mendapatkan perlindungan hukum. Upaya ini nampaknya sebagai langkah melindungi anakanak dari perekrutan atau dari pemalsuan identitas usia mereka agar terhindar dari perekrutan tentara anak yang marak terjadi. Upaya yang diambil oleh UNICEF melalui Joint Action Plan ini setidaknya dapat membuat Direktorat Kekuatan Militer pada Oktober 2012 mengeluarkan arahan yang berisi langkah-langkah untuk implementasi dari Joint Action Plan. Arahan ini termasuk prosedur untuk mengidentifikasi dan memverifikasi usia perekrutan, penyediaan kerangka waktu untuk prosedur yang akan dilaksanakan dan menetapkan langkah-langkah yang akan diambil terhadap pihak-pihak yang gagal mematuhi arahan dan masih melanjutkan proses perekrutan anak-anak. 112
External News Child Soldiers: Graduating From the School of Hard Knocks Isn’t Easy http://www.child-soldiers.org/news_reader.php?id=731 113 http://www.child-soldiers.org/news_reader.php?id=724Press ReleaseMyanmar: Step up efforts to end & prevent child recruitment, implement Working Group recommendations
60
Pada prosesnya, Joint Action Plan tidak berjalan sesuai mekanisme karena pemerintah Myanmar tidak konsisten dalam menjalankan rencana tersebut. Pada tahun 2013, Tatmadaw Kyi membentuk Dewan Pengawasan di 14 daerah perintah militer untuk memberikan pelaporan data perekrutan militer dalam batalion. Akan tetapi, tidak ada publikasi secara umum mengenai hal tersebut sehingga tidak terdapat bukti yang menunjukkan bahwa Dewan Pengawasan telah benar-benar melakukan penolakan terhadap proses perekrutan yang berpotensial terjadi.114 Tatmadaw seolah membentuk sistem pertahanan yang tertutup agar kegiatan
perekrutan
tentara
anaknya
tidak
diintervensi
oleh
UNICEF.
Ketidakterbukaan Tatmadaw dalam melaporkan kegiatan perekrutan tentara anak ini bertolak belakang dengan isi dari Joint Action Plan bahwa pemerintah Myanmar akan bersedia memberikan akses UNICEF dan badan lainnya untuk melakukan pemantauan kegiatan perekrutan tentara anak. 4.3 Hambatan UNICEF Dalam Pengimplementasian Joint Action Plan di Myanmar Tidak berbeda dari proses penerapan hasil negosiasi antara dua pihak selalu menemukan hambatan. Begitu pula yang terjadi dengan Joint Action Plan. Diawali dengan persetujuan kedua belah pihak yang berjalan lambat hingga memerlukan waktu negosiasi selama 5 tahun. Selama itu, Pemerintah Myanmar menolak untuk menandatangani Joint Action Plan terkait penyelesaian perekrutan tentara anak. Negosiasi ini berjalan sangat alot namun kemudian membuahkan 114
Press Release Myanmar: Further steps needed to end army’s recruitment and use of children http://www.child-soldiers.org/news_reader.php?id=803
61
hasil pada bulan Juni 2012, UNICEF dan pemerintah Myanmar sepakat untuk menyelesaikan masalah perekrutan tenatar anak dalam kerangka Joint Action Plan ini. Hambatan selanjutnya adalah adanya konflik internal yang masih bergulir sehingga fokus pemerintah Myanmar tidak lagi pada penghentian perekrutan tetapi sebaliknya, yaitu memperluas perekrutan dengan tujuan memperbesar kekuatan militer mereka guna melawan pihak pemberontak. Momentum konflik internal ini mengakibatkan banyak kerugian secara nasional karena infrastruktur mengalami kerusakan, terjadi pelanggaran HAM, dan stabilitas keamanan negara semakin terganggu. Pemerintah Myanmar masih terfokus pada upaya pencapaian kekuasaan secara masif di Myanmar daripada pihak pemberontak. Terlebih lagi Tatmadaw dan BGFs secara aktif masih melakukan invasi dan gerilya untuk memperluas kekuasaan geopolitik. Selain secara konflik internal, hambatan penerapan Joint Action Plan juga datang dari sistem peraturan di Myanmar yang belum secara konsisten dijalankan dan dipertimbangkan secara matang. Joint Action Plan merupakan suatu upaya melakukan penghentian perekrtuan tentara anak dan juga mencegah terjadi kembali perekrutan di masa yang akan datang. Pemerintah Myanmar pernah menerapkan sistem kepemilikan kartu penduduk untuk anak usia 10 tahun, hal ini bertujuan agar ada legalitas yang melindungi hak mereka hidup sebagai anak. Namun demikian, pada penerapannya terdapat hambatan secara teknis yakni terkait dengan biaya pembuatan kartu juga jarak masyarakat daerah ke pusat
62
kota, sehingga masyarakat lebih memilih tidak memiliki kartu tersebut. Hal ini sering menyebabkan adanya pemalsuan usia oleh Tatmadaw Kyi ataupun BGFs sehingga kedua pihak ini memiliki legalitas untuk merekrut anak menjadi tentara. Pengaruh kuat yang dimiliki oleh Tatmadaw di Myanmar harus diakui memang belum bisa dihentikan. Dalam prosesnya, Tatmadaw menjalankan roda pemerintahan secara otoriter. Hal inilah yang menyebabkan intervensi UNICEF sebagai organisasi internasional belum bisa membawa perubahan yang berarti. Berbenturan dengan prinsip otoriter yang dianut oleh pemegang kekuasaan di Myanmar, Joint Action Plan pun seolah mengalami kebuntuan sebelum tahun 2012. Setelah penandatangan Joint Action Plan pada Juni 2012, harapan yang lebih prospektif muncul dari UNICEF untuk dapat menghentikan perekrutan tentara anak dan mencegah perekrutan kembali di masa yang akan datang. Namun harapan ini tidak berlangsung lama, meskipun Tatmadaw dan BGFs melakukan pembebasan tentara anak dan mengembalikan mereka pada keluarga masingmasing, implementasi Joint Action Plan ini terbentur dengan adanya penutupan akses yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar. Salah satu poin dari Joint Action Plan adalah memberikan akses pada UNICEF dan CTFMR untuk melakukan pengawasan, namun hal ini yang secara terang-terangan dilanggar oleh Myanmar. Pemerintah Myanmar tetap melakukan pembebasan tentara anak secara bertahap namun juga tetap tidak membuka akses bagi pengawasan dari UNICEF. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada proses perekrutan yang dilakukan
63
Myanmar dibalik tindakan menutup diri tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Joint Action Plan secara implementasi sudah efektif karena mampu membuat Myanmar membebaskan tentara anak meksipun bertahap. Namun secara regulasi, belum bisa mengikat dan memberikan efek jera terhadap Myanmar jika masih melakukan perekrutan dan melakukan pelanggaran terhadap Joint Action Plan sehingga Myanmar secara mudah menutup akses untuk pengawasan dari UNICEF.
64
BAB V KESIMPULAN Keadaan internal suatu negara biasanya berdampak pada sistem kehidupan berbangsa dan bermasyarakat di dalamnya. Dampak ini dapat mengarah pada penerapan sistem yang bertentangan dengan asas Hak Asasi Manusia, lebih jauh lagi dapat berdampak pada terjadinya pelanggaran. Keadaan internal Myanmar yang bergejolak dengan konflik internal menyulut permasalahan lain. Ketegangan yang terjadi menuntut adanya keseimbangan kekuatan secara personel dan militer. Hal ini terjadi di Myanmar karena Tatmadaw masih berupaya agar menjadi satusatunya kekuatan militer di ranah politik. Keadaan ini menuntut Tatmadaw untuk melakukan penguatan angkatan militernya salah satunya dengan memperbanyak personel militernya, tidak terkecuali kalangan anak-anak. Setelah memberlakukan perekrutan tentara anak selama beberapa tahun, Myanmar menarik perhatin UNICEF yang fokus pada masalah anak. Proses rekrutmen yang dilakukan angkatan militer Myanmar diikuti oleh adanya tindak kekerasan dan pelanggaran HAM. UNICEF bertanggung jawab untuk segera menyelesaikan permasalahan ini dengan mencanangkan kerangka Joint Action Plan. Kerangka ini dijalankan pada tahun 2012 dengan tujuan menghentikan proses rekrutmen tentara anak dan juga mencegah terjadi perekrutan kembali. Namun implementasi tujuan ini terhambat karena Myanmar secara sadar membatasi ruang gerak UNICEF untuk mengawasi proses perekrutan tentara anak yang ada di dalam sistem birokrasi
65
Tatmadaw itu sendiri. Pada kesimpulannya, UNICEF dibantu oleh beberapa organisasi internasional lainnya menjalankan beberapa program diawali dengan pemberian arahan agar Myanmar membebaskan tentara anak, pemulihan pasca pembebasan tahun 2012-2013 dalam bentuk konseling dan pelatihan. Hal ini dilatarbelakangi oleh kesadaran UNICEF dan CTFMR bahwa harus ada pemulihan secara psikologis terlebih dahulu bagi anak-anak mantan tentara tersebut. Hingga dengan pembatasan periode pada kajian ini, Joint Action Plan berjalan dalam keterbatasan karena penutupan diri Myanmar terhadap pengawasan UNICEF.
66
DAFTAR PUSTAKA Buku Baylis, John, Steve Smith, Patricia Owens. 2008. The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations. New York: Oxford University Press Beigbeder, Yves. 2001. New Challenges for UNICEF: Children, Women, and Human Rights. New York: Palgrave Macmillan Child Soldiers International. 2012. Louder Than Words: An Agenda For Action To End State Use of Child Soldiers. London: Child Soldiers International Couloumbis, Theodore A dan James H Wolfe. 1986. Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan dan Power /Introduction to International Relations: Power and Justice diterjemahkan oleh Macedes Marbun. Bandung: Abardin. Holsti, K.J. 1988. Politik Internasional: Kerangka untuk Analisis/International Politics: A Framework for Analysis Fourth Edition diterjemahkan oleh M. Tahir Azhary. Jakarta: Erlangga. Konvensi Hak-Hak Anak yang Disetujui oleh Majelis Umum PBB pada Tanggal 20 November 1989 Mohsin, Aiyub.2009.Diktat Organisasi dan Administrasi Internasional.Jakarta Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia Verloren, Ada, ed;Peggy Kahn. 2009. Global Organization: The United Nations Children’s Fund (UNICEF).New York:Chelsea Public House Buku, Jurnal dan Artikel Online Alkire, Sabina, Centre for Research on Inequality, Human Security and Ethnicity, CRISE.2003.Working Paper 2: A Conceptual Framework for Human Security. Diakses pada 2 Mei 2015 (http://www3.qeh.ox.ac.uk/pdf/crisewps/workingpaper2.pdf) Archer, Clive.2001. International Organization Third Edition. Diakses pada 10 September 2013. (http://en.bookfi.org/book/1030183)Asian Human Rights Commission.2009.Burma: Amend The Child Law. Diakses pada 24 Oktober 2013.(http://www.humanrights.asia/news/ahrc-news/AHRCSTM-208-2009/?searchterm=) Berg, Bruce L.2001.Qualitative Research Methods For The Social Sciences Fourth Edition. Diakses pada 1 Januari 2014. (http://en.bookfi.org/book/1201445)
67
Child Soldiers International.2013.Chance for Change: Ending the Recruitment and Use of Child Soldiers in Myanmar. Diakses pada 7 September 2013.(http://www.child-soldiers.org/research_report_reader.php?id=624) Child Soldiers International.External News Child Soldiers: Graduating From the School of Hard Knocks Isn’t Easy. Diakses pada 17 Juni 2015(http://www.child-soldiers.org/news_reader.php?id=731) Child Soldiers International.External News Child Soldiers Released Under Joint Action Plan Sourcr: Myanmar Times. Diakses pada 17 Juni 2015 (http://www.child-soldiers.org/news_reader.php?id=696) Child Soldiers International.Press Release Myanmar: Further Steps Needed to End Army’s Recruitment and Use of Children. Diakses pada 17 Juni 2015 (http://www.child-soldiers.org/news_reader.php?id=803) Coalition To Stop The Use of Child Soldiers. 2011. Myanmar: Report to the Committee on the Rights of the Child in advance of the Examination of Myanmar’s Report on the Convention on the Rights of the Child. Diakses pada 7 September 2013(www.childsoldiers.org/user_uploads/pdf/myanmarshadowreportfinalmay2011643583 1.pdf) Gufen, Ozen, Amy Kapit-Spitalny dan Dana Burde. The Education Former Child Soldiers: Finding A Way Back to Civilian Identity. Diakses pada 8 Juli 2015 (http://educationandconflict.org/sites/default/files/publication/BurdeEducation%20of%20Former%20Child%20Soldiers.pdf) Human Rights Education Institute of Burma.Forgotten Future :Child and Armed Conflictin Burma. Diakses pada 15 Juni 2015 (https://www.essex.ac.uk/armedcon/story_id/childrenandarmedconburma. pdf)Human Rights Watch. 2002. “My Gun Was As Tall As Me” Child Soldiers in Burma. Diakses pada 8 September 2013 (http://www.hrw.org/reports/2002/burma/Burma0902.pdf) Human Rights Watch. 2007. Burma: Sold to be Soldiers, The Recruitment and Use of Child Soldiers in Burma. Diakses pada 7 September 2013 (http://www.hrw.org/sites/default/files/reports/burma1007webwcover.pdf) Human Rights Watch.Briefing for the Security Council Working Group on Children and Armed Conflict Regarding the Recruitment and Use of Child Soldiers in Burma (Myanmar) and Implementation of the Joint Action Plan. Diakses pada 3 Juli 2015 (http://www.hrw.org/news/2013/05/28/briefing-security-council-workinggroup-children-and-armed-conflict-regarding) ICRC. Sri Lanka Practices Relating to Rule 13.5 Children Section E. Diakses pada 8 Juli 2015 (https://www.icrc.org/customaryihl/eng/docs/v2_rul_rule135_sectione)
68
Kovenan Intenasional Hak-Hak Sipil dan Politik Ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum PBB 2200 A (XXI) Tertanggal 16 Desember 1966 diakses melalui http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4 &cad=rja&uact=8&ved=0CC0QFjAD&url=http%3A%2F%2Fwww.huku monline.com%2Fpusatdata%2Fdownloadfile%2Flt4c3c7b6791fa4%2Fpar ent%2F24213&ei=66oyVa_iFISQuAS874CoCg&usg=AFQjCNFKXOKa 0Z2X-E2GVtPu-voQpC1kJg&sig2=fUtdiC4YGOvljvw1dw9uRA Machel Study 10 Years Strategic Review. Children and Armed Conflict in a Changing World. Diakses pada 8 Juli 2015 (https://childrenandarmedconflict.un.org/publications/MachelStudy10YearStrategicReview_en.pdf) Maung Myoe, Aung.2009.Building Tatmadaw: Myanmar Armed Forces Since 1948. Diakses pada 8 April 2015 (http://bookshop.iseas.edu.sg) Myanmar Times.Child Soldiers Released Under Joint Action Plan. Diakses pada 17 Juni 2015 (http://www.mmtimes.com/index.php/national-news/7762child-soldiers-released-under-joint-action-plan.html) Neil, S Macfarlane, Yuen Foong Khong.2006.Human Security and the UN: A Critical History. Diakses pada 28 April 2015 (http://en.bookfi.org/book/833156) Ogata, Sadako, Johan Cels. 2003. Human Security: Protecting and Empowering the People Vol.9 No.3. Diakses pada 10 September 2013. (http://search.proquest.com/docview/213730347/fulltextPDF/1406C2DFD C215E999E4/4?accountid=31533) OHCHR (Office of the High Commissioner for Human Rights). What Are Human Rights. Diakses pada 10 April 2015 (http://www.ohchr.org/EN/Issues/Pages/WhatareHumanRights.aspx) OHCHR (Office of the High Commissioner for Human Rights). Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the Involvement of Children in Armed Conflict. Diakses pada 18 April 2015 (http://www.ohchr.org/EN/ProfessionalInterest/Pages/OPACCRC.aspx) Permanent Mission of the Union of Myanmar to the United Nations and Other International Organizations in Geneva, Switzerland. Diakses pada 11 Maret 2014.(http://www.myanmargeneva.org/statement&speech/Recruiting%20 Child%20Soldiers%2007.htm) Press Conference on Action Plan To End Recruitment of Child Soldiers in Myanmar. 5 July 2012. Diakses pada 1 Januari 2014 (http://www.un.org/News/briefings/docs/2012/120705_Guest.doc.htm)
69
Press Realease from Office of the Special Representative of the Secretary-General For Children and Armed Conflict. 22 Juni 2007. Diakses pada 18 Maret 2014. (http://childrenandarmedconflict.un.org/press-release/22Jun07/) Press ReleaseMyanmar.Step Up Efforts to End &Prevent Child Recruitment, Implement Working Group Recommendations. Diakses pada tanggal 17 Juni 2015 (http://www.child-soldiers.org/news_reader.php?id=724) Security Council Report. Cross-Cutting Report No. 1: Children and Armed Conflict. Diakses pada 1 Januari 2014. (http://www.securitycouncilreport.org/cross-cutting-report/lookup-cglKWLeMTIsG-b-5099181.php?print=true#ProgressintheApplication) Singapore’s Institute of Southeast Asian Studies. Prospects for Ending Child Soldiering in Myanmar. Diakses pada 11 Maret 2014. (http://www.iseas.edu.sg/documents/publication/iseas_perspective2013_5 2_prospects_for_ending_child_soldiering_in_myanmar1.pdf) Steinberg, David I. 2010. Burma/Myanmar: What Everyone Needs To Know. Diakses pada 4 November 2013. (http://en.bookfi.org/book/657686)The Universal Declaration of Human Rights. Diakses pada 10 Maret 2014. (http://www.un.org/en/documents/udhr/index.shtml#ap) UNDP.1994.Human Development Report 1994. Diakses pada 2 Mei 2015. (http://hdr.undp.org/sites/default/files/reports/255/hdr_1994_en_complete_ nostats.pdf) UNESCO.2008.Human Security: Approches and Challenges. Diakses pada 1 Mei 2015 (http://unesdoc.unesco.org/images/0015/001593/159307e.pdf) United Nations. Hailing Release of Child Soldiers, US Call on Myanmar to Accelerate Discharge Efforts. Diakses pada 31 Oktober 2013. (http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=45359) United Nations.The Universal Declaration of Human Rights: History of the Document. Diakses pada 11 April 2015 (http://www.un.org/en/documents/udhr/history.shtml) United Nations.The Universal Declaration of Human Rights. Diakses pada 17 April 2015 (http://www.un.org/en/documents/udhr/index.shtml) United Nations Economic and Social Council.Unicef’s Child Protection Strategy. Diakses pada 10 Juni 2015 (http://www.unicef.org/protection/CP_Strategy_English%281%29.pdf) United Nations. Security Council Establishes Monitoring, Reporting Mechanism on Use of Child Soldiers, Unanimously Adopting Resolution 1612 (2005). Diakses pada 19 April 2015 (http://www.un.org/press/en/2005/sc8458.doc.html) UNICEF. Konvensi Hak-Hak Anak. Diakses pada 12 September 2013 (http://www.unicef.org/magic/media/documents/CRC_bahasa_indonesia_ version.pdf)
70
UNICEF. UNICEF Welcomes the Release of 24 Children of the Tatmadaw, Calls for Acceleration of Discharges. Diakses pada 19 Maret 2014. (http://www.unicef.org/myanmar/media_20449.html) UNICEF. Myanmar and UN Sign Landmark Plan of Action to Release Children from Armed Forces. Diakses pada 19 Maret 2014. (http://www.unicef.org/media/media_65180.html) UNICEF. Official Statement on the Security Council Resolution on Children in Armed Conflict. Diakses pada 8 April 2015 (http://www.unicef.org/media/media_27787.html) UNICEF. Who we are. Diakses pada 17 Juni 2015 (http://www.unicef.org/about/who/index_introduce) UNICEF.Annual Report: Myanmar 2012. Diakses pada 19 Juni 2015 (http://www.unicef.org/about/annualreport/files/Myanmar_COAR_2012.p df) UNICEF USA.Children in Conflict: Central African Republic. Diakses pada 3 Juli 2015 (http://www.unicefusa.org/mission/emergencies/conflict/centralafrican-republic) UNICEF. Girls and Boys Education Movement in South Africa. Diakses pada 8 Juli 2015 (http://www.unicef.org/southafrica/education_4718.html) UNICEF. Child Labour. Diakses pada 8 Juli (http://www.unicef.org/chinese/protection/files/Child_Labour.pdf)
2015
USAID From The American People. Reintegration of Child Soldiers in Sierra Leone. Diakses pada 8 Juli 2015 (http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PDACH599.pdf) US Campaign For Burma. Child Soldiers. Diakses pada 3 Juli 2015 (http://uscampaignforburma.org/about-burma/conflict-and-humanrights/child-soldiers.html)
71