BIMBINGAN KONSELING GURU DALAM MENGATASI PERMASALAHAN ANAK DIDIK DI SMPN 1 LIMBOTO Suratni Limonu Abstrak Tujuan bimbingan konseling adalah mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaannya dan menerima keadaannya menurut apa adanya. Saya adalah saya Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi cara berfikir, keyakinan serta pandangan-pandangan individu, yang unik, yang tidak atau kurang sesuai dengan dirinya agar individu dapat mengembangkan diri dan meningkatkan self actualization seoptimal mungkin.Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu dalam proses aktualisasi dirinya. Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat dijangkau menurut kondisi dirinya. a) Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaannya dan menerima keadaannya menurut apa adanya. Saya adalah saya.b) Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi cara berfikir, keyakinan serta pandangan-pandangan individu, yang unik, yang tidak atau kurang sesuai dengan dirinya agar individu dapat mengembangkan diri dan meningkatkan self actualization seoptimal mungkin. c) Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu dalam proses aktualisasi dirinya. d) Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat dijangkau menurut kondisi dirinya. Kata kunci: bimbingan, masalah anak dan konseling PENDAHULUAN Masa remaja sebagai suatu masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang definitif. Charlotte Buhler menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi-mengisi. Spranger memberikan tafsiran masa remaja sebagai masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental. Hofmann menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa pembentukan sikapsikap terhadap segala sesuatu yang dialami individu. Masa remaja ditandai dengan adanya berbagai perubahan, baik secara fisik maupun psikis, yang mungkin saja dapat menimbulkan problema atau masalah tertentu bagi si remaja. apabila tidak disertai dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan diri secara tepat, bahkan dapat menjurus pada berbagai tindakan kenakalan remaja dan kriminal. Permasalahan yang mungkin timbul pada masa remaja diantaranya: Problema berkaitan dengan perkembangan fisik dan motorik. Pada masa remaja ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik yang cepat. Keadaan fisik pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal yang penting, namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya (ketidaksesuaian antara body image dengan self picture) dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri. Begitu juga, perkembangan fisik yang tidak proporsional. Kematangan organ reproduksi pada masa remaja membutuhkan upaya pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh normanorma dapat menjurus pada penyimpangan perilaku seksual. Problema berkaitan dengan perkembangan kognitif dan bahasa. Pada masa remaja awal ditandai dengan perkembangan kemampuan intelektual yang pesat. Namun ketika, si remaja tidak mendapatkan kesempatan pengembangan kemampuan intelektual, terutama melalui pendidikan di sekolah, maka boleh jadi potensi intelektualnya tidak akan berkembang optimal. Begitu juga masa remaja, terutama remaja awal merupakan masa terbaik untuk mengenal dan mendalami bahasa asing. Namun dikarenakan keterbatasan kesempatan dan sarana dan pra sarana, menyebabkan si remaja kesulitan untuk menguasai bahasa asing. Tidak bisa dipungkiri, dalam era globalisasi sekarang ini, penguasaan bahasa asing merupakan hal yang penting untuk menunjang kesuksesan hidup dan karier seseorang. Namun dengan adanya hambatan dalam pengembangan ketidakmampuan berbahasa asing tentunya akan sedikit-banyak berpengaruh terhadap kesuksesan hidup dan kariernya. Terhambatnya perkembangan kognitif dan bahasa dapat berakibat pula pada aspek emosional, sosial, dan aspek-aspek perilaku dan kepribadian lainnya. Problema berkaitan dengan perkembangan perilaku sosial, moralitas dan keagamaan. Masa remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah. Hal ini disebabkan pada masa remaja, khususnya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di satu
sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis. Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan khusus dengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual. Pada masa remaja juga ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan norma yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi konflik nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya. Problema berkaitan dengan perkembangan kepribadian, dan emosional. Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya. Dari persoalan di atas yang mungkin muncul pada remaja, sangat dimungkinkan perlu bimbingan guru dalam membina peserta didiknya. Sehingga antara satu sama lain tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak diinginkan. Untuk itulah, dalam tulisan ini mencoba memaparkan bagaimana peran bimbingan konseling guru untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam peserta didik. PEMBAHASAN A. Layanan Bimbingan Konseling Secara Konseptual 1. Pendekatan dan Teknik Konseling Pada dasarnya, teknik umum merupakan teknik konseling yang lazim digunakan dalam tahapantahapan konseling dan merupakan teknik dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa jenis teknik umum, diantaranya : 1. Perilaku Attending Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat: (a). Meningkatkan harga diri klien. (b). Menciptakan suasana yang aman. (c). Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas. 2. Empati Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati. Terdapat dua macam empati, yaitu : Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka.Contoh ungkapan empati primer :” Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda”. ” Saya dapat memahami pikiran Anda”.” Saya mengerti keinginan Anda”. Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya. Contoh ungkapan empati tingkat tinggi : Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman Anda itu”. 3. Refleksi Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu : Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan adalah ….” Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan…”
Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan suatu…” 4. Eksplorasi Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu : Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien yang tersimpan. Contoh :” Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan ….” Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien. Contoh : ” Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang sekolah sambil bekerja”. Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalamanpengalaman klien. Contoh :” Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui Namun saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda”. 5. Menangkap Pesan (Paraphrasing) Menangkap Pesan (Paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan mengamati respons klien terhadap konselor. Selanjutnya, konseling secara khusus Sesuai dengan tujuan yang dirumuskan, maka pelayanan bimbingan dan konseling mempunyai fungsi yang integral dalam proses pendidikan. Fungsi-fungsi yang dimaksud adalah sebagai berikut : a) Pemahaman; yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik, pemahaman itu meliputi: Pemahaman tentang diri peserta didik, terutama oleh peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umumnya, dan Guru Pembimbing. Pemahaman tentang lingkungan peserta didik (lingkungan keluarga, lingkungan sekolah), terutama oleh peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umumnya, dan Guru Pembimbing. Pemahaman tentang lingkungan “yang lebih luas” (termasuk di dalamnya informasi jabatan/pekerjaan, dan informasi sosial dan budaya/nilai-nilai), terutama oleh peserta didik. b) Penyesuaian ; yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam rangka membantu peserta didik untuk memperoleh penyesuaian pribadi dan memperoleh kemajuan dalam perkembangannya secara optimal. c) Penyaluran ; yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam hal membantu pesrta didik untuk memilih jurusan sekolah, jenis sekolah sambungan, lapangan pekerjaan sesuai dengan citacita, bakat, minatnya. d) Pengadaptasian ; yaitu fungsi bimbingan dalam hal membantu petugas-petugas di sekolah, khususnya guru untuk mengadaptasikan program kepada minat, kemampuan dan kebutuhan peserta didik. 2. Teori Konseling Relevan a. Konseling Gestalt Secara konsep dasar manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata merupakan penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian tersebut. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya. Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi. Hakikat manusia menurut Gestalt: hanya dapat dipahami dalam keseluruhan konteksnya. Merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan lingkungannya itu. Sehingga dalam konseling adalah aktor bukan reaktor. Kemudian, berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya. Dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab. Secara keseluruhan mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.
b. Konseling Humanistik Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia.Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanism biasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. c. Konseling Psikoanalisis Hakekat Manusia Menurut Freud Manusia pada dasarnya ditentukan oleh energi psikis dan pengalaman-pengalaman dini Manusia sebagai homo valens dengan berbagai dorongan dan keinginan Motif-motif dan konflik tak sadar adalah sentral dalam tingkah laku sekarang Manusia didorong oleh dorongan seksual agresif Perkembangan dini penting karena masalah-masalah kepribadian berakar pada konflik-konflik masa kanak-kanak yang direpresi. Perkembangan Kepribadian: Struktur keperibadian 1. Id, adalah sistem keperibadian yang asli yang ada semenjak individu lahir. Id berisikan semua aspek psikologis yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious, mewakili subyektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan enerji psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya. Alwisol(2006:16). Calvin S. Hall dan Gardner dalam A. Supratiknya (1993:63) id merupakan sistem kepribadian yang asli; id merupakan rahim tempat ego dan super ego berkembang. Id berisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir termasuk insting-insting. Id merupakan reservior energi psikis yang menyediakan seluruh daya untuk menjalankan kedua sistem yang lain. Id berhubungan erat dengan proses-proses jasmaniah dari mana id mendapatkan energinya. 2. Ego adalah struktur kepribadian menurut Freud yang berurusan dengan tuntutan realitas. Ego disebut “badan pelaksana” (executive branch) kepribadian, karena ego membuat keputusan rasional. Id dan ego memiliki moralitas. Id dan ego tidak memperhitungkan apakah sesuatu itu benar atau salah. Jhon W. Santrock dalam Achmad Chusairi (1995:36). Ego timbul karena kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan obyektif. Orang yang lapar harus mencari, menemukan dan memakan makanan sampai tegangan karena rasa lapar dapat dihilangkan. Ini berarti orang harus belajar membedakan antara gambaran ingatan tentang makanan dan persepsi aktual terhadap makanan seperti yang ada di dunia luar. Setelah melakukan pembedaan yang sangat penting ini. Maka perlu mengubah gambaran kedalam persepsi, yang terlaksana dengan menghindarkan gambaran ingatan tentang makanan dengan penglihatan atau penciuman terhadap makanan yang dialaminya melalui pancaindra. Ego dikatakan mengikuti prinsip kenyataan. Dan beroperasi menurut proses sekunder. Tujuan prinsip kenyataan adalah mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Calvin S. Hall dan Gardner dalam A. Supratiknya (1993:64). 3. Super ego adalah struktur kepribadian Freud yang merupakan badan moral kepribadian dan benar-benar memperhitungkan apakah sesuatu benar atau salah. Super ego dapat dikatakan sebagai “hati nurani”. Jhon W. Santrock dalam Achmad Chusairi (1995:37). Menurut Alwisol (2006:18) super ego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakia prinsip idealistik sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik ego. Sedangkan menurut Koswara (1991:34) super ego adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang
sifatnya evaluatif (menyangkut baik buruk). Super ego terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figur yang berperan, berpengaruh atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua dan guru. ·Keperibadian yang normal (sehat). 1. Kepribadian yang sehat menurut Freud adalah jika individu bergerak menurut pola perkembangan yang ilmiah. 2. Hasil dari belajar dalam mengatasi tekanan dan kecemasan. 3. Kesehatan mental yang baik adalah hasil dari keseimbangan antara kinerja super ego terhadap id dan ego. Prayitno (1998:42) ·Keperibadian yang menyimpang (TLSS). 1. Dinamika yang tidak efektif antar super ego 2. Proses belajar yang tidak benar pada masa kanak-kanak d. Konseling Rational Emotif Terapi (RET) Manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Menurut Willis (2010:75) RET di kembangkan oleh seorang eksistensialis Albert Ellis pada Tahun 1955. Sebagaimana di ketahui aliran ini di latarbbelakangi oleh filsafat eksistensialisme yang berusaha memahami menusia sebagai mana adanya. Konsep dasar yang di kembangkan oleh Ellis (dalam Willis, 2010:75-76) adalah sebagai berikut: 1. Pemikiran manusia adalah penyebab dasar dari gangguan emosional. Reaksi emosional yang sehat maupun tidak sehat, bersumber dari pemikirana itu. 2. Manusia mempunyai potensi pemikiran rasional dan irasional. Dengan pemikiran rasional dan inteleknya manusia dapat terbebas dari gangguan emosional. 3. Pemikiran irasional bersumber pada disposisi lewat pengalaman masa kecil dan pengaruh budaya. 4. Pemikiran dan emosi tidak dapat di pisahkan. 5. Berfikir logis dan tidak logis dilakukan dengan simbl-simbol bahasa. 6. Pada diri manusia sering terjadi self-verbalization. Yaitu mengatakan sesuatu yang terus menerus pada dirinya. 7. Pemikiran tak logis-irasional dapat di kembalikan kepada pemikiran logis dengan reorganisasi persepsi. Pemikiran tak logis itu merusak dan merendahkan diri melalui emosionalnya. Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah adalah merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional. Ciri-ciri berpikir irasional: (a) tidak dapat dibuktikan; (b) menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu; (c) menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif. Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional : (a) individu tidak berpikir jelas tentangg saat ini dan yang akan dating, antara kenyatan dan imajinasi; (b) individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain; (c) orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media. Indikator keyakinan irasional : (a) manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan; (b) banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum; (c) kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya; (d) lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha untuk mengahadapi dan menanganinya; (e) penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut; (f) pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang; (g) untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural; dan (h) nilai diri sebagai manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu. e. Konseling Behavioral Tokoh dalam teopri ini antara lain D. Krumboltz, Carl E. Thoresen, Ray E. Hosfor , Bandura, Wolpe. Konsep behavioral mengutrakan perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga
dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkresi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya. Thoresen (shertzer & Stone 1980, 188) memberikan ciri-ciri konseling behavioral sebagai berikut : a. Kebanyakan perilaku manusia dipelajari oleh sebab itu dapat diubah. b. Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individu dapat membantu dalam mengubah perilaku-perilaku yang relevan. Prosedur-prosedur konseling berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku klien dengan mengubah lingkungan. c. Prinsip-prinsip belajar spesial seperti : “reinforcement” dan “social modeling” , dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur konseling. d. Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan dalam perilaku-perilaku khusus diluar wawancara prosedur-prosedur konseling. e. Prosedurprosedur konseling tidak statik, tetap atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara khusus didesain untuk membantu klien dalam memecahkan masalah khusus. B. Prosedur Umum Bimbingan Konseling di Sekolah Sekolah adalah suatu organisasi formal. Di dalamnya terdapat usaha-usaha administrasi untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran nasional. Bimbingan konseling adalah sub organisasi dari organisasi sekolah yang melingkupinya. Bimbingan dan konseling disekolah merupakan bagian terpadu dari sekolah tersebut, sehingga dalam pelaksanaannya tergantung bagaimana pengorganisasian yang dijalankan di sekolah, sehingga tidak ada tolok ukur bagaimana membuat prosedur yang relevan dalam mengimplementasikan bimbingan dan konseling di sekolah dengan baik. Prosedur dalam bimbingan konseling di sekolah pengertian secara umum adalah suatu wadah atau badan yang mengatur dan mengkonsep segala kegiatan konseling sekolah untuk mencapai tujuan bimbingan secara komprehensif terhadap siswa yang mempunyai problem, baik individu kelompok maupun dalam kehidupan sosial. Sebagai suatu badan, banyak ahli menawarkan model yang cocok diterapkan di sekolah. Akan tetapi prosedur yang dipilih harus berdasarkan atas konsep yang relevan baik secara teoritis maupun secara praktik di sekolah. Kemudian, dilanjutkan dengan usaha-usaha perencanaan untuk mencapai tujuan, pembagian tugas, pengendalian proses dan penggunaan sumber-sumber bimbingan. Bimbingan dan konseling tidak akan dapat dilaksanakan tanpa organisasi yang baik dan konsep prosedur matang. Tanpa prosedur itu berarti tidak adanya koordinasi dan perencanaan, sasaran yang cukup jelas, kontrol dan kepemimpinan yang berwibawa, tegas dan bijaksana. Dengan arti lain suatu prosedur yang baik ditandai oleh adanya dasar dan tujuan, personalia dan perencanaan yang matang. Prosedur pelayanan bimbingan dan konseling pada setiap satuan pendidikan tidak mesti sama. Masing-masing disesuaikan dengan kondisi satuan pendidikan yang bersangkutan. Meskipun demikian, bimbingan konseling pada setiap satuan pendidikan hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Menyeluruh, yaitu mencakup unsur-unsur penting yang terlibat di dalam sebuah satuan pendidikan yang ditujukan bagi optimalnya bimbingan dan konseling. 2. Sederhana, maksudnya dalam pengambilan keputusan/kebijaksanaan jarak antara pengambil kebijakan dengan pelaksananya tidak terlampau panjang. Keputusan dapat dengan cepat diambil tetapi dengan pertimbangan yang cermat, dan pelaksanaan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling terhindar dari urusan birokrasi yang tidak perlu. 3. Luwes dan terbuka, sehingga mudah menerima masukan dan upaya pengembangan yang berguna bagi pelaksanaan dan tugas-tugas organisasi, yang semuanya itu bermuara pada kepentingan seluruh peserta didik. 4. Menjamin berlangsungnya kerja sama, sehingga semua unsur dapat saling menunjang dan semua upaya serta sumber dapat dikoordinasikan demi kelancaran dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling untuk kepentingan peserta didik. 5. Menjamin terlaksananya pengawasan, penilaian dan upaya tindak lanjut, sehingga perencanaan pelaksanaan dan penilaian program bimbingan dan konseling yang berkualitas dapat terus dilakukan. Kemudian, bimbingan dan Konseling merupakan proses bantuan psikologis dan kemanusiaan secara ilmiah dan profesional yang diberikan oleh pembimbing kepada yang dibimbing (peserta didik) agar ia dapat berkembang secara optimal, yaitu mampu memahami diri, mengarahkan diri, dan mengaktualisasikan diri, sesuai tahap perkembangan, sifat-sifat, potensi yang dimiliki, dan latar
belakang kehidupan serta lingkungannya sehingga tercapai kebahagiaan dalam kehidupannya. Maka dari itu, dalam menjalankan prosedur umum dalam bimbingan konseling di sekolah perlu memperhatikan prinsip-prinsip bimbingan konseling. Adapaun prinsip-prinsip bimbingan konseling mendasari gerak dan langkah penyelenggaraan pelayanan bimbingan konseling, yang meliputi prinsiprinsip sebagai berikut: 1. Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran layanan : (1). Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, agama, dan status sosial ekonomi. (2). Bimbingan dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku individu yang unik dan dinamis. (3). Bimbingan dan konseling memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek perkembangan individu. (4). Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama kepada perbedaan individual yang menjadi orientasi pokok pelayanannya. 2. Prinsi-prinsip berkenaan dengan permasalahan individu: (1). Bimbingan dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental/fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu. (2). Kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah pada individu yang kesemuanya mennadi perhatian utama pelayanan bimbingan dan konseling. (3). Prinsip-prinsip berkenaan dengan program layanan: (a). Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari upaya pendidikan dan pengembangan individu; oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta didik. (b). Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan individu, masyarakat, dan kondisi lembaga. (c). Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan yang terendah sampai tertinggi. (d). Terhadap isi dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling perlu diadakan penilaian yang teratur dan terarah. 3. Prinsip-prinsip berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan: (1). Bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahannya. (2). Dalam proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan akan dilakukan oleh individu hendaknya atas kemauan individu itu sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari pembimbing atau pihak lain. (3). Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. (4). Kerja sama antara Guru Pembimbing, guru-guru lain, dan orang tua amat menentukan hasil pelayanan bimbingan. (5). Pengembangan program pelayanan bimbingan dan konseling ditempuh melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat dalam proses pelayanan dan program bimbingan dan konseling itu sendiri. C. Manajemen Bimbingan Konseling Sekolah 1. Peran Kepala Sekolah dalam Layanan Bimbingan Konseling Keberhasilan program layanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak hanya ditentukan oleh keahlian dan ketrampilan para petugas bimbingan dan konseling itu sendiri, namun juga sangat ditentukan oleh komitmen dan keterampilan seluruh staf sekolah, terutama dari kepala sekolah sebagai administrator dan supervisor. Sebagai administrator, kepala sekolah bertanggungjawab terhadap kelancaran pelaksanaan seluruh program sekolah, khususnya program layanan bimbingan dan konseling di sekolah yang dipimpinnya. Karena posisinya yang sentral, kepala sekolah adalah orang yang paling berpengaruh dalam pengembangan atau peningkatan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolahnya. Sebagai supervisor, kepala sekolah bertanggung jawab dalam melaksanakan program-program penilaian, penelitian dan perbaikan atau peningkatan layanan bimbingan dan konseling. Ia membantu mengembangkan kebijakan dan prosedur-prosedur bagi pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolahnya. Secara lebih terperinci, Dinmeyer dan Caldwell (dalam Kusmintardjo, 1992) menguraikan peranan dan tanggung jawab kepala sekolah dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, sebagai berikut: (1). Memberikan support administratif, memberikan dorongan dan pimpinan untuk seluruh program bimbingan dan konseling; (2). Menentukan staf yang memadai, baik segi profesinya maupun jumlahnya menurut keperluannya; (3). Ikut serta dalam menetapkan dan menjelaskan peranan anggota-anggota stafnya; (4). Mendelegasikan tanggung jawab kepada “guidance specialist” atau konselor dalam hal pengembangan program bimbingan dan konseling; (5). Memperkenalkan peranan para konselor kepada guru-guru, murid-murid, orang tua murid, dan masyarakat melalui rapat guru, rapat sekolah, rapat orang tua murid atau dalam bulletin-buletin
bimbingan dan konseling; (6). Berusaha membentuk dan menjalin hubungan kerja yang kooperatif dan saling membantu antara para konselor, guru dan pihak lain yang berkepentingan dengan layanan bimbingan dan konseling; (7). Menyediakan fasilitas dan material yang cukup untuk pelaksanaan bimbingan dan konseling; (8). Memberikan dorongan untuk pengembangan lingkungan yang dapat meningkatkan hubungan antar manusia untuk menggalang proses bimbingan dan konseling yang efektif (dalam hal ini berarti kepala sekolah hendaknya menyadari bahwa bimbingan dan konseling terjadi dalam lingkungan secara global, termasuk hubungan antara staf dan suasana dalam kelas); (9). Memberikan penjelasan kepada semua staf tentang program bimbingan dan konseling dan penyelenggaraan “in-service education” bagi seluruh staf sekolah; (10). Memberikan dorongan dan semangat dalam hal pengembangan dan penggunaan waktu belajar untuk pengalaman-pengalaman bimbingan dan konseling, baik klasikal, kelompok maupun individual; (11).Penanggung jawab dan pemegang disiplin di sekolah dengan memberdayakan para konselor dalam mengembangkan tingkah laku siswa, namun bukan sebagai penegak disiplin. 2. Peran Guru dan Wali Kelas dalam BK Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas dari peranan berbagai pihak di sekolah. Selain Guru Pembimbing atau Konselor sebagai pelaksana utama, penyelenggaraan Bimbingan dan konseling di sekolah, juga perlu melibatkan kepala sekolah, guru mata pelajaran dan wali kelas. a. Peran Guru Mata Pelajaran Di sekolah, tugas dan tanggung jawab utama guru adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa. Kendati demikian, bukan berarti dia sama sekali lepas dengan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan konstribusi guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Bahkan dalam batas-batas tertentu guru pun dapat bertindak sebagai konselor bagi siswanya. Wina Senjaya (2006) menyebutkan salah satu peran yang dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing dan untuk menjadi pembimbing baik guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Sementara itu, berkenaan peran guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan bahwa guru-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus manusiawi-religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli, memahami dan menghargai tanpa syarat. Prayitno (2003) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling adalah : Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa Membantu guru pembimbing/konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor Menerima siswa alih tangan dari guru pembimbing/konselor, yaitu siswa yang menuntut guru pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus (seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan). Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswasiswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya. b. Peran Wali Kelas: Sebagai pengelola kelas tertentu dalam pelayanan bimbingan dan konseling, Wali Kelas berperan : Membantu guru pembimbing/konselor melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya; Membantu Guru Mata Pelajaran melaksanakan peranannya dalam pelayanan bimbingan dan konseling, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya;
Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya dikelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk mengikuti/menjalani layanan dan/atau kegiatan bimbingan dan konseling; Berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling, seperti konferensi kasus; dan Mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor. PENUTUP Dari uraian di atas dapat kita simpulkan, bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, agama, dan status sosial ekonomi. Bimbingan dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku individu yang unik dan dinamis. Bimbingan dan konseling memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek perkembangan individu. Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama kepada perbedaan individual yang menjadi orientasi pokok pelayanannya. Kemudian, bimbingan konseling itu meliputi persoalan individu dan kelompok atau sosial. Seperti Kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah pada individu yang kesemuanya mennadi perhatian utama pelayanan bimbingan dan konseling. Maka dari itu, dibutuhkan tujuan dan pelaksanaan pelayanan bimbingan konseling diantaranya: (1). Bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahannya. (2). Dalam proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan akan dilakukan oleh individu hendaknya atas kemauan individu itu sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari pembimbing atau pihak lain. (3). Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. (4). Kerja sama antara Guru Pembimbing, guru-guru lain, dan orang tua amat menentukan hasil pelayanan bimbingan. (5). Pengembangan program pelayanan bimbingan dan konseling ditempuh melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat dalam proses pelayanan dan program bimbingan dan konseling itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA Muhubbin Syah, (1997), Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Rosda Karya). Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. (Bandung : PT Rosda Karya Remaja). Prayitno, dkk. (2004), Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : Depdiknas). Sofyan S. Willis. (2004), Konseling Individual; Teori dan Praktek, (Bandung : Alfabeta). Wina Senjaya. (2006), Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group).