UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK P KERJA PROFESI APO OTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PU PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TA TIMUR PERIODE DE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER R 2013
LAPORAN P PRAKTEK KERJA PROFESI APOT OTEKER
ERL RLIMAS LUCKY WIJAYA, S. Farm.. 1206329581
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PR ROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK P KERJA PROFESI APO OTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PU PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TA TIMUR PERIODE DE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER R 2013
LAPORAN PRAKTEK P KERJA PROFESI APOT OTEKER Diajukan sebaga gai salah satu syarat untuk memperoleh gela elar Apoteker
ERL RLIMAS LUCKY WIJAYA, S. Farm.. 1206329581
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PR ROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Rini. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Pada penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Dr. Mahdi Jufri, M.Si,. Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
2.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M. S., Apt. selaku Pj.S. Dekan Fakutas Farmasi UI sampai dengan 20 Desember 2013.
3.
Dr. Harmita, Apt., selaku ketua Program Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
4.
Drs. Jahja Atmaja, Apt. selaku pembimbing PKPA dari Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah membantu dan memberikan bimbingan, serta arahan selama PKPA berlangsung dan dalam penyusunan laporan ini.
5.
Ny. Murdiana Baskoro selaku Pemilik Sarana Apotek yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA di Apotek Rini.
6.
Meta Pramana, S.Si, Apt., selaku pembimbing PKPA yang telah membimbing dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung.
7.
Drs. Umar Mansur, M.Sc., selaku Apoteker Pengelola Apotek Rini yang telah memberikan kesempatan melaksanakan PKPA di Apotek Rini.
8.
Seluruh karyawan Apotek Rini yang telah menerima dan membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA di Apotek Rini.
9.
Seluruh staf pengajar dan tata usaha Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
10. Orang tua dan keluarga penulis yang selalu memberikan doa, serta dukungan moral dan material kepada penulis. v
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
11. Seluruh teman-teman mahasiswa Apoteker angkatan 77 yang telah berjuang bersama dalam menyelesaikan studi di Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu secara langsung ataupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pihak yang membaca. Penulis memohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan dalam laporan ini. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA yang dituangkan dalam laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Penulis
2014
vi
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
ABSTRAK
Nama
: Erlimas Lucky Wijaya, S. Farm
NPM
: 1206329581
Program Studi
: Apoteker
Judul
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Rini Periode 16 September – 25 October 2013
Apotek merupakan salah satu fasilitas pelayanan kefarmasian, yaitu suatu sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian oleh apoteker. Dalam meningkatkan pelayanan kefarmasian, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Apotek memiliki peran penting dalam mewujudkan peningkatan kesehatan masyarakat dengan menyediakan obat yang bermutu tinggi dengan harga yang terjangkau serta memberikan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian dengan baik, maka calon apoteker harus melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek, sehingga calon apoteker dapat memahami peran serta tanggung jawab seorang apoteker di apotek serta dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan serta keterampilan dalam pelayanan kefarmasian di apotek.
Kata Kunci Jumlah halaman Daftar Acuan
: Praktek Kerja Profesi Apoteker, Apotek Rini, Pelayanan Kesehatan. : xiii + 48 halaman; 8 gambar; 13 lampiran : 11 (1978 – 2011)
viii
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
ABSTRACT
Name
:
Erlimas Lucky Wijaya, S. Farm
NPM
:
1206329581
Program Study
:
Apothecary Profession
Title
:
Report of Pharmacist Internship Program in Apotek Rini Period September16th – October 25th 2013
Apotek is one of the pharmacy’s service facility, which is a tool used to organize pharmaceutical services by pharmacists. In order to improve pharmacist’s service, the pharmacist is required to improve the knowledge, skills and behaviors to be able to carry out a direct interaction with the patient. Apotek has an important role in achieving improvement of public health by providing high-quality drugs at affordable prices and provide pharmacy services to the community. As an effort in order to carry out the work of the pharmacist’s well, a candidate of pharmacist must do Pharmacist Internship Program in Apotek with the hope that prospective pharmacists to understand the role and responsibilities of a pharmacist in an Apotek and can improve knowledge, insight and skills in pharmacy services.
Keywords Total Pages Bibliography
: : :
Pharmacist Internship Program, Apotek Rini, Healthcare Services. xiii + 48 pages; 8 pictures; 13 attachments 11 (1978 – 2011)
ix
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iv KATA PENGANTAR .......................................................................................... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................................................vii ABSTRAK ..........................................................................................................viii ABSTRACT ........................................................................................................ ix DAFTAR ISI .......................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii 1. PENDAHULUAN.............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Tujuan................................................................................................... 2 2. TINJAUAN UMUM .......................................................................................... 3 2.1 Pengertian Apotek ................................................................................ 3 2.2 Landasan Hukum Apotek ..................................................................... 4 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek..................................................................... 4 2.4 Persyaratan Apotek .............................................................................. 5 2.4.1 Lokasi dan Tempat .................................................................... 5 2.4.2 Bangunan dan Kelengkapan ...................................................... 5 2.4.3 Perlengkapan Apotek ................................................................ 7 2.5 Tata Cara Perizinan Apotek ................................................................. 7 2.6 Personalia Apotek ................................................................................ 9 2.7 Apoteker Pengelola Apotek ............................................................... 10 2.8 Pengelolaan Apotek............................................................................ 12 2.8.1 Pengelolaan Teknis Kefarmasian ............................................ 12 2.8.2 Pengelolaan Non Teknis Kefarmasian .................................... 18 2.9 Pencabutan Surat Izin Apotek ............................................................ 19 2.10 Sediaan Farmasi di Apotek ................................................................ 20 2.10.1 Penggolongan Obat ................................................................. 21 2.11 Pengelolaan Narkotika ....................................................................... 23 2.11.1 Pemesanan Narkotika .............................................................. 24 2.11.2 Penerimaan dan Penyimpanan Narkotika ............................... 24 2.11.3 Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika ...................... 25 2.11.4 Pelaporan Narkotika ................................................................ 25 2.11.5 Pemusnahan Narkotika............................................................ 26 2.12 Pengelolaan Psikotropika ................................................................... 26 2.12.1 Pemesanan Psikotropika.......................................................... 26 2.10.2 Penyimpanan Psikotropika ...................................................... 27 2.10.3 Pelaporan Psikotropika............................................................ 27 2.10.4 Pemusnahan Psikotropika ....................................................... 27 2.13 Pelayanan Informasi Obat .................................................................. 28 x
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
3. TINJAUAN KHUSUS..................................................................................... 29 3.1 Lokasi ................................................................................................. 29 3.2 Bangunan dan Tata Ruang ................................................................. 29 3.2.1 Ruang Tunggu ......................................................................... 29 3.2.2 Bagian Penyerahan Resep, Pembayaran dan Penyerahan Obat ............................................................................................................ 30 3.2.3 Ruang Peracikan ...................................................................... 30 3.2.4 Ruang Administrasi dan Pembelian ........................................ 31 3.2.5 Ruang Pimpinan ...................................................................... 31 3.2.6 Gudang .................................................................................... 31 3.2.7 Dapur ....................................................................................... 32 3.2.8 Ruang Sholat ........................................................................... 32 3.3 Strktur Organisasi ............................................................................... 32 3.4 Kegiatan di Apotek............................................................................. 33 3.4.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian ................................................. 33 3.4.2 Kegiatan Teknis Non Kefarrmasian ........................................ 37 3.5 Pengelolaan Narkotika ....................................................................... 39 3.6 Pengelolaan Psikotropika ................................................................... 40 4. PEMBAHASAN .............................................................................................. 41 5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 47 5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 47 5.2 Saran ....................................................................................................... 47 DAFTAR ACUAN............................................................................................... 48 LAMPIRAN ......................................................................................................... 49
xi
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3
Penandaan Obat Bebas ....................................................................... 21 Penandaan Obat Bebas Terbatas ........................................................ 21 Penandaan Peringatan pada Obat Bebas Terbatas.............................. 22 Penandaan Obat Keras ....................................................................... 22 Penandaan Obat Narkotika ................................................................. 23 Alur Penjualan Resep Tunai ............................................................... 35 Alur Penjualan Resep Kredit .............................................................. 36 Alur Penjualan OTC ........................................................................... 37
xii
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.Desain Ruangan Apotek Rini ............................................................ 49 Lampiran 2.Contoh Salinan Resep........................................................................ 50 Lampiran 3.Contoh Etiket ..................................................................................... 51 Lampiran 4.Contoh Kwitansi ................................................................................ 52 Lampiran 5.Contoh Surat Pesanan ........................................................................ 53 Lampiran 6.Contoh Faktur Barang ....................................................................... 54 Lampiran 7.Contoh Tanda Terima Tukar Faktur .................................................. 55 Lampiran 8.Contoh Surat Pesanan Narkotika ....................................................... 56 Lampiran 9.Contoh Surat Pengantar Laporan Penggunaan Narkotika ke Balai besar POM .......................................................................................... 57 Lampiran 10.Contoh Surat Pengantar Laporan Penggunaan Narkotika ke Suku Dinas Kesehatan ................................................................................. 58 Lampiran 11.Contoh Format dan Isi Laporan Narkotik........................................ 59 Lampiran 12.Contoh Surat Pesanan Psikotropika................................................. 60 Lampiran 13.Tampilan Aplikasi SIPNAP............................................................. 61
xiii
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Apotek merupakan salah satu fasilitas pelayanan kefarmasian, yaitu suatu
sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian oleh apoteker. Sedangkan pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (PP Nomor 51 tahun 2009). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 menyebutkan bahwa apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasiaan di Indonesia sebagai Apoteker. Pelayanan kefarmasian di apotek hanya dapat dilakukan oleh apoteker, dalam hal apoteker dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian, pelaksanaan pelayanan kefarmasian tetap dilakukan oleh apoteker dan tanggung jawab tetap berada ditangan apoteker. Sedangkan tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian. (PP Nomor 51 tahun 2009). Dalam meningkatkan pelayanan kefarmasian, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan 1
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004). Apotek memiliki peran penting dalam mewujudkan peningkatan kesehatan masyarakat dengan menyediakan obat yang bermutu tinggi dengan harga yang terjangkau serta memberikan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Selain sebagai sarana dalam pelayanan kesehatan, apotek juga menjalankan fungsi bisnis dengan mengambil keuntungan dari penjualan obat (profit oriented) yang digunakan untuk mempertahankan kelangsungan apotek yang diusahakannya. Oleh karena itu, apoteker tidak hanya berperan sebagai tenaga profesional kesehatan, namun juga sebagai penanggung jawab dalam menjalankan bisnis apotek. Untuk hal tersebut, maka apoteker harus memiliki kemampuan dan pengetahuan di bidang manajerial, seperti manajemen keuangan, sarana, administrasi, sumber daya manusia dan operasional serta di bidang marketing sehingga apotek yang dikelolanya dapat terus berkembang dan memberikan kepuasan bagi masyarakat. Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian dengan baik, maka Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Apotek Rini untuk menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada tanggal 16 September - 25 Oktober 2013. PKPA ini dilaksanakan dengan harapan agar calon apoteker dapat memahami peran serta tanggung jawab seorang apoteker di apotek serta dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan serta keterampilan dalam pelayanan kefarmasian di apotek.
1.2
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan di Apotek
Rini bertujuan untuk : 1. Mengetahui kegiatan-kegiatan di apotek secara umum sebagai bekal untuk menghadapi dunia kerja apotek. 2. Mengetahui dan memahami tugas dan tanggung jawab apoteker sebagai pengelola apotek dalam kegiatan teknis dan non teknis kefarmasian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009, tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan pekerjaan kefarmasian adalah meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Kegiatan
di
apotek
diselenggarakan
oleh
apoteker
yang
telah
mengucapkan sumpah dan telah memperoleh Surat Izin Apotek (SIA). Apoteker menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009, tentang Pekerjaan Kefarmasian adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Surat izin pendirian apotek merupakan surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan Apotek di suatu tempat tertentu. Sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan, apotek harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahan terjamin.
3
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
2.2
Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat
yang diatur dalam: a. Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. b. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang Perubahan dan Tambahan atas
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek.
c. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. d. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. e. Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker dan Izin Kerja Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri kesehatan No. 184/Menkes/Per/II/1995. f. Undang-Undang Obat Keras (St. 1937 No. 541). g. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. h. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. i. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1027/MENKES/ SK/ IX/ 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek j. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
2.3
Tugas dan Fungsi Apotek Dalam rangka menunjang pembangunan nasional di bidang kesehatan
perlu dikembangkan iklim yang baik mengenai pengelolaan apotik sehingga pemerintah dapat menguasai, mengatur dan mengawasi persediaan, pembuatan, penyimpanan, peredaran dan pemakaian obat dan perbekalan farmasi lainnya. Berdasarkan PP No. 25 Tahun 1980 Pasal 2, tugas dan fungsi apotek adalah: a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
5
b. Sarana
farmasi
yang
melaksanakan
peracikan,
pengubahan
bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
2.4
Persyaratan Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993
Pasal 6, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin suatu apotek adalah sebagai berikut : a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat dan perlengkapan yang termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek adalah: 2.4.1 Lokasi dan Tempat Persyaratan jarak antara apotek tidak lagi dipermasalahkan tetapi tetap mempertimbangkan segi pemerataan dan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, dokter praktek dan sarana pelayanan kesehatan lain.
2.4.2
Bangunan dan Kelengkapan Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat
menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan farmasi. Apotek harus mempunyai papan nama yang terbuat dari bahan yang memadai dan memuat nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek (APA), nomor SIA, dan alamat apotek. Luas bangunan apotek tidak dipermasalahkan, bangunan apotek terdiri dari ruang tunggu, ruang administrasi, ruang peracikan, ruang penyimpanan obat, dan toilet. Bangunan apotek harus Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
6
dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, ventilasi, dan sistem sanitasi yang baik.
2.4.2.1 Ruang tunggu Ruang tunggu dibuat senyaman mungkin, bersih, segar, terang, tidak terdapat nyamuk atau serangga sehingga pasien atau konsumen merasa betah dan nyaman menunggu. Beberapa apotek bahkan menyediakan majalah, minuman mineral atau dispenser dan majalah kesehatan ilmiah. Bagian penerimaan resep haruslah dibuat sebaik mungkin, karena berhubungan langsung dengan pelanggan.
2.4.2.2 Ruang peracikan Ruang peracikan sebaiknya diatur agar persediaan dapat dijangkau dengan mudah pada saat persiapan, peracikan, dan pengemasan.
2.4.2.3 Bagian penyerahan obat Untuk pelayanan profesional di apotek, disediakan ruang/tempat khusus untuk menyerahkan obat dan dapat juga digabung dengan ruang konsultasi atau pemberian informasi. Jika tidak bisa dibuat ruang terpisah, dapat juga dilakukan pembatasan dengan menggunakan dinding penyekat, sehingga dapat memberikan atau menyediakan kesempatan berbicara secara pribadi dengan pelanggan atau pasien.
2.4.2.4 Ruang administrasi. Ruang administrasi merupakan ruangan yang terpisah dari ruang pelayanan ataupun ruang lainnya. Walaupun tidak terlalu besar, namun disesuaikan dengan kebutuhan kegiatan manajerial. Ruangan ini juga digunakan untuk menerima tamu dari supplier atau industri/pabrik farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
7
2.4.3 Perlengkapan Apotek Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan pengelolaan apotek. Perlengkapan yang harus tersedia di apotek adalah: a. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan,seperti mortar dan gelas ukur. b. Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari obat dan lemari pendingin. c. Wadah pengemas dan pembungkus seperti etiket dan plastik pengemas. d. Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropik dan bahan beracun. e. Alat dan perlengkapan laboratorium untuk pengujian sederhana seperti erlenmeyer dan gelas ukur. f. Alat administrasi seperti blanko pesanan obat, faktur dan kuitansi. g. Buku standar yang diwajibkan antara lain ISO dan Farmakope Indonesia edisi terbaru.
2.5
Tata Cara Perizinan Apotek Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 4 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 mengenai Tata Cara Pemberian Izin Apotek menerangkan bahwa Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk membuka apotek di tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri yang melimpahkan wewenangnya kepada Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Pelaksanaan
pemberian
izin,
pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin dilaporkan setahun sekali oleh Kepala Dinas Kesehatan kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 7 dan 9 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 mengenai Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
8
a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1. b. Dengan
menggunakan
Formulir
APT-2
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (b) dan (c) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
dengan
tembusan
kepada
Kepala
Dinas
Propinsi
dengan
menggunakan contoh formulir model APT-4. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c) atau pernyataan yang dimaksud ayat (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh formulir model APT-5. f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir model APT-6. g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (f), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan. h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan APA dan atau persyaratan apotek atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
9
jangka waktu selambat-lambatnya (12) dua belas hari kerja wajib mengeluarkan
Surat
penolakan
disertai
dengan
alasannya
dengan
menggunakan contoh formulir model APT-7
2.6
Personalia Apotek Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta
keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Untuk mendukung kegiatan di apotek apabila apotek yang dikelola cukup besar dan padat diperlukan tenaga kerja lain seperti Asisten Apoteker , Juru Resep, Kasir dan Pegawai Tata Usaha. Untuk melaksanakan kegiatannya dengan baik maka apotek harus didukung oleh tenaga kerja dengan jumlah dan kualifikasi yang memadai. Tenaga kerja yang idealnya ada pada suatu apotek adalah sebagai berikut: a. Apoteker Pengelola Apotek, yaitu apoteker yang telah diberi izin oleh Menteri Kesehatan untuk mengelola apotek di tempat tertentu. b. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek disamping APA dan atau menggantikan pada jam tertentu pada hari buka praktek. c. Apoteker Pengganti yaitu Apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak ada ditempat lebih dari tiga bulan berturut-turut, telah memilliki Surat Izin Kerja dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain. d. Asisten Apoteker, yaitu mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker. e. Juru resep, yaitu petugas yang membantu pekerjaan Asisten Apoteker. f. Kasir, yaitu petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain-lain. g. Pegawai tata usaha, yaitu petugas yang melakukan administrasi apotek dan kemudian membuat laporan, baik laporan pembelian, penyimpanan, penjualan maupun keuangan apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
10
2.7
Apoteker Pengelola Apotek (APA) Sebelum melaksanakan kegiatannya, Apoteker Pengelola Apotek (APA)
wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan. Sesuai dengan Permenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 pasal 5 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, APA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Ijazah telah terdaftar pada Departemen Kesehatan. b. Telah mengucapkan sumpah atau janji Apoteker. c. Memiliki Surat Izin Kerja dari Menteri Kesehatan. d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker. e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 19 disebutkan mengenai ketentuan beberapa pelimpahan tanggung jawab pengelola apotek: a. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. b. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti. Apoteker Pengganti yaitu apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari 3 (tiga) bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain. c. Penunjukkan dimaksud dalam ayat (a) dan (b) harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan menggunakan contoh formulir model APT-9. d. Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti wajib memenuhi persyaratan yang dimaksud dalam pasal 5 Permenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
11
e. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus-menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker yang bersangkutan dapat dicabut. Selanjutnya, menurut Permenkes No. 922/MENKES/PER/X/1993 Pasal 20-21
dan
23
dijelaskan
bahwa
Apoteker
Pengelola
Apotek
turut
bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping maupun Apoteker Pengganti, didalam pengelolaan apotek. Apoteker Pendamping
yang
dimaksud
dalam
pasal
19
ayat
(a)
Permenkes
No.1332/MENKES/SK/X/2002 bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA kepada Apoteker Pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya, serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara serah terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, yang melakukan serah terima dengan menggunakan contoh formulir model AP10. Pada Pasal 24 Permenkes No.1332/MENKES/SK/X/2002, dijelaskan apabila APA meninggal dunia, maka ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut dalam waktu 2 x 24 jam kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker Pendamping, maka da lam pe laporan tersebut wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Penyerahan dibuat Berita Acara Serah Terima kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan menggunakan contoh formulir model APT-11 dengan tembusan kepada Kepala Balai POM setempat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
12
2.8
Pengelolaan Apotek Pengelolaan apotek merupakan segala upaya dan kegiatan yang dilakukan
oleh apoteker untuk memenuhi tugas dan fungsi pelayanan apotek. Pengelolaan apotek dapat dibedakan atas pengelolaan teknis farmasi dan non teknis farmasi yang meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, pajak, personalia, kegiatan dibidang material dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek.
2.8.1 Pengelolaan Teknis Kefarmasian Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
922/MENKES/PER/X/1993 Pasal 10 dan 11, pengelolaan apotek meliputi pembuatan,
pengolahan,
peracikan,
pengubahan
bentuk,
pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi meliputi pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada masyarakat serta pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya. Pelayanan informasi tersebut, wajib didasarkan pada kepentingan masyarakat.
2.8.1.1 Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Obat di Apotek Pengaturan penyediaan obat (managing drug supply) merupakan hal yang sangat penting di apotek. Persediaan obat yang lengkap di apotek merupakan salah satu cara untuk menarik kepercayaan (pasien). Akan tetapi, banyaknya obat yang tidak laku, rusak dan kadaluarsa dapat menyebabkan kerugian apotek. Hal ini disebabkan karena tidak adanya manajemen pengadaan obat yang baik. Untuk mencegah hal tersebut diperlukan keseimbangan antara besar persediaan dan besarnya permintaan dari suatu barang yang disebut pengendalian persediaan barang (inventory control). Untuk mencapai keseimbangan antara persediaan dan permintaan ditentukan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut yaitu kecepatan gerak atau perputaran persediaan barang, obat yang laku keras hendaknya tersedia lebih Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
13
banyak dibanding obat yang kurang laku. Jika lokasi Pedagang Besar Farmasi (PBF) jauh dari apotek maka perlu persediaan barang lebih banyak dibandingkan dengan apotek yang lokasinya dekat PBF, penambahan persediaan obat didasarkan atas kebutuhan per bulan atau hasil penjualan sehingga diharapkan persediaan obat setiap saat dapat memenuhi kebutuhan 1 bulan. Untuk mengendalikan persediaan obat diperlukan pencatatan mengenai arus keluar masuk barang sehingga ada keseimbangan antara obat yang terjual dengan obat yang harus dipesan kembali oleh apotek. Pemesanan barang disesuaikan dengan besarnya omset penjualan pada waktu yang lalu. Perencanaan pembelian harus sesuai dengan kebutuhan apotek yang dapat dilihat dari buku defekta, bagian penerimaan resep dan penjualan obat bebas. Pembelian dapat dilakukan secara tunai, kredit dan konsiliasi. Pada pembelian tunai pihak apotek langsung membayar harga obat yang dibelinya dari distributor. Sedangkan pembelian kredit pembayarannya ditangguhkan sampai jatuh tempo. Pada pembelian konsiliasi, distributor menitipkan barang dimana apotek akan menerima komisi bila barang tersebut laku dan jika barang tersebut tidak laku bisa dikembalikan kepada distributor. Pembelian terhadap barang juga harus mempertimbangkan pemilihan supplier. Ciri-ciri supplier yang baik adalah memberikan barang dengan kualitas yang baik, menepati waktu pengiriman barang, memberikan potongan harga yang cukup menguntungkan, tenggang waktu kredit yang fleksibel dan dapat dipercaya. Metode pengendalian persediaan dapat dilakukan dengan cara menyusun prioritas berdasarkan analisis VEN dan PARETO:
a. Analisis VEN Umumnya disusun dengan memperlihatkan kepentingan dan vitalitas persediaan farmasi yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan terhadap sediaan farmasi. V (Vital) artinya persediaan tersebut penting karena merupakan obat penyelamat hidup manusia atau obat yang dapat mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar, sehingga jika tidak tersedia dapat meningkatkan resiko kematian, contoh: obat diabetes dan hipertensi. E (Esensial) merupakan perbekalan yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
14
pengobatan penyakit terbanyak yang ada pada suatu daerah atau rumah sakit, contoh: obat-obat fast moving. N (Non esensial) adalah perbekalan pelengkap agar pengobatan menjadi lebih baik.
b. Analisis PARETO (ABC) Analisis ini disusun berdasarkan atas penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga paling banyak. Kriteria kelas dalam analisis PARETO terdiri atas tiga kelas, yakni kelas A, B dan C. Kelas A yaitu persediaaan yang memiliki nilai paling tinggi. Kelas ini mewakili 70%-80% dari total nilai persediaan meskipun jumlahnya hanya 20% dari seluruh item. Kelas B yaitu persediaan yang memiliki nilai menengah. Kelas ini mewakili 15%-20% dari total nilai persediaan dan jumlahnya hanya sekitar 30% dari seluruh item. Kelas C yaitu persediaan yang memiliki nilai rendah. Kelas ini mewakili sekitar 5%- 10% dari total nilai persediaan, dan jumlahnya sekitar 50% dari seluruh item.
c. Kombinasi VEN-ABC Analisis ABC mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VENABC menggabungkan analisis PARETO dan VEN dalam suatu matrik sehingga analisisnya menjadi lebih tajam. Matrik dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Jenis barang yang bersifat vital (VA, VB dan VC) merupakan pilihan utama untuk dibeli. Demikian pula dengan barang yang non essensial tetapi menyerap banyak anggaran (NA dan NB) juga dijadikan prioritas untuk dibelanjakan. Sedangkan barang Non Esensial dan bernilai kecil (NC) dibelanjakan bila ada sisa anggaran. Parameter pengendalian persediaan yang pertama yaitu persediaan ratarata yang dihitung dengan menjumlahkan stok awal dan stok akhir kemudian dibagi dua. Berdasarkan data persediaan rata-rata dapat dihitung tingkat perputaran persediaan. Perameter kedua adalah perputaran persediaan yang dihitung dengan membagi jumlah penjualan dengan persediaan rata-rata. Dari data perputaran persediaan, maka kita dapat mengetahui lamanya obat disimpan di apotek hingga Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
15
barang tersebut terjual. Barang-barang yang perputaranpersediaannya cepat (fast moving) harus tersedia lebih banyak dibanding barang yang perputaran persediaannya lambat (slow moving). Parameter yang ketiga adalah persediaan pengaman (safety stock) yaitu persediaaan barang yang ada untuk menghadapi keadaan tidak menentu disebabkan oleh perubahan pada permintaan atau kemungkinan perubahan pada pengisian kembali. Parameter yang keempat adalah persediaan maksimum. Persediaan maksimum merupakan jumlah persediaan terbesar yang tersedia. Jika telah mencapai nilai persediaan maksimum maka tidak perlu lagi melakukan pemesanan untuk menghindari terjadinya penimbunan barang yang dapat menyebabkan kerugian. Parameter kelima adalah persediaan minimum yang merupakan jumlah persediaan terkecil yang masih tersedia. Apabila penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum maka langsung dilakukan pemesanan agar kontinuitas usaha dapat berlanjut. Jika barang yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan minimum maka dapat terjadi kekosongan barang. Parameter keenam yaitu reorder point (titik pemesanan) merupakan titik dimana harus diadakan pemesanan kembali untuk menghindari terjadinya kekosongan barang.
2.8.1.2 Penyimpanan Perbekalan Farmasi di Apotek Tempat penyimpanan obat-obatan memerlukan ruangan tersendiri. Apabila ruangan memungkinkan maka digunakan rak-rak dari kayu atau besi. Untuk bahan-bahan yang mudah terbakar sebaiknya disimpan di tempat yang terpisah. Untuk obat-obat narkotika penyimpanannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk obat-obat psikotropika sebaiknya disimpan tersendiri. Untuk obatobat yang memerlukan kondisi tertentu seperti vaksin, insulin atau suppositoria disimpan di dalam lemari es. Obat-obatan disusun secara alfabetis menurut bentuk sediaannya. Penyusunan perbekalan farmasi dapat disusun secara First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Sistem FIFO artinya obat-obatan yang lebih dahulu masuk ke gudang lebih dahulu digunakan, sedangkan system FEFO artinya obat-obatan dengan tanggal kadaluarsa terdekat yang lebih dahulu digunakan. Penyimpanan barang juga dilengkapi dengan kartu stok untuk setiap Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
16
item barang untuk memudahkan pengendalian persediaan. Untuk persediaan obat yang sudah menipis jumlahnya atau sudah habis perlu dicatat dalam buku defekta yang nantinya diberitahukan kepada bagian pembelian.
2.8.1.3 Pelayanan Resep di Apotek Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 pasal 14-18 yang meliputi: a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. b. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. c. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis didalam resep dengan obat paten. d. Jika pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis didalam resep, Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat. e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien dan penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat. f. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib menyatakannya secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep. g. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker. h. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun. i. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
17
j. Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari yang semula hanya berfokus pada obat sebagai komoditi menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI.
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek menjelaskan mengenai pelayanan resep adalah sebagai berikut : a. Skrining Resep Apoteker melakukan skrining terhadap resep, skrining resep dilakukan terhadap persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis pada setiap resep. Persyaratan administratif meliputi nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan atau paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis dan jumlah obat yang diminta; cara pemakaian yang jelas dan informasi lainnya. Kesesuain farmasetik meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Sedangkan pertimbangan klinis meliputi adanya alergi, efek samping, interaksi dan kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan
alternatif
seperlunya
bila
perlu
menggunakan
persetujuan
setelah
pemberitahuan.
b. Penyiapan Obat Penyiapan obat meliputi peracikan, etiket, kemasan obat yang diserahkan, penyerahan obat, informasi obat, konseling, monitoring penggunaan obat. Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Pemberian etiket pada kemasan harus jelas dan dapat dibaca. Kemasan obat yang diserahkan hendaknya dikemas dengan rapi Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
18
dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai dengan penberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Selain informasi, seorang Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronnis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan
penggunaan
obat
terutama
untuk
pasien
tertentu
seperti
kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya.
2.8.2 Pengelolaan Non Teknis Kefarmasian Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditi selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek. Agar dapat mengelola apotek dengan baik dan benar, seorang APA dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan memadai yang tidak hanya dalam bidang farmasi tetapi juga dalam bidang lain seperti manajemen. Prinsip dasar manajemen yang perlu diketahui oleh seorang APA dalam mengelola apoteknya adalah: a. Perencanaan, yaitu pemilihan dan penghubungan fakta serta penggunaan asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
19
Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang bersifat fleksibel terhadap segala perubahan situasi dan kondisi nyata yang terjadi di dalam maupun di luar apotek. b. Pengorganisasian, yaitu menyusun, mengatur atau mengkoordinasikan bagianbagian yang berhubungan satu dengan lainnya, dimana tiap bagian memiliki tugas masing-masing. c. Kepemimpinan, yaitu kemampuan untuk mempengaruhi dan memotivasi pegawai agar berusaha mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. d. Pengawasan, yaitu tindakan untuk mengetahui hasil pelaksanaan agar dapat dilakukan perbaikan sehingga segala kegiatan dapat sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan tercapainya tujuan yang diinginkan.
2.9
Pencabutan Surat Izin Apotek Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002
Pasal 25 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut Surat Izin Apotek apabila: a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Apoteker Pengelola Apotek dan atau b. Apoteker tidak memenuhi kewajibannya dalam menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin dan melakukan penggantian obat generik dalam resep dengan obat paten dan atau c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terusmenerus dan atau d. Terjadi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dibidang obat, yaitu Undang-undang Obat Keras Nomor.St. 1937 No. 541, Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan dan atau e. Surat Izin Kerja APA dicabut dan atau f. Pemilik
Sarana
Apotek
terbukti
terlibat
dalam
pelanggaran
perundangundangan di bidang obat dan atau Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
20
g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan pendirian apotek. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan harus berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan dengan menggunakan contoh formulir Model APT-12. Pembekuan izin Apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotek dengan menggunakan contoh formulir Model APT-13. Pembekuan Izin Apotek dapat dicairkan kembali apabila Apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini dengan menggunakan contoh formulir model APT-14, setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksa Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.
922/MENKES/PER/X/1993 dalam pasal 28, menyatakan bahwa apabila Surat Izin Apotek dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai perturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan tersebut menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 dalam pasal 29 yaitu dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropik , obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di Apotek. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas.
2.10
Sediaan Farmasi di Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/
X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menyatakan bahwa obat merupakan bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
21
sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
2.10.1 Penggolongan Obat (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006) a. Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat golongan ini adalah parasetamol.
Gambar 2.1. Penandaan Obat Bebas
b. Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat golongan ini adalah klorfenilramin maleat (CTM).
Gambar 2.2. Penandaan Obat Bebas Terbatas
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
22
Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima) centimeter, lebar 2 (dua) centimeter dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut :
Gambar 2.3. Penandaan Peringatan pada Obat Bebas Terbatas
c. Obat Keras dan Psikotropika Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat golongan ini adalah asam mefenamat. Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contoh obat golongan ini adalah diazepam dan fenobarbital.
Gambar 2.4. Penandaan Obat Keras
d. Obat Narkotika Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
23
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Contoh obat golongan ini adalah kodein.
Gambar 2.5. Penandaan Obat Narkotika
2.11
Pengelolaan Narkotika Menurut Undang-undang RI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dalam
Bab I Pasal 1, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun di sisi lain dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Oleh karena itu, pengaturan narkotika harus benar-benar terkontrol, baik dalam hal mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan dan menggunakan narkotika harus dikendalikan dan diawasi dengan ketat. Tujuan pengaturan narkotika tersebut adalah menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika dan memberantas peredaran obat gelap. Di Indonesia, pengendalian, dan pengawasan narkotika merupakan wewenang Badan POM RI. Untuk mempermudah pengendalian dan pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan izin kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. untuk mengimpor bahan baku, memproduksi sediaan dan mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia. Hal tersebut dilakukan mengingat narkotika adalah bahan berbahaya yang penggunaannya dapat Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
24
disalahgunakan. Secara garis besar pengelolaan narkotika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan dan pemusnahan.
2.11.1 Pemesanan Narkotika Undang-undang No. 9 Tahun 1976 menyatakan bahwa apotek hanya dapat memesan narkotika melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) tertentu yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Untuk memudahkan pengawasan maka apotek hanya dapat memesan narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) yang ditandatangani oleh APA serta dilengkapi dengan nama jelas, nomor SIK, nomor SIA dan stempel apotek. Satu SP hanya boleh memesan satu jenis narkotika. Surat Pesanan terdiri dari 4 rangkap, 3 rangkap termasuk aslinya diserahkan ke pihak distributor (Kimia Farma) sementara sisanya disimpan oleh pihak apotek sebagai arsip.
2.11.2 Penerimaan dan Penyimpanan Narkotika Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA yang dapat diwakilkan oleh AA yang mempunyai SIK dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor Surat Izin Apotek dan stempel apotek. Segala zat atau bahan yang termasuk narkotika di apotek wajib disimpan khusus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Pasal 14 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009. Tata cara penyimpanan narkotika diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.28/MENKES/Per/V/1978. Dalam Peraturan tersebut dinyatakan bahwa apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci yang kuat. c. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika. Bagian kedua digunakan untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari. d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran kurang dari 40x80x100 cm maka lemari tersebut harus dibuat pada tembok atau lantai. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
25
e. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. f. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh pegawai yang diberi kuasa. g. Lemari khusus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
2.11.3 Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika Ketentuan-ketentuan peresepan obat narkotika sebagai berikut: a. Hanya dapat diserahkan dengan resep dokter. b. Resep tidak boleh diulang, tiap kali harus ada resep baru. c. Resep yang mengandung narkotika diberi garis merah. d. Nama dan alamat pasien dicatat di belakang resep. e. Penyimpanan resep dipisahkan dari resep-resep yang lain. Selain itu berdasarkan atas Surat Edaran Direktrorat Jenderal POM RI (sekarang Badan POM RI) No. 336/E/SE/1997 disebutkan: a. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. b. Salinan resep dan resep narkotika dengan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu, dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika.
2.11.4 Pelaporan Narkotika Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Pasal 14 ayat (2) menyebutkan bahwa industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan lembaga ilmu pengetahuan, wajib membuat, menyampaikan dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Laporan narkotika diberikan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya, dengan tembusan kepada Balai Besar POM. Apotek berkewajiban menyusun dan mengirim laporan bulanan yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
26
2.11.5 Pemusnahan Narkotika Apoteker Pengelola Apotek yang memusnahkan narkotika harus membuat Berita Acara Pemusnahan Narkotika, yang sekurang-kurangnya memuat: a. Nama, jenis dan jumlah. b. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan pemusnahan dan c. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan pemusnahan. d. Berita acara Pemusnahan Narkotika dikirim kepada Suku Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada Balai Besar POM.
2.12
Pengelolaan Psikotropika UU No. 5 Tahun 1997 menyatakan bahwa Psikotropika adalah zat atau
obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala hal yang berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan pengaturan psikotropika sama dengan narkotika, yaitu menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan
dan
ilmu
pengetahuan,
mencegah
terjadinya penyalahgunaan
psikotropika dan memberantas peredaran gelap nakotika. Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa Psikotropika golongan I dan II telah dipindahkan menjadi Narkotika golongan I sehingga Lampiran mengenai Psikotropika golongan I dan II pada UU No. 5 Tahun 1997 dinyatakan tidak berlaku lagi. Secara garis besar pengelolaan psikotropika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelaporan dan pemusnahan.
2.12.1 Pemesanan Psikotropika Pemesanan Psikotropika memerlukan SP, dimana satu SP bisa digunakan untuk beberapa jenis obat. Penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam UU No. 5 Tahun 1997 Pasal 12 ayat (2). Dalam Pasal 14 ayat (2) dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
27
lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pasien dengan resep dokter. Tata cara pemesanan dengan menggunakan SP yang ditandatangani oleh APA. Surat Pesanan terdiri dari 2 rangkap, aslinya diserahkan ke pihak distributor sementara salinannya disimpan oleh pihak apotek sebagai arsip.
2.12.2 Penyimpanan Psikotropika Penyimpanan psikotropika sampai saat ini belum diatur oleh perundangundangan. Namun mengingat obat-obat tersebut cenderung disalahgunakan maka disarankan agar penyimpanan obat-obat golongan psikotropika diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau lemari khusus.
2.12.3 Pelaporan Psikotropika Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan yang berhubungan dengan psikotropika dan dilaporkan kepada Menteri Kesehatan secara berkala sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1997 Pasal 33 ayat 1 dan Pasal 34 tentang pelaporan psikotropika.
2.12.4 Pemusnahan Psikotropika Pemusnahan psikotropika berdasarkan Pasal 53 UU No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluwarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dalam waktu tujuh hari setelah mendapatkan kepastian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
28
2.13
Pelayanan Informasi Obat Pekerjaan kefarmasian di apotek tidak hanya pada pembuatan, pengolahan,
pengadaan dan penyimpanan perbekalan farmasi, tetapi juga pada pelayanan informasi obat (PIO). Tujuan diselenggarakannya PIO di apotek adalah demi tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, waktu dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Dalam memberikan informasi obat, hendaknya seorang apoteker mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Mandiri, artinya bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain yang dapat mengakibatkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif. b. Objektif, artinya memberikan informasi dengan sejelas-jelasnya mengenai suatu produk obat tanpa dipengaruhi oleh berbagai kepentingan. c. Seimbang, artinya informasi diberikan setelah melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan. d. Ilmiah, artinya informasi berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya. e. Berorientasi pada pasien, maksudnya informasi tidak hanya mencakup informasi produk seperti ketersediaan, kesetaraan generik, tetapi juga harus mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien. Oleh karena itu, peran apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat kepada pasien, dokter maupun tenaga medis lainnya sangat penting.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS
Apotek Rini merupakan apotek keluarga yang didirikan pada tanggal 14 Desember 1968 oleh kakak beradik Ny. Murdiana Baskoro, H. Slamet Effendi (alm), dan Ny. Murdiati Purnomohadi (alm). Nama apotek ini berasal dari nama adik terkecil mereka yang bernama Rini.
3.1.
Lokasi Apotek Rini berlokasi di Jalan Balai Pustaka Timur No. 11 Rawamangun,
Jakarta Timur. Lokasi Apotek Rini strategis karena terletak di daerah yang ramai, dekat dengan tiga rumah sakit, yaitu RS Persahabatan, RS Dharma Nugraha, dan RS Rawamangun, di sebelah apotek juga terdapat praktek dokter dan pusat perbelanjaan Tip Top terletak di seberang apotek. Apotek Rini berada di pinggir jalan dua arah yang dilalui oleh kendaraan umum, sehingga mudah dijangkau oleh pasien dengan kendaraan umum serta memiliki halaman parkir yang cukup luas untuk kendaraan pribadi.
3.2.
Bangunan dan Tata Ruang Bangunan Apotek Rini terdiri dan ruang tunggu, ruang pelayanan, ruang
peracikan, ruang administrasi dan keuangan, ruang pimpinan, gudang, ruang sholat, toilet, dan dapur. Desain ruangan Apotek Rini selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.2.1 Ruang tunggu Ruang tunggu di Apotek Rini cukup luas serta dilengkapi dengen beberapa fasilitas untuk menunjang kenyamanan pasien selama menunggu waktu penyelesaian resep, seperti televisi yang diletakkan di sudut kanan ruang tunggu, bangku panjang serta pendingin ruangan. Selain itu, di sebelah kiri ruang tunggu ini juga terdapat fasilitas ATM, sehingga mempermudah pasien jika ingin mengambil uang.
29
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
30
3.2.2 Bagian Penerimaan Resep, Pembayaran dan Penyerahan Obat Bagian penerimaan resep, pembayaran dan penyerahan obat terletak di depan ruang tunggu yang dibatasi oleh etalase dan rak-rak display produk OTC (Over The Counter) dan PKRT (Perbekalan Kesehatan dan Rumah Tangga). Produk-produk tersebut dikelompokkan berdasarkan jenisnya. Pada bagian pembayaran terdapat tiga kasir yang saling terhubung dengan suatu sistem jaringan komputer online. Semua produk yang telah dibayar dan telah selesai disiapkan akan dicap (stempel) dan diserahkan ke bagian penyerahan obat.
3.2.3 Ruang Peracikan Ruang peracikan berada di bagian dalam terpisah dari ruang tunggu, sehingga terhindar dari pandangan langsung konsumen atau pasien. Ruangan ini juga dilengkapi dengan pendingin ruangan guna menjaga kualitas semua obat di Apotek Rini agar tetap baik sampai ke tangan pasien. Antara ruang peracikan dan bagian penerimaan resep terdapat loket untuk meletakkan resep yang sudah dihargai. Di ruang peracikan terdapat dua buah komputer yang terhubung dengan komputer bagian pemberian harga, bagian pembelian, kasir, gudang, ruang pimpinan dan satu buah mesin fax untuk melayani resep yang diantar untuk daerah Rawamangun dan sekitarnya. Pada ruang peracikan, obat disimpan dan disusun secara alfabetis dan berdasarkan jenis sediaan (tablet, sirup, krim/salep, obat tetes, obat suntik dan infus) di rak yang bersekat-sekat dan etalase untuk memudahkan pengambilan obat. Obat-obat yang harganya relatif mahal diletakkan secara terpisah pada rak tersendiri dekat meja pemberian etiket. Penyimpanan narkotika dilakukan pada lemari kayu yang menempel di dinding dan dikunci, sedangkan sediaan psikotropik dipisahkan penyimpanannya pada suatu rak tersendiri dekat meja pemberian etiket. Sediaan yang harus disimpan pada suhu dingin seperti suppositoria, insulin, vaksin dan sebagian obat-obat suntik diletakkan di lemari pendingin yang terpisah. Pada ruangan ini terdapat meja untuk resep racikan dan resep obat paten. Meja untuk menangani resep racikan terdiri dari meja untuk meracik puyer, kapsul, dan meja untuk pemeriksaan obat serta menulis salinan resep. Di dekat Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
31
meja peracikan juga terdapat timbangan. Untuk pengerjaan sediaan cair dan semi solid dilakukan di meja terpisah yang terletak di belakang ruang peracikan. Sedangkan meja untuk resep obat paten terletak di sebelah meja racik berdekatan dengan bagian penyerahan obat. Meja ini digunakan untuk pemberian etiket untuk obat paten, penulisan salinan resep dan pembuatan kwitansi. Contoh salinan resep, etiket, dan kwitansi dapat dilihat pada Lampiran 2, 3 dan 4.
3.2.4 Ruang Administrasi dan Pembelian Ruangan ini berada di ruangan terpisah disamping apotek yang dilengkapi seperangkat komputer. Semua urusan kepegawaian dan administrasi perusahaan dilakukan di ruangan ini. Ruang pembelian terdapat di sebelah ruang administrasi dilengkapi dengan komputer yang digunakan untuk mengecek kembali stok obat apabila meragukan, sehingga pemesanan obat sesuai dengan yang dibutuhkan. Selain itu juga terdapat meja untuk melaksanakan transaksi pemesanan obat dan penukaran faktur, serta penyerahan giro pada saat waktu pembayaran tiba. Di ruang ini juga terdapat meja untuk APA dalam melakukan kegiatan administrasi.
3.2.5 Ruang Pimpinan Ruang pimpinan apotek terletak di sebelah gudang obat herbal. Ruangan tersebut dilengkapi dengan seperangkat komputer, meja kerja dan lemari penyimpan dokumen penting apotek. Selain itu, di dalam ruangan ini juga terdapat sebuah ruang tamu yang dilengkapi TV dan DVD Player untuk presentasi distributor atau tamu.
3.2.6 Gudang Merupakan tempat penyimpanan obat-obat. Obat disimpan dalam rak penyimpanan yang bersekat-sekat di mana obat disusun berdasarkan bentuk sediaan dan secara alfabetis dengan menggunakan sistem FIFO (First In First Out). Ruangan ini juga dilengkapi dengan komputer untuk memasukkan stok barang.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
32
3.2.7 Dapur Dapur digunakan sebagai tempat penyimpanan dan pembuatan sediaansediaan standar (anmaak) seperti obat batuk hitam (OBH), gargarisma khan, rivanol, alkohol 70%, salep ichtiyol, bedak salisilat, dan sediaan standar lain. Dapur juga digunakan sebagai tempat makan, istirahat para karyawan dan penyimpanan resep dalam jangka waktu satu tahun.
3.2.8 Ruang Sholat Ruang sholat dibuat untuk memfasilitasi ibadah karyawan muslim. Di dalam ruang sholat dilengkapi dengan lemari-lemari bersekat dengan kunci untuk menyimpan barang-barang pribadi karyawan.
3.3.
Struktur Organisasi Apotek Rini dikepalai oleh seorang pimpinan sekaligus sebagai Pemilik
Sarana Apotek (PSA) yang memimpin apotek secara keseluruhan. Salah satu pimpinan Apotek Rini adalah juga seorang apoteker, dengan demikian di Apotek Rini mempunyai tiga orang Apoteker yang bertanggung jawab atas seluruh kegiatan di apotek, yaitu Apoteker Pengelola Apotek (APA), Apoteker Pendamping dan Wakil Pimpinan. Kegiatan teknis kefarmasian dibantu oleh asisten apoteker, juru resep dan kasir. Sedangkan untuk kegiatan non kefarmasian seperti pembelian, piutang dagang, hutang dagang, pajak dan laporan keuangan dilakukan oleh bagian administrasi. Apotek Rini juga mempunyai satpam untuk menjaga keamanan di sekitar apotek dan bila diperlukan dapat diperbantukan untuk mengantarkan resep. Jumlah total karyawan di Apotek Rini adalah 74 orang. Adapun rincian karyawan di Apotek Rini adalah sebagai berikut : Pimpinan
: 1 orang
Wakil Pimpinan
: 1 orang
Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang Apoteker Pendamping
: 1 orang
Kepala Asisten Apoteker
: 4 orang
Asisten Apoteker
: 29 orang Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
33
Juru Resep
: 21 orang
Administrasi
: 2 orang
Kasir
: 5 orang
Satpam
: 7 orang
3.4
Kegiatan di Apotek Kegiatan di Apotek Rini dikelompokkan menjadi dua, yaitu kegiatan di
bidang teknis kefarmasian dan kegiatan non teknis kefarmasian. 3.4.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian Kegiatan teknis kefarmasian meliputi pengadaan/pembelian perbekalan farmasi, penyimpanan barang, pembuatan obat racikan dan penjualan.
3.4.1.1 Pengadaan/Pembelian Perbekalan Farmasi Pengadaan perbekalan farmasi dilaksanakan oleh petugas dari bagian pembelian (Asisten Apoteker) dengan menggunakan surat pesanan yang telah ditandatangani oleh APA. Pengadaan perbekalan farmasi ini dilaksanakan melalui pembelian secara tunai maupun kredit. Petugas bagian pembelian melakukan pemesanan berdasarkan print out pengeluaran barang dalam satu hari. Dari print out ini, petugas bagian pembelian melakukan pemesanan terhadap barang-barang yang jumlahnya sudah di bawah atau mendekati stok minimum serta barang-barang yang bersifat fast moving walaupun stok belum mencapai minimum. Stok minimum ditetapkan berdasarkan hasil penjualan bulan-bulan sebelumnya. Bagian pembelian ini mengelompokkan obat/barang yang dipesan sesuai dengan nama distributor. Surat pesanan (SP) yang dibuat ditandatangani oleh APA dan SP ini akan diambil langsung oleh salesman pada pagi hari. Untuk pemesanan cito disampaikan melalui telepon, dimana SP-nya menyusul ketika barang diantar. Pada hari yang sama di sore harinya, barang-barang yang dipesan diantarkan disertai dengan faktur sebagai tanda bukti penyerahan barang. Petugas bagian penerimaan barang memeriksa keadaan fisik barang, tanggal kadaluarsa, jenis dan jumlah barang sesuai dengan faktur. Petugas akan menandatangani dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
34
memberikan stempel apotek pada faktur asli dan juga kopinya apabila barang yang diterima sesuai dengan pesanan. Faktur asli diberikan kepada distributor dan lembar salinannya diberikan kepada Asisten Apoteker yang bertugas di bagian gudang untuk dilakukan pemeriksaan ulang barang yang diterima. Bila sudah cocok dengan faktur maka barang yang diterima diinput ke komputer untuk selanjutnya dicetak. Contoh surat pesanan dan faktur dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6.
3.4.1.2 Penyimpanan dan pengeluaran barang Perbekalan farmasi yang telah diterima dari distributor dan telah diperiksa oleh bagian pembelian, selanjutnya diperiksa kembali oleh bagian gudang sebelum barang-barang tersebut disusun. Pemeriksaaan yang dilakukan meliputi kesesuaian nama dan jumlah dengan faktur, tanggal kadaluarsa dan kondisi fisik barang. Bila telah sesuai, barang-barang tersebut disusun berdasarkan bentuk sediaan secara alfabetis dan dengan sistern FIFO. Untuk obat bebas disimpan langsung di etalase ruang depan pada bagian OTC dan untuk obat generik tidak diletakkan di gudang, melainkan diletakkan di atas rak obat-obat paten yang ada di ruang peracikan.
3.4.1.3 Pembuatan sediaan standar (anmaak) Sediaan standar (anmaak) adalah obat yang dibuat sendiri oleh apotek berdasarkan resep standar dari buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter. Beberapa obat standar yang diracik oleh Apotek Rini antara lain: OBH, OBP, boor zalf, AAV zalf, liquor faberi, rivanol 1%, alkohol 70%, gargarisma khan, minyak cengkeh, minyak adas, losio kalamin, ichtiyol, iodium tingtur, bedak salisilat, dan lain-lain. Pembuatan sediaan anmaak ini berdasarkan stok minimum yang ada.
3.4.1.4 Penjualan Kegiatan penjualan pada Apotek Rini antara lain melayani penjualan resep tunai, resep kredit, dan penjualan OTC.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
35
a. Penjualan resep tunai Penjualan resep tunai adalah penjualan obat berdasarkan resep dokter kepada pasien dengan pembayaran tunai atau kartu kredit. Alur pemesanan tunai adalah sebagai berikut :
Konsumen/Pasien
Resep
Bayar obat
dihargai Kasir
− − − −
Menghargai resep dan memeriksa ketersediaan obat melalui komputer Menginformasikan harga kepada konsumen Menerima uang dari konsumen Memberikan struk pembayaran dan No. resep
Asisten Apoteker
− − −
Meyiapkan etiket obat Mengambil / meracik obat Penyerahan hasil akhir racikan obat
Asisten Apoteker senior
− − −
Memeriksa kebenaran jenis dan jumlah obat yang sudah diracik beserta kelengkapan etiket Menyerahkan obat dengan mencocokkan No. Resep Pemberian informasi mengenai indikasi dan aturan pakai obat
Pasien
Gambar 3.1 Alur Penjualan Resep Tunai
b. Penjualan resep kredit Penjualan resep kredit dilakukan berdasarkan perjanjian kerja sama yang disepakati antara perusahaan/instansi (baik pemerintah maupun Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
36
swasta) dengan Apotek Rini. Pembayaran dilakukan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian sebelumnya, biasanya penagihan dilakukan pada akhir bulan. Perusahaan/instansi yang bekerja sama dengan Apotek Rini antara lain IAI, Tarakanita, Dino Indria, dan RS Dharma Nugraha. Alur pengerjaan pelayanan resep kredit tidak berbeda dengan resep tunai, tetapi resep kredit punya penomoran tersendiri yang berbeda untuk tiap perusahaan atau instansi. Alur penjualan resep kredit adalah sebagai berikut :
Konsumen/Pasien Bawa resep
Asisten Apoteker
− − −
Meyiapkan etiket obat Mengambil / meracik obat Penyerahan hasil akhir racikan obat
Asisten Apoteker senior
− − − − −
Memeriksa kebenaran jenis dan jumlah obat yang sudah diracik beserta kelengkapan etiket Menyerahkan obat dengan mencocokkan No. Resep Pemberian informasi mengenai indikasi dan aturan pakai obat Menyatukan resep dengan buku piutang sesuai nama debitur Meminta tanda tangan debitur untuk pemastian jenis dan jumlah permintaan obat
Pasien
Gambar 3.2 Alur Penjualan Resep Kredit
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
37
c. Penjualan bebas (OTC) Penjualan bebas meliputi penjualan obat bebas, obat bebas terbatas, sediaan anmaak, obat tradisional, kosmetika, perlengkapan bayi, susu, dan alat kesehatan. Alur pelayanan OTC adalah sebagai berikut : Konsumen / Pasien
Kasir
− − − −
Memberikan informasi harga kepada konsumen / pasien Menginput ke dalam komputer (transaksi penjualan harian) Menerima uang dari konsumen / pasien Menyerahkan barang dan struk pembayaran kepada pasien
Gambar 3.3 Alur penjualan OTC
3.4.2 Kegiatan Teknis Non Kefarmasian Kegiatan teknis non kefarmasian di apotek Rini berupa kegiatan administrasi pembelian, piutang, penjualan, administrasi pajak, personalia/umum dan laporan keuangan. 3.4.2.1 Administrasi pembelian Kegiatan administrasi pembelian disebut juga administrasi hutang dagang meliputi : a.
Transaksi pembelian dimasukkan ke dalam komputer oleh Asisten Apoteker berdasarkan faktur dan kemudian dicetak.
b.
Transaksi pembelian kemudian diposting, di mana jumlah barang akan tercatat ke dalam kartu stock dan jumlah uang akan tercatat pada transaksi hutang di komputer.
c.
Penukaran faktur dilakukan setiap hari rabu. Distributor menyerahkan fakturfaktur asli penjualan selama 1 minggu beserta total harga yang harus dibayar oleh apotek. Selanjutnya petugas yang bersangkutan mencocokkan faktur tersebut dengan data jumlah dan harga obat yang telah diinput pada komputer. Jika sudah sesuai maka petugas tersebut akan membuat tanda Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
38
terima faktur yang berfungsi untuk pengambilan giro. Giro ini akan diambil langsung oleh distributor 10 hari kemudian, tepatnya pada hari jumat berdasarkan tanggal pengambilan yang telah disetujui kedua belah pihak. Contoh tanda terima faktur dapat dilihat pada Lampiran 7. d.
Selanjutnya dilakukan posting pembayaran hutang ke dalam komputer.
e.
Laporan pembayaran dibuat setiap bulan dan dilaporkan kepada Pimpinan Apotek.
3.4.2.2 Administrasi piutang Kegiatan administrasi piutang meliputi: a.
Petugas
administrasi
bertugas
menginput
semua
transaksi
piutang
berdasarkan kwitansi penagihan ke dalam file daftar piutang. b.
Pencatatan jumlah tagihan dilakukan setiap bulan atau setiap minggu berdasarkan nama debitur dan kwitansinya.
c.
Penagihan dilakukan dengan mendatangi langsung ke perusahaan / instansi
yang berpiutang.
3.4.2.3 Administrasi penjualan Pemberian harga resep, OTC, DOWA dilakukan melalui komputer bagian kasir di Apotek Rini. Pada saat petugas memasukkan daftar barang yang dibeli dan telah dibayar maka secara otomatis stok barang akan berkurang sesuai dengan transaksi yang telah dilaksanakan. Ketika pergantian shift, masing-masing kasir menyerahkan laporan perincian penjualan harian yang telah diprint. Setiap hari pada pukul 24.00 dilakukan posting transaksi penjualan, baik dari penerimaan resep maupun penjualan bebas oleh kasir yang bertugas pada malam hari. Hasilnya akan digunakan sebagai dasar dalam pemesanan barang keesokan harinya.
3.4.2.4 Administrasi pajak Bagian pajak bertanggung jawab dalam menghitung serta mencatat jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
39
3.4.2.5 Administrasi personalia Mencatat semua hal yang menyangkut urusan kepentingan pegawai, seperti gaji dan surat–surat lain yang berkaitan dengan kepegawaian dengan persetujuan direktur.
3.4.2.6 Laporan keuangan Laporan keuangan yang ada di Apotek Rini ditangani langsung oleh Pemilik Sarana Apotek (PSA) / direktur dibantu oleh bagian personalia.
3.5
Pengelolaan Narkotika Pemesanan narkotika dilakukan ke PBF Kimia Farma, di mana pembelian
dilakukan
dengan
menggunakan
Surat
Pesanan
Narkotika
yang
telah
ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, nomor SIA, jabatan, alamat rumah, nama apotek serta stempel apotek. Surat pesanan terdiri dari empat rangkap. Satu surat pesanan hanya berlaku untuk 1 jenis narkotika. Contoh Surat Pesanan Narkotika dapat dilihat pada Lampiran 8. Narkotika pesanan diterima oleh petugas penerima barang (AA) dengan mencantumkan nama jelas, no. SIK, tanda tangan dan stempel apotek di mana pembayaran dilakukan secara tunai. Obat-obatan ini kemudian disimpan dalam lemari kayu yang dibagi dua, masing-masing dilengkapi dengan kunci dan menempel di dinding. Bagian pertama menyimpan morfin, petidin dan garamgaramnya. Bagian kedua digunakan untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari. Apotek Rini melayani resep asli yang mengandung narkotika atau salinan resep yang berasal dari Apotek Rini dengan mencantumkan nama dan alamat pasien yang jelas. Laporan narkotika dibuat setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan ditandatangani APA dan mencantumkan Nomor SIK dan stempel apotek. Laporan penggunaan petidin dan morfin tidak dipisahkan dengan laporan narkotikan lain, tetapi dijadikan satu. Laporan ditujukan kepada Kepala Sudin Kesehatan Jakarta Timur dengan tembusan kepada Kepala BPOM DKI Jakarta. Contoh pelaporan narkotika dapat dilihat pada Lampiran 9, 10 dan 11.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
40
3.6
Pengelolaan Psikotropika Obat-obat psikotropika di Apotek Rini dipesan ke PBF sama halnya
seperti memesan obat-obat lainnya, dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika rangkap 2. Obat-obat ini diserahkan kepada pasien berdasarkan resep dokter atau salinan resep. Contoh Surat Pesanan Psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 12. Saat ini untuk pelaporan narkotik dan psokotropik selain menggunakan laporan manual (ditulis tangan) juga dengan menggunakan aplikasi SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika). Aplikasi ini dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Kementrian Kesehatan RI) yang dapat diakses secara online. Tampilan aplikasinya dapat dilihat pada Lampiran 13. SIPNAP terdiri dari software tingkat Unit Pelayanan (Apotek, Puskesmas dan Rumah sakit), Software Tingkat Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Pelaporan ke Provinsi dan Pusat yang dilakukan melalui sistem Pelaporan Online melalui Jaringan Internet. Software yang digunakan oleh apotek dalam pelaporan penggunaan narkotik dan psikotropik di apotek kepada Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota merupakan software tingkat unit pelayanan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
Apotek merupakan tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta alat kesehatan lainnya kepada masyarakat. Untuk dapat mengelola suatu bisnis apotek, seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) tidak cukup dengan hanya berbekal ilmu teknis kefarmasian saja, karena mengelola sebuah apotek sama halnya dengan mengelola sebuah perusahaan, sehingga melalui kegiatan ini peserta PKPA diharapkan dapat mengetahui implementasi dari ilmu yang didapat selama perkuliahan. Apotek Rini merupakan apotek keluarga yang didirikan oleh kakak beradik Ny. Murdiana Baskoro, H. Slamet Effendi (alm), dan Ny. Murdiati Purnomohadi (alm). Apotek Rini didirikan sejak tahun 1968 dan saat ini Apotek Rini memiliki tiga orang apoteker yaitu APA, apoteker pendamping, dan wakil pimpinan yang juga seorang apoteker. Apotek Rini terletak didaerah ramai lalu lintas serta padat penduduk, tepatnya di Jalan Balai Pustaka Timur No. 11 Rawamangun yang merupakan jalan dua arah yang dilalui oleh beberapa trayek kendaraan umum, antara lain dari pulogadung, kampung melayu, pangkalan jati dan rawa sari. Hal ini menjadikan pasien dari daerah-daerah tersebut mudah menjangkau Apotek Rini. Di sekitar Apotek Rini terdapat tiga rumah sakit, yaitu RS Persahabatan, RS Dharma Nugraha dan RS Rawamangun. Selain rumah sakit, juga terdapat
beberapa
praktek dokter. Apotek Rini bukanlah satu-satunya apotek di daerah tersebut, tidak jauh dari lokasi Apotek Rini berdiri Apotek Century, Apotek Family, Apotek K24, Apotek Kimia Farma dan Apotek Sahabat Sehat. Bila diperhatikan, walaupun banyak apotek pesaing di sekitar Apotek Rini, tetap saja Apotek Rini merupakan apotek yang paling ramai dikunjungi pasien. Hal ini terjadi karena Apotek Rini telah berdiri jauh lebih lama sebelum apotek-apotek pesaing tersebut muncul, sehingga pasien lebih mengenal, lebih percaya dan telah menjadi langganan Apotek Rini. Selain itu, Apotek Rini terkenal dengan kelengkapan obat, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan yang disediakan, serta harga yang relatif 41
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
42
lebih murah. Karena hal tersebut, tidak jarang pasien dari apotek lain atau rumah sakit memilih untuk menebus resepnya di Apotik Rini. Terutama pasien-pasien dengan penyakit diabetes atau hipertensi yang memerlukan obat selama hidupnya, dengan harga obat relatif lebih murah yang ditawarkan Apotik Rini, maka hal tersebut akan memberikan sedikit “kelonggaran” bagi keuangan pasien sehingga pasien tersebut akhirnya menjadi langganan di Apotek Rini. Apotek Rini mempunyai desain eksterior yang unik dan mudah dibedakan dengan apotek-apotek lain. Desain eksterior ini tetap dipertahankan sesuai dengan desain bangunan aslinya, sehingga pasien yang telah lama tidak mengunjungi Apotek Rini tetap dapat mengenali bangunan Apotek Rini bila mengunjunginya kembali. Apotek Rini juga dilengkapi dengan halaman parkir yang cukup luas, sehingga memudahkan bagi konsumen yang membawa kendaraan pribadi. Walaupun halaman parkir Apotek Rini terbuka, namun keamanan kendaraan pasien yang diparkir terjamin, karena Apotek Rini memperkerjakan beberapa orang satpam untuk menjaga dan juga terdapat petugas parkir yang mengatur parkir kendaraan. Untuk kendaraan roda dua (motor) akan di beri pelapis pada bagian jok oleh petugas parkir, sehingga melindungi jok motor dari sengatan panas matahari ataupun hujan. Ruangan yang ada di Apotek Rini terdiri dari ruang tunggu, ruang pelayanan, ruang peracikan, ruang administrasi dan keuangan, dan ruang pimpinan, gudang, dapur, toilet dan mushola. Desain interior Apotek Rini cukup baik, ruang tunggu terasa nyaman dengan adanya pendingin udara (air conditioner) dan
juga dilengkapi televisi sebagai hiburan agar pasien tidak
merasa jenuh saat menunggu resep selesai dipersiapkan. Selain itu, dibagian lain ruang tunggu terdapat beberapa mesin ATM yang memudahkan pasien untuk mengambil uang. Obat-obatan OTC (Over the Counter) dan perbekalan kesehatan di tata pada etalase/display di ruang tunggu, sehingga pasien dapat melihat dengan mudah ketersediaan obat-obatan atau perbekes lain yang diperlukannya. Display tersebut juga menjadi pembatas antara ruang tunggu dengan ruang pelayanan resep. Di ruang pelayanan resep, para pegawai apotek menerima resep, memberi nomor dan menghargai resep. Ruang pelayanan resep relatif terbuka, sehingga pasien dapat melihat kegiatan yang sedang berlangsung. Resep yang sudah Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
43
dibayar akan disiapkan di ruang peracikan yang tertutup dari pandangan pasien. Ruang administrasi, keuangan, ruang pimpinan gudang, dapur, toilet dan mushola tertutup dari pandangan pasien. Apotek Rini memberikan pelayanan kefarmasian setiap hari selama 24 jam, sehingga konsumen dapat membeli obat maupun alat kesehatan kapanpun dibutuhkan. Selain itu, Apotek Rini juga menyediakan layanan pengantaran obat bagi konsumen yang tidak punya cukup waktu untuk menebus obat ke apotek. Konsumen cukup mengirimkan fax resep ke Apotek Rini, kemudian karyawan Apotek akan mempersiapkan resep serta mengantarnya sesuai dengan alamat yang diminta. Lokasi pengantaran tersebut terbatas pada lingkup sekitar Apotek (Rawamangun dan sekitarnya)
dan untuk lokasi yang lebih jauh, obat akan
dikirimkan melalui jasa pengiriman barang. Saat ini Apotek Rini memperkerjakan 74 orang karyawan termasuk Pimpinan, Wakil Pimpinan, Apoteker Pengelola Apotek. Karyawan lain dibagi menjadi tiga shift yaitu pagi (sekitar 30 orang), sore (sekitar 30 orang) dan malam (sekitar 20 orang). Suasana kekeluargaan yang kental diantara karyawan Apotek menjadikan sebagian besar karyawan telah bekerja di Apotek Rini selama puluhan tahun. Walaupun demikian, dalam pelaksanaan kegiatan keseharian di Apotek terdapat standar kualitas dan pelayanan yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan sehingga karyawan tidak dapat bekerja sekehendaknya. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di Apotek Rini dilakukan setiap hari dengan didasarkan pada trend penjualan. Apotek Rini telah menggunakan sistem komputerisasi dalam mendokumentasikan barang yang masuk dan keluar. Dengan adanya sistem komputer bila terjadi transaksi maka sistem akan secara otomatis mengurangi stok obat sesuai dengan jumlah obat yang keluar, sehingga dapat langsung diketahui persediaan obat pada saat itu juga. Hal ini mempermudah melihat trend penjualan dan menentukan obat apakah yang akan dibeli/diadakan. Setiap hari pada pukul 00.00 WIB, jumlah persediaan barang akan di cetak. Selain jumlah persediaan barang, sistem komputer juga akan menghitung jumlah minimum barang, sehingga bagian pengadaan akan dengan mudah mengetahui barang yang hampir mendekati stok minimumnya. Selain stok minimum, jenis barang (slow moving ataukah fast moving) juga dapat ditentukan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
44
berdasarkan data tersebut. Pada akhir tahun, keseluruhan data barang (jumlah dan harga barang) yang masuk dan keluar akan di cetak. Hasil cetakan tersebut menjadi back up data bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada sistem komputer yang digunakan. Pemesanan barang dilakukan setiap hari mulai pukul 08.00 sampai selesai. Apotek Rini bekerja sama dengan beberapa distributor untuk memenuhi kebutuhan barang di Apotek Rini. Pemilihan distributor didasarkan pada pertimbangan lokasi, kualitas barang yang dikirim, ketepatan waktu pengiriman, diskon dan kemudahan dalam pengembalian obat yang rusak dan kadaluarsa. Barang pesanan yang datang akan diterima oleh petugas bagian penerimaan barang. Sayangnya, tidak ada tempat khusus saat proses penerimaan barang terjadi. Proses tersebut berlangsung ditempat yang sama dengan dengan tempat pasien menunggu resepnya disiapkan, sehingga sedikit mengganggu kenyamanan pasien. Sebelum diterima, barang akan diperiksa keadaan fisik, tanggal kadaluarsa, jenis dan jumlahnya disesuaikan dengan faktur. Faktur yang diterima terdiri dari faktur asli yang diberikan kepada distributor, sedangkan salinannya diberikan pada petugas gudang untuk selanjutnya akan diinput ke komputer. Pembayaran kepada pihak distributor dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Untuk sediaan narkotika sistem pembayaran dilakukan secara tunai, sedangkan untuk sediaan selain narkotika dilakukan secara kredit. Pembayaran kepada masing-masing distributor dilakukan berdasarkan tanggal yang telah disepakati. Sistem penyimpanan dan penataan barang di Apotek Rini secara umum sudah cukup baik. Hanya saja karena banyaknya resep yang masuk ke apotek kadang membuat karyawan kurang rapi dalam mengembalikan obat pada tempatnya, sehingga saat mencari obat yang sama akan sulit untuk menemukannya. Obat-obat disimpan di ruang peracikan dan disimpan pada tempat yang berbeda berdasarkan bentuk sediaannya seperti tablet, sirup, krim, salep, obat tetes, obat suntik, infus, dan alat kesehatan. Obat disusun secara alfabetis dengan sistem FIFO (First IN First Out). Sistem peyimpanan FEFO (First Expired First Out) tidak diterapkan karena sebagian besar obat-obat yang ada di Apotek Rini merupakan obat yang fast moving sehingga umumnya barang Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
45
telah habis sebelum waktu kadaluarsanya tiba. Meskipun penyimpanan tidak dilakukan dengan system FEFO, petugas tetap memonitoring kadaluarsa obat. Apotek Rini menyediakan lemari khusus untuk obat-obatan yang memerlukan perhatian lebih (obat dengan ukuran dan kemasan kecil sehingga mudah terselip dan atau tercecer) dan obat-obatan dengan harga mahal (sediaan padat). Obat-obat tersebut disimpan pada lemari kaca yang terletak di dekat meja pemberian etiket. Standar mahal yang ditetapkan yaitu minimal dengan harga lima belas ribu rupiah untuk satu butir obat. Obat-obatan yang disimpan dalam lemari tersebut mempunyai penanggung jawab tersendiri. Penanggung jawab tersebut merupakan karyawan yang ditunjuk untuk mengawasi kebenaran jumlah dan kondisi obat-obatan yang tersimpan dengan stok yang tertera dalam sistem komputer. Selain itu juga disediakan tempat penyimpanan untuk obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus, misalnya di lemari pendingin, yaitu untuk sediaan suppositoria, ovula, insulin, dan vaksin. Obat-obatan OTC tidak disusun secara alfabetis melainkan berdasarkan indikasi obat. Untuk obat-obat generik disimpan di ruang peracikan yang diletakkan di atas lemari penyimpanan obat paten. Sediaan narkotika di Apotek Rini disimpan dalam lemari kayu yang terdiri dari dua bagian, menempel pada tembok dan dikunci dengan dua kunci yang berlainan. Untuk golongan psikotropika, obat disimpan secara terpisah dengan obat lainnya meskipun tidak disimpan pada lemari khusus seperti obat narkotika. Untuk pelaporan penggunaan obat narkotika dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Laporan dibuat empat rangkap yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan DKI Jakarta Timur, Kepala Dinas DKI Jakarta, Kepala Balai Besar POM DKI Jakarta, serta satu rangkap sebagai arsip Apotek Rini. Selain secara manual, penggunaan narkotik dan psikotropik juga dilaporkan secara online melalui aplikasi SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika Dan Psikotropik) yang dikembangkan oleh Dirjen Bina Pelayanan Farmasi dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Resep yang masuk setiap hari di Apotek Rini berjumlah ratusan, maka dengan adanya sistem komputerisasi yang diterapkan di Apotek Rini sangat membantu dalam pendataan resep dan jumlah obat yang masuk dan keluar. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
46
Apotek Rini membagi jumlah resep yang masuk menjadi menjadi empat bagian, yaitu resep pagi, sore, malam dan bius. Resep disimpan di apotek selama tiga tahun untuk selanjutnya dimusnahkan. Namun karena banyaknya resep yang masuk dalam sehari maka resep yang disimpan di apotek hanya resep setahun terakhir, sedangkan resep dua tahun sebelumnya disimpan di gudang. Pelayanan resep di Apotek Rini dimulai dari masuknya resep dari pasien di bagian penerimaan resep. Resep tersebut diperiksa kelengkapan dan ketersediaan obat. Apabila obat tidak ada, pihak apotek akan menanyakan kepada pasien apakah mau menunggu atau tidak, kemudian pihak apotek berusaha untuk mencari obat tersebut ke apotek lain atau memesannya langsung ke distributor. Setelah itu pasien membayar resep dan mendapatkan struk pembayaran serta nomor resep. Pasien diminta untuk menunggu penyiapan resep, sementara itu resep dipersiapkan dan atau diracik. Untuk peracikan sediaan puyer, Apotek Rini tidak lagi menggunakan cara manual di mana puyer dimasukkan ke dalam kertas perkamen dan dibungkus. Apotek Rini sudah memiliki kemasan tersendiri untuk puyer dengan menggunakan suatu mesin, yaitu puyer dimasukkan dalam kantong kertas kemudian ditutup dengan menggunakan mesin sealing, sehingga pelaksanaan peracikannya tidak memakan waktu lama. Namun untuk puyer yang jumlah per bungkusnya sedikit, tetap digunakan cara manual dengan membungkusnya menggunakan kertas perkamen. Sebelum obat diberikan pada pasien, dilakukan pemeriksaaan akhir terlebih dahulu untuk mengetahui kesesuaian jenis dan jumlah obat dengan resep. Apotek tidak sekedar bisnis retail yang hanya menghasilkan keuntungan semata. Apotek sebagai tempat pengabdian profesi apoteker juga harus menjalankan fungsinya dalam memberikan informasi obat kepada pasien atau disebut Pelayanan Informasi Obat (PIO). Pelaksanaan PIO di Apotek Rini belum berjalan dengan baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh tidak tersedianya ruangan khusus bagi pasien untuk melakukan konseling obat dan kondisi apotek yang selalu ramai setiap harinya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan a.
Kegiatan di Apotek Rini baik di bidang teknis kefarmasian maupun di bidang non teknis kefarmasian telah berjalan dengan baik. Apoteker berperan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam pengelolaan apotek, baik teknis dan non-teknis kefarmasian. Kegiatan non teknis kefarmasian meliputi pengelolaan modal dan sarana, administrasi dan keuangan serta sumber daya manusia. Sedangkan pada kegiatan teknis kefarmasian, apoteker berperan dalam mengatur perencanaan, pengadaan, pendistribusian, penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan lainnya.
b.
Dengan dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Rini, calon apoteker yang sebelumnya hanya memperoleh pengetahuan mengenai peran apoteker di apotek melalui perkuliahan dapat mengetahui peranannya di apotek secara nyata.
5.2 Saran a.
Perlunya peningkatan kedisiplinan karyawan untuk meletakkan kembali obatobat ke tempat semula dengan rapi. Hal ini bertujuan agar memudahkan karyawan dalam mencari obat.
b.
Perlu disediakan tempat tersendiri saat proses penerimaan barang dari distributor berlangsung, sehingga proses penerimaan barang
tidak
mengganggu kenyamanan pasien. c.
Pelayanan informasi obat perlu ditingkatkan untuk meminimalkan terjadinya medication error dan meningkatkan kepatuhan pengobatan pasien.
47
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Anonim.
(1978).
Peraturan
Menteri
28/MENKES/PER/I/1978Tentang
Kesehatan
Penyimpanan
Narkotika.
Nomor Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim.(1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta. Anonim(1993). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim. (1997). Surat Edaran Direktorat Jenderal POM Nomor 336/E/SE/1997 Tentang Narkotika. Jakarta : Direktorat Jenderal POM. Anonim. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta. Anonim. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Anonim. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta. Anonim. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri No. 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Departemen
Kesehatan
RI.
(2004).
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Profile Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2011. Jakarta
48
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
49
Lampiran 1. Denah Ruangan Apotek Rini
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
50
Lampiran 2. Contoh Salinan Resep
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
51
Lampiran 3. Contoh Etiket
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
52
Lampiran 4. Contoh Kwitansi
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
53
Lampiran 5. Contoh Surat Pesanan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
54
Lampiran 6. Contoh Faktur Barang
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
55
Lampiran 7. Contoh Tanda Terima Tukar Faktur
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
56
Lampiran 8. Contoh Surat Pesanan Narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
57
Lampiran 9. Contoh Surat Pengantar Laporan Penggunaan Narkotik ke Balai Besar POM
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
58
Lampiran 10. Conto toh Surat Pengantar Laporan Penggunaan Nark rkotik ke Suku Dinas as Kesehatan
Unive ersitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
59
Lampiran 11. Contoh Format dan Isi Laporan Narkotik
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
60
Lampiran 12. Contoh Surat Pesanan Psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
61
Lampiran 13. Tampilan Aplikasi SIPNAP
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSU SUS PRAKTEK KERJA PROFESI A APOTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PU PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TA TIMUR PERIODE DE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER R 2013
KAJIA AN PERESEPAN OBAT SITAGLIPT PTIN PADA BU BULAN AGUSTUS 2013 DI APOTEK K RINI
ER RLIMAS LUCKY WIJAYA, S.Farm 1206329581
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI P PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... DAFTAR ISI..................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................
i ii iii
1.
PENDAHULUAN..................................................................................... 1 1.1.Latar Belakang..................................................................................... 1 1.2.Tujuan.................................................................................................. 2
2.
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3 2.1. Diabetes Melitus.................................................................................. 3 2.2. Sitagliptin............................................................................................ 5
3.
PROSEDUR TUGAS KHUSUS.............................................................. 8 3.1. Waktu dan Tempat.............................................................................. 8 3.2 Cara Kerja............................................................................................ 8
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 9 4.1. Hasil.................................................................................................... 9 4.2. Pembahasan ........................................................................................ 10
5.
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 14 5.1. Kesimpulan......................................................................................... 14 5.2. Saran.................................................................................................... 15
DAFTAR ACUAN........................................................................................... 16
ii
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2.
Jumlah peresepan obat sitagliptin pada Bulan Agustus 2013 di Apotek Rini......................................................................... 17 Persentase jenis-jenis masalah terkait obat dalam peresepan obat sitagliptin pada bulan Agustus 2013 di Apotek Rini...... 18
iii
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Berdasarkan studi epidemiologi terbaru, Indonesia telah memasuki epidemi diabetes melitus tipe-2. Perubahan gaya hidup dan urbanisasi nampaknya merupakan penyebab penting masalah ini, dan terus menerus meningkat pada milenium baru ini. Diperkirakan masih banyak (sekitar 50%) penyandang diabetes yang belum terdiagnosis di Indonesia. Selain itu hanya dua pertiga saja dari yang terdiagnosis yang menjalani pengobatan, baik non farmakologis maupun farmakologis. Dari yang menjalani pengobatan tersebut hanya sepertiganya saja yang terkendali dengan baik (Perkeni, 2011). Selain pentingnya upaya untuk mengendalikan hiperglikemia dan gejalagejalanya, tantangan utama dalam pengelolaan pasien diabetes melitus adalah memperkecil atau mencegah terjadinya komplikasi, meningkatkan harapan hidup dan kualitas hidup pasien (DiPiro., et al. 2008). Beberapa peran apoteker terkait dengan pengelolaan pasien diabetes melitus di apotek adalah dengan melakukan pelayanan kefarmasian di apotek. Pelayanan tersebut dapat berupa skrining resep, pemberian informasi obat, konseling pada pasien dan lain sebagainya. Obat antidiabetik oral golongan dipeptidyl peptidase-IV inhibitor (DPP-IV inhibitor) termasuk golongan obat baru bila dibandingkan dengan obat-obatan golongan lain yang umum digunakan dalam pengobatan diabetes melitus. Obatobatan golongan DPP-IV inhibitor ini bekerja berdasarkan penurunan efek hormon inkretin. Inkretin berperan utama terhadap produksi insulin di pankreas. Hormon ini diuraikan oleh suatu enzim khas, yaitu DPP-IV. Dengan penghambatan enzim ini, penguraian dan inaktivasi inkretin akan menurun, sehingga kadar insulin akan meningkat. (Tan Hoan Tjay, 2007). Obat-obatan yang termasuk dalam golongan DPP-IV inhibitor adalah sitagliptin dan vildagliptin. Sitagliptin telah mendapat persetujuan FDA dan telah digunakan di Amerika Serikat sejak Oktober 2006 dengan indikasi diabetes melitus tipe-2 sebagai monoterapi atau dalam kombinasi dengan metformin atau
1
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
pioglitazin, bila kombinasi kedua obat tersebut tidak memberikan efek yang adekuat (DiPiro, et al., 2008). Meskipun telah disetujui oleh FDA, beredar secara luas diseluruh dunia, keamanan serta khasiat sitagliptin telah dibuktikan melalui penelitian, masih ada kemungkinan masalah terkait dengan obat. Kurun waktu tujuh tahun penggunaan obat ini sejak diluncurkannya, belum cukup untuk membuktikan keamanan dari penggunaan obat tersebut secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Terutama di Indonesia dimana obat tersebut belum lama beredar (Januvia® mendapat izin edar di Indonesia pada bulan Juni 2010). Karena hal-hal tersebut, maka dipilihlah obat yang mengandung sitagliptin untuk dikaji penggunaannya dalam resep yang masuk di apotek Rini. Pada laporan ini, dilakukan pengkajian mengenai peresepan obat sitagliptin dengan nama dagang Januvia® yang ada di apotek Rini pada bulan Agustus 2013.
1.2 Tujuan 1.2.1
Mengetahui persentase peresepan obat sitagliptin pada bulan Agustus 2013 di Apotek Rini.
1.2.2
Mengetahui kombinasi obat sitagliptin dengan obat lainnya berdasarkan resep.
1.2.3
Mengetahui kerasionalan penggunaan obat sitagliptin berdasarkan resep.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes melitus 2.1.1 Definisi Diabetes melitus adalah kelompok penyakit metabolisme dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Penyakit ini berhubungan dengan kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dan menghasilkan komplikasi kronis termasuk penyakit pembuluh darah dan syaraf (DiPiro, et al., 2008). Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat serta metabolismenya diganggu. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi karbondioksida dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes melitus, semua proses tersebut terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak. Sebenarnya, hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila hebat sekali hingga darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang nyata berbahaya adalah glikosuria yang timbul, karena glukosa bersifat diuretik osmotik, sehingga diuresis sangat meningkat disertai hilangnya berbagai elektrolit. Hal inilah yang menyebabkan hilangnya elektrolit pada penderita diabetes yang tidak diobati. Dengan adanya dehidrasi, maka tubuh berusaha mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia). Tubuh kehilangan 4 kalori untuk setiap gram glukosa yang diekskresi. Polifagia timbul karena perangsangan pusat nafsu makan di hipotalamus oleh kurangnya pemakaian glukosa di kelenjar itu (Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran UI, 2002). Diabetes melitus merupakan penyebab utama kebutaan, berkontribusi dalam peningkatan gangguan ginjal, juga menyebabkan terjadinya amputasi. Salah satu penyulit diabetes melitus yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama kematian pada penyandang diabetes. Selain pengobatan terhadap tingginya kadar glukosa darah, pengendalian 3
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
berat badan, tekanan darah, profil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat menurunkan risiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang diabetes (Perkeni, 2011).
2.1.2 Klasifikasi 2.1.2.1 Diabetes Melitus tipe-1 Diabetes melitus (DM) tipe-1 merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan berkurangnya fungsi sel beta pulau langerhans di pankreas. Terhitung 510% kasus diabetes melitus merupakan diabetes melitus tipe-1. Dicurigai penyakit ini ada hubungannya dengan faktor genetik. Pada diabetes melitus tipe-1 ini, terdapat tanda-tanda kerusakan sel beta, termasuk ditemukannya antibodi terhadap insulin. Umumnya diabetes melitus tipe-1 muncul saat anak-anak dan remaja, walaupun dapat saja muncul pada usia berapapun dan umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut. 2.1.2.2 Diabetes Melitus tipe-2 Diabetes melitus tipe-2 ditandai dengan resistensi terhadap insulin dan sekresi insulin yang relatif rendah, dengan sekresi insulin yang terus menerus menurun. Sebagian besar pasien dengan diabetes melitus tipe-2 mempunyai kelebihan berat badan, dimana dapat menyebabkan resistensi insulin. Seringkali hipertensi dan dislipidemia juga terdapat pada pasien ini. Karena kelainankelainan tersebut, maka pasien dengan diabetes melitus tipe-2 mempunyai resiko yang tinggi terhadap terjadinya komplikasi. 2.1.2.3 Diabetes Gestasional Diabetes gestasional didefinisikan sebagai intoleransi glukosa yang terjadi atau ditemukan pertamakali pada saat kehamilan sedang berlangsung. Diabetes gestasional menyulitkan pada sekitar 7% kehamilan. Deteksi klinis diperlukan agar terapi dapat segera diberikan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas baik dari ibu maupun dari bayi yang akan dilahirkan (Aru W, 2006).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
5
2.2 Sitagliptin 2.2.1 Mekanisme Kerja Sitagliptin merupakan obat pertama dalam golongan obat yang bekerja berdasarkan penghambatan aktivitas proteolitik dari dipeptidyl peptidase-4 (DPPIV), sehingga terjadi peningkatan aksi peptida pengatur glukosa endogen, yang dikenal sebagai inkretin. Inkretin adalah suatu hormon peptida yang disekresi oleh epitel usus sebagai respon terhadap makanan yang dimakan dan berfungsi mempertahankan homeostasis glukosa darah. Peranan inkretin dalam pengaturan kadar glukosa darah didasarkan pada hasil pengamatan yang memperlihatkan bahwa pada pemberian glukosa oral, maka jumlah insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas lebih banyak bila dibandingkan dengan pemberian glukosa secara intravena. Perbedaan tersebut disebabkan karena adanya rangsangan dari glukosa yang diberikan secara oral pada usus untuk mensekresi hormon inkretin. Inkretin selanjutnya akan meningkatkan sekresi insulin melalui aktivasi reseptornya yang spesifik pada sel beta pankreas. Pada manusia terdapat dua jenis hormon inkretin utama, yaitu glucagonlike peptide-1 (GLP-1) dan glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP). Keduanya merupakan hormon yang bersifat insulinotropik kuat dan sekresinya akan meningkat setelah pemberian glukosa oral. Sekresi kedua hormon tersebut secara fisiologis akan meningkat dengan cepat segera setelah makan akibat rangsangan dari karbohidrat dan lemak yang terkandung dalam makanan. Selanjutnya GLP-1 dan GIP akan terikat pada reseptornya yang spesifik di pankreas (GLP-1r dan GIPr). Hormon GLP-1 dan GIP akan dimetabolisme menjadi bentuk tidak aktif dengan cepat oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), akibatnya waktu paruh dari hormon tersebut sangat singkat (1-2 menit) dan hanya sekitar 10-15% yang beredar dalam sirkulasi yang secara aktif merangsang pankreas. Efek GLP-1 terhadap sekresi insulin pankreas adalah berdasarkan kadar glukosa darah, GLP-1 hanya akan merangsang pankreas bila terjadi hiperglikemia (glucose dependent manner) sehingga risiko terjadinya hipoglikemia rendah.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
6
Dalam keadaan normal, insulin dengan glukagon akan bekerja secara bersama-sama untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal (bihormonal hypothesis). Makanan akan merangsang sekresi inkretin yang selanjutnya akan meningkatkan sekresi insulin dan menekan produksi glukagon. Insulin akan meningkatkan penyimpanan glikogen dan memfasilitasi ambilan glukosa di otot. Sementara penurunan sekresi glukagon akan menyebabkan produksi glukosa hati berkurang melalui penghambatan proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Mekanisme kerja dari golongan DPP-4 inhibitor adalah meningkatkan kadar dan aksi dari GLP-1 dan GIP, meningkatkan sekresi insulin sesuai dengan kadar glukosa darah, dan menekan sekresi glukagon dari sel alfa pankreas. Sitagliptin merupakan obat oral anti diabetes yang mampu menghambat aktivitas DPP-4 hingga lebih dari 80% selama 24 jam, meningkatkan kadar GLP-1 dan GIP yang aktif sebesar dua kali lipat, meningkatkan sekresi insulin dan menurunkan kadar glukosa darah puasa serta glukosa darah postprandial (Perkeni, 2011).
2.2.2 Indikasi Sebagai tambahan terhadap diet dan olahraga untuk memperbaiki kontrol gula darah pada pasien diabetes melitus tipe-2. Dalam kombinasi dengan metformin atau tiazolidinedion untuk pengobatan pada pasien diabetes melitus tipe-2 yang tidak dapat dikendalikan secara adekuat dengan obat tunggal, diet, dan olahraga.
2.2.3 Peringatan dan perhatian Sitagliptin tidak boleh digunakan untuk pasien dengan diabetes melitus tipe-1 atau untuk terapi ketoasidosis diabetik. Pasien dengan riwayat pankretitis tidak boleh mengkonsumsi obat ini. Keamanan dan efektifitas sitagliptin untuk anak-anak dibawah usia 18 tahun belum diketahui.
2.2.4 Efek Samping Terjadinya hipoglikemi dan efek samping terhadap gastrointestinal pada penggunaan sitagliptin tidak ada perbedaan signifikan terhadap plasebo (Raz. I, Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
7
2006). Namun pada sebagian pasien, sitagliptin dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas, sakit kepala, nyeri perut, mual, diare dan reaksi hipersensitivitas. Dan bila dikombinasi dengan obat antidiabetik lain dapat menyebabkan hipoglikemia (Merck Sharp & Dohme Corp, 2010).
2.2.5 Dosis Dosis yang direkomendasikan : 100 mg satu kali sehari, dapat diminum dengan atau tanpa makanan. Pada pasien dengan insufisiensi ginjal derajat sedang (bersihan kreatinin ≥30 sampai <50 mL/mnt) : 50 mg satu kali sehari. Pada pasien dengan insufisiensi ginjal berat (Bersihan kreatinin <30 mL/mnt) 25 mg satu kali sehari.
2.2.6 Farmakokinetik Sitagliptin dengan cepat di absorbsi dengan konsentrasi puncak dalam plasma tercapai dalam waktu (tmax) 1-4 jam. Bioavailabilitas sitagliptin sekitar 87%, dan makanan dengan lemak tinggi tidak mempengaruhi biovailabilitasnya. Sekitar 79% sitgliptin diekskresikan dalam bentuk utuh.
2.2.7 Interaksi Obat Diketahui terdapat sedikit kenaikan dalam area under the curve (AUC, 11%) dan rata-rata konsentrasi tertinggi obat (Cmax, 18%) bila digoksin 0,25 mg dikonsumsi bersama dengan sitagliptin 100 mg selama 10 hari. Pasien yang mendapatkan terapi digoksin bersama dengan sitagliptin harus dimonitoring.
2.2.8 Sediaan Tablet 25 mg, 50 mg dan 100 mg.
2.2.9 Merek Dagang Januvia®
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
BAB 3 PROSEDUR TUGAS KHUSUS
3.1 Waktu dan Tempat Pengamatan dilakukan di Apotek Rini mulai tanggal 16 September sampai dengan 25 Oktober 2013.
3.2 Cara Kerja 3.2.1 Pengambilan data Kajian dilakukan dengan mengumpulkan resep yang masuk ke Apotek Rini. Adapun kriteria inklusi resep tersebut adalah : a. Resep asli dan salinan resep yang masuk ke Apotek Rini selam bulan Agustus 2013. b. Resep yang mengandung Januvia® (di Indonesia hanya satu nama dagang yang mengandung zat aktif tunggal sitagliptin, yaitu Januvia®, produk PT. Merck Sharp & Dohme) Sedangkan kriteria eksklusinya adalah resep yang tidak dapat dibaca dan resep yang rusak. Selanjutnya resep yang memenuhi kriteria inklusi akan dicatat, diolah dan dikaji.
3.2.2 Pengolahan data Data yang dikumpulkan kemudian diolah berdasarkan persentase jumlah obat Januvia® yang diresepkan, kombinasi-kombinasi dari obat yang diresepkan, dan penilaian kerasionalan obat yang diresepkan pada bulan Agustus 2013. Pengkajian resep dinilai dari kelengkapan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis.
8
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Jumlah resep yang masuk ke Apotik Rini selama bulan Agustus 2013 adalah sebanyak 17.147 lembar resep. Resep yang mengandung sitagliptin dengan nama dagang Januvia sebanyak 21 lembar resep, atau sekitar 0,122% dari jumlah total resep yang masuk pada bulan Agustus. Contoh resep yang mengandung Januvia antara lain : Resep 1 Dokter : Candra Wibowo Pro : Ny. Budi Sadria Usia : Dewasa Jakarta, 16/08/13
Resep 2 Dokter : Sarwono W Pro : Ariana Usia : Dewasa
R/ Glucobay 100 mg S3dd1 R/ Glucovance 5/500 S2dd1 R/ Januvia 100 mg S 0-1-0 (siang) R/ Lipitor 20 mg S 0-0-1 (malam) R/ Zyloric 300 mg S 0-1-0 (siang)
R/ Amaryl M2 S 1-0-0 R/ Glucophage 850 S 1-0-1 R/ Januvia 100 mg S 1-0-1 R/ Clindamycin S 3dd1 R/ Nonflamin Tab S 3dd1 R/ Betadin Zalf Sue R/ Kasa steril Sue R/ Plester Microfor Sue Resep 4
Jakarta, 27/08/13
No. XC No. LX No. XXX No. XXX No. XXX
Resep 3
No. LX No. LX No. XXX No. XXX No. I No. V No. V
Iter 6x
Iter 6x Dokter : AM Pradono Pro : Tn. Rinaldy Usia : Dewasa
Dokter : AM Pradono Pro : Ny. Tien Hantini Usia : Dewasa Jakarta, 31/08/13
Jakarta, 28/08/13 R/ Januvia 100 mg S siang 1 tablet
No. XXX
No. XX
R/ Novorapid Injeksi Flexpen No. I S1dd10 iu (pagi) R/ Januvia 100 mg No. X S1dd1 (siang) 9
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
10
Resep 5 Dokter : AM Pradono Pro : Ny. Sri Heni Usia : Dewasa Jakarta, 26/08/13 R/ Glimepiride 3mg S1dd1 R/ Januvia 100 mg S1dd1 siang
No. XXX No. XX
Resep 6 Dokter : Ridwan Harianto Pro : Tn. Jamawi Usia : Dewasa Jakarta, 20/08/13 R/ Januvia 100 mg S1dd tab 1 (pagi) R/ Glucophage S1dd tab 1 (pagi)
No. XXX No. XXX
4.2 Pembahasan Kajian peresepan obat sitagliptin dilakukan dengan skrining resep pada bulan Agustus 2013. Resep yang mengandung sitagliptin (Januvia®) dibandingkan dengan jumlah lembar resep yang masuk pada bulan tersebut. Selanjutnya resep dianalisis kelengkapan administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Penilaian kerasionalan dilihat dari ada tidaknya masalah yang terkait dengan obat, seperti kombinasi dengan obat anti diabetes dari golongan yang berbeda maupun obat dengan indikasi berbeda dan interaksinya dengan obat lain. Sedangkan penilaian kelengkapan administrasi resep meliputi nama dokter, nomor SIP (Surat Izin Praktek) dokter, alamat dokter penulis resep, tanggal penulisan resep, paraf dokter, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, berat badan pasien, dan informasi lain yang diperlukan. Dari hasil pengkajian resep, sitagliptin (Januvia®) diresepkan sebagai pengobatan diabetes melitus tipe-2, dengan terapi tunggal sitagliptin maupun kombinasi dngan obat anti diabetik golongan lain seperti insulin, biguanid dan sulfonilurea. Terkadang dokter juga meresepkan obat-obatan dengan indikasi berbeda seperti obat-obatan antihipertensi ataupun obat-obatan dislipidemia. Hal ini berhubungan dengan komplikasi dari penyakit diabetes dalam waktu lama yang dapat menyebabkan gangguan vaskuler. Peresepan Januvia® bersama dengan obat antidiabetik golongan lain harus diperhatikan dengan baik, karena berpotensi terhadap terjadinya keadaan hipoglikemia yang dapat membahayakan pasien. Karena Januvia® dapat menyebabkan efek samping (pada sebagian kecil pasien) berupa sakit kepala, mual, nyeri perut, maka efek samping dari obat-obatan lain perlu diperhatikan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
11
agar tidak memperberat efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan Januvia® dan menutupi gejala dari hipoglikemia yang mungkin timbul. Januvia® hanya berinteraksi dengan digoksin, dan berdasarkan data resep yang diamati, tidak satupun dari resep yang mengandung Januvia® dan digoksin secara bersamaan, sehingga dapat dikatakan tidak ada interaksi antara Januvia® dengan obat-obatan lain dalam resep-resep tersebut. Peresepan Januvia® pada resep yang diskrining sebagian besar rasional. Ketidak rasionalan resep berupa dosis berlebih terdapat pada 9,52% resep. Sedangkan ketidak lengkapan penandaan, berupa waktu konsumsi obat (pagi, siang atau malam) dan keadaan lambung (sebelum atau sesudah makan) berturutturut sebanyak 33,33% dan 76,19% resep. Resep yang berisikan kombinasi Januvia® dengan obat antidiabetes golongan lain, obat antihipertensi dan obat dislipidemia berturut-turut adalah : 80,95%, 9,52% dan 38,09%. Pada resep 1, terdapat empat golongan obat antidiabetik. Dokter meresepkan kombinasi obat antidiabetes golongan α-glukosidase inhibitor (acarbose/Glucobay®), kombinasi golongan sulfonilurea-biguanid (glibenklamidmetformin/Glucovance®) dan golongan DPP-IV inhibitor (sitagliptin/Januvia®). Peresepan tersebut dinilai kurang rasional, karena berpotensi besar mengakibatkan hipoglikemia. Oleh karena itu, perlu dilakukan konsultasi dengan dokter yang memberikan resep untuk memastikan kebenaran resep. Bila resep tersebut benar dan dokter tidak berkenan untuk mengubah resep, maka perlu dilakukan monitoring kadar gula darah pasien untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemia. Kemungkinan kombinasi tersebut diresepkan oleh dokter karena kadar glukosa darah yang terlampau tinggi dan sulit diatur. Adapun saran yang dapat diberikan kepada pasien terkait dengan waktu konsumsi obat-obatan tersebut adalah Glucobay® sebaiknya dikonsumsi bersama makanan, Glucovance® dikonsumsi ±2 jam setelah makan, karena Glucobay® dapat menurunkan absorbsi metformin dalam Glucovance® sehingga efek metformin turun, sedangkan Januvia® dapat dikonsumsi ±1 jam sebelum makan. Resistensi insulin dapat menyebabkan meningkatnya kadar lipid darah (hiperlipidemia), sehingga atorvastatin (Lipitor®) perlu diresepkan untuk menanggulangi resiko kardiovaskuler yang mungkin timbul sebagai komplikasi dari penyakit diabetes (DiPiro. et. al., 2008). Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
12
Sedangkan allopurinol (Zyloric®) diresepkan untuk menanggulangi gejala artritis/gout yang diderita pasien. Pada resep 2, Januvia® (sitagliptin 100 mg) diresepkan bersama obat antidiabetik lain yaitu Glucophage® 850 (metformin 850 mg) dan Amaryl® M2 (kombinasi glimepirid 2 mg dengan metformin 500 mg). Peresepan obat antidiabetik oral dalam resep ini dinilai tidak rasional, karena dosis sitagliptin yang diresepkan (200 mg perhari) berlebih dari dosis yang direkomendasikan, yaitu 100 mg perhari. Hal ini dapat menjadi lebih berbahaya bila ternyata pasien memiliki gejala insufisiensi renal, dimana perlu penyesuaian (penurunan) dosis sitagliptin menjadi kurang dari 100 mg perhari (DiPiro. et. al., 2008). Perlu diperhatikan pula dosis metformin yang diresepkan, yaitu mencapai 2.200 mg perhari, sedangkan dosis maksimal metformin dalam sehari adalah 3.000 mg. Walaupun dosis metformin belum mencapai dosis maksimal, akan tetapi perlu di monitor dengan baik, mengingat kombinasinya dengan obat antidiabetik golongan lain (sitagliptin dan glimepirid) yang berpotensi mengakibatkan hipoglikemia. Untuk resep ini, perlu dikonsultasikan kembali dengan dokter pemberi resep untuk menurunkan dosis sitagliptin dan memastikan dosis metformin yang diresepkan. Clindamycin diresepkan sebagai antibiotik, kemungkinan pasien mengalami luka yang berpotensi menjadi infeksi, karena kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan kemudahan atau memperburuk infeksi (Perkeni, 2011). Nonflamin® (Tinoridine HCl) merupakan obat anti inflamasi non steroid dengan indikasi sebagai antiradang dan analgesik terhadap luka yang diderita pasien. Sedangkan Betadin® zalf (Povidone Iodine 10%, sebagai desinfektan), kasa steril dan plester digunakan untuk merawat luka pasien dari luar. Pada resep 3, Januvia® diresepkan sebagai pengobatan tunggal. Hal ini kemungkinan karena kadar gula darah yang tidak terlalu tinggi dan diharapkan masih dapat dikontrol menggunakan monoterapi sitagliptin beserta terapi nonfarmakologi (pengaturan pola makan dan olahraga). Karena sitagliptin dapat dikonsumsi dalam kondisi perut kosong maupun penuh, maka tidak jadi masalah jika konsumsi obat tersebut sebelum atau sesudah makan. Peresepan tersebut dinilai rasional, karena berdasarkan literatur, dosis rekomendasi dari sitagliptin adalah 100 mg sehari pada pasien tanpa insufisiensi renal (DiPiro. et. al., 2008). Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
13
Pada resep 4, sitagliptin diresepkan bersama insulin aspart, yang merupakan insulin dengan aksi cepat dengan onset 15-30 menit dan durasi berkisar 3-5 jam. Peresepan tersebut dinilai cukup rasional, karena pada pagi hari konsentrasi glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe-2 menjadi sangat tinggi karena produksi glukosa endogen dihati yang terus berlangsung selama tidur malam. Konsentrasi glukosa darah tersebut diturunkan oleh injeksi insulin pada pagi hari, sedangkan di siang hari dimana efek dari insulin pagi hari hilang/turun, di gunakan sitagliptin untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Sitagliptin mempunyai durasi kerja selama 24 jam (DiPiro. et. al., 2008), sehingga konsumsi sitagliptin sekali sehari cukup untuk mengendalikan kadar gula darah. Pada resep 5, sitagliptin dikombinasikan dengan glimepirid yang mempunyai mekanisme kerja meningkatkan sekresi insulin dari sel beta pulau langerhans. Meskipun kombinasi kedua obat cukup rasional dan mempunyai efek akhir menurunkan kadar glukosa darah, namun kombinasi dari keduanya dinilai kurang efektif, karena tingginya kadar insulin yang dihasilkan sebagai efek dari kerja glimepirid tidak akan ada artinya bila terdapat resistensi terhadap insulin. Sehingga akan lebih tepat bila glimepirid dikombinasikan dengan obat golongan biguanid (metformin) yang mempunyai mekanisme kerja meningkatkan sensitifitas terhadap insulin. Pada resep 6, sitagliptin dikombinasikan dengan meformin (Glucophage®). Peresepan ini dinilai rasional karena kombinasi kedua obat merupakan kombinasi yang disarankan bila monoterapi sitagliptin dengan pengaturan makan dan olahraga tidak memberikan efek yang adekuat dalam pengendalikan kadar glukosa darah (Merck Sharp & Dohme Corp, 2010). Pengobatan yang rasional ditandai dengan tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat interval waktu dan lama pemberian obat. Pengobatan yang tidak rasional akan berdampak pada morbiditas dan atau mortalitas pasien, tingginya biaya pengobatan serta terjadinya efek samping yang tidak diharapkan. Untuk memperoleh pengobatan yang rasional, diperlukan pengkajian resep dan konsultasi dengan dokter yang meresepkan bila diperkirakan terdapat kejanggalan pada resep. Pengkajian resep tersebut menjadi tugas apoteker, sehingga pasien dapat memperoleh pengobatan yang efektif, aman dan bermutu. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengkajian resep yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : a. Pada bulan Agustus 2013, diketahui sebanyak 17.147 lembar resep diterima Apotek Rini. Dari 17.147 resep tersebut, terdapat 21 lembar resep yang mengandung sitagliptin (Januvia®). Bila dibuat persentase, hanya 0,122% dari seluruh resep yang masuk ke Apotek Rini pada bulan Agustus 2013 yang mengandung sitagliptin. b. Sitagliptin merupakan obat antidiabetik oral golongan DPP-IV inhibitor. Sitagliptin di indikasikan sebagai terapi pada penderita diabetes tipe-2, baik digunakan secara tunggal (monoterapi) ataupun dengan kombinasi dengan obat antidiabetes golongan lain (α-glukosidase inhibitor, sulfonilurea, biguanid dan thiazolidindion). Kondisi hiperglikemia yang berlangsung
lama
pada
pasien
diabetes
melitus
tipe-2
dapat
mengakibatkan berbagai komplikasi penyakit, seperti hiperlipidemia, rethinopathy, kerusakan syaraf, gagal ginjal dan gangguan pembuluh darah. Oleh karena itu, maka sitagliptin seringkali dikombinasikan bersama obat-obatan untuk menanggulangi komplikasi tersebut, seperti obat antilipidemia, obat antihipertensi dan obat pengencer darah. c. Dari 21 lembar resep yang mengandung sitagliptin pada bulan Agustus 2013 terdapat 9,52% resep yang tidak rasional. Ketidak rasionalan resep tersebut disebabkan karena dosis yang berlebih. Sedangkan ketidak lengkapan penandaan, berupa waktu konsumsi obat terkait dengan keadaan lambung (sebelum atau sesudah makan) adalah sebanyak 76,19% resep. Untuk masalah interaksi sitagliptin dengan obat lainnya dalam resep adalah tidak ada interaksi (0%).
14
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
15
5.2 Saran a. Perlu ditingkatkan komunikasi yang baik antara dokter dengan apoteker mengenai pemilihan jenis terapi yang tepat, efektif, dan aman untuk pasien. b. Selain pelayanan informasi obat, perlu dilakukan konseling kepada pasien. Hal ini bertujuan untuk memastikan pasien patuh terhadap regimen pengobatan, sehingga komplikasi penyakit dapat dihindari.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN Aru W. Sudoyo ed. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2002). Farmakologi dan Terapi edisi IV. Jakarta : Gaya Baru, 471. DiPiro, J.T., et al. (2008). Pharmacotherapy: A Patophysiologic Approach. (7th ed.). New York : McGraw-Hill, 1205-1237. Merck Sharp & Dohme Corp. (2010). Medication Guide Januvia®. USA : Merck & Co. Inc. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe-2 di Indonesia. Perkeni : Jakarta, 2128, 55-61. Raz, I. (2006, Sep 26). Efficacy and Safety of the Dipeptidyl Peptidase-4 Inhibitor Sitagliptin as Monotherapy in Patients with Type-2 Diabetes Mellitus. Diabetologia, 2564-71. November, 2006. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17001471 Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja. (2007). Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek sampingnya edisi VI. Jakarta : Elex Media Komputindo, 749. The Medical Letter on Drugs and Therapeutics : Adverse Drug Interaction Program (version 1.7). (2005). New Rochelle : The Medical Letter. February, 2005. Software Toolworks.
16
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
17
Lampiran 1. Jumlah Peresepan Obat Sitagliptin pada Bulan Agustus 2013 di Apotek Rini Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Total
Jumlah obat Januvia® (lembar resep)
Jumlah resep/hari
Persentase (%)
1 0 0 1 3 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 3 2 1 1
714 664 645 511 633 661 499 242 338 394 325 605 698 619 623 654 450 374 655 638 619 611 557 572 370 556 653 569 647 553 498
0,140 0,000 0,000 0,196 0,474 0,151 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,161 0,000 0,444 0,000 0,153 0,157 0,162 0,000 0,000 0,000 0,000 0,180 0,153 0,527 0,309 0,181 0,201
21
17147
0,122
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014
18
Lampiran 2. Persentase Jenis-jenis Masalah Terkait Obat dalam Peresepan Obat Sitagliptin pada Bulan Agustus 2013 di Apotek Rini
Jenis Dosis berlebih Interaksi obat Ketidak lengkapan penandaan Jumlah
Jumlah resep (lembar) 2 0 16 18
Persentase (%) 9,52 0,00 76,19 85,71
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Erlimas Lucky, FFar UI, 2014