BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Teori-teori Dasar/Umum 2.1.1 Pendekatan Teknik Informasi 2.1.1.1
Pengertian Teknologi Informasi Menurut Turban (2009, p6), teknologi informasi adalah hubungan antara alat berbasis komputer yang digunakan manusia untuk bekerja dengan informasi dan untuk mendukung informasi dan memproses informasi yang dibutuhkan organisasi. Menurut O'Brien (2005, p704), teknologi informasi adalah hardware, software, telekomunikasi, manajemen database, dan teknologi pemrosesan informasi lainnya yang digunakan dalam sistem informasi berbasis komputer. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
teknologi
informasi
adalah
hubungan
antara
hardware, software, jaringan, database dan teknologi pengolahan
informasi lainnya
memproses dan
yang
digunakan
untuk
mendukung informasi yang dibutuhkan
organisasi.
2.1.1.2
Investasi Teknologi Informasi Menurut Fitzpatrick (2005, p28) suatu investasi teknologi informasi terdiri dari total biaya seluruh proyek atau sebagian proyek yang melibatkan teknologi informasi termasuk biaya operasional pasca proyek dari sistem yang telah diimplementasikan.
9
10
2.1.2 Pendekatan Manajemen 2.1.2.1
Pengertian Manajemen Menurut G.R.Terr (2005, p2), manajemen adalah suatu proses atau kerangka keija, yang melibatkan
bimbingan
atau
arahan
suatu
kelompok orang- orang kea rah tujuan- tujuan organisasional atau maksud- maksud yang nyata. Menurut
Mary
manajemen
Parker
adalah
Follet suatu
(2005, seni
p2) untuk
melaksanakan suatu pekerjaan melalui orang lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu
senin
yang
pengorganisasian,
terdiri
dari
perencanaan,
kepemimpinan
dan
pengendalian untuk mengarahkan orang - orang pada satu tujuan yang sama.
2.1.2.2
Definisi Strategi Pengertian strategi menurut Rangkuti (2001, p3) adalah alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumber daya. Menurut David (2009, p18) strategi adalah sarana bersama dengan tujuan jangka panjang yang hendak di capai. Strategi bisnis mencakup ekspansi geografis, difersifikasi , akuisisi, pengembangan produk, penetrasi pasar, pengetatan, divestasi, likuidasi, dan usaha patungan atau joint venture. Menurut Wheelen dan Hunger (2008, p 14), strategi adalah suatu rencana yang luas yang menguraikan bagaimana suatu perusahaan akan mencapai misi dan sasaramiya.
11
Jadi dapat disimpulkan bahwa Strategi adalah suatu konsep yang digunakan untuk mencapai tujuan bisnis.
2.2
Analisis SWOT 2.2.1 Definisi SWOT Menurut
Rangkuti
(2004,
p.18)
Analisis
SWOT
adalah
indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Stengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi saat ini. Dan hal ini disebut Analisis Situasi. Model yang paling popular untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT.
2.2.2 Cara Membuat Analisis SWOT Penelitian
menunjukkan
bahwa
kinerja
perusahaan
dapat
ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari Internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threats) dengan faktor internal Kekuatan (Strengths) dan Kelemahan (Weaknesses).
12
Gambar 2.1 Analisis SWOT Sumber : Rangkuti (2006),p19
Kuadran 1 : Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growing oriented strategy). Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan
untuk
panjang
dengan
memanfaatkan cara
peluang
strategi
jangka
diversifikasi
(produk/pasar). Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Kondisi bisnis pada kuadran 3 ini mirip dengan Question Mark pada BCG matriks.
Fokus
strategi
perusahaan
iniadalah
meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
Misalnya,
Apple
menggunakan
strategi
13
peninjauan kembali teknologi yang dipergunakan dengan cara menawarkan produk-produk baru dalam industri microcomputer. Kuadran 4 : Ini
merupakan
situasi
yang
sangat
tidak
menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
2.2.3 Matriks Faktor Strategi Eksternal Matriks faktor strategi ekternal menurut Rangkuti (2004, p.22), tahap pengembangan EFAS Matrix adalah sebagai berikut : 1. Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman). 2. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis. 3.
Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh. Faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating +1).
Pemberian nilai ancaman adalah kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancamannya sangat besar, Ratingnya adalah 1. sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4. 1. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).
14
2. Jumlahkan
skor
pembobotan
(pada
kolom
4),
untuk
memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan.
Nilai
total
menunjukkan
bagaimana
perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya.
Total skor ini
dapat
digunakan
untuk
membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama. Jika analisis faktor-faktor strategis eksternal (peluang dan ancaman) telah selesai,maka faktor-faktor strategis internal (kekuatan dan kelemahan) juga harus dianalisis dengan cara yang sama. Jadi sebelum strategi diterapkan, perencanaan strategi harus menganalisis lingkungan eksternal untuk mengetahui berbagai kemungkinan peluang dan ancaman. Masalah strategis yang akan dimonitor harus ditentukan karena masalah ini dapat mempengaruhi perusahaaan di masa yang akan datang. Untuk itu, penggunaan metode-metode kuantitatif sangat dianjurkan untuk membuat peramalan (forecasting) dan asumsi, seperti ekstrapolasi, brainstorming, stastitical modelling, riset dan operasi,dan sebagainya.
2.2.4 Matriks Faktor Strategi Internal Setelah
faktor-faktor
strategi
internal
suatu
perusahaan
diidentifikasi, suatu tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk merumuskan factor-faktor strategis internal tersebut dalam kerangka Strength and Weakness perusahaan. Menurut Rangkuti (2004, p24), analisis IFAS dikembangkan dalam lima tahap yaitu : 1. Tentukan
faktor-faktor
yang
menjadi
kekuatan
serta
kelemahan perusahaan dalam kolom 1. 2. Beri bobot masing-masing faktor tersebut dalam skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi
15
strategis perusahaan. (Semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00) . 3. Hitung rating (dala kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut dalam kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan ratarata industri atau dengan pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif kebalikannya. Contohnya, jika kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan dengan rata-rata industri, nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan dibawah rata-rata industri, nilainya adalah 4. 4. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4 hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor). 5. Jumlahkan
skor
pembobotan
(pada
kolom
4),
untuk
memperoleh total skor pada perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya. Skor total ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama. Setelah analisis faktor-faktor strategis eksternal (peluang dan ancaman) diselesaikan, maka faktor-faktor strategis internal (kekuatan dan kelemahan) juga harus dianalisis dengan cara yang sama. Keunggulan perusahaan yang tidak dimiliki oleh perusahaan pesaing (distinctive competencies) harus diintegrasikan kedalam budaya organisasi sedemikian rupa sehingga perusahaan lain tidak mudah menirunya. Selanjutnya, sebelum suatu perencanaan strategis dikembangkan, manajemen puncak perlu menganalisis hubungan
16
antara fungsi-fungsi manajemen perusahaan dengan mempelajari struktur perusahaan (coorporate’s structure), budaya perusahaan (coorporate’s culture), dan sumber daya perusahaan (coorporate’s resources). •
Struktur perusahaan Pada umumnya dapat diketahui dari stuktur organisasi perusahaan.
Desain
struktur
perusahaaan
tersebut
menggambarkan kelebihan maupun kekurangan serta potensi yang dimiliki. Struktur organisasi ini merupakan kekuatan internal perusahaan yang bersangkutan. •
Budaya perusahaan Budaya perusahaan merupakan kumpulan nilai, harapan serta kebiasaan masing-masing orang yang ada di perusahaan tersebut, yang pada umumnya tetap dipertahankan dari satu generasi ke generasi berikutnya
•
Sumber daya perusahaan Sumber daya perusahaan dalam hal ini tidak hanya berupa aset, seperti orang,uang, dan fasilitas, tetapi juga berupa konsep serta prosedur teknis yang biasa dipergunakan di perusahaan. Dengan demikian, analisis strategi internal dapat lebih dikenali berdasarkan kekuatan dan kelemahan sumber daya secara fungsional (pemasaran, keuangan, operasional, penelitian dan pengembangan, sumber daya manusia, sistem informasi).
2.2.5 Matriks SWOT Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategi perusahaan adalah Matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini menghasilkan 4 set kemungkinan alternatif strategis, yaitu :
17
1. Strategi SO Strategi ini dibuat berdasrkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. 2. Strategi ST Ini adalah strategi dalam menggunakan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. 3. Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. 4. Strategi WT Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada.
Tabel 2.1 Matriks SWOT Sumber : Rangkuti (2006),p31
18
2.3
Teori – Teori Khusus 2.3.1 Pengertian Information Economics Menurut Parker (1988:91), Information Economics digunakan untuk menganalisis biaya dan manfaat, menguantifikasi biaya proyek teknologi informasi yang hasilnya diharapkan dapat memberikan manfaat kepada perusahaan. Dasar Information Economic adalah nilai (value) yang dapat dikatakan sebagai suatu ukuran dan biaya (cost) yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dikaitkan dengan kemajuan bisnis perusahaan. Lima teknik justifikasi finansial yang digunakan untuk mengukur dan menilai kekuatan aplikasi teknologi informasi, yaitu analisis biaya manfaat, value linking, value acceleration, value restructuring, dan innovation valuation.
2.3.2 Pengertian New Information Economics Menurut Benson (2004, p99), pengertian New Information Economics dapat didefinisikan sebagai seperangkat dasar praktek yang terkoordinasi pada prinsip-prinsip dan kegiatan terpadu yang efektif. Praktek ini menghubungkan bisnis dan IT dengan pengelolaan, serta menghubungkan strategi bisnis perusahaan untuk aktivitas IT. NIE (New Information Economics) juga merupakan suatu pandangan lengkap dari hubungan yang dibutuhkan antara unit bisnis dan IT. Berdasarkan pada prinsip utama bahwa perusahaan perlu mengusahakan semua kegiatan dan sumber daya yang didukung oleh strategi perusahaan. Dalam hal ini memerlukan satu set konsisten yang terintegrasi yaitu praktek untuk perencanaan, inovasi, memprioritaskan, menyelaraskan dan mengalokasikan sumber daya.
2.3.3 Praktek New Information Economics Praktek New Information Economics ini adalah rangkaian dari lima praktek yaitu praktek untuk pasokan perencanaan, inovasi, prioritas, kinerja penyelarasan, dan pengukuran. Kelima praktek ini sebagai satu
19
set alat untuk mendukung IT dan pengelolaan bisnis perusahaan dalam menentukan arah strategi bisnis yang jelas. Praktek-praktek New Information Economics tersebut antara lain: 1.
Strategic Demand/Supply Planning Menurut Benson et al. (2004, p9), praktek ini menterjemahkan arahan strategi bisnis perusahaan ke dalam tahapan yang memberikan arahan yang jelas bagi IT tentang apa yang ingin dicapai oleh perusahaan. Manajer bisnis melakukan pencapaian kesepakatan dengan manajer IT untuk mendirikan suatu alat bantu bisnis yang dapat dilihan melalui arahan strategis manajemen, dan menterjemahkannya ke dalam strategi agenda IT requirement yang dibutuhkan perusahaan.
Gambar 2.2 Practices in The Value Chain Sumber : Benson (2004),p9
Menurut
Benson
et
al.
(2004,
p173),
proses
perencanaan yang ideal dibagi menjadi 2 elemen berikut ini: •
Input
20
1. Arahan strategi bisnis (Business Strategic Intention). 2. Portfolio dan manajemen strategi agenda. 3. Pengukuran kinerja manajemen. •
Output 1. Agenda strategi IT (Strategic IT Agenda). 2. Strategi perencanaan IT (Strategic IT Plan). 3.
Kebutuhan
strategi
IT
(Strategic
IT
Requirements)
Gambar 2.3 Planning Inputs And Outputs in The Value Chain Sumber : Benson (2004),p95
Tujuan dari praktek ini adalah sebagai perencanaan IT secara eksplisit IT didorong oleh strategi bisnis dan kebutuhan bisnis. Supply Planning ditujukan untuk fokus pada hal-hal teknologi bukan hanya dari masalah bisnis strategi saja. Perencanaan IT yang tidak memperhatikan arah strategi bisnis berarti IT tersebut tidak merespon suatu unit IT bisnis yang satu dengan lainnya.
21
2.
Innovation Tujuannya adalah sebagai penerjemahan efektif IT baru yang diprediksi menjadi peluang dan keunggulan kompetitif hasil bottom-line. IT memiliki peran penting dan bertanggung jawab untuk membawa peluang yang inovatif ke dalam proses bisnis dan dapat membentuk produk baru, jasa, dan proses. Dalam hal ini peran IT termasuk menanggapi kebutuhan saat ini dan mempengaruhi kebutuhan masa depan. Tanpa upaya pengembangan inovasi baru, maka IT hanya mendukung kebutuhan bisnis operasional.
3.
Prioritization Tujuannya sebagai prioritas pertama dalam pengeluaran yang ditentukan oleh strategi bisnis. Tetapi dalam hal ini praktek New Information Economics tidak hanya ditentukan oleh prioritas strategi bisnis, selain itu juga dapat menghasilkan investasi baru yang bukan ditentukan oleh strategi bisnis tetapi oleh kebutuhan taktis. Semua proyek dan inisiatif diprioritaskan berdasarkan bisnis yang diharapkan perusahaan terlebih dahulu. Semua elemen dari portfolio akan dilihat kembali sehingga menghasilkan prioritas dalam menentukan agenda strategis IT, yang kemudian akan mendorong investasi tahunan IT. Penggunaan agenda IT strategi
bisnis
dimaksudkan
perusahaan
dapat
mengembangkan proyek-proyek yang akan dihasilkan. Menurut Benson et al (2004, p142), Prioritization yaitu teknik menganalisa dampak bisnis pada inisiatif Teknologi Informasi dan memprioritaskannya berdasarkan arahan strategi (strategic intention). Teknik ini dilakukan untuk mengetahui
manfaat
dari
setiap
proyek
yang
akan
dikembangkan oleh perusahaan. Menurut Benson et al (2004, p147), Penilaian resiko menerapkan tujuh kriteria resiko yaitu resiko proyek atau organisasi,
ketidakpastian
pendefinisian,
ketidakpastian
teknis, resiko infrastruktur sistem informasi, resiko teknis,
22
resiko investasi, dan resiko manajemen proyek. Dalam penilaian resiko yang dilakukan, terdapat prinsip “nilai yang tinggi berarti resikonya rendah dan menghasilkan potensi kesuksesan yang lebih besar” (a higher number means lower risk, greater potential for success). Prinsip ini berarti bahwa pembobotan resiko yang dilakukan oleh setiap pihak yang terkait memberi arti bahwa bobot yang diberi nilai lebih tinggi akan menghasilkan tingkat pengembalian (return) yang lebih tinggi juga, demikian sebaliknya. 4.
Alignment Tujuannya sebagai dasar penyelarasan lights-on yang sebenarnya sehingga memenuhi persyaratan strategi dan operasional. Menilai dampak pada bisnis dan menentukan manakah yang perlu mendapatkan sumber daya dan menganggap semua TI yang beroperasi saat ini adalah yang terpenting dalam bisnis perusahaan. Pada praktek ini juga menentukan dana dalam pengembangan TI baru. Hasilnya adalah bahwa infrastruktur, dukungan, dan operasi belanja dapat menyelaraskan dengan strategi bisnis saat ini
5.
Performance Measurement Tujuannya untuk melacak dan mengukur kinerja investasi TI dalam bisnis. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menentukan apakah strategi dan tujuan operasional terpenuhi, dan apakah sumber daya IT melakukan pekerjaan secara baik. Mengukur kinerja IT berdasarkan hubungan dengan bisnis dengan cara menggabungkan pengukuran kinerja operasional bisnis dan kebutuhan taktis. Hal ini membantu menentukan apa saja yang perlu diukur dan bagaimana cara mengelola TI. Tanpa pengukuran kinerja, tidak ada cara untuk memastikan bahwa sumber daya yang dilakukan dapat tercapai atau tidak. Menurut Gautama So dan Saputri (2010, p189), Selain lima teknik utama, NIE juga didukung dengan 3 teknik
23
pendukung,
yaitu:
pertama,
IT
Impact
Management.
Pengelolaan IT Impact terkait dengan salah satu bagian pengelolaan budaya perusahaan dan menawarkan suatu kerangka kerja yang menyatakan hal-hal yang penting bagi perusahaan. Kedua, portfolio management. Pengelolaan portfolio memberikan pertimbangan mengenai seluruh pengeluaran teknologi informasi, menyediakan kerangka kerja untuk menentukan prioritas dan keputusan investasi manajemen. Ketiga, Culture management. Manajemen budaya memungkinkan perusahaan melakukan perubahan yang diperlukan atas budaya yang sedang berjalan agar dapat menghilangkan hambatan saat proses perubahan terjadi.
2.3.4 Right Results and Right Decisions Menurut Benson (2004, p1), sebuah perusahaan seharusnya hanya menghabiskan uang pada IT yang secara langsung mendukung strategi bisnis secara efektif dan tidak boleh menghabiskan uang untuk IT yang tidak jelas. tim manajemen dapat mengontrol anggaran investasi IT dan pada saat yang bersamaan dapat meningkatkan dampak bottom-line secara konsisten. Ada dua cara untuk melakukan hal tersebut antara lain: 1.
Right
Results:
“Hasil
yang
benar”
berarti
dapat
mengendalikan biaya IT dan meningkatkan dampak bottomline. 2.
Right
Decisions:
“Keputusan
yang
tepat”
berarti
mengarahkan pada tindakan manajemen yang dibutuhkan untuk menghasilkan hasil yang tepat. Dalam kedua cara tersebut mengakibatkan keputusan yang dapat meningkatkan dampak bottom-line seperti: 1.
Menciptakan alternatif-alternatif investasi yang lebih baik atau memilih
ide-ide untuk proyek pembangunan
selanjutnya. 2.
Memilih investasi dan proyek yang tepat dari alternatif.
24
3.
Menghilangkan kinerja dan masalah yang buruk dalam sumber daya IT saat melakukan investasi.
4.
Melaksanakan dan menindaklanjuti investasi dan kinerja perbaikan yang tepat.
Menurut Benson et al. (2004,p4), untuk mencapai dampak bottomline bagi perusahaan, ada tiga tujuan yang dihasilkan oleh perusahaan yaitu: 1.
Tujuan pengurangan biaya (A reduced cost objective) Dengan mengaplikasikan praktek manajemen dalam perusahaan dapat bertujuan untuk mengurangi biaya IT dan mempertahankan kontribusi yang dibuat IT bagi bottom-line perusahaan. Kinerja IT tetap berfungsi dari sebelumnya, hanya biaya yang berkurang.
2.
Tujuan “sweet spot” (A sweet spot objective) Tujuan “sweet spot” untuk menggabungkan antara pengurangan biaya dengan dampak bottonm-line yang lebih baik. IT dapat ,mengurangi biaya dan meningkatkan kinerja sehingga menghasilkan dampak bottom-line.
3.
Tujuan menstabilkan biaya (A stable cost objective) Tujuannya untuk mengontrol biaya perusahaan yang digunakan IT. Teknologi informasi dapat meningkatkan dukungan pada bisnis dan dampak bottom-line perusahaan. Diharapkan dengan adanya kestabilan biaya perusahaan dapat mengalami perkembangan.
25
Gambar 2.4 Kemungkinan Hasil Untuk Perusahaan Sumber : Benson (2004),p5
Right
results
bertujuan
untuk
mengontrol
biaya
IT
dan
meningkatkan dampak bottom-line. Sebagai proyek baru memungkinkan bisnis untuk meningkatkan produk-produknya, pelayanan, dan kualitas yang secara bersamaan dapat mengurangi biaya operasi dan dampak yang lebih tinggi pada bottom-line perusahaan. Sebaiknya untuk pihak manajemen berfokus pada pengendalian biaya operasional yang sedang berlangsung dan melakukan perhitungan pada
biaya
secara
keseluruhan.
Kombinasi
ini
memungkinkan
perusahaan meningkatkan bottom-line dengan cara menurunkan biaya operasional IT dan menyeimbangkan investasi IT baru.
26
Gambar 2.5 IT Improvement Zone Sumber : Benson (2004),p2
2.3.5 Strategy To Bottom-Line Value Chain Strategi yang dibutuhkan untuk mengendalikan biaya IT dan menghasilkan nilai lebih tinggi pada dampak bottom-line adalah memerlukan proses perencanaan yang efektif, keputusan sumber daya yang tepat, dan anggaran dan rencana yang dapat dikerjakan. Tentunya juga melakukan strategi tersebut secara bersama dan konsisten. Tetapi perusahaan yang sudah melakukan hal ini mengatakan bahwa untuk meningkatkan kinerja bottom-line dari suatu company memerlukan waktu yang cukup lama bertahun-tahun dalam menetapkan anggaran untuk operasi yang sedang berlangsung dan berinvestasi dalam inisiatif proyekproyek. Proyek-proyek
tersebut
diharapkan
dapat
mengubah
atau
menambah nilai bisnis. Perusahaan kemudian mengharapkan bahwa anggaran investasi baru akan mendukung kinerja bottom-line dari tahun sebelumnya. Masalah praktisnya adalah bahwa sebagian besar perusahaan melakukan perencanaan, prioritas, sumber daya keputusan, anggaran, pengukuran kinerja, dan sebagainya tidak secara tepat. Setiap praktek NIE menciptakan hasil yang membantu perusahaan lebih baik yang menghubungkan investasi IT untuk strategi bisnisnya.
27
Cara
menerapkan
strategi
bottom-line
adalah
dengan
mengkoordinasikan dan menghubungkan perencanaan, prioritas, sumber daya keputusan, anggaran, pengukuran kinerja menggunakan praktek NIE. Value chain merupakan suatu pandangan bahwa proses manajemen dalam suatu perusahaan perlu bekerja. Ada lebih banyak dari sekedar mendapatkan proses manajemen yang tepat. Secara khusus, budaya manajemen yang ada di perusahaan menentukan apakah kepemimpinan perusahaan dapat memainkan peran tanpa peran manajemen. Tentunya tidak karena peran manajemen dapat memberikan penerapan konsep dan prinsip pengambilan hak keputusan yang tepat Tujuan proses manajemen adalah untuk mengendalikan internal suatu bisnis yang meliputi pemanfaatan manusia, dokumen, teknologi, dan prosedur oleh akuntansi manajemen untuk memecahkan masalah bisnis seperti biaya produk, layanan, atau suatu strategi bisnis.
Gambar 2.6 Strategic To Bottom-line Value Chain Sumber : Benson (2004),p95
28
2.3.6 Dampak Bottom-line Berdasarkan Sebab dan Akibat Kunci untuk menilai dampak bottom-line adalah menentukan sebab dan akibat karena investasi IT adalah salah satu langkah untuk mencari dampak bottom-line pada perusahaan. Sebab-akibatnya adalah berada di antara pengeluaran IT apakah setara dengan dampak bottom-line perusahaan. Misalnya dalam pengerjaan proyek A, maka kita melakukan investasi IT baru dan membuat perubahan baru dalam pengembangan proyek, sehingga inti permasalahannya adalah investasi IT yang sedang berlangsung menghasilkan dampak yang tepat atau tidak. Dampak bottom-line tergantung pada perilaku tim manajemen dan masing-masing unit bisnis individu. Peran manager dalam menentukan arah strategi dan pengambilan keputusan
menginvestasi
IT
dengan
tepat
sangatlah
penting.
menginvestasi IT dapat diartikan membeli infrastruktur, membangun sistem IT, atau pembelian Software. Sebab dan akibat pada dampak bottom-line tergantung juga pada tindakan manajemen di masa depan. Yang penting adalah apa yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam melakukan investasi IT baru atau dengan adanya pencarian sumber daya IT baru tepat.
Gambar 2.7 Cause-and Effect To The Bottom Line Sumber : Benson (2004),p36
29
2.3.7 IT Portfolio Management in Prioritization Menurut Benson et al (2004, p51), Prioritas bekerja pada masingmasing bagian yang ada di portfolio. Dalam membuat portfolio harus memperhatikan proyek yang berprioritas tinggi dan yang perlu diinvestasikan. Menurut Hudiarto dkk. (2008, p89), Portfolio merupakan kumpulan dari sumber daya. Portfolio manajemen yang diaplikasikan dalam praktek NIE merupakan alat (tool) yang digunakan untuk perencanaan dan pegambilan keputusan mengenai investasi dan sumber daya SI/TI. Pengembangan aplikasi proyek merupakan pengembangan strategis yang baru, sedangkan proyek lain hanya meningkatkan kemampuan aplikasi yang ada, serta untuk pemeliharaan dan dukungan aplikasi yang ada. Proyek-proyek besar biasanya dihasilkan dari perencanaan dan harus terhubung ke strategi bisnis. Proyek pemeliharaan biasanya sangat kecil dan bukan hasil dari perencanaan melainkan tanggapan terhadap kebutuhan yang muncul sebagai aplikasi. Dalam konteks prioritas, perbedaan-perbedaan ini menyebabkan masalah jika kita berusaha untuk menerapkan aturan yang sama dan proses.
Gambar 2.8 Early Portfolio Management in Information Economics – Separate Pools of Application Development Sumber : Benson (2004),p51
30
Praktek masalah pengembangan aplikasi bagi banyak perusahaan adalah bahwa biaya yang dihabiskan untuk perawatan proyek jauh lebih besar daripada biaya pengembangan proyek dan sering tidak mudah diprioritaskan
oleh
dampak
bisnis.
Sedangkan
proyek-proyek
pembangunan dapat diprioritaskan secara efektif dengan melihat strategis perusahaan. Untuk mengelola portfolio perlu memutuskan pada ukuran masing-masing bagian. (misalnya, dalam pengeluaran biaya investasi atau
dalam
perhitungan
pengembangan
staff),
dan
kemudian
memprioritaskan proyek-proyek dalam setiap bagian portfolio. Untuk setiap portfolio, aturan yang sama ditetapkan dalam suatu prioritas (Misalnya, penilaian risiko, faktor keputusan, dan teknik penilaian) yang diterapkan kepada semua bagian portfolio. Dengan menggunakan portfolio terpisah memungkinkan untuk memprioritaskan dan mengalokasikan sumber daya secara terpisah. Demikian pula, perusahaan dapat menemukan kesulitan untuk memprioritaskan TI proyek infrastruktur bersama-sama dengan proyek-proyek bisnis strategis. Demikian pula, pencampuran back-office aplikasi dengan frontoffice strategis aplikasi dapat mengganggu dalam perencanaan dan prioritas. Portfolio manajemen menawarkan cara untuk memprioritaskan aplikasi ini dalam dua portfolio yang terpisah.
31
Gambar 2.9 Portfolio Lights-on Sumber : Benson (2004),p59
2.3.8 Portfolios in NIE Practies Portfolio merupakan dasar untuk praktek NIE dengan cara mengkategorikan sumber daya TI sehingga manajemen dapat melihat gambaran menyeluruh dari semua sumber daya yang difokuskan di bagian tertentu dari TI. Bagian TI tersebut terdiri dari proyek-proyek pembangunan/peningkatan yang berlangsung dari biaya lights-on. Biaya lights-on
tersebut ditempatkan untuk pembangunan atau
peningkatan proyek dalam satu portfolio, dan kemudian dapat mengklasifikasikan item baris individu dalam keseluruhan biaya lights-on tersebut mencakup biaya dasar aplikasi, infrastruktur, layanan, dan manajemen. Tujuan portfolio adalah untuk menerjemahkan bisnis perusahaan strategi dan tujuan ke TI tindakan yang tepat untuk menghasilkan dampak bottom-line yang benar. Hal ini dilakukan dengan perencanaan
32
yang efektif, keputusan sumber daya yang tepat, dan diterapkan rencana anggaran operasional. Alat manajemen portfolio dilaksanakan melalui praktek NIE. Peningkatan lights-on portfolio didukung dengan praktek dalam NIE yaitu inovasi, prioritas, penyelarasan, dan pengukuran kinerja praktek dengan informasi yang konsisten dan lengkap tentang sumber daya TI. Informasi TI termasuk spesifik seperti berapa banyak aplikasi yang ada, aplikasi yang digunakan, kualitas dan tingkat layanan, dan informasi mengenai dampak bisnis.
Gambar 2.10 Portfolio in NIE Practices Sumber : Benson (2004),p53
Setiap praktek NIE membuat ekstensif menggunakan informasi portfolio. Misalnya, praktek perencanaan menggunakan penilaian kualitas pelayanan dan dampak bottom-line dari portfolio aplikasi lightson untuk mengembangkan TI rencana yang strategis. Manajemen portfolio juga perlu dilakukan untuk menghubungkan hasil praktek NIE dengan perencanaan dan penganggaran tahunan proses perusahaan. Informasi portfolio memungkinkan manajemen untuk melakukan :
33
•
Prioritaskan investasi baru.
•
Memahami alokasi sumber daya investasi baru dan lights-on.
•
Memahami alokasi sumber daya investasi baru dan lights-on berkelanjutan.
•
Menetapkan target untuk sumber daya di anggaran, dari segi kualitas pelayanan dan dari segi biaya dan pengurangan biaya.
•
Mengevaluasi kinerja unsur portfolio.
•
Menghilangkan lights-on portfolio berkualitas rendah atau berkinerja buruk.
•
Menetapkan strategi untuk pembaruan lights-on pada elemen portfolio.
2.3.9 Four IT portfolio concepts Menurut Benson et al. (2004,p56), Empat konsep menggambarkan penerapan portfolio TI: (1) manajemen portfolio berlaku untuk set sumber daya TI keseluruhan, (2) sumber daya TI dibagi menjadi investasi baru dan lights-on portfolio, (3) lights-on pengeluaran diklasifikasikan dari perspektif TI, dalam portfolio yang berkaitan dengan manajemen teknologi, dan (4) investasi portfolio baru diklasifikasikan dari perspektif bisnis. Empat konsep portfolio tersebut dijelaskan lebih detail: •
Konsep 1: Manajemen portfolio berlaku untuk set sumber daya TI secara keseluruhan. 100 persen dari sumber daya TI, termasuk anggaran operasional dan modal, yang termasuk dalam portfolio TI. TI Manajemen Portfolio TI berlaku untuk semua TI, bukan hanya pengembangan aplikasi. Praktek industri yang paling saat ini membatasi peran manajemen portfolio
untuk
aplikasi
baru
proyek
pembangunan
pembangunan dan infrastruktur untuk perusahaan. Bagaimanapun, ini merupakan persentase kecil dari total sumber daya ditujukan untuk TI. Selama lima praktek
34
yang digunakan untuk ”Right Decisions/Right Results”, TI portfolio mewakili semua kegiatan TI dalam perusahaan. Portfolio untuk aplikasi, infrastruktur, layanan (seperti helpdesk), dan manajemen memberikan kerangka pengukuran perencanaan, inovasi, prioritas, penyelarasan, dan kinerja. •
Konsep 2: Sumber daya TI dibagi menjadi investasi baru dan lights-on
pengeluaran. Kategori investasi baru adalah
proyek, termasuk modal dan biaya anggaran. Dana tersebut akan
diinvestasikan
dalam
bentuk
proyek
atau
hardware/software baru. Kategori lights-on pengeluaran adalah set ada aplikasi, infrastruktur, jasa, dan kegiatan manajemen. Dari perspektif anggaran, ini dapat dianggap sebagai anggaran "Basis". Pemisahan ini memungkinkan jenis yang berbeda dari analisis. Untuk kategori lights-on, Misalnya, analisis berfokus pada layanan, kualitas, dan koneksi untuk strategi bisnis.
Gambar 2.11 Total IT Resources Divided into Portfolios Sumber : Benson (2004),p57
35
Konsep 3: Lights-on pengeluaran diklasifikasikan dari perspektif TI, dalam portfolio terkait dengan manajemen teknologi. Semua lights-on
pada sumber daya TI dan pengeluaran
diklasifikasikan menjadi: 1.
Aplikasi: Aplikasi dioperasikan dan didukung untuk penggunaan organisasi bisnis
2.
Infrastruktur:
Infrastruktur
disediakan
untuk
mendukung aplikasi dan layanan, dan layanan yang diperluas untuk organisasi bisnis. Semua ini dapat dinilai untuk layanan, kualitas, kualitas teknis, dan sebagainya. 3.
Layanan
dan
portfolio
manajemen:
Dalam
layanan, hal ini biasanya termasuk instalasi, perbaikan, dan konsultasi, sedangkan manajemen adalah serangkaian kegiatan seperti perencanaan, penganggaran, dan SDM-TI untuk kegiatan. •
Konsep 4: Investasi baru portfolio diklasifikasikan dari perspektif bisnis, mirip dengan investasi keuangan. Portfolio yang mengklasifikasikan sumber daya dan pengeluaran, dan investasi baru, ke dalam kategori fungsional (aplikasi, infrastruktur, layanan, dan manajemen), mewakili perspektif manajemen TI. Kita juga perlu mengambil bisnis perspektif dalam klasifikasi portfolio, khususnya untuk investasi baru.
36
Gambar 2.12 Separating New Application Investment into four Portfolios for Balancing and Decision Makings Sumber : Benson (2004),p60
Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman manajemen an investasi baru dan melakukan analisa investasi mana yang lebih penting untuk memungkinkan manajemen menyeimbangkan biaya investasi, menyeimbangkan
risiko
dan
pengembalian
(misalnya,
saham
dibandingkan obligasi, kas vs real estate, dan sebagainya), di sini kita ingin menyeimbangkan tidak hanya risiko dan pengembalian dari investasi perusahaan di bidang TI, tetapi juga apa yang perusahaan mampu melakukan penginvestasian baru untuk meningkatkan dampak bottom-line. Dua cara harus dipertimbangkan ketika menyeimbangkan investasi TI. Yang pertama adalah perbedaan antara dana discretionary dan nondiscretionary. Seringkali, investasi TI dibuat karena keharusan kepemilikan, terlepas dari nilai bisnis dari investasi. Kedua, berbeda jenis TI investasi memiliki berbagai jenis risiko dan pengembalian. Misalnya, risiko terkait dengan aplikasi yang sudah ada yang memiliki persyaratan dukungan yang berkelanjutan berbeda dengan risiko yang dibawa oleh teknologi baru atau perusahaan memproses perubahan.
37
2.3.10
Masalah praktis dalam Lights-On : Memilih Portfolio dan Item
`Baris Bagi kebanyakan perusahaan, lights-on portfolio terdiri dari empat bidang dasar : 1.
Aplikasi : Suatu set lengkap aplikasi pengguna yang dipelihara
dan dioperasikan oleh organisasi TI. Biaya
aplikasi dalam portfolio
termasuk manajemen dan staf
yang ditujukan untuk aplikasi. 2.
Infrastruktur : perangkat keras dan perangkat lunak yang menyediakan layanan kepada pengguna termaksud prosesor, layananan
komunikasi, operasi perangkat lunak, serta
fasilitas. Biaya yang termasuk dalam infrastruktur meliputi manajemen dan staff yang ditujukan untuk infrastruktur. 3.
Service : Jasa layanan yang diberikan kepada pengguna, seperti help-desk dan perbaikan PC. Portfolio ini tidak termasuk layanan untuk mendukung TI organisasi itu sendiri. Layanan ini dapat tersedia atas permintaan dari pengguna, atau menjadi layanan yang disediakan secara rutin dan terjadwal untuk semua pengguna.
4.
Manajemen: Kegiatan pengelolaan dan layanan yang mendukung organisasi TI dalam penyediaan layanan, infrastruktur, dan aplikasi kepada pengguna.