UKURAN-UKURAN TUBUH KERBAU BELANG TORAJA PADA JENIS KELAMIN DAN UMUR YANG BERBEDA
SKRIPSI SATRIYO ARDI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 1
RINGKASAN Satriyo Ardi. D14061104. 2011. Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Belang Toraja pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Dosen Pembimbing Utama : Ir. Hj. Komariah, MSi. Dosen Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Henny Nuraini, MSi. Kerbau belang termasuk jenis kerbau rawa yang mempunyai potensi tinggi dalam penyediaan daging. Kerbau belang adalah hewan bernilai paling tinggi dalam budaya Toraja. Hewan ini selain menjadi hewan pekerja dan alat transaksi juga dipakai sebagai persembahan dalam upacara rambu solo' dan rambu tuka' masyarakat Toraja. Potensi ternak kerbau untuk menopang ketahanan pangan khususnya ketersediaan daging juga sangat besar. Penelitian ini menggunakan data sekunder 267 ekor kerbau belang yang diambil dari Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara bertujuan untuk membandingkan lingkar dada, panjang badan dan bobot badan kerbau belang jantan dan betina pada umur yang berbeda. Data diolah menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan meliputi jenis kelamin jantan dan betina serta lima kelompok umur yaitu <1, 1, 1-3, 3-5 dan >5 tahun. Jumlah ulangan tidak sama (unbalance). Apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Duncan. Peubah yang diamati adalah ukuran-ukuran tubuh yang meliputi panjang badan, lingkar dada dan bobot badan. Bobot badan didapat dengan melakukan estimasi berdasarkan rumus regresi linier (Putra, 1985). Ukuran tubuh terkecil dimiliki oleh Kerbau Belang jantan pada kelompok umur <1 tahun, panjang badan 110,72 cm, lingkar dada 150,94 cm dan bobot badan 239,31 kg. Ukuran tubuh terbesar dimiliki oleh Kerbau Belang betina pada kelompok umur >5 tahun, panjang badan 153,02 cm, lingkar dada 206,32 cm dan bobot badan 587,15 kg. Hasil penelitian menyatakan bahwa umur dan jenis kelamin berpengaruh nyata terhadap panjang badan, lingkar dada dan bobot badan (P<0,05) kerbau belang Toraja. Rataan ukuran-ukuran tubuh kerbau belang meningkat secara bertahap seiring dengan bertambahnya umur. Rataan ukuran-ukuran tubuh kerbau belang pada umur lebih tua lebih besar dibandingkan dengan yang lebih muda baik pada jenis kelamin yang sama maupun yang berbeda. Ukuran-ukuran tubuh kerbau belang Toraja jantan lebih besar dari pada betina pada tiap kelompok umur yang sama. Namun, pada kelompok umur E (>5 tahun) rataan ukuran-ukuran tubuh kerbau belang betina lebih besar dibandingkan dengan jantan. Kata-kata kunci : kerbau belang Toraja, ukuran tubuh, panjang badan, lingkar dada, bobot badan
ABSTRACT Body Size of Toraja Spotted Buffalo in Different Sex and Age Ardi, S., Komariah, and H. Nuraini This research was use secondary data of 267 Spotted Buffalos that taken from Sanggalangi Sub-District, North Toraja District which supposed to compare chest girth, body length and body weight of male and female Spotted Buffalo in different age class. Those data were processed by using Randomized Block Design. The treatments were include male and female sexes and also five age classes, those are < 1, 1, 1-3, 3-5 and > 5 years. Repetition total was unbalance. If those data have significant differences, those data then processed by Duncan Test. Observed variables included body length, chest girth and body weight. Body weight was gotten from estimation based on linear regression equation (Putra, 1985). The result showed that age and sex had a significant effect to body measurement of Toraja Spotted Buffalo which included body length, chest girth and body weight (P<0,05). The average of body length gradually increased along with age. The older spotted buffalo was langer than the younger in the same or different sex. In each same age class, body measurement of male Toraja Spotted Buffalo was higher than the female. But in age class of > 5 year, average body measurement of female Spotted Buffalo would be higher than male Spotted Buffalo. Keywords: Toraja Spotted Buffalo, body measurement, body length, chest girth, body weight
3
UKURAN-UKURAN TUBUH KERBAU BELANG TORAJA PADA JENIS KELAMIN DAN UMUR YANG BERBEDA
SATRIYO ARDI D14061104
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul : Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Belang Toraja pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda Nama : Satriyo Ardi NIM : D14061104
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
(Ir. Komariah, M.Si.) NIP. 19590515 198903 2 001
(Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si.) NIP. 19640202 198903 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc. NIP. 19591212 198603 1 004
5
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada 13 Nopember 1988 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Bambang Kuscahyo dan Ibu Tri Kurniati. Penulis beragama Islam dan memiliki motto hidup vini vidi vici. Penulis menjalani pendidikan dasar pada tahun 1994 di Sekolah Dasar Islam PB. Soedirman, Jakarta dan selesai pada tahun 2000. Pendidikan menengah pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di SLTP Islam PB. Soedirman. Penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas pada tahun 2003 dan selesai pada tahun 2006 di SMUN 98 Jakarta. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui jalur SPMB (Saringan Penerimaan Mahasiswa Baru). Setelah melewati TPB (Tingkat Persiapan Bersama) IPB, Penulis diterima pada pilihan pertama di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB pada tahun 2007. Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif diberbagai organisasi kampus. Penulis dipercaya sebagai Koordinator Wilayah II ISMAPETI (Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia) periode 2007-2009, Kepala Departemen Politik, Advokasi dan Hubungan Luar BEM Fapet IPB Kabinet REBORN periode 20072008, Ketua BEM Fapet IPB Kabinet DRAGON periode 2008-2009, serta Menteri Kebijakan Nasional BEM KM IPB Kabinet Generasi Inspirasi periode 2009-2010. Penulis aktif pula dalam Forum ISPC (IPB Social Politic Center), FMITFB (Forum Mahasiswa Indonesia Tanggap Flu Burung), FKPKHN (Forum Kajian Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasional) dan Aliansi BEM SI (Seluruh Indonesia). Penulis juga dipercaya sebagai Ketua MEET COWBOY 44, masa perkenalan Fakultas Peternakan tahun 2007. Penulis juga aktif dalam organisasi kelas IPTP (Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan) angkatan 43. Penulis dipercaya sebagai Penanggung Jawab Divisi Komunikasi dan Informasi Rohis Kelas IPTP 43, Penanggung Jawab Mata Kuliah Pengantar Ilmu Pastura, Manajemen Ruminansia Kecil, dan Kebijakan Mutu Pakan.
KATA PENGANTAR “Dan sungguh pada hewan ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari apa yang ada dalam perutnya (berupa) susu murni antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang yang meminumnya. Dan hewan ternak telah diciptakan-Nya untuk kamu, padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat dan sebagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh keindahan padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya (ke tempat penggembalaan). Dan ia mengangkut bebanbebanmu ke suatu negeri yang kamu tak sanggup mencapainya kecuali dengan susah payah. Sungguh Tuhanmu Maha Pengasih, Maha Penyayang.” (QS. An Nahal. 66, 5-7) Puji serta syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Belang Toraja pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda”. Shalawat serta salam semoga selalu dicurahkan kepada junjungan dan tauladan kita, Nabi Muhammad SAW serta kepada keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya, Insya Allah termasuk kita di dalamnya, yang senantiasa istiqomah hingga hari akhir. Penulis menyelesaikan skripsi sebagai bentuk kontribusi terhadap bangsa dan negara dalam bidang peternakan. Penulisan skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi ukuranukuran tubuh Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara, Propinsi Sulawesi Selatan serta membandingkan ukuran-ukuran tubuh yang meliputi lingkar dada, panjang badan dan estimasi bobot badan antara Kerbau Belang jantan dan betina pada umur yang berbeda. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi dan inspirasi dalam dunia peternakan juga dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya serta bagi para pembaca pada umumnya. Bogor, Nopember 2011
Penulis
7
DAFTAR ISI Halaman
RINGKASAN .......................................................................................................
i
ABSTRACT..........................................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ..............................................................................................
v
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
vi
DAFTAR ISI.........................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL...............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................
xi
PENDAHULUAN ...............................................................................................
1
Latar Belakang ......................................................................................... Tujuan ......................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................
3
Kerbau Rawa............................................................................................ Kerbau Belang (Spotted Buffalo) ................................................ Petumbuhan Ternak ................................................................................. Ukuran Tubuh ............................................................................. Bobot Badan ...............................................................................
3 4 5 6 9
MATERI DAN METODE ...................................................................................
12
Lokasi dan Waktu .................................................................................... Materi ....................................................................................................... Prosedur ................................................................................................... Rancangan ................................................................................................
12 12 12 13
HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................
14
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ............................................................ Kebudayaan Toraja …………………………………………….. Kecamatan Sanggalangi ……………………………………….. Sistem Pemeliharaan ………………………………………….... Ukuran-ukuran Kerbau Belang ........................ ………………………… Panjang Badan …………………………………………………. Lingkar Dada …………………………………………………... Bobot Badan ...............................................................................
14 14 18 19 23 24 26 29
KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................
33
Kesimpulan .............................................................................................. Saran ........................................................................................................
33 33
UCAPAN TERIMA KASIH ...............................................................................
34
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
35
LAMPIRAN.........................................................................................................
39
viii
DAFTAR TABEL Nomor 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Halaman Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda di Beberapa Negara di Asia ........................
6
Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa Umur yang Berbeda di Garut, Jawa Barat………………………………………………….
7
Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda di Brebes, Jawa Tengah…….…………….
7
Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda di Bali……………………………………...
8
Estimasi Bobot Badan Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda di Pringsurat, Jawa Tengah…………………………..
10
Bobot Badan Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda di Bali ……………………………………………..………..
10
Jumlah Ternak Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur yang Diamati……………………………………………………………….
13
Rataan Panjang Badan Kerbau Belang pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda …………………………………………………
24
Rataan Lingkar Dada Kerbau Belang pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda…………………………………………………………
26
Rataan Estimasi Bobot Badan Kerbau Belang pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda ……………………………………………..
29
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Upacara Rambu Solo………...........................................................
14
2.
Penyembelihan Ternak pada Upacara Rambu Solo……………….
15
3.
Tedong Bonga …………………………………………………….
16
4.
Tedong Bulan ………………………………………………….....
17
5.
Sistem Pemeliharaan Intensif …………………………………….
20
6.
Sistem Pemeliharaan Semi Intensif ………………………………
22
7.
Pakan Hijauan Kerbau Belang ……………………………………
23
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Lokasi Pengambilan Data Sekunder …..………...................................
2.
Hasil ANOVA untuk Panjang Badan ………………………………… 41
3.
Uji Duncan untuk Panjang Badan Terhadap Jenis Kelamin ….………
4.
Uji Duncan untuk Panjang Badan Terhadap Kelompok Umur ….…… 41
5.
Hasil ANOVA untuk Lingkar Dada……............................................... 41
6.
Uji Duncan untuk Lingkar Dada Terhadap Jenis Kelamin …………...
7.
Uji Duncan untuk Lingkar Dada Terhadap Kelompok Umur ………... 42
8.
Hasil ANOVA untuk Estimasi Bobot Badan………………………….
42
9.
Uji Duncan untuk Estimasi Bobot Badan Terhadap Jenis Kelamin
42
10.
Uji Duncan untuk Estimasi Bobot Badan Terhadap Kelompok Umur
42
11.
Populasi Ternak Nasional Indonesia ….………………………………
43
12.
Populasi Ternak di Provinsi Sulawesi Selatan ………………………..
48
13.
Produksi Hasil Ternak Nasional Indonesia ….………………………..
44
14.
Populasi Ternak Kerbau Setiap Provinsi di Indonesia ………………..
44
40
41
42
PENDAHULUAN Latar Belakang Kerbau Belang termasuk jenis kerbau rawa yang mempunyai potensi tinggi dalam penyediaan daging. Kerbau Belang adalah hewan bernilai paling tinggi dalam budaya Toraja. Hewan ini, selain menjadi hewan pekerja dan alat transaksi juga dipakai sebagai persembahan dalam upacara rambu solo' dan rambu tuka' masyarakat Toraja. Potensi ternak kerbau untuk menopang ketahanan pangan khususnya ketersediaan daging juga sangat besar. Bertambahnya jumlah penduduk berbanding lurus dengan konsumsi daging. Kerbau merupakan salah satu komoditas usaha peternakan yang potensial dalam hal penyediaan daging. Terdapat perbedaan laju pertumbuhan antara ternak jantan dan betina juga antar umur yang berbeda. Pola pertumbuhan tertinggi terjadi pada awal (muda) kemudian mengalami peningkatan secara perlahan (dewasa) sampai mencapai konstan saat ternak tua. Penimbangan sering kali tidak dapat dilakukan karena timbangan ternak tidak tersedia. Oleh karena itu, ukuran-ukuran tubuh Kerbau Belang, seperti lingkar dada dan panjang badan sangat penting diketahui karena dapat digunakan untuk melakukan estimasi bobot badan. Potensi sumber daya alam dan manusia merupakan faktor pendukung yang harus dioptimalkan dalam peternakan Kerbau Belang Toraja. Adanya tradisi yang menyebabkan permintaan dan harga Kerbau Belang tinggi juga merupakan motivasi tersendiri bagi masyarakat Toraja untuk terus mengembangkan produktivitas ternak yang mereka hasilkan. Selain itu, dalam peternakan Kerbau Belang Toraja, manajemen pemeliharaan, pemberian pakan dan pemanfaatan limbah pertanian juga merupakan hal-hal yang harus diperhatikan. Secara umum, orang Toraja menilai kerbau dari tanduk, warna kulit dan rambut, serta tanda-tanda di badan. Namun, selain penilaian tersebut, ukuran-ukuran tubuh Kerbau Belang perlu diteliti juga untuk mengetahui pertumbuhan ternak tersebut. Hasil dari penilai-penilaian Kerbau Belang tersebut diharapkan dapat menjadi sumber data Kerbau Belang yang tidak hanya baik secara fenotipik namun dapat menghasilkan daging yang baik pula sehingga bermanfaat tidak hanya dari segi tradisi namun dapat memenuhi kebutuhan protein hewani.
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi ukuran-ukuran tubuh Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan ukuran-ukuran tubuh Kerbau Belang jantan dan betina meliputi lingkar dada, panjang badan dan bobot badan pada umur yang berbeda.
2
TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Rawa Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau water bufallo berasal dari spesies Bubalus arnee. Spesies kerbau lain yang masih liar adalah B. mindorensis, B. depressicornis dan B. cafer (Hasinah dan Handiwirawan, 2006). Kerbau Asia terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau domestik terdiri atas dua tipe yaitu kerbau rawa (swamp buffalo) dan kerbau sungai (river buffalo). Kerbau (Bubalus bubalis Linn.) adalah ruminansia yang mempunyai potensi tinggi dalam penyediaan daging. Kerbau merupakan ternak asli daerah panas dan lembab, khusus daerah belahan utara tropika. Kerbau ditinjau dari habitat, digolongkan dalam dua tipe, yaitu swamp bufallo dan river bufallo. Habitat swamp buffalo (kerbau rawa) adalah rawa, tempat berkubang adalah di lumpur sehingga disebut juga kerbau lumpur, sedangkan river buffalo (kerbau sungai) menetap di daerah basah dan lebih suka berenang di sungai atau kolam. Kerbau sungai merupakan tipe kerbau penghasil susu, sedangkan kerbau rawa merupakan tipe penghasil daging (Fahimuddin, 1975). Kerbau rawa banyak terdapat di daerah Asia Tenggara. Kerbau ini tampak lebih liar dibandingkan dengan kerbau tipe sungai. Fahimuddin (1975) menyatakan bahwa kerbau rawa merupakan kerbau yang berbadan pendek, besar, bertanduk panjang, memiliki konformasi tubuh yang berat dan padat. Ciri-ciri bagian muka kerbau rawa adalah dahi datar, muka pendek, moncong lebar dan terdapat bercak putih di sekitar mata. Mason (1974a) menambahkan bahwa kerbau rawa memilki tubuh dan kaki yang pendek, perut yang luas dan leher panjang. Kerbau rawa berwarna abu-abu dengan warna yang lebih cerah pada bagian kaki. Warna yang lebih terang dan menyerupai garis kalung juga terdapat di bawah dagu dan leher. Mason (1974b) juga menyatakan bahwa kerbau rawa berwarna kelabu, hitam totol-totol atau belang putih, albino dan abu-abu dengan warna yang lebih cerah pada kaki. Selain itu, warna yang lebih terang juga terdapat di bawah dagu dan leher. Kerbau rawa tidak pernah berwarna cokelat atau abu-abu cokelat sebagaimana kerbau sungai.
Kerbau Belang (Spotted Buffalo) Kerbau Belang termasuk dalam kelas Mamalia, ordo Artiodactila, famili Bovidae, subfamili Bovinae, genus Bubalus, spesies Bubalus bubalis (kerbau air atau water buffalo). Kerbau air terbagi menjadi dua macam yaitu kerbau lumpur atau rawa (swamp buffalo) dan kerbau sungai (river buffalo). Kerbau belang di Tana Toraja termasuk dalam jenis kerbau rawa (Cockrill, 1974). Secara garis besar, masyarakat Toraja mengenal tiga kategori warna kerbau yakni kerbau bonga atau kerbau belang, pudu’ atau kerbau hitam, dan sambao’ atau kerbau abu-abu. Masih terdapat variasi warna pula dari ketiga kategori tersebut. Kerbau belang mempunyai nilai relatif mahal, menyusul Kerbau pudu’ dan Kerbau sambao’. Kerbau bonga (belang) adalah kerbau yang berwarna kombinasi hitam dan putih serta dianggap paling cantik. Harga kerbau belang mencapai puluhan sampai ratusan juta. Kerbau juga dapat ditemukan di masyarakat TO Bada, Sulawesi Tengah, Sumba, Flores, Roti dan Timor (Nooy-Palm, 1979). Namun, secara proporsional sangat jarang. Kerbau jenis ini di Toraja sendiri sangat jarang. Kelahiran Kerbau Belang bagi peternak merupakan suatu berkah. Upaya untuk perkawinan silang pun jarang sekali berhasil. Kelahiran bonga ini dinilai sangat kebetulan. Satu kerbau bonga biasanya dinilai antara 10 hingga 20 kerbau hitam. Peter et al. (2003) menyatakan bahwa bonga memiliki beberapa variasi dari segi kombinasi warna dan tanda-tandanya, yaitu 1) bonga saleko atau bonga doti adalah jenis yang warna hitam dan putih hampir seimbang serta ditandai dengan taburan bintik-bintik di seluruh tubuh, 2) bonga sanga’daran adalah jenis yang di bagian mulut didominasi warna hitam, 3) bonga randan dali’ adalah jenis bonga yang alis matanya berwarna hitam, 4) bonga takinan gayang adalah jenis yang memiliki warna hitam menyerupai parang panjang di punggung, 5) bonga ulu adalah jenis bonga yang berwarna putih hanya di kepala sedangkan bagian leher dan badan berwarna hitam, 6) bonga lotong boko’ adalah jenis bonga yang terdapat warna hitam di punggung, 7) bonga bulan adalah jenis bonga yang seluruh badan berwana putih, serta 8) bonga sori adalah jenis bonga yang warna putih hanya di kepala bagian mata.
4
Mason (1974b) menyatakan variasi warna kerbau rawa adalah kelabu, hitam totol-totol atau belang putih, albino dan abu-abu. Praharani dan Triwulanningsih (2008) menambahkan bahwa kerbau rawa atau lumpur mempunyai variasi warna kulit yang cukup banyak sehingga memunculkan beragam nama sebagai pembeda. Kerbau rawa atau lumpur yang berwarna hitam totol-totol atau belang putih yang disebut kerbau belang. Bobot lahir kerbau belang dari Toraja, yaitu 25 kg pada jantan dan 23 kg pada betina (Batosamma, 2004). Pertumbuhan Ternak Pertumbuhan secara umum didefinisikan sebagai perubahan ukuran tubuh yang meliputi perubahan bobot badan, bentuk, dimensi dan komposisi tubuh termasuk perubahan jaringan-jaringan tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ. Perubahan jaringan-jaringan dan organ-organ berlangsung secara gradual hingga tercapai ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan tersebut (Soeparno, 1998). Pertumbuhan menurut Hafez dan Dyer (1969) adalah perubahan ukuran, bentuk, serta komposisi dan struktur tubuh yang secara normal perubahan itu akan meningkatkan ukuran dan bobot badan hewan. Pertumbuhan ternak secara keseluruhan diukur dengan bertambah berat badan, sedangkan besar badan dapat diketahui antara lain melalui panjang badan dan lingkar dada. Pertumbuhan ternak adalah pertumbuhan bobot badan dan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur. Pertumbuhan tiap individu secara umum diperlihatkan sebagai bentuk sigmoid atau “S”. Kurva “S” ini menggambarkan suatu bentuk percepatan dan perlambatan karena berdasarkan penjelasan Vaccaro dan Rivero (1985), bahwa pola pertumbuhan tertinggi terjadi pada awal kemudian mengalami peningkatan secara perlahan sampai mencapai konstan saat ternak tua. Kerbau merupakan ternak yang lambat dewasa. Kerbau mencapai dewasa tubuh setelah umur tiga tahun (Fahimmudin, 1975). Namun, pendapat yang lain menyatakan kerbau mencapai dewasa pada umur 5-6 tahun (Sasroamidjojo, 1991). Menurut Camoens (1976) pertumbuhan kerbau berlangsung dengan cepat baik jantan maupun betina sampai rata-rata umur sekitar empat tahun setelah itu pertumbuhan berlangsung kurang cepat. 5
Dewasa kelamin sangat mempengaruhi laju pertumbuhan. Lendhanie (2005) menyatakan dewasa kelamin kerbau rawa dicapai pada umur 2-3 tahun. Dewasa kelamin sangat mempengaruhi pertumbuhan. Yurleni (2000) juga menyatakan hal serupa, yaitu bahwa kerbau jantan dan betina mencapai dewasa kelamin sekitar umur 2,5-3 tahun. Bhikane dan Khawitkar (2004) menyatakan umur pubertas kerbau berkisar antara 36-42 bulan (3-3,5 tahun) di Vietnam. Ukuran Tubuh Pengukuran parameter tubuh sering digunakan untuk estimasi produksi, misalnya untuk pendugaan bobot badan (Saleh, 1982). Penimbangan di lapangan sering kali tidak dapat dilakukan karena timbangan ternak tidak tersedia (Siregar et al., 1984). Santosa (1983) menyatakan bahwa data lingkar dada dan panjang badan dapat digunakan untuk menduga bobot hidup kerbau. Parameter lingkar dada memiliki kecermatan yang lebih tinggi daripada panjang badan. Williamson dan Payne (1986) menyatakan bahwa ukuran tubuh seperti lingkar dada dan panjang badan dapat digunakan sebagai petunjuk bobot badan seekor hewan dengan tepat. Chantalakhana dan Skunmum (2002) meneliti ukuran tubuh kerbau rawa dewasa di beberapa negara Asia. Penelitian tersebut menyatakan bahwa ukuran tubuh kerbau pada umur dewasa di Cina, Malaysia dan Thailand cenderung tidak jauh berbeda seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda di Beberapa Negara di Asia Ukuran Tubuh Negara
Cina
Malaysia
Thailand
Jenis Kelamin Panjang Badan (cm)
Lingkar Dada (cm)
Jantan
143
188
Betina
132
179
Jantan
123
183
Betina
121
180
Jantan
144
197
Betina
134
182
Sumber: Chantalakhana dan Skunmum (2002) 6
Pengamatan ukuran tubuh meliputi panjang badan dan lingkar dada kerbau rawa di beberapa wilayah di Indonesia sudah dilaporkan sejumlah penelitian. Ismawan (2000) melakukan penelitian terhadap ukuran tubuh kerbau rawa di Garut, Jawa Barat yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa Umur yang Berbeda di Garut, Jawa Barat Kelompok Umur (tahun)
Panjang Badan (cm)
Lingkar Dada (cm)
0-1
94,30
134,25
1-2
107,35
156,96
2-3
125,02
176,38
>3
130,60
184,35
Rataan
114,32
162,99
Sumber: Ismawan (2000)
Penelitian Lita (2009) di Muara Muntai, Kalimantan Timur melaporkan bahwa panjang badan dan lingkar dada kerbau rawa adalah 113,76 cm dan 158,38 cm. Herianti dan Pawarti (2009) melakukan pengukuran panjang badan dan lingkar dada kerbau rawa di Brebes, Jawa Tengah yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda di Brebes, Jawa Tengah Jenis Kelamin
Jantan
Betina
Kelompok Umur
Panjang Badan
Lingkar Dada
(tahun)
(cm)
(cm)
Anak (< 1)
67,60
103,60
Muda (> 1-3)
97,00
148,67
Rataan
82,30
126,14
Anak (< 1)
72,42
109,92
Muda (> 1-3)
103,05
158,68
Dewasa (> 3-9)
115,22
187,26
Tua (> 9)
123,17
188,00
Rataan
103,47
160,97
Sumber: Herianti dan Pawarti (2009)
7
Penelitian Kampas (2008) di Propinsi Sumatra Utara melaporkan bahwa kerbau rawa jantan memiliki panjang badan dan lingkar dada 135 cm dan 194 cm, sedangkan pada betina 134 cm dan 193 cm. Penelitian Sitorus (2008) yang juga di Provinsi Sumatra Utara melaporkan bahwa kerbau rawa jantan memiliki panjang badan dan lingkar dada 129,50 cm dan 182,16 cm, sedangkan pada betina 119,14 cm dan 176,60 cm. Penelitian Hidayat (2007) di Propinsi Banten melaporkan panjang badan dan lingkar dada adalah 121 cm dan 166 cm, sedangkan betina 110 cm dan 171 cm. Penelitian Saroji (2008) yang juga di Provinsi Banten melaporkan bahwa panjang badan dan lingkar dada kerbau jantan berumur >2 tahun 118,5 cm dan 157,2 cm, sedangkan betina 123 cm dan 169,5 cm. Penelitian Erdiansyah (2008) di Propinsi NTB melaporkan bahwa kerbau rawa jantan memiliki panjang badan dan lingkar dada 122,86 cm dan 177,45 cm, sedangkan pada betina 123,10 cm dan 177,80 cm. Putra (1985) juga melakukan pengukuran terhadap panjang badan dan lingkar dada kerbau rawa di Bali yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Panjang Badan dan Lingkar Dada Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda di Bali Jenis Kelamin
Jantan
Betina
Kelompok Umur
Panjang Badan
Lingkar Dada
(tahun)
(cm)
(cm)
0-1
118
164
1-2
125
181
2-3
132
191
>3
141
199
Rataan
129
183,75
0-1
114
160
1-2
121
173
2-3
127
185
>3
134
194
Rataan
124
178
Sumber: Putra (1985)
Hasil penelitian Triwulanningsih et al. (2004) menyatakan bahwa rataan panjang badan dan lingkar dada kerbau dewasa di Propinsi Sumatra Utara 119 cm 8
dan 176 cm, Propinsi Banten 112 cm dan 170 cm, Propinsi Jawa Barat adalah 114 cm dan 178 cm, serta Propinsi Jawa Tengah adalah 119 cm dan 180 cm. Praharani dan Triwulanningsih (2008) menambahkan kerbau rawa atau lumpur mempunyai variasi ukuran tubuh yang cukup besar. Rataan ukuran tubuh ternak di suatu daerah mengindikasikan kualitas bibit yang tersedia yang dapat digunakan sebagai dasar ukuran standar bibit di wilayah tersebut. Parameter tubuh yang dapat diukur untuk mengestimasi bobot badan meliputi panjang badan dan lingkar dada. Korelasi ukuran-ukuran tubuh tersebut dapat berbeda satu sama lain. Korelasi dapat disebut positif bila peningkatan satu sifat menyebabkan sifat lain juga meningkat. Dwiyanto dan Subandryo (1995) menyatakan bahwa komponen tubuh yang berhubungan erat dengan bobot badan adalah lingkar dada dan panjang badan. Williamson dan Payne (1986) juga menyatakan bahwa ukuran lingkar dada dan panjang badan dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor hewan dengan tepat. Nilai korelasi tertinggi diperoleh dari lingkar dada dibandingkan dengan ukuran tubuh lainnya (Aisiyah, 2000) sehingga lingkar dada dapat digunakan sebagai kriteria seleksi. Bobot Badan Bobot badan kerbau memiliki karakteristik yang spesifik. Bobot badan pada mempunyai hubungan positif dengan semua ukuran linear tubuh. Bobot badan kerbau berkisar 450-550 kg sampai mencapai satu ton. Shackleton dan Harested (2003) menyatakan kerbau domestik memiliki bobot badan sekitar 250-550 kg, sedangkan kerbau di Indonesia berkisar antara 300-400 kg (Sastromidjojo, 1991). Sastroamidjojo (1991) menyatakan bahwa bobot badan kerbau di Thailand berkisar 450-550 kg, di Cina 250 kg, Myanmar 300 kg, Laos 500-600 kg dan di Indonesia berkisar antara 300-400 kg. Pengamatan bobot badan kerbau rawa di beberapa wilayah di Indonesia, baik melalui penimbangan maupun estimasi, sudah dilaporkan sejumlah penelitian. Estimasi bobot badan kerbau rawa juga dilakukan oleh Herianti dan Pawarti (2009) di Pringsurat, Jawa Tengah yang disajikan pada Tabel 5.
9
Tabel 5. Estimasi Bobot Badan Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda di Pringsurat, Jawa Tengah Jenis Kelamin
Kelompok Umur (tahun)
Jantan
Betina
Bobot Badan (kg)
Anak (< 1)
134,76
Muda (>1-3)
282,07
Rataan
208,42
Anak (< 1)
163,74
Muda (>1-3)
317,42
Dewasa (>3-9)
376,14
Tua (> 9)
412,35
Rataan
317,41
Sumber: Herianti dan Pawarti (2009)
Penelitian Lita (2009) di Muara Muntai, Kalimantan Timur melaporkan bahwa hasil estimasi bobot badan kerbau rawa adalah 287,12 kg. Putra (1985) juga melakukan penimbangan dan estimasi bobot badan terhadap kerbau rawa di Bali yang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Bobot Badan Kerbau Rawa pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda di Bali Bobot Badan (kg)
Jenis
Kelompok Umur
Kelamin
(tahun)
Penimbangan
Estimasi (Putra, 1985)
0-1
300
302
1-2
384
382
2-3
450
443
>3
514
507
Rataan
412
408,50
0-1
272
277
1-2
339
340
2-3
402
399
>3
464
461
Rataan
369,25
369,25
Jantan
Betina
Sumber: Putra (1985)
Fahimuddin (1975) menyatakan bahwa kerbau rawa jantan memiliki bobot dewasa 500 kg dan kerbau betina 400 kg dengan tinggi pundak jantan dan betina 10
adalah 135-130 cm. Menurut Lendhanie (2005) kerbau rawa pada umur satu tahun beratnya mencapai 195-200 kg, panjang badan 95,40-97,60 cm dan lingkar dada 135,70-138,40 cm, sedangkan ketika dewasa (berumur tiga tahun) mencapai berat badan 400-500 kg dengan panjang badan 128-138 cm dan lingkar dada 174,60177,00 cm.
11
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengolahan data sekunder dilakukan pada bulan Maret sampai April 2011 di Bogor. Materi Data sekunder berupa ukuran-ukuran tubuh (panjang badan, lingkar dada dan estimasi bobot badan) kerbau belang Toraja sebanyak 267 ekor. Prosedur Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari penelitian sebelumnya yakni ukuran-ukuran tubuh, jenis kelamin dan umur ternak kerbau belang yang berada di Desa Buntu La’bo, Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara. Sampel ukuran tubuh kerbau meliputi panjang badan, lingkar dada dan estimasi bobot badan. Jumlah sampel sebanyak 267 ekor (175 ekor jantan dan 92 ekor betina). Selanjutnya, dilihat pengaruh jenis kelamin dan umur yang berbeda terhadap panjang badan, lingkar dada dan estimasi bobot badan. Bobot badan dihitung dengan menggunakanregresi linear berganda berdasarkan rumus Putra (1985), dengan model sebagai berikut: Log Y = B0 + Bl Log Xl + B2 Log X2 Keterangan: Y
= bobot badan kerbau (kg)
X1
= lingkar dada kerbau (cm)
X2
= panjang badan kerbau (cm)
B0
= -3,686
B1
= 1,937
B2
= 0,902 Jenis kelamin dikelompokkan atas jantan (J) dan betina (B). Umur
dikelompokkan menjadi lima kelompok umur yaitu A (<1 tahun), B (1 tahun), C (1-3 tahun), D (3-5 tahun) dan E (>5 tahun). Jumlah ternak berdasarkan jenis kelamin dan umur yang diamati diperlihatkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Ternak Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur n Jenis Kelamin (ekor)
Kelompok Umur (tahun)
Jumlah (ekor)
J (jantan)
B (betina)
A (<1 tahun)
40
30
70
B (1 tahun)
15
12
27
C (1-3 tahun)
50
20
70
D (3-5 tahun)
30
20
50
E (> 5 tahun)
40
10
50
Jumlah
175
92
267
Rancangan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan meliputi jenis kelamin jantan dan betina serta lima kelompok umur yaitu <1, 1, 1-3, 3-5 dan >5 tahun. Jumlah ulangan dalam penelitian ini tidak sama (unbalance). Apabila terdapat hasil yang berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1995). Model matematisnya adalah sebagai berikut: Yij = µ + αi + βj + εij Yijk
= sifat yang diamati (panjang badan, lingkar dada dan bobot badan)
µ
= rataan umum
αi
= pengaruh jenis kelamin ke-i
βj
= pengaruh umur ke-j
εijk
= galat
13
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kebudayaan Toraja Kerbau (Bos bubalus) adalah hewan bernilai paling tinggi dalam budaya Toraja. Kerbau yang dalam bahasa setempat disebut tedong atau karembau memainkan peran sangat penting dalam kehidupan sosial masyarakat Toraja dan etnis lain yang tinggal di daerah sekitar Toraja. Selain menjadi hewan pekerja (membantu membajak sawah dan mengangkut barang) dan alat transaksi (misalnya dalam jual beli tanah, mahar, warisan), kerbau juga dipakai sebagai persembahan dalam upacara rambu solo dan rambu tuka masyarakat Toraja. Rambu tuka adalah upacara yang berkaitan dengan kehidupan seperti kelahiran, perkawinan, pesta panen dan pesta suka cita. Rambu tuka’ dilaksanakan di sebelah timur tongkonan (rumah adat Toraja), ritual ini dilakukan saat matahari terbit hingga tengah hari dan berorientasi ke arah timur. Rambu solo merupakan upacara yang terkait dengan kematian. Ritual ini biasa dilaksanakan sore hari. Upacara yang umumnya berupa prosesi penguburan ini dilaksanakan di sebelah barat tongkonan.
Gambar 1. Upacara Rambu Solo (Thiahn, 2011)
Upacara rambu solo seperti terlihat pada Gambar 2 adalah sebuah upacara pemakaman adat yang mewajibkan keluarga almarhum membuat pesta sebagai tanda penghormatan terhadap mendiang yang telah meninggal, ditandai dengan penyembelihan hewan kurban. Masing-masing golongan masyarakat memiliki kewajiban menyembelih hewan kurban yang berbeda. Bila bangsawan yang meninggal maka jumlah kerbau yang akan dipotong untuk keperluan pesta tersebut jauh lebih banyak daripada yang bukan bangsawan. Jumlah kerbau berkisar 24 hingga 100 ekor untuk keluarga bangsawan sedangkan masyarakat golongan menengah diharuskan menyembelih sekitar delapan ekor selanjutnya daging kerbau yang disembelih dibagikan kepada masyarakat yang hadir dalam pesta tersebut. Hanya kerbau belang jantan yang bernilai tinggi dan bisa dikorbankan sebagai persembahan dalam upacara adat pemakaman masyarakat Toraja. Kerbau ini dipercaya masyarakat Toraja sebagai kendaraan arwah menuju puya (surga). Semakin bagus kerbau belang dan semakin banyak jumlah yang dipotong, semakin baik dan aman pula kehidupan orang yang meninggal di akhirat. Proses penyembelihan ternak kerbau dalam upacara rambu solo terlihat pada Gambar 3.
Gambar 2. Penyembelihan Ternak pada Upacara Rambu Solo (Thiahn, 2011)
15
Kerbau belang seperti yang ditampilkan pada Gambar 4 merupakan spesies yang terdapat di Tana Toraja, Sulawesi Selatan sehingga kerbau ini biasa disebut kerbau Tana Toraja. Kerbau belang memiliki kulit berwarna kombinasi merah muda atau albino dan hitam atau kelabu. Kerbau belang jantan umumnya dipelihara secara khusus karena bernilai tinggi. Perawatan kerbau belang betina juga diperhatikan tapi tidak lebih istimewa dari kerbau belang jantan karena berguna sebagai indukan.
Gambar 3. Tedong Bonga (Hamzah, 2010) Kerbau belang atau biasa disebut tedong bonga oleh masyarakat Toraja, merupakan spesies endemik yang hanya terdapat di Tana Toraja. Campbell et al. (2004) menyatakan bahwa proses-proses geologis dapat mengisolasi suatu populasi hewan tertentu sehingga banyak organisme yang terdapat dalam hot spot keanekaragaman biologis itu adalah spesies endemik, yang berarti tidak ditemukan di tempat lain. Dalam hal ini, Tana Toraja merupakan suatu hot spot keanekaragaman biologis (biodiversity hot spot), yakni suatu daerah yang relatif kecil dengan konsentrasi spesies yang luar biasa. Tedong yang dikorbankan pada sebuah upacara kematian bangsawan atau upacara kematian gabungan dari berbagai keluarga mencapai 60 ekor dengan 16
komposisi tingkatan tedong yang berbeda. Bo Do (2005) menyatakan bahwa secara umum orang Toraja menilai kerbau atau biasa disebut tedong adalah dari tanduk, postur, warna kulit dan rambut serta tanda-tanda di badan. Penilaian berdasarkan warna, tedong tingkat pertama (paling rendah) adalah kerbau albino yang disebut tedong bulan, tingkat kedua adalah tedong sambao’ yakni kerbau abu-abu atau kerbau dengan warna kulit normal, lalu tedong todi yang berwarna putih diantara tanduk, tedong pangloli yang memiliki ujung ekor berwarna putih dan mempunyai belang hitam pada bagian kepala dan tingkat tertinggi adalah tedong bonga yang berwarna putih dengan bercak hitam seperti bunga di seluruh tubuh (Peter et al., 2003).
Gambar 4. Tedong Bulan (Hamzah, 2010) Gambar 5 menampilkan tedong bulan atau kerbau albino. Seluruh tubuh kerbau ini berwarna albino tanpa ada kombinasi warna hitam seperti tedong bonga. Berbeda sekali dengan tedong bonga yang memiliki nilai tinggi, tedong bulan bernilai rendah dalam tradisi Toraja karena dianggap membawa sial.
17
Kecamatan Sanggalangi Dinas Pertanian Toraja Utara (2011) menyatakan bahwa Kecamatan Sanggalangi merupakan satu kecamatan dari dua puluh satu kecamatan di wilayah administrasi Kabupaten Toraja Utara sebagai pengembangan wilayah administrasi Tana Toraja yang baru. Luas wilayah Kecamatan Sanggalangi berkisar 39 km2 atau sekitar 5.006,1 ha. Kecamatan Sanggalangi terdiri atas satu kelurahan yakni Pa’paelean serta lima lembang (desa) yakni Lembang Buntu La’bo, Lembang La’bo, Lembang Tandung La’bo, Lembang Tallung Penanian dan Lembang Pata’padang. Kecamatan Sanggalangi Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan memiliki luas dan kondisi lahan yang berpotensi sebagai tempat untuk berkembangnya ternak Kerbau Belang. Luas lahan di Kecamatan Sanggalangi ialah sebesar 3.900 ha, meliputi sawah, padang rumput, rawa dan hutan (Dinas Pertanian Toraja Utara, 2011). Hal ini sesuai dengan habitat hidup kerbau yang memerlukan air untuk berkubang. Berbagai jenis rumput dan hijauan untuk pakan kerbau juga tumbuh subur pada padang rumput sehingga ketersediaan hijauan makanan ternak terjaga. Penggunaan lahan untuk lahan sawah mencapai 744 ha sehingga limbah pertanian yang dapat digunakan untuk pakan ternak juga tersedia dengan baik. Dinas Pertanian Toraja Utara (2011) menyatakan bahwa Kecamatan Sanggalangi berada pada garis Bujur Timur (longitude) sebesar 119o,91953’ dan garis Lintang Selatan (latitude) 03o,00935’ serta berada sekitar 809 meter di atas permukaan laut (dpl). Luas lahan di Kecamatan Sanggalangi ialah sebesar 3900 ha. Penggunaan lahan yang dominan ialah lahan sawah dengan luas 744 ha atau sekitar 19,08% dari luas lahan Kecamatan Sanggalangi dan lahan kering dengan luas 3156 ha atau sekitar 80,92% dari luas lahan Kecamatan Sanggalangi. Kecamatan Sanggalangi memiliki suhu rata-rata 23 oC dengan suhu terendah 18 oC dan suhu tertinggi 29 oC dengan kelembaban udara rata-rata ialah sebesar 5975%, sedangkan suhu umum adalah 25 oC pada siang hari dan 19 oC pada malam hari (Dinas Pertanian Toraja Utara, 2011). Fahimuddin (1975) menjelaskan bahwa zona nyaman untuk ternak kerbau ialah berkisar antara 15,5-21,0 oC. Apabila suhu udara lebih dari 24oC, kerbau sudah mengalami stress dan batas kritis untuk mekanisme termoregulasi ialah 36,50 oC. Potensi suhu tersebut sangat mendukung ternak kerbau agar berkembang biak dengan baik. Kecamatan Sanggalangi memiliki 18
ketinggian 809 m dpl dan Lembang Tandung La’bo sebesar 825 m dpl (Dinas Pertanian Toraja Utara, 2011). Hal ini yang menyebabkan suhu di Kecamatan Sanggalangi tergolong rendah. Lingkungan optimum diperlukan ternak untuk hidup dan bereproduksi. Apabila suhu lingkungan terlalu tinggi diluar batas toleransi, maka ternak akan mengalami stress sehingga menurunkan produktivitas. Suhu optimum untuk kerbau berkisar 15,5-21 oC dengan curah hujan 500-2.000 mm/tahun (Joseph, 1996). Basuki (1998) menyatakan bahwa faktor suhu dan radiasi sinar matahari sangat berpengaruh terhadap termoregulasi kerbau yang memiliki sedikit kelenjar keringat pada kulit. Zulbadri dan Kusumaningrum (2005) menyatakan bahwa kerbau berkubang atau berendam dalam air sebagai upaya mengoptimalkan metabolisme tubuh. Joseph (1996) menambahkan bahwa ternak kerbau telah beradaptasi secara fisiologis terhadap lingkungan panas dengan tingkah laku seperti panting, berkubang dan berteduh. Curah hujan per tahun ialah berkisar antara 2.000-2.700 mm/tahun. Intensitas curah hujan secara umum hampir sama pada semua bulan. Kecepatan angin berkisar antara 10-85 km/jam, sedangkan arah angin selalu berubah-ubah (Dinas Pertanian Toraja Utara, 2011). Curah hujan yang semakin tinggi akan menambah cadangan air dalam tanah dan menambah debit air sungai bila kondisi alam tidak rusak. Cadangan air yang semakin tinggi akan mampu memenuhi kebutuhan kerbau untuk minum dan mandi (berkubang) baik kondisi musim hujan maupun musim kemarau. Cuaca maupun iklim merupakan salah satu komponen lingkungan abiotik yang memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan seluruh mahluk hidup termasuk ternak yang dipelihara manusia. Ketinggian tempat dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap ternak. Pengaruh langsung terkait dengan ketersediaan pakan hijauan dari segi kualitas maupun kuantitas. Kondisi suhu yang rendah pada dataran tinggi memberikan kondisi lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ternak kerbau. Sistem Pemeliharaan Sistem pemeliharaan kerbau belang yang dilakukan oleh masyarakat terbagi atas dua sistem yakni sistem intensif dan sistem semi intensif. Sistem pemeliharaan yang paling banyak dilakukan oleh peternak di lokasi penelitian ialah sistem 19
intensif. Alasan peternak menggunakan sistem intensif yakni kerbau belang harganya mahal dan membutuhkan perawatan yang baik. Selain itu, karena beternak kerbau masih merupakan usaha sampingan, peternak juga lebih mudah mengawasinya. Pemeliharaan kerbau dilakukan dengan cara mengandangkan kerbau seharian penuh (24 jam). Sistem pemeliharaan semi intensif seperti disajikan pada Gambar 6.
Gambar 5. Sistem Pemeliharaan Intensif (Hamzah, 2010) Pemeliharaan secara semi intensif secara umum dilakukan oleh peternak yang memiliki banyak waktu luang dan beternak adalah pekerjaan utama. Kerbau belang biasanya digembalakan pada pagi hari hingga sore hari. Tempat bernaung atau berteduh kerbau belang pada saat siang hari atau pada saat kepanasan ialah di pohonpohon sekitar padang penggembalaan dan juga di bawah kolong rumah adat Tongkonan. Kerbau dimandikan pada saat siang dan sore hari sebelum dikandangkan kembali. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Zulbadri dan Kusumaningrum (2005) bahwa padang penggembalaan merupakan area utama kerbau mencari makan dan tempat perkawinan secara alami. Kerbau dapat bernaung di bawah pohon atau di pinggir hutan. Sistem pemeliharaan semi intensif seperti disajikan pada Gambar 7.
20
Gambar 6. Sistem Pemeliharaan Semi Intensif (Hamzah, 2010) Pakan merupakan aspek penting dalam usaha ternak kerbau belang karena menentukan kelangsungan hidup kerbau serta penampilan performa kerbau secara keseluruhan. Pakan ternak yang diberikan oleh peternak kepada kerbau terbagi atas dua, yakni hijauan rumput-rumputan dan limbah hasil pertanian. Ketersediaan pakan ternak tersebut sangat berlimpah di Kecamatan Sanggalangi sehingga hal ini menjadi salah satu keuntungan bagi peternak kerbau. Namun, pemanfaatan limbah pertanian masih belum optimal. Hal ini ditandai dengan hampir tidak dijumpai pemberian pakan konsentrat di lokasi penelitian dan walaupun ada dengan jumlah sangat sedikit. Konsentrat yang diberikan berupa dedak padi yang dicampur dengan cacahan rumput gajah. Selain itu, terkadang juga ditambahkan madu dalam pakan untuk kerbau yang memiliki pola warna belang yang merata. Hijauan yang sering diberikan peternak dalam bentuk segar antara lain rumput lapang, rumput gajah, dan rumput alang-alang seperti yang disajikan pada Gambar 7. Hijauan pakan ternak di Kecamatan Sanggalangi tersedia cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan ternak karena lahan yang tersedia luas dan potensi iklim yang cukup baik sehingga hijauan tersedia sepanjang tahun.
21
Gambar 7. Pakan Hijauan Kerbau Belang (Hamzah, 2010) Pakan yang berasal dari limbah hasil pertanian antara lain jerami, daun jagung, dan daun ubi jalar. Ketersediaan jerami sangat memadai, karena luas area persawahan cukup luas sehingga limbah hasil persawahan juga cukup banyak. Seperti dinyatakan Triwulanningsih et al. (2004) bahwa kerbau mampu mencerna dengan cukup baik jerami padi yang tersedia melimpah pada musim panen dan dapat disimpan sebagai cadangan pakan di musim kemarau. Masyarakat Toraja juga terbiasa menanam ubi jalar di pekarangan maupun kebun, sehingga daun ubi jalar tersedia cukup melimpah. Jumlah pemberian pakan ternak tergantung dari sistem pemeliharaan ternak kerbau belang dan jumlah kerbau yang dipelihara. Peternak masih kurang memperhatikan faktor jenis kelamin dan umur kerbau (kerbau anak, dara, dan dewasa) dalam sistem pemberian pakan. Sistem pemeliharaan intensif membutuhkan jumlah pakan 40 kg/hari/ekor. Pemberian pakan dalam jumlah tersebut masih sangat variatif dalam kombinasi penggunaan hijauan rumput-rumputan maupun limbah hasil pertanian. Frekuensi pemberian pakan untuk pemeliharaan intensif sekitar 2-3 kali sehari. Sistem pemeliharaan semi intensif, ternak dikandangkan pada malam hari dan pada saat itu diberi pakan rumput atau limbah hasil pertanian dalam jumlah yang tidak terbatas (ad libitum). Peternak memanfaatkan lahan-lahan kosong seperti areal sawah, kebun maupun pinggir jalan yang banyak ditumbuhi rumput-rumputan. Pemberian hijauan dilakukan dengan sistem“cut and carry”. Selain itu, ketersediaan air cukup melimpah karena lokasi penelitian merupakan daerah pegunungan sehingga ketersediaan air terjamin. 22
Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Belang Hewan memiliki pertumbuhan yang khas karena akan berhenti tumbuh setelah mencapai ukuran tertentu yang disebut juga dengan pertumbuhan determinan. Perubahan ukuran tubuh juga memiliki sifat irreversibel yakni tidak dapat kembali seperti semula. Bertambahnya ukuran tubuh inilah yang disebut dengan pertumbuhan meliputi tinggi, berat, dan volume. Pertumbuhan ditandai dengan bertambahnya ukuran dan jumlah sel. Pertumbuhan pada hewan ada batasnya. Hewan tidak tumbuh lagi setelah mencapai umur tertentu. Pertumbuhan juga diikuti dengan proses perkembangan, yaitu proses biologis mahluk hidup menuju tingkat kedewasaan seiring dengan bertambahnya umur. Pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi oleh gen, hormon, dan nutrisi pakan serta lingkungan. Kerbau mempunyai keistimewaan dibandingkan ternak ruminansia lainnya karena mampu hidup dalam kondisi wilayah yang relatif sulit terutama bila pakan yang tersedia berkualitas sangat rendah. Subandriyo (2006) menyatakan bahwa kerbau masih dapat tumbuh dengan baik pada kondisi pakan yang tersedia relatif kurang baik. Pendapat tersebut juga sejalan dengan pernyataan Zakaria et al. (2003) bahwa ternak kerbau memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam memanfaatkan pakan berkualitas rendah. Kerbau dapat tumbuh dengan baik pada kondisi pakan yang jelek. Namun, guna menunjang pertumbuhan Kerbau Belang yang optimal pada masing-masing jenis kelamin (jantan dan betina) dan umur (anak, dara, dan dewasa), pemeliharaan
intensif
merupakan
sistem
pemeliharaan
yang
baik
untuk
mengoptimalkan pertambahan bobot badan Kerbau Belang. Sistem pemeliharaan intensif juga memudahkan peternak untuk melakukan pengawasan. Rataan ukuran-ukuran tubuh Kerbau Belang meliputi panjang badan, lingkar dada dan estimasi bobot badan pada jenis kelamin dan umur yang berbeda disajikan pada Tabel 8, 9, dan 10. Secara umum, ukuran-ukuran tubuh Kerbau Belang jantan lebih tinggi daripada Kerbau Belang betina. Ukuran-ukuran tubuh juga meningkat seiring dengan bertambah umur. Peningkatan ukuran-ukuran tubuh tersebut masih terus terjadi hingga kelompok umur E (> 5 tahun).
23
Panjang Badan Umur dan jenis kelamin berpengaruh nyata terhadap ukuran panjang badan kerbau belang (P<0,05). Rataan panjang badan kerbau belang meningkat secara bertahap seiring dengan bertambahnya umur. Rataan panjang badan kerbau belang dengan umur lebih tua lebih besar dibanding rataan panjang badan kerbau belang yang berumur lebih muda dalam jenis kelamin yang sama atau berbeda. Rataan panjang badan kerbau belang disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan Panjang Badan Kerbau Belang pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda Jenis Kelamin Kelompok Umur
Jantan
Betina
Rataan (cm)
SE
Rataan (cm)
SE
A (<1 tahun)
110.72a
0.46
105.62f
0.53
B (1 tahun)
118.79b
0.76
116.02g
0.84
C (1-3 tahun)
131.04c
0.41
128.20h
0.65
D (3-5 tahun)
139.61d
0.53
137.97i
0.65
E (>5 tahun)
152.21e
0.46
153.02j
0.93
Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Rataan panjang badan kerbau belang jantan kelompok umur A (152,2 cm) > D (139,6 cm) > C (131 cm) > B (118,8 cm) > A (110,7 cm). Rataan panjang badan kerbau belang betina kelompok umur E (153 cm) > D (137,3 cm) > C (128,2 cm) > B (116 cm) > A (105,6 cm). Setiap kelompok umur yang sama panjang badan kerbau belang jantan lebih besar daripada kerbau belang betina. Namun, pada kelompok umur E (>5 tahun) rataan panjang badan kerbau belang betina (153 cm) lebih besar dibandingkan dengan jantan (152,2 cm). Rataan panjang badan kerbau jantan dalam penelitian ini adalah 131,65 cm. Rataan panjang badan tersebut lebih besar daripada rataan panjang badan kerbau jantan hasil penelitian yang dilakukan di Banten oleh Hidayat (2007) dan Saroji (2008), yakni 121 cm dan 118,5 cm. Rataan panjang badan tersebut juga lebih besar daripada rataan panjang badan kerbau jantan hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah oleh Herianti dan Pawarti (2009) yakni 82,30 cm, di Bali oleh Putra (1985) yakni 129 cm, di NTB oleh Erdiansyah (2008) yakni 122,86 cm, dan di Sumatra 24
Utara oleh Sitorus (2008) yakni 129,50 cm. Namun, rataan tersebut lebih kecil daripada hasil penelitian Kampas (2008) yang juga dilakukan di Sumatra Utara yakni 135 cm. Rataan panjang badan kerbau betina dalam penelitian ini adalah 124,07 cm. Rataan panjang badan tersebut lebih besar daripada rataan panjang badan kerbau betina hasil penelitian yang dilakukan di Banten oleh Hidayat (2007) dan Saroji (2008) yakni 110 cm dan 123 cm. Rataan panjang badan tersebut juga lebih besar daripada rataan panjang badan kerbau jantan hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah oleh Herianti dan Pawarti (2009) yakni 103,47 cm, di Bali oleh Putra (1985) yakni 124 cm, di NTB oleh Erdiansyah (2008) yakni 123,10 cm, dan di Sumatra Utara oleh Sitorus (2008) yakni 119,14 cm. Namun, rataan tersebut lebih kecil daripada hasil penelitian Kampas (2008) yang juga dilakukan di Sumatra Utara yakni 134 cm. Rataan panjang badan kerbau jantan dan betina pada penelitian ini lebih besar daripada rataan panjang badan kerbau hasil penelitian Lita (2009) di Kalimantan Timur, yakni 113,76 cm dan Ismawan (2000) di Jawa Barat, yakni 114,32 cm. Lita (2009) dan Ismawan (2000) dalam penelitiannya mengabaikan faktor jenis kelamin. Secara fisik, performa kerbau belang Toraja baik jantan maupun betina relatif lebih panjang dibandingkan dengan kerbau yang ada di Sumatra Utara, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Bali, dan NTB. Rataan panjang badan kerbau kelompok umur <1 tahun pada penelitian ini, jantan dan betina adalah 110,72 cm dan 105,62 cm. Nilai tersebut, pada kelompok umur yang sama, lebih besar daripada hasil penelitian Ismawan (2000) di Garut, Jawa Barat yakni 94,30 cm. Nilai tersebut juga lebih besar daripada hasil penelitian Herianti dan Pawarti (2009) di Pringsurat, Jawa Tengah yakni jantan dan betina masing-masing adalah 67,60 cm dan 72,42 cm. Namun, nilai tersebut lebih kecil daripada hasil penelitian Putra (1985) yakni jantan dan betina masing-masing adalah 118 cm dan 114 cm. Kerbau pada kelompok umur < 1 tahun masih berada pada fase anak. Faktor genetik pada fase anak lebih dominan mempengaruhi ukuran-ukuran kerbau daripada faktor pakan dan lingkungan. Rajhan dan Pathak (1979) memperkuat dengan pernyataan bahwa mutu protein pakan ternak ruminansia adalah kurang penting 25
kecuali pada masa pertumbuhan (dewasa). Secara genetik, kerbau belang Toraja memiliki ukuran tubuh yang lebih panjang daripada kerbau rawa di Garut, Jawa Barat dan Pringsurat, Jawa Tengah. Kerbau rawa tersebar luas di seluruh penjuru Indonesia. Adanya variasi ukuran-ukuran tubuh kerbau rawa di berbagai wilayah di Indonesia sangatlah wajar. Praharani dan Triwulanningsih (2008) menyatakan bahwa kerbau rawa atau lumpur mempunyai variasi ukuran tubuh yang cukup besar. Pertumbuhan ternak secara mendasar juga dipengaruhi oleh dua faktor utama yang saling terkait satu dengan yang lainnya, yakni faktor genetik dan lingkungan, termasuk didalamnya manajemen pemeliharaan secara menyeluruh. Noor (2004) menyatakan bahwa sifat kuantitatif dikontrol oleh pasangan gen yang aksinya bersifat aditif dan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkar Dada Umur dan jenis kelamin berpengaruh nyata terhadap ukuran lingkar dada kerbau belang (P<0,05). Rataan lingkar dada kerbau belang meningkat secara bertahap seiring dengan bertambahnya umur. Rataan lingkar dada kerbau belang dengan umur lebih tua akan selalu lebih besar dibanding rataan lingkar dada kerbau belang yang berumur lebih muda dalam jenis kelamin yang sama atau berbeda. Rataan lingkar dada kerbau belang disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Lingkar Dada Kerbau Belang pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda Jenis Kelamin Kelompok Umur
Jantan
Betina
Rataan (cm)
SE
Rataan (cm)
SE
A (<1 tahun)
150.94a
0.48
145.89f
0.56
B (1 tahun)
165.00b
0.79
162.12g
0.88
C (1-3 tahun)
190.27c
0.43
187.46h
0.68
D (3-5 tahun)
196.52d
0.56
195.22i
0.68
E (>5 tahun)
205.55e
0.48
206.32j
0.96
Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
26
Rataan lingkar dada kerbau belang jantan kelompok umur E (205,6 cm) > D (196,5 165 cm) > C (190,3 cm) > B (165 cm) > A (150,9 cm). Rataan lingkar dada kerbau belang betina E (206,3 cm) > D (195,2 cm) > C (187,5 cm) > B (162,1 cm) > A (145,9 cm). Lingkar dada kerbau belang pada tiap kelompok umur yang sama, jantan lebih besar daripada kerbau belang betina. Namun, pada kelompok umur E (>5 tahun) rataan lingkar dada kerbau belang betina (206,3 cm) lebih besar dibandingkan dengan jantan (205,6 cm). Apabila umur bertambah, bobot badan, lingkar dada juga semakin besar. Putra (1985) mengatakan hal tersebut disebabkan sebagian besar bobot badan dipikul oleh kaki depan dan bertautan antara badan (otot-otot di sekitar dada) dengan kaki depan. Otot-otot tersebut adalah musculus serratus ventralis dan musculus pectoralis. Bertambahnya bobot hewan menyebabkan bertambah kuatnya otot-otot penggantung tersebut sehingga bertambah besar pula lingkar dada. Rataan lingkar dada kerbau jantan dalam penelitian ini adalah 183,68 cm. Rataan lingkar dada tersebut lebih besar daripada rataan lingkar dada kerbau jantan hasil penelitian yang dilakukan di Banten oleh Hidayat (2007) dan Saroji (2008) yakni 166 cm dan 157,2 cm. Rataan lingkar dada tersebut juga lebih besar daripada rataan lingkar dada kerbau jantan hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah oleh Herianti dan Pawarti (2009) yakni 126,14 cm dan di NTB oleh Erdiansyah (2008) yakni 177,45 cm. Rataan lingkar dada tersebut juga lebih besar daripada rataan lingkar dada kerbau jantan hasil penelitian Sitorus (2008) di Sumatra Utara yakni 182,16 cm. Namun, rataan lingkar dada tersebut lebih kecil daripada rataan lingkar dada kerbau jantan hasil penelitian yang dilakukan di Sumatra Utara dan Kampas (2008) yakni dan 194 cm juga di Bali oleh Putra (1985) yakni 183,75 cm. Rataan lingkar dada kerbau betina dalam penelitian ini adalah 174,34 cm. Rataan lingkar dada tersebut lebih besar daripada rataan lingkar dada kerbau betina hasil penelitian yang dilakukan di Banten oleh Hidayat (2007) dan Saroji (2008) yakni 171 cm dan 169,50 cm. Rataan panjang badan tersebut juga lebih tinggi daripada rataan lingkar dada kerbau betina hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah oleh Herianti dan Pawarti (2009) yakni 160,97 cm. Namun, rataan tersebut lebih kecil daripada hasil penelitian di Bali oleh Putra (1985) yakni 178 cm dan di NTB oleh Erdiansyah (2008) yakni 177,80 cm. Rataan tersebut juga lebih kecil 27
daripada hasil penelitian di Sumatra Utara oleh Sitorus (2008) dan Kampas (2008) yakni 176,60 cm dan 193 cm. Rataan lingkar dada kerbau belang Toraja jantan dan betina pada penelitian ini juga lebih besar daripada rataan lingkar dada kerbau hasil penelitian Lita (2009) di Kalimantan Timur yakni 158,38 cm Ismawan (2000) di Jawa Barat yakni 162,99 cm. Lita (2009) dan Ismawan (2000) dalam penelitiannya mengabaikan faktor jenis kelamin. Secara fisik, performa kerbau belang Toraja relatif lebih besar dibandingkan dengan kerbau yang ada di Banten, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Bali, dan NTB. Ukuran tubuh kerbau yakni lingkar dada dapat memperlihatkan besar kecilnya kerbau tersebut. Sesuai pernyataan Kampas (2008), semakin besar kerbau yang dilihat secara fisik maka ukuran tubuh tersebut semakin besar. Rataan lingkar dada kerbau kelompok umur <1 tahun pada penelitian ini, jantan dan betina adalah 150,94 cm dan 145,89 cm. Nilai tersebut, pada kelompok umur yang sama, lebih besar daripada hasil penelitian Ismawan (2000) di Garut, Jawa Barat yakni 134,25 cm. Nilai tersebut juga lebih besar daripada hasil penelitian Herianti dan Pawarti (2009) di Pringsurat, Jawa Tengah yakni jantan dan betina masing-masing adalah 103,60 cm dan 109,92 cm. Namun, nilai tersebut lebih kecil daripada hasil penelitian Putra (1985) yakni jantan dan betina masing-masing adalah 164 cm dan 160 cm. Secara genetik, kerbau belang Toraja memiliki performa yang lebih baik daripada kerbau rawa di Garut, Jawa Barat dan Pringsurat, Jawa Tengah tapi tidak lebih baik daripada kerbau rawa di Bali. Sesuai pendapat Praharani dan Triwulanningsih (2008) yang menyatakan bahwa kerbau yang mempunyai ukuran tubuh lebih besar pada umur yang sama mencerminkan pertumbuhan yang lebih baik. Negara Indonesia berbentuk kepulauan memiliki kondisi wilayah yang berbeda satu sama lain sehingga manajemen pemeliharaan yang dilakukan oleh peternak kerbau juga berbeda menyesuaikan kondisi lingkungan masing-masing wilayah. Hal ini pula yang menyebabkan adanya variasi ukuran-ukuran tubuh kerbau rawa di berbagai wilayah di Indonesia. Faktor lingkungan terutama iklim dapat menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan ternak. Iklim juga menentukan bahan pakan yang tersedia di wilayah tersebut.
28
Bobot Badan Umur dan jenis kelamin berpengaruh nyata terhadap ukuran bobot badan kerbau belang (P<0,05). Rataan bobot badan kerbau belang meningkat secara bertahap seiring dengan bertambahnya umur. Rataan bobot badan kerbau belang dengan umur lebih tua lebih besar dibanding rataan bobot badan Kerbau Belang yang berumur lebih muda dalam jenis kelamin yang sama atau berbeda. Rataan estimasi bobot badan Kerbau Belang disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan Estimasi Bobot Badan Kerbau Belang pada Jenis Kelamin dan Umur yang Berbeda Jenis Kelamin Kelompok Umur
Jantan
Betina
Rataan (kg)
SE
Rataan (kg)
SE
A (<1 tahun)
239.31a
3.69
214.47f
4.26
B (1 tahun)
302.57b
6.03
286.26g
6.74
C (1-3 tahun)
435.78c
3.30
415.01h
5.22
D (3-5 tahun)
491.07d
4.26
479.65i
5.22
E (>5 tahun)
580.02e
3.69
587.15j
7.38
Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Rataan bobot badan kerbau belang jantan kelompok umur E (580 kg) > D (491,1 kg) > C (435,8 kg) > B (302,6 kg) > A (239,3 kg). Rataan bobot badan kerbau belang betina kelompok umur E (587,2 kg) > D (479,7 kg) > C (415 kg) > B (286,2 kg) > A (214,5 kg). Bobot badan kerbau belang jantan, pada tiap kelompok umur yang sama, selalu lebih besar daripada kerbau belang betina. Namun, pada kelompok umur E (>5 tahun) rataan bobot badan kerbau belang betina (587,2 kg) lebih besar dibandingkan dengan jantan (580 kg). Rataan estimasi bobot badan kerbau kelompok umur <1 tahun pada penelitian ini, jantan dan betina adalah 239,31 kg cm dan kg 214,47 kg. Nilai tersebut, pada kelompok umur yang sama, lebih besar daripada hasil penelitian Herianti dan Pawarti (2009) di Pringsurat, Jawa Tengah yakni jantan dan betina masing-masing adalah 134,76 kg dan 163,74 kg. Namun, nilai tersebut lebih kecil daripada hasil penelitian di Bali oleh Putra (1985) yakni jantan dan betina masing-masing 302 kg dan 277 kg. Secara genetik kerbau belang Toraja memiliki bobot badan yang lebih 29
besar daripada kerbau rawa di Pringsurat, Jawa Tengah tapi lebih kecil daripada kerbau rawa di Bali. Rataan estimasi bobot badan kerbau jantan dan betina pada penelitian ini adalah 421,9 kg dan 396.51 kg. Rataan tersebut lebih besar daripada rataan estimasi bobot badan kerbau hasil penelitian Lita (2009) di Kalimantan Timur yakni 287,12 kg. Penelitian Herianti dan Pawarti (2009) menyatakan estimasi bobot badan kerbau di Pringsurat, Jawa Tengah jantan dan betina masing-masing adalah 208,42 kg dan 317,41 kg. Hasil tesis Putra (1985) menyatakan rataan estimasi bobot badan kerbau di Bali yakni jantan dan betina masing-masing adalah 408,50 kg dan 369,25 kg. Rataan estimasi bobot badan kerbau Herianti dan Pawarti (2009) dan Putra (1985) baik jantan maupun betina lebih kecil daripada rataan estimasi bobot badan kerbau dalam penelitian ini. Estimasi bobot badan yang dilakukan pada penelitian ini dan penelitian Lita (2009) sama-sama menggunakan rumus regresi linear Putra (1985). Data bobot badan didapat dengan estimasi karena tidak memungkinkan dilakukan penimbangan di lokasi penelitian. Siregar et al. (1984) juga berpendapat bahwa penimbangan di lapangan seringkali tidak dapat dilakukan karena timbangan ternak tidak tersedia. Ukuran tubuh kerbau belang jantan dibanding dengan betina pada umur yang sama selalu lebih besar. Pertumbuhan kerbau jantan lebih cepat dibandingkan kerbau betina. Sesuai dengan pernyataan Gatenby (1986), pertumbuhan setelah penyapihan dipengaruhi oleh genotip. Jenis kelamin yakni jantan lebih cepat tumbuh dibandingkan betina. Pertumbuhan ukuran tubuh kerbau belang baik jantan maupun betina bertambah besar sesuai dengan bertambahnya umur. Laju pertumbuhan kerbau belang tertinggi terjadi pada kelompok umur C (1-3 tahun). Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Lita (2009), laju pertumbuhan kerbau lebih tinggi pada umur 1-2 tahun, sedangkan pada umur 3>5 tahun laju pertumbuhannya rendah. Oleh karena itu peternak harus meningkatkan kualitas pakan dan memberikan kondisi yang nyaman pada kerbau belang berumur C (1-3 tahun). Tiap jenis kelamin hewan ternak yakni jantan dan betina memiliki hormon fungsional yang berbeda. Hormon tersebut akan aktif ketika hewan telah mencapai dewasa kelamin yakni pada umur tertentu. Masing-masing hormon fungsional kelamin tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan hewan ternak. Androgen 30
merupakan hormon kelamin yang mempengaruhi pertumbuhan karena berfungsi sebagai pengatur dan stimulan pertumbuhan. Androgen dihasilkan oleh sel-sel interstisial dan kelenjar adrenal. Salah satu dari steroid androgen adalah testosteron yang dihasilkan oleh testes pada jantan. Sekresi testosteron yang tinggi menyebabkan sekresi androgen yang tinggi pula. Sesuai dengan pernyataan Hafez dan Dyer (1969) bahwa hormon jenis kelamin jantan ini menyebabkan pertumbuhan yang lebih cepat pada ternak jantan dibanding dengan ternak betina terutama setelah munculnya sifatsifat kelamin sekunder pada ternak jantan. Namun, pada kelompok umur E (>5 tahun) ukuran-ukuran tubuh kerbau belang betina melampaui jantan sehingga dapat dikatakan bahwa betina memiliki pertumbuhan yang lebih lambat daripada jantan (masak lambat). Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
semakin
bertambahnya
umur
mengakibatkan ukuran tubuh bertambah besar. Namun, Lawrence dan Folwer (2002) menyatakan bahwa pola pertumbuhan sebagai bentuk yang sederhana dengan laju pertumbuhan tubuh meningkat cepat pada kehidupan awal kemudian menurun secara perlahan ketika ternak dewasa. Vaccaro dan Rivero (1985) menyatakan hal serupa, yakni pola pertumbuhan tertinggi terjadi pada awal kemudian mengalami peningkatan secara perlahan sampai mencapai konstan saat ternak tua. Karena itu, kerbau belang harus disembelih pada umur yang tepat yakni pertumbuhannya telah mencapai nilai tertinggi, sebelum konstan atau bahkan menurun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok umur E (>5 tahun) merupakan waktu yang tepat untuk menyembelih kerbau belang karena pertumbuhannya telah mencapai optimal yakni rata-rata bobot badan jantan dan betina 580,02 kg dan 587,15 kg. Produktivitas kerbau belang Toraja khususnya di Sanggalangi sudah baik. Hal tersebut terlihat pada hasil dan pembahasan sebelumnya dimana kerbau belang Toraja memiliki ukuran-ukuran tubuh yang relatif lebih besar daripada kerbau rawa di wilayah lain seperti Banten, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Bali, dan NTB. Hal ini mengindikasikan manajemen pemeliharaan yang dilakukan oleh peternak kerbau belang di Toraja lebih baik, disamping faktor iklim Sanggalangi yang mendukung dan genetik kerbau belang yang berbeda dengan kerbau rawa pada umumnya di wilayah lain. Kebudayaan masyarakat Toraja juga mendukung peternakan kerbau
31
belang di Sanggalangi karena beternak kerbau belang selalu menguntungkan bagi peternak lokal. Terkait pakan, wilayah Sanggalangi memiliki limbah pertanian yang cukup melimpah. Namun, limbah pertanian tersebut belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan pakan ternak. Pemanfaatan limbah pertanian seperti dedak padi perlu ditingkatkan. Limbah pertanian merupakan pakan kosentrat yang baik untuk meningkatkan pertambahan bobot badan kerbau belang. Sesuai pendapat Soedarsono (1989) yang menyatakan bahwa penambahan dedak padi pada pakan kerbau akan meningkatkan konsumsi bahan kering, pertumbuhan bobot badan dan efisiensi penggunaan pakan walaupun Dilaga (1987) menyatakan bahwa kerbau yang digembalakan di padang rumput alam tanpa pemberian konsentrat masih memperlihatkan respon positif. Sistem pemeliharaan yang paling banyak dilakukan oleh peternak di lokasi penelitian ialah sistem intensif. Dania dan Poerwoto (2006) menyatakan bahwa kerbau memerlukan berendam atau berkubang untuk membantu termoregulasi agar fisiologi tubuhnya dapat berjalan secara normal. Sistem pemeliharaan semi intensif (digembalakan) memberikan kesempatan kerbau belang untuk berkubang. Sistem pemeliharaan intensif tidak memberikan kesempatan kerbau belang untuk berkubang tapi kondisi lingkungan kandang memungkinkan kerbau belang terhindar dari sengatan matahari secara langsung (heat stress) karena memberikan keteduhan. Masing-masing sistem pemeliharaan (intensif dan semi intensif) memiliki keunggulan guna menunjang pertumbuhan kerbau belang yang optimal. Kecamatan Sanggalangi memiliki suhu rata-rata 23 oC, kelembaban udara rata-rata sebesar 59-75% dan curah hujan per tahun ialah berkisar antara 2000-2700 mm/tahun (Dinas Pertanian Toraja Utara, 2011). Kondisi tersebut masih memenuhi kenyamanan kerbau belang karena suhu optimum untuk kerbau berkisar antara 15-25 o
C dengan kelembaban 60-70% (Yurleni, 2000) dan curah hujan 500-2000 mm/tahun
(Joseph, 1996). Wajar jika pertumbuhan Kerbau Belang di Sanggalangi dinilai baik.
32
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Rataan ukuran-ukuran tubuh Kerbau Belang meningkat secara bertahap seiring dengan bertambahnya umur. Rataan ukuran-ukuran tubuh Kerbau Belang pada umur lebih tua lebih besar dibandingkan dengan yang lebih muda baik pada jenis kelamin yang sama maupun yang berbeda. Ukuran-ukuran tubuh Kerbau Belang Toraja jantan lebih besar dari pada betina pada tiap kelompok umur yang sama. Saran Penelitian ini dapat dilanjutkan terhadap wilayah-wilayah lain di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki populasi Kerbau Belang yang cukup tinggi. Penelitian juga diharapkan dapat menggunakan data bobot badan hasil penimbangan.
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirobbil’alamin, puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian, seminar, dan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan dan tauladan kita, Nabi Muhammad SAW serta kepada kelurga, para sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa istiqomah hingga hari akhir. Terima kasih penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu, dan adik tersayang serta Keluarga Besar Koeseri dan Kartomuslam yang senantiasa memberikan perhatian, kasih sayang dan semangat. Terima kasih Penulis ucapkan kepada Ir. Komariah, MSi. dan Dr. Ir. Henny Nuraini, MSi. selaku pembimbing skripsi. Terima kasih kepada Dr. Ir. Bagus Priyo Purwanto, M.AgrSc. selaku Pembimbing Akademik. Terima kasih kepada Iyep Komala, S.Pt. selaku pembahas seminar. Terima kasih kepada Ir. Kukuh Budi Satoto, MSc. dan Ir. Rini Herlina Mulyono, MSi. selaku penguji sidang. Terima kasih kepada Dr. Jakaria, S.Pt, MSi selaku panitia sidang. Terima kasih kepada teman seperjuangan penelitian Arfan Afandi H. Terima kasih kepada teman-teman Asrama Putra TPB IPB beserta SR terutama Gedung C3 Lorong 9. Terima kasih kepada Keluarga Besar Fapet IPB yakni dosen, staf, karyawan, serta kakak dan adik tingkat, khususnya teman sekelas IPTP 43 dan Rohis Fapet IPB. Terima kasih kepada rekan-rekan seperjuangan organisasi kampus ISMAPETI, BEM-D REBORN dan DRAGON serta BEM KM Generasi Inspirasi, khususnya BPH BEM DRAGON dan JAKNAS BEM KM GI. Terima kasih kepada teman-teman Pondok Al Izzah. Penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan selama penyusunan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Bogor,
Nopember 2011
Satriyo Ardi
DAFTAR PUSTAKA Aisiyah, N. 2000. Studi ukuran tubuh sapi Madura di Desa Samaran, Kecamatan Tambelayan, Kabupaten Sampang, Madura. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Basuki, P. 1988. Dasar Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Batosamma, T. 2004. Potensi dan prospek pengembangan kerbau belang di Sulawesi Selatan. Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Peningkatan Populasi dan Produktivitas Ternak Kerbau di Indonesia. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan bekerja sama dengan Pusat Bioteknologi LlPI. Hlm: 25. Bo Do, S. 2005. Kerbau dalam Tradisi Orang Toraja. Pusat Kajian Indonesia Timur. Universitas Hasanuddin, Makassar. Bhinake, A. U. and S. B. Kawitkar. 2004. Handbook for Veterinary Clinicians. Buffalo bulletin. 23 : 4-9. Campbell, N. A., J. B. Reece, dan L. G. Mitchell. 2004. Biologi. Terjemahan Edisi Kelima Jilid 1-3. Erlangga, Jakarta. Camoens, J. K. 1976. The Buffalo in Malaysia. Ministry of Agriculture Malaysia, Malaysia. Chantalakhana, C. dan P. Skunmun. 2002. Sustainable Smallholder Animal System in the Tropics. Kasetsart University Press, Bangkok. Cockrill, W. 1974. The Husbandry and Health of the Domestic Buffalo: The Buffalo of Indonesia. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome. Dilaga, H.H. 1987. Suplementasi kalsium dan fosfor pada kerbau rawa di Kalimantan Tengah yang mendapat ransum padi hiang. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dania, I. B. dan H. Poerwoto. 2006. Pertumbuhan berat badan, laju prtumbuhan, dan konversi pakan kerbau jantan akibat pemberian kesempatan berkubang dan jerami padi amoniasi. Pros. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4-5 Agustus 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm 99-102 Dinas Pertanian Toraja Utara. 2011. http://sulsel.go.id/indo/statis-33-toraja-utara.html (9 Maret 2011). Dwiyanto, K. dan Subandryo. 1995. Peningkatan mutu genetik kerbau lokal di Indonesia. Lokakarya Nasional Pengembangan Ternak Kerbau di Indonesia, Bogor. Erdiansyah. E. 2008. Studi keragaman fenotipe dan pendugaan jarak genetik antara kerbau lokal di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fahimuddin, M. 1975. Domestic Water Buffalo. Oxford and IBH Publishing. Co. GG Joupath, New Delhi. Gatenby, R.M. 1986. Sheep Production in The Tropics and Sub Tropics (Tropical Agriculture Series). Longman Group Ltd, London. Hafez, E. S. E and I. A. Dyer. 1969. Animal Growth and Nutrision. Lea dan Fisher, Philadelphia. Hamzah, A. A. 2010. (koleksi pribadi) Hasinah, H. dan Handiwirawan. 2006. Keragaman ganetik ternak kerbau di Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Herianti, I. dan M. D. M. Pawarti. 2009. Penampilan Reproduksi dan Produksi Kerbau pada Kondisi Peternakan Rakyat di Pringsurat, Kabupaten Temanggung. Jurnal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Jawa Tengah. hlm 119-127. Hidayat, U. 2007. Karakteristik fenotipik Kerbau Banten dan Sumatra Utara. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ismawan, A. H. 2000. Produktivitas ternak kerbau di Desa Bojong dan Desa Cibunar, Kabupaten Garut. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Joseph, G. 1996. Status asam basa dan metabolisme mineral pada ternak kerbau lumpur yang diberi pakan jerami padi dan konsentrat dengan penambahan natrium. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kampas, R. 2008. Keragaman fenotipik morfometrik tubuh dan pendugaan jarak genetik kerbau rawa di Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatra Utara. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lawrence, T. L. J. dan V. R. Fowler. 2002. Growth of Farm Animal. 2 nd Edition. CABI Publishing. CABI International, Wallingford, Oxon Ox10 8de, UK. Lendhanie, U. U. 2005. Karakteristik reproduksi kerbau rawa dalam konsisi lingkungan peternakan rakyat. BIOSCIENTIAE II(2) : 43-48. Lita, M. 2009. Produktivitas Kerbau Rawa di Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mason, I. L. 1974a. Species, Types and Breeds. The Husbandry and Health of The Domestic Buffalo. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome. Mason, I. L. 1974b. Genetics. The Husbandry and Health of The Domestic Buffalo. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome. Noor, R. R. 2004. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
36
Nooy-Palm. 1979. The Sa’dan Toraja: A Study of Their Social Life and Religion. Vol. 1 Organization, Symbols, and Beliefs. The Hague: Nijhoff, Verhandelingen 87. Peter, J. M. N, G. A. Persoon and R. Jaffe, 2003. The Buffalo in Ritual, Myth and Daily Life of The Sa’dan Toraja, Framing Indonesian Realities. KITLV Press, Leiden. Praharani, L. dan E. Triwulanningsih. 2008. Karakteristik bibit kerbau pada agroekosistem daratan tinggi. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm 113-123. Putra, I. G. 1985. Pendugaan bobot hidup kerbau lumpur berdasarkan pengukuran morfologi. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rajhan, S. K. and N. N. Pathak. 1979. Management an feeding Buffaloes. Vikas publishing House PVT LTD. New Delhi. Saladin, R. 1988. Kerbau: Sebuah Metoda Pengukuran Berat Badan. Jamarun, N. (Editor). Ternak dan Lingkungan. Pusat Penelitian Universitas Andalas, Padang. Saleh, A. R. 1982. Korelasi antara bobot badan, lingkar dada lebar dada tinggi pundak, panjang badan, dan dalam dada pada Sapi Ongole di Pulau Sumba. Media Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Santosa, D. 1983. Korelasi antara lingkar dada, panjang badan, dan tinggi gumba dengan berat hidup kerbau di Pasar Ternak Banjarnegara. Ringkasan Hasil Penelitian DP3M Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Saroji. 2008. Karakteristik ukuran tubuh Kerbau Rawa di Kecamatan Cibadak dan Sajira, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Shackleton, D. dan A. Harested. 2003. Bovids 1-Kudus, Buffaloes, and Bison. Pp 1125 in M. Hutchins, (Ed). Grzinek’s Animal Life Encyclopedia, 2 nd Edition. MI : Gale Group, Farmington Hills. Siregar, A. R., M. Komarudin, M. Zulbadri, Didi. Budiwiyono, M. Yusran dan D. S.Purwadinata. 1984. Ukuran badan sapi Indonesia PO. Proyek RCP di daerah Bojonegoro dan Magetan Jawa Timur. Majalah Ilmu dan Peternakan I(6) : 215-221. Sitorus. A. J. 2008. Studi keragaman fenotipe dan pendugaan jarak genetik kerbau sungai, rawa, dan silangan di Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Dasar Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Soedarsono. 1989. Daya Reproduksi Beberapa Aspek Produksi Kerbau Lumpur (Bubalus bubalus) di Kawasan Pantai Utara Jawa Tengah. Disertasi. Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. 37
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sastroamidjojo, M. S. 1991. Ternak Potong dan Kerja. CV Yasa Guna, Jakarta. Subandriyo, 2006. Usaha ternak kerbau mendukung program kecukupan daging sapi. Prosiding Lokakarya Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Thiahn. 2011. Upacara Kematian di Tana Toraja. thiahn92.student.umm.ac.id (12 Oktober 2011) Triwulanningsih, E. Subandriyo, P. Sirumorang, T. Sugianti, R. G. Sianturi, D. A. Kusumaningrum, I Gede Putu, P. Sitepu, T. Panggabean, P. Mahyudin, Zulbardi, S. B. Siregar, U. Kusnadi, C. Thalib, dan A. R. Siregar. 2004. Data Base Kerbau Di Indonesia. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. Vaccaro, R. dan S. Rivero. 1985. Growth of Holstein females in the Venezuelan. Tropics. Anim Prod. 40 : 279-285. Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1986. An Introduction to Animal Husbandry in the Tropics. Longman, London. Yurleni. 2000. Produktivitas dan peluang pengembangan usaha ternak kerbau di Provinsi Jambi. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Zulbardi, M. dan D. A. Kusumaningrum. 2005. Penampilan produksi ternak kerbau lumpur (Bubalus bubalus) di Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12-13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm 301-15.
38
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Data Sekunder
: lokasi penelitian
40
Lampiran 2. Hasil ANOVA untuk Panjang Badan Sumber
db
JK
KT
Fhit
P>F
Model
5
65653,02419
13130,60484
1422,07
<,0001*
Galat
261
2409,93289
9,23346
Total
266
6806,.95708
Keragaman
Keterangan: * Berbeda nyata (P<0,05)
Lampiran 3. Uji Duncan untuk Panjang Badan Terhadap Jenis Kelamin Pengelompokan Duncan
Rataan
n
Jenis Kelamin
a
131.6520
175
Jantan
b
124.0696
92
Betina
Lampiran 4. Uji Duncan untuk Panjang Badan Terhadap Kelompok Umur Pengelompokan Duncan
Rataan
n
Kelompok Umur
a
108.5343
70
< 1 tahun
b
117.5556
27
1 tahun
c
130.2314
70
1-3 tahun
d
138.9500
50
3-5 tahun
e
152.3680
50
> 5 tahun
Lampiran 5. Hasil ANOVA untuk Lingkar Dada Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
P>F
Model
5
65620,29409
13124,05882
1397,05
<,0001*
Galat
261
1193,05538
9,39414
Total
266
66813,34947
Keterangan: * Berbeda nyata (P<0,05)
41
Lampiran 6. Uji Duncan untuk Lingkar Dada Terhadap Jenis Kelamin Pengelompokan Duncan
Rataan
n
Jenis Kelamin
a
183.5011
88
Jantan
b
174.1489
45
Betina
Lampiran 7. Uji Duncan untuk Lingkar Dada Terhadap Kelompok Umur Pengelompokan Duncan
Rataan
n
Kelompok Umur
a
148.4429
35
< 1 tahun
b
163.4357
14
1 tahun
c
189.7029
35
1-3 tahun
d
196.0240
25
3-5 tahun
e
206.7083
24
> 5 tahun
Lampiran 8. Hasil ANOVA untuk Estimasi Bobot Badan Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
P>F
Model
5
4445993,866
889198,773
1586,18
<,0001*
Galat
261
146314,581
560,592
Total
266
4592308,447
Keterangan: * Berbeda nyata (P<0,05)
Lampiran 9. Uji Duncan untuk Estimasi Bobot Badan Terhadap Jenis Kelamin Pengelompokan Duncan
Rataan
n
Jenis Kelamin
a
421.901
175
Jantan
b
365.587
92
Betina
Lampiran 10. Uji Duncan untuk Estimasi Bobot Badan Terhadap Kelompok Umur Pengelompokan Duncan
Rataan
n
Kelompok Umur
a
228.663
70
< 1 tahun
b
295.322
27
1 tahun
c
130.2314
70
1-3 tahun
d
486.500
50
3-5 tahun
e
581.444
50
> 5 tahun 42
Lampiran 11. Populasi Ternak Nasional Indonesia Tahun
Komoditi
2007
2008
2009
2010
Ayam Buras
272,251,140
243,423,300
249,963,400
261,173,500
Ayam Ras Pedaging
891,659,340
902,052,400
1,026,378,500
1,115,108,000
Ayam Ras Petelur
111,488,870
107,955,100
111,417,600
116,188,000
Babi
6,710,758
6,837,529
6,974,732
7,212,218
Domba
9,514,184
9,605,338
10,198,766
10,914,839
Itik
35,866,830
39,839,500
40,679,500
43,367,100
Kambing
14,470,215
15,147,433
15,815,317
16,841,149
2,085,779
1,930,716
1,932,927
2,010,077
Kuda
401,081
392,864
398,758
409,281
Sapi Perah
374,067
457,577
474,701
495,231
11,514,871
12,256,604
12,759,838
13,632,685
Kerbau
Sapi Potong
Keterangan : satuan dalam ekor Sumber : Deprtemen Pertanian (2011)
Lampiran 12. Populasi Ternak di Provinsi Sulawesi Selatan Ternak
Tahun 2007
2008
2009
2010
Ayam Buras
14,336,350
14,487,100
13,047,500
13,551,000
Ayam Ras Pedaging
13,826,050
14,575,800
16,373,000
16,594,900
4,779,520
5,185,300
5,971,900
5,990,900
633,953
523,900
546,351
549,083
1,371
818
490
495
1,036,360
2,468,400
2,755,700
2,758,400
Kambing
466,084
443,792
437,918
442,297
Kerbau
120,003
130,109
124,141
124,543
Kuda
114,227
112,174
117,312
117,312
1,784
1,919
1,826
1,726
696,615
703,303
729,066
773,745
Ayam Ras Petelur Babi Domba Itik
Sapi Perah Sapi Potong
Keterangan : satuan dalam ekor Sumber : Deprtemen Pertanian (2011) 43
Lampiran 13. Produksi Hasil Ternak Nasional Indonesia Tahun
Komoditi 2007
2008
2009
Daging Ayam Buras
294,880
273,500
247,700
259.8
Daging Ayam Ras Pedaging
942,780
1,018,700
1,101,700
1,184.30
58,160
57,300
55,000
60.7
225,900
209,800
200,100
203.6
Daging Domba
56,850
47,000
54,260
59.1
Daging Itik
44,100
31,000
25,780
27.9
Daging Kambing
63,610
66,000
73,820
77.5
Daging Kerbau
41,750
39,000
34,600
37.2
1,970
1,800
1,790
1.8
Daging Sapi
339,470
392,500
409,300
435.2
Susu
567,680
647,000
881,800
927.8
Telur
1,336,200
1,323,600
1,306,800
1,378.80
Telur Ayam Buras
230,470
166,600
162,000
167.7
Telur Ayam Petelur
944,130
956,000
909,500
959.3
Telur Itik
207,530
201,000
236,400
251.7
Daging Ayam Ras Petelur Daging Babi
Daging Kuda
2010
Keterangan : satuan dalam 000 ton Sumber : Deprtemen Pertanian (2011)
Lampiran 14. Populasi Ternak Kerbau tiap Propinsi di Indonesia Ternak
Tahun 2007
2008
2009
2010
Nanggroe Aceh Darussalam
390,334.00
280,662.00 290,772.00 308,179.00
Sumatera Utara
189,167.00
155,341.00 156,210.00 157,084.00
Sumatera Barat
192,148.00
196,854.00 202,997.00 221,459.00
Riau
50,362.00
49,116.00
51,697.00
52,674.00
Jambi
72,206.00
72,008.00
73,852.00
76,133.00
Sumatera Selatan
90,160.00
77,271.00
75,217.00
83,167.00
Bengkulu
51,255.00
29,105.00
32,038.00
35,400.00 44
Lampung
38,991.00
40,016.00
42,346.00
42,721.00
Bangka Belitung
759
815
982
985
Kepulauan Riau
252
24
25
0
83
33
12
12
DKI Jakarta Jawa Barat
149,030.00
145,847.00 142,465.00 143,890.00
Jawa Tengah
109,004.00
102,591.00 105,506.00 107,616.00
Daerah Istimewa Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali
4,761.00
4,607.00
4,312.00
4,363.00
53,364.00
49,700.00
49,698.00
49,700.00
144,944.00 5,988.00
153,004.00 151,976.00 156,670.00 4,474.00
4,122.00
4,162.00
Nusa Tenggara Barat
153,822.00
161,450.00 155,307.00 163,702.00
Nusa Tenggara Timur
144,981.00
148,772.00 150,403.00 153,409.00
Kalimantan Barat
2,222.00
2,278.00
1,772.00
1,808.00
Kalimantan Tengah
17,100.00
17,186.00
5,740.00
5,797.00
Kalimantan Selatan
43,096.00
43,971.00
44,603.00
45,789.00
Kalimantan Timur
9,091.00
11,691.00
13,401.00
13,454.00
28
0
0
0
Sulawesi Tengah
4,181.00
4,234.00
4,256.00
4,290.00
Sulawesi Selatan
120,003.00
Sulawesi Utara
Sulawesi Tenggara
130,109.00 124,141.00 124,543.00
6,951.00
7,078.00
7,031.00
7,172.00
0
7
7
18
Sulawesi Barat
14,833.00
14,920.00
13,028.00
15,058.00
Maluku
25,303.00
26,012.00
27,565.00
29,211.00
1,319.00
1,365.00
1,396.00
1,536.00
68
174
75
75
Gorontalo
Papua Maluku Utara
Keterangan : satuan dalam 000 ekor Sumber : Deprtemen Pertanian (2011)
45