UJI KINERJA PEMANFAATAN MEMBRAN REVERSE OSMOSIS PADA MESIN PENDINGIN ABSORPSI LiBr-
JOHANNES FERDI FRANS SIPANGKAR
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Kinerja Pemanfaatan Membran Reverse Osmosis pada Mesin Pendingin Absorpsi LiBradalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013 Johannes Ferdi Frans Sipangkar NIM F14080112
ABSTRAK JOHANNES FERDI FRANS SIPANGKAR. Uji Kinerja Pemanfaatan Membran Reverse Osmosis pada Mesin Pendingin Absorpsi LiBr. Dibimbing oleh ARMANSYAH H. TAMBUNAN. Mesin pendingin absorpsi LiBradalah mesin pendingin alternatif untuk menggantikan mesin pendingin kompresi uap yang mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan dan menggunakan energi mekanik sebagai penggeraknya. Meskipun demikian, mesin pendingin absorpsi masih memerlukan energi dalam bentuk panas untuk meregenerasi refrigeran dari absorbernya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji kinerja penggunaan membran reverse osmosis sebagai pemisah refrigeran H2O dari larutan LiBr-H2O pada mesin pendingin absorpsi LiBrdan menghitung COP dari mesin tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan sistem intermitten, yaitu proses regenerasi dan proses refrigerasi berlangsung terpisah. Penelitian ini menggunakan 3 konsentrasi larutan LiBr-H2O yaitu konsentrasi 30%, 25%, dan 20% dengan berbagai perlakuan tekanan. Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui nilai COP dari setiap konsentrasi. Pada konsentrasi 30%, COP yang dihasilkan adalah sebesar 0.130 – 0.270. Pada konsentrasi 25%, COP yang dihasilkan adalah sebesar 0.035 – 0.055. Sedangkan pada konsentrasi 20%, COP yang dihasilkan adalah sebesar 0.015 – 0.020.
Kata kunci: membran reverse osmosis, refrigeran, LiBr-H2O
ABSTRACT JOHANNES FERDI FRANS SIPANGKAR. Test Performance Utilization Membrane Reverse Osmosis in Absorption Refrigerant System LiBr-H2O. Supervised by ARMANSYAH H. TAMBUNAN. Absorption refrigeration system LiBr-H2O is an alternative refrigeration system to substitute vapor-compression refrigeration system, which has negative impact to environment and using mechanical energy for its operation. However, the absoption refrigeration system still needs thermal energy to regenerate the refrigerant from its absorber. The purposes of this study is to study the performance of reverse osmosis membrane to regenerate refrigerant H2O from the LiBr-H2O in absorption refrigeration system and to calculate the COP of the system. The experiment was conducted intermittently, where regeneration and refrigeration process occured separately. The study uses 3 level of LiBr-H2O concentration, namely 30%, 25%, and 20% with a variety of pressure treatments. The result of this research shows that COP of the system at concentration of 30% was 0.130 – 0.270, at concentration of 25% was 0.035 – 0.055, and at concentration of 20% was 0.015 – 0.020. Keywords : reverse osmosis membrane, refrigerant, LiBr-H2O
UJI KINERJA PEMANFAATAN MEMBRAN REVERSE OSMOSIS PADA MESIN PENDINGIN ABSORPSI LiBr-
JOHANNES FERDI FRANS SIPANGKAR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Uji Kinerja Pemanfaatan Membran Reverse Osmosis pada Mesin Pendingin Absorpsi LiBrNama : Johannes Ferdi Frans Sipangkar NIM : F14080112
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Armansyah H. Tambunan Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Desrial, MEng Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada TYME atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah penggunaan membran reverse osmosis pada mesin pendingin aborpsi, dengan judul Uji Kinerja Pemanfaatan Membran Reverse Osmosis pada Mesin Pendingin Absorpsi LiBr. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Armansyah H. Tambunan selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Bayu Rudyanto, ST, MSi dari mahasiswa pascasarjana IPB selaku teman penelitian dan membantu saya selama penelitian dilakukan. Terimakasih juga saya ucapkan kepada teman-teman di lab pindah panas dan masa, bg agus, bg angga, bg soolany, bg kiman, kak rosmaika, agustino, dan adik angkatan TEP46, deny, mona, alia, dian, tiara, serta teknisi mas firman dan mas darma, dan kepada teman-teman TEP45 dan kosan 82 terkhusus andre, zega, ranto, rifki, indra hermawan, ignatius indrawan, fauzan dan semua teman-teman yang telah memberikan motivasi dan inspirasi selama penelitian dilakukan. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman PMKRI dan Marga Putra, Kak Chris, Bg Cinde, Margaretha, Edo, Sari, Yoseph, Penta, Ibet, Fajar, Dani, Yanto, Eko, Nato. Spesial kepada terkasih Indria Vaya Sitepu, terimakasih karena telah menemani penulis selama penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, bg davit, theresia, putri, dan dinda serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013 Johannes Ferdi Frans Sipangkar
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan
1 1 2
TINJAUAN PUSTAKA Proses Pendinginan Mesin Pendinginan Absorpsi Teknologi Membran Karakteristik Membran Reverse Osmosis
2 2 3 5 6
METODE Bahan Alat Prosedur Analisis Data Perangkaian Mesin Pendingin Absorpsi Pembuatan larutan LiBr-H2O Pencucian Membran Penentuan Tekanan Operasional Pengambilan Data Percobaan Pemisahan Larutan LiBr-H2O dengan Membran
7 7 7 7 7 8 8 8 10 10
HASIL DAN PEMBAHASAN Perangkaian Mesin Pendingin Absorpsi Penentuan Tekanan pada Tiap-tiap Konsentrasi Kinerja Membran Reverse Osmosis pada Sistem Absorber Proses Absorpsi Hubungan Retentat dengan Absorban terhadap Penurunan Suhu Analisis terhadap Kinerja Siklus Refrigerasi Konsep Rancangan Awal Evaporator dan Absorber
12 12 12 13 15 16 18 20
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
20 20 21
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Pembuatan konsentrasi larutan Beberapa peralatan yang digunakan dalam penelitian uji kinerja mesin pendingin absorpsi LiBr-H2O menggunakan membran reverse osmosis Tekanan yang digunakan pada masing-masing pengujian Penurunan suhu pada setiap konsentrasi
8 9 13 15
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sistem pendingin absorpsi Proses pemisahan larutan menggunakan membran Diagram alir percobaan Skema mesin pendingin absorpsi LiBr-H2O menggunakan membran reverse osmosis Grafik hubungan tekanan operasional dengan tingkat rejeksi dan fluks pada konsentrasi 30% Grafik hubungan tekanan operasional dengan tingkat rejeksi dan fluks pada konsentrasi 20% Grafik hubungan tekanan operasional dengan tingkat rejeksi dan fluks pada konsentrasi 25% Grafik hubungan suhu terhadap waktu pada konsentrasi 30% Grafik hubungan suhu terhadap waktu pada konsentrasi 25% Grafik hubungan suhu terhadap waktu pada konsentrasi 20% Grafik Nilai COP Gambar komponen evaporator dan absorber
3 6 11 12 13 14 14 16 17 17 19 20
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Perhitungan luas permukaan membran Contoh perhitungan fluks pada konsentrasi 30% percobaan pertama Contoh perhitungan tingkat rejeksi pada konsentrasi 30% percobaan Contoh perhitungan laju penyerapan uap air pada konsentrasi 30% percobaan pertama
22 24 25 26
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan sistem pendingin dalam bidang pertanian seperti pengawetan, penyimpanan hasil pertanian, bahan pertanian, penyegaran udara, dan keperluan lainnya saat ini semakin meningkat. Sistem pendinginan yang ada saat ini kebanyakan bekerja dengan sistem kompresi uap menggunakan energi listrik dan refrigeran sintetik seperti: R-11 (AC dengan kapasitas besar), R-12 (AC dan freezer dalam rumah tangga), R-22 (heat pump dan AC bangunan komersial dan industri besar), R-502 (chiller supermarket) dll, sedangkan jenis Freon yang bukan ODS adalah R-134a (Tambunan AH 2001). Adapun permasalahan utama yang timbul pada sistem pendingin kompresi uap ialah refrigeran sintetik yang digunakan yaitu fluorocarbon (CFC, HFC, HCFC) mempunyai dampak negatif pada lingkungan seperti merusak lapisan ozon sehingga menimbulkan pemanasan global. Chlor adalah gas yang merusak lapisan ozon sedangkan fluor adalah gas yang menimbulkan efek rumah kaca. Selain itu permasalahan lainnya yang terjadi adalah mesin pendingin sistem kompresi uap menggunakan energi mekanik yang berasal dari energi listrik, padahal pada saat ini sedang terjadi krisis energi yang ditandai dengan semakin menipisnya cadangan bahan bakar fosil terutama minyak bumi sehingga harga minyak dunia semakin meningkat. Melihat permasalahan yang ada dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh refrigeran yang ada, maka diperlukan solusi yang tepat yang mampu mengurangi efek rumah kaca dan secara ekonomis lebih murah dan mudah didapatkan. Salah satu sistem pendingin yang dapat dijadikan alternatif yaitu sistem pendinginan absorpsi. Sistem pendingin absorpsi dikembangkan pada tahun 1850-an oleh Ferdinand Care dan menjadi sistem pendinginan utama saat itu sebelum kemunculan mesin pendingin kompresi uap pada tahun 1880-an yang berkembang sampai sekarang. Sistem pendinginan absorpsi mempunyai karakteristik tersendiri untuk menghasilkan siklus pendinginan yaitu tidak menggunakan kompresor mekanik tetapi digantikan dengan memanfaatkan sumber energi panas (heatoperated cycle) (Stoecker 1982). Beberapa sumber energi panas yang biasa digunakan adalah energi panas buang dari mesin atau pabrik, energi panas dari surya atau energi yang dihasilkan dari pembakaran biomassa hasil limbah pertanian dan juga energi panas bumi (Wang et al. 2009). Sistem pendingin absorpsi memiliki 4 komponen utama, yaitu generator, kondensor, evaporator, dan absorber. Sistem pendingin absorpsi ini terdiri dari 2 proses utama yaitu proses regenerasi, terjadi di komponen generator dan kondensor, dan proses refrigerasi, terjadi di komponen evaporator dan absorber. Proses regenerasi di dalam sistem pendingin absorpsi merupakan salah satu proses utama, dimana di generator diberikan panas dengan tujuan memisahkan refrigerant dari larutan penyerapnya. Proses pemisahan ini memiliki kendala yaitu temperatur pemanasan yang dipakai cukup tinggi. Menurut Ma et al. (1998) dan Vargas et al. (2009) bahwa temperatur operasi di generator pada pendinginan absorpsi menggunakan larutan LiBr-H2O di bawah 80⁰C akan menghasilkan COP
2 yang rendah. Sedangkan menurut Gu et al. (2008), penggunaan temperatur generator pada sistem LBARS antara 80-93⁰C menghasilkan COP rata-rata 0.725. Usaha untuk memperbaiki sistem pendingin absorpsi juga dilakukan oleh Wu et al. (2008), yaitu dengan menambahkan kompresor uap yang ditempatkan di antara generator dan kondensor. Pemakaian kompresor uap ini akan mengurangi tekanan uap pada saat temperatur menjadi rendah dan COP yang dihasilkan antara 0.650.75. Pengembangan sistem pendingin absorpsi berlanjut pada penggunaan membran di dalam mesin pendingin absorbsi. Perkembangan penggunaan membran di dalam sistem pendingin absorpsi masih berkutat pada pemilihan jenis membran yang digunakan. Wang et al. (2009) melakukan pemisahan larutan LiBr-H2O dengan menggunakan vakum membran destilasi (vacuum membrane destilation). Material membran yang digunakan adalah polyvinylidene fluoride (PVDF) yang berfungsi untuk mengatasi pemakaian temperatur regenerasi yang tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan terjadinya pemakaian suhu yang lebih rendah sampai dengan 67⁰C. Selain itu pemakaian membran destilasi membutuhkan biaya yang besar. Berdasarkan pokok permasalahan di atas, perlu kiranya dilakukan penelitian-penelitian lanjutan dalam penggunaan membran untuk proses pemisahan LiBr dengan H2O sehingga akan memungkinkan untuk menghilangkan proses kondensasi di dalam sistem pendingin. Selain itu tidak adanya proses kondensasi juga akan mempengaruhi pada kebutuhan pemakaian energi di dalam sistem pendingin tersebut.
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah memisahkan refrigeran dari absorban pada mesin pendingin absorpsi LiBr-H2O dengan menggunakan membran reverse osmosis dan menghitung COP dari mesin pendingin tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA Proses Pendinginan Proses pendinginan merupakan proses pengambilan kalor /panas dari suatu ruang atau benda untuk menurunkan suhunya dengan jalan memindahkan kalor yang terkandung dalam ruangan atau benda tersebut (Kamaruddin 1998). Pendinginan dan pembekuan digunakan sebagai salah satu cara untuk menjaga agar produk pertanian yang mudah rusak, dapat tetap terjaga kualitasnya dengan baik selama waktu tertentu sebelum produk tersebut dikonsumsi maupun diperdagangkan. Tujuan lain pendinginan pada bidang pertanian adalah untuk memperlambat aktivitas bakteri, sedangkan pada proses pembekuan bertujuan untuk menghentikan sepenuhnya aktivitas bakteri pada produk yang dikehendaki. Perkembangan teknologi pendinginan sangat dipengaruhi oleh dua permasalahan besar, yaitu pemakaian refrigeran dan penggunaan energi. Pemakaian refrigeran sintetik yang mengandung chlor dan fluor dalam sistem
3 pendingin mengakibatkan semakin menipisnya lapisan ozon serta berdampak pada pemanasan global. Namun dalam pendinginan itu sendiri refrigeran merupakan komponen terpenting dalam siklus refrigerasi karena refrigeran inilah yang menimbulkan efek pendinginan pada mesin refrigerasi. Misalnya refrigeran seperti, CFCs (Chloro Fluoro Carbons), HCFCs (Hydro ChloroFluoro Carbons), HFCs (Hydro Fluoro Carbons) merupakan jenis refrigeran yang pada tahun 2030 harus dihapuskan sesuai kesepakatan Protokol Montreal tahun 1987 dan Protokol Kyoto tahun 1997 (Tambunan AH 2001). Perkembangan lain dari sistem pendingin selain permasalahan pemakaian refrigeran adalah penggunaan energi. Para peneliti berusaha memunculkan sistem pendingin alternatif yang tidak mengandung permasalahan yang serupa di atas. Teknologi pendingin alternatif diantaranya adalah refrigerasi sistem absorpsi, adsorpsi padatan (solid adsorption) dan efek magnetokalorik. Keunggulan dari sistem absorpsi dan adsorpsi padatan adalah tidak menggunakan refrigeran yang merusak lapisan ozon dan menimbulkan pemanasan global. Untuk meningkatkan tekanan refrigerannya dapat menggunakan panas buangan, sinar matahari dan juga bisa menggunakan biomassa. Sedangkan refrigerasi sistem efek magnetokalorik sama sekali tidak menggunakan refrigeran primer. Refrigerasi magnetik dipandang sebagai teknologi hijau (green technology) yang memiliki potensi untuk menggantikan siklus konvensional kompresi uap.
Mesin Pendinginan Absorpsi Mesin pendingin yang sangat terkenal saat ini adalah mesin pendingin kompresi uap dan mesin pendingin absorpsi/adsorpsi. Mesin pendingin sistem kompresi uap merupakan sistem yang dioperasikan oleh kerja (work operated cycle) karena untuk menaikkan tekanan refrigeran dibutuhkan kerja dari kompresor sedangkan mesin pendingin absorpsi dikenal dengan heat operated cycle karena sebagian besar prosesnya membutuhkan panas untuk melepas uap tekanan tinggi (Stoecker 1992).
Water Vapor Generator Heat Water
Condenser Cold Water
Heat Exchanger
Water Vapor Chilled Water
Absorber
Cold Water Evaporator
Solution pump
Gambar 1 Sistem pendingin absorpsi
4 Sistem pendingin absorpsi berdasarkan sirkulasi fluida kerjanya terbagi menjadi dua bagian yaitu sistem intermitten dan sistem kontinyu. Kedua sistem ini terdiri dari dua proses utama yaitu proses regenerasi dan proses refrigerasi. Sistem kontinyu, proses regenerasi dan refrigerasi berlangsung secara bersamaan, sedangkan pada proses intermitten, kedua proses berlangsung secara bergantian. Komponen utama dari mesin pendingin absorpsi adalah generator, kondensor, evaporator, dan absorber. Selama proses regenerasi, panas diberikan ke generator untuk memisahkan dari larutan LiBr, selanjutnya uap air masuk ke dalam kondensor untuk berkondensasi menjadi refrigeran cair. Sedangkan pada proses refrigerasi, refrigeran air di dalam evaporator mengalami proses evaporasi dengan mengambil panas dari lingkungan sehingga menghasilkan efek pendinginan dan uap air yang dihasilkan kemudian diabsorpsi oleh larutan LiBr konsentrasi tinggi di dalam absorber. Gambar 1 memberikan penjelasan tentang sistem pendingin absorpsi. Siklus absorpsi menggunakan dua jenis zat yang umumnya berbeda, zat pertama disebut penyerap sedangkan yang kedua disebut refrigeran. Proses absorpsi dipengaruhi tingkat tekanan yang bekerja pada sistem, yaitu tekanan rendah yang meliputi proses penguapan di evaporator dan penyerapan di absorber dan tekanan tinggi yang meliputi proses pembentukan uap di generator dan pengembunan di kondensor. Efek pendinginan yang terjadi merupakan akibat dari kombinasi proses pengembunan dan penguapan kedua zat pada kedua tingkat tekanan tersebut. Proses yang terjadi di evaporator dan kondensor sama dengan yang terjadi pada siklus kompresi uap. Siklus absorpsi dioperasikan oleh kalor karena hampir sebagian besar operasi berkaitan dengan pemberian kalor untuk melepaskan uap refrigeran. Di dalam generator terjadi penerimaan kalor sehingga refrigeran akan menguap dan terpisah dari absorben menuju ke kondensor. Di kondensor terjadi pelepasan kalor ke lingkungan sehingga fasa refrigeran berubah dari uap menjadi cair. Ketika memasuki evaporator temperaturnya akan berada di bawah temperatur lingkungan. Pada komponen evaporator inilah terjadi proses pendinginan suatu produk dimana kalornya diserap oleh refrigeran untuk selanjutnya menuju absorber. Kebanyakan zat pengabsorpsi atau absorben adalah bahan-bahan yang sangat berpori, dan absorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada daerah tertentu di dalam partikel itu. Karena pori-pori absorben biasanya sangat kecil maka luas permukaan dalamnya menjadi beberapa kali lebih besar dari permukaan luar. Absorben yang telah jenuh dapat diregenerasi agar dapat digunakan kembali untuk proses adsorpsi. Beberapa penelitian pada sistem pendingin absorpsi telah dilakukan dengan melihat besarnya temperatur untuk pemisahan larutan LiBrdi generator. Li dan Sumathy (2001) menggunakan solar collector pada sistem pendingin absorpsi singgle effect dengan temperatur pemanasan berkisar 88⁰C mampu menghasilkan COP sebesar 0.6 dan temperatur pendinginan sebesar 7⁰C. Ma et al. (1998) dan Vargas et al. (2009) melakukan penelitian pada sistem pendingin absorpsi tipe singgle effect, menyimpulkan bahwa pemakaian temperatur di generator kurang dari 85 ⁰C akan mendapatkan COP yang rendah. Wu et al. (2008) melakukan perbaikan sistem pendingin absorpsi dengan menambahkan kompresor uap di
5 antara generator dan kondensor dengan tujuan untuk membantu ketika temperatur di generator rendah dan di dapatkan COP sebesar 0.65-0.75. Untuk mengatasi penggunaan temperatur yang tinggi pada generator, Wang et al. (2009) melakukan penelitian untuk memisahkan larutan LiBr-H2O dengan menggunakan membran destilasi (membrane distillation). Membran destilasi adalah membran yang digunakan pada proses untuk memisahkan uap dari larutannya pada suhu yang lebih rendah dari titik didih larutannya (El Amali et al. 2004). Penelitian masih sebatas pada pemisahan dan belum diaplikasikan pada sistem pendingin. Membran yang digunakan pada penelitian tersebut berupa hollow fiber dengan bahan polyvinylidene fluoride (PVDF). Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa jenis membran ini mampu memisahkan larutan dengan baik dan temperatur pemanasan di generator yang digunakan juga tidak terlalu tinggi.
Teknologi Membran Membran merupakan lapisan semipermeabel yang tipis dan dapat digunakan untuk memisahkan dua komponen dengan cara menahan dan melewatkan komponen tertentu melalui pori-pori (Osada & Nakagawa 1992). Zat yang berukuran besar akan tertahan dan yang ukurannya lebih kecil dari pori-pori membran akan dilewatkan (Scott dan Hughes 1996). Pada tahun 1960-an teknologi membran mengalami perkembangan yang sangat berarti yaitu ditemukannya membran selulosa asetat (Brock 1983). Teknologi membran mulai mengalami perkembangan yang pesat dan mulai memasuki dunia industri. Industri yang mulai menggunakan teknologi membran adalah industri makanan dan industri susu (Marshal 1980; Paulson 1984). Teknologi membran memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan proses pemisahan menggunakan generator dan kondensor. Keunggulannya antara lain yaitu penggunaan energi akan lebih efisien dan penggunaan temperatur lebih rendah dikarenakan dalam prosesnya hanya membutuhkan tenaga dari pompa untuk proses pemisahan refrigeran dengan larutannya. Kinerja membran dalam proses pemisahan terutama dipengaruhi oleh karakteristik membran yang digunakan. Penilaian terhadap karakteristik membran diantaranya meliputi struktur, ukuran pori, serta sifat fisiko-kimia lainnya. Parameter utama yang digunakan dalam penilaian kinerja membran adalah fluks dan tingkat rejeksi (Osada & Nagawa 1992). Fluks merupakan jumlah volume permeat (filtrat) yang diperoleh pada operasi pemisahan per satuan waktu. Sedangkan rejeksi adalah tingkat penolakan membran terhadap suatu komponen (Scoot & Hughes 1996). Tingkat penolakan membran tergantung dari MWCO membran yaitu suatu nilai ukuran molekul yang mendekati nilai tertentu yang dapat diterima oleh membran dengan faktor penolakan sebesar 0.99 dalam suatu larutan encer (Toledo 1991). Menurut Mc Lellan (1993), nilai MWCO ditentukan berdasarkan hasil percobaan yang menunjukkan karakteristik daya tolak membran terhadap molekul tertentu. Cheryan (1992) menyatakan bahwa nilai rejeksi menunjukkan kemampuan suatu membran untuk menahan suatu komponen agar tidak melewati membran. Kinerja membran dapat mengalami penurunan oleh adanya fouling dan polarisasi
6 konsentrasi. Polarisasi konsentrasi dan fouling dapat membatasi proses pemisahan dengan membran karena keduanya menyebabkan penurunan fluks permeat (Wenten 1999).
Karakteristik Membran Reverse Osmosis Proses reverse osmosis merupakan kebalikan dari proses osmosis biasa. Pada proses osmosis yang terjadi adalah perpindahan pelarut dari larutan yang lebih encer ke larutan yang lebih pekat sedangkan pada reverse osmosis yang terjadi adalah sebaliknya yaitu pelarut berpindah dari larutan pekat ke larutan yang lebih encer dengan bantuan tekanan kerja (Wenten 1999). Reverse osmosis memiliki ukuran pori kurang dari 0.0001 – 0.001 µm atau tidak berpori. Membran ini dapat menahan zat terlarut yang memiliki bobot molekul rendah seperti sukrosa dan glukosa dari larutannya (Wenten 1999). Menurut Fellows (1992), reverse osmosis adalah suatu proses dimana air dipisahkan dari komponen terlarut melalui selaput atau membran semipermeable. Untuk proses ini diperlukan tekanan tinggi, berkisar antara 4000 sampai dengan 8000 kPa. Pemisahan yang menggunakan membran jenis ini digambarkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 2 Proses pemisahan larutan menggunakan membran Jika diperhatikan ilustrasi gambar di atas, saat pelarut, pada kondisi ini adalah air, diberikan tekanan pada sisi larutan kadar garam tinggi (concentrated solution), maka terjadilah proses yang disebut reverse osmosis. Pada saat proses reverse osmosis, molekul air mengalir menembus membran semipermeable, akan tetapi pada saat yang bersamaan molekul garam tertahan di wadah bagian atas (warna putih) karena molekul garam tidak mampu melewati membran semipermeable. Sehingga setelah beberapa waktu, terjadi pengurangan volume air yang ada di wadah sebelah atas, sementara itu jumlah garam tetap sama. Hal ini mengakibatkan konsentrasi garam menjadi meningkat tajam. Peningkatan konsentrasi ini akan terus berlanjut seiring berkurangnya jumlah air. Peningkatan konsentrasi garam inilah yang akan menjadi penyebab utama scaling di membran semipermeable. Scaling sendiri merupakan peristiwa dimana terbentuknya padatan/endapan yang disebabkan pertemuan antara ion positif dan ion negatif. Misalnya ion Calsium yang bereaksi dengan ion karbonat, akan menghasilkan padatan Calsium Carbonat. Pada saat konsentrasi ion Calsium dan Carbonate di air masih sangat rendah, kedua ion ini tidak bisa bereaksi membentuk padatan. Tetapi pada saat konsentrasinya meningkat tajam (karena semakin berkurangnya
7 jumlah molekul air), maka terbentuklah endapan. Endapan yang terbentuk ini bisa menempel pada permukaan membran, dan menjadi penyebab terjadinya kebuntuan pada membran. Pada proses reverse osmosis masalah utama yang sering terjadi adalah kebuntuan membran (membrane blocked). Secara umum penyebab terjadinya kebuntuan membran dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu Scaling dan Fouling. Fouling sendiri terjadi disebabkan karena adanya beberapa zat tertentu di dalam air yang memiliki kecenderungan dapat menempel di permukaan membran. Misalnya zat organik, zat besi, silika, dan masih banyak lagi.
METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Pindah Panas dan Masa, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 sampai dengan Februari 2013.
Bahan Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah larutan LiBr-H2O dengan konsentrasi 30%, 25%, dan 20%, dan aquades sebagai bahan pencuci.
Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pompa Reverse Osmosis, membran Reverse Osmosis, dan beberapa peralatan yang digunakan seperti pada Tabel 2.
Prosedur Analisis Data Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja dari membran reverse osmosis pada mesin pendingin absorpsi LiBr-H2O. Percobaan dilakukan dengan sistem intermitten dimana proses pemisahan dan proses refrigerant dilakukan terpisah. Penelitian dilaksanakan dalam tahapan sebagai berikut yaitu : Perangkaian Mesin Pendingin Absorpsi Pada tahap ini dilakukan perangkaian mesin pendingin absorpsi. Membran yang digunakan adalah membran reverse osmosis tipe TW30-1812-50 sebanyak 2 buah dengan tujuan untuk mendapatkan permeat yang benar-benar murni. Gelas erlemeyer sebanyak 2 buah yang digunakan sebagai evaporator dan absorber. Kemudian komponen-komponen tersebut dirangkai menggunakan pipa dengan dilengkapi pressure meter untuk mengukur tekanan operasi.
8 Pembuatan larutan LiBr-H2O Pada tahap ini dilakukan pembuatan larutan LiBr-H2O dengan konsentrasi 30%, 25%, dan 20%. Bahan pelarut yang digunakan adalah aquades. Perbandingan garam LiBr dan H2O untuk masing-masing konsentrasi berdasarkan perbandingan bobot per bobot, seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 1 Pembuatan konsentrasi larutan Konsentrasi (%)
Massa LiBr (gram)
Massa H2O (gram)
30
300
700
25
250
750
20
200
800
Pencucian Membran Pada tahap ini, setelah satu pengujian telah selesai dilakukan maka harus dilakukan pencucian membran. Hal ini bertujuan untuk menjaga supaya membran tetap dapat bekerja dengan baik ketika membran hendak digunakan kembali. Pencucian dilakukan dengan cara mengalirkan aquades dari permeat menuju retentat dan saluran masuk. Cara ini dikenal dengan istilah back wash (pencucian terbalik). Pencucian dikatakan selesai jika konsentrasi di keluaran telah mencapai minimal 98%. Setelah selesai dicuci, membran dikeringkan sampai benar-benar tidak ada air di dalam membran tersebut. Penentuan Tekanan Operasional Penelitian ini diberikan perlakuan tekanan yang berbeda-beda. Penentuan tekanan operasional dilakukan secara try and eror (coba-coba) yaitu dengan cara melewatkan larutan LiBr-H2O melalui membran reverse osmosis dimulai dari tekanan yang paling rendah ke yang paling tinggi dimulai dari 2 bar sampai 8 bar dengan skala 0.2. Nilai tekanan operasional ditetapkan ketika permeat sudah mulai keluar dari membran dan sudah mulai stabil. Cara penentuan tekanan seperti ini mengakibatkan tekanan yang digunakan setiap pengujian tidak akan sama karena alat yang digunakan terbatas. Pemberian tekanan yang berbeda-beda nantinya dapat digunakan untuk melihat pengaruh tekanan terhadap permeat dan retentat.
9 Tabel 2 Beberapa peralatan yang digunakan dalam penelitian uji kinerja mesin pendingin absorpsi LiBrmenggunakan membran reverse osmosis Nama Alat
Hybrid Recorder
Pompa Reverse Osmosis
Membran Reverse Osmosis Tipe TW301812-50
Gelas Erlemeyer
Fungsi
Membaca suhu pada absorber, evaporator, dan lingkungan
Memompa larutan LiBrmenuju membran
Memisahkan LiBr dengan H2O
Sebagai evaporator dan absorber dan juga untuk pembuatan larutan LiBrH2O
Termokopel
Untuk mengukur suhu pada absorber, evaporator, dan lingkungan
Timbangan
Untuk mengukur massa larutan absorban
Gambar
10
Refractometer
Membaca konsentrasi dari larutan LiBr-H2O
Pressure meter
Membaca tekanan pada aliran larutan
Pengambilan Data Percobaan Pengukuran suhu dilakukan pada evaporator, absorber, dan lingkungan selama proses pemisahan dan proses refrigerasi. Pengukuran suhu menggunakan termokopel tipe K. Pada proses pemisahan, pengambilan suhu dilakukan setiap 5 menit selama 1 jam. Sedangkan pada proses refrigerasi, pengambilan suhu dilakukan setiap 5 menit sekali sampai keadaan jenuh tercapai. Pembacaan suhu dilakukan dengan menggunakan hybrid recorder. Pada proses refrigerasi, suhu larutan yang ada di absorber akan berubah selama proses penyerapan berlangsung. Hal ini dikarenakan perubahan suhu pada ruang pengering yang terjadi serta pengaruh uap air yang terjerat. Apabila suhu larutan semakin tinggi maka absorpsi uap akan berhenti. Pada proses pemisahan dilakukan pengukuran tekanan operasional dengan menggunakan pressure meter. Pengambilan data tekanan dilakukan pada awal pengujian. Pada proses refrigerasi dilakukan pengukuran massa larutan absorban yang bertujuan untuk melihat laju penambahan air di absorber. Pengambilan data massa dilakukan setiap 5 menit selama proses berlangsung. Massa akan diukur dengan menggunakan timbangan. Pemisahan Larutan LiBr-H2O dengan Membran Pada tahap ini dilakukan proses pemisahan larutan dengan mengalirkan larutan LiBr-H2O menggunakan pompa reverse osmosis dan melewatkan larutan ke dalam membran. Dengan adanya daya dorong dari pompa dan karena ukuran dari partikel LiBr lebih besar dari ukuran partikel membran, maka larutan garam LiBr akan terpisah dengan larutan H2O. Proses pemisahan ini dilakukan untuk melihat kinerja dari membran reverse osmosis tersebut. Pengamatan kinerja membran reverse osmosis didapat dari pengaruh tekanan terhadap fluks, dan pengaruh tekanan dan konsentrasi terhadap tingkat rejeksi. Nilai fluks itu sendiri didapat dari rumus di bawah ini.
11
Sedangkan nilai rejeksi diperoleh dari rumus di bawah ini.
dimana: R = rejeksi = konsentrasi larutan = konsentrasi permeat Adapun prosedur penelitian dalam bentuk diagram alir disajikan pada gambar di bawah ini: Mulai
Tahapan Persiapan
Perangkaian Mesin Pendingin Absorpsi
Pembuatan Larutan LiBr-H2O Pencucian Membran Penentuan Tekanan Operasional Pengambilan Data
Perhitungan dan Analisis Data
Selesai Gambar 3 Diagram alir percobaan
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Perangkaian Mesin Pendingin Absorpsi Mesin pendingin absorpsi yang dirancang menggunakan tipe intermitten, dimana komponen generator dan evaporator menggunakan gelas erlemeyer. Proses pemisahan itu sendiri mmenggunakan membran reverse osmosis. Proses regenerasi, larutan LiBryang ada di komponen absorber dialirkan dengan pompa menuju membran reverse osmosis, karena ukuran pori membran lebih kecil dari ukuran partikel LiBr maka terjadi pemisahan LiBr dengan . LiBryang tidak melewati membran akan dikembalikan ke absorber dan akan dialirkan ke evaporator. Dengan berpisahnya , larutan LiBrmenjadi lebih pekat, sehingga dapat berfungsi sebagai absorber. Pada proses absorpsi, yang ada di komponen evaporator akan diuapkan. Oleh karena itu dibutuhkan kalor, dimana kalor diambil dari lingkungan. Uap air yang terbentuk akan diserap oleh Larutan LiBrpekat yang ada di absorber sehingga larutan menjadi lebih encer. Gambar berikut adalah skema mesin pendingin absorpsi LiBrmenggunakan membran reverse osmosis. Membran RO
H2 O
LiBr pekat Throttle
Throttle Throttle
LiBr-H2O
Uap air
Absorber
Evaporator
Gambar 4 Skema mesin pendingin absorpsi LiBr-H2O menggunakan membran reverse osmosis Penentuan Tekanan pada Tiap-tiap Konsentrasi Penelitian ini menggunakan larutan LiBrdengan 3 konsentrasi, yaitu 30%, 25%, dan 20% dimana tiap-tiap konsentrasi dilakukan 3 kali pengujian dengan tekanan masuk yang berbeda-beda. Semakin tinggi konsentrasi maka tekanan masuk yang digunakan juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena jumlah garam yang terdapat pada konsentrasi tinggi lebih banyak daripada jumlah garam yang terdapat pada konsentrasi rendah sehingga untuk memisahkan garam dengan air dibutuhkan tekanan yang lebih besar. Jika konsentrasi rendah diberikan perlakuan tekanan yang sama dengan konsentrasi tinggi, maka akan menyebabkan
13 jumlah permeat yang dihasilkan akan lebih banyak dan konsentrasi permeat akan lebih tinggi, begitu juga sebaliknya. Karena alasan inilah yang menyebabkan tiap konsentrasi diberikan perlakuan tekanan yang berbeda-beda. Penentuan suatu tekanan pada satu konsentrasi dilakukan secara try and eror (coba-coba) dimulai dari tekanan yang paling rendah ke yang paling tinggi dimulai dari 2 bar sampai 8 bar dengan skala 0.2. Nilai tekanan operasional ditetapkan ketika permeat sudah mulai keluar dari membran dan sudah mulai stabil. Cara yang sama dilakukan untuk perlakuan lainnya. Dari hasil pengujian yang dilakukan, dapat disajikan tekanan operasi pada tiap konsentrasi pada tabel di bawah ini. Tabel 3 Tekanan yang digunakan pada masing-masing pengujian Tekanan (bar) Konsentrasi (%) I II III 30 7.4 7.2 7.0 25 6.0 5.4 4.6 20 5.2 4.6 4.4
Kinerja Membran Reverse Osmosis pada Sistem Absorber
0.710 0.700 0.690 0.680 0.670 0.660
0.600 0.400 0.200 0.000 6.8
7.0
7.2
7.4
7.6
Tekanan Masuk (bar) Tingkat Rejeksi
Fluks
Gambar 5 Grafik hubungan tekanan operasional dengan tingkat rejeksi dan fluks pada konsentrasi 30%
Fluks (L/h m2 )
Tingkat Rejeksi
Penelitian dilakukan untuk menguji kinerja penggunaan membran reverse osmosis pada mesin pendingin absorpsi LiBr. Adapun parameter dalam pengujian kinerja membran ini adalah fluks dan tingkat rejeksi.
0.680 0.670 0.660 0.650 0.640 0.630
0.440 0.420 0.400 0.380
Fluks (L/h m2 )
Tingkat Rejeksi
14
0.360 4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
Tekanan Masuk (bar) Tingkat Rejeksi
Fluks
0.640
0.400 0.350 0.300 0.250 0.200
0.620 0.600 0.580 4.2
4.4
4.6
4.8
5.0
5.2
Fluks (L/h m2 )
Tingkat Rejeksi
Gambar 7 Grafik hubungan tekanan operasional dengan tingkat rejeksi dan fluks pada konsentrasi 25%
5.4
Tekanan Operasi (bar) Tingkat Rejeksi
Fluks
Gambar 6 Grafik hubungan tekanan operasional dengan tingkat rejeksi dan fluks pada konsentrasi 20% Pada konsentrasi 30%, fluks yang paling tinggi dihasilkan pada tekanan operasi 7.4 bar yaitu sebesar 0.522 L/h m², sedangkan tingkat rejeksi yang paling tinggi dihasilkan pada tekanan 7.0 bar yaitu sebesar 0.7. Pada konsentrasi 25%, fluks yang paling tinggi dihasilkan pada tekanan operasi 6.0 bar yaitu sebesar 0.432 L/h m², sedangkan tingkat rejeksi yang paling tinggi dihasilkan pada tekanan 4.6 bar yaitu sebesar 0.672. Pada konsentrasi 20%, fluks yang paling tinggi dihasilkan pada tekanan operasi 5.2 bar yaitu sebesar 0.360 L/h m², sedangkan tingkat rejeksi yang paling tinggi dihasilkan pada tekanan 4.4 bar yaitu sebesar 0.630. Nilai fluks tiap konsentrasi dipengaruhi oleh tekanan operasi. Hal ini dapat ditunjukkan pada gambar di atas. Semakin tinggi tekanan operasinya maka fluks yang dihasilkan semakin besar. Peningkatan nilai fluks seiring dengan peningkatan tekanan terjadi karena semakin besar tekanan maka semakin besar pula daya dorong larutan menuju permukaan membran. Tingkat rejeksi menunjukkan kemampuan suatu membran untuk menahan suatu komponen agar tidak melewati membran. Pada konsentrasi 30% tekanan 7.0 bar (gambar 5), dihasilkan tingkat rejeksi sebesar 0.7 yang dapat diartikan bahwa kemampuan membran dalam menahan garam LiBr mencapai 70% dan permeat yang dihasilkan masih terkandung garam LiBr sebesar 30%.
15 Pada proses reverse osmosis pemisahan dilakukan berdasarkan ukuran partikel. Partikel-partikel dengan ukuran yang lebih kecil daripada ukuran pori membran akan melewati membran dan keluar bersama aliran permeat sedangkan partikel-partikel yang berukuran lebih besar daripada ukuran pori membran tidak akan dapat melewati membran dan keluar bersama aliran retentat. Hal ini berpengaruh pada tingkat rejeksi yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi awal larutan maka semakin tinggi pula tingkat rejeksi yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena larutan dengan konsentrasi yang tinggi akan memiliki ukuran partikel yang lebih besar daripada larutan dengan konsentrasi yang rendah.
Proses Absorpsi Retentat dari membran merupakan larutan kuat yang selanjutnya dialirkan ke absorber. Perpindahan massa refrigeran dari evaporator ke absorber terjadi pada proses absorpsi. Proses absorpsi dapat dipengaruhi oleh konsentrasi retentat yang dihasilkan dari proses pemisahan. Semakin tinggi konsentrasi retentat yang terbentuk maka semakin tinggi pula laju penyerapan uap air oleh larutan absorban sehingga perpindahan massa semakin besar. Ini dikarenakan pada konsentrasi yang tinggi, jumlah molekul garam lebih banyak sehingga kapasitas untuk menyerap uap air lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih rendah. Proses absorpsi dapat juga dipengaruhi oleh kemurnian permeat yang dihasilkan. Permeat yang dihasilkan dalam proses pemisahan dikatakan murni jika terbentuk 100% air. Semakin murni permeat yang dihasilkan maka akan semakin mudah permeat diuapkan sehingga proses penyerapan akan berjalan dengan baik. Jika di dalam permeat masih terkandung garam maka energi yang dibutuhkan untuk penguapan akan lebih besar sehingga pada proses pemisahan sangat diharapkan permeat yang dihasilkan murni. Tabel di bawah ini menunjukkan data perpindahan massa, konsentrasi retentat dan konsentrasi permeat, serta konsentrasi retentat akhir dan konsentrasi permeat akhir setelah proses absorbsi terjadi. Tabel 4 Penurunan suhu pada setiap konsentrasi Konsentrasi larutan awal 30%
25%
20%
Absorban C P (%) (kPa) 32 2.821 31.6 2.789 31.2 2.768 25.4 3.004 26 3.277 26.2 2.983 22.2 3.584 22.4 3.903 23 3.384
Refrigeran C P (%) (kPa) 10 3.752 9.4 3.765 9 3.825 9 3.812 8.4 4.133 8.2 3.812 8.2 3.812 7.6 4.122 7.4 3.598
ΔP (kPa) 0.931 0.976 1.057 0.808 0.856 0.829 0.228 0.219 0.214
Penurunan suhu (oC) 1.4 1.3 1.2 0.5 1.1 0.3 0.1 0.1 0.1
16 Tabel 4 menunjukkan bahwa konsentrasi retentat dan konsentrasi permeat yang terbentuk dari proses pemisahan dapat mempengaruhi proses absorpsi. Konsentrasi retentat yang paling tinggi akan mengakibatkan perpindahan massa yang paling tinggi juga, begitu juga dengan permeat, semakin kecil konsentrasi permeat maka semakin besar pula perpindahan massa yang terjadi. Akan tetapi konsentrasi retentat dan konsentrasi permeat harus didukung dengan jumlah (fluks) yang dihasilkan. Pada konsentrasi LiBr30% tekanan operasional 6 bar menghasilkan konsentrasi retentat 31.2% dan konsentrasi permeat 9%. Walaupun percobaan ini menghasilkan konsentrasi permeat yang rendah namun perpindahan massa yang terjadi justru kecil, hal ini disebabkan karena pada proses pemisahan fluks yang dihasilkan kecil juga, yaitu sebesar 0.216 L/h sehingga jumlah permeat juga sedikit.
Hubungan Retentat dengan Absorban terhadap Penurunan Suhu
Suhu (oC)
Hasil pengujian perbedaan konsentrasi dan perbedaan tekanan operasi pada proses pemisahan LiBrmemberikan pengaruh yang besar terhadap kemurnian dari permeat dan konsentrasi retentat yang dihasilkan, yang ditunjukkan oleh nilai tingkat rejeksi. Penurunan tingkat rejeksi akan memberikan dampak terhadap temperatur evaporator. Dengan menurunnya nilai tingkat rejeksi maka konsentrasi retentat akan semakin kecil yang menyebabkan kemampuan penyerapan semakin berkurang. Begitu juga dengan kemurnian permeat, dengan menurunnya nilai tingkat rejeksi, maka permeat semakin tidak murni atau masih mengandung LiBr sehingga dalam proses penguapan di evaporator, air yang diuapkan semakin sedikit mengakibatkan kemampuan air dalam mengambil kalor dari lingkungan juga semakin berkurang. Hal ini berpengaruh pada suhu pendinginan dan lama pendinginan. Gambar di bawah ini, pada masing-masing konsentrasi, menjelaskan perubahan temperatur evaporator selama waktu penyerapan (absorpsi). 29.5 29.0 28.5 28.0 27.5 27.0 0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Waktu (menit) ulangan 1
ulangan 2
ulangan 3
Gambar 8 Grafik hubungan suhu terhadap waktu pada konsentrasi 30% Pada konsentrasi 30%, percobaan pertama diperoleh tingkat rejeksi sebesar 0.667. Temperatur yang mampu dicapai 27.4°C dengan temperatur awal 28.8°C. Lamanya waktu pendinginan yaitu 45 menit. Percobaan kedua diperoleh tingkat
17 rejeksi sebesar 0.687. Temperatur yang mampu dicapai 27.4°C dengan temperatur awal 28.7°C. Lamanya waktu pendinginan yaitu 50 menit. Percobaan ketiga diperoleh tingkat rejeksi sebesar 0.7. Temperatur yang mampu dicapai 27.6°C dengan temperatur awal 28.8°C. Lamanya waktu pendinginan yaitu 60 menit.
Suhu (oC)
29.5 29 28.5 28 27.5 27 0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Waktu (menit) ulangan 1
ulangan 2
ulangan 3
Gambar 9 Grafik hubungan suhu terhadap waktu pada konsentrasi 25%
Suhu (oC)
Pada konsentrasi 25%, percobaan pertama diperoleh tingkat rejeksi sebesar 0.640. Temperatur yang mampu dicapai 27.5°C dengan temperatur awal 28.1°C. Lamanya waktu pendinginan yaitu 20 menit. Percobaan kedua diperoleh tingkat rejeksi sebesar 0.664. Temperatur yang mampu dicapai 28.4°C dengan temperatur awal 29.5°C. Lamanya waktu pendinginan yaitu 35 menit. Percobaan ketiga diperoleh tingkat rejeksi sebesar 0.672. Temperatur yang mampu dicapai 27.3°C dengan temperatur awal 27.6°C. Lamanya waktu pendinginan yaitu 20 menit. Grafik pada gambar 9 ini diperoleh, pada awal proses absorpsi, suhu evaporator pada ketiga ulangan berbeda-beda, hal ini dikarenakan percobaan dilakukan pada hari yang berbeda sehingga suhu lingkungan yang berbeda dapat mempengaruhi proses absorpsi ketika percobaan dilakukan. 29.5 29 28.5 28 27.5 27 0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Waktu (menit) ulangan 1
ulangan 2
ulangan 3
Gambar 10 Grafik hubungan suhu terhadap waktu pada konsentrasi 20% Pada konsentrasi 20%, percobaan pertama diperoleh tingkat rejeksi sebesar 0.590. Temperatur yang mampu dicapai 28.9°C dengan temperatur awal 29.0°C.
18 Lamanya waktu pendinginan yaitu 5 menit. Percobaan kedua diperoleh tingkat rejeksi sebesar 0.620. Temperatur yang mampu dicapai 29.3°C dengan temperatur awal 29.4°C. Lamanya waktu pendinginan yaitu 5 menit. Percobaan ketiga diperoleh tingkat rejeksi sebesar 0.630. Temperatur yang mampu dicapai 28.5°C dengan temperatur awal 28.6°C. Lamanya waktu pendinginan yaitu 5 menit. Grafik pada gambar 10 ini diperoleh, pada awal proses absorpsi, suhu evaporator pada ketiga ulangan berbeda-beda, hal ini dikarenakan percobaan dilakukan pada hari yang berbeda sehingga suhu lingkungan yang berbeda dapat mempengaruhi proses absorpsi ketika percobaan dilakukan. Pada kondisi ini juga data yang diberikan hanya sampai 10 menit dikarenakan pada menit ke-10 sudah terjadi kenaikan suhu, yang berarti proses penyerapan telah selesai. Dari ketiga grafik di atas, dapat dilihat terjadi penurunan suhu yang sangat rendah. Hal ini dikarenakan dari proses regenerasi dihasilkan konsentrasi retentat yang masih kecil dan permeat yang dihasilkan tidak murni air atau masih mengandung LiBr. Semakin tinggi konsentrasi retentat dan semakin murni permeat yang dihasilkan maka semakin tinggi juga penurunan suhu yang terjadi dan waktu pendinginan juga semakin lama. Adapun faktor yang menyebabkan konsentrasi retentat yang kecil dan permeat yang tidak murni adalah penggunaan membran reverse osmosis yang tidak sesuai untuk pemisahan H2O dengan LiBr.
Analisis terhadap Kinerja Siklus Refrigerasi Pengujian yang telah dilakukan harus dilakukan analisis untuk menilai kinerja dari sistem pendingin ini. Analisis dilakukan dengan menggunakan persamaan di bawah ini.
Dimana: COP : Coefficient of Performance : Panas di Evaporator (kW) : Laju alir massa (kg/detik) : Enthalpy uap (kJ/kg) : Enthalpy air (kJ/kg) : energi pompa (kW)
Perhitungan nilai COP untuk konsentrasi 30% percobaan ke-1 Proses refrigerasi 1. Pada perhitungan COP, massa air diambil dari 5 menit terakhir proses refrigerasi. Sehingga massa air setelah proses refrigerasi sebesar 0.48749 kg, dan massa air sebelumnya sebesar 0.48695 kg, dimana waktu yang diperlukan untuk proses refrigeran adalah 5 menit. 2. Sehingga laju alir massa sebesar = kg/detik. 3. Dari tabel A.1 dapat diperoleh enthelpy air dan enthalpy uap ( Pada percobaan ini, diperoleh = 114.80 kJ/kg dan = 2551.72 kJ/kg
19 4.
Sehingga nilai
= 0.0044 kW
Energi Pompa 1. Spesifikasi pompa: Q = 0.31 GPM dan P = 100 psi. 2. Ubah satuan Q dan P Q= dan P = 6.89 3. Sehingga nilai = 0.016 kW
Nilai COP (Coefficient of Performance) Sehingga nilai COP pada percobaan ini mencapai 0.271
COP
Dengan cara perhitungan yang sama, dapat diketahui nilai COP pada percobaan yang lainnya. Grafik di bawah ini menunjukkan nilai COP setiap percobaan. 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 0
1
2
3
4
Percobaan ke-
konsentrasi 30%
konsentrasi 25%
konsentrasi 20%
Gambar 11 Grafik Nilai COP Grafik di atas menunjukkan adanya perbedaan nilai COP pada setiap percobaan. Hal ini disebabkan karena permeat yang terbentuk tidak murni air melainkan masih bercampur garam. Semakin tinggi konsentrasi permeat maka uap yang terbentuk semakin sedikit ditandai dengan perubahan konsentrasi yang kecil. Dari grafik di atas, COP yang memiliki nilai yang paling tinggi sebesar 0.270 ada pada konsentrasi 30% dengan tekanan operasi 7.4 bar. Pada masing-masing konsentrasi menghasilkan COP yang sangat berbeda pada setiap percobaannya, khususnya pada percobaan 30%. Percobaan pertama (tekanan 7.4 bar) memiliki COP sebesar 0.270, percobaan kedua (tekanan 7.2 bar) menghasilkan COP sebesar 0.266 bar, dan percobaan ketiga (tekanan 7.0 bar) menghasilkan COP sebesar 0.130. Menurut Stoecker dan Jones (1989), COP absorpsi tidak dapat dibandingkan dengan COP sistem kompresi uap, COP absorpsi yang rendah tidak harus dianggap sangat merugikan bagi sistem absorpsi, karena COP pada daur kompresi uap (sebagai pembanding) memperoleh energi dalam bentuk kerja, sedangkan pada sistem absorpsi memperoleh energi dalam bentuk kalor. Kalor umumnya dianggap sebagai level energi yang paling rendah.
20 Konsep Rancangan Awal Evaporator dan Absorber Mesin pendingin absorpsi LiBrdengan menggunakan membran reverse osmosis yang digunakan dalam penelitian ini belum sempurna karena komponen evaporator dan absorber masih menggunakan gelas erlemeyer. Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan perancangan kembali untuk merancang evaporator dan absorber, sehingga mesin pendingin absorpsi ini dapat lebih optimal. Komponen evaporator dan absorber ini nantinya akan diberikan tekanan vakum dan diharapkan suhu yang digunakan untuk penguapan semakin rendah sehingga suhu lingkungan yang didinginkan akan semakin tinggi. Gambar di bawah ini menunjukkan gambar visual dari rangkaian evaporator dan absorber yang disarankan.
Gambar 12 Gambar komponen evaporator dan absorber
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penggunaan membran reverse osmosis dalam pemisahan LiBr dengan H2O tidak menunjukkan hasil yang diharapkan karena nilai permeat yang dihasilkan masih mengandung LiBr yang cukup banyak. Dari percobaan yang dilakukan, dapat diketahui nilai COP pada masingmasing konsentrasi. Nilai COP pada konsentrasi 30% adalah sebesar 0.130 – 0.270, nilai COP pada konsentrasi 25% adalah sebesar 0.035 – 0.055, dan nilai COP pada konsentrasi 20% adalah sebesar 0.015 – 0.025. Faktor yang mempengaruhi rendahnya COP antara lain tidak sempurnanya uap air yang dihasilkan karena H2O masih mengandung LiBr, selain itu faktor konsentrasi retentat (larutan absorban) juga berpengaruh pada nilai COP yang
21 dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi retentat yang terbentuk maka penyerapan uap air semakin besar dan waktu pendinginan semakin lama sehingga nilai COP akan semakin tinggi.
Saran Dapat dilakukan penelitan lanjutan yang meneliti membran yang selektif sehingga dihasilkan konsentrasi permeat yang lebih rendah (murni). Merancang kembali absorber dan evaporator sehingga menjadikan sistem pendingin yang kompleks.
DAFTAR PUSTAKA Brocks TD, 1983. Membrane Filtration; A User’s Guide and Reference Manual Science Technology. Madison Inc. Cheryan M. 1992. Concentration of Liquid Foods by Reverse osmosis. Di dalam Heldman DR, Lund DB. Handbook of Engineering. New York: Marcel Dekker Inc. Fellows PJ. 1992. Food Processing Technology, Principles and Practice. New York: Ellis Horwood Kamaruddin, et.al. 1998. Energi dan Listrik Pertanian. Diktat Kuliah. Departemen Teknik Pertanian, FATETA, IPB. Bogor. Marshall KR. 1980. Physico-Chemical Separations. Ultrafiltration and Reverse Osmosis. Melbourne: Di dalam: Treating Food Wastes For Profit Workshop. Mc. Lellan MR. 1993. An Overiew of juice Filtration Technology. Di dalam Downing DL, editor. New York: Jice Technology Workshop. Osada Y, Nakagawa T. 1992. Membrane Science and Technology. New York: Marcel Dekker Inc. Paulsen DJ. 1984. Membrane Technology in Food Processing. J Food Technology 38(12):77-87. Scott K, Hughes R. 1996. Industrial Membran Separation Technology. London: Blakie Academic and Proffesionals. Stoecker WF, Jones JW. 1982. Refrigerasi dan Pengkondisian Udara. Jakarta:Erlangga. Tambunan AH. 2001. Teknik Pendinginan. Diktat Kuliah. Departemen Teknik Pertanian, FATETA, IPB.Bogor. Toledo RT. 1991. Fundamentals of Food Processing Engineering Ed ke-2. New York: Chapman and Hall. Wang Z, Gu Z, Feng S, Li Y. Application of Vacuum Membrane Destillation to Lithium Bromide Absorption System International Journal of Refrigeration. 2009;32:1587-1596. Wenten IG. 1997. Teknologi Membran Industrial. Bandung: ITB
22 Lampiran 1 Perhitungan luas permukaan membran Dik : OD = 44.5 mm = 0.0445 m ID = 17 mm = 0.017 m Panjang = 239 mm = 0.239 m Tebal = 0.00196 m d1 = 0.0445 m – (0*0.00196) = 0.0445 d2 = 0.0445 m – (1*0.00196) = 0.0425 d3 = 0.0445 m – (2*0.00196) = 0.0406 d4 = 0.0445 m – (3*0.00196) = 0.0386 d5 = 0.0445 m – (4*0.00196) = 0.0366 d6 = 0.0445 m – (5*0.00196) = 0.0348 d7 = 0.0445 m – (6*0.00196) = 0.0327 d8 = 0.0445 m – (7*0.00196) = 0.0307 d9 = 0.0445 m – (8*0.00196) = 0.0288 d10 = 0.0445 m – (9*0.00196) = 0.0268 d11 = 0.0445 m – (10*0.00196) = 0.0248 d12 = 0.0445 m – (11*0.00196) = 0.0229 d13 = 0.0445 m – (12*0.00196) = 0.0209 d14 = 0.0445 m – (13*0.00196) = 0.0189
A1 = 3.14 * 0.445 * 0.239 = 0.0334 A2 = 3.14 * 0.445 * 0.239 = 0.0319 A3 = 3.14 * 0.445 * 0.239 = 0.0305 A4 = 3.14 * 0.445 * 0.239 = 0.0289 A5 = 3.14 * 0.445 * 0.239 = 0.0275 A6 = 3.14 * 0.445 * 0.239 = 0.0260 A7 = 3.14 * 0.445 * 0.239 = 0.0246 A8 = 3.14 * 0.445 * 0.239 = 0.0231 A9 = 3.14 * 0.445 * 0.239 = 0.0216 A10 = 3.14 * 0.445 * 0.239 = 0.0201 A11 = 3.14 * 0.445 * 0.239 = 0.0187 A12 = 3.14 * 0.445 * 0.239 = 0.0172 A13 = 3.14 * 0.445 * 0.239 = 0.0157 A14 = 3.14 * 0.445 * 0.239 = 0.0142 Total Luas = 0.3335
23 Lampiran 1 Perhitungan luas permukaan membran (lanjutan)
24 Lampiran 2 Contoh perhitungan fluks pada konsentrasi 30% percobaan pertama
Dik : Volume = 2.9 ml = 0.0029 liter Waktu = 1 menit = 0.016667 jam Luas membran = 0.3335
= 0.522 l/ jam
25 Lampiran 3 Contoh perhitungan tingkat rejeksi pada konsentrasi 30% percobaan pertama
dimana:
= konsentrasi permeat = konsentrasi larutan
Dik : = 10% = 0.1 = 30% = 0.3
= 0.6667
26 Lampiran 4 Contoh perhitungan laju penyerapan uap air pada konsentrasi 30% percobaan pertama
dimana : LP : Laju Penyerapan uap air oleh larutan absorban (gram/menit) : berat garam setelah penyerapan berlangsung (gram) : berat garam sebelum penyerapan (gram) : lama penyerapan berlangsung (menit) Dik : = 415.67 gram = 487.49 gram t
= 45 menit
LP = 1.596 gram/menit
27
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 10 Juli 1990 dari ayah Uju Daniel Sipangkar dan ibu Derlina Manurung. Penulis adalah putra kedua dari lima bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Tebing Tinggi dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan organisasi di dalam maupun di luar kampus. Di dalam kampus, penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Catur IPB dan organisasi kerohanian Keluarga Mahasiswa Katolik (Kemaki) IPB. Di luar kampus, penulis aktif di Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Bogor. Bulan JuniAgustus 2011 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PG Komering PT. Laju Perdana Indah, Okut-Sumsel dengan judul Mempelajari Aliran Energi pada Proses Produksi di PG Komering PT. Laju Perdana Indah, Okut-Sumatera Selatan.