STUDI SKALA PILOT PENGOLAHAN AIR ASAM TAMBANG (AAT) MENGGUNAKAN MEMBRAN REVERSE OSMOSIS (RO): PENGARUH pH DAN TEKANAN TERHADAP KINERJA RO PILOT STUDY TREATMENT OF ACID MINE DRAINAGE (AMD) USING MEMBRANES REVERSE OSMOSIS (RO): EFFECT OF pH AND PRESSURE TO PERFORMANCE RO Artati Yustikasari1, Mahmud2 dan Chairul Abdi3 Mahasiswi Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, ULM 2 Dosen Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, ULM 3 Dosen Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, ULM JL. A. Yani Km 36, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 70714, Indonesia E-mail:
[email protected] 1
ABSTRAK Pengolahan AAT dengan teknologi membran terbukti dapat menghematan dari segi biaya operasional dan energi yang rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki karakteristik AAT serta menyelidiki kondisi operasi terbaik pada skala pilot proses membran RO (Reverse Osmosis) meliputi pH air baku dan tekanan operasi. Penentuan pengaruh kondisi pH air baku dan kondisi tekanan operasi dilakukan dengan pengukuran fluks, pH dan TDS pada permeat, masing-masing variasi pH air baku dan variasi tekanan operasi. Karakteristik pH dan TDS AAT masing-masing berkisar antara 3,07-6,27 dan 124-484 ppm. Pada pH yang lebih tinggi memiliki fluks yang lebih besar dari pada pH yang lebih rendah. Pada pH yang lebih tinggi nilai TDS cenderung menurun terhadap waktu operasi dan sebaliknya pada pH yang lebih rendah mengalami peningkatan. Perubahan nilai pH permeat terhadap waktu relatif kecil untuk setiap variasi pH. Nilai fluks semakin besar apabila tekanan operasi dinaikkan. Pada tekanan operasi yang lebih tinggi mengalami penyisihan TDS terbesar dibandingkan dengan tekanan yang lebih rendah. Perubahan nilai pH permeat pada masing-masing tekanan operasi relatif kecil.
Kata Kunci : membran, reverse osmosis, air asam tambang, pH, tekanan ABSTRACT Treatment of AMD with technology membrane is proven to save in terms of operating costs and low energy. Purpose of this study was to investigate the characteristics of AMD as well as investigating the best operating conditions on a process pilot scale RO membrane (Reverse Osmosis) includes raw water pH and operating pressure. Determination of the effect of pH of raw water conditions and pressure conditions the operation is performed by measuring the flux, pH and TDS in the permeate, respectively raw water pH variations and variations in operating pressure. Characteristics pH and TDS AMD each ranging between 3.07 to 6.27 and 124-484 ppm. At higher pH has a greater flux than at lower pH.. At higher pH values tend to decrease with time TDS operation and vice versa at a lower pH to increase. Changes in pH values permeate the relatively small time for any variations in pH. Flux value is even greater if the operating pressure is increased. At higher operating pressures experienced the largest TDS allowance compared to
lower pressure. Changes in pH values permeate the relatively small time for any variations in pressure
Keywords : membrane, reverse osmosis acid mine drainage, pH, pressure.
I. PENDAHULUAN Perusahaan pertambangan batubara dengan menggunakan sistem penambangan terbuka (open pit mining) akan membentuk mine pit lake atau sering di sebut dengan void. Menurut McCullough dkk. (2012), void merupakan lubang bekas tambang yang tergenangi oleh air. Menurut Octiana (2015), umumnya air yang menggenangi void bersifat asam karena telah terjadi kontak dengan mineral sulfida di bebatuan dan teroksidasi karena adanya oksigen yang menyebabkan pH air menjadi asam sehingga di sebut dengan air asam tambang (AAT). Pada penelitian yang dilakukan Alisa (2016) diketahui pH air void bekas aktivitas pertambangan pada bagian permukaan nilai pH adalah 3,11, pada bagian tengah nilai pH 3,09 dan pada bagian dasar nilai pH 3,09. Octiana (2014) menyatakan bahwa AAT umumnya memiliki pH asam kisaran 3 - 5 serta memiliki kandungan padatan terlarut / total dissolved solid (TDS) berupa kandungan logam seperti Mn, Fe dan Cd. Upaya pengelolaan AAT sangat penting dilakukan guna meminimalkan resiko negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (Yuniar, 2014). Pengolahan AAT dengan teknologi membran telah berkembang saat ini. Konsep pemanfaatan teknologi membran terbukti dapat menghematan dari segi biaya operasional dan energi yang rendah. Penelitian Zhong dkk. (2007) menggunakan membran RO dan NF, menunjukkan RO menyisihkan logam berat 97% dan NF menyisihkan logam berat 90%. Nasir dkk. (2014) juga melakukan penelitian sistem pengolahan AAT dengan menggabungkan tiga macam unit pengolah yaitu sand filter, UF dan RO. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa pengolahan tersebut menaikkan pH dari 3,9 menjadi 7,2, penurunan TDS pada UF sekitar 46,63% serta pada RO sekitar 99,4%. Pada penelitian ini juga menunjukkan kenaikan tekanan operasi pada sistem RO akan meningkatkan laju alir permeat dan retentat. Pengolahan dengan teknologi membran ini memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja membran saat operasi filtrasi membran, seperti pH air baku yang masuk melalui membran dan tekanan operasi pada membran (Yusuf dkk., 2010). Hasil penelitian Al-Zoubi (2010) dengan menggunakan membran NF menunjukkan bahwa semakin besar tekanan akan semakin besar pula fluks. Semakin besar fluks maka semakin besar volume air olahan (permeat) yang dihasilkan. Namun, semakin besar fluks dan tekanan akan mempercepat terbentuk fouling pada membran. Menurut Redjki (2011) Fouling adalah penyumbatan yang dikarenakan bahan-bahan tertentu yang tertahan pada permukaan membran. Hasil penelitian Herwati (2013) menggunakan membran UF dengan menggunakan air gambut, menunjukkan pada pH yang lebih rendah, menyebabkan semakin banyak fouling. Semakin meningkatnya Fouling maka akan mempercepat terjadi penurunan kinerja membran (Leach dkk., 2012). Oleh karena itu untuk mengolah AAT dengan hasil pengolahan kualitas terbaik digunakan membran RO dalam skala pilot yaitu membran dengan tingkat filtrasi tertinggi. Dalam pengolahan AAT menggunakan membran RO ini untuk mendapatkan kinerja terbaik dari membran dilakukan dengan menyelidiki kondisi operasi terbaik (pH air baku dan tekanan) dengan cara memvariasikan pH air baku dan tekanan operasi membran RO.
II. METODE PENELITIAN 2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2016 sampai Juli 2016. Lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah void PT JBG sebagai lokasi pengambilan AAT dan laboratorium PT JBG yang terletak di di Desa Swarangan, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. Laboratorium Adapun void yang digunakan adalah void M2W, M4E-E dan M4E-C. 2.2 Alat dan Bahan Penelitian Peralatan yang digunakan antara lain unit membran RO skala pilot, tandon air, pompa CNP 1,5 Hp, pH meter, TDS meter dan stopwatch. Bahan-bahan yang digunakan antara lain AAT pada void PT JBG, akuades dan larutan buffer. 2.3 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian skala pilot dimana variabel penelitian yang digunakan untuk variabel bebas yaitu pH air baku dan tekanan operasi, sedangkan variabel terikatnya yaitu pH, TDS dan fluks pada permeat dalam pengolahan AAT. Objek penelitian adalah kondisi operasional terbaik meliputi pH air baku dan tekanan operasi serta pengaruhnya terhadap kinerja membran RO dengan melihat fluks, pH dan TDS pada permeat dalam pengolahan AAT. Sebelumnya dilakukan pengambilan sampel awal AAT untuk pengamatan sampel awal AAT. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pH tair baku terbaik dan tekanan operasi terbaik dengan memvariasikan pH air baku dan tekanan operasi. Variasi pH air baku dilakukan untuk mendapatkan pH air baku terbaik. Variasi tekanan operasi untuk mendapatkan tekanan operasi terbaik. Variasi pH menggunakan pH yang sesuai dengan AAT di PT JBG dengan pH 3,07 (void M2W), pH 3,74 (void M4E-E) dan pH 6,27 (void M4E-C) dengan mengatur tekanan operasi sebesar 7 bar untuk setiap variasi pH air baku. Tekanan operasi 7 bar digunakan untuk mengambil nilai tengah dari variasi tekanan 5-9 bar. Pengambilan nilai tengah ini berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Herwati (2013). Kondisi pH terbaik didapatkan setelah melakukan pengukuran setiap 10 menit sekali terhadap pH, TDS dan fluks oultet setiap masing-masing variasi pH air baku. Operasi dilakukan selama 4 jam berdasarkan penelitian oleh Herwari (2013) Variasi tekanan operasi yang digunakan berdasarkan kapasitas alat yaitu 5 - 9 bar dengan menggunakan pH kondisi terbaik. Tekanan operasi terbaik didapatkan setelah melakukan pengukuran setiap 10 menit sekali terhadap pH, TDS dan fluks outet setiap masing-masing variasi tekanan. Operasi dilakukan selama 4 jam berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh herwati (2013). Rancangan penelitian ini disajikan dalam Tabel 2.1 sebagai berikut: Tabel 2.1 Rancangan Percobaan Kegiatan
pH Air Baku
Tekanan (Atm)
Parameter yang diukur
Output
Percobaan 1
Variasi
Diatur
pH, TDS dan Fluks
pH air baku terbaik
Percobaan 2
Terbaik
Variasi
pH, TDS dan Fluks
Tekanan terbaik
2.4 Rangkaian Alat
Gambar 2.1 Rangkaian Alat Pengolahan AAT dengan membran RO III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik AAT Tabel 3.1 Pengukuran kualitas AAT pada void M2W, M4E-E dan M4E-C Void
Pengukuran
Hakim (2016) PT JBG (16 April 2016) M2W Hasil Pengukuran (28 Juni 2016) Muhammad (2015) PT JBG (16 April 2016) (Mahmud, dkk., M4E-E 2015) Hasil Pengukuran (28 Juni 2016) Santoso (2015) PT JBG (16 April 2016) M4E-C (Mahmud, dkk., 2016) Hasil Pengukuran (28 Juni 2016) BAKU MUTU PerGub KalSel No.36 2008
Suhu (oC) -
3,25
27,8
3,32
-
3.07
-
2,87
26,3
3,30
-
-
-
TDS (ppm) -
Parameter Cd Al (ppm) (ppm) -
Fe (ppm) 23,12
Mn (ppm) 25,5
TSS (ppm) -
As (ppm) -
Co (ppm) -
Cu (ppm) -
Pb (ppm) -
Zn (ppm) -
2,63
7,24
51
<0,005
-
-
-
-
-
-
485
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6,91
12,12
-
-
-
-
-
-
-
-
0,89
8,17
-
-
-
-
-
-
-
-
-
5,54
10,54
-
-
6,31
0,01
0,15
0,03
-
0,4
3.74
390
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6,53
-
0,67
-
-
-
-
-
-
-
-
-
5,48
-
0,15
0,01
3
<0,005
-
-
-
-
-
--
26,5
-
-
0,61
-
16,03
0,01
0,01
0,07
0,02
1,14
-
6.27
124
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
38
6-9
500
7
4
200
0,05
-
0.1
0,4
2
pH
0,1
2
Menurut PerGub Kal-Sel No. 36 tahun 2008 untuk nilai baku mutu pH yang diizinkan kisaran pH 6-9, sehingga nilai pH pada void M2W, M4E-E dan M4E-C masih belum sesuai dengan baku mutu. Kandungan logam Fe, Mn, Cd, As, Co, Cu, Pb, Zn, TSS dan TDS pada AAT void M4E-C sesuai dengan baku mutu PerGub Kal-Sel No. 36 tahun 2008, sedangkan pada void M2W dan M4E-E belum sesuai baku mutu. Kandungan logam mengalami perubahan pada setiap pengukuran, akan tetapi logam pada void M4E-C dikatakan memenuhi baku mutu karena masih berada di bawah kadar baku mutu. M2W dan M4E-E dapat dikatakan belum memenuhi baku mutu karena kandungan logam Mn pada void M2W dan M4E-E melebihi kadar baku mutu. Nilai pH ketiga void masih belum memenuhi baku mutu dan nilai TDS pada ketiga void masih di bawah kadar baku mutu jika di bandingkan dengan Permenkes No. 492 tahun 2010. Menurut Permenkes No. 492 tahun 2010 tentang baku mutu air minum, nilai baku mutu pH yang diizinkan kisaran pH 6,5-8,5; sedangkan nilai TDS kadar maksimum yang diperbolehkan yaitu 500 mg/L (ppm). Pada hasil pengukuran yang dilakukan pada tanggal 28 Juni - 30 Juni 2016 secara insitu nilai TDS AAT pada void M2W dengan nilai rata-rata pH 3,07 memiliki nilai rata-rata TDS adalah 484 ppm. Pada void M4E-E dengan nilai rata- rata pH 3,74 memiliki nilai rata-rata TDS adalah 390 ppm. Pada void M4E-C dengan nilai rata-rata pH 6.27 memiliki nilai rata-rata TDS adalah 123.67 ppm. 3.2 Pengaruh pH Terhadap Kinerja Membran RO Parameter pertama yang dipakai dalam penelitian ini untuk menentuan pH terbaik adalah fluks. Gambar 3.1 menyajikan grafik fluks terhadap waktu operasi untuk variasi pH air baku pada tekanan 7 bar. pH 3,07
Fluks (L/m2.jam)
26
pH 3,74 pH 6,27
21 16 11 6 1 0
30
60
90
120
150
180
210
240
Waktu (menit)
Gambar 3.1 Grafik Fluks terhadap waktu operasi untuk variasi pH air baku pada tekanan operasi 7 bar Pada Gambar 3.1 Nilai fluks menurun sejalan dengan bertambahnya waktu operasi. Semakin lama waktu operasi, nilai fluks semakin kecil. Penurunan fluks ini sesuai dengan yang telah di temukan Yu1 dkk. (2010), Yu2 dkk. (2010) dan Wanga dkk. (2011). Hal ini menunjukkan bahwa kinerja membran akan semakin berkurang seiring dengan lamanya waktu operasi karena semakin kecil fluks maka efektivitas membran dalam menghasilkan air produk juga semakin kecil (Riyan, 2014).
Pada pH air baku yang lebih tinggi (6,27) memiliki fluks yang lebih besar dari pada pH air baku yang lebih rendah (3,07 dan 3,74) (Gambar 3.1). Semakin tinggi nilai fluks maka semakin besar volume permeat yang dihasilkan. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Wanga dkk. (2011). Nilai fluks rata-rata pada pH air baku 3.07, 3,74 dan 6,27 berturut-turut adalah 14,9, 8,8, 20,8 L/m2.jam. Hal ini menunjukkan bahwa pada pH lebih tinggi menghasilkan lebih banyak air olahan dari pada pH lebih rendah. Penurunan fluks disebabkan karena penyumbatan/fouling, fouling ini terjadi karena menumpuknya kotoran pada pori-pori membran (Salbani, dkk., 2001). Sehingga adanya fouling diketahui dengan penurunan fluks yang dapat menentukan kinerja suatu membran. Fouling dievaluasi dengan hubungan fluks relatif (Jt/J0) yang merupakan rasio nilai fluks setiap pengujian dengan nilai fluks awal (Turan, dkk., 2002). Pada Gambar 3.2 menunjukkan nilai Jt/J0 terhadap waktu untuk variasi pH air baku pada tekanan operasi 7 bar. 1.05
pH 3,07
0.90
pH 3,74 pH 6,27
Jt/J0
0.75 0.60 0.45 0.30 0.15 0
30
60
90
120 150 Waktu (menit)
180
210
240
Gambar 3.2 Grafik Jt/J0 terhadap waktu operasi untuk variasi pH air baku pada tekanan operasi 7 bar Nilai penurunan Jt/J0 pada pH air baku yang lebih tinggi terhadap waktu operasi lebih kecil dibanding pada pH air baku yang lebih rendah (Gambar 3.2). Penurunan Jt/J0 ini pada pH air baku lebih rendah (pH 3,07 dan pH 3,74) memiliki nilai gradien yang lebih kecil dari pada pH air baku yang lebih tinggi (pH 6,27) (Lampiran E). Nilai Jt/J0 pada pH 3,07 di waktu operasi terakhir mencapai 0,55; pada pH 3,74 mencapai 0,16 dan pada pH 6,27 mencapai 0,61. Semakin kecil Jt/J0, maka fouling yang terjadi semakin besar (Herwati, 2013). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi pembentukan fouling yang lebih besar adalah pada pH air baku yang lebih rendah (pH 3,07 dan pH 3,74). Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lee dkk. (2006) dan Li dkk. (2010) yang menyatakan bahwa pH rendah akan menyebabkan banyaknya fouling, akan tetapi pada lampiran D menunjukkan bahwa nilai Jt/J0 pH air baku 3,47 memiliki nilai gradien yang lebih kesil dari pH air baku 3,07. Hal ini di sebabkan air baku pada pH 3,47 dan pH 3,07 berasal dari void yang berbeda sehingga memiliki karakteristik AAT yang berbeda. Parameter selanjutnya yang digunakan untuk menentukan pH terbaik pada penelitian ini adalah nilai TDS. Pada Gambar 3.3 menyajikan grafik perubahan nilai TDS masing-masing pH terhadap waktu operasi selama 4 jam. Nilai TDS awal pada pH air baku 3,07 adalah sebesar 484 ppm, pada pH air baku 3,74 adalah sebesar 390 ppm dan pada pH air baku 6,27 adalah sebesar 124 ppm
pH 3,07 pH 3,74 pH 6,27
600
TDS (ppm)
500 400 300 200 100 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
Waktu (menit)
Gambar 3.3 Grafik TDS terhadap waktu operasi untuk variasi pH air baku pada tekanan operasi 7 bar Pada pH air baku yang lebih tinggi (pH 6,27), nilai TDS cenderung menurun terhadap waktu operasi dan sebaliknya pada pH air baku yang lebih rendah (pH 3,07 dan 3,74) mengalami peningkatan (Gambar 3.3). Nilai TDS yang semakin lama semakin meningkat ini menandakan bahwa kinerja suatu membran akan semakin berkurang seiring lamanya waktu proses running alat (Nur, 2014). Kaliappan dkk. (2005) dan Edward (2009) menyatakan bahwa hal ini dikarenakan terdapat batasan bagi jumlah TDS yang dapat disisihkan oleh membran, apabila membran sudah mencapai batas tersebut, tetapi pengolahan masih berjalan maka tekanan yang diberikan mengakibatkan TDS yang melewati semakin banyak dan dipaksa masuk sehingga TDS ikut masuk menembus membran bersama air yang masuk. Pada pH air baku yang lebih rendah (pH 3,07 dan 3,74) telah melewati batasan membran menyisihkan TDS sehingga nilai TDS semakin bertambah tetapi masih jauh lebih rendah dibanding nilai TDS awal sebelum melewati membran RO, sedangkan pada pH air baku 6,27 belum mencapai batasan membran menyisihkan TDS sehingga nilai TDS masih berkurang selama 4 jam operasi alat. Persen penyisihan TDS pada masing-masing pH air baku memiliki nilai beragam. Pada pH air baku 3,07 menyisihkan TDS rata-rata sebesar 13,6 %, pH air baku 3,47 sebesar 68,4 % dan pH air baku 6,27 sebesar 51,1%. Hal ini menunjukkan pada pH air baku 3,47 lebih besar terjadi penyisihan TDS di bandingkan dengan pH air baku 3,07 dan 6,27. Hal ini dikarenakan air baku dengan berbagai pH tersebut berasal dari void yang berbeda, sehingga kararakteristik AAT yang berbeda tersebut memiliki kandungan logam-logam terlarut pada AAT juga berbeda. Kandungan logam-logam yang berbeda tersebut memiliki berat molekul yang berbeda. Dalam penelitian Kang dkk. (2000) dan Mullet dkk. (2014) menyatakan bahwa ada beberapa logam yang mulai tersisihkan pada pH rendah dan ada juga beberapa logam yang bisa tersisihakan pada pH tinggi. Parameter terakhir yang dipakai untuk menentukan pH air baku terbaik adalah pH air hasil dari pengolahan membran RO. Gambar 4.4 menyajikan perubahan pH permeat terhadap waktu pada masing-masing variasi pH air baku.
10 pH 3,07
9
pH 3,74
8
pH 6,27
7 pH
6 5 4 3 2 1 0
30
60
90
120 150 Waktu (menit)
180
210
240
Gambar 3.4 Grafik pH permeat terhadap waktu operasi untuk variasi pH air baku pada tekanan operasi 7 bar Perubahan nilai pH permeat terhadap waktu relatif kecil untuk ketiga variasi pH air baku (Gambar 3.4). Pada pH air baku 3,07 menghasilkan kisaran air pH antara 2,97 - 3,17. Pada pH air baku 3,74 menghasilkan kisaran air pH antara 3,3 - 3,92. Pada pH air baku 3,07 menghasilkan kisaran air pH antara 6,37 - 6,6. Perubahan pH yang relatif kecil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nur (2014) dan Riyan (2014). Nilai pH permeat yang dihasilkan berhubungan dengan nilai TDS permeat. Air permeat dengan pH yang lebih rendah memiliki nilai TDS yang tinggi sedangkan air permeat dengan pH yang tinggi memiliki TDS yang rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Happy dkk. (2012) bahwa nilai pH memiliki hubungan yang erat dengan sifat kelarutan logam berat. Logam berat akan meningkat oksisitasnya pada pH rendah. Kenaikan pH biasanya akan diikuti dengan semakin kecilnya dari senyawa-senyawa logam tersebut. Berdasarkan penelitian variasi pH ait baku ini yaitu pH 3,07; 3,74 dan 6,27 dengan rata-rata fluks masing-masing pH berturut-turut adalah 14,9; 8,8; 20,8 L/m2.jam. Rata-rata penyisihan TDS 13,6; 68,4 dan 51,11%. Kesimpulan yang dapat diambil dari ketiga pengujian parameter fluks, TDS dan pH adalah bahwa pH air baku terbaik pada penelitian ini adalah pada pH 6,27 karena pada pH 6,27 memiliki total fluks terbesar, memiliki persen penyisihan TDS yang cukup besar dan memiliki selisih persen penyisihan yang kecil dengan persen penyisihan terbesar (pH 3,74) serta pada pH 6,27 terjadi pembantukan fouling dan terjadi lebih lambat dibandingkan dengan pH 3,07 dan 3, 74. 3.3 Pengaruh Tekanan Terhadap Kinerja Membran RO Parameter pertama yang dipakai dalam penelitian ini untuk menentuan tekanan operasi terbaik adalah fluks. Gambar 3.5 menyajikan grafik fluks terhadap waktu operasi untuk variasi tekanan operasi pada pH air baku 6,27.
55 5 bar 6 bar 7 bar 8 bar 9 bar
50 Fluks (L/m2.jam)
45 40 35 30 25 20 0
30
60
90
120 150 180 Waktu (menit)
210
240
Gambar 3.5 Grafik fluks terhadap waktu operasi untuk variasi tekanan operasi pada pH air baku 6,27 Nilai fluks selama 4 jam semakin besar apabila tekanan operasi dinaikkan (Gambar 3.5). Pada tekanan operasi 5, 6, 7, 8 dan 9 bar dengan rata-rata nilai fluks berturut-turut adalah 23, 26,4; 29,9; 33,7 dan 34,1 L/m2.jam. Kenaikan fluks terhadap tekanan juga ditemukan oleh Kaliappan dkk. (2005), Afonso dkk. (2003) dan Wanga dkk. (2011). Hal ini menunjukkan tekanan memiliki pengaruh terhadap fluks yang dihasilkan, semakin besar tekanan yang diberikan, maka semakin besar gaya dorong yang terjadi pada air untuk melalui membran, sehingga fluida yang dapat melewati membran akan semakin besar (Azfah, dkk., 2010). Pada tekanan yang lebih rendah penurunan rasio Jt/J0 terhadap waktu operasi lebih kecil dibanding pada tekanan yang lebih besar (Gambar 3.6). Penurunan Jt/J0 terbesar terjadi pada tekanan 9 bar memiliki gradien yang lebih kecil dari pada pada tekanan 5, 6, 7 dan 8 (Lampiran E). Nilai Jt/J0 di waktu operasi terakhir pada tekanan 5, 6, 7, 8 dan 9 berurutan mencapai 0,78; 0,66; 0,66 ; 0,60; 0,55. Semakin kecil Jt/J0, maka fouling yang terjadi semakin besar (Herwati, 2013). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi pembentukan fouling yang lebih cepat pada tekanan 9 bar. 1.05
5 bar 6 bar 7 bar 8 bar 9 bar
Jt/J0
0.90
0.75
0.60
0.45 0
30
60
90
120
150
180
210
240
Waktu (menit)
Gambar 4.6 Grafik Jt/Jo terhadap waktu operasi untuk variasi tekanan operasi pada pH air baku 6,27
Parameter selanjutnya yang digunakan untuk menentukan tekanan operasi terbaik pada penelitian ini adalah nilai TDS. Pada Gambar 4.6 menyajikan grafik nilai TDS terhadap waktu operasi untuk variasi tekanan operasi pada pH air baku 6,27. Nilai TDS awal pada setiap variasi tekanan yaitu sebesar 124 ppm seperti yang disajikan pada di Tabel 4.1 120
TDS (ppm)
105 90 5 bar 6 bar 7 bar 8 bar 9 bar
75 60 0
30
60
90
120 150 Waktu (menit)
180
210
240
Gambar 3.7 Grafik TDS terhadap waktu operasi untuk variasi tekanan operasi pada pH air baku 6,27 Pada tekanan operasi yang lebih tinggi mengalami penyisihan TDS terbesar dibandingkan dengan tekanan yang lebih rendah. Adapun nilai TDS rata-rata permeat pada masing-masing tekanan 5, 6, 7, 8 dan 9 bar berturut-turut adalah 103, 95, 94, 93, 84 ppm. Hal ini sesuai dengan penelitian Kalippan (2005), Winduwati dan Yohan (2000) dan Yusuf dkk. (2010) bahwa semakin besar tekanan operasi yang diberikan pada membran semakin besar penyisihan TDS yang terjadi, sebaliknya jika semakin kecil tekanan operasi pada membran maka semakin kecil pula penyisihan TDS. Menurut Widyasmara (2013) tingginya tekanan akan mempercepat terbentuknya fouling sehingga pori membran semakin cepat mengecil, partikel-partikel akan lebih banyak tertahan dipermukaan membran, yang menyebabkan TDS yang diperoleh lebih rendah. Hal ini membuktikan bahwa tekanan operasi sangat mempengaruhi kemampuan membran terutama mutu produk. Pada penyisihan TDS dari semua variasi tekanan masih rendah. Penyisihan TDS pada untuk tekanan 5, 6, 7, 8 dan 9 bar berturut-turut adalah 10,2; 16,7; 16,9; 18 dan 25,4%. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Al-Zoubi dkk. (2010) dapat menyisihkan > 98% dengan tekanan 20-30 bar. Hal ini dapat disimpulkan bahwa penyisihan TDS pada penelitian ini masih rendah disebabkan membran bekerja dengan tekanan operasi yang masih rendah dalam pengoperasian membran RO. Parameter terakhir yang dipakai untuk menentukan tekanan operasi terbaik adalah pH. Gambar 3.8 menyajikan grafik pH terhadap waktu operasi untuk variasi tekanan operasi pada pH 6.
8
pH
7
6
5 bar 6 bar 7 bar 8 bar 9 bar
5 0
30
60
90
120 150 180 Waktu (menit)
210
240
Gambar 3.8 Grafik pH permeat terhadap waktu operasi untuk variasi tekanan operasi pada pH air baku 6,27 Perubahan nilai pH permeat pada masing-masing tekanan operasi relatif kecil (Gambar 3.8). Kisaran nilai pH tekanan 5 bar antara 6,58 - 6,78; pada tekanan 6 bar antara 6,59 - 6,72, pada tekanan 7 bar antara 6,48 - 6,58 ,pada tekanan 8 bar antara 6,42 - 6,76, pada tekanan 9 bar antara 6,41 - 6,58. Perubahan pH yang relatif kecil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nur (2014) dan Riyan (2014). Berdasarkan penelitian menggunakan tekanan yang berbeda yaitu tekanan 5, 6, 7, 8 dan 9 bar dengan masing-masing rata-rata nilai fluks berturut-turut adalah 23; 26,4; 29,9; 33,7 dan 34,1 L/m2.jam. Rata-rata penyisihan TDS pada tekanan 5, 6, 7, 8 dan 9 bar masing-masing berurutan yaitu 10,2; 16,7, 16,9; 18 dan 25,4%. Nilai Jt/J0 di jam ke 4 pada tekanan 5, 6, 7, 8 dan 9 bar berurutan mencapai 0,78; 0,66; 0,66 ; 0,60; 0,55. Meskipun pada tekanan operasi 9 Bar memiliki nilai fluks lebih tinggi dan memiliki penyisihan yang tinggi, akan tetapi mengalami pembentukan fouling lebih cepat sehingga dapat mengakibatkan kerusakan membran lebih cepat. Kesimpulan yang didapat dari pengukuran fluks, pH dan TDS pada penelitian ini bahwa kondisi tekanan operasi terbaik pada penelitian ini adalah pada tekanan 7 bar karena memiliki pembentukan fouling yang lebih lambat dan memiliki selisih pembentukan fouling dengan tekanan 5 bar (tekanan operai yang berpotensi fouling paling yang kecil), karena tekanan merupakan energi, maka semakin rendah tekanan yang digunakan, berarti semakin sedikit energi yang digunakan dalam penelitian ini. VI. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Karakteristik pH dan TDS AAT masing-masing berkisar antara 3,07-6,27 dan 124-484 ppm, nilai pH masih belum memenuhi baku mutu dan TDS masih berada di bawah kadar baku mutu jika di bandingkan dengan Permenkes No. 492 tahun 2010. 2. Kondisi operasi terbaik pada proses pengolahan AAT dengan membran RO pada pH 6,27 dan tekanan operasi 7 Bar 4.2 Saran Saran dari penelitian ini adalah:
1. Percobaan dengan menambah pretreatment dapat ditambahkan pada rangkaian membran RO untuk perbaikan awal kualitas air baku sebelum melewati membran RO. 2. Percobaan dengan pengulangan pada masing-masing variasi pH dan tekanan perlu dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih akurat. 3. Pada percobaan selanjutnya diharapkan agar waktu pengoperasian lebih lama dari penelitian ini. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kepada dosen pembimbing yaitu Bapak Dr. H. Mahmud, ST., MT dan Bapak Chairul Abdi, ST., MT kepada kariyawan PT JBG, Laboratorium PT JBG, yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Alisa, 2016, Gradasi pH Tutupan Lahan PT Jorong Barutama Greston Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan, Skripsi, Program Studi Ilmu Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Al-Zhoubi, H., dkk., 2010, Nanofiltrasi Of Acid Mine Drainage, Desalination and Water Treatment, Vol. 21, September, 2010, Hal. 148-161. Azfah, R. A., dkk., 2010, Studi Awal Reverse Osmosis Tekanan Rendah Untuk Air Payau dengan Kadar Salinitas dan Suspended Solid Rendah,Hal 1-13. Afonso, Maria Dina., dkk., 2004, Brackish groundwater treatment by reverse osmosis in Jordan, Desalinasi, Vol, 164,Oktober, 2003, Hal 157-171 Edward, HS., dkk., 2009, Kinerja Membran Reverse Osmosis Terhadap Rejeksi Sintesis, Jurnal Sains dan Teknologi, Vol. 8, No.1, Maret, 2009, Hal 1-5 Happy. A., dkk., 2012, Distribusi Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada Kolom Air dan Sedimen Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu, Jurnal Perikanan dan Kelautan, Vol. 3, No. 3, september, 2012, Hal 175-182. Kang, Meea., dkk., 2000, Effect of pH on the removal of arsenic and antimony using reverse osmosis membranes, Desalination,Vol. 131, July,2000, Hal 293-298 Kaliappan, S., dkk., 2005. Recovery and Reuse of Water from Effluents of Cooling, J. Indian Institute of Science, Vol. 85, Hal 215-221. Leach, A., dkk., 2010, Fouling minimised reclamation of secondary effluents with reverse osmosis (ReSeRO), Desalination and Water Treatment, Vol. 42, April, 2012, Hal181-188. Li, Haigang., dkk., 2011. FTIR study of fatty acid fouling of reverse osmosis membranes: Effects of pH, ionic strength, calcium, magnesium and temperature, Separation and Purification Technology,Vol. 77, Desember, 2010, Hal 171-178. McCollough, C.D., dkk., 2012, Pit Like as Evaporative ‘Terminal’ Sink : An Approach to Best Available Practice Mine Closure, International Mine Water Association. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1990, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 416/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Syarat-Syarat Pengawasan Kualitas Air, Jakarta. Nasir, S.,dkk., 2014, Perancangan Plant Pengolahan Air Asam Tambang Dengan Proses Sand Filtrasi, Ultrafiltrasi Dan Reverse Osmosis, Prosiding SNaPP2014 Sains, Teknologi, dan Kesehatan, ISSN 2089-3582 | EISSN 2303-2480, Universitas Sriijaya, Palembang. Nur, M. R., 2013, Pengolahan Air sumur Menjadi Air Minum Menggunakan Membran Reverse Osmosis : Pengaruh Rasio Volume Permeat Dengan Volume Total Terhadap Kinerja
Membran, Skripsi, Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Lambung Mangkurat, BanjarBaru. Noorulil, B. dan Ratna A., 2013, Rancang Bangun Model Mekanik Alat untuk Mengukur Kadar Keasaman Susu Cair, Sari Buah dan Soft Drink, Jurusan Teknik Elektronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Kampus PENS – ITS,. Surabaya . Octiana, E. R., 2014, Pengelolaan Air Asam Tambang PT Jorong Barutama Greston, Laporan Kerja Praktik, Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Lambung Mangkurat, BanjarBaru. Octiana, E. R., 2015, Analisis Derajat Keasaman dan Oksigen Terlarut pada Air Asam Tambang : Studi Kasus Void M4E-West di PT Jorong Barutama Greston, Skripsi, Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Lambung Mangkurat, BanjarBaru. Pemerintah Republik Kalimantan Selatan, 2004, Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 04 Tahun 2004 sebagai Tentang Baku Mutu Limbah Cair (BMLC) Bagi Kegiatan Industri, Hotel, Restoran, Rumah sakit, Domestik, dan Peratmabangan, Banjarmasin. Redjeki, S., 2011, Proses Desalinasi Dengan Membran, Direktorat Penelitian dan Pengapdian Kepada Masyarakat (DP2M), Departemen Pendidikan Nasional. Riyan, M. A., 2014. Pengolahan Air Sumur Menjadi Air Minum Menggunakan Membran Reverse Osmosis : Pengaruh Tekanan Operai terhadap Kinerja Membran, Skipsi, Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Lambung Mangkurat, BanjarBaru. Salbani, S S., dkk,., 2001, Concentration polarization in ultrafiltration and reverse osmosis: a critical review, Desilation, Vol, 141, Juni, 2001,Hal 269-289. Turan, M., dkk., 2002, Fouling of reverse osmosis and nanofiltrasi membranes by dairy industri effluents, Water Science and Technology, Vol. 42, No. 12, 2002, Hal 355-360. Winduwati., dan Yohan 2000, Karakteristik Osmosis Balik Membran Spiral Wound, Hasil Penelitian. Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif. Widyasmara, M. dan Cindika K. D., 2013, Potensi Membran Mikrofiltrasi dan Ultrafiltrasi Untuk Pengolahan Limbah Cair Berminyak, Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 2, No. 2, Hal. 295-307. Yuniar, 2014, Evaluasi Penanganan Air Asam Tambang dengan Metode In-Pit Water Treatment pada Void M4E PTJorong Barutama Greston,Tesis, Program Studi Rekayasa Pertambangan. Istitut Teknologi Bandung, Bandung. Yusuf, E., dkk., 2010, Pengolahan Air Payau Menjadi Air Bersih Dengan Menggunakan Membran Reverse Osmosis, Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, Vol. 1, No.1, Yu, Xiaoli., dkk., 2010, Treatment of vegetable oily wastewater using an integrated microfiltration– reverse osmosis system, Water Science and Technology, Vol. 61, No. 2, 2010, Hal 455-462. Yu, Youngbeom., dkk., 2010, Effect of solution chemistry on organic fouling of reverse osmosis membranes in seawater desalination, Journal of Membrane Scaince, Vol. 351, Februari, 2010, Hal 205-213. Zhong C., dkk., 2007, Treatment of Acid Mine Drainage (AMD) by Ultra-Low-Pressure Reverse Osmosis and Nanofiltrasion, Enviremental Engineering Science, Vol, 24 No, 9 Hal. 12971306.