Strategi Kontrol Fouling Pada Desalinasi Reverse Osmosis (RO), (Siti Alimah & Sudi Ariyanto) __________________________________________________________________________________________________
STRATEGI KONTROL FOULING PADA DESALINASI REVERSE OSMOSIS (RO) Siti Alimah a dan Sudi Ariyanto b a,b
Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) - BATAN Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta, 12710 Telp/ Fax : (021) 5204243 E-mail :
[email protected] [email protected] Abstrak
Teknologi desalinasi MED-RO dengan pasokan energi dari PLTN dapat menjadi pilihan untuk memasok kebutuhan air bersih di provinsi Kalimantan Timur. RO merupakan proses desalinasi yang menggunakan membran. Problem utama pada desalinasi RO adalah fouling yang dapat menurunkan kinerja instalasi. Empat kategori fouling membran adalah kerak, fouling partikel/koloid, fouling mikroba (biofouling) dan fouling organik. Kontrol pada fouling akan meningkatkan fluks permeat (laju alir air produk per luas membran) dan mengurangi jumlah pembersihan sehingga memperlama umur membran. Strategi kontrol fouling terdiri dari pengolahan awal air umpan, pengaturan kondisi proses dan pembersihan. Dari studi kasus yang telah dilakukan dengan air umpan dari Pantai Manggar Kalimantan Timur, dapat direkomendasikan sistem pengolahan awal instalasi desalinasi RO terdiri dari klorin, sodium hexametafosfat, H2SO4, feri klorida, saringan pasir, filter cartridge 0,5 μm, filter mangan zeolit, filter karbon aktif dan sodium metabisulfite. Penggunaan modul spiral wound lebih menguntungkan dibanding modul hollow fiber, tubular dan plate & frame, karena fluks permeat lebih tinggi. Selain itu, pada modul spiral wound, dimensi channel membran tidak menyokong deposisi foulant pada permukaan membran. Jenis membran komposit poliamida dapat digunakan karena fluks air, rejeksi garam dan rejeksi zat organik lebih tinggi dibanding selulosa asetat asimetrik dan lebih tahan terhadap penyerangan mikroba. Pembersihan kimia adalah metode yang sesuai diantara berbagai metode pembersihan fouling, dan perlu penelitian lebih lanjut untuk menentukan jenis bahan kimia dan konsentrasi optimum. Kata Kunci : kontrol fouling, desalinasi, membran, Reverse Osmosis (RO), pengolahan awal, pembersihan. Abstract MED-RO desalination technology with energy supply from NPP could be an option for fresh water supply in East Kalimantan province. Reverse Osmosis (RO) is a desalination process uses membrane. The main problem of RO desalination is that fouling may decrease plant performace. Four categories of membrane fouling are scaling, particle/colloids fouling, microbial fouling (biofouling) and organic fouling. Control of fouling will increase permeate flux and decrease cleaning so longer membrane life time. Strategy for fouling control consists of feed water pretreatment, settings of process condition and cleaning. Case study have been done with feed water of Manggar beach in East Kalimantan, and it recommended to RO desalination pretreatment system consists of chlorine, sodium hexametafosfate, H2SO4 , ferric chloride, sand filter, cartridge filters 0.5 μm, manganese zeolite filter, carbon active filter and sodium metabisulfite. Using of spiral wound module has more advantage of hollow fiber, tubular and plate & frame moduls, because higher of permeate flux. Moreover, membrane channel dimension does not support foulant deposision in ISSN 1410-3680
M.P.I. Vol.6 No.1. Desember 2012, 67 - 74 _________________________________________________________________________________________________
membrane surface. Type of polyamide composite membrane can be used because water flux, brine rejection and organic matter rejection higher of asimetric acetat cellulose and more resistant to microba attack. Chemical cleaning is appropriate methode among various cleaning methods of fouling. It is necessary to conduct further research to determine the types of chemicals and the optimum concentration. Key Words : fouling control, desalination, membrane, RO, pretreatment, cleaning. Diterima (received) : 26 Juli 2011, Direvisi (reviewed) : 16 Agustus 2011, Disetujui (accepted) : 23 Oktober 2011
PENDAHULUAN RO (Reverse Osmosis) merupakan salah satu proses desalinasi yang telah terbukti untuk memasok air bersih kebutuhan masyarakat. Dari kajian yang telah dilakukan sebelumnya, teknologi desalinasi MED-RO (gabungan Multiple Effect Distillation dan Reverse Osmosis) dapat menjadi pilihan untuk memasok kebutuhan air bersih di provinsi Kalimantan Timur[1]. Produk air MED untuk memasok air keperluan industri/PLTN dan produk air RO untuk memasok air bersih keperluan masyarakat. Energi untuk proses desalinasi (dalam bentuk panas atau listrik) dapat dipasok dari PLTN. RO merupakan proses desalinasi yang menggunakan membran. Salah satu masalah utama pada desalinasi RO adalah adanya degradasi atau kerusakan membran akibat terjadinya fouling, yang sebagian besar tergantung pada karakteristika fisika kimia sumber air yang digunakan. Beberapa jenis fouling yaitu kerak, partikel/koloid, mikroba (biofouling) dan organik[2]. Fouling merupakan hasil dari akumulasi foulant pada permukaan membran, sehingga menurunkan kinerja yaitu menurunkan secara signifikan fluks permeat (laju alir air produk per luas membran). Fouling ini disebabkan adanya polarisasi konsentrasi. Polarisasi konsentrasi terjadi karena adanya lapisan boundary (batas) pengurang turbulensi pada permukaan membran karena adanya akumulasi partikel-partikel pada dinding membran dan menahan permeasi dalam lapisan boundary[3]. Peningkatan turbulensi (dari akhir umpan pada elemen membran sampai akhir konsentrat) akan mengurangi ketebalan lapisan boundary dan akan mengurangi polarisasi konsentrasi. Jika konsentrasi dari padatan terlarut melebihi kelarutannya di dalam lapisan boundary, maka akan mengendap dan dapat membentuk suatu lapisan kerak. Polarisasi ISSN 1410-3680
konsentrasi juga memberikan nutrisi yang dibutuhkan bakteri untuk pertumbuhan dan metabolisme, sehingga dapat terjadi biofouling. Kontrol dari fouling meningkatkan fluks permeat dan mengurangi kebutuhan pembersihan sehingga memperlama umur membran. Studi ini bertujuan mengkaji strategi kontrol fouling pada desalinasi RO untuk pasokan air bersih masyarakat di provinsi Kalimantan Timur. Hasil studi diharapkan dapat memberi masukan untuk meminimalkan fouling pada membran sehingga penurunan kinerja instalasi desalinasi RO minimal. Kecenderungan terbentuknya fouling membran tergantung pada beberapa faktor, yaitu sifat kimia fisika air umpan, interaksi fisika kimia, sifat kimia fisika membran dan parameter operasi. Kualitas air umpan yang ditunjukkan oleh sifat kimia sangat menentukan proses pengolahan awal yang akan digunakan. Oleh karena itu pengambilan contoh air dari lokasi pengoperasian sangat dibutuhkan untuk disain alat. Jika kualitas air berubah-ubah sebaiknya dipilih lokasi yang paling stabil kualitasnya, sehingga peralatan dapat bekerja secara efektif dan efisien.
BAHAN DAN METODE Tinjauan Pustaka Jenis – Jenis Fouling Fouling akan menyebabkan penurunan kinerja dari instalasi desalinasi RO. Untuk menghindari penurunan kinerja akibat fouling tersebut, maka perlu diketahui jenis- jenis fouling, yaitu kerak, partikel/koloid, mikroba (biofouling) dan organik, dan seberapa besar potensinya. 1) Kerak
Strategi Kontrol Fouling Pada Desalinasi Reverse Osmosis (RO), (Siti Alimah & Sudi Ariyanto) __________________________________________________________________________________________________
Kerak adalah lapisan yang terbentuk oleh material anorganik pada membran RO, yang terjadi diawali dengan polarisasi konsentrasi. Jenis kerak pada membran RO adalah kalsium karbonat (CaCO3), besi hidroksida (Fe(OH)3), kalsium sulfat (CaSO4) dan silika (SiO2). Polarisasi konsentrasi adalah suatu keadaan dimana zat terlarut terkonsentrasi pada permukaan membran dan menyebabkan adanya perbedaan konsentrasi zat terlarut di larutan bulk dan di permukaan membran. Setelah konsentrasinya terpolarisasi, zat terlarut mencapai keadaan supersaturasi yang kemudian berlanjut ke tahap pembentukan inti kristal dan pertumbuhan kristal, sehingga terjadi kerak. Jadi kerak yang terjadi pada membran RO melalui beberapa tahap, yaitu polarisasi konsentrasi, supersaturasi, pembentukan inti kristal dan pertumbuhan kristal[4]. 2) Fouling partikel/koloid Fouling partikel terjadi karena akumulasi padatan tersuspensi dalam air umpan pada permukaan membran. Partikel koloid berkisar antara 0,001 mikron (10 -6 mm) sampai 1 mikron (10 -3 mm). Partikel yang ditemukan dalam kisaran ini meliputi partikel anorganik, seperti serat asbes, tanah liat, silika koloid, logam oksida dan partikel organik seperti zat humat, virus, bakteri, dan plankton. Dispersi koloid mempunyai sifat memendarkan cahaya, yang terukur sebagai satuan kekeruhan. Koloid merupakan partikel yang tidak dapat mengendap secara alami karena adanya stabilitas koloid. Stabilitas koloid terjadi karena gaya tarik Van Der Wall's dan gaya tolak (elektrostatik) serta gerak brown. Gaya Van Der Waal’s merupakan gaya tarik menarik antara dua molekul, yang besarnya tergantung pada jarak antar keduanya. Sedang gaya elektrostatik adalah gaya menjaga suspensi koloid pada keadaan yang stabil. Masing-masing partikel koloid mempunyai muatan permukaan, namun muatan tersebut berbeda tergantung jenis koloidnya. Oksida metalik umumnya bermuatan positif, sedangkan oksida nonmetalik dan sulfida metalik umumnya bermuatan negatif. Kestabilan koloid terjadi karena adanya gaya tolak antar koloid yang mempunyai muatan ISSN 1410-3680
yang sama. Sedangkan gerak brown adalah gerak acak dari suatu partikel koloid yang disebabkan oleh kecilnya partikel [5]. Dua mekanisme pembentukan koloid adalah stabilitas koloid dan polarisasi konsentrasi [3] . Koloid yang stabil tidak mudah mengendap, koloid yang tidak stabil cenderung untuk menggumpal dan mengendap. Partikel koloid stabil dikurangi kestabilannya dengan netralisasi sebagian atau sempurna pada muatan permukaannya. 3) Fouling Mikroba (Biofouling) Fouling mikroba adalah akumulasi dan metabolisme dari makroorganisme dan atau mikroorganisme pada permukaan membran, yang meliputi alga, jamur, protozoa dan bakteri[6]. Makroorganisme seperti protozoa, alga dan jamur jamur dapat dihilangkan dengan mudah dari air umpan dengan prefilter (penyaring awal), sedangkan mikroorganisme seperti bakteri akan melewati prefilter tersebut. Bakteri ini membentuk biofilm pada permukaan membran dan disebut sebagai biofouling. Ketika suatu bakteri menyerang membran, maka bakteri tersebut akan menjadi berlipat dan menghasilkan lapisan film extracellular polymetric substances (EPS) yang kental, berlendir yang berupa gel hidrat, yang terdiri dari heteropolysaccharida[7]. Biofouling sebagian besar berkaitan dengan karakteristika air umpan. Parameter kualitas air yang mengindikasi potensi biofouling diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu kelimpahan mikroorganisme, adanya nutrient dan kondisi lingkungan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Langkah-langkah proses biofouling adalah sebagai berikut[8]: a) Adsorpsi mikroorganisme pada permukaan membran basah (terkondisikan). b) Perpindahan cell mikroorganisme ke permukaan yang terkondisikan. c) Penyerangan cell mikroorganisme ke permukaan membran. d) Pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme serta pengembangan film. e) Pembatasan pertumbuhan biofilm untuk mencapai ketahanan fouling steady state. Faktor yang mempengaruhi pengembangan biofilm adalah kualitas air umpan, seperti suhu, pH, kandungan
M.P.I. Vol.6 No.1. Desember 2012, 67 - 74 _________________________________________________________________________________________________
oksigen terlarut (DO) dan adanya nutrient organik dan anorganik. Bakteri aerob ada dalam kondisi hangat, tempat dangkal, air permukaan disinari matahari dengan adanya oksigen terlarut, pH optimum 6,5-8,5 dan adanya kelimpahan nutrient organik dan anorganik. Bakteri anaerob ada dalam sistem air tertutup dengan sedikit atau tidak adanya oksigen terlarut, dan dapat aktif jika nutrient cukup. 4) Fouling Organik Fouling organik ditemukan dalam membran jika air umpan mengandung natural organic matters (NOM) yang relatif tinggi dan merupakan faktor yang signifikan untuk mengkontribusi penurunan fluks. NOM merupakan campuran heterogen dari makromolekul organik yang berasal dari degradasi dan dekomposisi alami organisme hidup dengan sistem ekologi dan dari aktivitas manusia. NOM dibagi menjadi dua fraksi yaitu material hidrofobik (humik) dan hidrofilik (non-humik)[9]. Material humik adalah bahan yang telah terhumifikasi dan dikenal dengan humus, merupakan hasil akhir proses dekomposisi bahan organik yang bersifat stabil dan tahan terhadap proses biodegradasi. Material non humik adalah bahan yang tidak terhumifikasi dan lebih mudah dibiodegradasi. Material humik meliputi asam humat dan asam fulfat dan non humik antara lain karbohidrat, protein, lipida, biopolimer dan asam amino. Seringkali NOM didominasi oleh material humik, tetapi protein, polisakarida, biopolimer dan asam amino juga seringkali mengkontribusi NOM. NOM juga merupakan energi untuk mikroorganisme. Fraksi non-humik dari NOM umumnya juga sebagai penunjang pertumbuhan bakteri. Kandungan senyawa organik ini dapat diukur sebagai karbon organik total (Total Organic Carbon/TOC). Fouling organik dapat terjadi jika TOC > 3-6mg/l. Fouling mempengaruhi fluks membran, yang dapat dilihat pada persamaan berikut[6] :
J
DH 2 P 32
Di mana : J : fluks Ε : porositas membran (ratio luas pori-pori membran dengan luas membran total) DH: diameter hidraulik (perbandingan area ISSN 1410-3680
yang teraliri dengan area yang terbasahi) ∆Ρ: penurunan tekanan membran, δ : ketebalan efektif membran, µ : viskositas fluida Berdasar persamaan tersebut, fluks tergantung pada porositas mebran dan diameter hidraulik pori-pori aliran dan ketebalan efektif membran. Jika membran terfouling, porositas menurun, diameter hidraulik menurun dan ketebalan efektif meningkat. Kontrol Fouling Pada Membran Seperti telah disebutkan, kecenderungan terbentuknya fouling membran bergantung pada beberapa faktor, yaitu sifat kimia fisika air umpan, interaksi kimia fisika, sifat kimia fisika membran dan parameter operasi. Sifat kimia fisika air umpan diantaranya suhu, TDS, TSS, warna, kekeruhan, pH, DO, alkalinitas, TOC dan lain-lain. Pengolahan awal pada umpan dapat menurunkan sifat kimia fisika sehingga dapat meminimalisasi fouling. Sedang interaksi fisika kimia adalah gaya Van der Walls dan gaya elektrostatik. Sifat kimia fisika membran adalah morfologi dan muatan dari permukaan membran yang berpengaruh terhadap berkurangnya potensi kerak. Karakter hidrofilik dari permukaan membran, mengurangi kecepatan penyerapan zat organik yang ada dalam air umpan, sehingga akan mengurangi fouling membran. Parameter operasi seperti suhu, perbandingan permeat dengan umpan (recovery), fluks permeat dan hidrodinamika dari sistem dapat berpengaruh terhadap kerak. Pada membran RO dengan air umpan yang mengandung CaSO4 menyatakan adanya pengaruh dari % recovery (% produk/umpan) terhadap potensi terjadinya kerak pada membran RO. Recovery tertinggi 78%, memiliki induction time (waktu yang dibutuhkan untuk membentuk inti kristal) paling pendek dibandingkan dengan recovery yang lebih rendah[4]. Dengan strategi kontrol fouling yang tepat maka fouling dapat diminimalkan. Beberapa strategi kontrol fouling yaitu pengolahan awal air umpan, pengaturan kondisi proses dan pembersihan. Dampak dari pengolahan awal yang tidak efektif adalah peningkatan tekanan penggerak, pengurangan aliran permeat normal, peningkatan penurunan tekanan, peningkatan frekuensi pembersihan dan pengurangan umur membran. Pengolahan awal pada sistem RO terdiri dari penghilangan partikel, kontrol pertumbuhan
Strategi Kontrol Fouling Pada Desalinasi Reverse Osmosis (RO), (Siti Alimah & Sudi Ariyanto) __________________________________________________________________________________________________
mikroorganisme/makroorganisme dan kondisioning kimia. Sistem pengolahan awal antara lain tergantung pada karakteristika air umpan, jenis membran dan konfigurasi. Kualitas air umpan yang buruk akan membutuhkan sistem pengolahan awal yang lebih rumit. Syarat penting yang perlu diperhatikan pada produksi air bersih dengan unit RO adalah kualitas air umpan yang masuk ke dalam elemen membran harus bebas dari besi, mangan dan zat warna organik. Pengaturan kondisi proses yaitu dengan penurunan polarisasi konsentrasi, dapat dengan cara meningkatkan koefisien perpindahan massa. Metode Pembersihan Metode pembersihan terdiri dari pembersihan hidraulik, pembersihan mekanik, pembersihan dengan bahan kimia dan pembersihan elektrik. Pembersihan hidraulik meliputi: backward flushing (mengubah tekanan dan arah aliran pada frekuensi tertentu), air flushing yang menggunakan campuran air dan udara, vibrating membrane dan forward flushing (autoflush). Pembersihan mekanik adalah berupa sponge ball cleaning, sedang pembersihan dengan bahan kimia adalah metode pembersihan yang paling banyak digunakan untuk meminimalisasi kerak dihampir semua industri yang menggunakan membran. Poin penting dalam mengaplikasikan metode ini adalah pemilihan bahan kimia yang akan digunakan dan waktu pembersihan itu sendiri. Beberapa bahan kimia yang biasa digunakan antara lain asam kuat (H3PO4) atau asam lemah (asam sitrat), basa (NaOH), detergen, Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA) dan klorin. Jenis bahan kimia yang digunakan dan konsentrasinya menentukan efisiensi pembersihan fouling. Konsentrasi yang memberikan efiensi pembersihan maksimum merupakan konsentrasi optimum. Dalam hubungan untuk menentukan pembersihan optimum, interaksi antara fouling dan membran, efek prosedur pembersihan dan kinerja membran harus dimengerti. Pembersihan elektrik adalah menambahkan bidang listrik pada membran sehingga partikel yang semula menempel pada membran akan berpindah ke bidang listrik tersebut. Metode ini dapat dilakukan tanpa menghentikan proses membran. Kelemahan dari metode ini adalah kebutuhan akan membran dan modul tertentu yang dilengkapi dengan elektroda.
ISSN 1410-3680
HASIL DAN PEMBAHASAN Desalinasi dengan proses RO merupakan proses penyaringan menggunakan membran dengan rata-rata ukuran partikel yang dihilangkan berukuran 0,0001 sampai 0,001 mikron. Jadi, partikel yang molekulnya lebih besar dari pada molekul air, seperti molekul garam dan partikel-partikel lain seperti ion logam, akan terpisah dan terikut ke dalam air buangan yang dalam hal ini disebut brine. Pada umumnya kriteria air umpan untuk desalinasi RO harus mempunyai kualitas yang baik diantaranya kekeruhan kurang dari 0,2 NTU dan silt density index (SDI) kurang dari 2, sehingga tidak terjadi penyumbatan pada pori-pori membran[10]. Dari hasil analisis air laut di Pantai Manggar Provinsi Kaltim seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1, diperoleh hasil bahwa air umpan untuk instalasi desalinasi RO mengandung berbagai unsur yang dapat menyebabkan terjadinya fouling. Fouling yang kemungkinan dapat terjadi adalah kerak, partikulat, biofouling dan organik. Jenis-jenis fouling dan komposisi mempengaruhi porositas lapisan fouling, yang menentukan ketahanan hidraulik lapisan fouling. Sebagai contoh, lapisan fouling yang terdiri dari zat organik dan partikel koloid dapat mempunyai ketahanan yang lebih tinggi dari pada hanya lapisan koloid saja. Zat organik dapat mengisi lobang-lobang di antara partikel koloid, memperkecil dan mengurangi aliran air umpan. pH yang rendah meningkatkan akumulasi fouling pada permukaan. Berdasar hasil analisis air laut di Pantai Manggar Kaltim, beberapa hal yang dapat direkomendasikan dalam langkah-langkah pengolahan awal adalah : 1) Mencegah pertumbuhan bakteri (biofouling) dalam membran RO yaitu dengan menggunakan klorin. Meskipun dalam Tabel 1 tidak dilakukan pengukuran kandungan mikroorganisme, kontrol terhadap biofouling harus tetap dilakukan. 2) Menghambat pembentukan kerak dalam membran RO, karena adanya unsur pembentuk kerak yaitu sulfat, karbonat, bikarbonat, magnesium, kalsium dan barium. Sebagai bahan anti kerak dapat digunakan sodium hexametafosfat. Instalasi desalinasi RO beroperasi pada suhu kamar dan kerak CaCO3 dapat terbentuk karena pembentukan CaCO3 terjadi sampai suhu 90oC. Sedang kerak Mg(OH)2 tidak terjadi pada membran RO, karena Mg(OH)2 terbentuk di atas suhu 95-100oC. Adanya ion barium dan sulfat
M.P.I. Vol.6 No.1. Desember 2012, 67 - 74 _________________________________________________________________________________________________
dapat mengakibatkan terjadinya kerak BaSO4. BaSO4.mempunyai kelarutan 1 x 10-5 mol/l. Efek suhu pada kelarutan BaSO4 adalah sebagai berikut[11] KspT = Kelarutan pada suhu T(oC) Ksp25oC = Kelarutan pada 25oC Berdasar Tabel 1, konsentrasi [SO42-] dan [Ba2+] dapat dihitung sebagai berikut : [SO42-] = 1545,12/96 x 1/1000 = 0,016 M [Ba2+] = 2522,57/137 x 1/1000 = 0,018M Ksp =1,6. 10-2 x 1,8. 10-2 = 2,88. 10-4 mol/l Ksp25oC=2,88.10-4: (28,9/25)0,634 = 2,627.10-4 mol/l Karena Ksp lebih besar maka terbentuk kerak BaSO4. Sedang CaSO4 yang biasa terbentuk pada sistem RO adalah gipsum (CaSO4.2 H2O) yang terbentuk pada suhu kurang dari 40oC dan tekanan atmosfer, namun gipsum ini terbentuk ketika padatan terlarut sekitar 140.000 ppm, sehingga pada sistem ini tidak terbentuk kerak tersebut Tabel 1. Hasil Analisis Kualitas Air Laut di Pantai Manggar Kaltim*. No
Parameter Air
Satuan
Harga
A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sifat Fisika Suhu DHL TDS TSS Warna Kekeruhan Buih Bau
o C mS mg/l mg/l PtCo NTU -
28,9 43,9 30.735 25 1,57 58,59 Nihil Nihil
B. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.
Sifat Kimia pH DO Alkalinitas TOC H2S Sulfat (SO4) Klorida (Cl) Karbonat Bikarbonat Sodium (Na) Magnesiun(Mg) Kalsium (Ca) Potasium (K) Barium (Ba) Fluorida (F) Silika (SiO2) Besi (Fe) Seng (Zn) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Raksa (Hg)
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
6,86 5,7 117,2 12,6 Tak terdeteksi 1.545,12 18.099,72 1,02 2,03 3.268,87 1.268,8 900 3,657 2.522,57 0,91 2,53 0,441 0,044 0,03 0,49 0,002
*Keterangan : Lokasi Pengambilan Sampel S 01o13’01,9” E 116o59’26,9’’
ISSN 1410-3680
KspT (
Tc 0,634 ) xKsp25o C 25o C
3) Mengatur pH air laut untuk menyesuaikan persyaratan pH membran yang digunakan. Masing-masing membran mempunyai kisaran pH yang berbeda-beda seperti terlihat pada Tabel 2. Untuk mengontrol pH ini dapat digunakan H2SO4 dan selain itu H2SO4 juga membantu aksi inhibitor kerak. Pengaturan pH ini juga akan mengontrol bikarbonat, dan reaksinya adalah sebagai berikut : HCO3- + H+ = CO2 + H2O Kalsium karbonat juga dapat dihilangkan dengan H2SO4 dan membentuk asam karbonat pada pH 5,5. Penggunaan H2SO4 ini lebih disukai karena kurang korosif dibanding HCl. Penggunaan HCl dianjurkan jika konsentrasi kalsium dan fosfat dalam air umpan cukup tinggi. Penggunaan H3PO4 tidak dianjurkan karena kelarutannya lebih rendah dari kalsium fosfat. Jika melihat kisaran pH 6,86; membran komposit poliamida dapat digunakan, dan membran selulosa asetat asimetrik dapat digunakan juga dengan pengaturan pH. Namun jika melihat fluks air, rejeksi garam dan rejeksi zat organik yang lebih tinggi dan ketahanan terhadap penyerangan mikroba maka membran komposit poliamida lebih menjadi pilihan. 4) Mengurangi kestabilan partikel dan penggumpalan partikel koloid dan zat organik terlarut karena adanya TSS (Total Padatan Suspensi), kekeruhan dan TOC (Total Organik Carbon) yaitu dengan menggunakan feriklorida. Feriklorida mengurangi kestabilan partikel dengan memberikan muatan positif sehingga akan menetralkan muatan negatif yang dimiliki koloid. 5) Menghilangkan flok dari partikel koloid dengan saringan pasir. 6) Menghilangkan zat besi dan mangan dengan mengoksidasinya menggunakan filter mangan zeolit. 7) Menghilangkan warna dengan filter karbon aktif. 8) Mencegah partikulat yang muncul tibatiba dalam air umpan, yaitu dengan filter cartridge 0,5 μm. 9) Menetralisasi sisa klorin aktif yaitu dengan sodium metabisulfit (NaHSO3), karena ketahanan membran komposit poliamida terhadap klorin rendah.
Strategi Kontrol Fouling Pada Desalinasi Reverse Osmosis (RO), (Siti Alimah & Sudi Ariyanto) __________________________________________________________________________________________________
Modul membran RO untuk desalinasi secara komersial dapat berupa spiral wound, hollow fiber, tubular dan plate and frame, seperti terlihat pada Tabel 3. Dari berbagai jenis karakteristika modul membran RO seperti terlihat pada Tabel 3, modul spiral wound lebih unggul dibanding yang lain. Hal ini karena air yang keluar per unit paling tinggi dibanding yang lain. Dimensi dari channel membran dapat mempengaruhi laju fouling membran yaitu dengan memberikan
hidrodinamika sehingga tidak menyokong deposisi foulant pada permukaan membran. Metode ini hanya ditemukan dalam modul spiral wound dan hollow fiber, yang melewatkan air umpan melalui channel membran yang sempit, sehingga menghasilkan crossflow yang sesuai untuk mengelupaskan fouling dari permukaan membran.
Tabel 2. Perbandingan Antara Membran Selulosa Asetat Asimetrik Dan Membran Komposit Poliamida[12] Selulosa Asetat
Poliamida
Keuntungan - tahan terhadap klorin - toleran terhadap oksidasi - tidak mahal
- fluks air lebih tinggi - rejeksi garam dan zat organik lebih tinggi - suhu operasi lebih tinggi - pH 4-11 - tahan terhadap penyerangan mikroba - fluks permeat 10-205 gfd - rejeksi garam 97-99%
Kerugian
- ketahanan terhadap klorin rendah - tidak tahan okidasi - lebih mahal
- mudah terhidrolisa pada pH rendah dan tinggi - rentan terhadap penyerangan mikroba - pH 4-6,5 - batasan suhu 30oC - fluks permeat 5-18 gfd - rejeksi garam 70-95%
Tabel 3. Karakteristika Modul Membran RO[13] Jenis Modul
(m2/m3)
Densitas packing Air keluar per unit (m3/m2.jam) Pembersihan Perkiraan biaya pembuatan ($/m2)
spiral wound
hollow fiber
tubular
plate dan frame
800 29-35 Mudah 30-100
3000 24 Sedikit Sukar 20-100
150 3 Mudah 50-200
120 2 Mudah 100-300
Untuk meningkatkan efek pengelupasan, channel membran dikonstruksi sedemikian rupa sehingga air umpan dipaksa untuk melalui susunan lekukan channel, sehingga menghasilkan turbulensi yang menghalangi deposisi foulant. Selain itu, metode untuk mengembangkan ketidak stabilan aliran air umpan yang dapat dicapai dengan menggunakan spacer air umpan, hanya terdapat dalam modul spiral wound, seperti terlihat dalam Gambar 1 (meskipun adanya spacer umpan dapat menangkap suspensi foulant yang dapat menyebabkan penyumbatan). Namun hal ini dapat diatasi ISSN 1410-3680
dengan melakukan koagulasi dan flokulasi pada pengolahan awal. Saat ini, modul spiral wound paling banyak digunalan dalam instalasi desalinasi air laut (sekitar 91%). Dalam Gambar 3, air laut setelah masuk kolam intake, dipompa ke bak koagulasi-flokulasi dengan diinjeksi dengan larutan feri klorida agar zat padat tersuspensi yang berupa lumpur atau zat warna organik dapat digumpalkan sehingga mengendap di dasar bak, dan juga dilakukan klorinasi. Proses koagulasi flokulasi terjadi pada bak pengaduk cepat dan pengaduk lambat. Pada bak pengaduk cepat (bak
M.P.I. Vol.6 No.1. Desember 2012, 67 - 74 _________________________________________________________________________________________________
koagulasi), dibubuhkan koagulan. Pengadukan cepat dimaksudkan agar koagulan yang dibubuhkan dapat tercampur secara merata/homogen. Pada bak pengaduk lambat (bak flokulasi) berfungsi untuk meningkatkan jumlah kontak antar partikel yang sudah dikoagulasi dengan cara pengadukan secara lambat dan waktu lebih lama sehingga mikroflok berkembang menjadi makroflok yang berat dan mudah mengendap. Unit flokulator dilengkapi dengan pipa penguras agar mudah dibersihkan. Klorin selain menghancurkan patogen dan mengontrol mikroorganisme, juga menghilangkan amoniak, nitrogen organik, asam sulfida, slime dan alga, juga mengontrol bau dan rasa. Klorin merupakan desinfektan efektif, namun tidak membunuh semua mikroorganisme dalam air umpan. Selanjutnya air laut tersebut di alirkan ke saringan pasir dan kemudian ditampung di dalam bak penampung. Dari bak penampung air laut dipompa ke filter mangan zeolit agar zat besi atau mangan yang larut dalam air baku dapat dioksidasi menjadi bentuk senyawa oksida besi atau mangan yang tak larut dalam air. Dari filter mangan zeolit, air dialirkan ke filter karbon aktif yang selain menghilangkan warna, juga berfungsi menghilangkan bau serta polutan mikro secara adsorpsi. Setelah melalui filter penghilang warna, air dialirkan ke filter cartridge yang dapat menyaring partikel dengan ukuran lebih besar 0,5 μm, yang sebelumnya diinjeksi dengan zat anti kerak dan asam yang fungsinya selain menurunkan pH juga membantu aksi inhibitor kerak. Setelah melalui filter cartridge, air dialirkan ke unit RO dengan menggunakan pompa tekanan tinggi yang sebelumnya diinjeksi dengan sodium bisulfit yang berfungsi sebagai deklorinasi. Air produk selanjutnya dipompa ke tangki penampung, sedangkan konsentrat (brine) sebagian direcovery dan sisanya dibuang lagi ke laut. Dari tangki penampung air produk, air di alirkan ke sterilisator Ultra Violet dan selanjutnya ke kran pengisian. Air produk yang sudah siap minum selanjutnya dapat didistribusikan ke masyarakat.
ISSN 1410-3680
Gambar 1. Konfigurasi Modul Spiral Wound[14]
Gambar 2. Geometri Spacer Umpan (A), Elemen Membran Spiral Wound Tanpa Penutup (B), Channel Aliran Umpan (C), Sebagian dari B Diperbesar Menjadi C[14] Diagram alir proses rancangan pengolahan awal instalasi desalinasi RO untuk provinsi Kaltim dapat dilihat pada Gambar 3. Pemilihan pembersihan yang sesuai tergantung pada konfigurasi modul, ketahanan kimia membran dan jenis fouling. Pembersihan dilakukan ketika laju air yang keluar turun 10% atau penurunan tekanan meningkat 15% dari kondisi biasa. Pembersihan adalah langkah penting untuk menjaga kinerja membran tetap tinggi. Beberapa metode pembersihan yang telah diuraikan sebelumnya bertujuan untuk memperbaiki hidrodinamika larutan. Pembersihan hidraulik seperti sponge ball cleaning hanya dapat digunakan dalam membran RO jenis modul tubular, sedangkan backward flushing biasanya digunakan untuk membran mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi. Metode pembersihan elektrik hanya khusus untuk membran dan modul yang dilengkapi dengan elektroda. Oleh karena itu pembersihan kimia merupakan metode yang sesuai dan perlu penelitian lebih lanjut untuk menentukan jenis bahan kimia dan konsentrasi optimum.
Strategi Kontrol Fouling Pada Desalinasi Reverse Osmosis (RO), (Siti Alimah & Sudi Ariyanto) __________________________________________________________________________________________________
Gambar 3. Diagram Alir Rancangan Pengolahan Awal Instalasi Desalinasi RO Dengan Air Umpan dari Pantai Manggar Kaltim.
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Problem utama pada desalinasi RO adalah fouling yang dapat menurunkan kinerja instalasi. 2. Dari hasil analisis air laut di pantai Manggar provinsi Kaltim diperoleh hasil bahwa air umpan untuk instalasi desalinasi RO mengandung berbagai unsur yang dapat menyebabkan terjadinya fouling yaitu kerak, partikulat, biofouling dan organik. 3. Berdasar hasil analisis air laut di pantai Manggar dapat direkomendasikan sistem pengolahan awal instalasi desalinasi RO terdiri dari klorin, sodium hexametafosfat, H2SO4, feri klorida, saringan pasir, filter cartridge 0,5 μm, filter mangan zeolit, filter karbon aktif dan sodium metabisulfite. 4. Penggunaan modul spiral wound lebih menguntungkan dibanding modul hollow fiber, tubular dan plate & frame, karena fluks permeat lebih tinggi. Selain itu, pada modul spiral wound, dimensi channel membran tidak menyokong deposisi foulant pada permukaan membran. 5. Jenis membran komposit poliamida dapat digunakan karena fluks air, rejeksi garam dan rejeksi zat organik lebih tinggi dibanding selulosa acetat asimetrik dan lebih tahan terhadap penyerangan mikroba. 6. Pembersihan kimia adalah metode yang sesuai diantara berbagai metode pembersihan fouling, dan perlu penelitian lebih lanjut untuk menentukan jenis bahan kimia dan konsentrasi optimum. Pembersihan dilakukan ketika laju air yang keluar turun 10% atau penurunan tekanan meningkat 15% dari kondisi biasa.
1. Alimah,S.,et.all, Pemilihan Teknologi Desalinasi Nuklir Di Provinsi Kalimantan Timur, Jurnal Pengembangan Energi Nuklir, Volume 11, Nomor 1, Juni 2009. 2. Johir,A.H., In-line Flocculation–Filtration as Pre-Treatment to Reverse Osmosis Desalination, Faculty of Engineering, University of Technology, Sydney, 24 December 2008. 3. Paul,D., and Abanmy,A.R.M., Reverse Osmosis Membrane Fouling - The Final Frontier, Published in Ultra Pure Water, vol. 7, No. 3, 1990. 4. Ariyanti,D., Studi Metode Autoflush: Pengendalian Scaling Pada Sistem Membran Reverse Osmosis Skala Rumah Tangga, Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-2, Universitas Diponegoro Semarang, 2009. 5. Anonim,Koagulasi-flokulasi, http://www.scribd.com/doc/38473737/lap oran, diakses, 27 Januari 2011. 6. Wilbert,M.C., Enhancement of Membrane Fouling ResistanceThrough Surface Modification, Water Treatment Technology Program Report No. 22. March, 1997. 7. Liu,C., et.all, Membrane Chemical Cleaning: From Art to Science, Scientific and Laboratory Services, Pall Corporation, USA. 8. Aleem,F.A.A.E.et.all., Biofouling Problems in Membrane Processes for Water Desalination and Reuse in Saudi Arabia, Chemical Engineering Department, College of Engineering, King Saud University, Saudi Arabia, 2 June 1997. 9. Kucera,J., Reverse Osmosis, Industrial Applications and Processes, Scivener, Juni, 2010. 10. Hilis,P., Membrane Technology in Water
ISSN 1410-3680
M.P.I. Vol.6 No.1. Desember 2012, 67 - 74 _________________________________________________________________________________________________
11.
12.
13.
14.
and Waste Water Treatment, Published by The Royal Society of Chemistry, Cambridge, UK., 2000. Francesca E.S., Scaling and Particulate Fouling in Membrane Filtration Systems, Swets & Zeitlunger Publishers B.V, Lisse,2001. Wang,L.K, et.all., Membrane and Desalination Technology, Handbook of Enviromental Engineering Volume 13, Humana Press, 2001. Noble,R.D. & Stern,S.A. Membrane Separation Technology Principles and Applications, Membrane Science and Technology Series 2, Third Impression, 2003. Vrouwenvelder,J.S., Biofouling of Spiral Wound Membrane Systems, PhD Thesis University of Technology, The Netherlands , 2009.
RIWAYAT PENULIS Siti Alimah, lahir di Semarang, 11 Juli 1966. Menyelesaikan Pendidikan S1 Jurusan
ISSN 1410-3680
Teknik Kimia, Universitas Diponegoro tahun 1991. Sejak tahun 1992 bekerja di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), di Pusat Pengkajian Iptek Nuklir dan menjadi Peneliti di bidang Teknik Kimia sejak tahun 1999. Tahun 2000 bekerja di Pusat Pendayagunaan Iptek Nuklir BATAN. Sejak tahun 2005 sampai sekarang bergabung di Pusat Pengembangan Energi Nuklir BATAN. Sudi Ariyanto, lahir di Semarang, 15 September 1963. Menyelesaikan Pendidikan S1 Jurusan Teknik Nuklir, Universitas Gajah Mada tahun 1987. Menyelesaikan pendidikan S2 Jurusan Teknik Nuklir, di Tokyo Institute of Technology tahun 1993. Dan menyelesaikan pendidikan S3 di Tokyo Institute of Technology tahun 1996. Sejak tahun 1986 sampai dengan 2003 bekerja di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), di Pusat Pendidikan dan Latihan. Sejak tahun 2003 sampai sekarang bergabung di Pusat Pengembangan Energi Nuklir BATAN.