KARAKTERISTIK
OSMOSIS BALIK MEMBRAN SPIRAL WOUND
Winduwati S., Yohan, Rifaid M. Nur Pusat Pengembangan Pengelolaan limbah Radioaktif
ABSTRAK KARAKTERISTIK OSMOSIS BALIK MEMBRAN SPIRAL WOUND. Karakteristik permeasi air pada membran osmosis balik telah dipelajari dengan menggunakan membran komposit modul spiral wound dan larutan natrium klorida dalam air sebagai larutan umpan. Dalam penelitian ini diamati fluks air melewati membran, faktor rejeksi dan konsentrasi natrium, klorida dalam permeat. Perubah yang dipakai adalah konsentrasi natrium klorida dalam larutan umpan dari 20 hingga 100 mg/L dan tekanan operasi dari 40 sampai 120 psi. Hasilnya menunjukkan bahwa kenaikan konsentrasi natrium klorida dalam larutan umpan diikuti oleh penurunan faktor rejeksi "fluks permeat serta konsentrasi natrium klorida dalam permeat mengalami kenaikan. Kenaikan tekanan operasi diikuti oleh kenaikan fluks permeat, kenaikan faktor rejeksi dan pernurunan konsentrasi natrium klorida dalam permeat. Fluks permeat dan faktor rejeksi yang tinggi serta konsentrasi natrium klorida dalam permeat yang rendah diperoleh pada konsentrasi natrium klorida dalam larutan umpan di bawah 40 mg/L dan tekanan operasi di alas 100 psi.
ABSTRACT CHARACTERISTIC OF REVERSE OSMOSIS MODUL SPIRAL WOUND. Water permeation characteristic in reverse osmosis membrane were studied using spiral wound module of composite membrane and sodium chlorid aqueous solution as feed solution. This research water flux through membrane, rejection factor and sodium chlorid concentration in permeate were determined as function of sodium chlorid in feed solution varying from 20 to 100 mg/L and operation pressure varying from 40 to 120 psi. The result show that the increasing of sodium chlorid concentration in feed solution is followed by decreasing of rejection factor, decreasing of permeat flux through membrane and increasing of sodium chlorid concentration in permeate. The increasing of operation pressure id followed by increasing of permeate flux through membrane, increasing of rejection factor and decreasing of sodium chlorid concentration in permeate. High permeate flux and rejection factor, low concentration of sodium chlorid in permeate are founq when concentration of sodium chlorid in feed solution less than 40 mg/L, and operation pressure more than 100 psi.
PENDAHULUAN Membran osmosis balik (reverse osmosis atau hyperfitration) telah menjadi perhatian dalam industri sejak tahun 1960-an, karena kemampuannya untuk memisahkan zat terlarut berukuran sangat kecil (di bawah 10 A) dari larutan padat-cair. Teknik ini banyak digunakan untuk berbagai keperluan, seperti desalinasi air 18lJtdan air payau yang banyak dikembangkan oleh Qffice of Saline Water, U.S. Departement of the Interior [HARRIS, 1976], pengolahan air limbah industri-industri pertanian, biokimia, kimia, elektrokimia, makanan, farmasi, petrokimia, pulp dan kertas. Bahan membran yang digunakan biasanya adalah selulosa asetat, komposit, poliamida, dan lain-lain, dengan modul tubular, spiral wound, flat sheet, atau hollow fiber [OHYA, 1976]. Sementara itu, pengolahan limbah radioaktif cair aktivitas rendah umumnya dilakukan secara evaporasi. Dalam proses ini diperlukan media pemanas yang biasanya berupa uap panas yang dihasilkan dengan energi besar. Kerak dan buih sering menjadi kendala dalam proses. Kerak umumnya Hasil Penelitian Tahun 2000
terjadi pada dinding pipa alat penukar panas yang akan mengurangi koefisien perpindahan panas, sehingga kebutuhan uap meningkat. Sedangkan buih menyebabkan terbawanya partikel zat yang tidak diinginkan dan unsur-unsur yang mudah menguap ke distilat, sehingga menurunkan kualitas distilat yang dihasilkan. Pada pengolahan limbah cair dengan pengendapan kimia dan resin penukan ion memerlukan bahan kimia yang banyak di samping adanya kesulitan pemisahan partikel-partikei koloid. Untuk menghindari kendala di atas, sebagai salah satu alternatif perlu dikembangkan teknik pengolahan limba.h radioaktif cair aktivitas rendah dengan menggunakan teknik membran, khususnya membran osmosis balik. Teknik ini tidak memerlukan energi panas, tidak banyak menggunakan bahan kimia, sangat baik untuk memisahkan partikel koloid serta tidak dijumpai masalah kerak dan buih; hanya terjadi peningkatan konsentrasi partikel padat pada dinding membran. Namun, hal ini relatif mudah diatasi, misalnya dengan menaikkan tekanan operasi, begitu pula dengan limbah yang mudah menguap. .Pada publikasi terdahulu [NUR, et al., 1995 dan 1996], telah dipelajari karakteristik permeasi air pada membran osmosis balik dengan mengamati pengaruh konsentrasi tembaga sulfat dalam larutan umpan, tekanan operasi, suhu dan pH umpan terhadap faktor rejeksi, fIuks permeat dan konsentrasi tembaga sulfat dalam permeat. Fluks permeat dan faktor rejeksi yang tinggi serta konsentrasi tembaga sulfat dalam permeat yang rendah diperoleh pad a konsentrasi natrium klorida dalam umpan di bawah 10 g/l, tekanan operasi di atas 100 psi, suhu umpan di bawah suhu 35°C dan pH umpan antara 3 dan 4. Pad a pengolahan limbah radioaktif aktivitas rendah yan~ meng~ndun~ isotop unsur Golongan I A pad a Susunan Berkala, khususnya 37Cs, dljumpal pula kendala lolosnya sebagian isotop ini melewati membran, sehingga efisiensinya berkurang. Pada penelitian ini dilakukan untuk mempelajari karakteristik permeasi air melewati membran osmosis balik menggunakan membran komposit modul spiral wound dan larutan natrium klorida (mewakili unsur Golongan I A) dalam air sebagai larutan umpan, sebagai langkah awal dalam upaya mempelajari kemungkinan teknik ini untuk pemekatan limbah radioaktif cair aktivitas rendah pada berbagai ukuran partike! zat terlarut.
TEORI Seperti pad a publikasi~publikasi sebelumnya bahwa prinsip osmosis balik diperlihatkan seperti pada Gambar 1. Tekanan yang dihasilkan oleh mengalirnya zat pelarut melalui membran semipermeabel (tekanan osmosis, n) dihitung dengan persamaan van't Hoff
n = v.R.T.Cs
(1)
di mana n adalah tekanan osmosis, v adalah jumlah kation atau anion yang dihasilkan oleh dissosiasi sempurna satu molekul elektrolit (misalnya NaGI adalah 2), R adalah tetapan gas ideal, T adalah suhu dan Gs adalah konsentrasi molar zat terlarut.
Hasil Penelitian Tahun 2000
8
1
l~AN C>rtKMJAH05M.1S1S,
Gambar 1. Prinsip Osmosis Balik
Persamaan (1) hanya berlaku untuk larutan yang sangat encer atau larutan ideal. Untuk larutan yang non ideal, persamaan (1) harus diekspansi hingga menjadi hubungan berikut : 11 = v.R.T.Cs.[1+<;.Cs+
(2)
di mana <;adalah suatu tetapan yang diperoleh lewat percobaan khusus untuk zat terlarut tertentu. Dengan demikian, perubahan zat terlarut (termasuk perubahan komposisi zat terlarut) dan kondisi larutan, misalnya oleh pH dan suhu, akan sangat mempengaruh1 n, yang pada akhirnya akan mempengaruhi fluks pelarut dan zat terlarut. Dengan sendirinya, faktor rejeksi pun akan terpengaruh. Hal ini dapat dilihat pada hubungan-hubungan berikut ini : Jw = Kp.(/:1P -cr/:1n)
(3)
di mana Jw adalah fluks pelarut yang melewati membran, Kp adalah koefisien permeabilitas yang diperoleh melalui percobaan, /1P adalah tekanan operasi, yaitu perbedaan tekanan pada dua sisi membran, cr adalah koefisien refleksi (idealitas membran) yang harganya antara 0 sampai 1 (cr = 1 berarti membran hanya meloloskan air atau pelarut saja, sedangkan cr = 0 artinya membran sarna sekali tidak selektif), dan /1f1 adalah perbedaan tekanan osmosis larutan pada dua sisi membran (antara larutan garam dan air).
Js = -roLlll
Hasil Penelitian
+ (1 -(J).Js.Cs~
Tahun 2000
~ -v.ro.R.T.Cs
+
9
-(j).Jw.Cs~
(4)
~
di mana mobilitas
Js adalah fluks zat terlarut yang terikut bersama pelarut, 0) adalah zat terlarut yang besarnya pada saat Jw = 0 adalah -Js/~P .Cs'" ada!ah
konsentrasi
rata-rata logaritma,
yang didefinisikan
dengan ~Cs/~ (In Cs).
R = 1-Js/Jw = 1- Cp/Cf
(5)
di mana R adalah faktor rejeksi, Cp ad.alah konsentrasi zat terlarut permeat dan Cf adalah konsentrasi zat terlarut dalam umpan.
dalam
TATA KERJA
Bahan Sebagai larutan umpan digunakan serbuk natrium klorida p.a. produksi E. Merck yang dilarutkan dalam air bebas mineral produksi P2PLR-BATAN. Larutan natrium klorida dibuat pada konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 mg/i. Metode Alat membran osmosis balik dirangkai seperti pada Gambar 2. Modul membran yang digunakan adalah membran komposit modul spiral wound, buatan Water System, Inc., Amerika Serikat. Kemudian tekanan operasi diatur pada 40 psi dan umpan air bebas mineral dilalukan pad a alat. Permeat yang dihasilkan ditampung dalam gelas kimia 600 mL dan diukur fluksnya menggunakan neraca dan stopwatch, Pengerjaan ini diulangi untuk tekanan operasi 60,80, 100, dan 120 psi.
g. ~ ,
r,.'t1t'" ,;; ~ .1;i'.!\t..1\tt LA~PAN\' cc cc
c
-.-1,,-
:
)1j{)1'J1,;
I!~!I;,Q
~~t;G/~'..: ';,.tonOJ1,j
~TMj u.~~
Gambar 2. Rangkaian Alat Osmosis Balik
Hasil Penelitian
Tahun 2000
10
Langkah kerja di atas diulangi tetapi terhadap larutan umpan natrium klorida dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 mg/L. Permeat yang diperoleh dianalisis kandungan natriumnya menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom pad a panjang gelombang 852,1 nm. Faktor rejeksi dihitung dengan menggunakan persamaan (5).
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Konsentrasi Natrium Klorida Pengaruh konsentrasi natrium klorida dalam larutan umpan terhadap fluks permeat (Jw + Js), faktor rejeksi dan konsentrasi natrium klorida dalam permeat berturut-turut diperlihatkan pada Gambar 3, 4, dan 5. Seperti diperlihatkan pada Gambar 3, fluks permeat mengalami penurunan dengan naiknya konsentrasi natrium klorida dalam larutan umpan. Hal ini disebabkan adanya polarisasi konsentrasi, di mana pada dinding membran konsentrasi natrium klorida lebih tinggi daripada larutan umpan. Makin tinggi konsentrasi natrium klorida dalarll larutan umpan, makin besar pula kenaikan konsentrasi natrium klorida pada dinding rnembran, sehingga semakin menghambat laju alir air melewati membran. Pada Gambar 4 diperlihatkan bahwa faktor rejeksi mengalami penurunan dengan naiknya konsentrasi natrium klorida dalam larutan umpan. Gambar 3 dan 4 ini juga menunjukkan bahwa fluks permeat dan faktor rejeksi yang tinggi diperoleh pada konsentrasi natrium klorida dalam larutan umpan 40 mg/L. Pada Gambar 5 dperlihatkan bahwa konsentrasi natrium klorida dalam permeat mengalami kenaikan dengan kenaikan konsentrasi natrium klorida dalam larutan umpan. Konsentrasi natrium klorida dalam permeat yang rendah diperoleh pada konsentrasi natrium klorida dalam larutan umpan di bawah 40 mg/L.
Hasil Penelitian Tahun 2000
11
Gambar 4. Grafik Hubungan Antara Faktor Rejeksi Dan Konsentrasi Natrium Klorida Dalam Larutan Umpan
Gambar 5. Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Klorida Dalam Permeat Dan Konsentrasi Natrium Klorida Dalam Larutan Umpan
Hasil Penelitian Tahun 2000
12
Pengaruh Tekanan Operasi Pengaruh tekanan operasi terhadap fluks permeat, faktor rejeksi dan konsentrasi natrium klorida dalam permeat berturut-turut diperlihatkan pada Gambar 6, 7, dan 8. Gambar 6 memperlihatkan bahwa fluks permeat mengalami kenaikan dengan naiknya tekanan operasi. Hal ini disebabkan kenaikan tekanan operasi, seperti yang diperlihatkan pada persamaan (3), akan menyebabkan naiknya perbedaan tekanan pada dua sisi membran, sehingga selisih L\P clan L\ll semakin besar, yang pada akhirnya menyebabkan naiknya fluks permeat. Gambar 7 memperlihatkan bahwa faktor rejeksi mengalami kenaikan dengan naiknya tekanan operasi. Gambar 6 dan 7 juga menunjukkan bahwa fluks permeat dan faktor rejeksi yang tinggi diperoleh pada tekanan operasi di atas 100 psi. Gambar 8 memperlihatkan bahwa konsentrasi natrium klorida dalam permeat mengalami penurunan dengan naiknya tekanan operasi. Konsentrasi natrium klorida dalam permeat yang rendah diperoleh pada tekanan operasi di atas 100 psi.
-,.,
m
TEKANAN OF'EP~SI [PSI]
Gambar 6. Grafik Hubungan Tekanan Operasi
Antara Fluks Permeat Dan
.,
"
TEKANANOPERASI(PSI.)
Gambar 7. Grafik Hubungan Tekanan Operasi
~ Hasil Penelitian Tahun 2000
13
Antara Faktor Rejeksi Dan
~
KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikkan konsentrasi natrium klorida dalam larutan umpan menyebabkan menurunrlya fluks permeat dan faktor rejeksi, tetapi konsentrasi natrium klorida dalam permeat mengalami kenaikan. Sedangkan kenaikan tekanan operasi rl1enyebabkan naiknya fluks permeat dan faktor rejeksi, tetapi menurunkan konsentrasi natrium klorida dalam permeat. Faktor rejeksi dan fluks permeat yang tinggi serta konsentrasi natrium klorida dalam permeat yang rendah diperoleh pada konsentrasi natrium klorida dalam larutan umpan di bawah 40 mg/L dan tekanan operasi di atas 100 psi.
DAFT AR ACUAN 1. HARRIS, H.C., G.B.HUMPHREYS, and K.S. SPEGLER. Reverse Osmosis (Hiperfiltration) in Water Desalination. Membrane Separation Processes. P. Meares Ed. Co. New York. Pp. 600. 2. OHYA, H. 1976. Reverse Osmosis Method. Membrane Separation Engineering. Kagaku Pub. Co. Tokyo. Pp. 273. 3. NUR, R.M., YOHAN, dan K. HERYANTO. 1995. Karakteristik Permeasi Air pada Membran Osmosis Balik. Hasll Penelitian PTPLR 1994-1995. PTPLR. Jakarta. ISSN No. 0852-2979. Hal. 102-114. 4.NUR, R.M., YOHAN, dan HENDRO. 1996. Karakteristik Permeasi Air pada membran Osmosis Balik. Hasil penelitiar: PTPLR 1995-1996. PTPLR. Jakarta. ISSN No. 0852-2979. Hal. 62-67.
Hasil Penelitian Tahun 2000
14