UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR KEDELAI (Glycine max L. Merr) DI MAJALENGKA PADA DUA MUSIM TANAM
ALIA ASTUTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Uji Daya Hasil Beberapa Galur Kedelai (Glycine max L. Merr) di Majalengka pada Dua Musim Tanam merupakan gagasan dan karya saya bersama komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2011
Alia Astuti G353090181
ABSTRACT ALIA ASTUTI. Productivity Test of Soybean Lines in Majalengka at Two Planting Seasons. Under direction of SUHARSONO and ENCE DARMO JAYA SUPENA Soybean (Glycine max L. Merr) is a very important crop in Indonesia. The development of new elite varieties is one approach to increase the national production of soybean. We have developed several potential lines of soybean to be realeased as a new variety. The productivity of these lines has to be tested in several locations. Therefore the objective of this research is to study the productivity of fourteen soybean lines resulted from the cross between Slamet and Nokonsawon varieties and four national varieties as standard in Majalengka in two seasons. The research was designed as Randomized Block, with three block replications in two planting seasons. The result showed that based on the seed production per plant, at the two seasons, all the lines tested had higher productivity than that of Anjasmoro variety which is the elite varieties recognized as the highest productivity. All lines have bigger seed size than that of four standard varieties. Soybean lines KH 40, KH 42, KH 44, KH 58 were the potential lines to be released as new varieties with high productivity and big seed size. More over KH 42 line adapt very well in two planting seasons. Keywords: lines, productivity, seed size, soybean
RINGKASAN ALIA ASTUTI. Uji Daya Hasil Beberapa Galur Kedelai (Glycine max L. Merr) di Majalengka pada Dua Musim Tanam. Dibimbing oleh SUHARSONO, ENCE DARMO JAYA SUPENA. Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia, tetapi produktivitasnya lebih rendah jika dibandingkan negara lain seperti China dan Amerika. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji daya hasil 14 galur kedelai dari persilangan Slamet x Nokhonsawon (KH 8, KH 9, KH 10, KH 11, KH 28, KH 31, KH 35, KH 38, KH 40, KH 42, KH 44, KH 55, KH 58, KH 71) dan empat varietas unggul nasional (Anjasmoro, Slamet, Tanggamus, Wilis) sebagai pembanding. Penanaman musim pertama dilaksanakan mulai tanggal 19 Desember 2009 sampai tanggal 20 Maret 2010 dan musim kedua dilaksanakan mulai tanggal 25 Mei sampai tanggal 18 Agustus 2010 di kebun petani di Dusun Tarik Kolot Majalengka dan pengamatan komponen hasil setelah panen dilakukan di rumah kaca Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, Darmaga-Bogor. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 18 genotipe kedelai (14 galur harapan kedelai dan 4 varietas pembanding) dengan tiga kali ulangan selama dua musim tanam. Setiap satuan percobaan merupakan petakan yang berukuran 5 m x 4 m. Analisis data menggunakan model linier umum SPSS (Statistical Product Service Solution) versi 17.0 untuk software Windows, meliputi analisis ragam, Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test), uji kontras orthogonal, dan analisis kuadran/IPA (Important Performance Analisys). Untuk mengetahui adaptasi galur-galur yang diuji dilakukan analisis model AMMI (Additive Main Effect Multiplicative Interaction) dengan software SAS. Tinggi tanaman galur yang diuji berkisar antara 71,9 sampai 94,2 cm lebih tinggi dari varietas pembanding Anjasmoro, Tanggamus, Wilis dan sama atau lebih tinggi dari varietas Slamet. Semua galur mempunyai kulit biji kuning terang dengan hilum yang terang menyerupai varietas Anjasmoro tetapi berbeda dengan varietas Slamet, Tanggamus dan Wilis. Umur berbunga galur yang diuji relatif sama dengan varietas pembanding yaitu berkisar antara 27 dan 40 hari setelah tanam (HST) dan umur panennya sekitar 80 sampai 90 HST. Semua galur mempunyai ukuran biji besar dan lebih besar daripada varietas Wilis, Tanggamus dan Slamet, namun lebih besar atau sama dengan varietas Anjasmoro. Pada musim pertama seluruh galur yang diuji mempunyai produksi biji per tanaman yang sama dengan ke empat varietas pembanding. Pada musim kedua seluruh galur yang diuji mempunyai produksi biji per tanaman yang lebih tinggi daripada keempat varietas pembanding. Galur yang diuji dapat beradaptasi lebih banyak di musim kedua dibandingkan di musim pertama. Galur KH 44 berdaya hasil paling tinggi dengan rataan potensi hasil 4,09 ton/ha dan cocok ditanam pada musim pertama. Galur KH 42 beradaptasi baik di dua musim tanam dengan rataan potensi hasil yang tinggi yaitu 2,44 ton/ha. Galur KH 58 berdaya hasil tinggi dengan rataan potensi hasil yaitu 3,49 ton/ha. Galur KH 40 berdaya hasil tinggi dengan rataan potensi hasil yaitu 2,52 ton/ha.
Berdasarkan produktivitas tanaman, ukuran biji dan warna kulit biji beserta hilumnya, galur KH 40, KH 42, KH 44, KH 58 layak untuk diajukan sebagai varietas unggul. Kata kunci: galur, kedelai, produktivitas, ukuran biji
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR KEDELAI (Glycine max L. Merr) DI MAJALENGKA PADA DUA MUSIM TANAM
ALIA ASTUTI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Tesis Nama NIM
: Uji Daya Hasil Beberapa Galur Kedelai (Glycine max L. Merr) di Majalengka Pada Dua Musim Tanam : Alia Astuti : G353090181
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA Ketua
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Miftahudin, M.Si
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 20 Juli 2011
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Miftahudin, M.Si
PRAKATA Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang berjudul “Uji Daya Hasil Beberapa Galur Kedelai (Glycine max L. Merr) di Majalengka Pada Dua Musim Tanam” telah diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA dan Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si selaku pembimbing atas saran, bimbingan serta dukungannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Kepada Dr. Ir. Miftahudin, M.Si, atas saran dan bimbingannya. Kepada Prof. Alex Hartana terimakasih atas saran dan informasinya. Disamping itu, penulis sampaikan terimakasih kepada IM-HERE B2C IPB yang telah mendukung dalam pendanaan proyek penelitian ini, yang berjudul “Test of adaptability of several lines of soybean in several locations in the frame of the creation of new elite cultivars” atas nama Dr. Ir. Suharsono, DEA. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah mengadakan program beasiswa Pascasarjana. Terima kasih juga kepada Bapak Adi, juga kepada teman-teman di Program Biologi Tumbuhan yang kesemuanya tidak dapat saya sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dan kebersamannya. Akhirnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kakanda Aan Suciarahmat, S.Pd dan ananda Alifa Azkia atas kekuatan, kesabaran, pengorbanan, dan ketulusannya dalam memberi motivasi dan semangat. Kepada Bapak, Ibu serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya dengan pahala yang berlipat ganda, amin. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat, terutama bagi masyarakat petani Indonesia.
Bogor, Juli 2011
Alia Astuti
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 14 Desember 1977 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak H. Munawar Holil dan Ibu Hj. Otih Hayati. Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Bandung, dan tahun 1995 penulis diterima di Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung. Penulis lulus dari Universitas Padjadjaran pada tahun 2000. Saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar Biologi di Madrasah Tsanawiyah Al Islah PERSIS Majalengka. Tahun 2009 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan ke Program S2 Pascasarjana Program Mayor Biologi Tumbuhan melalui beasiswa pendidikan Pascasarjana dari Kementerian Agama Republik Indonesia.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xiii
PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan Penelitian ....................................................................................
1 3
TINJAUAN PUSTAKA Penyebaran dan Biologi Tanaman Kedelai ............................................ Budidaya Kedelai.................................................................................... Syarat Tumbuh Kedelai .......................................................................... Sifat Kualitatif dan Kuantitatif ............................................................... Perakitan Varietas Unggul Kedelai ........................................................ Pelepasan Varietas Unggul Kedelai........................................................
4 5 6 7 8 10
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian................................................................. Bahan ..................................................................................................... Rancangan Percobaan ............................................................................. Pengolahan Tanah dan Pembuatan Petakan ........................................... Penanaman .............................................................................................. Pengamatan ............................................................................................. Analisis Data...........................................................................................
12 12 12 12 13 13 16
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertanaman Musim Pertama ................................................................... Tinggi Tanaman............................................................................... Jumlah Cabang ................................................................................ Jumlah Buku .................................................................................... Jumlah Polong ................................................................................. Jumlah Biji....................................................................................... Produksi Biji Per Tanaman .............................................................. Produksi Biji Per Petak .................................................................... Ukuran Biji ...................................................................................... Umur Panen ..................................................................................... Umur Mulai Berbunga ..................................................................... Pertanaman Musim Kedua...................................................................... Tinggi Tanaman............................................................................... Jumlah Cabang ................................................................................ Jumlah Buku .................................................................................... Jumlah Polong ................................................................................. Jumlah Biji....................................................................................... Produksi Biji Per Tanaman ..............................................................
18 18 20 20 21 21 22 23 26 27 28 28 28 29 30 30 30 31
Produksi Biji Per Petak .................................................................... Ukuran Biji ...................................................................................... Umur Panen ..................................................................................... Umur Mulai Berbunga ..................................................................... Pengelompokan Genotipe Berdasarkan Produksi dan Ukuran Biji ....... Interaksi Antar Musim dan Daya Adaptasi ............................................ Karakter Kualitatif .................................................................................. Kandungan Protein dan Lemak ..............................................................
32 33 35 35 36 38 43 45
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ................................................................................................. Saran .......................................................................................................
48 48
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
49
LAMPIRAN .....................................................................................................
55
DAFTAR TABEL Halaman 1 Perbedaan sifat kuantitatif dan kualitatif. .......................................................
7
2 Rataan tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah buku tidak subur, jumlah polong hampa, jumlah polong isi, jumlah biji dan produksi biji musim pertama .......................................................................... 19 3 Korelasi antar karakter kuantitatif pada musim pertama................................ 22 4 Perbandingan produksi biji per tanaman (g) antara galur (1) dengan varietas pembanding (2) pada musim pertama................................................ 24 5 Populasi tanaman per petak, produksi biji per petak dan ukuran biji pada musim pertama ....................................................................................... 24 6 Perbandingan ukuran biji (g/100 biji) antara galur (l) dengan varietas pembanding (2) pada musim pertama ........................................................... 27 7 Rataan tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah buku tidak subur, jumlah polong hampa, jumlah polong isi, jumlah biji dan produksi biji musim kedua ............................................................................ 29 8 Korelasi antar karakter kuantitatif pada musim kedua ................................... 31 9 Perbandingan produksi biji per tanaman (g) antara galur (1) dengan varietas pembanding (2) pada musim kedua ................................................... 32 10 Populasi tanaman per petak, produksi biji per petak dan ukuran biji pada musim kedua .......................................................................................... 33 11 Perbandingan ukuran biji (g/100 biji) antara galur (1) dengan varietas pembanding (2) pada musim kedua................................................................ 34 12 Perbandingan produksi biji per tanaman (g) antar galur (1) dengan varietas pembanding (2) dan antara ukuran biji (g/100 biji) galur dengan varietas pembanding gabungan dua musim tanam ......................................... 40 13 Kandungan protein dan lemak biji kedelai ..................................................... 46
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Morfologi tanaman kedelai pada penelitian di Majalengka .................
18
2
Perbandingan ukuran biji antara A. varietas Slamet, B. varietas Anjasmoro, C. galur KH 42 .................................................................
27
Pengelompokan 18 genotipe berdasarkan produksi dan ukuran biji A: musim pertama, B: musim kedua, C: gabungan musim pertama dan kedua .............................................................................................
37
Biplot pengaruh interaksi model AMMI 1 untuk data produksi biji tiap tanaman .......................................................................................
42
3
4
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Deskripsi sifat varietas pembanding (Deptan 2010) .................................... 55
2
Hasil analisis tanah ....................................................................................... 56
3
Gambar tipe-tipe daun dan percabangan kedelai (IBPGR 1984) ................. 57
4
Curah hujan harian tahun 2009 ................................................................... 58
5
Curah hujan harian bulan Januari sampai bulan Agustus 2010.................... 59
6
Intensitas penyinaran matahari tahun 2009 ................................................. 60
7
Intensitas penyinaran matahari bulan Januari sampai bulan September 2010 .............................................................................................................. 61
8
Temperatur udara tahun 2009 ...................................................................... 62
9
Temperatur udara bulan Januari sampai bulan September 2010 .................. 63
10 Nilai F hitung tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah polong isi, jumlah biji, produksi biji, ukuran biji musim pertama ......................................................................................................... 64 11 Umur berbunga musim pertama dan musim kedua ...................................... 64 12 Nilai F hitung tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah polong isi, jumlah biji, produksi biji, ukuran biji musim kedua ............................................................................................................ 65 13 Nilai F hitung Anova gabungan ................................................................... 65 14 Silsilah seleksi galur ..................................................................................... 66 15 Deskripsi sifat enam genotipe kedelai unggulan di Majalengka .................. 67 16 Deskripsi sifat dua belas genotipe kedelai di Majalengka ........................... 68 17 Hasil analisis proximat ................................................................................. 69
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merr) merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia karena digunakan untuk bahan baku pangan dan pakan ternak. Pada tahun 2009 kebutuhan kedelai di Indonesia sebanyak 3,27 juta ton dengan produksi kedelai sebanyak 1,31 juta ton, sehingga diperlukan impor sebanyak 1,96 juta ton untuk memenuhi kebutuhan (BPS 2010). Produktivitas kedelai di Indonesia
pada tahun 2009 adalah 1,35 ton/ha, lebih rendah bila
dibandingkan dengan rata-rata produktivitas di negara lainnya seperti China (1,65 ton/ha) dan Amerika (2,96 ton/ha) (FAO STAT 2011). Untuk mengatasi impor dan ketergantungan kedelai kepada negara lain, produksi kedelai nasional harus ditingkatkan. Usaha yang dapat dilakukan adalah melalui peningkatan produktivitas tanaman (intensifikasi) maupun peningkatan luas areal tanam (ekstensifikasi). Intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian membutuhkan varietas unggul untuk dijadikan benih. Penggunaan varietas unggul dan penerapan teknologi budidaya yang tepat telah dapat meningkatkan produktivitas kedelai dari 1,1 ton/ha pada tahun 1990 menjadi 1,3 ton/ha pada tahun 2009 (Deptan 2011). Ketersediaan varietas unggul yang berpotensi hasil tinggi dan cocok terhadap kondisi lingkungan sangat diperlukan. Varietas unggul kedelai telah banyak dilepas di Indonesia sejak tahun 1918 sampai 2008, diantaranya varietas Anjasmoro, Cikuray, Dempo, Slamet, Sindoro, Tanggamus, dan Wilis (Deptan 2011). Usaha untuk mendapatkan varietas unggul dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu: 1) introduksi atau mendatangkan varietas/bahan seleksi dari luar negeri, 2) melakukan eksplorasi yang diikuti dengan seleksi, 3) melakukan persilangan yang diikuti dengan seleksi dan 4) melakukan mutasi. Cara yang banyak dilakukan untuk menghasilkan varietas kedelai dengan sifat unggul adalah melalui persilangan yang diikuti seleksi (Burton 1997).
Persilangan diharapkan dapat menghasilkan kedelai
varietas unggul baru untuk memperbaiki varietas yang telah ada. Tujuan pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri, adalah menggabungkan gen-gen yang
2
dikehendaki dari dua atau lebih genotipe ke dalam suatu genotipe tunggal (Allard, 1960). Paserang (2003) telah melakukan persilangan antara varietas Slamet dan Nokhonsawon yang diharapkan dapat menghasilkan varietas unggul yaitu varietas yang memiliki produksi tinggi dan ukuran biji yang besar. Varietas Slamet merupakan varietas unggul yang memiliki daya hasil tinggi (2,26 ton/ha), tahan karat daun dan toleran terhadap tanah asam tetapi mempunyai biji yang berukuran sedang (12,5 g/100 biji). Varietas Nokhonsawon merupakan varietas introduksi dari Thailand, berbiji besar (19,6 g/100 biji), mempunyai biji berwarna kuning bersih tetapi memiliki daya hasil rendah (1,5-2,0 ton/ha) (Deptan 2011). Seleksi generasi F3 dan F4 (Dasumiati 2003), dan seleksi pada generasi F5 dan F6 (Jambormias 2004), serta analisis terhadap generasi F7 hasil persilangan tersebut menghasilkan 18 galur yang mempunyai potensi produksi yang tinggi dan telah seragam secara genetik. Uji daya hasil merupakan pekerjaan penting setelah persilangan dan seleksi, karena menentukan pemilihan galur potensial untuk dijadikan varietas unggul (Suhartina 2005). Varietas unggul kedelai umumnya dirakit untuk memiliki sifatsifat yang menguntungkan, antara lain: (1) daya hasil tinggi, (2) tahan terhadap hama dan penyakit, (3) umur genjah, dan (4) mutu hasil panen sesuai dengan keinginan konsumen (Deptan 2007). Untuk mengetahui potensi produktivitas, ke18 galur kedelai tersebut harus diuji daya hasilnya di beberapa lingkungan atau lahan dan musim tanam yang berbeda. Untuk mengetahui keunggulan dari galur yang diuji maka varietas unggul nasional perlu digunakan sebagai pembanding. Varietas pembanding yang digunakan adalah varietas Anjasmoro, Slamet, Tanggamus, dan Wilis. Varietas Anjasmoro merupakan varietas pembanding utama, karena varietas ini merupakan varietas unggulan departemen pertanian yang sedang dikembangkan di banyak daerah diantaranya : Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Istimewa Aceh, Pasuruan, Bojonegoro, Tuban, Jember, Malang, Kalimantan, Bali dan Kabupaten Bima (Balitkabi 2011), mempunyai ukuran biji besar (14,8 -15,3 g/100 biji), mempunyai potensi hasil tinggi (2,3 ton/ha) (Deptan 2011), dan varietas yang paling disukai pengrajin tahu dan tempe untuk digunakan sebagai bahan baku (Ginting et al. 2009). Penelitian yang
3
dilakukan pada lahan sawah di Lombok varietas Anjasmoro (2,4 ton/ha) mempunyai hasil yang lebih tinggi dari Argomulyo (1,7 ton/ha), Burangrang (1,79 ton/ha), Kaba (1,6 ton/ha), Wilis (1,5 ton/ha) dan Panderman (0,9 ton/ha) (Sudjudi et al. 2006). Kecap merupakan salah satu produk unggulan Kabupaten Majalengka. Oleh sebab itu tanaman kedelai merupakan tanaman unggulan di Kabupaten Majalengka. Kondisi alam di Kabupaten Majalengka sangat cocok untuk budidaya kedelai. Pada tahun 2009 luas panen kedelai di Majalengka adalah 2356 ha, dengan rata-rata produksi tiap hektar mencapai 1,45 ton (Distan Kab. Majalengka 2011), yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata produktivitas nasional .
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji produktivitas empat belas galur kedelai yang dihasilkan dari persilangan antara varietas Slamet dan Nokonsawon di Majalengka di dua musim tanam.
TINJAUAN PUSTAKA
Penyebaran dan Biologi Tanaman Kedelai Tanaman kedelai (Glycine max L. Merr) bukan tanaman asli Indonesia namun berasal dari daratan China Utara. Masuknya kedelai ke Indonesia kemungkinan dilakukan oleh Imigran China, ditujukan sebagai bahan makanan, kemudian menyebar di Jawa dan Bali pada tahun 1747 M (Adie dan Krisnawati 2007). Tanaman kedelai termasuk ke dalam familia Leguminosae, sub famili Papilionoideae dan genus Glycine.
Semua spesies budidaya dan spesies liar
Glycine adalah diploid dengan jumlah kromosom 2n=2x=40 (Burton 1997). Tanaman ini merupakan tanaman semusim berbentuk perdu dengan tinggi antara 0,2 – 1 m, batang persegi, dengan bulu coklat yang menjauhi pertumbuhan batang atau mengarah ke bawah. Daun berbentuk oval atau memanjang dengan tepi rata, kedua belah sisi berbulu (Van Steenis 1997). Bunga kedelai termasuk bunga sempurna, artinya dalam satu bunga terdapat alat kelamin jantan dan betina. Bunga melakukan penyerbukan sendiri, yaitu kepala putik diserbuki oleh tepung sari dari bunga yang sama. Penyerbukan disebut penyerbukan kleistogami (penyerbukan tertutup), karena cara penyerbukannya terjadi sebelum bunga mekar, kemungkinan terjadinya persilangan alami kurang dari 0,5% (Kartono 2005). Tipe pertumbuhan batang kedelai yaitu determinat, indeterminat dan semi determinat (IBPGR 1984). Tipe terbatas (determinate) memiliki ciri khas berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi saat memasuki fase generatif, tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe tidak terbatas (indeterminate) memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan batang tanaman terus tumbuh pada saat fase generatif, tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas (semi determinate) memiliki karakteristik antara kedua tipe lainnya (Deptan 2010).
5
Kedelai memiliki dua tipe daun yang berkembang yaitu unifoliate yang terletak di buku bagian bawah dan trifoliate yang terletak di cabang utama (Burton 1997). Bentuk daun kedelai adalah lancip, bulat, lonjong, dan lonjong-lancip (Carlson 1973). Kedelai memiliki biji yang berwarna hijau, kuning, coklat, hitam hingga kombinasi berbagai warna atau campuran (Adie et al. 2006). Warna hijau karena kandungan klorofil, merupakan gen resesif dan warna kuning gen dominan (Burton 1997). Sistem perakaran pada kedelai terdiri dari sebuah akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, sejumlah akar sekunder yang tersusun dalam empat barisan sepanjang akar tunggang, cabang akar sekunder dan cabang akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil (Adie et al. 2006). Pada akar kedelai bisa terbentuk nodul setelah akar terinfeksi oleh Bradyrhizobium japonicum (Burton 1997). Bakteri ini akan bersimbiosis dengan tanaman kedelai sehingga tanaman dapat memanfaatkan nitrogen dari udara.
Budidaya Kedelai Berdasarkan paket teknologi budidaya kedelai yang dianjurkan Balitkabi (2011), budidaya kedelai meliputi penyiapan lahan, pemupukan, pengairan, pengendalian hama dan penyakit, dan panen. Kedelai yang ditanam setelah padi sawah tidak memerlukan pengolahan tanah. Saluran air dengan kedalaman 25-30 cm dan lebar 30 cm. Pemberian pupuk ditaburkan dalam larikan yang dibuat di dekat lubang tanam di sepanjang barisan kedelai. Pada lahan sawah diperlukan pupuk 100 kg urea, 150 kg SP36 dan 100 kg KCl. Pupuk anorganik diberikan dengan dosis 5-10 ton/ha kotoran ayam maupun kotoran ternak lain seperti kambing dan sapi. Pengairan ditujukan untuk mempertahankan kelembaban tanah hingga dicapai kondisi kapasitas lapang. Fase pertumbuhan tanaman yang sangat peka terhadap kekurangan air adalah awal pertumbuhan vegetatif sekitar 15-21 HST (Hari Setelah Tanam), saat periode berbunga 25-40 HST, dan saat pengisian polong 55-70 HST. Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara biologis maupun kimiawi. Kehilangan hasil kedelai akibat serangan hama dan penyakit sangat
6
beragam tergantung pada kerapatan populasi, varietas kedelai yang ditanam, faktor-faktor lingkungan terutama kelembaban dan suhu, dan cara pengelolaan lingkungan atau perawatan (Adnan 2000). Panen dilakukan apabila 90% jumlah polong pada batang utama telah matang berwarna kuning kecoklatan atau kehitaman dan sebagian besar daunnya sudah rontok. Panen yang paling baik dan menghasilkan kualitas biji kedelai tinggi dilakukan ketika fase R6 (biji penuh) dan R7 (polong mulai kuning coklat, matang) (Sheaffer et al. 2001).
Syarat Tumbuh Kedelai Dalam rangka perencanaan penerapan dan pengembangan teknologi budidaya, yang perlu diketahui adalah prasyarat tumbuh terutama iklim dan tanah, adalah faktor lingkungan yang sangat menentukan keberhasilan usahatani. Faktor lingkungan yang optimal akan meningkatkan hasil panen kedelai 600-700 kg/ha (Cooper 2003). Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asalkan drainase dan aerasi tanah cukup baik. Keasaman tanah yang berkisar antara 6,0 – 6,5 optimal untuk pertumbuhan tanaman kedelai (Deptan 2010). Kedelai termasuk tanaman short day plant adalah tanaman dapat berbunga apabila disinari cahaya 10 jam sampai 12 jam (Lambers et al. 1998). Pembungaan dan masak polong pada kedelai dipengaruhi oleh fotoperiodisitas (panjang hari) dan suhu (Burton 1997). Temperatur yang baik untuk pertumbuhan kedelai berkisar antara 25°C-30 °C, suhu optimalnya 28°C (Deptan 2010). Temperatur berhubungan dengan perkecambahan tanaman kedelai, perkecambahan maksimum tercapai apabila temperaturnya 30°C. Temperatur antara 24°C – 25°C menyebabkan tanaman lambat berbunga dua sampai tiga hari (Da Mota 1978). Temperatur lebih dari 30°C dapat menurunkan laju fotosintesis karena fotorespirasi lebih tinggi dibandingkan fotosintesis, jika temperatur kurang dari 20°C akan menurunkan laju fotosintesis dan fotorespirasi (Sinha 1977). Tanaman kedelai dapat tumbuh di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Varietas kedelai
7
berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0,5- 300 m dpl. Sedangkan varietasi kedelai berbiji besar cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 300-500 m dpl. Kedelai tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 m dpl (Deptan 2010).
Sifat Kualitatif dan Kuantitatif Sifat merupakan penampilan (ekspresi) dari gen yang tampak pada suatu fenotipe. Sifat dapat dibedakan menjadi sifat kualitatif dan sifat kuantitatif (Tabel 1). Karakter kualitatif merupakan karakter yang dikendalikan oleh sedikit gen dengan pewarisan sederhana yang pada generasi F2-nya akan mengikuti sebaran Mendel (tidak kontinyu) dengan pembagian kelas fenotipe yang perbedaannya jelas dan mudah diidentifikasi seperti warna bunga dan warna bulu. Karakter kuantitatif merupakan karakter yang dikendalikan oleh banyak gen (poligenik) dengan pewarisan kompleks yang pada generasi F2-nya mempunyai sebaran frekuensi berkarakter kontinyu dan kelas fenotipe yang membentuk sebaran normal (Hilmayanti et al. 2006), dan gen masing-masing tersebut memberi pengaruh kecil pada fenotipe suatu sifat (Adie dan Krisnawati 2007).
Tabel 1 Perbedaan sifat kualitatif dan kuantitatif Sifat kualitatif
Sifat kuantitatif
Pewarisannya sederhana (simple gen), bersifat diskrit, seperti warna, ukuran dan sebagainya
Pewarisannya berderajat, kualitas yang dapat diukur seperti hasil, tinggi, dan sebagainya
Ragamnya diskontinyu, klas fenotipe yang berbeda
Ragamnya kontinyu, fenotipe membentuk spektrum, bila populasi cukup besar, sering berbentuk kurva normal
Pengaruh gen tunggal, kontribusi utama
Pengaruh gen berganda, kontribusi kecil
Dianalisis dengan menghitung, membandingkan
Dianalisis dengan menduga atau menjumlah dari populasi seperti ratarata ragam dan simpangan baku
Sumber: Adie dan Krisnawati 2007
8
Warna bunga kedelai diwariskan secara kualitatif, karena adanya pengaruh gen sederhana yang bersifat duplikat resesif epistasis yang didukung oleh distribusi frekuensi populasi F2 yang diskontinyu. Karakter ukuran polong (diameter dan panjang), diwariskan secara kuantitatif, karena dikendalikan oleh banyak gen (poligenik) yang ditunjukkan oleh distribusi frekuensi F2 yang kontinyu (Hilmayanti et al. 2006). Untuk mendapatkan varietas unggul kedelai para pemulia tanaman sangat memperhatikan sifat kuantitatif maupun kualitatif karena kedua sifat tersebut ingin diperbaiki oleh pemulia tanaman. Untuk tanaman kedelai, terdapat lima sifat utama yang perlu diperhatikan yaitu karakter biji, karakter vegetatif tanaman, toleran terhadap cekaman lingkungan, tahan terhadap penyakit dan tahan terhadap serangga (Burton 1997). . Perakitan Varietas Unggul Kedelai Kedelai
merupakan
tanaman
menyerbuk
sendiri,
maka
cara-cara
pembentukan varietas unggul baru di mulai dari koleksi plasma nutfah, hibridisasi, dan seleksi. Koleksi plasma nutfah merupakan langkah awal untuk melakukan pemuliaan pada tanaman kedelai dengan cara mendapatkan plasma nutfah lokal maupun hasil introduksi dari negara lain. Metode pemuliaan yang dapat diterapkan adalah seleksi galur murni, seleksi massa, dan metode persilangan (Allard 1960). Metoda persilangan dapat dilakukan dengan metode silsilah (pedigree), metode bulk, dan metode silang balik (back cross). Metode silsilah merupakan metode yang paling sering digunakan oleh pemulia tanaman. Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (PPSHB-IPB) sejak tahun 2001 telah menyilangkan varietas unggul nasional Slamet yang berukuran biji sedang dengan varietas yang berukuran biji besar (Paserang
2003). Diantaranya adalah persilangan varietas Slamet x
Nokhonsawon dan persilangan antara varietas Slamet x Wase. Sasaran akhir dari program pemuliaan ini adalah untuk memperoleh varietas berdaya hasil tinggi, berukuran biji besar dan toleran tanah masam.
9
Seleksi dengan menggunakan metode seleksi silsilah masa (mass pedigree selection) telah dilakukan terhadap turunan persilangan Slamet x Nokhonsawon dan telah mencapai generasi F5 dan F6, selanjutnya pada generasi F7 dilakukan analisis kemantapan genetik. Seleksi yang dimulai pada generasi F2 (Generasi Seleksi 0, S0) memperlihatkan ragam fenotipe yang besar untuk semua sifat dengan rentang melampaui rentang kedua tetua. Generasi F2 menunjukkan produksi biji 19,6±1,6 dengan ukuran biji 15,1±2,2 g/100 biji, Slamet 13,1±0,5 dan Nokhonsawon 15,8±0,9 (Paserang 2003). Hasil ini memperlihatkan kemungkinan adanya segregan transgresif yang menguntungkan atau adanya pengaruh gen dominan dan over dominan yang merugikan pada pembentukan galur murni. Dasumiati (2003) melakukan pengujian pada generasi F3 (S1) dan F4 (S2) menunjukkan generasi Seleksi F3 menghasilkan produksi biji 9,0±4,5 g/tanaman (Slamet 4,2±2,5 dan Nokhonsawon 3,2±1,0) dan ukuran biji 15,3±2,5 g/100 biji (Slamet 10,9±2,2 dan Nokhonsawon 19,6±2,5) serta Generasi Seleksi F4 menghasilkan produksi biji 2,9±1,7 g/tanaman (Slamet 2,5±0,7 dan Nokhonsawon 2,0±0,7) dan ukuran biji 14,5±2,7 g/100 biji (Slamet 11,2±1,5 dan Nokhonsawon 15,5±2,0). Seleksi 5% Generasi Seleksi F4 menghasilkan 250 famili-famili kandidat Generasi Seleksi F5 (S3) dengan produksi biji 7,8±2,1 g/tanaman dan ukuran biji 18.3±2,3 g/100 biji. Perbedaan produksi biji antara generasi F3 dan F4 karena kedua generasi ditanam pada waktu dan kondisi yang berbeda, generasi S1 ditanam pada bulan Maret sampai Juni 2002 mendapatkan curah hujan yang lebih banyak dibandingkan generasi S2 yang ditanam pada bulan Agustus sampai Oktober 2002. Rendahnya produksi disebabkan oleh keadaan tanah yang kurang subur karena termasuk tanah masam. Jambormias (2004) melakukan pengujian pada generasi F5 (S3) dan F6 (S4) menunjukkan keragaan sifat-sifat kuantitatif generasi Seleksi F5 lebih rendah bila dibandingkan tetua Slamet kecuali sifat ukuran biji, dan keragaan sifat-sifat kuantitatif generasi Seleksi F6 juga lebih rendah dari tetua Slamet kecuali sifat ukuran biji dan produksi biji, tetapi keragaan sifat-sifat kuantitatif untuk kedua generasi lebih baik dari tetua Nokhonsawon. Pada generasi F7 telah dilakukan analisis kemantapan genetik oleh Bastanta (2004) terhadap 25 galur hasil persilangan varietas Slamet dengan Nokhonsawon, berdasarkan produksi biji menunjukkan bahwa semua
10
galur sudah seragam. Atmaji (2005) telah melakukan uji daya hasil pendahuluan terhadap delapan galur harapan kedelai hasil persilangan varietas Slamet dengan Nokhonsawan, dilaporkan bahwa galur KH 42 berproduksi paling tinggi dan berbiji besar. Uji daya hasil merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk memenuhi syarat pengajuan pelepasan varietas baru. Permentan tahun 2006 menyatakan bahwa uji daya hasil merupakan bagian dari uji adaptasi, yaitu kegiatan uji lapang terhadap tanaman di beberapa agroekologi bagi tanaman semusim, untuk memperoleh data keunggulan-keunggulan dan interaksinya terhadap lingkungan dari calon varietas yang akan dilepas menjadi varietas unggul. Produksi kedelai di tingkat petani rata-rata 1,35 ton/ha sedangkan potensinya mencapai 2 ton/ha, bahkan bila dibudidayakan di lingkungan yang subur mampu menghasilkan 2,5-3,0 ton/ha. Untuk mendapatkan produksi kedelai yang optimum perlu diperhatikan komponen teknologi budidaya kedelai, meliputi: musim tanam, varietas, kebutuhan benih, persiapan lahan, penanaman, inokulasi rhizobium, penyiangan gulma, pengairan, pemupukan, pengendalian hama, pengendalian penyakit, dan panen serta pascapanen. Selain itu, kriteria kesesuaian lahan juga harus diperhatikan (Astanto et al. 2007). Potensi produksi biji kedelai varietas unggul nasional sudah mencapai 2,3 ton/ha (Anjasmoro), 1,6 ton/ha (Wilis), 2,6 ton/ha (Sinabung), 3,5 ton/ha (Detam 1), 3 ton/ha (Detam 2), Slamet (2,26 ton/ha), dan Tanggamus (1,22 ton/ha) (Deptan 2011).
Pelepasan Varietas Unggul Kedelai Varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama, dan sekurang-kurangnya terdapat satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan (Suhartina 2005). Varietas unggul dapat berasal dari varietas lokal, tanaman liar, varietas introduksi, galur homozigot, mutan atau genus-genus yang sama, yang mempunyai potensi hasil tinggi dan sesuai dengan target pemuliaan yang
11
diinginkan. Untuk menghasilkan varietas unggul dengan sifat-sifat yang diinginkan (misalnya: umur genjah, hasil tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit tertentu) ditempuh prosedur pemuliaan yang sistematik (Suhartina 2005). Jumlah varietas unggul kedelai nasional yang dilepas pemerintah dari tahun 1918 hingga 2008 sebanyak 72 varietas (Deptan 2011). Berdasarkan karakteristik varietas unggul kedelai yang telah dilepas oleh pemerintah menunjukkan bahwa pada awal perkembangannya, tahun 1918 varietas kedelai memiliki umur dalam, ukuran biji kecil, potensi hasil rendah dan rentan terhadap hama penyakit. Kemudian antara tahun 1924 sampai 1981 umumnya varietas yang dilepas memiliki umur sedang, ukuran biji sedang dan potensi hasil sedang. Tahun 1982 sampai 2006 mengalami perkembangan yaitu berhasil dilepas varietas-varietas yang memiliki umur tanaman sedang, ukuran biji semakin besar, potensi hasil yang meningkat dan ketahanan hama penyakit baik (Widyawati 2008), seperti pelepasan varietas unggul Wilis (1983), Slamet (1995), Tanggamus (2001) dan Anjasmoro (2001) (Deptan 2011).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian Penanaman musim pertama dilaksanakan mulai tanggal 19 Desember 2009 sampai tanggal 20 Maret 2010 dan musim kedua dilaksanakan mulai tanggal 25 Mei sampai tanggal 18 Agustus 2010 di kebun petani di Dusun Tarik Kolot (ketinggian 400 m dpl) Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka. Pengamatan komponen hasil setelah panen dilakukan di rumah kaca Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, Darmaga-Bogor.
Bahan Bahan tanaman yang digunakan adalah 14 galur kedelai dari persilangan varietas Slamet dengan Nokhonsawon dan empat
varietas unggul nasional
sebagai pembanding yaitu Anjasmoro, Slamet, Tanggamus, dan Wilis (Lampiran 1). Ke-14 galur kedelai yang diuji adalah KH 8, KH 9, KH 10, KH 11, KH 28, KH 31, KH 35, KH 38, KH 40, KH 42, KH 44, KH 55, KH 58, dan KH 71.
Rancangan Percobaan Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri dari 18 genotipe kedelai (14 galur harapan kedelai dan 4 varietas pembanding) dengan 3 ulangan. Setiap satuan percobaan merupakan petakan yang berukuran 4 m x 5 m. Penyulaman dilakukan apabila tidak ada tanaman yang tumbuh dalam lubang tanam maupun jika hanya satu tanaman yang tumbuh satu lubang tanam, sebelum umur satu minggu setelah tanam (MST).
Pengolahan Tanah dan Pembuatan Petakan Pengolahan tanah minimal dilakukan dengan cara di cangkul. Petakan dibuat dengan ukuran 4 m x 5 m. Antar petakan dipisah oleh parit dengan kedalaman 20 cm, dan jarak antar petak 50 cm. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Departemen Tanah IPB (Lampiran 2).
13
Penanaman Penanaman dilakukan dengan cara tugal dengan kedalaman 3-5 cm (Atman 2006). Setiap lubang tanam diisi 2 biji. Jarak tanam dalam penelitian ini adalah 40 cm x 20 cm, sehingga dalam satu petakan terdapat 10 baris dan setiap baris terdapat 25 lubang tanam. Pupuk dasar yang diberikan adalah pupuk kandang kotoran sapi 10 ton/ha, 100 kg/ha Urea, 150 kg/ha SP36 dan 100 kg/ha KCl yang diberikan seluruhnya ketika tanam. Penyiangan dilakukan dua kali yaitu pada umur 3 dan 7 MST. Pengendalian hama dilakukan dengan pemberian Furadan 3G (20 kg/ha) pada lubang tanam ketika penanaman dan penyemprotan dengan Decis 2,5 EC dosis 1-2ml/l atau 50-100 ml/ha, setiap minggu dari umur tanaman 2 MST sampai dengan 10 MST. Pengamatan Pengamatan karakter kuantitatif tanaman dilakukan terhadap beberapa karakter pada tanaman petakan dan tanaman sampel. Setiap petak diambil 10 tanaman sampel secara acak. Tanaman sampel diambil satu tanaman dari dua tanaman pada setiap lubang tanam. Pengamatan karakter kuantitatif tanaman meliputi: umur panen (HST), tinggi tanaman (cm), jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah buku tidak subur, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, jumlah biji per tanaman, ukuran biji (g/100 biji), produksi biji per tanaman (g), produksi biji tiap petak, umur mulai berbunga (HST) dan umur panen (HST). Kriteria pengamatan adalah sebagai berikut: a. Produksi biji tiap tanaman (g) adalah bobot biji bernas per tanaman. b. Produksi biji tiap petak (g) adalah bobot biji total tanaman dalam satu petak. c. Ukuran biji (g/100 biji) ditentukan dengan menimbang 100 biji bernas yang dibedakan menjadi ukuran kecil ≤( 10 g/100 biji), sedang (10 -12 g/100 biji) dan besar (≥ 14 g/100 biji). d. Jumlah tanaman tiap petak, ditentukan dengan menghitung tanaman yang dipanen tiap petak. e. Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah sampai bagian pucuk batang. f. Jumlah buku subur per tanaman diamati pada saat panen dengan cara menghitung jumlah buku yang terdapat polong.
14
g. Jumlah buku tidak subur per tanaman diamati pada saat panen dengan cara menghitung jumlah buku yang tidak terdapat polong. h. Jumlah cabang per tanaman diamati pada saat panen dengan cara menghitung cabang yang terdapat pada batang tanaman. i. Jumlah biji per tanaman adalah jumlah biji bernas yang ada pada tiap tanaman. j. Jumlah polong per tanaman adalah jumlah polong yang ada pada tanaman. k. Jumlah polong bernas adalah jumlah polong yang mengandung biji bernas. l. Jumlah polong hampa adalah jumlah polong yang hampa. m. Dugaan produksi tiap hektar Karena tanaman pinggiran tidak di hitung maka luas petakan yang ditanam adalah 4,6 x 3,2 m2, dengan asumsi bahwa lahan yang efektif ditanami adalah 85% maka dugaan produksi tiap hektar adalah : x 85% x produksi tiap petak Karena
jumlah
tanaman
setiap
petak
tidak
sama
maka
untuk
membandingkan produksi antar genotip data di standarisasi sehingga jumlah tanaman menjadi sama. Tanaman sampel diambil satu tanaman secara acak dari dua tanaman dalam satu lubang tanam. Perhitungan petak terkoreksi dengan menggunakan jumlah tanaman yang paling banyak. Berdasarkan Gomez & Gomez (1995), koreksi matematis disebut hasil terkoreksi yaitu hasil yang seharusnya bila jumlah (dalam hal ini jumlah tanaman) lengkap : Yc= f Ya Yc= hasil terkoreksi Ya= bobot bulir atau hasil dari n-m N = jumlah seharusnya M= tanaman hilang dalam satu lubang tanam. F = faktor koreksi n.
Umur mulai berbunga (HST) adalah lamanya waktu yang dibutuhkan tanaman mulai berbunga
o.
Umur panen (HST) adalah waktu yang dibutuhkan tanaman untuk dipanen yang ditandai dengan warna polong kuning atau coklat dan daun berwarna kuning atau gugur.
15
Pengamatan karakter kualitatif tanaman meliputi warna hipokotil, warna bunga, warna bulu batang, tipe percabangan, bentuk daun, ukuran daun, intensitas warna hijau daun, intensitas warna coklat pada polong, bentuk biji, warna kulit biji, kecerahan kulit biji, kerebahan dan warna hilum. Kriteria pengamatan karakter kualitatif adalah sebagai berikut : 1.
Warna bunga adalah warna pada mahkota bunga yang dibedakan menjadi warna bunga putih dan ungu.
2.
Warna bulu batang adalah warna bulu yang terdapat pada batang yang dibedakan menjadi putih, coklat muda, dan coklat tua.
3.
Bentuk daun adalah bentuk lembaran daun tunggal yang dibedakan menjadi lanset, segitiga, oval meruncing dan oval membulat (Lampiran 3)
4.
Tipe percabangan ditentukan oleh sudut percabangan yang dibedakan menjadi tipe percabangan tegak, agak – agak tegak, agak tegak, agak tegakhorizontal dan horizontal (Lampiran 3)
5.
Tipe tumbuh dibedakan menjadi tipe determinate (terbatas), semi determinate (setengah terbatas), dan indeterminate (tidak terbatas).
6.
Ukuran daun dibedakan berdasarkan luas daun tunggal menjadi kecil, sedang dan besar
7.
Intensitas warna hijau daun ditentukan pada daun tua yang dibedakan menjadi hijau muda, hijau dan hijau tua.
8.
Intensitas warna coklat pada polong ditentukan pada polong yang sudah kuning yang dibedakan menjadi lemah, sedang dan kuat.
9.
Bentuk biji dibedakan menjadi bentuk biji bulat, bulat pipih, lonjong, dan lonjong pipih.
10. Warna biji adalah warna pada kulit biji kering yang dibedakan menjadi kuning muda, kuning, kuning tua, kuning hijau, hijau kuning, coklat muda, coklat, coklat tua dan hitam. 11. Kecerahan kulit biji ditentukan berdasarkan kecerahan kulit biji menjadi tidak mengkilap dan mengkilap 12. Warna hilum adalah warna pada tempat melekatnya biji pada polong yang dibedakan menjadi, putih, kuning, coklat muda, coklat tua, agak hitam, dan hitam.
16
13. Kerebahan adalah tingkat kemiringan batang tanaman yang diamati pada sampel, yang dikelompokkan menjadi 30◦ , 45◦, 60◦, 90◦, (apabila kerebahan mencapai 60◦ dan 90◦ berarti tanaman mengalami kerebahan). 14. Analisis kandungan lemak dan protein ditentukan berdasarkan analisis proksimat pada biji.
Analisis Data Seluruh data kuantitatif diolah menggunakan model linier aditif dari rancangan acak kelompok dengan faktor tunggal untuk masing-masing musim sebagai berikut: Sampel:
Yij = µ + τ i + β j + ε ij
Keterangan : i
= galur 1,2..18 dan j=1, 2, 3
Yij
= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
µ
= Rataan umum
τi
= Pengaruh galur ke-i
βj
= Pengaruh kelompok ke-j
εij
= Pengaruh acak pada perlakuan galur ke-i dan kelompok ke-j
Dugaan produksi per hektar diperoleh berdasarkan pada: Produksi Petakan P = produksi/petak x 10000 m2 / luas petakan Data untuk gabungan dua musim diolah berdasarkan model linier sebagai berikut : Y ijk = µ + M i + B j/i + G k + (MG) ik + ε ijk Keterangan : i
= galur 1,2..18 dan j=1, 2, 3
Yij
= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
µ
= Rataan umum
Mi
= Pengaruh musim ke-i
B j/i
= Pengaruh kelompok ke-j tersarang dalam i
Gk
= Pengaruh galur ke-k
εij k = galat perlakuan galur ke-k, kelompok ke-j, musim ke-i
17
Hubungan antar karakter kuantitatif ditentukan berdasarkan analisis korelasi. Korelasi antara dua sifat yang diamati ditentukan berdasarkan rumus: r xy = cov xy √σ x σ y dimana r xy = korelasi fenotipe sifat x dan y cov xy = kovarian fenotipe sifat x dan y √σ x σ y
=
akar dari ragam fenotipe sifat x dan y
Seluruh data kuantitatif hasil eksperimen dianalisis dengan menggunakan model linear umum dengan software SPSS (Statistical Product Service Solution) versi 17.0 software Windows. Analisis data yang dilakukan meliputi analisis ragam, uji DMRT (Duncan Multiple Range Test). Untuk membandingkan kelompok genotipe galur dengan kelompok atau individu genotipe varietas pembanding digunakan uji kontras orthogonal. Pengelompokan genotipe dilakukan dengan analisis kuadran/IPA (Important Performance Analysis) berdasarkan produksi biji tiap tanaman dan ukuran biji. Produksi biji tiap tanaman dikelompokkan berdasarkan batas produksi biji per tanaman varietas unggul nasional Anjasmoro. Pengelompokan ukuran biji berdasarkan batas ukuran biji besar yaitu 14 g tiap 100 biji. Untuk mengetahui adaptasi galur-galur yang diuji dilakukan analisis model AMMI (Additive Main Effect Multiplicative Interaction) dengan software SAS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertanaman Musim Pertama Tinggi Tanaman Tinggi tanaman untuk musim pertama terbagi menjadi dua kategori berdasarkan kriteria Deptan (2007) yaitu tinggi (>68 – 86 cm) untuk Tanggamus, KH 71, Wilis, KH 28 dan sangat tinggi (>86 cm) untuk genotipe lainnya (Tabel 2). Morfologi tanaman disajikan pada Gambar 1.
WLS
TGM
SLT
KH 71 KH 11
AJS
KH 10
KH 28 KH 40
KH 42
KH 44
KH 58 KH 71
Gambar 1 Morfologi tanaman kedelai pada penelitian di Majalengka
Tinggi tanaman semua galur pada percobaan ini lebih tinggi dari varietas Anjasmoro, Tanggamus dan Wilis, tetapi sama jika dibandingkan varietas Slamet. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman dapat tumbuh baik di Majalengka. Tinggi tanaman untuk semua varietas pembanding pada percobaan ini lebih tinggi daripada deskripsi varietas dari Deptan (2011), yaitu varietas Anjasmoro mempunyai tinggi 64-68 cm, varietas Tanggamus 67 cm, varietas Slamet 65 cm, varietas Wilis 40-50 cm dan (Lampiran 1).
Salah satu penyebabnya adalah
kondisi lingkungan pada percobaan ini sangat mendukung, yaitu curah hujan yang tinggi berkisar 411,53 mm/bulan dan merata (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kec, Jatiwangi 29 Oktober 2010, Lampiran 4 dan 5) sehingga
19
tanaman tidak kekurangan air selama pertumbuhannya. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan pertumbuhan vegetatif kedelai optimal sehingga pertumbuhan generatif dan pembentukan polong menjadi optimal. Dengan meningkatnya kadar air di dalam tanah absorbsi dan transportasi unsur hara maupun air dalam tanah akan lebih baik sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih baik (Sumarno & Manshuri 2007). Menurut Calvino at al. (1999) dengan meningkatnya curah hujan lebih dari 300 mm/bulan pada periode pengisian polong dapat meningkatkan hasil kedelai. Hal ini berbeda dengan Deptan (2010) bahwa kedelai tumbuh optimal pada daerah dengan curah hujan 100-200 mm/bulan.
Tabel 2 Rataan tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah buku tidak subur, jumlah polong hampa, jumlah polong isi, jumlah biji dan produksi biji musim pertama Genotipe
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah cabang buku buku tidak polong isi per subur per subur per per tanaman tanaman tanaman tanaman KH 8 88,7 bcd 2,9 b 11,1 abc 1,6 def 65,2 ab KH 9 86,5 bc 3,4 bcde 11,9 bcd 1,5 cdef 72,5 abc KH 10 87,5 bc 3,0 bc 12,0 bcd 1,3 bcde 67,6 abc KH 11 87,8 bc 2,8 b 10,8 ab 1,3 abcde 69,7 abc KH 28 84,6 bc 3,4 bcde 11,3 abc 1,9 f 74,9 abc KH 31 96,9 efg 2,1 a 11,4 abc 1,9 f 57,6 a KH 35 86,9 bc 3,8 de 12,2 cde 1,1 abcd 85,7 c KH 38 92,9 cde 5,1 f 10,2 a 1,1 ef 73,3 abc KH 40 97,6 efg 4,0 e 13,4 efg 0,9 ab 110,6 def KH 42 105,0 g 3,5 bcde 14,3 g 1,5 cdef 102,2 d KH 44 96,6 def 3,9 e 14,3 g 1,3 abcde 123,6 ef KH 55 86,9 bc 3,9 e 10,9 abc 1,3 bcde 107,6 de KH 58 103,1 fg 3,8 de 13,6 fg 1,5 cdef 108,4 de KH 71 84,1 ab 3,5 bcde 10,7 ab 1,5 cdef 81,5 bc Anjasmoro 88,8 bcd 3,2 bcd 11,1 abc 1,7 ef 72,2 abc Slamet 103,0 fg 4,8 f 14,5 g 1,2 abcde 125,6 f Tanggamus 76,4 a 4,8 f 12,1 bcde 0,8 a 154,8 g Wilis 84,1 ab 5,1 f 12,8 def 1,0 abc 143,3 g Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berdasarkan uji Duncan dengan taraf kesalahan 5%
Jumlah Jumlah polong biji per hampa per tanaman tanaman 3,5 abc 129,2 ab 5,7 cd 146,4 abc 3,7 abc 135,3 ab 3,5 abc 138,0 abc 4,5 abc 143,7 abc 3,5 abc 116,8 a 3,0 ab 174,3 cd 3,0 ab 144,9 abc 3,4 abc 208,5 de 3,9 abc 201,5 de 6,9 d 229,8 e 3,2 abc 214,3 e 4,0 abc 207,7 de 2,2 a 161,8 bc 2,4 a 143,7 abc 3,6 abc 266,6 f 4,3 abc 309,9 g 5,1 bcd 308,4 g adalah tidak berbeda nyata
Selain curah hujan, temperatur juga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kedelai mulai fase vegetatif sampai berbunga (Akmal 1999), suhu rata-rata untuk musim pertama yaitu 27,1°C (Lampiran 6 dan 7), masih dalam kisaran suhu optimum pertumbuhan kedelai 25°C – 30°C (Deptan 2010). Selain curah hujan dan temperatur, intensitas penyinaran musim pertama rata-rata 50% (BMKG Kec, Jatiwangi 29 Oktober 2010, Lampiran 8 dan 9) yang merupakan
Produksi biji per tanaman (g) 24,7 ab 30,5 bc 25,4 ab 26,6 ab 27,8ab 22,8 a 30,9 bcd 29,3 abc 37,9 efg 37,4 ef 44,0 g 35,6 cde 38,6 efg 30,2 bc 23,4 a 42,3fg 36,9 def 36,9 def
20
penyinaran dalam kisaran optimum sehingga pertumbuhan tanaman menjadi maksimal. Intensitas penyinaran antara 45% sampai 85% menyebabkan peningkatan fotosintesis sehingga meningkatkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman dan lebar daun) (Bunce et al. 1977).
Jumlah Cabang Jumlah cabang galur KH 38 sama dengan varietas pembanding Slamet, Tanggamus, dan Wilis tetapi lebih banyak jika dibandingkan galur lain yang diuji dan varietas pembanding Anjasmoro (Tabel 2). Jumlah cabang merupakan salah satu karakter penunjang produksi biji karena berpengaruh terhadap jumlah buku subur, jumlah buku total, jumlah polong isi, jumlah polong per tanaman dan jumlah biji. Jumlah cabang pada tanaman kedelai mempengaruhi jumlah polongnya, karena cabang yang banyak mempunyai jumlah buku yang banyak, dan masing-masing buku dapat menghasilkan bunga yang pada akhirnya dapat membentuk polong. Jumlah cabang dipengaruhi oleh banyaknya fotosintat yang dihasilkan oleh daun-daun dan organ-organ yang membutuhkan karbohidrat untuk pertumbuhan dan respirasinya. Percabangan berkurang pada kondisi rindang dan cabang tidak terbentuk apabila daun dari buku yang sama dihilangkan (Musa 1978).
Jumlah Buku Pada musim pertama galur KH 42, KH 44, dan varietas Slamet mempunyai jumlah buku subur yang relatif sama tetapi lebih tinggi jika dibandingkan terhadap varietas pembanding Anjasmoro, Wilis, Tanggamus dan galur lain yang diuji (Tabel 2). Jumlah buku tidak subur merupakan jumlah buku yang tidak menghasilkan polong. Jumlah buku tidak subur galur KH 8, KH 9, KH 28, KH 31, KH 38, KH 42, KH 58, KH 71, dan varietas Anjasmoro relatif sama tetapi lebih banyak daripada varietas pembanding Wilis, Tanggamus, dan Slamet (Tabel 2).
21
Jumlah Polong Galur KH 40 dan KH 44 mempunyai jumlah polong isi tidak berbeda dengan varietas pembanding Slamet tetapi lebih sedikit daripada varietas pembanding Wilis dan Tanggamus dan lebih banyak daripada varietas Anjasmoro dan lebih banyak daripada galur lainnya (Tabel 2). Varietas Tanggamus dan Wilis mempunyai jumlah polong yang paling tinggi sehingga kedua varietas ini mempunyai jumlah biji bernas yang lebih banyak dibandingkan varietas Anjasmoro, Slamet dan galur yang diuji. Banyaknya biji yang dihasilkan antar genotipe tidak berpengaruh langsung pada produksi biji karena jumlah biji bukan satu-satunya parameter yang berpengaruh. Ukuran biji juga menentukan produksi biji. Jumlah polong hampa galur KH 44 relatif sama dengan KH 9 dan varietas Wilis tetapi lebih banyak dibandingkan varietas pembanding lainnya maupun galur lainnya. Kehampaan polong dapat mempengaruhi produksi biji per tanaman. Kehampaan polong ini disebabkan oleh hama dan penyakit, kesuburan tanah dan intensitas cahaya matahari (Deptan 2011) serta keadaan air (Evita 2010). Jika faktor-faktor yang menyebabkan kehampaan ini dapat diatasi maka KH 44 dan KH 9 dapat meningkat produksi bijinya. Galur KH 71 dan varietas pembanding Anjasmoro mempunyai jumlah polong hampa yang paling sedikit dibandingkan dengan galur lain yang di uji maupun varietas pembanding lain.
Jumlah Biji Jumlah biji per tanaman semua galur yang diuji lebih sedikit jika dibandingkan varietas pembanding Tanggamus dan Wilis. Jumlah biji yang banyak pada varietas Tanggamus dan Wilis tidak menyebabkan produksi per tanaman yang paling tinggi karena ukuran biji berdasarkan bobot 100 biji lebih kecil jika dibandingkan galur yang diuji. Ukuran biji berkorelasi negatif dengan jumlah polong isi, jumlah polong dan jumlah biji (Tabel 3). Hal ini berarti semakin besar ukuran biji semakin kecil jumlah polong isi, jumlah polong, dan jumlah biji. Penelitian yang telah dilakukan Adie (1992) menunjukkan bahwa bobot 100 biji (ukuran biji) dan jumlah polong isi merupakan karakter yang mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi hasil biji kedelai. Ukuran biji
22
cenderung lebih kecil apabila jumlah polong banyak, karena terjadi kompetisi antar biji untuk mendapatkan fotosintat (Susanto dan Adie 2006).
Produksi Biji Per Tanaman Produksi biji per tanaman pada musim pertama berkorelasi positif dengan komponen bukan produksi yaitu tinggi tanaman, jumlah buku subur, jumlah buku, dan jumlah cabang. Produksi biji per tanaman juga berkorelasi positif dengan komponen produksi yaitu jumlah polong, jumlah polong isi dan jumlah biji kecuali terhadap ukuran biji (Tabel 3). Hal ini berarti bahwa peningkatan produksi tidak dipengaruhi oleh ukuran biji. Pada penelitian ini produksi biji per tanaman berkorelasi tinggi dengan jumlah polong isi dan jumlah biji per tanaman. Penelitian Adie (1992) menunjukkan bahwa bobot 100 biji dan jumlah polong isi merupakan karakter yang mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi produksi biji, walaupun kedua sifat tersebut berkorelasi negatif. Penelitian Paserang (2003) juga menunjukkan bahwa produksi biji berkorelasi tinggi dengan jumlah biji dan jumlah polong isi. Terdapat korelasi positif antara jumlah buku terhadap produksi biji. Semakin banyak jumlah buku semakin tinggi produksi biji per tanaman. Board et al. (1997) menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara produksi biji kedelai dengan jumlah buku subur.
Tabel 3 Korelasi antar karakter kuantitatif pada musim pertama Karakter
TT
JC
JS
JB
JI
JP
JC
0,010
JS
0,616**
0,131**
JB
0,711**
0,098*
0,935**
JI
0,007
0,560**
0,322**
0,239**
JP
0,005
0,562**
0,330**
0,247**
0,996**
JB
-0,01
0,570**
0,306**
0,223**
0,964**
0,958**
UB
0,024
-0,258
-0,295*
-0,185
-0,504**
-0,507**
JB
UB
-0,552**
PB 0,123** 0,491** 0,365** 0,303** 0,853** 0,852** 0,848** -0,094 Keterangan: * berkorelasi pada alpha 5%; **berkorelasi pada alpha 1% TT: Tinggi tanaman, JC: Jumlah cabang per tanaman, JS: Jumlah buku per tanaman, JI: Jumlah polong isi per tanaman, JP: Jumlah polong per tanaman, JB: Jumlah biji per tanaman, UB: Ukuran biji, PB: Produksi biji per tanaman
23
Galur KH 44 memiliki produksi biji sama dengan varietas Slamet, KH 58 dan KH 40, dan lebih tinggi dibanding varietas pembanding Tanggamus, Wilis, Anjasmoro, dan juga galur lain yang diuji (Tabel 2). Seluruh galur yang diuji cenderung memiliki produksi yang lebih tinggi dibandingkan varietas Anjasmoro kecuali KH 31. Varietas Anjasmoro merupakan varietas unggul nasional yang paling banyak digunakan untuk bahan baku tahu dan tempe (Ristek 2008). Tingginya hasil dari galur-galur harapan ini kemungkinan disebabkan oleh jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah buku, dan tinggi tanaman (Tabel 2). Hasil uji kontras orthogonal menunjukkan bahwa secara umum keempat belas galur mempunyai rata-rata produksi biji tiap tanaman (31,6 g) yang sama dengan rata-rata keempat varietas pembanding (34,9 g) tetapi lebih tinggi daripada varietas anjasmoro (23,4 g), sama dengan varietas Wilis (36,9 g) dan Tanggamus (36,9 g) dan lebih kecil daripada varietas slamet (42,3 g) (Lampiran 11). Sepuluh galur mempunyai produksi biji lebih tinggi dari varietas Anjasmoro adalah KH 9, KH 28, KH 35, KH 38, KH 40, KH 42, KH 44, KH 55, KH 58, dan KH 71. Sedangkan galur lainnya berproduksi sama dengan varietas Anjasmoro. Dibandingkan varietas Slamet, galur KH 44 mempunyai produksi biji lebih tinggi dan galur KH 40, KH 42 dan KH 58 berproduksi biji sama dengan varietas Slamet. Dibandingkan varietas tanggamus, galur KH 44 mempunyai produksi biji lebih tinggi dan galur KH 28, KH 40, KH 42, KH 55, KH 58, dan KH 71 berproduksi sama dengan varietas Tanggamus. Galur KH 44 mempunyai produksi biji yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Wilis, dan galur KH 28, KH 35, KH 40, KH 42, KH 55, KH 58, KH 71 mempunyai produksi sama dengan varietas Wilis (Tabel 4).
Produksi Biji Per Petak Berdasarkan pengamatan di lapang, ukuran petak sawah rata-rata di Majalengka 15 m x 10 m, karena terdapat parit dan pematang sekitar 0,5 meter sehingga lahan efektif yang ditanami adalah 85%, maka dugaan produksi tiap hektar untuk semua genotipe merupakan 85% dari produksi keseluruhan (Tabel 5).
24
Tabel 4
Perbandingan produksi biji per tanaman (g) antara galur (1) dengan varietas pembanding (2) pada musim pertama (1) KH 8 KH 9 KH 10 KH 11 KH 28 KH 31 KH 35 KH 38 KH 40 KH 42 KH 44 KH 55 KH 58 KH 71
Tabel 5
24,7 30,6 25,4 26,7 27,9 22,9 30,9 29,4 37,9 37,5 44,0 35,6 38,6 30,3
(2) Anjasmoro 23,4 = > = = > = > > > > > > > >
Slamet 42,3 < < < < < < < < = = > < = <
Tanggamus 36,9 < < < < = < = < = = > = = =
Wilis 36,9 < < < < = < = = = = > = = =
Populasi tanaman per petak, produksi biji per petak, ukuran biji pada musim pertama
Genotipe
Petakan tidak terkoreksi Petakan terkoreksi Ukuran biji (g/100biji) Jumlah Produksi Produksi Jumlah Produksi Produksi tanaman biji (g) biji tanaman biji (g) biji *) (ton/ha) (ton/ha) KH8 353 4076,3 bcd 2,35 357 4122,5 abc 2,4 21,7 de KH9 340 3811,7 abc 2,20 357 4002,3 ab 2,3 22,8 e KH10 324 4594,3 de 2,65 357 5062,3 de 2,9 21,4 cde KH11 327 4206,7 cde 2,43 357 4592,6 bcd 2,7 22,7 e KH28 318 4191,0 cde 2,42 357 4704,9 cd 2,7 21,7 de KH31 357 3905,7 abc 2,26 357 3905,7 a 2,3 21,7 de KH35 227 4718,0 de 2,72 357 7419,9 g 4,3 21,0 cde KH38 345 4103,0 cd 2,37 357 4245,7 abc 2,5 22,8 e KH40 278 4613,7 de 2,66 357 5924,7 f 3,4 21,2 cde KH42 262 4195,7 cde 2,42 357 5716,9 f 3,3 22,4 e KH44 159 4278,0 cde 2,47 357 9605,3 i 5,6 21,5 de KH55 344 3946,0 bc 2,28 357 4095,1 abc 2,4 19,0 cd KH58 200 4603,0 de 2,66 357 8216,4 h 4,7 20,7 cde KH71 337 4237,7 cde 2,45 357 4489,2 abcd 2,6 20,7 cde Anjasmoro 267 4178,0 cde 2,41 357 5586,3 ef 3,2 18,5 c Slamet 173 3566,3 ab 2,22 357 7359,4 g 4,3 15,4 b Tanggamus 299 3847,3 abc 2,06 357 4593,6 bcd 2,6 12,6 a Wilis 285 3411,3 a 1,97 357 4273,1 abc 2,5 14,4 ab Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama adalah tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan dengan taraf kesalahan 5%, *) Jumlah tanaman sebelum panen
Berdasarkan jumlah tanaman yang tidak terkoreksi galur KH 10, KH 11, KH 28, KH 35, KH 40, KH 42, KH 44, KH 71 dan varietas Anjasmoro mempunyai produksi per petak sama dan cenderung lebih tinggi dibandingkan
25
dengan genotipe lain. Urutan produksi tiap petak tidak terkoreksi ini berbeda dengan urutan produksi per petak yang terkoreksi dengan menggunakan jumlah tanaman yang sama. Berdasarkan jumlah tanaman yang terkoreksi, galur KH 44 mempunyai produksi per petak paling tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding maupun dengan genotipe lain. Hal ini terjadi karena jumlah tanaman berbeda. Tingginya produksi per petak terkoreksi sangat dipengaruhi oleh jumlah tanaman yang tumbuh. Pada petakan yang jumlah tanamannya sedikit maka produksi per petakan terkoreksinya lebih tinggi dibandingkan dengan petakan yang jumlah tanamannya banyak (Tabel 5). Hasil ini juga didukung oleh pengamatan pada tanaman contoh (Tabel 2) dimana KH 44 mempunyai produksi biji per tanaman yang paling tinggi. Hal ini terjadi karena persaingan dalam mendapatkan nutrisi, air dan sinar matahari antar tanaman yang jumlahnya sedikit lebih rendah daripada yang jumlahnya banyak. Berdasarkan deskripsi dari Deptan (2011) varietas Anjasmoro mempunyai produksi biji per hektar 2,25-2,3 ton/ha, varietas Slamet 2,26 ton/ha, varietas Tanggamus 1,22 ton/ha dan varietas Wilis 1,6 ton/ha yang lebih rendah daripada produksi tiap hektar pada percobaan ini. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan pada percobaan ini sangat mendukung. Keasaman tanah pada penelitian ini cukup baik untuk pertumbuhan kedelai yaitu 5,0-5,9 (Lampiran 2). Menurut Sumarno dan Manshuri (2007) pH tanah berdasarkan H 2 O yang baik untuk pertumbuhan kedelai di Indonesia berkisar antara 5,5 -7,0. Kadar P (Posfor) dalam penelitian ini sangat tinggi yang berkisar 65,3 (Lampiran 2). Menurut Hardjowigeno (2010), kadar P tanah dapat digolongkan menjadi empat yaitu sangat rendah (<10), rendah (10-20), sedang (21-40), tinggi (41-60) dan sangat tinggi (>60). Hal ini menunjukkan bahwa di Majalengka mempunyai kadar P yang sangat tinggi. Posfor berpengaruh terhadap pembungaan, pembuahan dan pembentukan polong (Simanjuntak 2005). Hara P merupakan unsur pelengkap dalam pembentukan protein, enzim dan inti sel, bahan dasar untuk membantu proses assimilasi dan respirasi serta merangsang pertumbuhan akar (Lambers et al. 1998)
26
Ukuran Biji Ukuran biji untuk musim pertama terbagi menjadi dua kategori berdasarkan kriteria Deptan (2007) yaitu ukuran biji sedang (10-12 g) untuk varietas Tanggamus dan ukuran biji besar (≥ 14 g) untuk genotipe lainnya. Menurut Suhartina (2005) Slamet dan Wilis merupakan varietas berbiji kecil, tetapi pada penelitian ini varietas Slamet dan Wilis termasuk berbiji besar. Hal ini kemungkinan disebabkan suburnya tanah dan curah hujan yang cukup. Seluruh galur yang diuji memiliki ukuran biji relatif sama (19,0-22,8 g/100 biji) dan lebih besar dibandingkan varietas pembanding Anjasmoro, Slamet, Wilis dan Tanggamus. Ukuran biji besar disukai pengrajin tempe karena meningkatkan volume tempe, sehingga ukuran biji kedelai merupakan faktor penentu kualitas tempe terutama bobot dan volume tempe (Ginting et al. 2009). Ukuran biji yang besar diduga karena terpusatnya hasil fotosintesis pada pengisian biji, karena seluruh galur yang diuji memiliki tipe pertumbuhan determinate (terbatas) yang pertumbuhannya terhenti pada fase R1 sehingga dialihkan untuk pengisian biji. Variasi dari sumber lingkungan dapat mempengaruhi pola pertumbuhan tanaman seperti halnya luas daun dan remobilisasi nitrogen dalam jumlah besar juga sangat menetukan proses pengisian biji (Harmida 2010). Ukuran biji juga berhubungan dengan lamanya panen, semakin lama umur panen semakin besar ukuran biji dalam 24 galur yang berbeda (Yullianida 2006). Varietas-varietas baru mempunyai kecenderungan berdaya hasil tinggi dan berukuran biji besar (Suhartina 2005). Hasil uji kontras orthogonal menunjukkan bahwa secara umum ukuran biji (g/100 biji) keempat belas galur yang diuji (21,56 g) lebih besar daripada varietas pembanding Wilis (14,4 g), Tanggamus (12,6 g), Anjasmoro (18,6 g), Slamet (15,4 g) (Lampiran 11). Semua galur lebih besar dari varietas pembanding Anjasmoro kecuali KH 55, KH 58, dan KH 71 sama dengan varietas pembanding Anjasmoro. Seluruh galur mempunyai ukuran biji lebih besar daripada varietas Slamet, Tanggamus dan Wilis (Tabel 6, Gambar 2). Dengan meningkatnya ukuran biji galur harapan dibandingkan varietas Slamet sebagai salah satu tetuanya berarti
27
bahwa hasil persilangan antara kultivar Slamet dan Nokhonsawon telah memperbaiki salah satu sifat varietas Slamet secara genetik.
Tabel 6 Perbandingan ukuran biji (g/100 biji) antara galur (1) dengan varietas Pembanding (2) pada musim pertama
(1) KH 8 KH 9 KH 10 KH 11 KH 28 KH 31 KH 35 KH 38 KH 40 KH 42 KH 44 KH 55 KH 58 KH 71
(2) Anjasmoro 18,6 > > > > > > > > > > > = = =
21,8 22,9 21,4 22,8 21,8 21,7 21,1 22,8 21,2 22,4 21,6 19,0 20,7 20,7
A Gambar 2
B
Slamet 15,4 > > > > > > > > > > > > > >
Tanggamus 12,6 > > > > > > > > > > > > > >
Wilis 14,4 > > > > > > > > > > > > > >
C
Perbandingan ukuran biji antara A. varietas Slamet, B. varietas Anjasmoro, C. galur KH 42
Umur Panen Pada musim tanam pertama semua genotipe dipanen pada umur 90 hari. Panen dilakukan secara serentak karena disesuaikan dengan musim panen padi, apabila terlambat panen dibandingkan panen tanaman padi maka hama tanaman padi akan mengganggu tanaman kedelai sehingga akan mengakibatkan tanaman kedelai gagal panen.
28
Masa reproduktif yang lama dapat meningkatkan hasil kedelai melalui peningkatan jumlah polong dan buku produktif (Board et al. 1997). Seluruh genotipe mengalami perlambatan waktu panen, dan hal ini berhubungan dengan mundurnya fase awal pembungaan seluruh galur (Lampiran 11). Lebih lambatnya waktu panen diduga karena pada musim pertama curah hujan tinggi. Hal yang sama terjadi pada penelitian yang dilaporkan Nurlianti et al. (2003) pada kondisi yang berhujan basah (rata-rata diatas 20 mm/hari pada bulan januari 2007) dan berintensitas cahaya yang rendah (di bawah 200 kcal/cm2/hari) pada stadia pemasakan biji akan memperlambat waktu panen. Deraan curah hujan pada fase reproduktif atau selama stadia dari R1 hingga R8 dapat menunda proses pematangan biji, memperpanjang saat masak fisiologis atau pertumbuhan vegetatifnya (Syatrianti et al. 2008).
Umur Mulai Berbunga Umur berbunga merupakan sifat yang dikendalikan oleh gen, cukup mantap dan stabil pada lingkungan yang berbeda (Arsyad et al 2007).
Umur mulai
berbunga menentukan genjah atau dalamnya umur tanaman. Umur mulai berbunga seluruh galur pada musim tanam pertama lebih cepat jika dibandingkan dengan varietas pembanding berkisar antara 33,4 HST – 40,16 HST (Lampiran 11). Pada musim pertama KH 10, KH 11, KH 28, KH 40, dan KH 42, umur mulai berbunganya lebih cepat dibandingkan genotipe lainnya.
Pertanaman Musim Kedua Tinggi Tanaman Tinggi tanaman pada musim kedua terbagi menjadi dua kategori berdasarkan kriteria Deptan (2007) yaitu sedang (>50-68 cm) untuk Anjasmoro, Wilis, KH 71, KH 9, Tanggamus dan tinggi (>68-86 cm) untuk genotipe lainnya (Tabel 7). Varietas Tanggamus, Slamet dan Wilis dari percobaan ini mempunyai batang yang lebih tinggi daripada tanaman yang di deskripsikan oleh Deptan (2011) (Lampiran 1). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan pada percobaan ini sangat mendukung untuk pertumbuhan batang.
29
Secara umum tinggi tanaman pada musim kedua lebih rendah jika dibandingkan dengan pada musim pertama. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena curah hujan musim pertama lebih tinggi jika dibandingkan musim kedua. Penelitian yang dilaporkan Suyamto dan Adisarwanto (2006) menunjukkan bahwa tinggi tanaman pada pengairan optimal rata-rata 82,8 cm dan akan menurun 23% pada kondisi tercekam kekeringan. Terganggunya pertumbuhan tanaman akibat cekaman kekeringan menekan pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai yang dicerminkan oleh berkurangnya luas daun, tinggi tanaman dan menurunnya laju pertumbuhan akibat berkurangnya efisiensi fotosintesis (Levit 1980).
Tabel 7 Rataan tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah buku tidak subur, jumlah polong hampa, jumlah polong isi, jumlah biji dan produksi biji musim kedua Genotipe
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah cabang per tanaman
Jumlah buku subur per tanaman
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah biji buku polong polong isi per tanaman tidak hampa per subur per per tanaman tanaman tanaman KH 8 75,1 def 1,8 a 12,2 defg 1,6 de 2,4 abc 56,6 a 108,6 abc KH 9 66,1 b 2,3 abc 10,2 abc 0,7 abc 3,7 cdef 65,1 abcde 133,8 def KH 10 76,0 def 2,4 abc 11,7 cdef 1,2 bcd 2,6 bcd 62,9 abcd 118,1 abcd KH 11 74,7 def 2,7 bcde 11,8 cdef 1,4 cde 2,8 bcd 67,3 abcde 129,9 cdef KH 28 72,8 cde 2,7 bcde 11,7 cdef 0,9 abcd 5,2 fg 61,3 abc 120,6 abcde KH 31 68,0 bc 3,8 g 10,3 abc 0,5 ab 3,0 bcde 64,9 abcde 115,0 abcd KH 35 79,4 fg 2,1 ab 12,5 efg 0,8 abc 5,4 g 59,2 ab 115,8 abcd KH 38 72,1 cd 3,4 fg 9,8 ab 0,4 a 2,8 bcd 68,1 bcde 126,4 bcdef KH 40 78,0 efg 2,5 abcd 11,5 cdef 0,9 abcd 2,0 ab 71,5 cdefg 129,7 cdef KH 42 83,4 g 2,4 bcd 12,4 efg 0,7 abc 3,9 cdef 78,4 fg 139,9 efg KH 44 81,7 g 2,1 ab 13,2 fgh 0,9 abcd 4,1 defg 70,6 cdef 132,1 def KH 55 76,0 def 2,9 cdef 11,6 cdef 1,0 abcd 4,5 fg 61,8 abc 112,7 abcd KH 58 83,2 g 2,3 abc 14,1 h 0,8 abc 3,8 cdef 74,7 efg 126,4 bcdef KH 71 65,3 b 2,3 bcde 10,6 abcd 0,7 abc 3,1 bcde 57,0 a 107,0 ab Anjasmoro 59,0 a 2,4 abc 13,6 gh 1,9 e 1,1 a 57,2 a 101,1 a Slamet 82,1 g 3,1 def 11,3 bcde 0,7 abc 2,8 bcd 63,6 abcd 130,0 cdef Tanggamus 67,7 bc 3,3 efg 13,1 fgh 1,1 abcd 1,9 ab 72,5 defg 144,2 fg Wilis 59,7 a 3,5 fg 9,4 a 0,7 abc 2,9 bcd 81,0 g 154,4 g Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama adalah tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan dengan taraf kesalahan 5%
Jumlah Cabang Jumlah cabang galur KH 31, KH 38
relatif sama dengan varietas
pembanding Tanggamus dan Wilis tetapi lebih tinggi jika dibandingkan dengan varietas Anjasmoro dan Slamet dan juga galur lainnya. Galur KH 8 mempunyai jumlah cabang paling sedikit dibandingkan galur lain maupun varietas pembanding lainnya.
Produksi biji per tanaman (g) 17,7 abcd 20,4 cdef 20,2 cdef 20,0 cdef 18,7 abcd 19,0 bcde 18,3 abcd 19,4 bcde 21,0 def 23,0 f 22,2 ef 17,5 abc 19,9 cdef 17,0 abc 17,3 abc 15,4 a 15,3 a 16,1 ab
30
Jumlah cabang pada musim kedua berkorelasi positif terhadap jumlah polong isi, jumlah polong, jumlah biji dan produksi biji (Tabel 8). Hal ini berarti bahwa jumlah cabang mempengaruhi banyaknya jumlah polong isi, jumlah polong, jumlah biji dan produksi biji.
Jumlah Buku Pada musim tanam kedua galur KH 44, KH 58, mempunyai jumlah buku subur yang sama dibandingkan varietas Anjasmoro dan Wilis, dan lebih tinggi dari varietas Tanggamus, Slamet dan galur lain. Jumlah buku tidak subur semua genotipe lebih sedikit daripada varietas Anjasmoro. Jumlah buku tidak subur yang banyak dapat menyebabkan rendahnya produksi kedelai karena polong yang terbentuk sedikit.
Jumlah Polong Jumlah polong isi galur KH 40, KH 42, KH 58 adalah relatif sama dengan varietas Wilis dan Tanggamus, dan lebih tinggi daripada varietas Anjasmoro, Slamet dan galur lainnya. Galur KH 28, KH 35, KH 44, KH 55 memiliki jumlah polong hampa yang relatif sama, dan lebih tinggi jika dibandingkan varietas Anjasmoro, Wilis, Tanggamus, Slamet dan galur lainnya. Walaupun mempunyai jumlah polong hampa banyak, KH 44 mempunyai produksi yang tinggi. Galur KH 40 dan KH 8 mempunyai jumlah polong hampa yang paling rendah tetapi relatif sama dengan varietas Anjasmoro dan Tanggamus.
Jumlah Biji Jumlah biji galur yang diuji yaitu KH 42 relatif sama dengan varietas Wilis dan Tanggamus, tetapi lebih banyak dari pada galur lain dan varietas pembanding Slamet dan Anjasmoro (Tabel 7). Jumlah biji berkorelasi kuat terhadap jumlah polong dan jumlah polong isi (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah polong isi menentukan banyaknya jumlah biji per tanaman.
31
Produksi Biji Per Tanaman Pada musim kedua galur KH 42 memiliki produksi biji per tanaman relatif sama dengan galur KH 58, KH 44, KH 40, KH 9, KH 10 dan KH 11 tetapi memiliki produksi biji lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding dan galur lainnya (Tabel 7). Seluruh galur cenderung mempunyai produksi biji per tanaman yang lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding Anjasmoro (kecuali galur KH 71) dan varietas pembanding lainnya. Produksi biji per tanaman pada musim kedua berkorelasi terhadap komponen bukan produksi tinggi tanaman dan jumlah cabang kecuali jumlah buku dan buku subur, juga terhadap komponen produksi yaitu jumlah polong, jumlah polong isi, jumlah biji kecuali terhadap ukuran biji (Tabel 8).
Tabel 8 Korelasi antar karakter kuantitatif pada musim kedua Karakter
TT
JC
JS
JB
JI
JP
JB
UB
**
JC -0,140 JS 0,188** -0,212** JB 0,173** -0,243** 0,940** JI 0,164** 0,351** -0,183** -0,220** JP 0,182** 0,347** -0,184** -0,221** 0,989** JB 0,104* 0,326** -0,199** -0,227** 0,704** 0,702** UB 0,176 -0,039 0,248 0,223 -0,031 -0,038 -0,189 PB 0,228** 0,205** -0,148** -0,177** 0,659** 0,652** 0,695** 0,245 Keterangan: * berkorelasi pada alpha 5%, **berkorelasi pada alpha 1% TT: Tinggi tanaman, JC: Jumlah cabang per tanaman, JS: Jumlah buku per tanaman, JI: Jumlah polong isi per tanaman, JP: Jumlah polong per tanaman, JB: Jumlah biji per tanaman, UB: Ukuran biji, PB: Produksi biji per tanaman
Hal ini berarti peningkatan produksi tidak mempengaruhi ukuran biji, jumlah buku tidak subur, dan jumlah buku subur. Sama halnya dengan musim pertama, pada pengamatan musim kedua, produksi biji per tanaman berkorelasi kuat terhadap jumlah polong isi dan jumlah biji per tanaman. Penelitian yang dilakukan oleh
Arsyad et al. (2007) menunjukkan bahwa perbedaan hasil antar galur
terutama berhubungan dengan tinggi tanaman dan ukuran biji. Berdasarkan hasil uji kontras orthogonal secara umum keempat belas galur mempunyai rata-rata produksi biji tiap tanaman (19,6 g) lebih tinggi daripada ratarata keempat varietas pembanding (16,1 g) dan lebih tinggi daripada varietas anjasmoro (17,3 g), Wilis (16,2 g), Tanggamus (Lampiran 12).
(15,4 g) dan slamet (15,4)
32
Tujuh galur mempunyai produksi biji lebih tinggi adalah KH 9, KH 10, KH 11, KH 40, KH 42, KH 44, dan KH 58, dibandingkan varietas Anjasmoro. Sedangkan galur KH 8, KH 28, KH 31, KH 35, KH 38, berproduksi sama dengan varietas Anjasmoro. Dibandingkan varietas Slamet, galur KH 9, KH 10, KH 11, KH 40, KH 42, KH 44, KH 55, KH 58, KH 71 mempunyai produksi biji lebih tinggi, sedangkan dengan galur lainnya berproduksi sama (Tabel 9).
Tabel 9
Perbandingan produksi biji per tanaman (g) antara galur (1) dengan varietas pembanding (2)
(1) KH 8 KH 9 KH 10 KH 11 KH 28 KH 31 KH 35 KH 38 KH 40 KH 42 KH 44 KH 55 KH 58 KH 71
17,7 20,5 20,2 20,1 18,7 19,0 18,3 19,4 21,0 23,1 22,3 17,5 19,9 17,1
(2) Anjasmoro 17,3 = > > > = = = = > > > = = =
Slamet 15,4 = > > > = = = = > > > > > >
Tanggamus 15,4 = > > > = = = = > > > = > =
Wilis 16,2 = > > > = = = = > > > = > =
Dibandingkan varietas tanggamus, galur KH 9, KH 10, KH 11, KH 40, KH 42, KH 44, KH 55, dan KH 58, mempunyai produksi biji lebih tinggi sedangkan dengan galur lainnya berproduksi sama. Galur KH 9, KH 10, KH 11, KH 40, KH 42, KH 44, dan KH 58, mempunyai produksi biji yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Wilis, dan galur lainnya mempunyai produksi sama.
Produksi Biji Per Petak Genotipe KH 58 mempunyai produksi per petak paling tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding maupun galur lainnya (Tabel 10). Urutan produksi tiap petak ini berbeda dengan urutan dugaan produksi tiap hektar berdasarkan petakan yang sudah terkoreksi. Berdasarkan jumlah tanaman yang sama dalam satu petak, galur KH 71 mempunyai produksi tiap hektar paling tinggi dengan
33
varietas pembanding maupun dengan genotipe lain. Hal ini terjadi karena KH 71 tumbuh pada petakan yang mempunyai kerapatan tanaman yang relatif rendah. Seperti pada musim pertama bahwa lahan yang efektif di tanami adalah 85%, varietas Anjasmoro pada percobaan ini mempunyai produksi yang lebih rendah daripada potensinya (Deptan 2011, Lampiran 3), tetapi untuk ketiga varietas pembanding lainnya berpotensi lebih tinggi pada percobaan ini dibandingkan dengan potensinya. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum kondisi lingkungan pada percobaan ini sangat mendukung. Tabel 10
Populasi tanaman per petak, produksi biji per hektar dan ukuran biji pada musim kedua
Genotipe
Petakan tidak terkoreksi Jumlah Produksi tanaman *) biji (g)
Petakan terkoreksi Ukuran Jumla Produksi biji Produksi biji (g/100biji) h (g) biji tanam (ton/ha) an KH8 232 4101,7 b 2,4 287 5074,0 def 2,9 16,8 bcde KH9 216 3593,7 ab 2,1 287 4774,9 cdef 2,8 15,5 b KH10 280 3539,0 ab 2,0 287 3627,5 ab 2,1 17,8 cdef KH11 252 3433,0 ab 1,9 287 3909,8 abc 2,3 17,0 bcde KH28 243 3878,3 ab 2,2 287 4580,6 bcdef 2,7 15,9 bc KH31 238 3884,3 ab 2,2 287 4684,1 cdef 2,7 19,5 f KH35 253 3203,7 a 1,9 287 3634,2 ab 2,1 16,5 bcd KH38 188 3521,3 ab 2,0 287 5375,7 ef 3,1 18,4 def KH40 269 4081,3 b 2,4 287 4354,4 abcde 2,5 15,7 b KH42 228 3741,3 ab 2,2 287 4709,5 cdef 2,7 17,3 bcde KH44 241 4064,7 b 2,4 287 4840,5 cdef 2,8 17,5 bcde KH55 236 3508,0 ab 2,0 287 4266,1 abc 2,5 16,0 bc KH58 246 4111,6 b 2,4 287 4796,9 cdef 2,8 17,3 bcde KH71 206 3961,0 ab 2,3 287 5518,5 f 3,2 18,7 ef Anjasmoro 202 3480,7 ab 2,0 287 4945,3 cdef 2,9 16,6 bcd Slamet 253 3825,7 ab 2,2 287 4449,5 abcde 2,6 12,3 a Tanggamus 287 3442,3 ab 1,9 287 3442,3 a 1,9 10,8 a Wilis 243 3767,3 ab 2,2 287 4339,8 abcde 2,5 10,7 a Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama adalah tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan dengan taraf kesalahan 5%, *) jumlah tanaman sesudah dipanen Produksi biji (ton/ha)
Ukuran Biji Berdasarkan kriteria Deptan (2007), pada musim kedua genotipe terbagi menjadi dua kategori yaitu yang berbiji sedang (10-12 g) yaitu varietas Tanggamus, Wilis, Slamet dan yang berbiji besar (≥ 14 g) untuk genotipe lainnya. Galur KH 31 mempunyai ukuran biji relatif sama dengan KH 38, KH 71, KH 10 dan lebih besar daripada varietas Anjasmoro, Wilis, Tanggamus, Slamet juga seluruh galur lainnya. Ukuran biji ditentukan oleh potensial genetik tanaman kedelai dan masih bisa berubah oleh kondisi lingkungan (Liu et al. 2010). Hasil
34
biji merupakan total fotosintat yang disimpan dalam biji, dan besarnya merupakan hasil perkalian antara laju akumulasi bahan kering di biji dengan periode pengisian biji dan jumlah biji (Harmida 2010). Analisis ragam gabungan antar musim menunjukkan bahwa terdapat interaksi antar musim dan genotipe sehingga analisis data dilanjutkan dengan uji kontras orthogonal, dilakukan pada produksi biji per tanaman dan ukuran biji. Secara umum ukuran biji (g/100 biji) keempat belas galur lebih besar yaitu 17,2 g/ 100 biji dari varietas pembanding Wilis (10,8 g/100 biji), Slamet (12,3 g/100 biji), Tanggamus (10,8 g/100 biji), dan sama dengan varietas pembanding Anjasmoro (16,6 g/100 biji) (Lampiran 12). Seluruh galur mempunyai biji yang besar karena seleksi sebelumnya dilakukan berdasarkan produksi dan ukuran biji (Suharsono et al. 2006, 2007; Jambormias et al. 2009). Galur KH 31, KH 38, KH 71, berbiji lebih besar daripada varietas Anjasmoro sedangkan galur lainnya sama dengan varietas Anjasmoro. Seluruh galur mempunyai ukuran biji lebih besar daripada varietas Slamet, Tanggamus dan Wilis (Tabel 11). Dengan meningkatnya ukuran biji galur harapan dibandingkan varietas Slamet sebagai salah satu tetuanya berarti bahwa hasil persilangan antara kultivar Slamet dan Nakhonsawan telah memperbaiki salah satu sifat varietas Slamet secara genetik. Tabel 11
Perbandingan ukuran biji (g/100 biji) antara galur (1) dengan varietas pembanding (2)
(1) KH 8 KH 9 KH 10 KH 11 KH 28 KH 31 KH 35 KH 38 KH 40 KH 42 KH 44 KH 55 KH 58 KH 71
16,8 15,5 17,9 17,0 15,9 19,5 16,5 18,5 15,7 17,4 17,5 16,0 17,3 18,7
(2) Anjasmoro 16,6 = = = = = > = > = = = = = >
Slamet 12,3 > > > > > > > > > > > > > >
Tanggamus 10,8 > > > > > > > > > > > > > >
Wilis 10,8 > > > > > > > > > > > > > >
35
Umur Panen Pada musim kedua, seluruh genotipe mempunyai umur panen adalah antara 80 HST dan 85 HST. Galur KH 40 mempunyai umur panen paling kecil yaitu 80 HST, sedangkan galur KH 8, KH 55, KH71, dan KH 9 mempunyai ukuran panen yang lebih tinggi. Berdasarkan umur panen kedelai dibedakan menjadi sangat genjah (<70 HST), genjah (70-79 HST), medium (80-85 HST), dalam (86-90 HST) dan sangat dalam (>90 HST) (Deptan 2007). Pada musim kedua ini semua galur maupun pembandingnya termasuk medium/sedang karena berumur sekitar 80 – 85 HST. Waktu panen musim kedua lebih cepat dibanding musim pertama kemungkinan disebabkan curah hujan pada musim kedua yang lebih rendah dibandingkan musim pertama. De sausa et al. (1997) melaporkan bahwa perlakuan kekeringan yang hanya diairi sampai umur berbunga (40 hari) mengakibatkan umur tanaman lebih genjah, ukuran biji lebih kecil, produksi menurun dengan perbedaan sangat nyata dibanding pengairan optimal. Selain curah hujan, lama penyinaran matahari juga mempengaruhi umur panen, karena kedelai termasuk tanaman hari pendek, tu adalah tanaman dapat berbunga apabila disinari cahaya 10 jam sampai 12 jam (Lambers et al. 1998). Hari yang panjang akan memperpanjang fase perkembangan vegetatif dan generatif (Sumarno dan Manshuri 2007). Umur panen yang lebih cepat juga diduga karena umur berbunga kedelai lebih cepat. Pada cabai juga demikian, umur berbunga cabai lebih cepat dapat menyebabkan umur panen lebih cepat (Syukur et al. 2010). Wiliam et al. (1995) melaporkan bahwa pada tanaman kedelai, umur panen pada musim kemarau (curah hujan rendah) relatif lebih cepat dibandingkan dengan musim hujan (curah hujan tinggi).
Umur Mulai Berbunga Umur mulai berbunga seluruh galur pada musim tanam kedua lebih cepat jika dibandingkan dengan varietas pembanding, dan galur KH 35, KH 42, KH 44 dan KH 58 berbunga lebih cepat dibandingkan genotipe lainnya (Lampiran 11). Jika dibandingkan antara musim tanam pertama dan musim tanam kedua, maka umur mulai berbunga musim tanam kedua lebih cepat dibandingkan musim
36
tanam pertama. Hal ini diduga karena curah hujan pada musim tanam kedua lebih rendah daripada musim pertama. Umur berbunga yang makin lama menyebabkan tanaman memiliki fase vegetatif panjang karena hasil metabolisme tanaman didistribusikan ke tempat lain, salah satunya ke batang tanaman (Susanto dan Adie 2008). Masa vegetatif yang lama dapat meningkatkan tinggi tanaman yang berhubungan dengan produksi biji kedelai dan melalui peningkatan jumlah polong dan buku produktif (Board et al. 1997). Susanto dan Adie (2006) dalam penelitiannya di Probolinggo, umur berbunga yang cepat dapat menurunkan hasil. Penurunan hasil tersebut diakibatkan oleh percepatan proses senescence dan pemendekan periode pengisian polong (de Sousa et al. 1997). Selain curah hujan, temperatur musim kedua (27,6°C) lebih tinggi jika dibandingkan musim pertama (27,1°C). Temperatur berhubungan dalam menentukan waktu berbunga dan pembentukan polong. Suhu hangat dapat mempercepat pembungaan dan pembentukan polong kedelai dan sebaliknya, suhu yang lebih dingin akan menghambat kedua proses tersebut (Adie et al. 2006).
Pengelompokan Genotipe Berdasarkan Produksi dan Ukuran Biji Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 13), karakter produksi biji per tanaman dan ukuran biji antar genotipe berbeda nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa karakter tersebut dapat digunakan sebagai pembeda antar kelompok. Pengelompokan galur kedelai berdasarkan kedua karakter tersebut menghasilkan tiga kelompok, baik pada musim pertama maupun musim kedua, sedangkan gabungan dua musim tanam menghasilkan tiga kelompok. Ke-18 genotipe pada musim pertama, dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok (Gambar 3 A). Kelompok satu terdapat pada kuadran 1, mempunyai ciri-ciri produksi biji per tanaman lebih dari varietas Anjasmoro dan ukuran biji besar, terdiri dari 15 genotipe adalah KH 8, KH 9, KH 10, KH 11, KH 28, KH 35, KH 38, KH 40, KH 42, KH 44, KH 55, KH 58, KH 71 varietas Slamet dan Wilis. Kelompok dua terdapat pada kuadran 2, mempunyai ciri-ciri produksi biji per tanaman kurang dari varietas Anjasmoro dan ukuran biji besar, terdiri dari satu genotipe adalah KH 31.
37
A.
45
KH 44 SLAMET
produksi biji per tanaman (g)
40
KH 58 KH 40 TANGGAMUS
KH 42
WILIS KH 55
35 KH 35
KH 9
KH 71
30
KH 38 KH 28 KH 11 KH 10
25
KH 8 ANJASMORO
KH 31
20 12
14
16
18 20 ukuran biji (g/100 biji)
22
24
24
B.
KH 42
23 produksi biji per tanaman (g)
KH 44
22 KH 40
21
KH 9
KH 10
KH 11
20
KH 38
KH 58
KH 31
19
KH 28 KH 35
18
KH 55
KH 8 ANJASMORO
17
KH 71
WILIS
16
SLAMET
TANGGAMUS
15 10
12
14 16 ukuran biji (g/100 biji)
18
34
C.
20
KH 44
produksi biji per tanaman (g)
32 KH 42
30
KH 40 SLAMET
KH 58
28 WILIS
26
KH 55 KH 9
TANGGAMUS
KH 35
24
KH 38
KH 28
KH 71 KH 11
KH 10 KH 8
22 20
KH 31
ANJASMORO
12
13
14
15 16 17 Ukuran Biji (g/100 biji)
18
19
20
21
Gambar 3 Pengelompokan 18 genotipe berdasarkan produksi dan ukuran biji A: musim pertama, B: musim kedua, C: gabungan musim pertama dan kedua
38
Kelompok tiga terdapat pada kuadran 4, mempunyai ciri-ciri produksi biji per tanaman lebih dari varietas Anjasmoro dan ukuran biji sedang, terdiri dari satu genotipe yaitu varietas Tanggamus. Pada musim kedua, ke-18 genotipe dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok (Gambar 3 B). Kelompok satu terdapat pada kuadran 1, mempunyai ciri-ciri produksi biji per tanaman lebih dari varietas Anjasmoro dan ukuran biji besar, terdiri dari 13 genotipe adalah KH 8, KH 9, KH 10, KH 11, KH 28, KH 31, KH 35, KH 38, KH 40, KH 42, KH 44, KH 55, KH 58. Kelompok dua terdapat pada kuadran 2, mempunyai ciri-ciri produksi biji per tanaman kurang dari varietas Anjasmoro dan ukuran biji besar, terdiri dari satu genotipe adalah KH 71. Kelompok tiga terdapat pada kuadran 3, mempunyai ciri-ciri produksi biji per tanaman kurang dari varietas Anjasmoro dan ukuran biji sedang, terdiri dari tiga genotipe yaitu varietas Tanggamus, Slamet dan Wilis. Pada gabungan dua musim tanam, ke-18 genotipe dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok (Gambar 3 C). Kelompok satu terdapat pada kuadran 1, mempunyai ciri-ciri produksi biji per tanaman lebih dari varietas Anjasmoro dan ukuran biji besar, terdiri dari 14 genotipe adalah KH 8, KH 9, KH 10, KH 11, KH 28, KH 31, KH 35, KH 38, KH 40, KH 42, KH 44, KH 55, KH 58, dan KH 71. Kelompok dua terdapat pada kuadran 4, mempunyai ciri-ciri produksi biji per tanaman lebih dari varietas Anjasmoro dan ukuran biji sedang, terdiri dari tiga genotipe adalah Tanggamus, Slamet, dan Wilis. Berdasarkan ketiga pengelompokan ini KH 40, KH 42, KH 44 dan KH 58 merupakan genotipe yang unggul sehingga keempat galur ini berpotensi untuk di daftarkan menjadi varietas nasional. Keempat galur tersebut berada dalam satu kelompok dengan ciri-ciri produksi lebih tinggi dari keempat varietas pembanding dan ukuran biji besar karena berasal dari nomor seleksi yang sama pada F2 dan F3, berarti mengindikasikan bahwa faktor genetik berpengaruh (Lampiran 14).
Interaksi Antar Musim dan Daya Adaptasi Produksi kedelai sangat dipengaruhi musim, genotipe dan interaksi antara genotipe dengan musim. Proporsi besarnya keragaman, secara berurutan disebabkan oleh faktor lingkungan, genotipe, dan interaksi genotipe x lingkungan.
39
Keadaan demikian sering terjadi pada analisa gabungan data hasil percobaan kedelai (Sumarno et al, 1983). Interaksi genotipe dengan lingkungan berguna untuk menentukan wilayah adaptasi suatu genotipe di lingkungan tertentu, menentukan adaptabilitas dan stabilitas suatu genotipe (Sneller et al. 1997) dan mengukur peran faktor lingkungan terhadap potensi genetik suatu genotipe (Vargas et al. 1998; Rao et al. 2002). Secara keseluruhan produksi biji per tanaman pada musim pertama lebih tinggi jika dibandingkan musim kedua. Hal ini kemungkinan disebabkan pada musim pertama curah hujan mencukupi (Lampiran 4 dan 5), sehingga tanaman kedelai tumbuh dengan baik terutama pada saat pengisian polong. Produksi biji di Majalengka lebih tinggi jika dibanding di daerah lainnya, bahkan produksi biji pada musim tanam kedua masih lebih tinggi dibandingkan di Bogor yang dilaporkan Atmaji (2005) pada uji daya hasil pendahuluan. Tanaman kedelai membutuhkan air terutama pada saat pertumbuhan vegetatif, pembungaan dan pengisian polong (Adie 1992). Pada musim kedua penelitian ini saat pertumbuhan vegetatif, pembentukan bunga dan pengisian polong, terjadi kekurangan air karena tidak cukup hujan dibandingkan musim pertama (Lampiran 4 dan 5). Pada periode pertumbuhan vegetatif 15 - 21 HST curah hujan total pada musim kedua adalah 13,58 mm lebih rendah dibanding musim pertama yaitu 51,7 mm. Pada periode pembungaan 25 – 40 HST pada musim kedua curah hujan total adalah 73,5 mm lebih rendah dari pada musim pertama adalah 329,8 mm. Pada periode pembentukan polong 50 – 70 HST curah hujan total pada musim kedua adalah 73 mm lebih rendah daripada musim pertama yaitu 184,9. Menurut Fattah et al. (2005) yang melakukan penelitian di Towalidah, pertumbuhan kedelai yang terhambat pada saat fase vegetatif sampai fase generatif (pembentukan polong) akibat kurangnya ketersediaan air menyebabkan penurunan produksi. Selanjutnya Kuswantoro & Arsyad (2001) bila saat pengisian polong, kedelai mengalami kekurangan air akan mempengaruhi produksi yang dicapai. Terjadinya kekurangan air pada jaringan tanaman walaupun dalam periode singkat dapat menurunkan aktivitas fotosintesis dan metabolisme yang berakibat langsung pada penurunan hasil (Nur et al. 2006).
40
Analisis ragam gabungan antar musim menunjukkan bahwa terdapat interaksi antar musim dan genotipe sehingga analisis data dilanjutkan dengan uji kontras orthogonal, dilakukan pada produksi biji per tanaman dan ukuran biji. Pada gabungan dua musim tanam empat galur mempunyai produksi biji lebih tinggi adalah KH 40, KH 42, KH 44, dan KH 58, dibandingkan rata-rata keempat varietas pembanding. Sedangkan galur KH 31 berproduksi lebih rendah dan galur lainnya sama dengan rata-rata keempat varietas pembanding (Tabel 12). Ukuran biji (g/100 biji) keempat belas galur lebih besar dari pada rata-rata keempat varietas pembanding (Tabel 12).
Tabel 12
Perbandingan produksi biji tiap tanaman (g) antara galur (1) dengan varietas pembanding (2) dan antara ukuran biji (g/100 biji) galur dengan varietas pembanding gabungan dua musim tanam
(1) KH 8 KH 9 KH 10 KH 11 KH 28 KH 31 KH 35 KH 38 KH 40 KH 42 KH 44 KH 55 KH 58 KH 71
(2) produksi biji per tanaman (g) 21,2 25,5 22,8 23,4 23,3 20,9 24,6 24,4 29,5 30,3 33,2 26,6 29,3 23,7
keempat varietas pembanding 25,5 Sama Sama Sama Sama Sama < Sama Sama > > > Sama > Sama
ukuran biji (g/100 biji) 19,3 19,2 19,7 19,9 18,8 20,6 18,8 20,6 18,5 19,9 19,5 17,5 19 19,7
keempat varietas pembanding 13,9 > > > > > > > > > > > > > >
Hasil analisis ragam gabungan produksi per tanaman memperlihatkan bahwa musim, genotipe dan interaksi genotipe dengan musim mempunyai pengaruh yang nyata terhadap semua peubah yang diamati (tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah buku tidak subur, jumlah polong isi, jumlah biji, produksi biji per tanaman dan ukuran biji) kecuali jumlah polong hampa tiap tanaman (Lampiran 13). Dengan demikian tingkat produksi kedelai akan sangat tergantung pada musim dan genotipe seperti juga telah dilaporkan
41
oleh Arsyad et al. (2006). Hasil yang sama juga terjadi pada cabai (Syukur et al. 2010), jagung manis (Hastini et al. 2008), dan singkong (Dixon et al. 1999). Menurut Rao dan Willey (1980) pada hakekatnya genotipe yang memiliki keragaman hasil yang kecil di beberapa lingkungan dan musim digolongkan sebagai genotipe yang stabil. Terdapat beberapa metode untuk menjelaskan dan
mengintrepretasikan
tanggap genotipe terhadap variasi lingkungan, salah satunya model additive main effect multiplicative interaction (AMMI), seperti yang telah dilakukan oleh Misra et al. (2009) pada millet (Eleusine coracana), dan Sujiprihati et al. (2006) pada jagung manis. Model AMMI merupakan suatu model gabungan dari pengaruh aditif pada analisis ragam dan pengaruh multiplikasi pada analisis komponen utama, sehingga mampu menjelaskan pengaruh genotipe dan interaksi genotipe x lingkungan dengan menggunakan pendekatan analisis komponen utama (Nur et al. 2007). Galur kedelai dengan skor KU (komponen utama) produksi biji tiap tanaman > 0 memperlihatkan respons positif (beradaptasi baik) pada musim pertama, sedangkan yang memiliki skor KU produksi biji tiap tanaman < 0 memperlihatkan respon positif pada musim kedua, begitu juga sebaliknya. Galur yang mempunyai jarak paling dekat dengan titik perpotongan nol dianggap memiliki adaptasi yang baik pada musim pertama dan musim kedua (Samonte et al. 2005). Berdasarkan analisis AMMI, KH 44, Wilis, Slamet, Tanggamus, KH 55, KH 58, KH 40 sesuai ditanam pada musim pertama, mempunyai produksi biji per tanaman lebih tinggi dari rata-rata produksi per tanaman, sedangkan Anjasmoro, KH 8, KH 31, KH 38, KH 10, KH 11, KH 28, KH 9 sesuai ditanam pada musim kedua mempunyai produksi biji per tanaman lebih kecil dari rata-rata produksi biji per tanaman (Gambar 4). Sedangkan galur KH 42, KH 35, KH 71 sesuai ditanam pada dua musim tanam. Galur KH 44 mempunyai produksi per tanaman yang lebih tinggi daripada produksi rata-rata tetapi hanya cocok ditanam pada musim pertama, sedangkan galur KH 42 mempunyai produksi per tanaman yang lebih tinggi dari rata-rata produksi per tanaman dan dapat beradaptasi baik ditanam
42
pada dua musim tanam. Galur KH 71 dan KH 35 meskipun beradaptasi baik di dua musim tanam tetapi produksi per tanaman di bawah rata-rata walaupun lebih tinggi daripada varietas Anjasmoro (Gambar 4). Genotipe yang hasilnya cenderung baik bila diadaptasikan pada daerah tertentu dapat dipertimbangkan untuk dilanjutkan pengujiannya dengan tujuan untuk mendapatkan varietas unggul spesifik lokasi, seperti KH 44 yang merupakan genotipe yang tidak beradaptasi baik (spesifik lingkungan) pada dua musim tanam tapi dapat beradaptasi pada musim tanam pertama. Terdapat beberapa keuntungan yang diperoleh dari varietas unggul spesifik wilayah antara lain: (1) efisiensi penggunaan dana dan waktu, (2) memperbanyak varietas unggul baru yang dilepas dan dapat menjadi unggulan suatu wilayah, (3) peningkatan produksi akan meningkatkan produkvitas nasional, (4) dapat menekan harga bibit/benih, (5) dapat terbentuk regional buffering yang sangat diperlukan untuk meredam meluasnya hama dan penyakit tanaman, (6) memberikan pilihan alternatif varietas yang cukup bagi petani, dan (7) memanfaatkan potensi kekayaan alam dengan baik (Baihaki & Wicaksana (2005). 4 M1
KU Produksi biji tiap tanaman
3 Slamet
2 Tanggamus Wilis
1
KH55
0 -1
KH71 KH8 Anjasmoro KH31
-2 -3
KH28 KH10
M2
KH44 KH58 KH40 KH42
KH35
KH38 KH9 KH11
Mean = 25,6 g
-4 20.0
22.5
25.0 27.5 30.0 Produksi biji tiap tanaman (g)
32.5
35.0
Gambar 4 Biplot pengaruh interaksi model AMMI1 untuk data produksi biji tiap tanaman Genotipe yang stabil didukung oleh fenotipe dari karakter pertumbuhan dan komponen hasil yang lain seperti tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah polong isi, dan jumlah biji. Genotipe KH 42 memiliki jumlah buku
43
subur dan buku tidak subur yang tidak stabil namun tidak mempengaruhi kestabilan hasilnya, karena komponen lain, terutama jumlah biji dan jumlah polong isi tergolong stabil. Karakter Kualitatif Karakter kualitatif diamati hanya dalam satu musim, hal ini disebabkan karena hanya dikendalikan oleh sedikit gen sehingga akan sama untuk musim pertama dan musim kedua. Semua galur yang diuji mempunyai warna bunga ungu sama dengan varietas pembanding Anjasmoro, Wilis, Tanggamus dan Slamet (Lampiran 15, dan Lampiran 16). Berdasarkan deskripsi IBPGR (1984), dan Deptan (2007), semua galur memiliki tipe tumbuh determinate. Varietas pembanding Anjasmoro, Slamet dan Wilis juga memiliki tipe tumbuh determinate, sedangkan Tanggamus tipe tumbuhnya semi determinate. Kedelai tipe determinate mengakumulasi 70%-80% bobot kering sebelum berbunga, tipe indeterminate relatif lebih lama periode juvenilnya dibanding tipe determinate (Sinha 1977). Hasil penelitian Susanto dan Adie (2008) menyimpulkan bahwa varietas kedelai yang berdaya hasil tinggi dicirikan oleh sifat tipe tumbuh determinate, distribusi cahaya dalam tajuk tanaman baik, serta memiliki periode pengisian biji efektif yang panjang dan laju pengisian biji tinggi. Sebagian besar galur memiliki warna bulu batang coklat muda yaitu KH 8, KH 9, KH 11, KH 28, KH 35, KH 38, KH 40, KH 42, KH 58, KH 71 sama dengan varietas pembanding Tanggamus dan coklat tua yaitu KH 11, KH 40 KH 55 sama dengan varietas pembanding Slamet dan Wilis. Varietas pembanding Anjasmoro mempunyai warna bulu batang putih (Lampiran 15 dan 16). Tipe percabangan galur adalah tegak (KH 8, KH 35, KH 40, KH 42, KH 44, KH 55 KH 58) dan agak tegak (KH 9, KH 10, KH 11, KH 28, KH 31, KH 38, KH 71), sedangkan varietas pembanding Anjasmoro, Slamet, dan Tanggamus tipe percabangannya tegak, dan Wilis tipe percabangannya agak tegak. Tipe percabangan kedelai pada umumnya tegak tapi di China tipe percabangan kedelainya agak tegak (Sinha 1977).
44
Galur memiliki bentuk daun lanset yaitu KH 8, KH 9,KH 31, KH 40, KH 55, KH 58, KH 71 sama dengan varietas pembanding Wilis dan Tanggamus. Galur lainnya memiliki bentuk daun oval meruncing yaitu KH 10, KH 11, KH 28, KH 38, KH 42, KH 44 sama dengan varietas pembanding Anjasmoro dan Slamet. Bentuk daun pada tanaman kedelai diduga memiliki efek pleitropi terhadap beberapa komponen hasil. Daun lancip cenderung mempunyai jumlah polong dan hasil yang lebih tinggi daripada bentuk daun oval.
Bentuk daun oval minimal
dikendalikan oleh satu gen yang bersifat dominan mengikuti segregasi Mendel dengan nisbah 3 : 1 pada generasi F2 (Susanto dan Adie 2008). Kategori ukuran daun berdasarkan deskripsi IBPGR (1984) dan Deptan (2007) adalah kecil (luas daun < 70 cm2), sedang (luas daun antara 71 sampai 149 cm2) dan lebar (luas daun lebih dari 150 cm2). Galur KH 8, KH 9, KH 10,KH 11, KH 28, KH 31, KH 38, KH 55 memiliki ukuran daun kecil, sama dengan varietas pembanding Slamet, Wilis dan Tanggamus. Sedangkan galur lainnya memiliki daun berukuran sedang sama dengan varietas pembanding Anjasmoro. Tanaman kedelai berdaun sedang sampai lebar menyerap sinar matahari lebih banyak daripada yang berdaun kecil. Namun keunggulan tanaman berdaun kecil adalah sinar matahari akan lebih mudah menerobos di antara kanopi daun sehingga memacu pembentukan bunga. Kategori intensitas warna hijau daun berdasarkan deskripsi IBPGR (1984) dan Deptan (2007) adalah hijau muda, hijau dan hijau tua. Semua galur memiliki intensitas warna daun hijau sama halnya dengan varietas pembanding kecuali varietas pembanding Wilis yang intensitas daunnya adalah hijau tua. Galur KH 8, KH 9, KH 10, KH 11, KH 28, KH 31,KH 35, KH 38, KH 55, KH 71 memiliki intensitas warna coklat yang kuat pada polongnya sama dengan varietas pembanding Slamet, sedangkan galur yang diuji yaitu KH 40, KH 42, KH 44, KH 58 mempunyai intensitas warna coklat sedang pada polongnya, sama dengan varietas pembanding Wilis dan Tanggamus, berbeda dengan varietas pembanding Anjasmoro yang memiliki intensitas warna coklat lemah pada polongnya. Kategori bentuk biji berdasarkan deskripsi IBPGR (1984) dan Deptan (2007) adalah bulat, bulat pipih, lonjong, lonjong pipih. Galur yang memiliki
45
bentuk biji lonjong adalah KH 8, KH 9, KH 10, KH11,KH 28,KH 31, KH 35, KH 55 yang sama dengan varietas pembanding yaitu varietas Slamet, Wilis dan Tanggamus. Galur KH 38, KH 40, KH 42, KH 44, KH 58, KH 71 memiliki bentuk biji bulat sama dengan varietas pembanding Anjasmoro. Warna kulit biji tumbuh berdasarkan deskripsi IBPGR (1984) dan Deptan (2007) dibedakan menjadi kuning muda, kuning, kuning tua, kuning hijau, hijau kuning, coklat muda, coklat, coklat tua, dan hitam. Seluruh galur memiliki warna kulit biji kuning sama dengan ke-4 varietas pembanding yaitu Anjasmoro, Slamet, Wilis dan Tanggamus. Kecerahan kulit biji berdasarkan deskripsi IBPGR (1984) dan Deptan (2007) dikelompokkan menjadi tidak mengkilap dan mengkilap. Galur yang kulit bijinya tidak mengkilap adalah KH 10, KH 28, KH 31, KH 38,KH 40, KH 42, KH 44, KH 58 yang sama dengan varietas pembanding Wilis, Tanggamus, Slamet, sedangkan galur memiliki kecerahan kulit biji mengkilap adalah KH 8, KH 9, KH 11, KH 35, KH 55, KH 71 sama dengan varietas pembanding Anjasmoro. Kategori warna hilum berdasarkan deskripsi IBPGR (1984) dan Deptan (2007) adalah putih, kuning, coklat muda, coklat tua, agak hitam, dan hitam. Seluruh galur memiliki warna hilum coklat muda yang sama dengan warna hilum varietas pembanding Anjasmoro, sedangkan varietas pembanding Slamet, Wilis dan Tanggamus warna hilumnya coklat tua.
Kandungan Protein dan Lemak Semua galur memiliki kandungan protein berkisar antara 33,3% - 38,3%. Galur KH 55 mempunyai kandungan protein yang paling tinggi yaitu 38,3%, sedangkan galur yang paling rendah kandungan proteinnya adalah KH 31 yaitu 33,3%. Jika dibandingkan varietas pembanding Anjasmoro, semua galur mempunyai kandungan protein yang lebih rendah. Galur KH 55 (38,3%) mempunyai kandungan protein yang sama dengan varietas pembanding Tanggamus (38,3%) dan Slamet (38,2%) (Lampiran 17). Kadar protein dan lemak pada penelitian ini adalah varietas Anjasmoro (35,6-40,3%; 15,5-17,6%), Slamet (32,6-38,2%; 17,4-19,8%), Tanggamus (33,738,3%;17,5-19,9%) dan Wilis (31,4 – 35,8%; 15,9-18,2%) jika dibandingkan
46
dengan deskripsi varietas unggul menurut Suhartina (2005), kadar protein varietas Anjasmoro adalah 41,8-42,1% kadar lemak 17,1-18,6%, varietas Wilis mempunyai kadar protein 37,0% dan kadar lemak 18,0%, varietas Slamet kadar protein 34,0% dan kadar lemak 15,0%, varietas Tanggamus kadar protein 44,5% dan kadar lemak 12,9%, maka kadar protein dan lemak varietas pembanding lebih tinggi daripada kadar protein dan kadar lemak pada penelitian ini. Galur KH 31, KH 8, KH 10, KH11, KH 28, KH 35, KH 40, KH 44, KH 55, KH 58 dan KH 71 mempunyai kandungan lemak lebih tinggi dari pada ke-4 varietas pembanding yaitu Anjasmoro, Tanggamus, Wilis dan Slamet, sedangkan galur KH 42 (14,7%) dan KH 38 (17,82%) memiliki kandungan lemak lebih rendah daripada keempat varietas pembanding (Tabel 13). Tabel 13 Kandungan protein dan lemak biji kedelai Genotipe
Kandungan protein (%)
Kandungan lemak (%)
KH 8 KH 9 KH 10 KH 11 KH 28 KH 31 KH 35 KH 38 KH 40 KH 42 KH 44 KH 55 KH 58 KH 71 Tanggamus Wilis Slamet Anjasmoro
37,61 34,92 34,03 34,53 33,93 33,31 34,31 35,92 36,23 35,21 36,66 38,28 36,69 36,82 38,26 35,80 38,24 40,37
21,91 19,84 20,40 21,49 20,46 21,60 21,84 17,82 20,08 14,70 19,68 21,70 22,02 22,97 19,85 18,18 19,84 17,56
Kandungan lemak dan protein biji kedelai berhubungan dengan viabilitas benih dan nilai gizi kedelai. Benih kedelai yang memiliki kadar protein tinggi yaitu sekitar 37%, memungkinkan benih menyerap dan menahan uap air yang banyak. Selain protein, benih kedelai mengandung lemak cukup tinggi yaitu antara 17% sampai 20% yang memungkinkan terjadinya kerusakan (Tatipata 2010). Semakin tinggi protein biji kedelai maka semakin tinggi kadar protein
47
tempe yang dihasilkan. Penelitian menggunakan kedelai varietas Argomulyo (kadar protein = 39,4%), Jayawijaya (39%), Ringgit (39%), Pangrango (39%) , dan Tampomas (34%) menghasilkan tempe dengan kadar protein 27,70-30,60% (Antarlina et al. 2003). Kedelai mengandung protein lebih tinggi dibandingkan tanaman pangan lainnya, namun kualitas proteinnya memiliki kelemahan karena rendahnya kandungan asam amino sistein dan methionin. Protein kedelai sebagian besar (70 %) berupa protein tersimpan, yang didominasi oleh β-congglycinin dan glycinin. Glycinin memiliki kandungan sistein dan methionin 3-4 kali lebih banyak dibanding β-congglycinin dan antara kedua protein tersimpan tersebut memiliki korelasi negatif (r=0,92). Protein tersimpan memiliki fungsi yang menguntungkan bagi kesehatan manusia yaitu mengurangi serum kolesterol, mencegah penyakit kardiovaskular dan meningkatkan serum insulin (Adie et al. 2006).
48
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pada musim pertama seluruh galur mempunyai produksi biji per tanaman yang sama dengan keempat varietas pembanding tapi mempunyai ukuran biji yang lebih besar dari keempat varietas pembanding. Pada musim kedua seluruh galur mempunyai produksi biji per tanaman yang lebih tinggi daripada keempat varietas pembanding dan ukuran biji yang lebih besar dari keempat varietas pembanding. Galur yang diuji dapat beradaptasi lebih banyak di musim kedua dibandingkan di musim pertama. Pada musim pertama KH 44 mempunyai produksi biji yang lebih tinggi daripada keempat varietas pembanding. Semua galur lebih tinggi produksi bijinya dibanding varietas Anjasmoro, kecuali KH 9, KH 10, KH 11 dan KH 31, sama dengan varietas Anjasmoro. Terdapat tiga galur yang produksinya sama dengan keempat varietas pembanding yaitu KH 40, KH 42 dan KH 58. Galur KH 28, KH 35 dan KH 38, produksinya sama dengan varietas Tanggamus. Pada musim kedua, terdapat enam galur yang produksi bijinya lebih tinggi dari keempat varietas pembanding yaitu KH 9, KH 10, KH 11, KH 40, KH 42 dan KH 44. Galur KH 9, KH 10, KH 11, KH 40, KH 42, KH 44 lebih tinggi produksi bijinya daripada varietas Anjasmoro, sedangkan galur lainnya sama. Galur KH 55, KH 58 dan KH 71 lebih tinggi dari varietas Slamet. Pada gabungan dua musim tanam, galur KH 40, KH 42, KH 44 dan KH 58 lebih tinggi produksi bijinya dan ukuran bijinya lebih besar daripada keempat pembanding. Galur KH 42 menampilkan hasil tinggi dan beradaptasi baik di dua musim tanam. Galur KH 40, KH 44, KH 58 menampilkan hasil tinggi dan beradaptasi baik di musim tanam pertama.
Saran Galur KH 40, KH 42, KH 44, dan KH 58 berpotensi untuk dijadikan varietas unggul baru. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap galur-galur harapan kedelai tersebut pada tempat dan kondisi yang berbeda, sehingga dapat dimantapkan sebagai calon varietas unggul.
49
DAFTAR PUSTAKA
Adie MM. 1992. Interaksi genotipe x lingkungan pada seleksi kedelai [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Adie MM, Susanti GWA, Riwanodja. 2006. Ragam hasil biji per tanaman dari beberapa varietas kedelai. Di dalam: Produksi kacang-kacangan dan umbiumbian. Bogor: Pusat Penelitian dan Tanaman Pangan. Adie MM, Krisnawati A. 2007. Biologi tanaman kedelai. Di dalam: Kedelai, Teknik Produksi dan Pengembangan hal 45-73, Bogor: Pusat Penelitian dan Tanaman Pangan. Adnan AM. 2000. Ketahanan beberapa varietas kedelai terhadap nematoda puru akar (Meloidogyne incognita). Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan 12:11-16. Akmal. 1999. Pengaruh perbedaan ketinggian tempat dan panjang hari terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa genotipe kedelai [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Allard RW. 1960. Principles of Plant Breeding. New York: Willey and Sons. Antarlina SS, Ginting E, Utomo JS. 2003. Kualitas tempe kedelai unggul selama penyimpanan beku. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 22:106−113. Arsyad DM, Nur A, 2006. Analisis AMMI untuk stabilitas hasil galur-galur kedelai di lahan kering masam, Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 25: 78-84. Arsyad DM, Kuswantoro H, Purwantoro. 2007. Kesesuaian varietas kedelai di lahan kering masam. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 26:26-31. Astanto K, Trustinah, Purnomo J, Swasono B. 2007. Interaksi genotipe dengan lingkungan dan implikasinya dalam pemilihan galur harapan kacang tanah. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 26:167-173 Atmaji BP. 2005. Uji daya hasil delapan galur harapan kedelai hasil persilangan kultivar Slamet dengan Nakhonsawan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Atman 2006. Budidaya kedelai di lahan sawah Sumatera Barat. J Il Tambua 5:288-296. Baihaki AN, Wicaksana. 2005. Interaksi genotipe x lingkungan, adaptabilitas, dalam pengembangan tanaman varietas unggul di Indonesia. Zuriat 16:1-8. [Balitkabi] Balai Penelitian Kacang-kacangan dan umbi-umbian 2011. Pengembangan sistem perbenihan kedelai berbasis komunitas. http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/id/hasil-penelitian-utama [5 Juli 2011].
50
Bastanta ES. 2004. Seleksi dan uji kemantapan genetik galur-galur kedelai generasi S5 (F7) hasil persilangan Slamet x Nokonsawon [skripsi]. Bogor: Departemen Biologi IPB, Institut Pertanian Bogor. Board JE, Kang MS, Harville, 1997. Path analysis identify selection criteria for yield of late planted soybean. Crop Sci 37:879-884. Bunce JA, Paterrson DT, Peet MM. 1977. Light acclimation during and after leaf expantion in soybean. Plant Physiol 60:255-258. Burton JW. 1997. Soyabean (Glycine max (L) Merr). Field Crops Research 53:171-186. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Tabel luas panen, produktivitas kedelai seluruh propinsi. http//www,bps,go,id/tnmn_pgn,php?eng=0. [13 Maret 2011 ] Calvino PA, Sadras VO. 1999. Interannual variation in soybean yield: interaction among rainfall, soil depth and crop management. Field Crops Research 63: 237-246. Carlson JB. 1973. Morpgology. In Caldwell BE ed. Soybean: Improvement, Production and Used. New York: ASA inc Madison Pub. Cooper R L. 2003. A Delayed flowering barrier to higher soybean yields. Field Crops Research 82:27-35. Da Motta FS. 1978. Soyabean and weather. Geneva: Secretariat of World Meteorological Organization. Dasumiati. 2003. Seleksi untuk peningkatan produksi biji kedelai dari generasi seleksi 1 (F3) dan seleksi 2 (F4) hasil persilangan varietas Slamet x Nokonsawon [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB, Institut Pertanian Bogor. de Sousa PI, Egli DB, Bruening WP. 1997. Water stress during seed filling and leaf senescence in soybean. Agron J. 89:807:812. [Deptan] Departemen Pertanian. 2007. Panduan pengujian individual kebaruan, keunikan, keseragaman dan kestabilan kedelai (Glycine max L. Merr). http//www,deptan,go,id [10 Oktober 2010 ]. [Deptan] Departemen Pertanian. 2010. Teknologi budidaya kedelai (Glycine max L. Merr). http//www,deptan,go,id [13 Maret 2011 ]. [Deptan] Departemen Pertanian. 2011. Daftar varietas unggul kedelai, http://pangan.litbang.deptan.go.id/index.php?bawaan=varietas/gerbang&pro ses=daftarstok&komoditas=05025&varietas=1 [05 Juli 2011].
51
[Distan Kab. Majalengka]. Dinas Pertanian. 2011. Kedelai. http://distan, majalengka kab,go,id/index,php?mod=Public&act=viewDetail&ref=10117 [5 April 2011]. Dixon AGO, Nukenine EN. 1999. Genotype x environment interaction and optimum resource allocation for yield and yield components of cassava. Afri Cr Sci J. 8: 1-10. Evita. 2010. Respons tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) terhadap cekaman air. Percikan 111:1-4. [FAO STAT] Food and Agriculture Organization of The United Nation Statistics. 2011. The agricultural production, http://www,fao,org/corp/statistics/en/[13 Maret 2011]. Fattah A, Nur A, Arsyad DM. 2005. Uji daya hasil beberapa galur harapan kedelai di Sulawesi Selatan. J Agrivigor. 5:85-91. Ginting E, Antarlina SS, Widowati S. 2009. Varietas unggul kedelai untuk bahan baku industri pangan. J Litbang Pertanian. 28:79-86. Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Jakarta: UI-Press. Hardjowigeno. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo. Harmida. 2010. Respons pertumbuhan galur harapan kedelai pada lahan masam. J penelitian sains. 13:40-48. Hastini T, Anggia EP, Putra RY, Farida, Ruswandi N, Rostini, Ruswandi D. 2008. Seleksi hibrida top cross jagung manis SR UNPAD di tiga lokasi di jawa barat berdasarkan stabilitas dan adaptabilitas. Zuriat. 19:60-69. Hilmayanti I, Dewi W. Murdaningsih, Rahardja M, Rostini N, Setiamiharja R. 2006. Pewarisan karakter umur berbunga dan ukuran buah cabai merah (Capsicum annuum L). Zuriat 17:86-93. [IBPGR] International Board For Plant Genetic Resources. 1984. Descriptors For Soybean. Rome: IBPGR Secretariat. Jambormias E. 2004. Seleksi produksi biji dan ukuran biji kedelai (Glycine max L. Merril) generasi seleksi F5 dan F6 persilangan varietas Slamet X Nokonsawan (dengan pendekatan kuantitatif) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Jambormias E, Sutjahjo HS, Jusuf M, Suharsono. 2007. Keragaan dan keragaman genetik sifat-sifat kuantitatif kedelai (Glycine max L. Merril) pada generasi seleksi F6 persilangan varietas Slamet x Nokonsawon. Bul. Agron.35:168175.
52
Kartono. 2005. Persilangan buatan pada empat varietas kedelai. Buletin Teknik Pertanian. 2:49-52. Kuswantoro H, Arsyad DM. 2001. Identifikasi kedelai toleran kekeringan. Di dalam: Produksi kacang-kacangan dan umbi-umbian. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Lambers H, Chapin III FS, Pons TL. 1998. Plant Physiological Ecology. New York: Springer. Levitt. 1980. Respons of plant to environmental stress, water, radiation, soil and other stresses. New York: Academic Press. Liu B, Liu XB, Wang C, Li YS, Jin J, Herbert SJ. 2010. Soybean yield and yield component distribution across the main axis in response to light enrichment and shading under different densities. Plant Soil Environ. 8:384-392. Misra RC, Das S, Patnaik MC. 2009. AMMI model analysis of stability and adaptability of late duration finger millet (Eleusine coracana) genotypes. Applied Sci J. 6:1650-1654. Musa MS. 1978. Ciri kestatistikan beberapa karakter agronomi suatu bahan kegenetikaan kedelai (Glycine max (L.) Merr.) [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Nur A, Isnaeni M, Iriany RN, Takdir AM. 2007. Stabilitas komponen hasil sebagai indikator stabilitas hasil genotipe jagung hibrida. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 26: 106-113. Nurlianti, Mugnisjah WQ, Djoefriez MHB, Syamsudin E. 2003. Penciri sifat agronomic kedelai yang dapat beradaptasi di lahan basah. Bul Agron. 31:4756. Paserang AP. 2003. Seleksi untuk peningkatan produksi kedelai dari generasi F2 hasil persilangan beberapa varietas dan galur [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rao M, Mullinix BG, Rangappam, Cebert E, Bhagsan AS, Sapra VT, Joshi JM, Dadson RB. 2002. Genotype x environment interactions and yield stability of food-grade soybean genotypes. Agron J 94:72-80. Rao MR, Willey. 1980. Evaluation of yield stability in intercropping studies on shorgum/pigeonpea. Experimental Agric 16 :1105-1116. [Ristek]. 2008. Keunggulan Varietas Kedelai Lokal, http://www,ristek,go,id/[ 5 April 2011]. Samonte SO, Wilson PB, McClung AM, and Edley JC. 2005. Targeting cultivars onto rice growing enviroments using AMMI and SREG GGE biplot analyses. Crop Sci 45:2414 – 2424.
53
Sheaffer CC, Orf JH, Devine TE, Jewelt JG. 2001. Forages, yield and quality of forage soybean. J Agron 93:99-106. Simanjuntak D. 2005. Peranan trichoderma, micoriza dan posfat terhadap tanaman kedelai pada tanah sangat masam (humitropets). J Litbang Pertanian 3:3542 Sinha SK. 1977. Food legumes, distribution, adaptability and biology of yield. Rome: Food and Agriculture Organization. Sneller CH, Norquest KL, Dombek D. 1997. Repeatability of yield stability statistics in soybean. Crop Sci 37:383-390. Sudjudi, Untung S, Gaffar A. 2006. Keragaan agronomis beberapa varietas unggul baru kedelai pada lahan sawah di Lombok. Mataram: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB Suharsono, Jusuf M, Paserang AP. 2006. Analisis ragam, heritabilitas, dan pendugaan kemajuan seleksi populasi F2 dari persilangan kedelai kultivar Slamet x Nokonsawon. J Tanaman Tropika 9:86-94. Suharsono, Jusuf M, Dasumiati. 2007. Analisis ragam, dan seleksi populasi F3 dari persilangan kedelai kultivar Slamet x Nokonsawon. J Tanaman Tropika 10: 21-28. Suhartina. 2005. Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian. Malang: Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Sujiprihati S, Syukur M, Yunianti R, 2006. Analisis stabilitas hasil tujuh populasi jagung manis menggunakan metode Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI). Bul Agron 34:93–97. Sumarno, Arsyad DM, Dimyati A.1983. Pembentukan varietas unggul kedelai ”Wilis”. Bul Agron.15:21-31 Sumarno, Manshuri. 2007. Persyaratan tumbuh dan wilayah produksi kedelai di Indonesia. Di dalam: Kedelai, teknik produksi dan pengembangan hal 74101. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Susanto GWA, Adie MM. 2006. Sidik lintas dan implikasinya pada seleksi kedelai. Di dalam: Produksi kacang-kacangan dan umbi-umbian. Bogor: Pusat Penelitian dan Tanaman Pangan. Susanto GWA. Adie MM. 2008. Pola pewarisan karakter bentuk daun tanaman kedelai. J Agrivigor 8:10-14. Suyamto, Adisarwanto T. 2006. Evaluasi galur kedelai toleran kekeringan. Di dalam: Produksi kacang-kacangan dan umbi-umbian. Bogor: Pusat Penelitian dan Tanaman Pangan.
54
Syatrianti AS, Manurung JP, Akmal. 2008. Pertumbuhan, produksi dan mutu benih kedelai dengan simulasi deraan curah hujan pada fase reproduktif. J. Agrivigor 7:206-213 Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R, Kusumah DA. 2010. Evaluasi daya hasil cabai hibrida dan daya adaptasinya di empat lokasi dalam dua tahun. J Agron Indonesia 38:43-51. Tatipata A. 2010. Perubahan asam lemak selama penyimpanan benih kedelai (Glycine max L. Merr) dan hubungannya dengan viabilitas benih. J Agron Indonesia 38:30-35. Van Steenis JJ. 1997. Flora. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Vargas M, Sayrek, Reynolds M, Ramirez ME, Talbot M. 1998. Interpreting genotype x environment interaction in wheat by partial least square regression. Crop Sci 38:379-689. Widyawati W. 2008. Kajian perkembangan varietas unggul dan perbenihan kedelai (glycine max (L) Merrill) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Wiliam E, Koesrini, Sabran. 1995. Daya hasil beberapa genotipe kedelai di lahan pasang surut bertanah sulfat masam. Banjarbaru: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Yullianida, Susanto GWA. 2006. Karakteristik hasil galur-galur kedelai umur genjah. Di dalam: Produksi kacang-kacangan dan umbi-umbian. Bogor: Pusat Penelitian dan Tanaman Pangan.
55
Lampiran 1 Deskripsi sifat varietas pembanding (Deptan 2011)
SK Tahun Tetua Potensi Hasil
Pemulia
Nama galur Warna hipokotil Warna epikotil Warna daun Warna bulu Warna bunga Warna polong masak Warna kulit biji Warna hilum Tipe pertumbuhan Bentuk daun Ukuran daun Perkecambahan Tinggi tanaman Jumlah cabang Jumlah buku pada batang utama Umur berbunga Umur masak Berat 100 biji Kandungan protein Kandungan lemak Ketahanan terhadap kerebahan Ketahanan terhadap karat daun Ketahanan terhadap pecah polong Keterangan lain
Anjasmoro 537/Kpts/TP.240/10/200 1 tanggal 22 Oktober 2001 2001
Wilis TP 240/519/Kpts/7/1983 tanggal 21 Juli 1983 1983
Seleksi massa dari populasi galur murni MANSURIA
Seleksi keturunan persilangan Orba x No. 1682
Hasil persilangan Dempo x Wilis
2.25-2.30 ton/ha Takashi Sanbuichi. Nagaaki Sekiya. Jamaluddin M. Susanto. Darman M.Arsyad. Muchlish Adie MANSURIA 395-49-4 Ungu Ungu Hijau Putih Ungu
1.60 ton/ha
2.26 ton/ha
Sumarno. Darman M. Arsyad. Rodiah. Ono Sutrisno
Sunarto. Noor Farid. Suwarto
B 3034 Ungu Hijau Hijau-hijau tua Coklat tua Ungu
T33 (UNSOED 1) Ungu Ungu Hijau Kuning Ungu
Coklat muda
Coklat tua
Coklat
Kuning Kuning kecoklatan
Kuning Coklat tua
Determinate
Determinate
Oval Lebar 76-78% 64-68 cm 2.9-5.6
Slamet
1995
Tanggamus 536/Kpts/TP.240/10 /2001 tanggal 22 Oktober 2001 2001 Hasil persilangan tunggal antara varietas Kerinci dengan No.3911 1.22 ton/ha Darman M.Arsyad. M.Muchlish Adie. Heru Kuswantoro. Purwantoro K.3911-66 Ungu Hijau Coklat Ungu
Kuning Coklat tua Determinate
Determinate Lanceolate Sedang
40-50 cm
65 cm
67 cm
35.7-39.4 HST 82.5-92.5 HST 14.8-15.3 g
Kurang lebih 39 HST Kurang lebih 88 HST Kurang lebih 10 g
37 HST 87 HST 12.5 g
11.0 g
42%
37%
34%
38%
17 – 19%
18%
15%
13%
Tahan
Tahan rebah
Tahan
Tahan
Sedang
Agak tahan penyakit karat dan virus
Agak tahan terhadap penyakit karat
Moderat terhadap penyakit karat daun
12.9-14.8
Tahan
Tahan Sesuai untuk tanah masam
56
Lampiran 2 Hasil analisis tanah
pH 1:1
Walkley &Black
Kjed hal
HCl 25%
Bray I
N NH4OAc pH 7.0
N KCl
0.05 N HCl
Tekstur
KB H2O
5.9
KCl
5.00
(%)
NTota l (%)
1.43
0.14
C-org
P
Ca
Mg
(ppm) 6.8
65.3
K
Na
KTK
(me/100g) 4.36
2.90
0.27
0.39
Al (%)
15.28
51.83
H
Fe
(me/100g) tr
0.12
Cu
Zn
Mn
Pasir
(ppm) 9.12
1.40
1.96
Debu
Liat
(%) 57.66
36.93
45.30
17.77
57
Lampiran 3 Gambar tipe-tipe daun dan percabangan kedelai (IBPGR 1984)
58
Lampiran 4 Curah hujan harian tahun 2009 Tgl/Bln
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
1
1.0
-
2.8
-
2.0
-
-
-
-
-
-
0.8
2
52.0
10.1
TTU
TTU
-
-
-
-
-
-
-
-
3
17.0
31.0
-
TTU
-
6.4
-
-
-
-
-
-
4
-
3.0
4.7
-
-
-
-
-
-
-
3.8
-
5
-
1.8
86.0
0.9
-
-
-
-
-
TTU
-
11.6
6
-
TTU
17.5
TTU
-
-
TTU
-
-
6.9
-
8.2
7
-
TTU
15.0
53.3
-
-
-
-
-
32.7
-
7.6
8
-
-
1.7
-
-
-
-
-
-
TTU
-
-
9
2.1
56.8
10.8
2.8
-
17.7
-
-
-
TTU
-
-
10
0.8
53.0
TTU
-
3.4
TTU
-
-
-
-
TTU
TTU
11
TTU
29.6
5.6
-
5.0
-
-
-
-
-
TTU
1.0
12
5.0
37.0
0.6
-
6.7
-
-
-
-
-
1.0
-
13
5.8
2.0
48.5
-
TTU
-
-
-
-
-
-
-
14
9.4
16.0
7.8
2.3
1.0
-
-
-
-
TTU
55.2
55.7
15
37.8
TTU
1.0
-
3.8
-
-
-
-
-
-
7.0
16
TTU
TTU
1.0
-
11.2
-
-
-
TTU
-
2.2
2.4
17
1.0
14.7
-
6.1
-
-
-
-
-
-
-
TTU
18
13.6
1.8
-
-
32.5
-
-
-
-
-
18.1
25.4
19
-
TTU
-
-
10.7
2.8
-
-
-
-
107.3
28.0
20
-
41.4
2.0
133.0
-
-
-
-
-
-
29.4
3.2
21
TTU
49.1
-
-
13.2
-
-
-
-
-
64.4
25.2
22
TTU
16.3
3.0
0.5
0.9
-
-
-
-
-
2.0
-
23
-
2.6
30.0
12.4
TTU
17.0
-
-
-
13.5
2.0
TTU
24
-
25.1
39.7
-
TTU
16.5
TTU
-
-
-
35.2
0.7
25
57.0
4.2
-
-
-
-
-
-
-
17.2
TTU
1.6
26
29.5
0.5
-
2.8
-
-
-
-
-
-
-
7.8
27
1.8
1.3
-
3.4
-
-
-
-
-
-
TTU
4.5
28
-
22.0
5.3
TTU
-
-
-
-
-
-
TTU
8.2
29
TTU
5.2
-
-
-
-
-
-
-
2.5
15.6
-
-
-
50.8
4.9
30
7.1
5.2
31
2.7
TTU
Jml
242.6
419.3
293.4
217.5
9.4
60.4
-
-
-
-
-
-
-
-
TTU
0.0
TTU
69.3
TTU 363.9
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Jatiwangi, Majalengka
219.4
59
Lampiran 5 Curah hujan harian bulan Januari sampai bulan Agustus 2010 Tgl/Bln
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
1
3.7
TTU
2.4
52.8
6.4
0.6
-
0.7
2
TTU
16.8
7.1
212.2
-
-
-
-
3
1.6
2.4
TTU
-
-
-
-
-
4
-
42.0
-
-
0.4
-
27.4
TTU
5
32.8
51.0
69.0
4.2
7.5
-
2.0
TTU
6
3.5
16.4
34.4
-
-
TTU
3.6
-
7
1.0
1.3
-
2.0
-
0.6
-
-
8
5.8
7.2
46.0
4.4
6.4
-
-
1.7
9
TTU
54.8
-
12.2
-
106.6
8.2
0.3
10
8.6
TTU
-
-
1.0
-
TTU
TTU
11
TTU
TTU
1.0
13.8
32.0
-
-
44.6
12
3.6
-
22.2
42.4
34.4
2.8
17.4
1.0
13
0.5
28.0
-
-
57.5
0.8
TTU
-
14
-
2.3
-
15.6
22.4
TTU
1.0
0.7
15
TTU
8.5
-
12.0
47.0
TTU
-
TTU
16
TTU
-
5.6
12.4
7.4
TTU
-
-
17
TTU
46.0
87.0
-
33.0
1.3
-
3.6
18
2.4
TTU
67.4
-
-
TTU
1.8
-
19
TTU
1.6
87.0
-
0.6
17.6
9.6
1.0
20
10.1
23.0
41.4
1.2
36.8
-
2.0
-
21
0.5
2.0
8.6
65.5
90.7
-
-
7.2
22
6.0
1.0
4.0
TTU
0.4
-
-
7.0
23
64.2
10.5
21.0
45.3
11.9
-
-
43.5
24
9.0
TTU
7.6
2.0
2.2
-
-
0.1
25
31.8
-
3.2
12.4
-
27.8
-
-
26
29.9
-
-
-
-
TTU
TTU
TTU
27
10.4
-
-
-
-
-
0.5
-
28
81.2
TTU
3.3
68.4
36.0
-
12.4
2.5
29
1.8
1.9
21.2
-
-
3.0
-
30
78.4
62.0
TTU
-
22.9
TTU
-
31
4.1
4.2
TTU
-
Jml
391.0
88.9
114.9
314.8
586.3
409.0
424.0
181.2
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Jatiwangi, Majalengka
60
Lampiran 6 Temperatur udara tahun 2009 Tgl/Bln 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 rata-rata
Jan 26.7 26.9 27.5 27.3 26.1 27.6 27.2 27.0 25.9 26.2 25.9 25.4 24.0 24.0 24.8 26.1 26.8 26.5 26.1 26.6 27.4 27.2 27.6 27.6 26.1 26.8 26.7 27.3 27.2 26.4 26.4 26.6
Feb 25.8 24.5 24.6 25.3 25.4 25.8 25.8 24.6 24.2 26.1 28.5 25.6 25.6 27.3 27.1 25.3 26.7 26.6 27.3 25.9 25.6 25.4 25.8 25.8 27.1 27.2 27.2 25.4
Mar 25.9 28.0 28.4 26.4 25.8 27.3 26.3 26.1 26.4 26.4 26.5 27.6 25.2 25.9 27.0 28.2 28.2 28.5 26.7 27.8 27.2 26.8 23.9 27.4 27.6 28.3 27.3 27.2 27.0 27.3 27.9 26.0 27.0
Apr 27.4 27.7 28.4 27.5 27.4 24.6 26.8 23.8 28.6 29.0 30.7 28.0 31.0 30.2 29.2 27.0 30.8 30.2 24.0 30.0 26.4 25.0 28.8 27.2 26.4 26.0 28.5 29.0 30.0 28.6
Mei 28.4 28.5 28.2 28.2 28.5 27.8 28.7 27.9 27.4 26.7 24.8 26.2 27.1 25.8 25.5 26.3 26.9 26.0 27.0 28.1 27.0 28.8 27.7 27.6 28.5 27.2 27.8 28.1 27.8 27.9 28.4 27.9 27.4
Jun 28.3 26.2 27.7 27.9 27.9 27.1 27.5 30.0 27.7 26.9 27.3 27.8 27.8 27.9 27.8 26.7 27.3 27.3 27.5 27.0 26.9 26.9 26.8 26.3 26.3 26.5 26.3 26.4 26.8 27.0
Jul 27.0 25.9 26.8 27.1 27.5 27.2 26.6 26.4 26.7 26.7 28.0 25.3 24.9 25.4 26.6 27.8 28.2 26.3 27.2 27.8 27.5 27.7 27.7 27.2 26.8 28.3 27.3 27.3 28.4 27.3 25.5 27.2 27.0
Agt 26.9 26.9 25.7 26.1 26.4 27.1 28.0 27.1 27.5 27.0 27.5 27.9 27.5 28.0 28.6 27.2 27.9 27.5 28.8 28.0 28.1 27.1 26.9 27.3 28.1 27.5 28.2 28.1 27.4 27.5 28.6 27.5
Sep 28.8 29.3 28.0 29.3 29.8 28.8 28.9 29.9 29.1 29.1 29.4 29.1 29.6 30.6 29.3 28.2 29.2 29.4 28.7 30 29.1 29 29.5 28.7 31 30.5 27.1 26.5 28.7 30
Okt 29.8 28.9 29.1 28.8 29.0 28.2 28.0 28.7 29.7 29.9 30.1 29.4 28.2 28.9 29.1 30.0 29.8 30.8 31.1 29.8 30.5 28.6 28.6 26.7 28.1 28.9 28.9 28.8 30.6 30.6 29.6 29.2 29.3
Nop 30.6 29.8 30.1 29.9 30.4 30.1 30.3 30.8 29.2 28.9 30.6 29.5 27.9 27.9 28.5 28.8 27.0 25.1 26.6 27.0 27.0 27.0 28.3 28.2 27.3 27.6 27.1 27.7 26.9 27.3
Des 28.4 28.9 29.0 28.7 27.2 27.2 28.1 28.9 27.8 28.1 28.1 28.3 27.8 27.8 27.0 27.5 27.5 28.7 28.9 27.8 27.0 27.5 28.2 27.7 27.7 25.9 27.2 26.5 26.3 25.6 27.0 28.4 27.5
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Jatiwangi, Majalengka
61
Lampiran 7 Temperatur udara bulan Januari 2010 sampai bulan September 2010 Tgl/Bln 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 rata-rata
Jan 27.2 27.3 28.5 27.7 26.9 26.7 26.3 26.1 25.7 26.2 26.8 27.1 26.0 26.2 26.3 26.5 25.8 27.0 25.4 26.2 26.5 26.1 25.8 26.5 26.0 26.6 26.2 26.7 26.3 27.0 26.9 26.5
Feb 26.0 27.2 26.8 27.0 27.2 25.7 27.1 27.6 27.5 28.1 27.5 26.7 27.3 26.2 26.8 27.3 26.2 26.8 27.7 26.8 27.9 27.5 27.5 27.4 27.0 27.9 28.3 27.6
27.2
Mar 27.4 27.4 27.7 27.2 25.9 27.7 28.5 27.7 27.3 27.4 25.7 27.3 26.2 26.3 26.4 25.7 26.2 26.5 26.9 26.5 27.1 27.1 28.0 28.6 28.6 27.0 27.8 25.9 26.6 26.1 27.2
Apr 26.7 27.7 28.0 27.6 27.2 27.8 27.4 27.9 28.7 28.1 27.4 27.5 28.3 27.4 28.5 26.8 28.6 29.2 29.0 27.3 27.6 29.3 28.0 27.3 27.3 29.3 29.0 27.2 27.8 28.4 27.9
Mei 29.1 28.9 28.3 28.1 27.3 28.7 28.6 27.5 28.0 28.1 27.1 27.2 27.0 26.5 27.9 26.5 28.1 29.5 29.3 27.1 27.1 27.0 27.8 28.2 29.0 28.6 27.5 27.9 28.1 28.5 28.9 28.0
Jun 28.9 28.8 28.9 28.4 27.9 28.2 27.0 25.9 26.5 26.8 27.5 26.9 27.6 26.9 27.0 25.7 26.4 26.5 27.3 27.7 27.1 27.9 28.4 27.5 27.3 27.8 27.5 27.5 26.5 27.3 27.4
Jul 26.9 27.5 26.0 26.5 26.0 28.9 28.0 26.5 27.1 26.8 27.3 27.4 26.6 27.3 26.4 27.5 26.9 26.4 26.3 27.5 28.1 27.1 27.1 26.4 27.8 28.0 25.0 26.4 27.7 28.2 27.2 27.1
Agt 27.9 27.8 27.8 28.1 28.0 27.9 27.0 27.0 27.6 27.8 29.5 28.1 28.1 28.3 28.1 27.7 28.1 27.7 27.8 28.0 26.8 27.3 26.1 27.2 27.6 28.4 27.9 27.6 27.5 28.2 28.1 27.8
Sep 27.9 27.5 28.4 28.0 27.2 25.5 26.8 26.1 26.5 26.8 27.5 27.3 26.5 26.9 26.3 27.6 27.3 27.9 29.1 28.2 28.4 27.5 28.2 27.8 26.7 27.9 27.7 27.8 28.1 28.3 27.5
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Jatiwangi, Majalengka
62
Lampiran 8 Intensitas penyinaran matahari tahun 2009 Tgl/Bln 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 ratarata
Jan 27.2 27.3 28.5 27.7 26.9 26.7 26.3 26.1 25.7 26.2 26.8 27.1 26.0 26.2 26.3 26.5 25.8 27.0 25.4 26.2 26.5 26.1 25.8 26.5 26.0 26.6 26.2 26.7 26.3 27.0 26.9
Feb 26.0 27.2 26.8 27.0 27.2 25.7 27.1 27.6 27.5 28.1 27.5 26.7 27.3 26.2 26.8 27.3 26.2 26.8 27.7 26.8 27.9 27.5 27.5 27.4 27.0 27.9 28.3 27.6
26.5
27.2
Mar 27.4 27.4 27.7 27.2 25.9 27.7 28.5 27.7 27.3 27.4 25.7 27.3 26.2 26.3 26.4 25.7 26.2 26.5 26.9 26.5 27.1 27.1 28.0 28.6 28.6 27.0 27.8 25.9 26.6 26.1 27.2
Apr 26.7 27.7 28.0 27.6 27.2 27.8 27.4 27.9 28.7 28.1 27.4 27.5 28.3 27.4 28.5 26.8 28.6 29.2 29.0 27.3 27.6 29.3 28.0 27.3 27.3 29.3 29.0 27.2 27.8 28.4
Mei 29.1 28.9 28.3 28.1 27.3 28.7 28.6 27.5 28.0 28.1 27.1 27.2 27.0 26.5 27.9 26.5 28.1 29.5 29.3 27.1 27.1 27.0 27.8 28.2 29.0 28.6 27.5 27.9 28.1 28.5 28.9
Jun 28.9 28.8 28.9 28.4 27.9 28.2 27.0 25.9 26.5 26.8 27.5 26.9 27.6 26.9 27.0 25.7 26.4 26.5 27.3 27.7 27.1 27.9 28.4 27.5 27.3 27.8 27.5 27.5 26.5 27.3
Jul 26.9 27.5 26.0 26.5 26.0 28.9 28.0 26.5 27.1 26.8 27.3 27.4 26.6 27.3 26.4 27.5 26.9 26.4 26.3 27.5 28.1 27.1 27.1 26.4 27.8 28.0 25.0 26.4 27.7 28.2 27.2
Agt 27.9 27.8 27.8 28.1 28.0 27.9 27.0 27.0 27.6 27.8 29.5 28.1 28.1 28.3 28.1 27.7 28.1 27.7 27.8 28.0 26.8 27.3 26.1 27.2 27.6 28.4 27.9 27.6 27.5 28.2 28.1
Sep 27.9 27.5 28.4 28.0 27.2 25.5 26.8 26.1 26.5 26.8 27.5 27.3 26.5 26.9 26.3 27.6 27.3 27.9 29.1 28.2 28.4 27.5 28.2 27.8 26.7 27.9 27.7 27.8 28.1 28.3
Okt 29.8 28.9 29.1 28.8 29.0 28.2 28.0 28.7 29.7 29.9 30.1 29.4 28.2 28.9 29.1 30.0 29.8 30.8 31.1 29.8 30.9 28.6 28.6 26.7 28.1 28.9 28.9 28.6 30.6 30.6 29.6
Nop 30.6 29.8 30.1 29.9 30.4 30.1 30.3 30.8 29.2 28.9 30.6 29.5 27.9 27.9 28.5 27.0 25.1 26.6 27.0 27.0 27.0 28.3 28.2 27.3 27.8 27.1 27.7 26.8 27.3
Des 28.4 28.9 29.9 28.7 27.2 27.2 28.1 28.9 27.8 28.1 28.1 26.3 27.8 27.8 27.0 27.5 27.5 28.7 26.9 27.5 27.0 27.5 28.2 27.1 27.1 25.0 27.2 26.5 28.3 26.6 27.0
27.9
28.0
27.4
27.1
27.8
27.5
29.3
28.4
27.6
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Jatiwangi, Majalengka
63
Lampiran 9
Tgl/Bln 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
rata-rata
Intensitas Penyinaran Matahari bulan Januari sampai bulan September 2010 Jan 27.2 27.3 28.5 27.7 26.9 26.7 26.3 26.1 25.7 26.2 26.8 27.1 26.0 26.2 26.3 26.5 25.8 27.0 25.4 26.2 26.5 26.1 25.8 26.5 26.0 26.6 26.2 26.7 26.3 27.0 26.9 26.5
Feb 26.0 27.2 26.8 27.0 27.2 25.7 27.1 27.6 27.5 28.1 27.5 26.7 27.3 26.2 26.8 27.3 26.2 26.8 27.7 26.8 27.9 27.5 27.5 27.4 27.0 27.9 28.3 27.6
27.2
Mar 27.4 27.4 27.7 27.2 25.9 27.7 28.5 27.7 27.3 27.4 25.7 27.3 26.2 26.3 26.4 25.7 26.2 26.5 26.9 26.5 27.1 27.1 28.0 28.6 28.6 27.0 27.8 25.9 26.6 26.1 27.2
Apr 26.7 27.7 28.0 27.6 27.2 27.8 27.4 27.9 28.7 28.1 27.4 27.5 28.3 27.4 28.5 26.8 28.6 29.2 29.0 27.3 27.6 29.3 28.0 27.3 27.3 29.3 29.0 27.2 27.8 28.4 27.9
Mei 29.1 28.9 28.3 28.1 27.3 28.7 28.6 27.5 28.0 28.1 27.1 27.2 27.0 26.5 27.9 26.5 28.1 29.5 29.3 27.1 27.1 27.0 27.8 28.2 29.0 28.6 27.5 27.9 28.1 28.5 28.9 28.0
Jun 28.9 28.8 28.9 28.4 27.9 28.2 27.0 25.9 26.5 26.8 27.5 26.9 27.6 26.9 27.0 25.7 26.4 26.5 27.3 27.7 27.1 27.9 28.4 27.5 27.3 27.8 27.5 27.5 26.5 27.3 27.4
Jul 26.9 27.5 26.0 26.5 26.0 28.9 28.0 26.5 27.1 26.8 27.3 27.4 26.6 27.3 26.4 27.5 26.9 26.4 26.3 27.5 28.1 27.1 27.1 26.4 27.8 28.0 25.0 26.4 27.7 28.2 27.2 27.1
Agt 27.9 27.8 27.8 28.1 28.0 27.9 27.0 27.0 27.6 27.8 29.5 28.1 28.1 28.3 28.1 27.7 28.1 27.7 27.8 28.0 26.8 27.3 26.1 27.2 27.6 28.4 27.9 27.6 27.5 28.2 28.1 27.8
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Jatiwangi, Majalengka
Sep 27.9 27.5 28.4 28.0 27.2 25.5 26.8 26.1 26.5 26.8 27.5 27.3 26.5 26.9 26.3 27.6 27.3 27.9 29.1 28.2 28.4 27.5 28.2 27.8 26.7 27.9 27.7 27.8 28.1 28.3 27.5
64
Lampiran 10
Nilai F hitung tinggi tanaman. jumlah cabang. jumlah buku subur. jumlah polong isi. jumlah biji. produksi biji. ukuran biji musim pertama
Kontras
Tinggi tanaman
Jumlah buku subur per tanaman 2.32 3.33 53.60* 1.16 13.65*
Jumlah polong isi per tanaman 34.09* 4.97* 29.37* 72.30* 64.03*
Jumlah biji per tanaman
Produksi biji per tanaman
3.05 0.85 28.00* 9.55 0.05
Jumlah cabang per tanaman 9.85* 0.37 15.78* 25.13* 27.62*
49.77* 3.40 46.19* 72.12* 87.55*
1.48 9.59* 16.11* 2.38 2.82
Ukuran biji (g/100 biji) 61.80* 10.77* 45.61* 96.89* 160.31*
14 KH vs WLS 14 KH vs AJS 14 KH vs SLT 14 KH vs TGM 14 KH vs WLS. SLT. TGM. AJS KH 42 vs WLS. SLT. TGM. AJS KH 44 vs WLS. SLT. TGM. AJS
4.94*
4.30*
1.18
3.77
10.52*
1.07
53.23*
5.94*
1.23
4.05*
0.01
1.26
8.44*
41.60*
Keterangan : * berbeda nyata pada taraf kesalahan 5% WLS: Wilis. TGM: Tanggamus. AJS: Anjasmoro. SLT: Slamet
Lampiran 11 Umur mulai berbunga musim pertama dan musim kedua Genotipe KH 8 KH 9 KH 10 KH 11 KH 28 KH 31 KH 35 KH 38 KH 40 KH 42 KH 44 KH 55 KH 58 KH 71 Anjasmoro Slamet Tanggamus Wilis
Musim 1 39.2 d 39.4 d 33.7 a 35.0 ab 34.9 ab 39.7 d 35.4 bc 35.8 bc 34.6 a 34.7 ab 35.6 bc 39.1 d 39.7 d 39.9 d 40.1 d 39.7 d 40.1 d 39.9 d
Musim 2 32 fg 30 cdef 29 bc 31 def 30 cde 29 bcd 27 a 31 efg 28 ab 27 a 27 a 31 def 27 a 32 fg 32 fg 32 fg 33 g 32 fg
65
Lampiran 12
Nilai F hitung tinggi tanaman. jumlah cabang. jumlah buku subur. jumlah polong isi. jumlah biji. produksi biji. ukuran biji musim kedua
Kontras
Tinggi tanaman
Jumlah buku subur per tanaman 2.34 10.54* 0.62 4.74* 2.01
Jumlah polong isi per tanaman 10.54* 1.72 0.05 0.19 0.95
Jumlah biji per tanaman
Produksi biji per tanaman
Ukuran biji (g/100 biji)
28.58* 27.49* 7.05 5.90 22.38*
Jumlah cabang per tanaman 5.93* 0.03 5.93* 9.71* 13.83*
14 KH vs WLS 14 KH vs AJS 14 KH vs SLT 14 KH vs TGM 14 KH vs WLS. SLT. TGM. AJS KH 42 vs WLS. SLT. TGM. AJS KH 44 vs WLS. SLT. TGM. AJS
11.04* 1.58 2.18 5.98* 7.47*
6.27* 1.42 5.74* 7.79* 16.43*
104.89* 0.82 61.89* 107.11* 179.64*
35.76*
1.73
1.31
5.17*
0.13
12.85*
50.51*
26.95*
11.69*
3.35
5.11*
0.08
23.03*
53.39*
Keterangan: * berbeda nyata pada taraf kesalahan 5% WLS: Wilis. TGM: Tanggamus. AJS: Anjasmoro. SLT: Slamet
Lampiran 13 Nilai F hitung Anova gabungan Keragaman
Tinggi tanaman
Jumlah cabang
Jumlah buku subur
Jumlah polong isi
Jumlah polong hampa
Jumlah biji
Ukuran biji
Produksi biji per tanaman
8.00*
Jumlah buku tidak subur 20.49*
M
307.32*
112.38*
G
10.90*
7.04*
160.41*
5.34*
194.07*
256.93*
297.93*
6.52*
2.11*
14.40*
2.63*
14.43*
25.14*
5.60*
blok(M)
2.85*
1.69
0.38
2.05
0.58
0.58
1.27
2.04
0.69
M*G
2.23*
5.00*
3.43*
1.86*
8.59*
1.44
7.71*
2.13*
4.75*
kk (%)
14.54
35.79
22.24
9.56
30.79
9.86
32.45
7.59
35.55
St dev
2.07
1.148
2.663
1.14
4.133
3.5
5.006
1.689
8.97
Keterangan: * berbeda nyata pada taraf kesalahan 5% M: Musim. G: Galur. kk: Koefisien keragaman. St dev: Standar Deviasi
66
Lampiran 14 Silsilah seleksi galur
KH 8 KH 9 KH 10 KH 11 KH 28 KH 31 KH 35 KH 38 KH 40 KH 42 KH 44 KH 55 KH 58 KH 71
F2 250 250 250 250 125 290 125 359 158 158 158 250 158 125
F3 4 4 4 4 11 72 11 2 29 29 29 48 29 11
No tetua F4 64 64 64 64 36 43 21 9 36 38 36 46 36 15
Sumber: Bastanta.. Herdiana. Santoso (2005)
F5 14 14 14 14 12 11 25 11 8 2 2 10 7 26
F6 13 16 22 17 20 18 2 18 10 9 2 3 14 1
67
Lampiran 15 Deskripsi sifat enam genotipe kedelai unggulan di Majalengka Warna hipokotil Warna daun Warna bulu Warna bunga Warna polong masak Warna kulit biji Warna hilum Tipe pertumbuhan Bentuk daun Ukuran daun Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang pada batang utama Bentuk biji Jumlah buku pada batang utama Umur berbunga (HST) Umur masak (HST) Berat 100 biji (g) Kandungan protein (%) Kandungan lemak (%) Kerebahan
KH 9 Ungu Hijau Coklat muda Ungu Hitam Kuning Coklat muda Determinate Lanset Kecil 76.3
KH 40 Ungu Hijau Coklat muda Ungu Coklat Kuning Coklat muda Determinate Lanset Sedang 87.8
KH 42 Ungu Hijau Coklat muda Ungu Coklat Kuning Coklat muda Determinate Oval meruncing Sedang 94.2
KH 44 Ungu Hijau Coklat tua Ungu Coklat Kuning Coklat muda Determinate Oval meruncing Sedang 89.2
KH 55 Ungu Hijau Coklat tua Ungu Hitam Kuning Coklat muda Determinate Lanset Kecil 81.5
KH 58 Ungu Hijau Coklat muda Ungu Coklat Kuning Coklat muda Determinate Lanset Sedang 93.2
2.8
3.3
2.9
3.0
3.4
3.0
Lonjong
Bulat
Bulat
Bulat
Lonjong
Bulat
11.1
12.5
13.4
13.8
11.
13.9
31.7 - 35.8 85 - 90 19.2 34.9 19.8 Tahan
27 - 34.7 80 - 90 18.5 36.2 20.1 Tahan
28.3 - 35.6 83.3 - 90 19.9 35.2 14.7 Tahan
27.3 - 35.6 82.7 - 9 19.5 36.7 19.7 Tahan
31.3 - 35.8 85 - 90 17.5 38.3 21.7 Tahan
27.7 - 39.2 81 - 90 19.0 36.7 22.0 Tahan
68
Lampiran 16 Deskripsi sifat dua belas genotipe kedelai di Majalengka Warna hipokotil Warna daun Warna bulu Warna bunga Warna polong masak Warna kulit biji Warna hilum Tipe pertumbuhan
KH 8
KH 10
KH 11
KH 28
KH 31
KH 35
KH 38
KH 71
Anjasmoro
Slamet
Wilis
Tanggamus
Ungu
Ungu
Ungu
Ungu
Ungu
Ungu
Ungu
Ungu
Ungu
Ungu
Ungu
Ungu
Hijau Coklat muda Ungu
Hijau
Hijau Coklat muda Ungu
Hijau Coklat muda Ungu
Hijau Coklat muda Ungu
Hijau Coklat muda Ungu
Hijau Coklat muda Ungu
Hijau
Hijau
Hijau
Putih
Coklat tua
Coklat tua
Ungu
Hijau Coklat muda Ungu
Ungu
Ungu
Hitam
Hitam
Hitam
Hitam
Hitam
Hitam
Hitam
Hitam
Ungu Putih kekuningan
Hijau Coklat muda Ungu
Hitam
Coklat
Coklat
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Coklat muda Determina te
Coklat muda
Coklat muda
Coklat muda
Coklat muda
Coklat muda
Coklat muda
Coklat muda
Coklat muda
Coklat tua
Coklat tua
Determinate
Determinate
Determinate
Determinate
Determinate
Determinate
Determinate
Determinate
Determina te
Determinate
Oval meruncing Kecil
Oval meruncing Kecil
Coklat tua Determina te Oval meruncing Kecil
Lanset
Lanset
Coklat tua
Bentuk daun
Lanset
Ukuran daun Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang pada batang utama Bentuk biji Jumlah buku pada batang utama Umur berbunga (HST) Umur masak HST)
Kecil
Oval meruncing Kecil
Kecil
Sedang
Oval meruncing Kecil
Sedang
Oval meruncing Sedang
Kecil
Kecil
81.9
81.8
81.5
78.7
82.5
83.2
82.5
74.7
73.9
92.6
75.9
68.1
2.4
2.7
2.7
3.1
3.0
3.0
4.3
3.0
2.8
4.0
4.3
4.1
Lonjong
Lonjong
Lonjong
Lonjong
Lonjong
Lonjong
Bulat
Bulat
Bulat
Lonjong
Lonjong
Lonjong
11.6
11.8
11.3
11.5
10.9
12.3
10.0
10.6
12.4
12.6
11.1
12.6
27.7 39.4
29.3 - 33.7
31 - 35
31 - 34.9
30.7 - 36.9
30 - 34.6
29.7 - 39.4
31 - 36.9
31.7 - 39.1
32 - 39.7
32 - 39.9
32 - 40.2
85 - 90
82 - 90
81 - 90
82 - 90
81.7 - 90
81.7 - 90
83.3 - 90
85 - 90
83.7 - 90
83.3 - 90
83.3 - 90
82.7 - 90
Lanset
Lanset
Lanset
69
Lampiran 17 Hasil analisis proximat
No
Genotipe
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Tenggamus Wilis Slamet Anjasmoro KH 9 KH 31 KH 8 KH 10 KH 11 KH 28 KH 35 KH 38 KH 40 KH 42 KH 44 KH 55 KH 58 KH 71
Kadar air
12.05 12.17 12.13 11.66 12.16 11.60 12.24 7.29 11.79 11.40 12.13 8.07 12.45 9.10 9.09 11.14 11.41 10.97
Abu Lemak B. segar B. kering B. segar B. kering % 4.21 4.79 17.46 19.85 4.99 5.68 15.97 18.18 4.10 4.67 17.43 19.84 3.19 3.61 15.51 17.56 4.83 5.50 17.43 19.84 4.37 4.94 19.09 21.60 4.14 4.72 19.23 21.91 18.91 20.40 4.37 4.71 4.64 5.26 18.96 21.49 4.12 4.65 18.13 20.46 4.60 5.24 19.19 21.84 4.30 4.68 16.38 17.82 5.12 5.85 17.58 20.08 4.58 5.04 13.36 14.70 4.66 5.13 17.89 19.68 4.57 5.14 19.28 21.70 4.75 5.36 19.51 22.02 4.58 5.14 20.45 22.97
Protein Serat kasar B. segar B. kering B. segar B. kering 33.65 31.44 33.60 35.66 30.67 29.45 33.01 31.55 30.46 30.06 30.15 33.02 31.72 32.01 33.33 34.02 32.50 32.78
38.26 35.80 38.24 40.37 34.92 33.31 37.61 34.03 34.53 33.93 34.31 35.92 36.23 35.21 36.66 38.28 36.69 36.82
6.01 6.55 6.35 5.63 6.87 7.33 5.45 5.47 5.33 6.59 6.25 7.24 6.75 6.46 6.83 5.88 6.07 6.44
6.83 7.46 7.23 6.37 7.82 8.29 6.21 5.90 6.04 7.44 7.11 7.88 7.71 7.11 7.51 6.62 6.85 7.23