UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) BERDAYA HASIL TINGGI LINDA OKTAVIANA A

i   

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) BERDAYA HASIL TINGGI

LINDA OKTAVIANA A24062204

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

ii   

RINGKASAN

LINDA OKTAVIANA. Uji Daya Hasil Galur-galur Harapan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Berdaya Hasil Tinggi. (Dibimbing oleh DESTA WIRNAS dan TRIKOESOEMANINGTYAS) Peningkatan produktivitas kedelai di Indonesia sangat membutuhkan ketersediaan varietas unggul yang berpotensi hasil tinggi dan responsif terhadap perbaikan kondisi lingkungan. Kegiatan penelitian pemuliaan untuk memperoleh varietas kedelai unggul berdaya hasil tinggi telah berlangsung sejak tahun 2000 di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Sampai saat ini telah diperoleh galur-galur harapan kedelai yang sudah berada pada tahap uji daya hasil. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang keragaan karakter-karakter agronomi dari galur-galur harapan kedelai berdaya hasil tinggi dan memperoleh galur berdaya hasil tinggi. Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-BIOGEN), Cimanggu, Bogor. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 28 Januari – 5 Mei 2010. Curah hujan rata-rata pada bulan Februari – April 2010 adalah sebesar 17.9 mm dengan kelembaban udara sebesar 84.67% dan temperatur 26.3oC (BMKG, 2010). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal. Perlakuan yang digunakan yaitu 22 galur harapan kedelai yaitu CG-22-10, CP-14-6, CP-2-4, CS-50-2, GC-13-7, GC-22-10, GC-5-8, GC-74-7, PG-33-5, PG-57-1, PS-57-6, SC-1-8, SC-21-5, SC-39-1, SC-54-1, SC-56-3, SC-68-2, SP-10-4, SP-16-2, SP-24-1, SP-30-4, SP-42-1, dan tiga varietas kedelai yaitu Sibayak, Ceneng, dan Tanggamus sebagai varietas pembanding. Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga total keseluruhan terdapat 75 satuan percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keragaan galurgalur F10 yang diuji pada karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, jumlah polong total, bobot per tanaman, dan bobot 100 butir, bobot ubinan, dan produktivitas (ton/ha) (konversi). Tidak terdapat keragaan untuk karakter

iii   

persentase polong hampa. Galur-galur harapan kedelai F10 termasuk dalam kelompok berumur dalam, jumlah cabang 2-5, biji berukuran kecil. Nilai koefisien keragaman genetik tertinggi terletak pada karakter jumlah buku produktif dengan nilai sebesar 32.2%. Nilai heritabilitas semua karakter berada pada kisaran tinggi kecuali untuk karakter persentase polong hampa. Nilai heritabilitas masing-masing karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, jumlah polong total, bobot per tanaman, bobot 100 butir benih, dan bobot ubinan berturut-turut sebesar 99.3%, 92.5%, 89.9%, 90.1%, 81.9%, 86.0%, 86.0%, 79.3%, 94.3%, dan 81.1%. Seleksi terhadap galur-galur harapan kedelai F10 dilakukan berdasarkan karakter jumlah polong bernas. Galur-galur yang terpilih hasil seleksi berdasarkan jumlah polong bernas adalah SC-56-3, SC-68-2, SC-54-1, SC-21-5, PG-57-1, CG-22-10, SP-30-4, SC-1-8, GC-22-10, dan CS-50-2. Galur-galur hasil seleksi tersebut disarankan untuk dilanjutkan uji multilokasi.

iv   

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) BERDAYA HASIL TINGGI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

LINDA OKTAVIANA A24062204

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

v   

Judul

: UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) BERDAYA HASIL TINGGI

Nama

: LINDA OKTAVIANA

NRP

: A24062204

 

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Desta Wirnas, SP. MSi NIP. 19701228 200003 2 001

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc NIP. 19620102 199702 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus:

vi   

RIWAYAT HIDUP

Linda Oktaviana lahir di Bandar jaya, Lampung Tengah pada tanggal 15 Oktober 1989 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Dulhai dan Lisnasari. Penulis telah menempuh masa studi dari TK Aisyah Bustanul Athfal, SD Negeri 8 Bandar jaya lulus pada tahun 2001, SMP Negeri 1 Terbanggi Besar lulus pada tahun 2004, dan SMA Negeri 1 mengambil kelas akselerasi (2 tahun) dan lulus pada tahun 2006. Selanjutnya, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Selama menjalani studi, penulis mendapatkan beasiswa Bank Indonesia (BI) priode 2008-2010, mengikuti kemahasiswaan daerah KEMALA (Keluarga Mahasiswa Lampung) tahun 2006-2010, menjadi panitia Festival Tanaman (FESTA 2009), panitia penerimaan mahasiswa AGH tahun 2007. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2008 dan 2010. Penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum MK. Ilmu Tanaman Perkebunan tahun 2010.

vii   

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga skripsi yang berjudul ”Uji Daya Hasil GalurGalur Harapan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Berdaya Hasil Tinggi” dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1.

Dr. Desta Wirnas, SP. MSi dan Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc selaku dosen pembimbing skripsi atas ilmu, bimbingan, motivasi, arahan, dan saran selama penelitian.

2.

Dr. Ir. Maya Melati, MS. MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi.

3.

Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, MSc selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan arahan dan nasehat selama penulis menjalani kegiatan akademik.

4.

Staf Pengajar dan Staf Komisi Pendidikan Departemen Agronomi dan Horikultura, Fakultas Pertanian, IPB.

5.

Orang tua yang tercinta, Dulhai dan Lisnasari S.Pd. atas doa, kasih sayang, motivasi, kepercayaan, dan nasihat yang tiada pernah henti.

6.

Adik-adik tersayang, Rusiana Aryantie dan M. Dafit Yuhendra.

7.

Abdullah bin Arif, SP. Msi yang telah menemani dan membantu penulis selama penelitian.

8.

Bapak Fajar dan Bapak Pur selaku Staf BB-BIOGEN serta para pekerja BB-BIOGEN, teman-teman AGH 43, dan teman-teman satu kosan Sabrina yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian. Semoga Allah SWT berkenan membalas budi baik Bapak, Ibu, dan rekan-

rekan semua. Semoga hasil penelitian ini dapat memperkaya ilmu dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2010 Penulis

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xi PENDAHULUAN ................................................................................................... Latar Belakang .............................................................................................. Tujuan ...........................................................................................................

1 1 3

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... Tanaman Kedelai .......................................................................................... Syarat Tumbuh Kedelai ................................................................................ Pemuliaan Tanaman Kedelai........................................................................ Uji Daya Hasil .............................................................................................. Heritabilitas .................................................................................................

4 4 10 12 15 16

BAHAN DAN METODE ........................................................................................ Waktu dan Tempat Percobaan .................................................................... Bahan dan Alat ............................................................................................. Metode Percobaan ........................................................................................ Pelaksanaan Penelitian ................................................................................. Pengamatan .................................................................................................. Analisis Data ................................................................................................

19 19 19 20 20 21 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................ Kondisi Umum .............................................................................................. Keragaan Karakter Agronomi ...................................................................... Keragaman Genetik...................................................................................... Korelasi antar Karakter Tanaman ................................................................ Seleksi Galur-galur Terbaik Kedelai............................................................ Deskripsi Lima Galur Kedelai Terbaik Hasil Seleksi Berdasarkan Jumlah Polong Bernas ..............................................................................................

24 24 26 38 41 44 45

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 48 Kesimpulan .................................................................................................. 48 Saran............................................................................................................. 48 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 49 LAMPIRAN ............................................................................................................. 55

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1.

Perbedaan tipe determinate dan indeterminate ..........................................

6

2.

Fase Pertumbuhan Vegetatif (V) dan Generatif (R) Tanaman Kedelai ......

9

3.

Kriteria Kesesuaian Agroklimat untuk Tanaman Kedelai .......................... 11

4.

Galur-galur Harapan Kedelai yang diuji dan Tetua Persilangannya ........... 19

5.

Analisis Ragam dan Komponen Pendugaan Ragam .................................... 22

6.

Rekapitulasi Nilai Tengah, Standar Deviasi, dan Nilai Tengah Beberapa Karakter ....................................................................................................... 27

7.

Rekapitulasi Analisis Ragam pada Beberapa Karakter ................................ 27

8.

Nilai Rataan Karakter Umur Berbunga dan Umur Panen ............................ 29

9.

Nilai Rataan Karakter Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang Produktif, dan Jumlah Buku Produktif ................................................................................ 32

10.

Nilai Rataan Karakter Jumlah Polong Bernas, Jumlah Polong Hampa, Jumlah Polong Total, dan Persentase Polong Hampa .................................. 34

11.

Nilai Rataan pada Karakter Bobot per Tanaman, Bobot 100 butir, Bobot Ubinan, dan Produktivitas (ton/ha) (Konversi) ............................................ 37

12.

Nilai Komponen Ragam, Heritabilitas, dan Kriteria Heritabilitas ............... 39

13.

Nilai Koefisien Korelasi Genetik Beberapa Karakter Kedelai dengan Komponen Hasil (Bobot Biji per Tanaman dan Bobot 100 Butir) .............. 42

14.

Koefisien Korelasi Pearson Antar Karakter pada Galur-galur Harapan Kedelai F10 .................................................................................................. 43

15.

Galur Hasil Seleksi Berdasarkan Jumlah Polong Bernas............................. 45

DAFTAR GAMBAR 

Nomor

Halaman

1.

Hama yang Menyerang Pertanaman Kedelai: (a) nimfa Kepik hijau (b) Kepik hijau (c) Larva Spodoptera litura (d) Coreidae ............................ 25

2.

Gulma yang Terdapat di Lahan Pertanaman Kedelai a. Mimosa pudica b. Borreria alata ........................................................................................... 26

3.

Keragaan Biji 22 Galur Harapan Kedelai F10 dan Varietas Pembanding ... 28

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1.

Sidik Ragam Beberapa Karakter Kedelai F10 ............................................... 56

2.

Deskripsi Varietas Sibayak (Pusat Peneltian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2007)................................................................................................. 59

3.

Deskripsi Varietas Tanggamus (Pusat Peneltian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2007)................................................................................................. 60

1   

PENDAHULUAN  

Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting karena harganya yang relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan bahan baku industri olahan pangan seperti tahu, tempe, kecap, tauco, snack, dan sebagainya (Damardjati et al., 2005). Kedelai juga bermanfaat menurunkan kolesterol darah yang dapat mencegah penyakit jantung. Selain itu, kedelai dapat berfungsi sebagai antioksidan dan dapat mencegah kanker (Marwoto et al., 2005). Produksi kedelai nasional pada tahun 2010 mencapai 927 384 ton dengan luas panen tanaman kedelai di Indonesia adalah 678 441 ha dan produktivitasnya sebesar 1.367 ton per ha (BPS, 2010). Diperkirakan kebutuhan konsumsi kedelai pada tahun 2010 adalah 2 089 000 ton (Sudaryanto dan Swastika, 2007) sehingga pemerintah harus melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kedelai tersebut. Produksi kedelai nasional ditentukan oleh areal tanam dan produktivitas tanaman. Areal tanam dapat mencerminkan minat petani terhadap kedelai, sedangkan produktivitas menggambarkan kesesuaian lahan dan iklim serta penerapan teknologi produksi oleh petani (Subandi et al., 2007). Peningkatan produksi kedelai, baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam memerlukan data atau informasi sumber daya lahan, antara lain dalam bentuk peta kesesuaian untuk komoditas, dan peta potensi lahan (Abdurrahman et al., 2007). Produksi kedelai di Indonesia terpusat di daerah Jember, Jawa Timur. Lebih dari separuh areal pertanaman kedelai terdapat di Jawa Timur yang memasok sekitar 57% produksi nasional. Di luar Jawa, 10% dari areal pertanaman terdapat di Sumatera, terutama di provinsi Aceh dan Lampung. Tanaman kedelai juga ditanam di Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara dan Irian Jaya (Adisarwanto dan Wudianto, 2002).

2   

Meningkatnya defisit kedelai disebabkan oleh meningkatnya konsumsi per kapita disertai pertumbuhan penduduk, dan menurunnya produksi dalam negeri akibat penurunan areal tanam. Tanpa kebijakan perlindungan dari ancaman kedelai impor, maka defisit kedelai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri akan terus meningkat. Dengan kata lain, ketergantungan Indonesia pada kedelai impor akan semakin besar (Swastika et al., 2007). Upaya untuk menekan laju impor dan meningkatkan laju produksi kedelai nasional adalah dengan peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infrastruktur, serta pengaturan tata niaga dan insentif usaha (Balitkabi 2004, 2005). Peningkatan produktivitas kedelai di Indonesia sangat membutuhkan ketersediaan varietas unggul yang berpotensi hasil tinggi dan responsif terhadap perbaikan kondisi lingkungan serta memiliki sifatsifat unggul lainnya (Arsyad, 2000). Peningkatan produktivitas dapat dilakukan antara lain dengan perakitan kultivar kedelai unggul yang mempunyai karakter daya hasil tinggi. Perakitan suatu kultivar berdaya hasil tinggi bertujuan menghasilkan suatu genotipe tanaman yang mendekati tipe ideal (Alia et. al., 2004). Kegiatan penelitian pemuliaan untuk memperoleh varietas kedelai unggul berdaya hasil tinggi telah berlangsung sejak tahun 2000 di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor (Trikoesoemaningtyas, 2008). Sampai saat ini telah diperoleh galur-galur harapan kedelai yang sudah berada pada tahap uji daya hasil. Sebelum galur-galur harapan dapat ditetapkan sebagai galur-galur untuk dilepas sebagai varietas maka pengujian daya hasil pada berbagai kondisi lingkungan menjadi sangat penting dilakukan (Djaelani et al., 2001).

3   

Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: 1. Memperoleh informasi tentang keragaan karakter-karakter agronomi dari galur-galur harapan kedelai berdaya hasil tinggi. 2. Memperoleh galur berdaya hasil tinggi.

Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Terdapat perbedaan keragaan karakter-karakter diantara galur-galur harapan kedelai. 2. Terdapat perbedaan daya hasil diantara galur-galur harapan kedelai yang diuji. 3. Terdapat galur harapan yang mempunyai daya hasil lebih baik dari varietas pembanding.

4   

TINJAUAN PUSTAKA  

Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar (Glycine ururiencis) merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang dikenal sekarang, yaitu Glycine max (L.) Merril. Kedelai berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Tanaman kedelai kemudian menyebar ke daerah Mansyuria, Jepang (Asia Timur) dan negara-negara lain di Amerika dan Afrika. Tanaman ini dibudidayakan di Indonesia mulai abad ke-17 (Purwono dan Purnamawati, 2008). Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan (taksonomi), tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledone

Ordo

: Polypetales

Famili

: Leguminos

Subfamili

: Papilionidae

Genus

: Glycine

Spesies

: Glycine max

Akar tanaman kedelai berupa akar tunggang yang membentuk cabangcabang akar. Akar tumbuh ke arah bawah, sedangkan cabang akar berkembang menyamping (horizontal) tidak jauh dari

permukaan tanah. Jika kelembaban

tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam sehingga dapat menyerap air dan unsur hara. Pertumbuhan ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil akar (Pitojo, 2007). Kedelai

yang

tergolong

tanaman

leguminosa

dicirikan

oleh

kemampuannya untuk membentuk bintil akar, yang salah satunya adalah oleh Rhizobium japonicum, yang mampu menambat nitrogen dan bermanfaat bagi tanaman. Akar mengeluarkan beberapa substansi khususnya asam amino yang

5   

menyebabkan perkembangan bakteri dan mikroba lain di sekitar daerah perakaran. Pembesaran bintil akar berhenti pada minggu keempat setelah terjadinya infeksi bakteri. Ciri bintil akar yang telah matang adalah berwarna merah muda yang disebabkan oleh adanya leghemoglobin yang diduga aktif menambat nitrogen. Sebaliknya, akar yang berwarna hijau diduga tidak aktif. Pada minggu keenam hingga ke tujuh bintil akar telah lapuk (Adie dan Krisnawati, 2007). Tanaman

kedelai

berbatang

pendek

(30-100

cm)

memiliki

3-6 percabangan, dan berbentuk tanaman perdu. Batang tanaman kedelai berkayu, biasanya kaku dan tahan rebah, kecuali tanaman yang dibudidayakan di musim hujan atau tanaman yang hidup di tempat yang ternaungi (Pitojo, 2007). Batang tanaman kedelai berasal dari poros embrio yang terdapat pada biji masak. Hipokotil merupakan bagian terpenting pada poros embrio yang berbatasan dengan bagian ujung bawah permulaan akar yang menyusun bagian kecil dari poros bakal akar hipokotil. Bagian atas hipokotil berakhir pada epikotil yang terdiri dari dua daun sederhana, yaitu primordia daun bertiga pertama dan ujung batang (Adie dan Krisnawati, 2007). Pola pertumbuhan kedelai berdasarkan pertumbuhan batang dan bunga yang dibedakan menjadi determinate dan indeterminate. Pola pertumbuhan determinate dicirikan dengan vegetatif terhenti setelah fase berbunga, sedangkan fase indeterminate dicirikan dengan pertumbuhan vegetatif berlanjut setelah berbunga. Pola pertumbuhan di antara kedua tipe tersebut disebut semi determinate. Varietas kedelai yang ada di Indonesia pada umunya bertipe tumbuh determinate (Adie dan Krisnawati, 2007). Umumnya kedelai memiliki batang, polong dan daun yang berwarna hijau terang. Jumlah biji dalam polong bervariasi antara satu sampai dengan lima, walaupun pada varietas yang komersial memiliki dua atau tiga biji per polong. Rata-rata bobot 100 butir kedelai berkisar 5-35 g. Pada umumnya biji kedelai berwarna kuning, hijau, coklat, hitam, dan perpaduannya (Poehlman, 1996).

6   

Tabel 1. Perbedaan tipe determinate dan indeterminate Karakter Pertumbuhan vegetatif Jumlah buku setelah berbunga Masa berbunga Mulai berbunga Letak bunga pertama Jumlah bunga yang terbuka tiap hari Bentuk tanaman Ukuran ujung batang Batang Daun

Tipe determinate Berhenti setelah berbunga Tidak bertambah

Tipe indeterminate Berlanjut setelah berbunga Bertambah

Tidak lama Lebih lama Terbentuk pada buku bagian atas batang Banyak

Lama Lebih cepat Terbentuk pada buku bagian bawah batang Sedikit

Agak silindris

Agak konis (seperti kerucut) Lebih kecil dari batang bagian tengah

Hampir sama besar dengan batang bagian tengah Pendek-sedang Daun teratas sama besar dengan daun pada batang bagian tengah

Tinggi, melilit Daun teratas lebih kecil dari daun pada batang bagian tengah

Sumber: Hidajat (1985) Daun kedelai terbagi menjadi empat tipe, yaitu: (1) kotiledon atau daun biji, (2) dua helai daun primer sederhana, (3) daun bertiga, dan (4) profillia. Daun primer berbentuk oval dengan tangkai daun sepanjang 1-2 cm, terletak berseberangan pada buku pertama di atas kotiledon. Setiap daun memiliki sepasang stipula yang terletak pada dasar daun yang menempel pada batang. Tipe daun lain yang terbentuk pada batang utama, dan pada cabang lateral terdapat daun trifoliat yang secara bergantian dalam susunan yang berbeda. Anak daun bertiga mempunyai bentuk yang bermacam-macam, mulai bulat hingga lancip. Ada kalanya terbentuk 4-7 helai daun dan dalam beberapa kasus terjadi penggabungan daun lateral dengan daun terminal (Adie dan Krisnawati, 2007). Node pertama tanaman kedelai yang tumbuh dari biji terbentuk sepasang daun tunggal. Selanjutnya, pada semua node di atasnya terbentuk satu daun bertiga. Daun tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga mempunyai tangkai yang agak panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau. Tunas atau bunga akan muncul pada ketiak daun. Setelah tua,

7   

daun menguning dan gugur, mulai dari daun yang menempel di bagian bawah batang (Pitojo, 2007). Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri, yakni pada kepala putik diserbuki oleh tepung sari dari bunga yang sama. Bunga kedelai biasanya membuka pada pagi hari pada kondisi suhu relatif dingin dengan kelembaban yang cukup. Biasanya bunga kedelai telah terserbuki sebelum bunga membuka. Kemungkinan untuk terjadi penyerbukan silang sangat kecil yaitu kurang dari 1%. Keadaan ini mengakibatkan kedelai menjadi homozigot dan kemurnian varietas dapat dipertahankan selama beberapa generasi (Poelhman, 1996). Pembentukan bunga kedelai dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Suhu tinggi dan kelembaban rendah merangsang pembentukan bunga karena jumlah sinar matahari yang mengenai rasim menjadi lebih banyak. Priode berbunga tanaman kedelai cukup lama, yaitu 3-5 minggu untuk daerah subtropik dan 2-3 minggu di daerah tropik seperti Indonesia. Jumlah bunga pada tipe batang determinate umumnya lebih sedikit dari tipe indeterminate. Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai adalah putih dan ungu (Adisarwanto, 2005). Buku pada bunga berhubungan dengan tahap perkembangan tanaman. Ketika buku kotiledon, daun primer, dan daun bertiga dalam fase vegetatif, bunga pertama muncul pada buku kelima atau keenam dan atau buku di atasnya. Bunga muncul ke arah ujung batang utama dan ke arah ujung cabang. Periode bunga dipengaruhi oleh waktu tanam, berlangsung 3-5 minggu. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa tidak semua bunga kedelai berhasil membentuk polong, dengan tingkat keguguran 20-80%. Umumnya varietas dengan banyak bunga per buku memiliki persentase keguguran bunga yang lebih tinggi daripada yang berbunga sedikit. Keguguran bunga dapat terjadi pada berbagai fase perkembangan, mulai dari pertunasan, selama perkembangan organ-organ pembungaan, saat pembuahan, selama perkembangan awal embrio, atau pada berbagai tahapan perkembangan kotiledon (Adie dan Krisnawati, 2007). Buah kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghasilkan 100-250 polong, namun pertanaman yang rapat hanya mampu menghasilkan sekitar 30 polong. Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses pematangan, polong yang mula-mula berwarna hijau akan

8   

berubah menjadi kehitaman, keputihan, atau kecokelatan. Polong yang telah kering mudah pecah dan bijinya keluar (Pitojo, 2007). Periode pengisian biji (seed filling period) pada kedelai merupakan fase paling kritis dalam pencapain hasil optimal. Pada fase pengisian biji terjadinya kekurangan atau kelebihan air, serangan hama atau penyakit, dan sebagainya akan berpengaruh buruk pada proses pengisian biji. Polong muda berwarna hijau dan berubah menjadi kuning atau coklat setelah matang. Terdapat trikoma (bulu) pada polong dengan intensitas kepadatan dan panjang yang berlainan tergantung varietasnya (Adie dan Krisnawati, 2007). Calon akar muncul dari kulit biji yang retak di daerah mikrofil dalam 1-2 hari apabila kondisi kelembaban dan suhu sesuai. Pertumbuhan calon akar ke dalam tanah terjadi sangat cepat dan ketika mencapai panjang 2-3 cm, cabang pertama akan mucul. Kotiledon terangkat ke atas tanah akibat pertumbuhan hipoktil, selanjutnya bagian atas hipokotil mencapai permukaan tanah terlebih dahulu dengan mendorong kotiledon dari dalam tanah, sekaligus kulit bijinya. Pertumbuhan hipokotil yang mengangkat kotiledon yang kemudian menjadi hijau. Selama tahapan awal pertumbuhan kecambah, kotiledon membawa hasil fotosintesis sebagai tambahan untuk memasok mineral tersimpan dan cadangan makanan pada proses perkecambahan hingga daun dan akar terbentuk sempurna. Akhirya, kotiledon menguning dan rontok dari tanaman (Adie dan Krisnawati, 2007). Biji kedelai biasanya diukur berdasarkan bobot 100 biji kering. Bobot 100 biji kedelai ukuran kecil berkisar antara 6-10 g, sedangkan yang berukuran sedang antara 11-12 g dan yang berukuran besar lebih dari 13 g (Pitojo, 2007). Kulit biji kedelai terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, hypodermis dan parenkim. Lapisan epidermis disusun oleh sel-sel palisade yang diselubungi oleh lapisan kutikula. Lapisan hypodermis terdiri dari selapis sel yang berbentuk huruf 1 (hourglass). Lapisan parenkim terdiri dari 6-8 lapisan tipis yang terdapat pada keseluruhan kulit biji kecuali pada hilum yang tersusun oleh tiga lapisan yang berbeda. Hilum tersusun atas tiga lapisan parenkim, pada lapisan terluar terdapat ruang interseluler yang berhubungan langsung dengan sel hourglass (Adie dan Krisnawati, 2007).

9   

Fase Pertumbuhan Fase pertumbuhan tanaman kedelai dibagi dalam dua fase (stadia) yaitu fase vegetatif dan fase generatif (reproduktif). Fase vegetatif (V) diawali pada saat tanaman muncul dari tanah dan kotiledon belum membuka (Ve). Jika kotiledon telah membuka dan diikuti oleh membukanya daun tunggal (unifoliat) maka dikategorikan fase kotiledon (Vc). Penandaan fase vegetatif berikutnya berdasarkan pada membukanya daun bertiga (trifoliat) sekaligus menunjukkan posisi buku yang dihitung dari atas tanaman pada batang utama. Fase pertumbuhan kedelai dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Fase Pertumbuhan Vegetatif (V) dan Generatif (R) Tanaman Kedelai Kode Ve Vc V1 V2

Fase Pertumbuhan Pemunculan Kotiledon Buku pertama Buku kedua

Keterangan Kotiledon muncul Daun unifoliat berkembang Daun terurai pada buku unifoliat Daun terbentuk penuh pada buku di atas buku unifoliat V3 Buku ketiga Tiga buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh Vn Buku ke-n n buah buku pada batang utama daun terurai penuh R1 Mulai berbunga Bunga mekar pertama Berbunga penuh Bunga mekar pada buku teratas batang utama R2 dengan daun terbuka penuh R3 Mulai berpolong Muncul polong pada salah satu di antara 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh R4 Berpolong penuh Polong sudah berukuran 2 cm pada salah satu di antara 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh R5 Mulai berbiji Terbentuk biji dalam polong pada salah satu di antara 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh R6 Berbiji penuh Polong berisi satu biji hijau pada salah satu di antara 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh R7 Mulai matang Satu polong pada batang utama telah mencapai warna polong matang R8 Matang penuh 95% polong telah warna polong matang Sumber: Adie dan Krisnawati (2007)

10   

Fase V1 dicirikan oleh daun tunggal dan diikuti pula oleh membukanya daun bertiga, sekaligus posisi daun bertiga yang membuka pertama membuka disebut sebagai buku pertama. Fase V2 dicirikan jika berdaun bertiga kedua (di atas daun bertiga pertama) telah membuka penuh, dan posisi ini disebut buku pertama, dan otomatis posisi daun bertiga yang ada di bawahnya dikategorikan berada pada buku kedua. Pola penentuan fase vegetatif berikutnya berdasarkan keberadaan daun bertiga dan fase ini akan berakhir setelah terbentuknya bunga, sebagai organ reproduktif. Menurut Adie dan Krisnawati (2007), umur tanaman kedelai dikelompokkan menjadi genjah (<80 hari), sedang (80-85 hari), dan dalam (>85 hari).

Syarat Tumbuh Kedelai Komponen lingkungan yang menjadi penentu keberhasilan usaha produksi kedelai adalah faktor iklim (suhu, sinar matahari, curah, dan distribusi hujan). Selain itu, faktor kesuburan tanah (solum, tekstur, pH, ketersediaan hara, kelembaban tanah, bahan organik dalam tanah, drainase dan aerasi tanah, serta mikroba tanah) juga menjadi faktor penentu (Sumarno dan Manshuri, 2007). Sumarno dan Manshuri (2007) menyatakan bahwa terdapat tiga tipe tempat tumbuh tanaman kedelai, yaitu sangat sesuai, sesuai, dan kurang sesuai. Tanaman kedelai sangat sesuai tumbuh optimal dan produktivitas maksimal (sekitar 2 ton/ha biji kering) jika ditanam di wilayah yang curah hujannya 300-400 mm/3 bulan dan ketinggian tempat 1-700 m di atas permukaan laut (dpl). Tumbuh sesuai (tumbuh normal dan produktivitas di atas rata-rata namun masih di bawah produktivitas maksimal) pada curah hujan 200-300 atau 400-600 mm/3 bulan dengan elevasi 700-1000 m dpl, sesuai bersyarat pada curah hujan 100-200 atau 600-900 mm/3 bulan dengan elevasi 1000-1300 m dpl. Kurang sesuai pada curah hujan kurang dari 100 atau lebih dari 900 mm/3 bulan dengan elevasi di atas 1300 m dpl. Kriteria kesesuaian agroklimat untuk tanaman kedelai menurut Sumarno (1999) dapat dilihat pada Tabel 3. Kedelai memerlukan tanah yang memiliki aerasi, drainase, dan kemampuan menahan air cukup baik. Kedelai tidak dapat tumbuh dengan baik pada tanah kering berpasir serta tanah dangkal. Jenis tanah yang sesuai bagi

11   

pertumbuhan tanaman kedealai adalah tanah aluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol. Jenis-jenis tanah tersebut tersebar pada tanah persawahan, tegalan, maupun tanah kering di perkebunan dan kehutanan (Pitojo, 2007). Tabel 3. Kriteria Kesesuaian Agroklimat untuk Tanaman Kedelai Faktor Agropedoklimat Suhu rata-rata oC Curah hujan mm/tahun

Sangat sesuai Sesuai 25-28 29-35 20-25 1500-2500 1000-1500

Agak Sesuai 36-38 18-19 2500-3500 700-1000

Kurang sesuai >38 <18 >3500 <700

Curah hujan selama musim kedelai (mm/3 bulan)

300-400

250-300 400-500 4 kali pengairan Lempung berpasir Sedang

200-250 500-700 2-3 kali pengairan Liat berdebu Agak lambat Agak cepat

<200 >700 1 kali pengairan Pasir, krikil, liat padat Sangat Cepat Sangat lambat

30-49

15-29

≤10

Sedang 5,0-5,8

agak rendah 4,5-5,0

Rendah <4,5 >7

Sedang Sedang

agak rendah agak rendah

Rendah Rendah

Sedang Sedang 5-10 5-10% <10% 1-100

agak rendah agak rendah 10-15 10-20% 10-20% 1200-1500

Rendah Rendah >15 >20% >20% 1500

Ketersediaan irigasi 5-6 kali selama musim pengairan pengairan Tekstur tanah Lempung berdebu Drainase tanah Baik Kedalaman lapisan olah (mm) Bahan organik tanah Kemasaman tanah (pH) N tanah P2O5 K2 O Ca, Mg Kejenuhan Al (%) Topografi Naungan Elevasi (m dpl)

≥50 Tinggisedang 5,8-6,9 Tinggisedang Tinggi Tinggisedang Tinggi <5 Datar Tanpa 100-800 800-1200

Sumber: Sumarno (1999)

12   

Akar tanaman kedelai lebih mudah berkembang pada tanah gembur yang mengandung liat berpasir dengan struktur tidak terlalu ringan. Kandungan bahan organik tanah yang cukup berguna untuk mendukung perkembangan Rhizobium sp., perbaikan drainase tanah, peningkatan kapasitas menyimpan kelembaban tanah, dan mempermudah pertumbuhan akar tanaman. Rhizobium sp. yang cukup pada akar dan bersimbiosis dengan dengan tanaman kedelai sangat penting bagi pertumbuhan kedelai. Rhizobium sp. Pada umumnya memiliki persyaratan hidup yang sama dengan persyaratan tumbuh kedelai (Sumarno dan Manshuri, 2007). Kedelai tumbuh baik pada tanah yang sedikit masam sampai mendekati netral, yaitu pada pH 5.5-7.0 dan pH optimal 6.0-6.5. Tanah masam yang mengandung Al tinggi, kadar lebih dari 20% menyebabkan terjadinya keracunan pada akar kedelai, sehingga akar tidak berkembang, tanaman tumbuh kerdil, daun berwarna kuning kecoklatan, dan tidak mampu membentuk polong serta perkembangan bakteri Rhizobium terhambat (Sumarno dan Manshuri, 2007).

Pemuliaan Tanaman Kedelai Pemuliaan

kedelai

di

Indonesia

secara

umum

bertujuan

untuk

menghasilkan varietas unggul berdaya hasil tinggi dan beradaptasi untuk berbagai agroekologi. Sejak tahun 1990 program perakitan varietas kedelai mulai diarahkan untuk beradaptasi spesifik agroekologi seperti lahan sawah (irigasi dan tadah hujan), lahan kering (masam dan bukan masam), lahan rawa, dan sebagainya (Arsyad et al., 2007). Varietas unggul yang dihasilkan dalam kegiatan pemuliaan mempunyai peran penting untuk meningkatkan hasil dan produktivitas tanaman kedelai apabila benih dari varietas unggul tersebut digunakan secara luas oleh petani (Budiarti dan Hadi, 2006). Tujuan pemuliaan secara umum adalah untuk memperbaiki sifat-sifat tanaman baik sifat kualitatif maupun kuantitatif. Kegiatan pemuliaan diharapkan dapat menghasilkan tanaman yang lebih unggul dari varietas yang sudah ada. Langkah yang ditempuh dalam pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri pada dasarnya terdiri atas introduksi, seleksi, hibridisasi, seleksi setelah hibridisasi, evaluasi, dan pengujian, serta pelepasan varietas (Sutjahjo et al., 2006).

13   

Pemuliaan tanaman terus dilakukan untuk memperbaiki sifat-sifat penting, termasuk produktivitasnya. Kegiatan pemuliaan diharapkan dapat menghasilkan tanaman yang lebih unggul dari varietas yang sudah ada. Pemuliaan kedelai untuk mendapatkan varietas unggul pada dasarnya melalui tahapan yaitu pembentukan populasi dasar untuk bahan seleksi, pembentukan galur murni dan seleksi, pengujian daya hasil hingga pemurnian dan penyediaan benih. Kegiatan pemuliaan kedelai di Indonesia dapat dilakukan upaya rekombinasi gen-gen yang diinginkan melalui persilangan. Persentase keberhasilan persilangan tanaman yaitu sekitar 50-60% (Sumarno, 1985). Keberhasilan pemuliaan ditentukan oleh adanya variabilitas genetik yang luas dan cara seleksi yang dipergunakan untuk menimbulkan perubahan frekuensi gen. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya populasi dasar sebagai sumber dalam perakitan varietas, sedangkan cara seleksi harus menjadi jalan untuk memperluas dan dan mempertahankan variabilitas genetik agar sumber tersebut dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu lama (Somaatmadja, 1985). Penampilan karakter suatu tanaman dapat dibedakan ke dalam karakter kualitatif dan kuantitatif. Karakter kualitatif umumnya dikendalikan oleh sedikit gen, dengan pengaruh individu mudah diidentifikasi, cara pewarisannya sederhana dan sedikit dipengaruhi oleh lingkungan. Sebaliknya, karakter kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen (poligenik) yang masing-masing gen berpengaruh kecil terhadap ekspresi karakter, sebaran kelas fenotipenya kontinyu, kebanyakan peran gen pada tanaman tidak jelas pengaruhnya terhadap individu yang sukar diidentifikasi (Crowder, 1990 dalam Suyamto, 2007). Seleksi merupakan dasar dari seluruh perbaikan tanaman untuk mendapatkan varietas unggul baru. Dalam perakitan varietas unggul, keragaman genetik memegang peranan yang sangat penting karena semakin tinggi keragaman genetik semakin tinggi pula peluang untuk mendapatkan sumber gen bagi karakter yang diperbaiki. Keragaman genetik yang luas menunjukkan adanya pengaruh genetik yang lebih dominan daripada pengaruh lingkungan (Martono, 2009). Seleksi merupakan bagian penting dari program pemuliaan tanaman untuk memperbesar peluang mendapatkan genotipe yang unggul. Hal ini juga berlaku untuk pemuliaan tanaman kedelai. Pengujian perlu dilakukan sebanyak mungkin

14   

pada galur-galur kedelai terpilih sehingga didapatkan galur-galur kedelai yang berdaya hasil tinggi (Pinaria et al., 1995).  Keberhasilan upaya tersebut sangat ditunjang oleh kemampuan pemulia untuk memisahkan genotipe-genotipe yang memiliki sifat-sifat unggul dalam tahapan seleksi (Zen, 1995). Varietas kedelai dikembangkan dari galur murni yang bersifat homozigot homogenus. Oleh karena itu, dari populasi persilangan perlu dibentuk galur-galur murni sehingga dapat diuji daya hasilnya. Pada umumnya, galur asal F4 atau F5 sudah menunjukkan tingkat kemurnian yang cukup sehingga sudah dapat diuji (Sumarno, 1985). Seleksi pada tanaman menyerbuk sendiri menggunakan dua cara untuk meningkatkan hasil yang diinginkan, yaitu dengan melakukan seleksi pada populasi yang sudah ada dan seleksi dalam populasi untuk membentuk varietas atau galur (Poespadarsono, 1988). Kegiatan pemuliaan pada tanaman menyerbuk sendiri terbagi menjadi dua kelompok. Pertama adalah memperbaiki suatu populasi tanaman yang sudah ada (intra-population improvements) dan kedua adalah menggabungkan sifat-sifat dari dua populasi tanaman (inter-population improvements). Kelompok pertama terdiri dari metode seleksi Massa dan seleksi Galur Murni. Kelompok kedua terdiri dari metode seleksi Pedigree, Bulk, Back cross, dan Single Seed Descent (Mangoendidjojo, 2007). Seleksi Galur murni terdiri dari tiga tahap yang berbeda. Tahap pertama adalah seleksi tanaman tunggal dari populasi dasar yang secara genetik bervariasi. Tahap kedua adalah pertumbuhan baris keturunan dari individu tanaman yang diseleksi untuk tujuan observasi dalam bentuk galur. Tahap ketiga adalah evaluasi galur-galur terpilih untuk diuji lanjut (Allard, 1960). Seleksi massa merupakan metode seleksi yang paling sederhana. Seleksi massa dilakukan berdasarkan fenotipe yang dapat diamati di lapangan untuk memperbaiki

suatu

sifat

dari

populasi

yang

diseleksi

dengan

tetap

mempertahankan ciri populasi tersebut. Chahal dan Gosal (2003) menyatakan bahwa tujuan utama dari seleksi massa adalah untuk meningkatkan frekuensi genotipe unggul dari populasi genetis yang berubah-ubah dengan perbedaan karakter yang jelas.

15   

Seleksi Pedigree dilakukan pada generasi-generasi yang bersegregasi dan dimulai dari generasi F2. Pada metode Pedigree dilakukan pencatatan dari hubungan tetua dan keturunanya. Pencatatan-pencatatan yang diambil dengan baik dapat bermanfaat dalam memutuskan genotipe mana yang dilanjutkan dan mana yang dibuang (Allard, 1960). Seleksi Bulk adalah metode seleksi yang menangani populasi bersegregasi yang memiliki nilai homozigositas tinggi dalam beberapa generasi. Sebelum mencapai kehomozigotan yang tinggi, populasi bersegregasi akan terseleksi secara alami (Arsyad et al., 2007). Metode Single Seed Descent dilakukan pada generasi F1 hingga F6 dengan areal tanam yang terbatas dan tanpa seleksi. Individu tanaman generasi F3 hingga F6 merupakan perwakilan dari individu tanaman di generasi sebelumnya karena penanaman dilakukan dengan memilih satu butir benih tiap individu tanaman di generasi sebelumnya. Pada generasi F7 dan seterusnya benih ditanam dalam baris atau plot dan dilakukan seleksi (Chahal dan Gosal, 2003). Metode Back Cross adalah metode seleksi yang dilakukan dengan menyilangkan genotipe F1 dengan salah satu tetuanya. Metode Back Cross melibatkan tetua persilangan yaitu tetua yang ingin diperbaiki (recurrent parent) dan tetua yang digunakan sebagai sumber gen yang akan dimasukkan ke dalam tetua yang ingin diperbaiki (donor parent) (Chahal dan Gosal, 2003). Metode ini pada umumnya dilakukan untuk memperbaiki varietas-varietas unggul yang masih memiliki kelemahan sifat. Tiga hal yang perlu diperhatikan agar metode ini dapat memberikan hasil yang baik, pertama yaitu harus tersedianya recurrent parent yang baik. Kedua, dengan beberapa kali Back Cross sifat baik dari donor parent dapat terakumulasi pada keturunanya. Ketiga, selama proses gen under transfer dengan beberapa kali Back Cross, sifat-sifat baik yang dimiliki oleh recurrent parent tetap terakumulasi pada keturunannya (Mangoendidjojo, 2007).

Uji Daya Hasil Galur-galur harapan sebelum dapat ditetapkan sebagai galur-galur ideal untuk dilepas sebagai varietas maka pengujian daya hasil pada berbagai kondisi lingkungan menjadi sangat penting dilakukan (Djaelani et al., 2001). Hal ini

16   

dimaksudkan untuk mengetahui stabilitas hasil galur-galur harapan pada kondisi lingkungan yang berbeda (Suryati dan Chozin, 2007). Terdapat beberapa tahapan pengujian daya hasil dalam pemuliaan tanaman, yaitu uji daya hasil pendahuluan (UDHP), uji daya hasil lanjutan (UDHL), dan uji multilokasi (UML). Pengujian tahap awal (Uji Daya Hasil Pendahuluan) diutamakan 50-60 galur homozigot di lokasi yang terbatas (1-2 lokasi). Pada musim berikutnya, pengujian daya hasil lanjutan, diuji 15-20 galur di 4-5 lokasi. Selanjutnya dalam uji multilokasi, diuji 8-10 galur di 10-12 lokasi selama dua musim tanam. Ukuran petak percobaan pada pengujian daya hasil pendahuluan lebih kecil (6-8 m2) dan pada pengujian daya hasil lanjutan dan uji multilokasi lebih besar (10-15 m2) (Arsyad et al., 2007). Galur-galur harapan yang telah melalui tahap pengujian daya hasil (pendahuluan, lanjutan, dan multilokasi) dan menunjukkaan keragaan yang lebih superior dan lebih stabil serta memiliki sifat unggul lainnya dibandingkan varietas pembanding dapat diusulkan untuk dilepas sebagai varietas baru (Arsyad et al., 2007). Pada program pemuliaan tanaman, interaksi genotipe x lingkungan dikaitkan dengan penciptaan varietas yang menunjukkan stabilitas bila ditanam pada lingkungan berbeda. Setelah diperoleh genotipe potensial dari hasil seleksi maka genotipe dievaluasi pada pada berbagai kondisi lingkungan sebelum dilepas sebagai varietas baru. Varietas yang akan dilepas diharapkan tetap berpotensi meskipun ditanam pada berbagai kondisi lingkungan (Poespadarsono, 1988).

Heritabilitas Heritabilitas merupakan suatu tolok ukur yang bersifat kuantitatif untuk menentukan perbedaan penampilan suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan sehingga akan diketahui sejauh mana sifat tersebut akan diturunkan pada generasi selanjutnya (Bari et al., 1982). Heritabilitas juga merupakan parameter yang digunakan untuk seleksi pada lingkungan tertentu karena heritabilitas merupakan gambaran suatu karakter dipengaruhi faktor genetik atau faktor lingkungan (Hadiati et al., 2003). Rostini et al., (2006) menyatakan bahwa penampilan suatu karakter akan optimal jika tanaman tersebut berada pada lingkungan yang sesuai, sebaliknya

17   

penampilan tidak akan optimal jika berada pada lingkungan yang tidak sesuai. Penampilan suatu karakter yang heritabilitasnya tinggi memiliki pengaruh lingkungan yang sedikit sehingga penampilannya akan relatif tetap, tetapi karakter yang heritabilitasnya rendah memiliki pengaruh lingkungan yang besar sehingga penampilannya akan berubah, oleh karena itu lingkungan harus optimal. Heritabilitas arti sempit mempunyai nilai yang lebih kecil jika dibandingkan dengan heritabilitas arti luas untuk kedua populasi persilangan. Ini mengindikasikan adanya komponen lain yang bukan aditif di dalam varians genetik karakter berkas pembuluh. Namun demikian, walaupun nilai lebih kecil, heritabilitas arti sempit lebih akurat untuk dijadikan acuan karena komponen aditif adalah yang diwariskan (Allard, 1960; Fehr, 1987). Heritabilitas dengan nilai 0 berarti bahwa keragaman fenotip hanya disebabkan oleh lingkungan, sedangkan keragaman dengan nilai 1 berarti keragaman fenotip hanya disebabkan oleh genotip. Semakin mendekati 1 dinyatakan heritabilitasnya makin tinggi, sebaliknya semakin mendekati 0, heritabilitasnya makin rendah (Poespodarsono, 1988). Tingginya nilai heritabilitas suatu sifat menunjukkan bahwa seleksi terhadap suatu sifat dapat dilakukan pada generasi awal, sedangkan nilai heritabilitas yang rendah menandakan besarnya pengaruh lingkungan terhadap penampilannya sehingga seleksi lebih efektif jika dilakukan pada generasi lanjut (Racmadi et al., 1990). Hadiati et al. (2003) juga menyatakan bahwa sifat yang digunakan untuk seleksi sebaiknya mempunyai nilai heritabilitas tinggi, sebab sifat tersebut akan mudah diwariskan dan seleksi dapat dilakukan pada generasi awal. Nilai heritabilitas yang tinggi akan mengakibatkan seleksi menjadi lebih efektif, sedangkan nilai duga heritabilitas rendah akan menyebabkan seleksi menjadi lebih sulit (Rostini et al., 2006). Heritabilitas yang tinggi juga berperan dalam meningkatkan keefektifan seleksi. Suatu karakter yang memiliki heritabilitas tinggi, yang menunjukan bahwa penampilan karakter tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor genetik. Karakter dengan heritabilitas yang tinggi juga menggambarkan bahwa karakter tersebut mudah diwariskan. Dengan demikian, seleksi terhadap karakter unggul dengan heritabilitas tinggi akan menjamin diperolehnya keunggulan pada generasi

18   

berikutnya sehingga seleksinya akan berlangsung efektif (Djuariah, 2006). Sifat kualitatif umumnya cenderung mempunyai heritabilitas tinggi, sebaliknya sifat kuantitatif mempunyai nilai heritabilitas rendah (Poespodarsono, 1988). Beberapa parameter genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan agar seleksi efektif dan efisien adalah keragaman genetik, heritabilitas, korelasi dan pengaruh dari karakter-karakter yang erat hubungannya dengan hasil (Borojevic, 1990). Adanya keragaman genetik, yang berarti terdapat perbedaan nilai antar individu genotipe dalam populasi merupakan syarat keberhasilan seleksi terhadap karakter yang diinginkan. Fehr (1987) menyebutkan bahwa heritabilitas adalah salah satu alat ukur dalam sistem seleksi yang efisien yang dapat menggambarkan efektivitas seleksi genotipe berdasarkan penampilan fenotipenya.

19   

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-BIOGEN), Cimanggu, Bogor. Penelitian ini berlangsung pada bulan Januari-Mei 2010.

Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah 22 galur harapan kedelai F10 hasil pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura dan 3 varietas pembanding yaitu Sibayak, Ceneng, dan Tanggamus. Bahan lain yang digunakan adalah pupuk dengan dosis 75 kg Urea/ha, 300 kg SP-18/ha, 150 kg KCl/ha, 3 ton pupuk kandang/ha, dan 1 ton kapur/ha, serta inokulan Rhizobium dengan dosis 250 g/40 kg benih/ha, Karbofuran, dan Dekametrin 2.5 EC. Tabel 4. Galur-galur Harapan Kedelai yang diuji dan Tetua Persilangannya Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Galur Kedelai CG-22-10 CP-14-6 CP-2-4 CS-50-2 GC-13-7 GC-22-10 GC-5-8 GC-74-7 PG-33-5 PG-57-1 PS-57-6 SC-1-8 SC-21-5 SC-39-1 SC-54-1 SC-56-3 SC-68-2 SP-10-4 SP-16-2 SP-24-1 SP-30-4 SP-42-1

Tetua Persilangan Ceneng x Godek Ceneng x Pangrango Ceneng x Pangrango Ceneng x Slamet Godek x Ceneng Godek x Ceneng Godek x Ceneng Godek x Ceneng Pangrango x Godek Pangrango x Godek Pangrango x Slamet Slamet x Ceneng Slamet x Ceneng Slamet x Ceneng Slamet x Ceneng Slamet x Ceneng Slamet x Ceneng Slamet x Pangrango Slamet x Pangrango Slamet x Pangrango Slamet x Pangrango Slamet x Pangrango

20   

Metode Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan genotipe sebagai faktor tunggal dan terdiri atas tiga ulangan. Masing-masing ulangan mewakili kelompok yang terdiri atas 22 galur harapan kedelai dan tiga varietas pembanding yang ditempatkan secara acak sehingga terdapat 75 satuan percobaan. Jumlah tanaman contoh yang diamati adalah 10 tanaman per satuan percobaan. Model aditif linier yang digunakan menurut Gomez dan Gomez (1995) adalah: Yij= μ + Gi + βj + εij Keterangan : Yij

= hasil pengamatan padagalur ke-i dan ulangan ke-j

μ

= nilai tengah pengamatan

Gi

= hasil pengamatan pengaruh aditif galur ke-i

βj

= hasil pengamatan pengaruh ulangan ke-j

εij

= galat yang ditimbulkan karena perlakuan galur ke-i dan ulangan ke-j. Pelaksanaan Penelitian Kegiatan persiapan dan pengolahan lahan dilakukan satu bulan sebelum

penanaman kemudian diberi kapur dengan dosis 1 ton/ha dan pupuk kandang sebanyak 3 ton per ha. Petak dibuat dengan ukuran 3 m x 4 m sebanyak 75 petak. Penanaman benih dilakukan sebanyak 3 benih per lubang dalam jarak tanam 40 cm x 15 cm pada kedalaman sekitar 5 cm. Pemberian karbofuran 3G dengan dosis 2 kg/ha dan inokulan Rhizobium dengan dosis 250 g/40 kg benih /ha dilakukan bersamaan dengan penanaman benih. Pemupukan 75 kg Urea/ha, 300 kg SP-18/ha, dan 150 kg KCl/ha dilakukan pada saat penanaman. Penyulaman dilakukan satu minggu setelah tanam (MST) dengan mengganti tanaman yang mati dengan benih baru. Penjarangan dilakukan pada 2-3 MST dengan mencabut tanaman sehingga terdapat dua tanaman pada setiap lubang tanam. Pada setiap satuan percobaannya terdiri atas 400 tanaman. Pemeliharaan tanaman kedelai berupa penyiangan gulma dilakukan sesuai kondisi lapang. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan

21   

penyemprotan pestisida. Pemanenan dilakukan pada saat 95% polong kedelai berwarna coklat.

Pengamatan A. Pengamatan pada setiap petak meliputi: 1. Umur berbunga, dihitung saat 80% tanaman telah berbunga dalam satuan petak percobaan. 2. Umur panen, dihitung saat 95% polong tanaman berwarna kuning kecoklatan atau daun telah gugur. 3. Bobot biji per ubinan (g/1.8 x 2.4 m2), yaitu hasil bobot total biji kering panen per ubinan. 4. Hama dan penyakit yang menyerang (foto, sampel, atau awetan). 5. Gulma yang terdapat pada lahan. B. Pengamatan pada masing-masing tanaman contoh, yaitu dengan mengambil 10 tanaman contoh secara acak pada setiap ulangan. Semua pengamatan dilakukan pada saat panen. Karakter-karakter yang diamati pada penelitian ini antara lain: 1. Tinggi tanaman saat panen (TTSP), diukur dari pangkal batang tanaman sampai titik tumbuh. 2. Jumlah

cabang

produktif

(JCP), yaitu

jumlah

cabang

yang

menghasilkan polong. 3. Jumlah buku produktif (JBP), yaitu jumlah buku yang memiliki polong. 4. Jumlah polong bernas (JPB), yaitu jumlah polong yang menghasilkan biji. 5. Jumlah polong total (JPT), yaitu jumlah polong keseluruhan yang dihasilkan. 6. Persen polong hampa (%), yaitu persen jumlah polong hampa terhadap jumlah polong total yang dihitung setelah panen. 7. Bobot biji per tanaman (g), yaitu bobot total biji kering panen per tanaman. 8. Bobot 100 butir biji (g), yaitu bobot 100 biji kering panen.

22   

Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F untuk mengetahui perbedaan antara nilai tengah karakter yang diamati (Tabel 4). Hipotesis yang diajukan H0= µ1 = µ2 = µ3 dan H1= µ1 ≠ µ2 ≠ µ3. Jika perlakuan genotipe berpengaruh nyata terhadap karakter yang diuji maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut Dunnett serta pendugaan komponen ragam dan nilai heritabilitas dalam arti luas (h2bs). Tabel 5. Analisis Ragam dan Komponen Pendugaan Ragam Sumber Keragaman (SK) FK Ulangan Galur Galat Total

Derajat Bebas (db) 1 r-1 g-1 G(r-1) g.r

Kuadrat Tengah (KT)

E (KT)

M3 M2 M1

σ2e + g σ2 u σ2e + r σ2 g σ2e

Pendugaan komponen ragam dilakukan berdasarkan hasil analisis ragam, yaitu: 1. Ragam lingkungan (σe2) merupakan pengaruh lingkungan yang menyebabkan terjadinya perbedaan penampilan dari karakter-karakter yang diamati. Ragam lingkungan merupakan varian galat atau M1 sehingga σe2 = KT galat (σ2) 2. Ragam fenotipik (σ2p) merupakan kuadrat tengah galur, karena percobaan diulang sebanyak tiga kali, maka σ2 = M2 / r 3. Ragam genetik (σ2g) merupakan pengaruh genetik terhadap penampilan dari karakter-karakter yang diamati. Ragam genetik dapat dihitung dengan menggunakan kuadrat tengah harapan, maka σ2g = (M2-M1) / r 4. Heritabilitas (h2bs) merupakan proporsi ragam genetik yang menyebabkan perbedaan penampilan pada tiap karakter yang diamati. Heritabilitas dapat diduga sebagai berikut : h2(bs) = σ2g / σ2p X 100 % 5. Koefisien keragaman genetik (KKG). KKG merupakan nisbah antara akar kuadrat tengah ragam genetik dengan rataan umum. Nilai KKG dapat dihitung sebagai berikut :

KKG =

σ2g / x

6. Korelasi fenotip dan korelasi genotip.

23   

Korelasi antara peubah yang diamati tehadap hasil dihitung dengan menggunakan analisis nilai koefisien korelasi Pearson. Nilai koefisien korelasi diuji pada taraf nyata 0.01 (Gomez dan Gomez, 1995). Nilai koefisien korelasi yang dihitung adalah koefisien korelasi fenotipik (rp) yang dihitung dengan rumus: r =

cov xy var( x ). var( y )

dimana, covxy = peragam antara karakter x dengan karakter y, σ2x = ragam karakter komponen hasil, σ2y = ragam karakter hasil, dan n = banyaknya data yang diamati pada karakter x dan y. Koefisien korelasi genotipik dapat dihitung dengan menggunakan rumus: rg = (Covg(xy))/{(σ2g(x))(σ2g(y))}1/2 Keterangan: Covg(xy) 2

σ

= peragam fenotipik antara sifat x dan y

g(x)

= ragam genetik sifat x

σ2g(y)

= ragam genetik sifat y

Koefisien korelasi fenotipik dapat dihitung dengan menggunakan rumus: rp = (Covp(xy))/{(σ2p(x))(σ2p(y))}1/2 Covp(xy)

= peragam fenotipik antara sifat x dan y

σ2p(x)

= ragam fenotipik sifat x

σ2p(y)

= ragam fenotipik sifat y

Rumus uji signifikasi dengan analog uji t-student untuk koefisien korelasi genetik dan fenotipik (Racmawati, 2006): thitung

= (rg(xy)/((1-(rg(xy))2)/db(n-2))1/2)

24   

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada tanggal 31 Januari dan panen dilakukan secara bertahap sesuai kondisi tanaman pada tanggal 28 April – 5 Mei 2010. Curah hujan rata-rata pada bulan Februari – April 2010 adalah sebesar 529.8 mm/bulan dengan kelembaban udara sebesar 84.67% dan temperatur 26.3oC (BMKG, 2010). Pengapuran dilakukan sebulan sebelum tanam dengan dosis 1 ton/ha. Fase pertumbuhan pada tanaman kedelai dimulai dengan fase pemunculan kotiledon (Ve) setelah 3-4 hari setelah tanam (HST) dan fase kotiledon sekitar 4-7 HST. Penghitungan daya berkecambah (DB) dilakukan 1 MST. Galur-galur kedelai F10 memiliki rata-rata DB sebesar 68.25% Hal ini dikarenakan benih kedelai yang ditanam sudah terlalu lama disimpan. Purwanti (2004) menyatakan bahwa salah satu faktor pembatas produksi kedelai di daerah tropis adalah cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan hingga mengurangi penyediaan benih berkualitas tinggi. Fase pertumbuhan vegetatif dimulai dengan munculnya stadia buku pertama hingga stadia buku berikutnya. Fase generatif dimulai saat bunga mekar pertama kali. Pengamatan umur berbunga dilakukan saat 80% tanaman telah berbunga pada setiap satuan percobaan. Pemanenan dilakukan pada saat 95% polong tanaman telah berwarna kuning kecoklatan dan daun telah gugur. Pemanenan dilakukan sebanyak empat kali sesuai kematangan dan kondisi tanaman yaitu pada saat tanaman berumur 89 HST, 90 HST, 92 HST, dan 95 HST. Hama yang menyerang tanaman kedelai dibedakan menjadi dua, yaitu pada saat fase vegetatif dan fase generatif. Hama yang menyerang pada saat fase vegetatif adalah hama perusak daun antara lain belalang (Oxya spp.), pengorok daun (Chromatomyia horticola), ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites), ulat pemakan daun (Spodoptera litura) (Gambar 2c), kutu daun (Aphis glycine), rayap, dan kumbang (Phaedonia inclusa). Hama perusak tanaman kedelai pada fase generatif yaitu menyerang polong tanaman, antara lain kepik (Nezara viridula) (Gambar 2b) dan kepik polong (Riptortus linearis).

25   

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 1. Hama yang Menyerang Pertanaman Kedelai: (a) nimfa Kepik hijau (b) Kepik hijau (c) Larva Spodoptera litura (d) Coreidae Serangan kepik (Riptortus linearis) pada polong muda menyebabkan biji kempis dan kadang-kadang polong gugur. Serangan yang terjadi pada fase pengisian biji menyebabkan biji busuk dan menghitam. Serangan terhadap polong tua menyebabkan adanya bintik hitam pada biji (Pitojo, 2007). Hama rayap menyerang tanaman kedelai saat fase vegetatif dan generatif dengan memotong bagian bawah batang sehingga tanaman menjadi patah dan akhirnya mati. Penyakit yang menyerang pertanaman kedelai adalah penyakit pustul dan hawar batang (Sclerotium rolfsii). Penyakit pustul menyerang tanaman kedelai pada saat tanaman berumur 3 MST. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv glycine. Gejala awal berupa bercak kecil yang tampak pada kedua permukaan daun, berwarna hijau pucat, menonjol pada bagian tengah dan kemudian menjadi bisul, berwarna coklat muda atau putih di bagian bawah permukaan daun. Penyakit hawar batang terjadi pada pangkal batang atau

26   

sedikit di bawah permukaan tanah berupa bercak coklat muda yang cepat berubah menjadi coklat tua, meluas sampai ke hipokotil. Selain hama dan penyakit, faktor biotik yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai adalah gulma. Jenis gulma yang tumbuh di pertanaman kedelai antara lain antara lain Borreria alata, Oxalis barilieri, Phyllanthus niruri, Mimosa pudica, Paspalum sp., Eleusine indica (Gambar 3). Penyiangan gulma dilakukan pada 19 HST, 20 HST, dan 21 HST.

(a)

(b)

Gambar 2. Gulma yang Terdapat di Lahan Pertanaman Kedelai a. Mimosa pudica b. Boreria alata

Keragaan Karakter Agronomi Karakter yang diamati pada galur kedelai F10 terdiri atas umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, jumlah polong total, persentase polong hampa, bobot per tanaman, bobot 100 butir benih, dan bobot biji per ubinan (1.8 m x 2.4 m). Nilai tengah dan kisaran semua karakter yang diuji terdapat pada Tabel 6. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keragaan galur-galur yang diuji untuk karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, jumlah polong total, bobot per tanaman, dan bobot 100 butir, dan bobot ubinan. Galur-galur yang diuji tidak berbeda untuk karakter persentase polong hampa (Tabel 7).

27   

Tabel 6. Rekapitulasi Nilai Tengah, Standar Deviasi, dan Nilai Tengah Beberapa Karakter Karakter Umur Berbunga (HST) Umur Panen (HST) Tinggi Tanaman Saat Panen (cm) Jumlah Cabang Produktif Jumlah Buku Produktif Jumlah Polong Bernas Jumlah Polong Total Persentase Polong Hampa (%) Bobot Biji per Tanaman (g) Bobot 100 butir (g) Bobot Ubinan (1.8 m x 2.4 m) (g)    

Nilai Tengah ± Std Dev Kisaran 47.8 ± 3.65 41.00 – 53.00 92.8 ± 2.22 89.00 – 95.00 69.2 ± 10.07 47.48 – 93.30 3.9 ± 1.06 1.70 – 6.20 32.7 ± 13.42 16.00 – 113.70 66.4 ± 18.63 35.30 – 113.70 69.2 ± 19.17 37.40 – 117.70 4.1 ± 1.63 1.24 – 8.68 10.5 ± 2.74 7.76 – 13.24 8.2 ± 1.25 5.70 – 11.05 585.0 ± 159.89 191.72 – 961.25

 

Tabel 7. Rekapitulasi Analisis Ragam pada Beberapa Karakter Karakter Umur Berbunga Umur Panen Tinggi Tanaman Jumlah Cabang Produktif Jumlah Buku Produktif Jumlah Polong Bernas Jumlah Polong Total Persentase Polong Hampa Bobot per Tanaman Bobot 100 Butir Bobot Ubinan (1.8 m x 2.4 m)

F-Hit 135.63** 13.39** 9.88** 10.10** 5.51** 7.12** 7.13** 0.80tn 4.84** 17.64** 5.29**

kk (%) 1.15 1.359 7.37 13.39 26.24 16.28 16.08 41.52 17.54 6.03 17.71

Keterangan: * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata tn = tidak berpengaruh nyata kk = koefisien keragaman

Galur-galur harapan F10

memiliki warna biji yang berbeda. Galur

GC-74-7, SC-39-1, dan SC-68-2 memiliki biji yang berwarna hitam. Galur GC-13-7, CG-22-10, GC-22-10, PG-57-1, SP-16-2, dan SP-42-1 memiliki biji yang berwarna hijau kekuningan, sedangkan galur yang berwarna kuning adalah CP-2-4, CP-14-6, CS-50-2, GC-5-8, PG-33-5, PS-57-6, SC-56-3, SC-21-5, SC-1-8, SC-54-1, SP-10-4, SP-24-1, dan SP-30-4. Varietas Ceneng memiliki biji berwarna hitam, Sibayak memiliki biji berwarna kuning, dan Tanggamus memiliki warna biji hijau kekuningan (Gambar 3).

28   

 

 

Gambar 3. Keragaan Biji 22 Galur Harapan Kedelai F10 dan Varietas Pembanding

Umur Berbunga dan Umur Panen Umur berbunga ditetapkan setelah 80% tanaman pada setiap satuan percobaan telah berbunga. Umur berbunga dari galur-galur harapan ini lebih lama daripada penelitian yang dilakukan oleh Wardoyo (2009) yang memiliki umur berbunga berkisar antara 41-51 HST dan nilai tengah sebesar 44 HST. Umur berbunga pada galur yang diuji berkisar antara 41-53 HST dengan nilai tengah

29   

46.9 HST sedangkan varietas pembanding Ceneng, Sibayak, dan Tanggamus masing-masing berbunga pada 43.3 HST, 42 HST, dan 50.3 HST (Tabel 8). Tabel 8. Nilai Rataan Karakter Umur Berbunga dan Umur Panen Galur Kedelai CG-22-10 CP-14-6 CP-2-4 CS-50-2 GC-13-7 GC-22-10 GC-5-8 GC-74-7 PG-33-5 PG-57-1 PS-57-6 SC-1-8 SC-21-5 SC-39-1 SC-54-1 SC-56-3 SC-68-2 SP-10-4 SP-16-2 SP-24-1 SP-30-4 SP-42-1 Rata-rata Ceneng Sibayak Tanggamus Rata-rata

Umur Berbunga (HST) 49.0bd 47.7bd 47.0bd 51.0bd 49.0bd 53.0bd 48.3bd 47.0bd 47.0bd 46.0b 51.0bd 51.0bd 46.0b 48.3bd 42.0d 41.0d 42.0d 42.0d 44.7b 41.0d 47.7bd 51.0bd 46.9 43.3 42.0 50.3 45.2

Umur Panen (HST) 92.0b 89.0 90.7 95.0bd 94.0bd 94.0bd 95.0bd 91.0 95.0bd 87.0d 93.0b 93.0b 88.0 92.3b 94.0bd 92.0b 87.0d 92.0b 89.7 89.7 95.0bd 93.0b 91.9 89.0 88.0 94.0 90.3

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d berturut-turut berbeda nyata dengan Ceneng, Sibayak, Tanggamus dan rataan varietas pembanding berdasarkan uji Dunnet pada taraf 5%.

Berdasarkan uji korelasi fenotipik (Tabel 15), karakter umur berbunga berkorelasi positif terhadap karakter umur panen. Namun, karakter umur berbunga tidak berkorelasi terhadap karakter yang lain sehingga varietas yang memiliki umur berbunga yang lebih pendek dijadikan varietas pembanding. Diantara tiga varietas pembanding, varietas Sibayak memiliki umur berbunga yang lebih

30   

pendek yaitu 42.0 HST sehingga varietas Sibayak menjadi varietas pembanding untuk karakter umur berbunga. Hasil uji lanjut Dunnett menunjukkan bahwa galur CG-22-10, CP-14-6, CP-2-4, CS-50-2, GC-13-7, GC-22-10, GC-5-8, GC-74-7, PG-33-5, PG-57-1, PS-57-6, SC-1-8, SC-21-5, SC-39-1, SP-16-2, SP-30-4, dan SP-42-1 memiliki umur berbunga yang nyata lebih panjang dibandingkan varietas pembanding terbaik yaitu varietas Sibayak. Galur CG-22-10, CP-14-6, CP-2-4, CS-50-2, GC-13-7, GC-22-10, GC-5-8, GC-74-7, PG-33-5, PS-57-6, SC-1-8, SC-39-1, SP-30-4, dan SP-42-1 memiliki umur berbunga yang nyata lebih panjang dibanding rataan varietas pembanding. Galur SC-54-1, SC-56-3, SC-68-2, SP-10-4, SP-24-1 memiliki umur berbunga yang lebih pendek dibanding rataan varietas pembanding (Tabel 8). Umur panen pada galur yang diuji berkisar antara 87-95 HST dengan nilai tengah 91.9 HST, sedangkan varietas pembanding Ceneng, Sibayak, dan Tanggamus masing-masing memiliki umur panan 89.0 HST, 88.0 HST, dan 94.0 HST (Tabel 8). Ketiga varietas pembanding memiliki umur panen dalam. Varietas Sibayak memiliki umur panen lebih pendek yaitu 88.0 HST sehingga varietas Sibayak menjadi varietas pembanding untuk karakter umur panen. Yullianida dan Susanto (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa selain ditentukan oleh faktor genetik, umur panen juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti perbedaan iklim dan elevasi. Menurut deskripsi varietas, varietas Sibayak memiliki umur panen 89 HST dan varietas Tanggamus memiliki umur panen 88 HST. Pada penelitian ini, varietas Sibayak memiliki umur panen 88 HST, sedangkan varietas Tanggamus memiliki umur panen 94 HST. Hal ini berarti, selain ditentukan oleh faktor genetik, umur panen juga ditentukan oleh kondisi lingkungan seperti iklim, elevasi, dan musim tanam. Berdasarkan hasil uji lanjut Dunnet, galur CG-22-10, CS-50-2, GC-13-7, GC-22-10, GC-5-8, PG-33-5, PS-57-6, SC-39-1, SC-54-1, SC-1-8, SC-54-1, SC-56-3, SP-10-4, SP-30-4 dan SP-42-1 memiliki umur panen yang nyata lebih lama dibandingkan dengan varietas terbaik Sibayak. Galur CS-50-2, GC-13-7, GC-22-10, GC-5-8, PG-33-5, PG-57-1, SC-54-1, SC-68-2, dan SP-30-4 memiliki

31   

umur panen yang nyata lebih lama dibanding rataan varietas pembanding. Galur yang memiliki umur panen sama dengan pembanding atau rata-rata pembanding adalah galur CP-14-6, CP-2-4, GC-74-7, SC-21-5, SP-16-2, dan SP-24-1 (Tabel 8). Menurut Adie dan Krisnawati (2007), umur tanaman kedelai dikelompokkan menjadi genjah (<80 hari), sedang (80-85 hari), dan dalam (>85 hari). Umur panen galur-galur harapan kedelai F10 yang diuji berkisar antara 88-95 HST dengan nilai tengah 91.9 HST sehingga termasuk dalam kelompok umur dalam. Polong dipanen bila daun telah rontok dan polong kering atau berwarna coklat (Hidayat et al. 2000). Suhartina dan Adisarwanto (2003) menyatakan bahwa varietas kedelai umur genjah memiliki potensi hasil lebih rendah dibandingkan varietas umur sedang maupun umur dalam. Panen sebelum waktunya berisiko terhadap penurunan ukuran biji dan berat biji.

Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang Produktif, dan Jumlah Buku Produktif Tinggi tanaman saat panen galur-galur harapan kedelai F10 yang diuji berkisar antara 48.8-91.1 cm dan memiliki nilai tengah sebesar 69.8 cm, sedangkan untuk varietas pembanding Ceneng, Sibayak, dan Tanggamus masingmasing adalah 69.4 cm, 61.9 cm, dan 64.4 cm (Tabel 9). Diantara tiga varietas pembanding, varietas Ceneng memiliki tipe tanaman yang lebih tinggi sehingga menjadi varietas pembanding untuk karakter tinggi tanaman. Nilai tengah karakter tinggi tanaman pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Wardoyo (2009). Hasil penelitian Wardoyo (2009) menunjukkan bahwa karakter tinggi tanaman saat panen berkisar antara 53.3-96.3 cm dengan nilai tengah sebesar 67.6 cm. Berdasarkan hasil uji lanjut Dunnet, galur PG-57-1 memiliki tinggi tanaman yang nyata lebih rendah dibanding varietas pembanding Ceneng, sedangkan galur SC-39-1 nyata lebih rendah dibanding varietas pembanding Ceneng maupun rataan varietas pembanding. Galur PG-33-5, PS-57-6, SC-54-1 nyata lebih tinggi dibanding rataan varietas pembanding, sedangkan galur SC-56-3 nyata lebih tinggi dibanding varietas pembanding Ceneng maupun rataan varietas pembanding (Tabel 9).

32   

Menurut Arsyad et al. (2007), tipe tanaman kedelai ideal (plant-ideotipe) yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai pada lingkungan yang optimum antara lain memiliki tinggi tanaman berkisar 60-70 cm. Galur-galur harapan kedelai F10 yang memiliki tipe tinggi tanaman yang ideal adalah galur CP-14-6, SC-1-8, SC-21-5, SC-68-2, SP-10-4, SP-16-2, dan SP-24-1. Tabel 9. Nilai Rataan Karakter Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang Produktif, dan Jumlah Buku Produktif Galur Kedelai CG-22-10 CP-14-6 CP-2-4 CS-50-2 GC-13-7 GC-22-10 GC-5-8 GC-74-7 PG-33-5 PG-57-1 PS-57-6 SC-1-8 SC-21-5 SC-39-1 SC-54-1 SC-56-3 SC-68-2 SP-10-4 SP-16-2 SP-24-1 SP-30-4 SP-42-1 Rata-rata Ceneng Sibayak Tanggamus Rata-rata

Tinggi Tanaman Saat Panen (cm) 71.5 60.7 74.5 76.5 73.1 75.5 74.2 76.5 77.9d 55.3a 80.3d 62.9 60.0 48.8ad 77.9d 91.1ad 61.4 62.7 66.7 61.9 70.2 75.8 69.8 69.4 61.9 64.4 65.2

Jumlah Cabang Produktif 5.1 4.0c 2.9cd 4.5c 4.4c 4.4c 3.4c 2.4cd 2.8cd 4.9 3.4c 5.0 5.2 3.6c 4.8 4.6c 4.8 2.5cd 3.0cd 2.5cd 3.8c 3.7c 3.9 3.9 3.8 6.1 4.6

Jumlah Buku Produktif 37.9 28.3 23.8c 33.6 30.4 32.9 27.9 20.2c 24.2c 35.5 26.5 37.5 76.7cd 26.3 44.1 42.4 35.2 21.2c 26.1 21.4c 33.9 29.1 32.5 27.4 27.4 47.2 33.98

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d berturut-turut berbeda nyata dengan Ceneng, Sibayak, Tanggamus dan rataan varietas pembanding berdasarkan uji Dunnet pada taraf 5%.

Jumlah cabang produktif pada galur-galur harapan kedelai F10 berkisar antara 2.4-5.1 dengan nilai tengah 3.9, sedangkan untuk varietas pembanding Ceneng, Sibayak, dan Tanggamus masing-masing memiliki jumlah cabang

33   

produktif sebanyak 3.9, 3.8, dan 6.1. Kontribusi jumlah cabang per tanaman terhadap hasil biji akan besar apabila diikuti jumlah buku reproduktif per tanaman. Diantara tiga varietas pembanding, varietas Tanggamus memiliki cabang produktif yang lebih banyak sehingga varietas Tanggamus menjadi varietas pembanding untuk karakter jumlah cabang produktif (Tabel 9). Berdasarkan hasil uji lanjut Dunnet, galur CP-14-6, CP-2-4, CS-50-2, GC-13-7, GC-22-10, GC-5-8, GC-74-7, PG-33-5, PS-57-6, SC-39-1SC-56-3, SP-10-4, SP-16-2, dan SP-24-1, SP-30-4 dan SP-42-1 nyata memiliki jumlah cabang produktif yang lebih sedikit dibandingkan dengan varietas pembanding Tanggamus, sedangkan galur CP-2-4, GC-74-7, PG-33-5, SP-10-4, SP-16-2 dan SP-24-1 nyata lebih sedikit dibanding rataan varietas pembanding (Tabel 9). Menurut Arsyad et al. (2007), tipe tanaman kedelai ideal (plant-ideotipe) yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai memiliki percabangan yang cukup banyak, yaitu 4-5 cabang. Galur-galur harapan kedelai yang memenuhi kriteria tersebut adalah galur CG-22-10, CP-14-6, CS-50-2, GC-13-7, GC-22-10, SC-1-8, SC-21-5, SC-54-1, SC-56-3, dan SC-68-2. Jumlah buku produktif pada galur harapan kedelai F10 berkisar antara 20.2-76.7 dengan nilai tengah 32.5. Jumlah buku produktif varietas pembanding Ceneng, Sibayak, dan Tanggamus masing-masing adalah 27.4, 27.4, dan 47.2. Jumlah buku produktif pada penelitian ini lebih tinggi daripada penelitian Wardoyo (2009) yaitu berkisar antara 16.3-27.1 dengan nilai tengah 20.9. Berdasarkan hasil uji lanjut Dunnett, galur CP-2-4, GC-74-7, PG-33-5, SP-10-4 dan SP-24-1 memiliki jumlah buku produktif yang nyata lebih sedikit dibanding varietas pembanding Tanggamus. Jumlah buku produktif galur SC-21-5 nyata lebih banyak dibanding varietas pembanding Tanggamus dan rataan varietas pembanding (Tabel 9).

Jumlah Polong Bernas, Jumlah Polong Total, dan Persentase Polong Hampa Jumlah polong bernas pada galur kedelai F10 berkisar antara 43.2-92.5 dengan nilai tengah 65.4, sedangkan varietas pembanding Ceneng, Sibayak, dan Tanggamus adalah 72.9, 52.2, dan 96.6. Diantara tiga varietas pembanding, varietas Tanggamus memiliki jumlah polong bernas yang paling banyak sehingga

34   

varietas Tanggamus menjadi varietas pembanding untuk karakter jumlah polong bernas (Tabel 10). Tabel 10. Nilai Rataan Karakter Jumlah Polong Bernas, Jumlah Polong Hampa, Jumlah Polong Total, dan Persentase Polong Hampa Galur Kedelai CG-22-10 CP-14-6 CP-2-4 CS-50-2 GC-13-7 GC-22-10 GC-5-8 GC-74-7 PG-33-5 PG-57-1 PS-57-6 SC-1-8 SC-21-5 SC-39-1 SC-54-1 SC-56-3 SC-68-2 SP-10-4 SP-16-2 SP-24-1 SP-30-4 SP-42-1 Rata-rata Ceneng Sibayak Tanggamus Rata-rata

Jumlah Polong Bernas 75.7 60.4c 51.3c 62.9c 62.9c 69.0c 59.9c 51.2c 45.1cd 82.6 47.9c 74.0 88.7 56.6c 89.0 92.5 92.4 45.5cd 56.7c 43.2cd 75.2 55.4c 65.4 72.9 52.2 96.6 73.9

Jumlah Polong Total 79.0 62.7c 53.6c 65.7c 65.3c 71.3c 63.0c 53.9c 47.0cd 86.5 49.8c 76.2 93.1 58.3c 92.2 94.5 97.1 48.2cd 59.2c 45.4cd 77.7 57.4c 68.1 76.8 55.3 100.0 77.4

Persentase Polong Hampa (%) 4.0 3.7 4.5 4.6 3.7 3.2 4.7 4.9 4.1 4.4 3.7 2.9 4.9 2.7 3.6 2.1 4.8 5.5 4.2 4.9 3.3 3.4 4.0 5.0 5.4 3.4 4.6

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c berturut-turut berbeda nyata dengan Ceneng, Sibayak, Tanggamus, dan rataan varietas pembanding berdasarkan uji Dunnet pada taraf 5%.

Jumlah polong bernas pada penelitian ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan dilakukan oleh Wardoyo (2009) dengan jumlah polong bernas berkisar antara 57.3-85.8 dan nilai tengah 66.8. Berdasarkan hasil uji lanjut Dunnet, galur CP-14-6, CP-2-4, CS-50-2, GC-13-7, GC-22-10, GC-5-8, GC-74-7, PG-33-5, PS-57-6, SC-39-1, SP-10-4, SP-16-2, SP-24-1, dan SP-42-1 memiliki jumlah polong bernas yang nyata lebih sedikit dibanding

35   

varietas pembanding Tanggamus, sedangkan galur PG-33-5, SP-10-4, dan SP-24-1 memiliki jumlah polong yang nyata lebih sedikit dibanding varietas pembanding Tanggamus maupun rataan varietas pembanding (Tabel 10). Jumlah polong total pada galur-galur kedelai F10 berkisar antara 45.4-97.1 dengan nilai tengah 68.1, sedangkan untuk varietas pembanding Ceneng, Sibayak, dan Tanggamus masing-masing memiliki jumlah polong total sebanyak 76.8, 55.3, dan 100. Varietas Tanggamus menjadi verietas pembanding untuk karakter jumlah polong total karena memiliki jumlah polong total paling banyak diantara ketiga varietas pembanding (Tabel 10).  Hasil penelitian Adie et al.

(2007)

menunjukkan bahwa jumlah polong merupakan penentu hasil biji pada semua varietas kedelai yang diuji. Berdasarkan hasil uji lanjut Dunnet, galur CP-14-6, CP-2-4, CS-50-2, GC-13-7, GC-22-10, GC-5-8, GC-74-7, PG-33-5, PS-57-6, SC-39-1, SP-10-4, SP-16-2, SP-24-1, dan SP-42-1 memiliki jumlah polong total yang nyata lebih sedikit dibanding varietas pembanding Tanggamus. Galur yang memiliki jumlah polong yang lebih sedikit dibanding rataan varietas pembanding adalah PG-33-5, SP-10-4, dan SP-24-1 (Tabel 10). Yullianida dan Susanto (2007) menyatakan bahwa semakin banyak polong tiap tanaman berpeluang untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi per tanaman. Persentase polong hampa pada galur kedelai F10 berkisar 2.1-5.5%, sedangkan untuk varietas pembanding Ceneng, Sibayak, dan Tanggamus masingmasing berkisar 5% 5.4%, dan 3.4%. Pada karakter jumlah polong hampa tidak terdapat galur yang nyata yang lebih tinggi maupun lebih rendah dibanding varietas pembanding Ceneng, Sibayak, Tanggamus, maupun rataan ketiga varietas pembanding (Tabel 10).

Karakter Hasil Tanaman Komponen hasil yang diamati adalah bobot biji per tanaman, bobot 100 butir benih, dan bobot biji per ubinan (1.8 m x 2.4 m) serta penghitungan produktivitas (ton/ha). Berdasarkan hasil penghitungan analisis ragam, karakterkarakter tersebut menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada galur-galur yang diuji (Tabel 11).

36   

Bobot biji per tanaman pada galur kedelai F10 berkisar antara 7.68-15.52 g dengan nilai tengah 10.37 g, sedangkan untuk varietas pembanding Ceneng, Sibayak, dan Tanggamus masing-masing berkisar 11.83 g, 9.20 g, dan 12.72 g (Tabel 11). Karakter bobot per tanaman pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan Wardoyo (2009) dengan kisaran bobot biji per tanaman antara 7.14-12.4 g dan nilai tengah 10.1 g. Berdasarkan hasil uji lanjut Dunnett, galur CP-14-6, PS-57-6, SP-16-2, dan SP-42-1 memiliki bobot per tanaman yang lebih rendah dibanding varietas pembanding terbaik Tanggamus. Tidak terdapat galur yang menunjukkan perbedaan bobot per tanaman yang lebih besar maupun lebih tinggi dibanding rataan varietas pembanding (Tabel 11). Bobot 100 biji pada galur-galur harapan kedelai F10 berkisar antara 6.26-10.27 g dengan nilai tengah 8.26 g, sedangkan untuk varietas pembanding Ceneng, Sibayak, dan Tanggamus masing-masing adalah 8.73 g, 9.43 g, dan 6.17 g. Varietas Sibayak memiliki bobot 100 butir biji lebih berat diantara tiga varietas pembanding sehingga menjadi varietas pembanding untuk karakter bobot 100 butir biji. Karakter bobot 100 biji yang dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan Wardoyo (2009). Hasil penelitian Wardoyo (2009) untuk karakter bobot 100 butir biji berkisar antara 6.2-9.1 g dengan nilai tengah sebesar 7.7 g. Adie

dan

Krisnawati

(2007)

menyatakan

bahwa

biji

kedelai

dikelompokkan berukuran besar (berat >14 g/100 biji), sedang (10-14 g/100 biji), dan kecil (<10 g/100 biji). Berdasarkan pengelompokkan tersebut, galur-galur harapan kedelai F10 yang diuji termasuk dalam karakter biji ukuran kecil. Berdasarkan uji lanjut Dunnet, bobot 100 butir benih galur CG-22-10, CP-14-6, GC-13-7, GC-22-10, PG-57-1, SC-54-1, SC-56-3, SP-16-2 dan SP-42-1 memiliki bobot 100 butir benih yang nyata lebih rendah dibanding varietas pembanding Sibayak. Galur yang memiliki bobot 100 butir benih yang lebih rendah dibanding rataan varietas pembanding adalah CG-22-10, CP-14-6, GC-22-10, dan PG-57-1, sedangkan galur GC-5-8, PG-33-5, SP-10-4, dan SP-24-1 memiliki bobot yang lebih tinggi dibanding rataan varietas pembanding Ceneng, Sibayak, dan Tanggamus (Tabel 11).

37   

Tabel 11. Nilai Rataan pada Karakter Bobot per Tanaman, Bobot 100 butir, Bobot Ubinan, dan Produktivitas (ton/ha) (Konversi) Galur Kedelai CG-22-10 CP-14-6 CP-2-4 CS-50-2 GC-13-7 GC-22-10 GC-5-8 GC-74-7 PG-33-5 PG-57-1 PS-57-6 SC-1-8 SC-21-5 SC-39-1 SC-54-1 SC-56-3 SC-68-2 SP-10-4 SP-16-2 SP-24-1 SP-30-4 SP-42-1 Rata-rata Ceneng Sibayak Tanggamus Rata-rata

Bobot Biji per Tanaman (g) 9.11 7.78c 9.24 9.41 9.23 10.75 10.28 8.89 8.34 11.28 7.69c 13.00 13.97 10.90 12.98 13.91 15.52 8.47 7.75c 8.59 13.31 7.68c 10.37 11.83 9.20 12.72 11.25

Bobot 100 Butir (g) 6.37bd 6.79bd 9.22 8.75 7.68b 6.26bd 9.36d 8.31 9.53d 6.83bd 8.68 8.60 8.51 9.22 7.42b 7.24b 8.28 10.19d 7.33b 10.27d 9.18 7.70b 8.26 8.73 9.43 6.17 8.11

Bobot Biji per Ubinan (1.8 m x 2.4 m) (g) 668.68 713.18 725.06d 623.42 784.90d 630.14 710.77 639.28 594.06 272.16a 595.86 588.65 392.72 433.37 603.35 800.56d 370.14 660.35 660.52 676.84 595.46 515.13 602.48 579.69 422.05 367.72 456.49

Produktivitas (ton/ha) (Konversi) 2.43 2.08c 2.46 2.51 2.46 2.87 2.74 2.37 2.22 3.01 2.05c 3.47 3.73 2.91 3.46 3.71 4.14 2.26 2.07c 2.29 3.55 2.05c 2.76 3.16 2.45 3.39 3.00

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d berturut-turut berbeda nyata dengan Ceneng, Sibayak, Tanggamus, dan rataan varietas pembanding berdasarkan uji Dunnet pada taraf 5%.

Bobot 100 biji menggambarkan ukuran biji. Akmal dan Riwanoja (2007) menyatakan bahwa ukuran biji lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik tanaman. Bila dikaitkan dengan jumlah polong isi, varietas yang berpolong banyak ukuran bijinya kecil, sebaliknya jumlah polong yang rendah ukuran bijinya lebih besar. Hal ini juga terlihat pada galur SC-54-1, SC-56-3, dan SC-68-2 yang memiliki jumlah polong yang lebih banyak namun bobot 100 butir yang relatif lebih rendah. Galur SP-10-4 dan SP-24-1 yang memiliki jumlah

38   

polong paling sedikit namun memiliki bobot 100 butir yang paling tinggi diantara semua galur yang diuji. Bobot biji per ubinan pada galur kedelai F10 yang dihitung sekitar 1.8 m x 2.4 m pada setiap satuan percobaannya berkisar antara 272.16-800.56 g dengan nilai tengah 602.48 g. Bobot ubinan varietas pembanding Ceneng, Sibayak, dan Tanggamus masing-masing sebesar 579.69 g, 422.05 g, dan 367.72 g. Varietas Ceneng memiliki bobot ubinan yang lebih besar diantara tiga varietas pembanding sehingga menjadi varietas pembanding untuk karakter bobot ubinan. Berdasarkan hasil uji lanjut Dunnet, galur CP-2-4, GC-13-7, dan SC-56-3 memiliki bobot ubinan yang nyata lebih tinggi dibanding rataan varietas pembanding, sedangkan galur PG-57-1 memiliki bobot ubinan yang nyata lebih rendah dibanding varietas terbaik Ceneng. Bobot per ubinan (1.8 m x 2.4 m) dipengaruhi jumlah populasi tanaman pada setiap satuan percobaannya (Tabel 11). Produktivitas (ton/ha) galur-galur harapan kedelai F10 berkisar antara 2.05-4.14 ton/ha dengan nilai tengah sebesar 2.76 ton/ha, sedangkan varietas pembanding

Ceneng,

Sibayak,

dan

Tanggamus

masing-masing

sebesar

3.16 ton/ha, 2.45 ton/ha, dan 3.39 ton/ha. Varietas Tanggamus memiliki potensi hasil/ha yang paling besar diantara tiga varietas pembanding. Berdasarkan hasil uji lanjut Dunnet, galur galur-galur F10 memiliki produktivitas yang tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding terbaik Tanggamus kecuali galur CP-14-6, PS-57-6, SP-10-4, SP-16-2, dan SP-42-1 memiliki produktivitas (ton/ha) yang nyata lebih rendah dibanding varietas pembanding terbaik Tanggamus (Tabel 11).

Keragaman Genetik Seleksi merupakan dasar dari seluruh perbaikan tanaman untuk mendapatkan varietas unggul baru. Dalam perakitan varietas unggul, keragaman genetik memegang peranan yang sangat penting karena semakin tinggi keragaman genetik semakin tinggi pula peluang untuk mendapatkan sumber gen bagi karakter yang akan diperbaiki (Martono, 2009). Seleksi pada kedelai akan menunjukkan kemajuan genetik yang tinggi jika sifat yang dilibatkan dalam seleksi mempunyai

39   

variasi genetik dan heritabilitas yang tinggi. Jika nilai heritabilitas tinggi sebagian besar variasi fenotipik disebabkan oleh variasi genetik, maka seleksi akan memperoleh kemajuan genetik (Zen, 1995). Tabel 12 menyajikan nilai koefisien keragaman genetik beberapa karakter kuantitatif galur-galur kedelai. Nilai koefisien keragaman genetik (KKG) berkisar antara 0-48.80%. Alnopri (2004) membagi nilai koefisien keragaman genetik (KKG) ke dalam tiga kelompok, KKG tinggi (> 20%), KKG sedang (10% ≤KKG ≤ 20%), dan KKG rendah (< 10%). Tabel 12. Nilai Komponen Ragam, Heritabilitas, dan Kriteria Heritabilitas Karakter Umur Berbunga Umur Panen Tinggi Tanaman Saat Panen Jumlah Cabang Produktif Jumlah Buku Produktif Jumlah Polong Bernas Jumlah Polong Total Persentase Polong Hampa Bobot per Tanaman Bobot 100 butir Bobot Ubinan

σ2p 13.1 6.9 85.9 1.0 135.2 277.6 294.2 0.8 5.4 1.5 18 954.2

σ2g 13.0 6.4 77.2 0.9 110.7 238.7 252.9 0 4.3 1.4 15 373.9

σ2e

h2bs

0.3 1.6 26.1 0.3 73.6 116.9 123.7 2.8 3.4 0.3 10 740.5

99.3 92.5 89.9 90.1 81.9 86.0 86.0 0 79.3 94.3 81.1

KKG (%) 7.7 2.8 12.7 23.3 32.2 23.3 23.0 0.0 19.8 14.2 21.2

Berdasarkan pengelompokkan KKG menurut Alnopri (2004), karakter umur berbunga, umur panen, dan persentase polong hampa memiliki nilai KKG sempit. Karakter tinggi tanaman, bobot per tanaman dan bobot 100 butir memiliki nilai KKG sedang. Karakter jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, jumlah polong total, dan bobot ubinan memiliki nilai KKG luas. Karakter persentase polong hampa dengan KKG bernilai nol menunjukkan bahwa keragaman genetik tersebut bernilai negatif. Nilai KKG tertinggi terdapat pada karakter jumlah buku produktif dengan nilai sebesar 32.2%. Martono (2009) menyatakan bahwa keragaman genetik yang luas menunjukkan adanya pengaruh genetik yang lebih dominan daripada pengaruh lingkungan. Pendugaan ragam pada galur kedelai F10 dilakukan untuk setiap karakter yang diamati. Komponen ragam terdiri atas ragam fenotipik, ragam genetik, dan

40   

ragam lingkungan atau galat. Nilai ragam genetik tertinggi terletak pada karakter bobot ubinan (1.8 m x 2.4 m) sebesar 15 373.98 dan terendah pada karakter persentase polong hampa yaitu bernilai 0 (Tabel 12). Nilai dugaan heritabilitas suatu karakter perlu diketahui untuk menduga kemajuan dari suatu seleksi, apakah karakter tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungan karena heritabilitas dalam arti luas merupakan proporsi ragam genetik terhadap ragam fenotipiknya. Heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas dapat memberikan petunjuk suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan faktor lingkungan (Knight, 1979; Poehlman, 1979). Menurut Stansfield (1991) nilai dugaan heritabilitas h2 dalam arti luas adalah h2 = (σ2g/σ2p) x 100%. Nilai heritabilitas digolongkan menjadi nilai heritabilitas tinggi (h2 > 50), heritabilitas sedang (20 ≤ h2 ≤ 50), dan heritabilitas rendah (h2 < 20). Berdasarkan Tabel 12, nilai heritabilitas untuk semua karakter yang diamati kecuali karakter persentase polong hampa berada pada kisaran tinggi. Kisaran untuk beberapa karakter tanaman antara 80-99%. Hanya karakter persentase polong hampa yang bernilai nol (0). Nilai heritabilitas masing-masing karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, jumlah polong total, bobot per tanaman, bobot 100 butir benih, dan bobot ubinan berturut-turut sebesar 99.3%, 92.5%, 89.9%, 90.1%, 81.9%, 86.0%, 86.0%, 79.3%, 94.3%, dan 81.1%. Nilai heritabilitas tinggi untuk karakter tersebut yang diikuti keragaman genetik luas menunjukkan bahwa karakter tersebut penampilannya lebih banyak dikendalikan oleh faktor genetik dibandingkan dengan faktor lingkungan. Persentase polong hampa dengan nilai heritabilitas nol (0) yang menunjukkan lebih banyak dikendalikan oleh faktor lingkungan seperti hama.

Korelasi antar Karakter Tanaman Hubungan antar karakter tanaman perlu diketahui untuk mengetahui seberapa besar pengaruh karakter tanaman dengan karakter lainnya. Menurut

41   

Soemartono et al. (1992) korelasi antar karakter tanaman yang biasanya diukur dengan koefisien korelasi penting dalam perancanaan dan evaluasi program pemuliaan tanaman karena koefisien ini mengukur derajat hubungan antar dua karakter atau lebih, baik dari segi genetik maupun non-genetik. Koefisien korelasi menunjukkan hubungan keeratan atau hubungan linier antara dua karakter atau peubah. Kisaran nilai koefisien korelasi terletak antara -1 ≤ r ≤ 1, dengan nilai yang ekstrem menunjukkan hubungan linier yang sempurna dan nilai tengah nol menunjukkan tidak ada hubungan antara kedua karakter atau peubah. Apabila nilai r mendekati -1 atau 1, maka kedua karakter memiliki hubungan negatif atau positif yang sangat kuat (Gomez dan Gomez, 1995). Berdasarkan uji korelasi secara genotipik dan fenotipik pada Tabel 13 dan 14, karakter jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, dan jumlah polong total berkorelasi positif terhadap bobot biji per tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas dan jumlah polong total maka bobot biji per tanaman akan semakin besar. Namun, karakter-karakter tersebut berkorelasi negatif terhadap karakter bobot 100 butir benih. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas dan jumlah polong total maka bobot 100 butir benih akan semakin kecil. Menurut Gaspersz (1992) dua variabel yang berkorelasi positif cenderung berubah secara bersama dalam arah yang sama atau cenderung menurun atau meningkat secara bersama. Dengan meningkatnya nilai suatu karakter yang memiliki nilai korelasi positif terhadap karakter lain maka nilai tengah karakter yang lain akan meningkat pula. Karakter yang memiliki korelasi dengan karakter lain baik korelasinya positif maupun negatif akan mempermudah pemulia dalam melakukan seleksi. Nilai korelasi fenotipik antar karakter yang diamati pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 15.

42   

Tabel 13. Nilai Koefisien Korelasi Genetik Beberapa Karakter Kedelai dengan Komponen Hasil (Bobot Biji per Tanaman dan Bobot 100 Butir) Karakter Bobot 100 Butir Umur Berbunga Umur Panen Tinggi Tanaman Jumlah Cabang Produktif Jumlah Buku Produktif Jumlah Polong Bernas Jumlah Polong Total

Bobot Biji per Tanaman -0.19tn -0.26** -0.12 tn -0.12 tn 0.74** 0.67** 0.14** 0.89**

Bobot 100 Butir -0.34 tn 0.01 tn -0.15 tn -0.67** -0.38** -0.62** -0.61**

Keterangan: * = berbeda nyata pada taraf 5% ** = berbeda nyata pada taraf 1% tn = tidak berbeda nyata

Martono (2009) (dalam penelitiannya) menyatakan bahwa umumnya korelasi fenotipik lebih tinggi daripada korelasi genotipik, kecuali korelasi antara produksi terna kering dengan jumlah cabang primer. Nilai korelasi fenotipik yang lebih tinggi daripada genotipik terjadi karena faktor lingkungan dan interaksi genetik x lingkungan mendukung ekspresi gen-gen dalam pleitropisme (satu gen mengendalikan beberapa karakter) dan linkage (dua atau lebih gen terletak pada kromosom yang sama dan cenderung diturunkan secara bersama).

43   

Tabel 14. Koefisien Korelasi Pearson Antar Karakter pada Galur-galur Harapan Kedelai F10 TTSP TTSP

JCP

JBP

JPB

JPT

PERSEN

BPT

BOBOT100

UB

UP

BU

1

JCP

-0.067tn

1

JBP

0.021 tn

0.697**

1

JPB

0.055 tn

0.829**

0.743**

1

JPT

0.042 tn

0.831**

0.738**

0.998**

1

PERSEN

-0.156 tn

-0.135 tn

-0.191 tn

-0.202 tn

-0.143 tn

1

BPT

-0.017 tn

0.606**

0.622**

0.824**

0.822**

-0.163 tn

1

BOBOT100

-0.106 tn

-0.577**

-0.323*

-0.514**

-0.503**

0.310**

-0.089 tn

1

UB

0.107 tn

0.220 tn

0.0336 tn

-0.064 tn

-0.075 tn

-0.209 tn

-0.178 tn

-0.318 tn

1

UP

0.451**

-0.0416 tn

-0.106 tn

-0.133 tn

-0.152 tn

-0.270*

-0.108 tn

0.0245 tn

0.50583**

1

BU

0.568**

-0.308**

-0.207 tn

-0.223 tn

-0.240*

-0.168 tn

-0.150 tn

0.123 tn

0.00544 tn

0.32759**

1

Keterangan: TTSP=Tinggi Tanaman Saat Panen, JCP=Jumlah Cabang Produktif, JBP=Jumlah Buku Produktif, JPB=Jumlah Polong Bernas, JPT=Jumlah Polong Total, PERSEN=Persentase Polong Hampa, BPT=Bobot per tanaman, BOBOT100=Bobot 100 butir, UB=Umur berbunga: UP=Umur Panen, BU=Bobot Ubinan, Angak cetak tebal=nilai koefisien korelasi Pearson*=berbeda nyata pada taraf 5%, **=berbeda nyata pada taraf 1%, tn=tidak berbeda nyata

 

44   

Seleksi Galur-galur Terbaik Kedelai Menurut Arsyad et al. (2007), tipe tanaman kedelai yang ideal (plant idiotipe) yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah memiliki umur berbunga 35-37 hari, umur masak 76-80 hari, tipe tumbuh determinate, tinggi tanaman 60-70 cm, percabangan cukup banyak (4-5 cabang), daun berukuran sedang dan berwarna hijau, batang kokoh (tidak mudah rebah), biji besar (14 g/100 biji), bulat, dan berwarna kuning. Nilai heritabilitas digunakan sebagai langkah awal pekerjaan seleksi terhadap populasi yang bersegregasi. Populasi dengan nilai heritabilitas tinggi memungkinkan dilakukan seleksi, sebaliknya jika nilai heritabilitasnya rendah maka tidak dapat langsung dilakukan seleksi melainkan harus dilihat terlebih dahulu tingkat rendahnya. Jika heritabilitasnya rendah atau hamper mendekati nol berarti seleksi berdasarkan nilai heritabilitas tidak akan banyak berarti untuk populasi tersebut (Poespadarsono, 1988). Seleksi kedelai berdaya hasil tinggi dapat dilakukan secara langsung dan secara tidak langsung.  Seleksi langsung pada karakter bobot biji per tanaman dan seleksi tidak langsung dengan menggunakan karakter selain daya hasil dan bobot biji per tanaman. Karakter jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong total, jumlah polong isi dan persen polong isi dapat digunakan untuk membentuk karakter seleksi dalam rangka pengembangan kedelai berdaya hasil tinggi (Wirnas et al., 2006). Galur-galur harapan hasil seleksi berdasarkan jumlah polong bernas terdapat pada Tabel 15. Karakter jumlah polong bernas memiliki nilai heritabilitas kisaran tinggi yaitu 86.0% dan memiliki nilai koefisien keragaman genetik yang luas yaitu 23.3%. Hal ini berarti seleksi berdasarkan jumlah polong bernas akan efektif dilakukan. Menurut Martono (2009), nilai heritabilitas tinggi untuk karakter yang diikuti keragaman

genetik

luas

menunjukkan

bahwa

karakter

tersebut

keragaannya lebih ditentukan oleh faktor genetik sehingga seleksi pada populasi akan efisien dan efektif karena akan memberikan harapan kemajuan genetik yang besar. Rata-rata jumlah polong bernas dari 10 galur terpilih adalah 80.2 sedangkan rata-rata jumlah polong bernas dari rata-rata galur asal adalah 65.4

45   

(Tabel 16). Galur-galur yang terpilih berdasarkan jumlah polong bernas adalah SC-56-3, SC-68-2, SC-54-1, SC-21-5, PG-57-1, CG-22-10, SP-30-4, SC-1-8, GC-22-10, dan CS-50-2. Menurut Mangoendidjojo (2007) differential selection adalah perbedaan nilai tengah galur terseleksi dengan nilai tengah galur dari populasi awal. Nilai tengah galur terseleksi berdasarkan jumlah polong bernas pada penelitian ini adalah 80.2, sedangkan nilai tengah dari populasi awal adalah 65.4. Nilai differential selection jumlah polong bernas sebesar 14.8 Seleksi berdasarkan jumlah polong bernas menghasilkan galur-galur yang memiliki selisih nilai tengah sebesar 14.8 dibanding populasi awal. Seleksi berdasarkan jumlah polong bernas ternyata hanya memperbaiki bobot biji sebesar 1.95 g per tanaman. Tabel 15. Galur Hasil Seleksi Berdasarkan Jumlah Polong Bernas Galur SC-56-3 SC-68-2 SC-54-1 SC-21-5 PG-57-1 CG-22-10 SP-30-4 SC-1-8 GC-22-10 CS-50-2 Rata-rata galur hasil seleksi Rata-rata galur awal S (differential selection)

Jumlah Polong Bernas 92.5 92.4 89.0 88.7 82.7 75.7 75.2 74.0 69.0 62.9 80.2 65.4 14.8

Bobot per Tanaman (g) 13.91 15.52 12.98 13.97 11.28 9.11 13.31 13.00 10.75 9.41 12.32 10.37 1.95

Deskripsi Lima Galur Kedelai Terbaik Hasil Seleksi Berdasarkan Jumlah Polong Bernas Galur SC-56-3 Galur SC-56-3 merupakan galur hasil persilangan antara tetua varietas Slamet dan tetua jantan varietas Ceneng. Galur ini memiliki umur berbunga yang nyata lebih cepat berbunga dibanding rataan varietas pembanding, yaitu 41 HST. Umur panen galur SC-56-3 nyata lebih lama dibanding varietas pembanding

46   

Sibayak, yaitu 92 HST. Tinggi tanaman saat panen adalah 91.1 cm yang nyata lebih tinggi dari varietas pembanding Ceneng, dan rataan varietas pembanding. Galur ini memiliki rata-rata cabang produktif 4.6 dan rata-rata buku produktif 42.4 serta persentase polong hampa yang paling sedikit dari galur-galur yang diuji. Rata-rata polong bernas sebanyak 92.5 dan persentase polong hampa yang paling sedikit dari galur-galur yang diuji, yaitu 2.1%. Galur SC-56-3 memiliki bobot per tanaman sebesar 13.91 g dan bobot 100 butir yang nyata lebih rendah dari varietas pembanding Ceneng, yaitu 7.24 g/100 biji. Bobot ubinan galur SC-56-3 nyata lebih tinggi dari rataan varietas pembanding, yaitu 800.56 g produktivitas mencapai 3.71 ton/ha.

Galur SC-68-2 Galur SC-68-2 merupakan galur hasil persilangan antara tetua varietas Slamet dan tetua jantan varietas Ceneng. Galur ini memiliki umur berbunga 42 HST dan umur panen 87 HST. Tinggi tanaman saat panen adalah 61.40 cm, rata-rata cabang produktif 4.78, dan rata-rata buku produktif sebanyak 35.2. Ratarata polong bernas sebanyak 92.4 dan persentase polong hampa sebesar 4.8%. Galur SC-68-2 memiliki bobot per tanaman yang paling besar dari galurgalur yang diuji, yaitu 15.52 gdengan bobot 100 butir benih 8.28/100 biji. Bobot ubinan galur SC-56-3 adalah 370.14 g dengan produktivitas mencapai 4.14 ton/ha.

SC-54-1 Galur SC-54-1 merupakan galur hasil persilangan antara tetua varietas Slamet dan tetua jantan varietas Ceneng. Galur ini memiliki umur berbunga 42 HST yang nyata lebih rendah dibanding rataan varietas pembanding dan umur panen 94 HST yang nyata lebih lama dibanding varietas terbaik Sibayak dan rataan varietas pembanding. Tinggi tanaman saat panen adalah 77.9 cm yang nyata lebih tinggi dibanding rataan varietas pembanding. Rata-rata cabang produktif sebanyak 4.8 dan rata-rata buku produktif sebanyak 44.1. Galur SC-54-1 memiliki rata-rata polong bernas sebanyak 89 dan persentase polong hampa sebesar 3.6%. Bobot per tanaman sebesar 12.98 g dan bobot 100 butir yang nyata lebih rendah dibanding varietas terbaik Sibayak, yaitu

47   

7.42 g/100 biji. Bobot ubinan galur SC-56-3 adalah 603.35 g dengan produktivitas mencapai 3.46 ton/ha.

SC-21-5 Galur SC-21-5 merupakan galur hasil persilangan antara tetua varietas Slamet dan tetua jantan varietas Ceneng. Galur ini memiliki umur berbunga 46 HST yang nyata lebih lama dibanding varietas pembanding terbaik yaitu Sibayak dan umur panen 88 HST. Tinggi tanaman saat panen adalah 60 cm, ratarata cabang produktif sebanyak 5.2 dan rata-rata buku produktif sebanyak 76.7 yang nyata lebih besar dibanding varietas terbaik Tanggamus dan rataan varietas pembanding. Galur SC-21-5 memiliki rata-rata polong bernas sebanyak 88.7 dan persentase polong hampa sebesar 4.9%. Bobot per tanaman sebesar 13.97 g dan bobot 100 butir sebesar 8.51 g. Bobot ubinan galur SC-21-5 adalah 392.72 g dengan produktivitas mencapai 3.73 ton/ha.

PG-57-1 Galur PG-57-1 merupakan galur hasil persilangan antara tetua varietas Pangrango dan tetua jantan varietas Godek. Galur ini memiliki umur berbunga 46 HST yang nyata lebih lama dibanding varietas terbaik Sibayak. Umur panen 87 HST yang nyata lebih cepat dibanding umur panen dari rataan varietas pembanding. Tinggi tanaman saat panen adalah 55.3 cm yang nyata lebih rendah dibanding varietas terbaik Ceneng. Rata-rata cabang produktif sebanyak 4.9 dan rata-rata buku produktif 35.5. Galur PG-57-1 memiliki rata-rata polong bernas sebanyak 82.7 dengan persentase polong hampa sebesar 4.4%. Bobot per tanaman sebesar 11.28 g dan bobot 100 butir 6.83 g/100 biji yang nyata lebih rendah dibanding varietas terbaik Sibayak dan rataan varietas pembanding. Bobot ubinan galur ini adalah sebesar 272.16 g dengan produktivitas mencapai 3.01 ton/ha.

48   

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Terdapat perbedaan keragaan galur-galur yang diuji untuk karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, jumlah polong total, bobot per tanaman, dan bobot 100 butir, bobot ubinan, dan produktivitas (ton/ha) (konversi). Galur-galur yang diuji tidak berbeda untuk karakter persentase polong hampa. Nilai duga heritabilitas kisaran tinggi terdapat pada umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, jumlah polong total, bobot per tanaman, bobot 100 butir benih, bobot ubinan. Nilai duga heritabilitas kisaran rendah terdapat pada karakter persentase polong hampa. Karakter jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, dan jumlah polong total berkorelasi positif terhadap bobot per tanaman. Namun karakter-karakter tersebut berkorelasi negatif terhadap bobot 100 butir. Galur-galur terpilih hasil seleksi berdasarkan jumlah polong bernas adalah SC-56-3, SC-68-2, SC-54-1, SC-21-5, PG-57-1, CG-22-10, SP-30-4, SC-1-8, GC-22-10, dan CS-50-2. Nilai differential selection berdasarkan jumlah polong bernas adalah 14.81. Seleksi berdasarkan jumlah polong bernas menghasilkan galur-galur yang memiliki selisih nilai tengah sebesar 14.8 dibanding populasi awal. Seleksi berdasarkan jumlah polong bernas ternyata hanya memperbaiki bobot biji sebesar 1.95 g per tanaman.

Saran Galur-galur terpilih hasil seleksi berdasarkan jumlah polong bernas disarankan untuk uji multilokasi.

 

49   

DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, A., A. Mulyani, dan Irawan. 2007. Sumber daya lahan untuk kedelai di Indonesia, hal 168-203. Dalam: Sumarno, Suyanto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim (Eds.). Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Adie, M.M. dan A. Krisnawati. 2007. Biologi tanaman kedelai, hal 45-73. Dalam: Sumarno, Suyamto, A. Widjono, dan H. Kasim (Eds.). Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Adie, M.M., G.W.A. Susanto, dan Riwanodja. 2007. Ragam hasil biji per tanaman dari beberapa varietas kedelai, hal 70-76. Dalam: Suharsono, A.K. Makarim, A.A. Rahmianna, M.M. Adie, A. Taufiq, F. Rozi, I.K. Tastra, dan D. Harnowo (Eds.). Peningkatan Produksi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Mendukung Kemandirian Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Adisarwanto, T. dan R. Wudianto. 2002. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan Sawah Kering dan Pasang Surut. Penebar Swadaya. Jakarta. 86 hal. Adisarwanto, T. 2005. Kedelai: Budidaya dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Penebar Swadaya. Jakarta. 107 hal. Akmal dan Riwanodja. 2007. Respon beberapa varietas unggul kedelai pada lahan kering masam di Langkat Sumatera Utara, hal 55-60. Dalam: Didik H., A.A. Rahmiana, Suharsono, M.M. Adie, F. Rozi, Subandi, A.K. Makarim. Peningkatan Produksi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Mendukung Kemandirian Pangan. Pusat penelitian dan pengembangan tanaman pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Alia, Y., A. Baihaki, N. Hermiati, dan Y. Yuwariah. 2004. Pola pewarisan karakter jumlah berkas pembuluh kedelai. Zuriat 15(1): 24-30. Allard, R.W. 1960. Principles of Plant Breeding. New York: John Wiley and Sons, Inc. Alnopri. 2004. Variabilitas genetik dan heritabilitas sifat-sifat pertumbuhan bibit tujuh genotipe kopi robusta-arabica. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 6(2):91-96.

50   

Arsyad, D.M. 2000. Varietas unggul dan strategi pemuliaan kedelai di Indonesia, hal 39-42. Dalam L.W. Gunawan, N. Sunarlim, T. Handayani, B. Soegiharto, W. Adil, B. Priyanto, dan Suwarno (Eds.). Penelitian dan Pengembangan Produksi Kedelai di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Arsyad, D.M., M.M Adie, dan H.Kuswantoro. 2007. Perakitan varietas unggul kedelai spesifik agroekologi, hal 205-226. Dalam: Sumarno, Suyamto, A. Widjono, dan H. Kasim (Eds.). Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 2010. Data Iklim Darmaga Bogor. Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor. Bari, A., S. Musa, dan E. Sjamsudin. 1982. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. BPS.

2009. Luas Panen, Produktivitas, http//www.bps.go.id. 6 21 Agustus 2010.

dan

Produksi

Kedelai.

Budiarti T., dan S. Hadi. 2006. Komersialisasi varietas unggul dan perbenihan kedelai di Indonesia, hal 350-360. Dalam D. Harnowo, A. S. Rahmiana, Suharsono, M. M. Adie, F. Rozi, Subandi, A. K. Makarim (Eds.). Peningkatan Produksi Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian Mendukung kemandirian Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan Bogor. Bogor. Chahal, G.S. and S.S. Gosal. 2003. Principles and Procedures of Plant Breeding: Biotechnological and Conventional Approaches. First Reprint Narosa Publishing House. New Delhi. 604p. Damardjati, D.S., Marwoto, D.K.S. Swastika, D.M. Arsyad, dan Y. Hilman. 2005. Prospek dan arah pengembangan agribisnis kedelai. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian Jakarta. Djaelani, A. K., Nasrullah, dan Sumartono. 2001. Interaksi G x E, adaptabilitas, dan stabilitas galur-galur kedelai dalam uji multilokasi. Zuriat 12(1): 2733. Djuariah, D. Variabilitas genetik, heritabilitas dan penampilan fenotipik 50 genotipe kangkung darat di dataran medium. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang. Bandung. Fehr, W.R. 1987. Principles of Cultivar Development: Theory and Technique. New York: Macmillan Publishing Company.

51   

Gaspersz, V. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Vol 2. Tarsito. Bandung. Gomez, K.A. and A.A.Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research. Penerjemah: E. Sjamsudin dan Baharsjah. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal. Hadiati, S., Murdaningsih H.K., A. Baihaki, dan Neni Rostini. 2003. Parameter genetik karakter komponen buah pada beberapa aksesi nenas. Zuriat. Vol 14(2):53-58. Hidayat, J.R., Harnoto, M. Mahmud, dan Sumarno. 2000. Teknologi Produksi Benih Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. hlm. 29-30. Hidajat, O. O. 1985. Morfologi tanaman kedelai, hal 73-101. Dalam S. Somaatmadja, M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S. O. Manurung, Yuswadi (Eds). Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Mangoendidjojo, W. 2007. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Cetakan ke-5. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 182 hal. Martono, Budi. 2009. Keragaman genetik, heritabilitas dan korelasi antar karakter kuantitatif nilam (pogostemon sp.) hasil fusi protoplas. Jurnal Littri 15(1):9-15. Marwoto, P. Simatupang, dan Dewa K.S. Swastika. 2005. Pengembangan Kedelai dan Kebijakan Penelitian di Indonesia. Prosiding Lokakarya Pengembangan Kedelai di Lahan Sub-Optimal. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Malang. Vol 1:1-18. Pitojo, S. 2007. Benih Kedelai. Cetakan ke-5. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 83 hal. Poehlman, J.M, 1996. Breeeding Field Crops. Henry Hall and Company, Inc. New York. 427 p. Purwanti, S. 2004. Kajian suhu ruang simpan terhadap kualitas benih kedelai hitam dan kedelai kuning. Ilmu Pertanian Vol 11 No.1:22-31. Purwono dan H. Purnamawati. 2008. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. 139 hal. Puslitbangtan. 2008. Hama, Penyakit, dan Masalah Hara pada Tanaman Kedelai, Identifikasi dan Pengendaliannya.

52   

Poespodarsono, S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 169 hal. Rachmadi, M., N. Hermiati, A. Baihaki, dan R. Setiamihardja. 1990. Variasi genetik dan heritabilitas komponen hasil dan hasil galur harapan kedelai. Zuriat, 1 (1): 48-51. Rachmawati, A. A. 2006. Pendugaan Nilai Heritabilitas dan Korelasi Genetik Beberapa Karakter Agronomi Tanaman Semangka (Citrullus lanatus (Thunberg) Matsum dan Nakai). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 43 hal. Rostini, N., E. Yuliani, dan Neni Hermiati. 2006. Heritabilitas, kemampuan genetik dan korelasi karakter daun dengan buah muda, heritabilitas, pada 21 genotipe nenas. Zuriat, 17 (2): 114-121. Somaatmadja. 1985. Peningkatan produksi kedelai melalui perakitan varietas, hal 243-259. Dalam: S. Somaatmadja, M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung dan Yuswadi (Eds.). Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Soemartono, Nasrullah, dan Hari Hartiko. 1992. Genetika Kuantitatif dan Bioteknologi Tanaman. PAU-Bioteknologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Stansfield, W.D. 1991. Teori dan Soal-soal Genetika. Penerjemah: M. Apandi dan L.T. Hardy. Penerbit Erlangga, Jakarta. 417 hal. Subandi, A. Harsono, dan H. Kuntyastuti. 2007. Areal pertanaman dan sistem produksi kedelai di Indonesia, hal 104-129. Dalam: Sumarno, Suyanto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim (Eds.). Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Sudaryanto, T. dan D.K.S. Swastika.2007. Ekonomi kedelai di Indonesia, hal 127. Dalam: Dalam: Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim (Eds.). Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Suhartina dan T. Adisarwanto. 2003. Pertumbuhan polong dan biji kedelai varietas Wilis pada umur panen yang berbeda, hal 200-203. Dalam: I.W. Rusastra, J. Soejitno, I GAK Sudaratmaja dan I K. W. Soethama (Eds). Prosiding Seminar Nasional Revitalisasi Teknologi Kreatif dalam Mendukung Agribisnis dan Otonomi Daerah. Bogor.

53   

Sumarno. 1985. Teknik pemuliaan kedelai, hal 263-291. Dalam: S. Somaatmadja, M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung dan Yuswadi (Eds.). Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Sumarno dan A.G. Manshuri. 2007. Persyaratan tumbuh dan wilayah produksi kedelai di Indonesia, hal 74-103. Dalam: Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim (Eds.). Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Suryati, D. dan Mohammad Chozin. 2007. Analisis stabilitas galur-galur harapan kedelai keturunan dari persilangan malabar dan kipas putih. Jurnal Akta Agrosia Edisi Khusus No. 2 hlm 176 – 180. Sutjahjo, S.H., S. Sujiprihati, dan M. Syukur. 2006. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 199 hal. Swastika, D.K.S., S. Nuryanti, dan M.H. Sawit. 2007. Kedudukan Indonesia dalam perdagangan internasional kedelai, hal 28-44. Dalam: Sumarno, Suyanto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim (Eds.). kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Trikoesoemaningtyas. 2008. Uji Daya Hasil Galur-Galur Kedelai Toleran Naungan Hasil Seleksi Marka Morfologi dan Molekuler. Laporan Akhir Penelitian Hibah Penelitian Kemitraan Penelitian Pertanian. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Wardoyo, S. D. Y. 2009. Uji Daya Hasil Lanjutan Galur-galur Harapan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Berdaya Hasil Tinggi. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 57 hal. Wirnas, D. I. Widodo., Sobir., Trikoesoemaningtyas, dan D. Soepandie. 2006. Pemilihan karakter agronomi untuk menyusun indeks seleksi pada 11 populasi kedelai generasi F6. Bul. Agron. (34)(1): 19-24. Yullianida dan G.W.A. Susanto. 2007. Karakteristik hasil galur-galur kedelai umur genjah, hal 77-87. Dalam: Suharsono, A.K. Makarim, A.A. Rahmianna, M.M. Adie, A. Taufiq, F. Rozi, I.K. Tastra, dan D. Harnowo (Eds.). Peningkatan Produksi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Mendukung Kemandirian Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

54   

Zen, S. 1995. Heritabilitas, korelasi genotipik dan fenotipik karakter padi gogo. Zuriat (6)1: 25-32.

 

55   

       

LAMPIRAN

56   

Lampiran 1. Sidik Ragam Beberapa Karakter Kedelai F10 Umur Berbunga SK Ulangan Galur Galat Umum KK = 1.152%

db 2 24 48 74

JK 0.747 944 13.92 958.667

KT 0.373 39.333 0.29

F hit 1.29 tn 135.63**

Pr > F 0.2854 0.0001

Umur Panen SK Ulangan Galur Galat Umum KK = 1.359%

db 2 24 48 74

JK 2.107 499.28 74.56 575.947

KT 1.053 20.803 1.553

F hit 0.68 tn 13.39**

Pr > F 0.5124 0.0001

KT 36.857 257.706 26.092

F hit 1.41tn 9.88**

Pr > F 0.2535 0.0001

KT 0.208 2.865 0.284

F hit 0.73tn 10.1**

Pr > F 0.4849 0.0001

Tinggi Tanaman Saat Panen (TTSP) SK db JK Ulangan 2 73.714 Galur 24 6184.94 Galat 48 1252.456 Umum 74 7511.111 KK = 7.37%

Jumlah Cabang Produktif (JCP) SK db JK Ulangan 2 0.417 Galur 24 68.77 Galat 48 13.623 Umum 74 82.81 KK = 13.39%

57   

Jumlah Buku Produktif SK db Ulangan 2 Galur 24 Galat 48 Umum 74 KK = 26.24%

JK 62.961 9735.345 3630.525 13328.831

KT 31.481 405.639 73.552

F hit 0.43tn 5.51**

Pr > F 0.6543 0.0001

Jumlah Polong Bernas SK db Ulangan 2 Galur 24 Galat 48 Umum 74 KK = 16.28%

JK 75.916 19989.296 5611.193 25676.404

KT 37.956 832.887 116.899

F hit 0.32 tn 7.12**

Pr > F 0.7243 0.0001

Jumlah Polong Total SK db Ulangan 2 Galur 24 Galat 48 Umum 74 KK = 16.08%

JK 87.446 21178.473 5937.114 27203.033

KT 43.723 882.436 123.69

F hit 0.35 tn 7.13**

Pr > F 0.7040 0.0001

Persentase Polong Hampa SK db Ulangan 2 Galur 24 Galat 48 Umum 74 KK = 41.52%

JK 5.129 54.417 136.417 195.963

KT 2.564 2.267 2.842

F hit 0.9 tn 0.8 tn

Pr > F 0.4124 0.7212

Bobot per tanaman SK Ulangan Galur Galat Umum KK = 17.54%

JK 4.903 391.786 162.052 558.742

KT 2.451 16.324 3.376

F hit 0.73 tn 4.84**

Pr > F 0.4890 0.0001

db 2 24 48 74

58   

Bobot 100 butir SK Ulangan Galur Galat Umum KK = 6.03%

db 2 24 48 74

JK 0.019 104.583 11.855 116.459

Bobot Ubinan (1.8 m x 2.4 m) SK db JK Ulangan 2 11446.699 Galur 24 1364698.432 Galat 48 515543.995 Umum 74 1891689.125 KK = 17.71%

Bobot Konversi Ha SK db Ulangan 2 Galur 24 Galat 48 Umum 74 KK = 7.11%

 

JK 0.154 10.544 4.122 14.819

KT 0.009 4.357 0.247

F hit 0.04 tn 17.64**

Pr > F 0.9611 0.0001

KT 5723.349 56862.44 10740.5

F hit 0.53 tn 5.29**

Pr > F 0.5903 0.0001

KT 0.077 0.439 0.086

F hit 0.89 tn 5.12**

Pr > F 0.4155 0.0001

59   

Lampiran 2. Deskripsi Varietas Sibayak (Pusat Peneltian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2007)  

Nama Varietas Kategori SK

: Sibayak : Varietas unggul nasional (release variety) : 535/Kpts/TP.240/10/2001 tanggal 22 Oktober tahun 2001 Tahun : 2001 Tetua : Persilangan tunggal (single cross) antara varietas Dempo dan No.3577 Potensi Hasil : 1.41 ton/ha Pemulia : Darman M. Arsyad, M. Muchlis Adie, Heru Kuswantoro, Purwantoro Nomor galur : D3577-27 Tipe Tumbuh : Determinate Warna hipokotil : Ungu Warna daun : Hijau Warna bunga : Ungu Warna bulu : Coklat Warna kulit biji : Kuning Warna kotiledon : Kuning Warna hilum : Coklat tua Bentuk daun : Lanceolate Ukuran daun : Sedang Umur berbunga : 38 hari Umur saat panen : 89 hari Rata-rata Tinggi tanaman : 74 cm Percabangan : 3-4 Jumlah polong pertanaman : 48 Bobot 100 biji : 12,5 g Ukuran biji : Agak besar Bentuk biji : Oval Kerebahan : Tahan Pecah polong : Tahan Ketahanan terhadap penyakit : Moderat terhadap penyakit karat daun Ciri-ciri khusus : Berdaun 4-5 Kandungan protein : 44.6% Kandungan lemak : 13.0% Kadar air : 5.7%

60   

Lampiran 3. Deskripsi Varietas Tanggamus (Pusat Peneltian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2007)  

Nama Varietas Kategori SK

: Tanggamus : Varietas unggul nasional (release variety) : 536/Kpts/TP.240/10/2001 tanggal 22 Oktober tahun 2001 Tahun : 2001 Tetua : Hibrida (persilangan tungagal) antara varietas Kerinci dan No.3911 Potensi Hasil : 1.22 ton/ha Pemulia : Darman M. Arsyad, M. Muchlis Adie, Heru Kuswantoro, Purwantoro Nomor galur : D3911-66 Tipe Tumbuh : Determinate Warna hipokotil : Ungu Warna daun : Hijau Warna bunga : Ungu Warna bulu : Coklat Warna kulit biji : Kuning Warna kotiledon : Kuning Warna hilum : Coklat tua Bentuk daun : Lanceolate Ukuran daun : Sedang Umur berbunga : 35 hari Umur saat panen : 88 hari Rata-rata Tinggi tanaman : 67 cm Percabangan : 3-4 Jumlah polong pertanaman : 47 Bobot 100 biji : 11,0 g Ukuran biji : Sedang Bentuk biji : Oval Kerebahan : Tahan Pecah polong : Tahan Ketahanan terhadap penyakit : Moderat terhadap penyakit karat daun Ciri-ciri khusus : Hilum coklat tua Kandungan protein : 44.5% Kandungan lemak : 12.9% Kadar air : 6.1%