i
UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) PADA LAHAN SAWAH DI KABUPATEN MAJALENGKA
ASEP KOMARA A24060635
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ii
RINGKASAN
ASEP KOMARA. Uji Daya Hasil Galur-Galur Harapan Kedelai Hitam (Glycine max) pada Lahan Sawah di Kabupaten Majalengka. Dibimbing oleh TRIKOESOEMANINGTYAS dan DESTA WIRNAS. Tujuan penelitian ini adalah (1.) Menguji daya hasil 33 galur harapan kedelai hitam hasil pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB pada lahan sawah di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. (2.) Menyeleksi galur-galur yang dapat dilanjutkan pada uji multi lokasi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2010 sampai dengan bulan Juli 2010 di Kabupaten Majalengka. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak dengan perlakuan faktor tunggal yaitu terdiri dari 33 galur harapan kedelai hitam. Galur yang digunakan dalam penelitian ini adalah galur SSD-7, SSD-10, SSD-13, SSD-17, SSD-18, SSD-20, SSD-21, SSD-23, SSD-24, SSD-27, SSD-28, SSD-33, SSD-38, SSD-39, SSD-44, SSD-46, SSD-47, SSD-51, SSD-54, SSD-66, SSD-69, SSD-75, SDD-80, SSD-81, SSD-82, SSD-84, SSD-91, SSD-94, SSD-96, SSD-101, SSD-102, dan SC-39-1, serta SC-68-2. Ada 4 varietas pembanding yaitu Sindoro, Cikuray, Ceneng, dan Wilis sebagai pembanding. Masing-masing galur diulang sebanyak tiga ulangan dengan sepuluh tanaman contoh per petak. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan keragaan galur kedelai hitam yang diuji pada karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, bobot biji per tanaman, bobot 100 butir biji, dan bobot biji per ubinan, serta potensi hasil. Nilai koefisien keragaman genetik (KKG) tertinggi adalah untuk karakter bobot biji per tanaman dengan nilai sebesar 26.44 % dan KKG terendah dimiliki oleh karakter umur berbunga yaitu sebesar 1.94 %. Karakter umur berbunga, umur panen, dan bobot 100 butir biji, serta tinggi tanaman saat panen termasuk dalam KKG sempit (KKG < 10 %). Karakter jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, dan jumlah polong hampa termasuk KKG sedang (10 % < KKG < 20 %). Karakter bobot biji per tanaman termasuk dalam KKG luas.
iii Nilai heritabilitas tertinggi dimiliki oleh bobot biji per tanaman yaitu sebesar 90.64 % dan nilai heritabilitas terendah dimiliki oleh karakter jumlah polong hampa yaitu sebesar 17.39 %. Seleksi terhadap galur-galur harapan kedelai hitam dilakukan berdasarkan karakter bobot biji per ubinan. Galur yang terpilih setelah diseleksi yaitu SC-86-2, SSD-51, SSD-20, SSD-23, SSD-39, SSD-46, SSD-75, SSD-102, SSD-80, SC-39-1, SSD-17, SSD-91, SSD-82, SSD-47, SSD-69. Galur-galur hasil seleksi tersebut disarankan untuk dilanjutkan pada uji multilokasi.
iv
UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) PADA LAHAN SAWAH DI KABUPATEN MAJALENGKA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
ASEP KOMARA A24060635
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
v Judul
: UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) PADA LAHAN SAWAH DI KABUPATEN MAJALENGKA
Nama
: ASEP KOMARA
NIM
: A24060635
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc. NIP. 19620102 199702 2 001
Dr. Desta Wirnas, SP, MSi NIP. 19701228 200003 2 001
Mengetahui. Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :
ii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 22 Juni 1988 sebagai anak pertama dari pasangan Toto Karsita dan Siti Aminah. Penulis memiliki dua saudara perempuan yaitu Engkar Karniti dan Kuniasih. Pendidikan yang telah penulis tempuh yaitu TK Al–Mizan Ciborelang, SDN Ciborelang III lulus tahun 2000, SMPN 1 Jatiwangi lulus tahun 2003, SMAN 1 Jatiwangi lulus tahun 2006, dan penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis mengikuti Tingkat Persiapan Bersama di IPB selama satu tahun kemudian masuk Jurusan Agronomi dan Hortikultura Fakultaas Pertanian IPB pada tahun 2007 sebagai pilihan pertama. Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis mendapatkan beasiswa dari Perhimpunan Orang tua Mahasiswa (POM IPB) periode 2006-2007, dan beasiswa dari Yayasan Karya Salemba Empat periode 2007-2010, serta mendapatkan beasiswa penelitian dari Yayasan Karya Salemba Empat dan Bank Ekspor-Impor. Penulis mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Pencak Silat Merpati Putih periode 2006-2008, menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Majalengka Periode 2007-2008, serta menjadi pengurus dan penghuni Asrama Mahasiswa IPB Sylvasari periode 2007-lulus kuliah. Selain itu, penulis pernah menjadi Pendamping POSDAYA di Kecamatan Jampang Kulon Kabupaten Sukabumi pada tahun 2009. Penulis pernah mengikuti Prog Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2009. Penulis berkesempatan mendapatkan modal usaha dari Prog Mahasiswa Wirausaha yang diadakan oleh Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni IPB (DPKHA IPB) untuk usaha budidaya jahe gajah. Saat ini, penulis bekerja di P2SDM LPPM IPB menjadi panitia Pelatihan Intensif Kewirausahaan Agribisnis Perikanan Air Tawar dan Agribisnis Peternakan Untuk Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Bagi Pemuda se-Jawa Barat.
1
KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah sehingga skripsi yang berjudul “Uji Daya Hasil Galur-Galur Harapan Kedelai Hitam (Glycine max (L.) Merr.) pada Lahan Sawah di Kabupaten Majalengka” dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini dibiayai oleh kerjasama IPB dan Kementrian Pendidikan Nasional melalui prog IM-HERE tahun anggaran 2010. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1.
Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc dan Dr. Desta Wirnas, SP, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam pembuatan skripsi ini.
2.
Dr. Ir. Munif Gulamahdi, MS. yang telah bersedia menjadi penguji dalam ujian skripsi penulis. Terima kasih atas masukan yang diberikan selama pelaksanaan ujian skripsi.
3.
Seluruh Staf Pengajar dan Staf Komisi Pendidikan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB yang telah banyak membantu selama penulis menempuh pendidikan.
4.
Yayasan Karya Salemba 4 dan Bank Ekspor Impor atas beasiswa penelitian yang diberikan kepada penulis.
5.
Kedua orang tua tercinta, Toto Karsita dan Siti Aminah atas do’a dan kasih sayang, motivasi, kepercayaan, dan nasihat yang telah diberikan.
6.
Adik-adik tersayang, Engkar Karniti dan Kurniasih. Semoga Allah SWT berkenan membalas semua kebaikan Ibu, Bapak, dan
rekan-rekan semua. Semoga hasil penelitian ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Januari 2011 Penulis
2
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL…………………………………………………………... ix DAFTAR GAMBAR………………………………………………………..
x
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………..
xi
PENDAHULUAN Latar Belakang……………………………………………………..… Tujuan……………………………………………………………..…. Hipotesis………………………………………………………..…….
1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Sifat Tanaman Kedelai…………………………...………. Syarat Tumbuh Kedelai………………………………………………. Pemuliaan Kedelai.……………….………………………………..….
4 7 8
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu…….……………...……..………………………... Bahan dan Alat…………………………………..………………….… Metode Penelitian..………………..……………..…………………… Pelaksanaan Percobaan………….………………………………..….... Pengamatan………….………………………………………………… Analisis Data…...….…………………………………………………..
13 13 13 14 15 15
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum…………………………………….…………………... Keragaan Karakter Agronomi Galur Kedelai Hitam…………...……... Keragaman Genetik Galur–Galur Harapan Kedelai Hitam..…..……… Koefisien Korelasi Antak Karakter Agronomi Galur–Galur Kedelai Hitam di Lahan Sawah ...…..…………………………………………. Seleksi Galur-Galur Terbaik Kedelai Hitam….………….………...…. Deskripsi Lima Belas Galur Terbaik Hasil Seleksi……..……………..
18 22 35 36 39 39
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan…………………….……………………………………… 46 Saran……………….………………………………………………….. 46 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...
47
LAMPIRAN…………………………………………………………………..
51
3
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Tipe Tumbuh Tanaman Kedelai………………………………….…..
5
2.
Uraian Stadia Vegetatif Tanaman Kedelai………………...………....
6
3.
Uraian Stadia Generatif Tanaman Kedelai……………………...........
6
4.
Varietas Kedelai Adaptif Lahan Sawah yang Sudah Dilepas pada Periode (1995-2005)..….……………………………………………
12
5.
Varietas Kedelai Hitam yang Sudah Dilepas (1918-2008)………..…
12
6.
Sidik Ragam-Peragam dan Komponen Pendukung Ragam………….
16
7.
Rekapitulasi Sidik Ragam Karakter Agronomi Galur–Galur Kedelai Hitam di Lahan Sawah…………………………………………..….. 23
8.
Nilai Tengah dan Kisaran Nilai Tengah Beberapa Karakter dari 33 Galur Kedelai Hitam dan Pembanding……………...…….............
23
9.
Nilai Tengah Karakter Umur Berbunga dan Umur Panen pada 33 Galur Kedelai Hitam dan Pembanding Sindoro, Cikuray, Ceneng, dan Wilis………...…………………………..................................…
25
Nilai Tengah Karakter Tinggi Tanaman Saat Panen dan Jumlah Cabang Porduktif pada 33 Galur Kedelai Hitam dan Pembanding Sindoro, Cikuray, Ceneng, dan Wilis…………………………….…
27
Nilai Tengah Karakter Jumlah Buku Produktif dan Jumlah Polong Bernas pada 33 Galur Kedelai Hitam dan Pembanding Sindoro, Cikuray, Ceneng, dan Wilis ………………………......................…
29
Nilai Tengah Karakter Jumlah Polong Hampa dan Bobot Biji per Tanaman pada 33 Galur Kedelai Hitam dan Pembanding Sindoro, Cikuray, Ceneng, dan Wilis………………………………………...
31
Nilai Tengah Karakter Bobot 100 Butir, Bobot Biji per Ubinan, dan Potensi Hasil per Hektar pada 33 Galur Kedelai Hitam dan Pembanding Sindoro, Cikuray, Ceneng, dan Potensi Hasil per Hektar Wilis……………...………………………………………….
33
Nilai Komponen Ragam dan Koefisien Keragaman Genetik Beberapa Karakter dari Galur Kedelai Hitam di Lahan Sawah……………………………………….………………………..
36
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Koefisien Korelasi Perason Antar Karakter pada Galur-Galur Kedelai Hitam dan Varietas Pembading…………………………..… 38
4
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Kondusi umum tanaman kedelai di lahan sawah…..…………...….…. 18
2.
Hama yang menyerang galur kedelai hitam di lahan sawah : (A) Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabricus); (B) Belalang (Oxya spp.); (C) Ulat Penggulung Daun (Omiodes indicate Fabricus); (D) Aphis (Aphisglyeines Matsumura)….............................................. 20
3.
Penyakit yang menyerang galur kedelai hitam di lahan sawah: (A)Penyakit Hawar Batang (Sclerotium rolfsii); (B) Penyakit virus mosaic (SMV)..……………………………………….……………..... 21
4.
Gulma pada galur kedelai hitam di lahan sawah : (A) Kaceprek (Passiflora foetida L.); (B) Semanggi (Marsilea crenata)………...…. 22
5
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Sidik Ragam Beberapa Karakter Kedelai F7…………………………...
52
2. Deskripsi Varietas Pembanding Cikuray………………………………. 55 Deskripsi Varietas Pembanding Sindoro………………………….……. 56 Deskripsi Varietas Pembanding Wilis………………………………… 57
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas pangan bergizi tinggi yang dikonsumsi masyarakat karena memiliki kandungan protein yang cukup tinggi (Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2005). Beberapa produk pangan yang dihasilkan dari kedelai antara lain tempe, tahu, kecap, es kream, susu kedelai, minyak makan, dan tepung kedelai (Arsyad dan Syam, 1998). Kedelai berbiji hitam lebih disukai oleh produsen kecap karena dapat memberi warna hitam alami pada kecap yang diproduksi. Terbatasnya produksi kedelai berbiji hitam menyebabkan produsen kecap lebih banyak menggunakan kedelai berbiji kuning (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008). Permintaan kedelai yang tinggi dari sektor industri menyebabkan Indonesia harus mengimpor kedelai dari negara lain. Indonesia hanya mampu memproduksi kedelai sebesar 40 % dari total kebutuhan kedelai nasional sehingga kekurangannya dipenuhi dengan cara impor. Indonesia belum mampu melaksanakan swasembada kedelai pada tahun 2009 dan harus terus meningkatkan produksi kedelai untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008). Produksi kedelai pada tahun 2008 mencapai 723 535 ton atau naik 22,11 % dari tahun 2007 yang hanya mencapai 592 534 ton. Departemen Pertanian merencanakan sasaran pengembangan kedelai adalah meningkatkan produksi sebesar 7 % per tahun hingga mencapai 2.2 juta ton pada tahun 2020 dengan produktivitas 2.3 ton/ha. Upaya untuk meningkatkan produksi kedelai yang mencapai target yang telah ditetapkan dilakukan melalui usaha perluasan lahan, penggunaan varietas unggul, dan teknik budidaya yang tepat (Departemen Pertanian, 2008). Produksi kedelai pada tahun 2010 mencapai 905 015 ton. Produksi tersebut menurun dari produksi nasional pada tahun 2009 yang mencapai 974 512 ton (BPS, 2010). Masalah dalam peningkatan produksi tanaman kedelai meliputi penggunaan varietas dan benih yang kurang unggul, waktu tanam tidak tepat, populasi
2 tanaman tidak penuh, pengelolaan lengas lahan kurang optimal, pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) kurang efektif, dan pasca panen kurang optimal (Sudaryono et al., 2007). Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka lebar, baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam. Perluasan areal tanam kedelai dapat diarahkan pada lahan sawah, lahan kering, dan lahan pasang surut (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008). Husni et al. (2006) menyatakan bahwa untuk mendukung pengembangan areal untuk pertanaman kedelai diperlukan ketersediaan varietas yang sesuai pada wilayah dan agroekosistem yang ditargetkan. Syamsiar dan Idris (2006) menyatakan penggunaan lahan sawah lebih menguntungkan karena lahan bekas tanaman padi mudah diolah dan masih banyak mengandung unsur hara yang diperlukan oleh tanaman kedelai. Jerami yang terdapat di lahan sawah dapat dijadikan sebagai mulsa dan menyuburkan tanah sehingga tanah menjadi gembur. Hal tersebut dapat mengurangi dosis pupuk yang digunakan. Jumlah lahan sawah di Kabupaten Majalengka pada tahun 2007 seluas 51 052 ha dan meningkat pada tahun 2008 menjadi 51 137 ha yang terdiri dari lahan sawah irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana, irigasi desa/non PU, dan sawah tadah hujan, serta polder dan sawah lainnya. Lahan sawah di Kabupaten Majalengka memiliki pola tanam padi-padi-padi, padi-padibera, padi-kedelai-bera, dan padi-padi-kedelai, serta padi-palawija-bera (Distan Majalengka, 2002). Arsyad (2000) menyatakan bahwa untuk meningkatkan produktivitas kedelai di Indonesia sangat diperlukan ketersediaan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi serta benih yang bermutu tinggi, disamping penggunaan teknik-teknik budidaya yang sesuai dengan agroekosistem lahan yang digunakan. Varietas unggul dapat dibentuk melalui pemuliaan tanaman. Salah satu tujuan penting dari pemuliaan kedelai adalah mengembangkan varietas yang memiliki hasil biji yang tinggi. Hasil yang tinggi ditentukan oleh ukuran, jumlah, dan bobot biji. Sebaliknya jumlah biji ditentukan oleh jumlah buku subur pada tiap tanaman, jumlah polong pada tiap buku subur, dan jumlah biji dalam setiap polong (Hidajat, 1985). Hasil yang tinggi dipengaruhi oleh banyak sifat sehingga
3 tidak dijadikan kriteria awal seleksi suatu varietas unggul. Hasil yang tinggi biasanya digunakan sebagai kriteria seleksi pada tahap tengah-akhir dari prog pemuliaan tanaman. Penelitian untuk merakit varietas unggul kedelai berbiji kuning sudah banyak dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari sudah banyak varietas kedelai berbiji kuning yang sudah dilepas di Indonesia. Selama periode 1918–2008, varietas unggul kedelai berbiji kuning sudah dilepas sebanyak 65 varietas kedelai berbiji kuning. Perkembangan perakitan varietas unggul kedelai berbiji hitam tidak sebesar kedelai berbiji kuning. Selama periode 1918–2008, varietas kedelai berbiji hitam yang sudah dilepas hanya sebanyak tujuh varietas (Balitkabi, 2008). Menurut
Trikoesoemaningtyas
(2008)
Departemen
Agronomi
dan
Hortikultura Institut Pertanian Bogor melalui lembaga penelitian RGCI (Research Group for Corp Improvement) telah melakukan serangkaian kegiatan pemuliaan tanaman kedelai. Saat ini, RGCI telah memperoleh beberapa galur harapan kedelai hitam yang diarahkan untuk menghasilkan kedelai yang berdaya hasil tinggi.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menguji daya hasil 33 galur harapan kedelai hitam hasil pemuliaan Departemen Agronomi IPB pada lahan sawah di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat dan menyeleksi galur-galur yang dapat dilanjutkan pada uji multi lokasi. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini yaitu: 1. Terdapat perbedaan keragaan karakter-karakter agronomi di antara galur-galur harapan kedelai yang diuji. 2. Terdapat perbedaan hasil diantara galur-galur harapan kedelai yang diuji. 3. Terdapat satu atau lebih galur harapan kedelai yang memiliki daya hasil lebih tinggi dari varietas pembanding.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Sifat Tanaman Kedelai Kedelai diduga berasal dari daratan Cina pusat dan utara. Hal ini didasarkan pada penyebaran Glycine ussuriensis, spesies yang diduga sebagai tetua Glycine max (Adie dan Krisnawati, 2007). Hancock (2005) menyatakan bahwa bukti sitogenetik menunjukkan bahwa Glycine max dan Glycine ussuriensis tergolong spesies yang sama. Berdasarkan klasifikasi Verdcourt, genus Glycine terdiri dari tiga sub-genera, yaitu Glycine, Bracteata, dan Soja. Subgenus Glycine memiliki 15 spesies liar yang pusat distribusinya ada di Australia. Klasifikasi dari Glycine max (L.) Merril adalah sebagai berikut: Kelas
: Dikotiledon
Ordo
: Polypetales
Famili
: Leguminosae
Sub-Famili
: Papilionideae
Genus
: Glycine
Sub-Genus
: Soja
Spesies
: Glycine max
Kedelai merupakan tanaman semusim, tanaman tegak, bercabang, memiliki daun tunggal dan daun bertiga, bulu pada daun dan polong tidak terlalu padat dan umur tanaman antara 72 hari- 90 hari (Adie dan Krisnawati, 2007). Bunga kedelai berkelompok dan tergantung tipe tumbuh, terdapat 5 sampai 35 bunga pada setiap ketiak daun. Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yang berbentuk kupu-kupu, berwarna putih atau ungu. Masa berbunga kedelai cukup panjang, berkisar antara 3-5 minggu untuk kultivar daerah iklim dingin, sedangkan untuk daerah tropik masa berbunganya lebih singkat (Hidajat, 1985). Pandey (1987) menyatakan bagian-bagian dari tanaman kedelai antara lain akar utama, akar lateral, bintil akar, hipokotil, kotiledon, tunas axillary, petiol, dan daunnya trifoliate (pada tanaman muda terdapat daun yang unifoliate). Hidajat (1985) menyatakan daun pertama yang keluar dari buku di sebelah atas kotiledon, beberapa
daun
tunggal
(unifoliate)
terbentuk
sederhana
dan
letaknya
5 berseberangan. Adie dan Krisnawati (2007) menyatakan daun kedelai terbagi menjadi empat tipe, yaitu: (1) kotiledon atau daun biji, (2) dua helai daun primer sederhana, (3) daun bertiga, dan (4) profila. Pandey (1987) menyatakan bahwa akar kedelai dapat memfiksasi nitrogen dari udara. Nitrogen hasil fiksasi tersebut sebagian disimpan di dalam tanah. Adie dan Krisnawati (2007) menyatakan akar tanaman kedelai termasuk akar tunggang, akar tunggang dapat mencapai kedalaman 200 cm, namun pada pertanaman tunggal dapat mencapai 250 cm. Akar tunggang terbentuk dari calon akar dan bintil akar pertama terlihat pada 10 hari setelah tanam. Purwaningsih (2000) menyatakan bahwa hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian inokulum Rhizobium dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman kedelai dan meningkatkan hasil panen polong. Batang dan daun ditumbuhi bulu berwarna abu-abu atau coklat, tetapi ada juga varietas kedelai yang tidak berbulu. Pertumbuhan batang dapat dibedakan atas tiga tipe, yaitu determinat, semideterminet, dan indeterminat. Tipe tumbuh determinat dan indeterminat memiliki ciri khas yang berbeda, sedangkan tipe semi determinat memiliki ciri gabungan antara tipe determinat dan indeterminat (Tabel 1). Jumlah buku dan ruas yang membentuk batang utama tergantung dari reaksi genotipe terhadap panjang hari dan tipe tumbuh (Hidajat, 1985). Tabel 1. Tipe Tumbuh Tanaman Kedelai Sifat Pertumbuhan vegetative Jumlah buku setelah berbunga Masa berbunga Mulai berbunga Jumlah bunga yang terbuka setiap hari Bentuk tanaman Ujung batang Batang Daun
Sumber: Hidajat (1985)
Tipe Determinat Berhenti setelah berbunga Tidak bertambah
Tipe Indeterminat Berlanjut setelah berbunga Bertambah
Tidak lama Lebih lama Banyak
Lama Lebih cepat Sedikit
Agak silindris Hampir sama besar dengan batang bagian tengah Pendek-sedang Daun teratas sama besar dengan daun pada bagian tengah
Agak konis Lebih kecil dari batang bagian tengah Tinggi, melilit Daun teratas lebih kecil dari daun pada batang bagian tengah
6 Pandey (1987) menyatakan hanya sekitar 40 % dari semua bunga yang berkembang menjadi polong. Temperatur yang tinggi (sekitar 350C), kekeringan, dan kekurangan hara pada fase berbunga dapat menyebabkan jumlah polong muda menurun. Hidajat (1985) menyatakan pembentukan polong membutuhkan waktu sekitar 21 hari. Polong terbentuk 10-14 hari setelah bunga pertama muncul. Tiap polong berisi 2-4 biji, ukuran dan berat biji tergantung varietas. Tabel 2. Uraian Stadia Vegetatif Tanaman Kedelai Stadium VE VC V1 V2
Tingkatan Stadium Stadium pemunculan Stadium kotiledon Stadium buku pertama Stadium buku kedua
V3
Stadium buku ketiga
Vn
Stadium buku ke-n
Uraian Kotiledon muncul dari dalam tanah Daun unifoliat berkembang Daun terurai pada buku unifoliat Daun bertiga yang terurai penuh pada buku di atas buku unifoliat Tiga buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh n buku pada batang utama dengan daun terurai penuh
Sumber: Hidajat (1985)
Tabel 3. Uraian Stadia Generatif Tanaman Kedelai Stadium Tingkatan Stadium R1 Mulai berbunga R2
Berbunga penuh
R3
Mulai berpolong
R4
Berpolong penuh
R5
Mulai berbiji
R6
Berbiji penuh
R7
Mulai matang
R8
Matang penuh
Sumber: Hidajat (1985)
Uraian Bunga terbuka pertama pada buku manapun di batang utama Bunga terbuka pada salah satu dari dua buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh Polong sepanjang 5 mm pada salah satu dari 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh Polong sepanjang 2 cm pada salah satu dari 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh Polong sepanjang 3 mm dalam polong di salah satu dari 4 buku teratas dengan daun terbuka penuh Polong berisi satu biji hijau di salah satu dari 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh Satu polong pada batang utama telah mencapai warna polong matang 95 % polong telah mencapai warna polong matang
7 Uraian stadia vegetatif dan generatif dapat terlihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Stadia vegetatif tergantung genotipe dan lingkungan, terutama panjang hari dan suhu. Di daerah tropis, stadia vegetatif sebagian besar kultivar berkisar pada 4-5 minggu. Periode vegetatif dihitung sejak tanaman muncul dari dalam tanah. Setelah stadia kotiledon, penandaan stadia vegetatif berdasarkan jumlah buku (Hidajat, 1985). Arsyad et al. (2007) menyatakan bahwa tipe tanaman ideal (plant-ideotipe) yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai untuk lahan sawah adalah memiliki umur berbunga 35-37 hari, umur masak 70-80 hari, tipe tumbuh determinate, tinggi tanaman 60 cm-70 cm, percabangan cukup banyak (4-5 cabang), daun berukuran sedang (seperti Wilis) dan berwarna hijau, batang kokoh (tidak mudah rebah), biji besar (14 g/100 biji).
Syarat Tumbuh Kedelai Komponen lingkungan yang menjadi penentu keberhasilan produksi kedelai adalah faktor iklim, kesuburan tanah dan biologi tanah, serta serangan hama, penyakit, dan gulma. Iklim dan tanah merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan keberhasilan budidaya kedelai. Kedelai memerlukan suhu optimal antara 220-270C dan curah hujan antara 50-125 mm/bulan (Sumarno dan Manshuri, 2007). Kedelai cocok untuk ditanam pada pH 5.5-6.5 dan ketersediaan P2O5 yang tinggi (Pandey, 1987). Tanaman kedelai pada tanah yang bereaksi basa (pH > 7) menunjukkan gejala klorosis (daun muda berwarna kuning, ujung daun berwarna coklat) karena unsur besi (Fe) menjadi tidak tersedia bagi tanaman (Sumarno dan Manshuri, 2007). Syamsiar dan Idris (2006) menyatakan bahwa lahan yang banyak digunakan untuk menanam kedelai di Indonesia adalah lahan sawah dan lahan tegalan. Penggunaan lahan sawah lebih menguntungkan karena lahan bekas tanaman padi mudah diolah dan masih banyak mengandung unsur hara yang diperlukan oleh tanaman kedelai. Jerami yang terdapat di lahan sawah dapat dijadikan sebagai mulsa untuk menghambat pertumbuhan gulma dan menghambat evaporasi air.
8 Jerami yang sudah lapuk dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk menyuburkan tanah sehingga tanah menjadi gembur. Sumarno dan Manshuri (2007) menyatakan akar tanaman kedelai lebih mudah berkembang pada tanah gembur yang mengandung liat berpasir dengan struktur tidak terlalu ringan. Kandungan bahan organik tanah yang cukup berguna mendukung perkembangan Rhizobium sp., perbaikan drainase tanah, peningkatan kapasitas menyimpan kelembaban tanah, dan mempermudah pertumbuhan akar tanaman. Rhizobium sp. yang hidup pada akar dan bersimbiosis dengan tanaman kedelai sangat penting bagi pertumbuhan kedelai. Rhizobium sp. pada umumnya memiliki persyaratan hidup yang sama dengan persyaratan tumbuh kedelai. Harsono et al. (2007) menyatakan kedelai ditanam di lahan sawah pada musim kemarau (MK I) dan MK II setelah tanaman padi dengan mengikuti pola tanam pada-padi-kedelai atau padi-kedelai-kedelai atau tanaman palawija yang lainnya. Curah hujan masih tinggi pada MK I (Maret-Juni) sehingga diperlukan saluran drainase untuk mengurangi genangan. Kandungan air tanah pada kapasitas lapang merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan tanaman kedelai. Sumarno dan Manshuri (2007) menyatakan kedelai termasuk tanaman golongan strata C3 yang memerlukan penyinaran matahari secara penuh. Pengurangan radiasi matahari pada awal pertumbuhan vegetatif akan menghambat pertumbuhan tanaman, sedangkan radiasi sinar matahari yang berlebihan akan mengakibatkan cekaman terhadap tanaman karena terjadinya peningkatan suhu daun yang meningkatkan laju evapotranspirasi. Ditinjau dari kelimpahan penyinaran matahari, tanaman kedelai lebih optimal jika ditanam pada akhir musim hujan (Maret-April) atau musim kemarau (Juli-Agustus) dengan menjaga ketersediaan air irigasi. Pemuliaan Kedelai Menurut Arsyad, et al. (2007) perakitan varietas diarahkan untuk menghasilkan varietas baru guna meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Strategi perakitan varietas ditujukan untuk mengatasi permasalahan atau hambatan produksi pada agroekosistem yang bersangkutan yang meliputi
9 permasalahan biologis dan non biologis, peluang keberhasilan, dan kemungkinan pengembangan di masa mendatang. Menurut Arsyad, et al. (2007) langkah yang ditempuh pada pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri pada dasarnya terdiri dari introduksi, seleksi, hibridisasi, seleksi setelah hibridisasi, evaluasi dan pengujian, serta pelepasan varietas. Poespodarsono (1988) menyatakan bahwa dengan mengintroduksi tanaman dapat menambah genotipe tanaman di daerah tersebut dan menambah keanekaragaman plasma nutfah yang ada di daerah tersebut. Varietas hasil introduksi dapat menjadi bahan yang baik untuk meningkatkan keunggulan varietas yang sudah ada. Suprapto dan Khaerudin (2007) menyatakan populasi dasar dengan variasi genetik yang tinggi merupakan bahan pemuliaan yang penting untuk perakitan varietas unggul. Populasi dasar yang memiliki variasi genetik yang tinggi akan memberikan respon yang baik terhadap seleksi karena variasi genetik yang tinggi akan memberikan peluang besar untuk mendapatkan kombinasi persilangan yang tepat dengan gabungan sifat-sifat yang baik. Arsyad et al. (2007) menyatakan metode yang biasa digunakan untuk seleksi terhadap calon tetua adalah seleksi galur atau seleksi massa selanjutnya pembentukan
genotipe
dilakukan
melalui
persilangan
buatan
(artificial
hybridization) antara individu-indvidu yang memiliki sifat-sifat yang berbeda. Persilangan
buatan
bertujuan
menimbulkan
keragaman
genetik
dan
menggabungkan sifat-sifat baik yang diinginkan dari kedua tetua ke dalam suatu genotipe baru. Cara lain yang bisa digunakan untuk menimbulkan keragaman genetik adalah dengan mutasi. Poespodarsono (1988) menyatakan hibridisasi bertujuan untuk memperoleh kombinasi genetik yang diinginkan melalui persilangan dua atau lebih tetua yang berbeda genotipenya. Pemilihan tetua untuk sifat kualitatif relatif mudah karena perbedaan penampakan tetua menunjukan perbedaan gen pengendali sifat tersebut, sedangkan pemilihan tetua untuk sifat kuantitatif jauh lebih sulit karena perbedaan penotipe belum tentu disebabkan oleh perbedaan genotipenya.
10 Arsyad et al. (2007) menyatakan bahan pemuliaan yang diperoleh dari persilangan kemudian diseleksi dengan beberapa metode, yaitu pedigree (silsilah), bulk, single seed descent (penurunan satu biji), dan silang balik (backdross). Seleksi galur (individu) dapat dilakukan apabila di dalam suatu populasi terdapat individu yang memiliki sifat (keragaan) yang diinginkan. Individu hasil seleksi tersebut dikembangkan dan diuji lebih lanjut sehingga diperoleh galur-galur yang homozigot (seragam) sebagai calon varietas baru. Pinaria et al., (1995) menyatakan seleksi merupakan bagian penting dari prog pemuliaan tanaman untuk memperbesar peluang mendapatkan genotipe yang unggul. Populasi yang berasal dari persilangan memiliki keragaman genetik dan frekuensi genotipe heterozigot terbesar pada generasi F2 kemudian pada generasigenerasi selanjutnya proporsi genotipe heterozigot akan berkurang 50 % untuk setiap generasi selfing. Ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu pada generasi keberapa seleksi dilakukan dan bagaimana metode penggaluran (inbreeding) yang digunakan (Arsyad et al., 2007). Sumarno (1985) menyatakan galur asal F4 atau F5 sudah menunjukan tingkat kemurnian yang cukup sehingga sudah dapat diuji. Adapun cirri-ciri galur murni yang terlihat antara lain adalah : Penampilan yang seragam dari sifat morfologi dan keturunan dari galur murni menunjukan sifat yang tidak berbeda. Pengujian galur-galur homozigot (generasi lanjut) merupakan aspek penting dalam prog perakitan varietas baru. Pemulia harus memutuskan apakah suatu galur memiliki sifat-sifat kuantitatif yang diinginkan pada berbagai kondisi lingkungan. Jumlah lokasi dan musim tidak dipengaruhi oleh metode penggaluran yang digunakan. Galur-galur homozigot yang dipilih dengan menggunakan metode bulk, seleksi massa, dan single seed descent umumnya dievaluasi terlebih dahulu selama satu musim untuk sifat-sifat yang memiliki heritabilitas tinggi dan kemudian galur-galur yang superior masuk pada tahap pengujian (Arsyad et al., 2007). Tujuan pengujian pada generasi awal adalah untuk memilih galur atau populasi yang memiliki potensi hasil yang tinggi, selanjutnya dari populasi yang berpotensi hasil yang tinggi akan menjadi galur-galur murni yang akan
11 dikembangkan. Pengujian daya hasil dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu: (1) Uji Daya Hasil Pendahuluan, (2) Uji Daya Hasil Lanjutan, (3) Uji Multilokasi (Poespodarsono, 1988). Pengujian tahap awal (uji daya hasil pendahuluan) diutamakan 50-60 galur homozigot di lokasi yang terbatas (1-2 lokasi). Pengujian daya hasil lanjutan diuji 15-20 galur di 4-5 lokasi selanjutnya dalam uji multilokasi diuji 8-10 galur di 10-12 lokasi selama dua musim tanam. Ukuran petak percobaan pada pengujian daya hasil pendahuluan lebih kecil (6-8 m2) dibandingkan dengan pengujian daya hasil lanjutan dan uji multi lokasi (10-15 m2) (Arsyad et al., 2007). Galur-galur yang telah melalui tahap pengujian daya hasil (pendahuluan, lanjutan, dan multilokasi) dan menunjukan keragaan yang lebih superior dan lebih stabil serta memiliki sifat unggul lainnya dibandingkan dengan varietas pembanding dapat diusulkan untuk dilepas menjadi varietas baru. Risalah galur harapan yang meliputi asal galur, metode seleksi dan pengujian, serta hasil-hasil pengujian berbagai sifat, diajukan kepada Badan Benih Nasional (Tim Penilai dan Pelepas Varietas) yang akan menilai apakah galur yang diajukan tersebut memenuhi persyaratan. Penggunaan nama untuk varietas baru kedelai biasanya menggunakan nama gunung, namun telah ada aturan baru bahwa pemberian nama tidak boleh menggunakan nama-nama alam, termasuk gunung (Arsyad et al., 2007). Arsyad, et al. (2007) menyatakan dalam periode (1995-2005) telah dilepas sebanyak 18 varietas kedelai kuning yang cocok dikembangkan pada lahan sawah (Tabel 4). Empat belas diantaranya dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian, tiga varietas (Malayang, Baluran, Merubetiri) oleh perguruan tinggi (Universitas Padjadjaran dan Universitas Jember), satu varietas (Meratus) dihasilkan oleh BATAN. Varietas-varietas tersebut umumnya memiliki potensi hasil antara (2.0-2.6 ton/ha), kecuali varietas genjah. Sementara itu, ada 64 varietas kedelai kuning yang sudah dilepas di Indonesia pada periode 1918-2008 (Balitkabi, 2008). Hal ini menunjukan bahwa penelitian kedelai berbiji kuning sudah banyak dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian ataupun oleh universitas. Namun, penelitian terhadap kedelai berbiji hitam masih jarang dilakukan dan varietas
12 kedelai hitam yang sudah dilepas jumlahnya masih sedikit. Varietas kedelai hitam baru dilepas sebanyak tujuh varietas dari tahun 1918–2008. Satu diantaranya dihasilkan oleh Universitas Gajah Mada (Balitkabi, 2008). Tabel 4 dan Tabel 5 di bawah ini menunjukan beberapa varietas kedelai kuning dan kedelai hitam yang ada di Indonesia. Tabel 4. Varietas Kedelai Adaptif Lahan Sawah yang Sudah Dilepas pada Periode (1995-2005) Varietas
Tahun dilepas
Potensi Hasil (ton/ha)
Umur (Hari)
Warna Biji
Pangrango Kawi Bromo Leuser Argomulyo Meratus Burangrang Manglayang Kaba Sinabung Anjasmoro Mahameru Baluran Merubetiri Ijen Panderman Gumitir
1995 1998 1998 1998 1998 1998 1999 1999 2001 2001 2001 2001 2002 2002 2003 2003 2005
2.1 2.0 2.5 2.3 2.2 1.4 2.5 2.4 2.4 2.4 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.4
88 88 85 78 80 75 82 89 85 88 85 85 80 95 88 85 81
Argopuro
2005
2.6
84
Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuningkehijauan Kuning
Ketahanan terhadap karat daun Tahan Agak tahan Agak tahan Agak tahan Agak tahan Agak tahan Tahan Agak tahan Agak tahan Agak tahan Agak tahan Agak tahan -
Sumber : Arsyad et al. (2007)
Tabel 5. Varietas Kedelai Hitam yang Sudah Dilepas (1918-2008) Varietas
Tahun dilepas
Potensi Hasil (ton/ha)
Umur (Hari)
Warna Biji
Otau No.27 Merapi Cikuray Mallika Detam 1 Detam 2
1918 1919 1938 1992 2007 2008 2008
1.0–1.2 1.0–1.2 1.0 1.7 2.9 2,51 2,46
90–100 90–100 85 82–85 85-90 84 82
Hitam Hitam Hitam Hitam Hitam Hitam Hitam
Sumber : Balitkabi (2008)
Ketahanan terhadap karat daun -
13
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada lahan sawah di Desa Tegalaren Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, dan di Laboratorium RGCI Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini yaitu pada bulan April sampai Agustus tahun 2010. Bahan dan Alat Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu 33 galur kedelai hasil pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura yang terdiri dari: SSD-7, SSD-10, SSD-13, SSD-17, SSD-18, SSD-20, SSD-21, SSD-23, SSD-24, SSD-27, SSD-28, SSD-33, SSD-38, SSD-39, SSD-44, SSD-46, SSD-47, SSD-51, SSD-54, SSD-66, SSD-69, SSD-75, SDD-80, SSD-81, SSD-82, SSD-84, SSD-91, SSD-94, SSD-96, SSD-101, SSD-102, dan SC-39-1, serta SC-68-2. Empat varietas pembanding yaitu Sindoro, Cikuray, Ceneng, dan Wilis. Pupuk dasar yang digunakan adalah urea 30 kg/ha, SP-36 150 kg/ha, dan KCl 75 kg/ha, serta Inokulan rhizobium dengan dosis 250 g/40 kg benih. Huruf SSD pada nama galur menunjukan bahwa galur tersebut diperoleh melalui metode single seed descend dan huruf SC pada nama galur menunjukan bahwa tetua galur tersebut adalah varietas Slamet dan Ceneng dan diperoleh dengan metode seleksi bulk. Metode Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan galur harapan sebagai perlakuan. Perlakuan terdiri dari 33 galur kedelai serta tiga varietas komersial satu vatietas lokal sebagai pembanding. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 111 petak percobaan. Luas yang digunakan adalah 1 700 m2 yang terbagi menjadi tiga kelompok sebagai ulangan, setiap ulangan terdiri atas 37 satuan petak percobaan berukuran 3 m x 4 m. Model aditif yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
14 Yij = µ + αi + βj + εij Keterangan: Yij = tanggapan peubah yang diamati pada kelompok ulangan ke-i dan galur ke-j µ = rataan umum peubah yang diamati αi = pengaruh kelompok ulangan ke-i di mana i = 1, 2, 3 βj = pengaruh galur ke-j di mana j = 1, 2, 3,…., 37 εij = galat percobaan pada kelompok ke-i dan galur ke-j
Pelaksanaan Percobaan Tanah diolah sedalam kurang lebih 30 cm (lapisan bajak) dengan cara dibalik menggunakan cangkul. Setelah diolah, dibuat petak-petak dengan ukuran 3 m x 4 m sebanyak 37 buah petak tiap ulangan. Jumlah ulangan dalam percobaan ini sebanyak tiga ulangan. Jarak antar petak dalam ulangan selebar 20 cm dan jarak antar ulangan 50 cm. Sebelum ditanam, benih dicampur dengan inokulan rhizobium. Benih ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 25 cm dengan tiga benih tiap lubang. Petakan yang telah ditanami ditutupi lapisan jerami yang tipis. Pupuk yang digunakan adalah Urea 30 kg/ha, SP-36 150 kg/ha, dan KCl 75 kg/ha. Pupuk diberikan pada saat 3 Minggu Setelah Tanam (MST) dengan disebar pada petak tanaman. Penyiangan dilakukan sebanyak dua kali, selama pemeliharaan dilakukan pengaturan drainase dan pengendalian hama dan penyakit. Panen dilakukan pada tiap petak percobaan. Tanaman dipanen ketika lebih dari 95 % polong berwarna coklat, daun-daun menguning, gugur, dan batang telah kering. Perlakuan setelah panen meliputi penjemuran berangkasan kedelai selama 3-7 hari, kemudian dilakukan pemecahan polong dan biji dijemur kembali selama 2-3 hari sebelum disimpan.
15 Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap: A. Pengamatan pada setiap petak percobaan 1. Daya berkecambah benih (%), yaitu persentase daya berkecambah benih saat 1 MST. 2. Populasi saat panen, yaitu jumlah tanaman yang dipanen per plot ubinan. 3. Umur berbunga (HST), yaitu pada saat 80 % tanaman telah berbunga dalam satuan petak percobaan. 4. Umur panen (HST), yaitu pada saat 95 % polong tanaman berwarna kuning kecokelatan atau daun telah gugur 5. Bobot biji per ubinan (g/2 m2), yaitu hasil bobot total biji kering panen per ubinan. 6. Hama, penyakit, dan gulma yang berada di lahan B. Pengamatan pada masing-masing contoh, yaitu dengan mengambil 10 tanaman contoh secara acak pada setiap ulangan. Semua pengamatan dilakukan pada saat panen. Peubah-peubah yang diamati pada penelitian ini antara lain: 1. Tinggi tanaman saat panen (cm), yaitu tinggi tanaman dari pangkal batang tanaman sampai titik tumbuh. 2. Jumlah cabang produktif, yaitu jumlah cabang yang menghasilkan polong. 3. Jumlah buku produktif, yaitu jumlah buku yang memiliki polong. 4. Jumlah polong bernas, yaitu jumlah polong yang menghasilkan biji. 5. Jumlah polong hampa, yaitu jumlah polong yang tidak menghasilkan biji. 6. Bobot 100 butir biji (g), yaitu bobot 100 biji kering panen. 7. Bobot biji per tanaman (g), yaitu bobot total biji kering panen per tanaman.
Analisis Data Data diuji dengan uji normalitas terlebih dahulu untuk mengetahui penyebaran galatnya kemudian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Tabel 6) dan apabila hasilnya berbeda nyata pada uji F dilanjutkan dengan uji Dunnett pada taraf 5%. Hubungan antar karakter dianalisis dengan menghitung
16 nilai koefisien korelasi Pearson. Masing-masing nilai koefisien korelasi diuji pada taraf nyata 5 % (Gomez dan Gomez, 1995). Tabel 6. Sidik Ragam-Peragam dan Komponen Pendugaan Ragam Sumber Keragaman Ulangan Galur
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
E(KT)
r-1 g-1
KTG
e2 + r g2
(r-1)(g-1)
KTE
e2
Galat
Cara pendugaan komponen ragam, heritabilitas, dan koefisien keragaman genetik (KKG) diperoleh dengan cara sebagai berikut: 1. Ragam lingkungan ( e2 ) merupakan varian galat atau pengaruh lingkungan yang menyebabkan terjadinya perbedaan penampilan dari karakter-karakter yang diamati, sehingga
e2 = KT galat = KTE 2. Ragam fenotipik ( p2 ) merupakan hasil pengamatan di lapang, karena percobaan diulang sebanyak tiga kali, sehingga
p2 = ( 2e)/r +
2
g
3. Ragam genetik ( g2 ) merupakan pengaruh genetik terhadap penampilan dari karakter-karakter yang diamati. Ragam genetik dapat diduga dari:
g2 = (KTG-KTE)/r Nilai heritabilitas (dalam arti luas) yang merupakan perbandingan dari ragam genetik terhadap keragaman total dalam populasi dapat diduga dengan perhitungan (Poehlman and Sleper, 1995): 2 bs
h =
g2 p2
x100%
17 Keterangan: hbs2
= heritabilitas dalam arti luas
g2
= ragam genetik
p2
= ragam fenotipik
Allard (1960) mengemukakan bahwa setiap sebaran data pada masingmasing karakter pengamatan pada populasi dapat dihitung nilai koefisien keragaman genetiknya (KKG) yang merupakan nisbah antara akar kuadrat tengah ragam genetik dengan rataan umum. Nilai KKG dapat dihitung melalui rumus: KKG =
g2 X
x 100 %
Keterangan: KKG
= koefisien keragaman genetik
g2
= ragam genetik
X
= rataan populasi
Hubungan antar karakter galur dianalisis dengan menghitung nilai koefisien korelasi Pearson. Masing-masing nilai koefisien korelasi diuji pada taraf nyata 5 % (Gomez dan Gomez, 1995).
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lahan yang digunakan untuk penelitian kedelai ini memiliki tekstur lempung berpasir sehingga memudahkan pengaturan drainase di lahan percobaan. Penanaman kedelai dilakukan dengan menanam 3 benih per lubang tanam. Lama penyinaran pada bulan Maret 2009 di Kabupaten Majalengka sebesar 5.9 jam, dan 5.5 jam pada bulan April, serta 5.3 jam pada bulan Mei. Jumlah curah hujan ratarata antara bulan Maret-Mei 2009 di Kabupaten Majalengka adalah sebesar 200.77 mm (Statsiun Metereologi Jatiwangi, 2009). Curah hujan pada bulan April 2010 hingga Juli 2010 di Majalengka adalah sebesar 250 mm, 612 mm, 114 mm, dan 308 mm (BMKG, 2010). Curah hujan tersebut lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan optimal curah hujan tanaman kedelai yaitu sebesar 50 mm-125 mm/bulan (Sumarno dan Manshuri, 2007). Fase pertumbuhan vegetatif kedelai dimulai dengan fase pemunculan kotiledon (Ve) yang ditandai dengan munculnya kotiledon yaitu pada saat kedelai berumur 3-5 hari setelah tanam (HST). Fase kotiledon (Vc) yaitu ketika daun unifoliat berkembang terjadi saat kedelai berumur 4-7 HST. Pengamatan terhadap daya berkecambah benih dilakukan pada akhir fase kotiledon tersebut.
Gambar 1. Kondisi umum galur kedelai hitam di lahan sawah Fase pertumbuhan reproduktif populasi F7 dimulai dengan fase R1 yaitu tanaman mulai berbunga ditandai dengan bunga mekar pertama kali. Fase R1 dalam penelitian ini terjadi pada saat kedelai berumur 35-42 HST. Pengamatan
19 umur berbunga dilakukan pada saat 80 % tanaman telah berbunga dalam satuan petak percobaan. Umur berbunga dalam penelitian ini terjadi pada saat kedelai berumur 40-47 HST. Pemanenan dilakukan pada saat 95 % polong tanaman setiap satuan percobaan berwarna kuning kecoklatan atau daun telah gugur. Pemanenan dilakukan secara bertahap sebanyak lima kali panen pada saat tanaman berumur 85 HST, 89 HST, 91 HST, 93 HST, 95 HST. Pengamatan di lapang menunjukkan bahwa banyak galur kedelai yang mengalami kerebahan setelah terjadi hujan. Galur yang mengalami kerebahan pada umumnya memiliki ukuran batang yang kecil, melilit, dan memiliki tinggi tanaman yang besar. Kerebahan dapat dibagi menjadi dua tingkat yaitu tidak rebah dan rebah total. Galur SSD-10, SSD-17, SSD-23, SSD-27, SSD-33, SSD38, SSD-39, SSD-44, dan dua varietas pembanding yaitu Wilis dan Cikuray memiliki sifat tahan terhadap rebah. Galur yang mengalami rebah total adalah galur SSD-66, SSD-80, SSD-94, SSD-101. Hama yang menyerang pertanaman kedelai secara umum yaitu hama perusak daun diantaranya adalah ulat penggulung daun (Omiodes indicate Fabricus), ulat grayak (Spodoptera litura Fabricus), belalang (Oxya spp.), ulat jengkal (Chrysodesixis chalcites) kumbang (Phaedonia inclusa), aphis (Aphis glyeines Matsumura) (Gambar 3). Hama perusak polong tidak banyak ditemukan karena ketika pengisian polong dilakukan penyemprotan pestisida yang intensif untuk mengatasi serangan ulat penggulung daun (Omiodes indicate Fabricus). Hama perusak daun (ulat grayak) menyerang tanaman kedelai sejak tanaman berumur 1 MST ditandai dengan adanya lubang-lubang kecil pada daun sehingga daun tampak lebih putih transparan. Ulat penggulung daun (Omiodes indicate Fabricus) merupakan hama dengan intensitas serangan tertinggi selama penelitian dan terjadi ketika tanaman berumur 48-53 HST. Jumlah tanaman yang terserang ulat penggulung daun sekita 20 % dari total populasi tanaman. Marwoto dan Hardaningsih (2007) menyatakan serangan ulat ini menyebabkan daun-daun menggulung menjadi satu. Bila gulungan dibuka, akan dijumpai ulat atau kotorannya yang berwarna coklat hitam.
20 Aplikasi pestisida untuk mengatasi serangan ulat penggulung daun digunakan pestisida yang memiliki bahan aktif Klorantaniliprol 100 g/l dan tiametoksam 200 g/l, sedangkan ulat grayak dikendalikan dengan pestisida berbahan aktif carbosulfan dan dekametrin. Aplikasi pestisida untuk pengendalian hama lainnya dengan menggunakan bahan aktif sihalotrin, dan sipermetrin.
A
B
C
D
Gambar 2. Hama yang menyerang galur kedelai hitam di lahan sawah: (A) Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabricus); (B) Belalang (Oxya spp.); (C) Ulat Penggulung Daun (Omiodes indicate Fabricus); (D) aphis (Aphis glyeines Matsumura) Penyakit hawar batang (Sclerotium rolfsii) (Gambar 4) menyerang tanaman kedelai ketika berumur 1-2 MST. Infeksi penyakit hawar batang terjadi pada pangkal atau sedikit di bawah permukaan tanah berupa bercak coklat muda yang cepat berubah menjadi coklat tua, dan gejala layu mendadak merupakan gejala pertama yang timbul. Penyakit yang disebabkan oleh virus mosaik (SMV) (Gambar 4) ditemui pada pertanaman yang menyebabkan daun kedelai menjadi
21 berkerut dan mempunyai gambaran mosaic dengan warna hijau gelap di sepanjang tulang daun (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2006). Pengamatan di lapangan menunjukan adanya serangan penyakit karat daun tanaman (daun bagian bawah) yang ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berisi uredia. Bercak ini berkembang ke daun-daun yang berada di atasnya dengan bertambahnya umur tanaman. Bercak- bercak karat tersebut terutama terdapat di bagian bawah daun. Pengendalian penyakit dilakukan dengan aplikasi fungisida dengan bahan aktif mankozeb 80 %. Pengamatan di lapangan menunjukan bahwa intensitas serangan penyakit pada tanaman relatif sangat kecil sehingga masih berada di bawah ambang ekonomi.
A
B
Gambar 3. Penyakit yang menyerang galur kedelai hitam di lahan sawah: (A) Hawar Batang (Sclerotium rolfsii); (B) Penyakit virus mosaic (SMV) Gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman kedelai yaitu sisa-sisa tanaman padi Ciherang (Oryza sativa), Semanggi (Marsilea crenata), Kaceprek (Passiflora foetida L.), Pengendalian gulma dilakukan secara manual sebanyak dua kali yaitu pada umur 25-26 HST dan umur 61-62 HST.
22
A
B
Gambar 4. Gulma pada galur kedelai hitam di lahan sawah : (A) Kaceprek (Passiflora foetida L.); (B) Semanggi (Marsilea crenata) Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa warna biji beberapa galur kedelai hitam yang ditanam masih bersegregasi. Hal ini terlihat dari warna biji yang masih beragam. Warna biji yang masih bersegregasi memiliki warna biji coklat, dan kuning padahal benih yang ditanam adalah galur kedelai dengan warna biji hitam. Adapun galur-galur yang warna bijinya masih bersegregasi yaitu galur SSD-24, SSD-28, SSD-33, SSD-38, SSD-66, SSD-81, SSD-94, SSD-96, SSD-101. Galur yang masih bersegregasi tidak akan digunakan dalam pengujian selanjutnya. Pengamatan visual memperlihatkan adanya perubahan ukuran biji kedelai antara benih yang ditanam dengan hasil biji yang diperoleh. Biji hasil panen terlihat lebih besar dibandingkan dengan benih yang ditanam untuk galur yang sama. Penambahan ukuran bobot biji ini dapat terlihat pula dari bobot 100 butir yang dihasilkan relatif lebih besar dibandingkan dengan bobot 100 butir benih hasil penelitian Rohaeni (2010).
Keragaan Karakter Agronomi Galur Kedelai Hitam Karakter yang diamati pada penelitian ini meliputi karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, jumlah polong hampa, bobot biji per tanaman, bobot biji per ubinan, dan bobot 100 butir biji ( ukuran biji), serta potensi hasil per hektar (ha). Hasil analisis sidik ragam beberapa karakter yang diamati menunjukkan adanya perbedaan sangat nyata pada karakter umur berbunga, umur
23 panen, tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, bobot biji per tanaman, bobot biji per ubinan (2 m x 1 m), dan bobot 100 butir biji. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata untuk karakter jumlah polong hampa (Tabel 7). Tabel 7. Rekapitulasi Sidik Ragam Karakter Agronomi Galur-Galur Kedelai Hitam di Lahan Sawah Karakter Umur Berbunga Umur Panen Tinggi Tanaman Saat Panen Jumlah Cabang Produktif Jumlah Buku Produktif Jumlah Polong Bernas Jumlah Polong Hampaht Bobot Biji Pertanaman Bobot Biji Perubinan Bobot 100 butir
KTG 9.61 11.74 135.47 3.70 3.70 82.16 0.21 49.99 758.18 0.89
KTE 3.53 2.26 75.83 1.33 1.33 17.85 0.18 4.67 211.79 0.23
Fhitung 2.73** 5.20** 1.79** 2.78** 2.78** 4.60** 1.19tn 10.71** 3.58** 3.94**
KK (%) 4.47 1.64 17.75 20.36 14.29 18.48 20.03 14.88 17.88 4.94
Keterangan: ** = berbeda nyata pada taraf 1%; tn = tidak berbeda nyata; KTG = Kuadrat Tengah Galur; KTE = Kuadrat Tengah Galat; ht = Data Hasil Transformasi
Tabel 8. Nilai Tengah dan Kisaran Nilai Tengah Karakter Agronomi GalurGalur Kedelai Hitam Karakter Umur Berbunga (HST) Umur Panen (HST) Tinggi Tanaman Saat Panen (cm)** Jumlah Cabang Produktif Jumlah Buku Produktif Jumlah Polong Bernas Jumlah Polong Hampa Bobot Biji per Tanaman (g) Bobot Biji per Ubinan (g) Bobot 100 butir (g) Bobot per ha (ton) **
Nilai Tengah 41.9 91.5 49.7 5.8 30.0 78.7 3.6 14.7 504.3 9.6 2.5
= galat menyebar normal berdasarkan uji normalitas
Kisaran 40.0-48.3 86.3-95.0 34.3-67.0 3.5-8.4 21.0-47.6 54.7 -112.8 1.6-6.4 9.7-23.7 156.1- 654.5 8.1-10.5 0.8-3.3
24 Umur Berbunga dan Umur Panen Umur berbunga ditetapkan setelah 80 % pada setiap satuan petak percobaan telah berbunga. Galur-galur harapan kedelai hitam memiliki nilai tengah untuk karakter umur berbunga yaitu 41.9 HST dengan kisaran 40-48.33 HST (Tabel 8). Varietas pembanding Sindoro, Cikuray, Ceneng, dan Wilis memiliki nilai tengah 42.75 HST (Tabel 9). Varietas yang memiliki umur berbunga yang lebih pendek dijadikan sebagai varietas pembanding untuk karakter umur berbunga. Di antara empat varietas pembanding, Varietas Ceneng memiliki umur berbunga yang lebih pendek yaitu 41.3 HST (Tabel 9) sehingga varietas Ceneng dijadikan varietas pembanding untuk karakter umur berbunga. Varietas Ceneng dijadikan varietas pembanding untuk karakter umur berbunga karena Ceneng memiliki umur berbunga yang mendekati umur berbunga tipe tanaman kedelai ideal untuk lahan sawah (35-37 hari) (Arsyad et al., 2007). Berdasarkan hasil uji lanjut Dunnett diketahui bahwa semua galur yang diuji memiliki umur berbunga yang sama dengan varietas pembanding terbaik yaitu varietas Cenang. Galur SSD-33 memiliki umur berbunga yang nyata lebih panjang dibanding rataan varietas pembanding (Tabel 9). Karakter umur panen galur-galur harapan kedelai hitam yang diamati berkisar antara 86.3-95 HST dengan nilai tengah 91,5 HST. Varietas pembanding memiliki kisaran nilai tengah untuk karakter umur panen yaitu 89.0-93 HST dengan rata-rata umur panen 91.15 HST (Tabel 9). Keempat varietas pembanding memiliki umur panen yang beragam. Varietas Cikuray memiliki umur panen yang lebih pendek yaitu 89.0 HST sehingga varietas Cikuray menjadi varietas pembanding terbaik untuk karakter umur panen. Berdasarkan hasil uji Dunnett, galur SSD-21, SSD-47, SSD-66, SSD-81, SSD-84, SSD-91, SSD-94, SSD-96, SSD-101, SSD-102 memiliki umur panen yang nyata lebih lama dibandingkan dengan varietas terbaik Cikuray. Galur SSD-38 memiliki umur panen yang nyata lebih pendek dibandingkan rataan varietas pembanding.
25 Tabel 9. Nilai Tengah Karakter Umur Berbunga dan Umur Panen GalurGalur Harapan Kedelai Hitam dan Pembanding di Lahan Sawah No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Galur SSD-7 SSD-10 SSD-13 SSD-17 SSD-18 SSD-20 SSD-21 SSD-23 SSD-24 SSD-27 SSD-28 SSD-33 SSD-38 SSD-39 SSD-44 SSD-46 SSD-47 SSD-51 SSD-54 SSD-66 SSD-69 SSD-75 SSD-80 SSD-81 SSD-82 SSD-84 SSD-91 SSD-94 SSD-96 SSD-101 SSD-102 SC-39-1 SC-86-2 Rata-rata SINDORO CIKURAY CENENG WILIS Rata-rata
Umur Berbunga (HST) 40.7 ± 1.2 41.3 ± 1.2 41.3 ± 1.2 41.7 ± 2.9 41.3 ± 1.2 41.3 ± 1.2 41.7 ± 2.9 40.7 ± 1.2 40.7 ± 1.2 43.0 ± 1.7 40.7 ± 1.2 48.3 ± 1.2** 45.0 ± 0.0 41.3 ± 1.2 42.3 ± 2.5 40.7 ± 1.2 40.0 ± 0.0 42.0 ± 0.0 42.3 ± 2.5 46.0 ± 5.2 40.7 ± 1.2 41.3 ± 1.2 42.3 ± 2.5 40.7 ± 1.2 43.3 ± 2.9 40.0 ± 0.0 40.7 ± 1.2 43.7 ± 4.7 40.7 ± 1.2 41.3 ± 1.2 40.7 ± 1.2 44.3 ± 1.2 41.7 ± 2.9 41.9 42.3 ± 2.5 42.3 ± 2.5 41.3 ± 1.2 45.0 ± 0.0 42.8
Umur Panen (HST) 87.7 ± 2.3 88.3 ± 3.1 91.7 ± 1.2 90.3 ± 2.3 92.3 ± 1.2 89.7 ± 4.2 93.7 ± 1.2** 90.3 ± 1.2 91.7 ± 1.2 91.0 ± 0.0 90.3 ± 1.2 91.0 ± 0.0 86.3 ± 2.3 91.0 ± 0.0 89.0 ± 0.0 90.3 ± 2.3 93.0 ± 0.0** 91.0 ± 0.0 91.7 ± 1.2 93.0 ± 0.0** 91.7 ± 1.2 92.3 ± 1.2 92.3 ± 1.2 93.0 ± 0.0** 92.3 ± 1.2 93.0 ± 0.0** 93.0 ± 0.0** 95.0 ± 0.0** 95.0 ± 0.0** 93.7 ± 1.2** 93.7 ± 1.2** 88.3 ± 3.1 92.0 ± 1.0 91.5 93.0 ± 2.0 89.0 ± 0.0 92.3 ± 1.2 90.3 ± 1.2 91.2
Keterangan: Angka yang diikuti ** berbeda nyata dengan varietas pembanding terbaik berdasarkan uji Dunnet pada taraf 5%.
26 Tinggi Tanaman Saat Panen dan Jumlah Cabang Produktif Karakter tinggi tanaman saat panen galur-galur harapan kedelai hitam berkisar antara 34.28-66.96 cm dengan nilai tengah 49.70 cm (Tabel 8). Karakter tinggi tanaman saat panen untuk varietas pembanding berkisar antara
34.28 cm -
53.49 cm dengan nilai tengah 44. Di antara empat varietas pembanding, varietas Sindoro memiliki tinggi tanaman yang mendekati tinggi tanaman ideal (60-70 cm) sehingga menjadi varietas pembanding untuk karakter tinggi tanaman Berdasarkan penelitian Rohaeni (2010) di lahan kering menunjukkan asal dari galur yang diseleksi dengan metode SSD yang diuji memiliki nilai tengah untuk karakter tinggi tanaman saat panen berkisar antara 67.7-94.74 cm dengan nilai tengah 79.51 cm. Hal ini menunjukan tinggi tanaman saat panen galur-galur harapan kedelai hitam yang diamati lebih rendah daripada populasi yang diuji oleh (Rohaenai 2010). Pengamatan secara visual di lapangan terhadap tinggi tanaman menyatakan bahwa kedelai yang memiliki tinggi tanaman yang relatif tinggi memiliki resiko rebah yang lebih besar. Berdasarkan uji Dunnett, tidak ada galur yang berbeda nyata dengan varietas pembanding untuk karakter tinggi tanaman saat panen yang berarti bahwa galur-galur yang diuji memiliki tinggi tanaman yang sama dengan varietas pembanding Sindoro. Nilai tengah untuk karakter jumlah cabang produktif pada galur-galur harapan kedelai hitam berkisar antara 3.5-8.4 cabang dengan nilai tengah 5.8 cabang (Tabel 8). Nilai tengah untuk karakter jumlah cabang produktif pada varietas pembanding memiliki nilai tengah 4.6 cabang produktif (Tabel 10). Di antara empat varietas pembanding, varietas Cikuray dan Wilis memiliki jumlah cabang produktif yang lebih banyak sehingga varietas Cikuray dan Wilis menjadi varietas pembanding untuk karakter jumlah cabang produktif (Tabel 10). Hasil penelitian Rohaeni (2010) di lahan kering melaporkan bahwa jumlah cabang produktif berkisar antara 2.88-5.33 dengan nilai tengah 4.10. Hal ini menunjukan adanya peningkatan nilai tengah untuk jumlah cabang produktif dibandingkan penelitian sebelumnya untuk galur hasil seleksi SSD. Berdasarkan hasil uji Dunnett, galur SSD-46 dan SSD-94 memiliki jumlah cabang produktif yang nyata lebih banyak dibandingkan dengan varietas pembanding Cikuray dan Wilis.
27 Tabel 10. Nilai Tengah Karakter Tinggi Tanama Saat Panen dan Jumlah Cabang Produktif Galur-Galur Harapan Kedelai Hitam dan Pembanding di Lahan Sawah No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Galur SSD-7 SSD-10 SSD-13 SSD-17 SSD-18 SSD-20 SSD-21 SSD-23 SSD-24 SSD-27 SSD-28 SSD-33 SSD-38 SSD-39 SSD-44 SSD-46 SSD-47 SSD-51 SSD-54 SSD-66 SSD-69 SSD-75 SSD-80 SSD-81 SSD-82 SSD-84 SSD-91 SSD-94 SSD-96 SSD-101 SSD-102 SC-39-1 SC-86-2 Rata-rata SINDORO CIKURAY CENENG WILIS Rata-rata
Tinggi Tanaman Saat Panen (cm) 51.02 ± 12.6 46.01 ± 5.9 48.31 ± 11.1 41.77 ± 4.8 48.80 ± 10.9 53.65 ± 6.2 50.95 ± 10.1 54.52 ± 9.0 45.75 ± 8.0 44.10 ± 8.5 51.29 ± 11.4 40.55 ± 11.1 40.74 ± 5.8 43.34 ± 5.4 53.62 ± 10.8 48.92 ± 8.7 47.40 ± 8.9 44.43 ± 12.8 40.39 ± 7.7 58.40 ± 7.8 58.97 ± 19.4 56.21 ± 10.8 46.30 ± 8.6 53.52 ± 7.7 50.59 ± 13.1 57.76 ± 14.6 46.49 ± 9.0 53.75 ± 9.2 43.98 ± 8.7 66.96 ± 14.3 45.20 ± 6.8 55.57 ± 12.0 49.58 ± 11.3 49.7 53.49 ± 10.5 36.76 ± 17.7 51.36 ± 8.5 34.28 ± 4.5 44.0
Jumlah Cabang Produktif 5.7 ± 1.4 6.3 ± 1.4 6.5 ± 4.0 7.0 ± 2.1 5.2 ± 2.0 5.2 ± 2.2 5.2 ± 2.3 4.2 ± 1.4 5.2 ± 2.6 6.4 ± 3.3 5.7 ± 2.2 7.3 ± 2.1 5.9 ± 1.7 6.6 ± 2.8 4.9 ± 1.6 7.9 ± 2.7** 4.5 ± 1.4 6.4 ± 2.1 6.1 ± 1.8 6.7 ± 2.0 3.5 ± 1.9 5.8 ± 2.0 5.6 ± 2.3 4.3 ± 1.8 6.4 ± 2.8 4.5 ± 1.7 6.0 ± 2.9 8.4 ± 2.7** 6.3 ± 2.6 5.3 ± 2.8 6.9 ± 2.2 4.1 ± 1.2 5.3 ± 1.8 5.8 4.3 ± 1.4 4.8 ± 2.0 4.3 ± 1.8 4.8 ± 1.1 4.6
Keterangan: Angka yang diikuti ** berbeda nyata dengan varietas pembanding terbaik berdasarkan uji Dunnet pada taraf 5%.
28 Jumlah Buku Produktif dan Jumlah Polong Bernas Jumlah buku produktif untuk galur-galur harapan kedelai hitam berkisar antara 21.0-47.0 buku produktif dengan nilai tengah 30.0 buku produktif (Tabel 8). Jumlah buku produktif untuk varietas pembanding memiliki nilai tengah 26.25 buku produktif (Tabel 11). Di antara keempat varietas pembanding, varietas Wilis memiliki jumlah buku produktif yang lebih banyak sehingga varietas Wilis dijadikan sebagai varietas pembanding terbaik untuk karakter jumlah buku produktif. Berdasarkan penelitian Rohaeni (2010) di lahan kering, nilai tengah untuk karakter jumlah buku produktif untuk galur yang diseleksi dengan SSD adalah 33.31 dengan kisaran nilai tengah 21-52.25. Hal ini menunjukan bahwa galur yang diuji pada penelitian ini memiliki jumlah buku yang lebih rendah dari populasi yang diuji sebelumnya. Jumlah buku yang rendah disebabkan oleh tinggi tanaman saat panen pada galur-galur yang diuji rendah. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya jumlah buku produktif yaitu sebagian buku-buku tanaman yang berpotensi menghasilkan polong menjadi tidak produktif karena polong terlepas dari buku-buku tersebut akibat tanaman mengalami kerebahan ketika di lapangan. Hal lain yang menyebabkan jumlah buku lebih rendah adalah karena adanya sebagian polong yang gugur. Buku yang tidak memiliki polong tidak dihitung sebagai buku produktif. Berdasarkan hasil uji Dunnett, hanya galur SSD-33 yang memiliki jumlah buku produktif yang nyata lebih banyak dibandingkan varietas pembanding Wilis. Galur-galur yang lainnya secara statistik memiliki jumlah buku produktif yang sama dengan varietas pembanding Wilis. Galur SSD-33 dan SSD-46 memiliki jumlah buku produktif yang nyata lebih banyak dibandingkan dengan rataan varietas pembanding.
29 Tabel 11. Nilai Tengah Karakter Jumlah Buku Produktif dan Jumlah Polong Bernas Galur-Galur Harapan Kedelai Hitam dan Pembanding di Lahan Sawah No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Galur SSD-7 SSD-10 SSD-13 SSD-17 SSD-18 SSD-20 SSD-21 SSD-23 SSD-24 SSD-27 SSD-28 SSD-33 SSD-38 SSD-39 SSD-44 SSD-46 SSD-47 SSD-51 SSD-54 SSD-66 SSD-69 SSD-75 SSD-80 SSD-81 SSD-82 SSD-84 SSD-91 SSD-94 SSD-96 SSD-101 SSD-102 SC-39-1 SC-86-2 Rata-rata SINDORO CIKURAY CENENG WILIS Rata-rata
Jumlah Buku Produktif 36.9 ± 9.0 34.8 ± 8.1 28.8 ± 10.3 32.8 ± 9.4 26.8 ± 6.8 29.1 ± 6.6 24.9 ± 7.3 28.0 ± 8.3 23.3 ± 7.5 35.7 ± 10.5 35.6 ± 10.6 47.6 ± 12.0** 31.1 ± 7.8 31.7 ± 7.2 29.7 ± 7.5 37.9 ± 7.9 21.0 ± 5.3 34.4 ± 9.2 34.0 ± 9.7 32.3 ± 6.9 21.2 ± 6.6 28.6 ± 8.6 26.3 ± 7.5 25.2 ± 9.0 26.1 ± 6.1 28.3 ± 8.3 25.1 ± 10.3 32.7 ± 9.1 27.6 ± 7.5 29.7 ± 11.4 27.7 ± 7.4 25.8 ± 5.8 28.6 ± 9.1 30.0 24.4 ± 5.9 27.5 ± 10.9 24.6 ± 7.4 28.5 ± 5.4 26.2
Jumlah Polong Bernas 104.3 ± 94.0 80.6 ± 21.2 87.6 ± 38.2 104.7 ± 32.3 70.8 ± 22.4 82.8 ± 22.7 73.0 ± 22.0 71.9 ± 26.1 72.1 ± 23.0 112.8 ± 37.7 68.4 ± 23.2 101.9 ± 31.1 65.9 ± 18.0 90.8 ± 25.7 72.4 ± 19.5 84.3 ± 22.1 55.8 ± 14.4 110.9 ± 31.3 112.1 ± 46.9 67.2 ± 15.2 60.6 ± 21.0 82.8 ± 24.7 70.3 ± 19.1 63.0 ± 20.1 71.2 ± 19.2 60.5 ± 18.4 72.8 ± 29.5 67.6 ± 22.9 70.8 ± 22.9 71.4 ± 24.5 77.8 ± 21.5 64.1 ± 17.8 81.6 ± 18.4 78.9 54.7 ± 17.0 77.6 ± 39.8 70.3 ± 20.4 69.0 ± 24.4 67.9
Keterangan: Angka yang diikuti ** berbeda nyata dengan varietas pembanding terbaik berdasarkan uji Dunnet pada taraf 5%.
30 Karakter jumlah polong bernas yang diamati pada 33 galur-galur harapan kedelai hitam memiliki nilai tengah 78.7 polong dengan kisaran nilai tengah 54.7-112.8 (Tabel 8). Karakter jumlah polong bernas varietas pembanding memiliki nilai tengah 67.9 polong bernas (Tabel 11). Di antara keempat varietas pembanding, varietas Cikuray memiliki jumlah polong bernas yang lebih banyak sehingga varietas Cikuray dijadikan sebagai varietas pembanding untuk karakter jumlah polong bernas. Jumlah polong bernas pada penelitian ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah polong bernas galur hasil seleksi SSD penelitan Rohaeni (2010) yang memiliki nilai tengah untuk karakter jumlah polong bernas sebesar 82.97 dengan kisaran 50.39-111.08. Berdasarkan hasil uji Dunnett, tidak ada galur yang berbeda nyata dengan varietas pembanding terbaik. Hal ini menunjukkan bahwa galur-galur yang ditanam memiliki jumlah polong bernas yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding yang lainnya. Jumlah Polong Hampa dan Bobot Biji per Tanaman Jumlah polong hampa memiliki nilai tengah 3.6 dengan kisaran nilai tengah 1.6-6.4 (Tabel 8). Karakter jumlah polong hampa varietas pembanding memiliki nilai tengah 3.9 jumlah polong hampa (Tabel 12). Di antara empat varietas pembanding, varietas Sindoro memiliki jumlah polong hampa yang lebih sedikit sehingga varietas Sindoro dijadikan sebagai varietas pembanding. Penelitian Rohaeni (2010) di lahan kering untuk galur yang diseleksi dengan SSD menyatakan jumlah polong hampa memiliki nilai tengah 1.93 dengan kisaran nilai tengah 0.5-4.5. Hal ini menunjukan bahwa jumlah polong hampa pada penelitian ini lebih banyak daripada jumlah polong hampa yang diperoleh dari penelitian (Rohaeni 2010). Berdasarkan hasil uji Dunnett, diketahui bahwa galur SSD-28 memiliki jumlah polong hampa yang nyata lebih besar dibandingkan dengan varietas pembanding Sindoro. Hal ini menunjukan bahwa galur-galur yang ditanam dalam penelitian ini memiliki jumlah polong hampa yang sama dengan varietas pembanding Sindoro dan memiliki jumlah polong hampa yang sedikit.
31 Tabel 12. Nilai Tengah Karakter Jumlah Polong Hampa dan Bobot Biji Pertanaman Galur-Galur Harapan Kedelai Hitam dan Pembanding di Lahan Sawah No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Galur SSD-7 SSD-10 SSD-13 SSD-17 SSD-18 SSD-20 SSD-21 SSD-23 SSD-24 SSD-27 SSD-28 SSD-33 SSD-38 SSD-39 SSD-44 SSD-46 SSD-47 SSD-51 SSD-54 SSD-66 SSD-69 SSD-75 SSD-80 SSD-81 SSD-82 SSD-84 SSD-91 SSD-94 SSD-96 SSD-101 SSD-102 SC-39-1 SC-86-2 Rata-rata SINDORO CIKURAY CENENG WILIS Rata-rata
Jumlah Polong Hampa 3.0 ± 3.0 2.4 ± 2.1 3.7 ± 2.8 3.9 ± 2.8 5.6 ± 7.5 5.5 ± 7.5 3.7 ± 2.7 1.9 ± 3.7 3.6 ± 8.0 4.4 ± 3.4 6.4 ± 9.8** 3.6 ± 3.9 5.0 ± 5.8 3.1 ± 2.1 2.9 ± 3.7 4.3 ± 5.2 2.4 ± 2.1 4.1 ± 2.9 3.6 ± 3.1 5.9 ± 4.1 2.5 ± 2.0 3.7 ± 2.8 2.4 ± 2.7 2.1 ± 2.7 2.9 ± 2.7 3.1 ± 6.3 3.5 ± 2.9 3.4 ± 5.7 3.0 ± 2.5 3.7 ± 4.9 2.5 ± 1.8 4.7 ± 4.3 2.8 ± 2.3 3.6 1.6 ± 1.5 5.9 ± 4.2 4.0 ± 3.4 4.2 ± 3.8 3.9
Bobot Biji per Tanaman (g) 13.78 ± 5.5 14.04 ± 4.4 16.81 ± 8.9 22.89 ± 5.5** 14.32 ± 4.8 15.42 ± 4.5 13.24 ± 3.9 13.11 ± 4.9 13.35 ± 4.2 22.03 ± 7.2** 11.84 ± 4.4 20.20 ± 5.7 12.11 ± 3.2 17.66 ± 4.9 11.95 ± 3.7 15.63 ± 4.3 10.63 ± 2.5 21.94 ± 6.6** 23.73 ± 10.5** 11.45 ± 3.0 11.00 ± 3.9 15.28 ± 5.0 13.63 ± 3.5 13.22 ± 4.3 13.93 ± 3.9 9.70 ± 3.2 14.72 ± 6.5 13.51 ± 4.9 12.92 ± 4.4 13.58 ± 5.3 15.02 ± 3.0 11.78 ± 3.9 13.89 ± 3.6 14.7 9.71 ± 3.0 14.25 ± 7.9 13.40 ± 4.4 15.92 ± 6.1 13.1
Keterangan: Angka yang diikuti ** berbeda nyata dengan varietas pembanding terbaik berdasarkan uji Dunnet pada taraf 5%.
32 Bobot biji per tanaman pada galur-galur harapan kedelai hitam berkisar antara 9.7-23.7 g dengan nilai tegah 14.7 g (Tabel 8). Bobot biji per tanaman varietas pembanding memiliki nilai tengah 13.1 g (Tabel 12). Di antara empat varietas pembanding, varietas Wilis memiliki bobot biji per tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan varietas pembanding yang lainnya sehingga varietas Wilis dijadikan sebagai varietas pembanding untuk karakter bobot biji per tanaman. Bobot biji per tanaman yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan bobot biji per tanaman yang diperoleh dari penelitian sebelumnya untuk galur yang diseleksi dengan SSD. Penelitian Rohaeni (2010) di lahan kering mendapatkan nilai tengah bobot biji per tanaman untuk galur yang diseleksi dengan SSD sebesar 12.80 g dengan kisaran 9.06-19.30 g. Berdasarkan uji Dunnett, diketahui bahwa galur SSD-54 memiliki bobot pertanaman yang nyata lebih besar dibandingkan dengan varietas pembanding. Galur SSD-54, SSD-17, SSD-27, SSD-51 memiliki bobot biji pertanaman yang nyata lebih besar dibandingkan dengan rataan varietas pembanding. Bobot 100 Butir dan Bobot Biji per Ubinan serta Potensi Hasil per Hektar Bobot 100 butir galur-galur harapan kedelai hitam yang diuji berkisar antara 8.1-10.5 g dengan nilai tengah 9.6 g (Tabel 8). Bobot 100 butir varietas pembanding memiliki niai tengah 9.9 g per 100 butir (Tabel 13). Di antara empat varietas pembanding, varietas Wilis memiliki bobot 100 butir terbaik sehingga varietas Wilis dijadikan sebagai pembanding untuk karakter bobot biji 100 butir. Hasil uji Dunnett, menunjukan bahwa sebagian besar galur-galur yang diuji memiliki bobot 100 butir yang sama dibandingkan varietas pembanding Wilis. Galur SSD-7 dan SSD-84 memiliki bobot 100 butir yang nyata lebih kecil dibandingkan dengan rataan varietas pembanding.
33 Tabel 13. Bobot 100 Butir dan Bobot Biji per Ubinan serta Potensi Hasil per Hektar Galur-Galur Harapan Kedelai Hitam dan Pembanding di Lahan Sawah No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Galur SSD-7 SSD-10 SSD-13 SSD-17 SSD-18 SSD-20 SSD-21 SSD-23 SSD-24 SSD-27 SSD-28 SSD-33 SSD-38 SSD-39 SSD-44 SSD-46 SSD-47 SSD-51 SSD-54 SSD-66 SSD-69 SSD-75 SSD-80 SSD-81 SSD-82 SSD-84 SSD-91 SSD-94 SSD-96 SSD-101 SSD-102 SC-39-1 SC-86-2 Rata-rata SINDORO CIKURAY CENENG WILIS Rata-rata
Bobot 100 Butir (g) 8.27 ± 0.3** 9.08 ± 0.6 9.66 ± 0.3 10.11 ± 0.4 10.27 ± 0.3 9.37 ± 0.3 9.24 ± 1.0 9.49 ± 0.2 9.75 ± 0.4 9.88 ± 0.5 9.28 ± 0.7 9.82 ± 0.7 9.39 ± 0.4 10.05 ± 0.4 8.81 ± 0.1 9.67 ± 0.7 10.21 ± 0.1 9.77 ± 0.1 10.12 ± 0.3 8.65 ± 1.3 10.26 ± 0.4 10.01 ± 0.2 9.74 ± 0.4 10.45 ± 0.1 9.99 ± 0.3 8.11 ± 0.5** 9.94 ± 0.2 9.82 ± 0.3 9.63 ± 0.2 9.70 ± 0.5 10.19 ± 0.2 9.26 ± 0.2 9.38 ± 0.1 9.6 9.77 ± 0.6 9.65 ± 0.3 10.05 ± 0.7 10.28 ± 0.4 9.9
Bobot Biji per Ubinan (g) 469.5 ± 165.9 440.5 ± 54.1 425.5 ± 140.2 509.7 ± 96.6 448.9 ± 114.4 563.0 ± 59.6 446.0 ± 91.8 558.2 ± 73.5 488.8 ± 125.5 400.7 ± 228.0 433.7 ± 113.8 486.3 ± 98.8 245.8 ± 51.3 533.4 ± 108.5 462.6 ± 47.8 554.9 ± 93.4 496.3 ± 53.4 568.0 ± 126.9 388.5 ± 65.0 631.4 ± 49.5 494.8 ± 252.1 548.5 ± 65.0 534.2 ± 98.3 550.5 ± 34.9 497.2 ± 102.3 462.8 ± 21.7 499.6 ± 28.2 597.5 ± 165.6 654.5 ± 232.2 566.3 ± 22.9 538.4 ± 64.1 555.4 ± 119.5 591.1 ± 72.8 504.3 479.7 ± 12.3 156.1 ± 51.4** 480.5 ± 106.4 413.8 ± 119.4 382.5
Potensi Hasil per Hektar (ton/ha) 2.35 ± 0.8 2.20 ± 0.3 2.13 ± 0.7 2.55 ± 0.5 2.24 ± 0.6 2.82 ± 0.3 2.23 ± 0.5 2.79 ± 0.4 2.44 ± 0.6 2.00 ± 1.1 2.17 ± 0.6 2.43 ± 0.5 1.23 ± 0.3 2.67 ± 0.5 2.31 ± 0.2 2.77 ± 0.5 2.48 ± 0.3 2.84 ± 0.6 1.94 ± 0.3 3.16 ± 0.2 2.47 ± 1.3 2.74 ± 0.3 2.67 ± 0.5 2.75 ± 0.2 2.49 ± 0.5 2.31 ± 0.1 2.50 ± 0.1 2.99 ± 0.8 3.27 ± 1.2 2.83 ± 0.1 2.69 ± 0.3 2.78 ± 0.6 2.96 ± 0.4 2.52 2.40 ± 0.1 0.78 ± 0.3 2.40 ± 0.5 2.07 ± 0.6 1.91
Keterangan: Angka yang diikuti ** berbeda nyata dengan varietas pembanding terbaik berdasarkan uji Dunnet pada taraf 5%.
34 Menurut Adie et al. (2007) bobot 100 butir biji biasa digunakan untuk menentukan ukuran besar atau kecilnya biji. Pengelompokan ukuran biji kedelai berbeda antar negara, di Indonesia kedelai dikelompokan menjadi berukuran besar (berat lebih besar dari 14 g/100 butir), sedang (10-14 g/100 butir), dan kecil (kurang dari 10 g/100 butir). Bobot 100 butir dari penelitian ini lebih besar dibandingkan bobot 100 butir hasil penelitian Rohaeni (2010) yang mendapatkan bobot 100 butir untuk galur yang diseleksi dengan SSD berkisar antara 5.61-8.31 g dengan nilai tengah 7.11 g. Berdasarkan pengelompokan ukuran biji tersebut diketahui bahwa galur SSD-17, SSD-18, SSD-39, SSD-47, SSD-54, SSD-69, SSD-75, SSD-81, SSD-102 termasuk galur yang memiliki ukuran biji sedang (14 g/100 butir), sedangkan galur-galur yang lainnya memiliki ukuran kecil ( < 10 g/ 100 butir). Bobot per ubinan pada galur-galur kedelai hitam yang diuji berkisar antara 156.1-654.5 g dengan nilai tengah 504.3 g (Tabel 8). Bobot per ubinan varietas pembanding memiliki nilai tengah 382.5 g. Varietas Ceneng memiliki bobot per ubinan terbaik dibandingkan dengan varietas lainnya sehingga varietas Ceneng dijadikan varietas pembanding untuk karakter bobot per ubinan. Hasil uji Dunnett, menunjukan bahwa galur-galur yang diuji memiliki bobot per ubinan yang tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding Ceneng. Hal ini menunjukan bahwa semua petak percobaan memiliki bobot per ubinan yang sama dengan varietas pembanding Ceneng. Nilai tengah potensi hasil per hektar galur-galur harapan kedelai hitam yang diuji berkisar antara 0.78-3.27 ton/ha dengan nilai tengah 2.52 ton/ha (Tabel 8). Nilai tengah potensi hasil per hektar varietas pembanding memiliki nilai tengah 1.91 ton/ha (Tabel 13). Di antara empat varietas pembanding, varietas Sindoro dan Ceneng memiliki potensi hasil per hektar terbaik (2.40 ton/ha) sehingga varietas Sindoro dan Ceneng dijadikan sebagai varietas pembanding untuk karakter potensi hasil per hektar. Hasil uji Dunnett, menunjukan bahwa galur semua galur tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding terbaik untuk karakter potensi hasil per hektar. Hal ini berarti bahwa secara statistik galur-galur harapan yang diuji memiliki potensi
35 hasil ton/ha yang sama dengan varietas pembanding terbaik Sindoro dan Ceneng. Karakter potensi hasil per hektar yang sama dengan varietas pembanding terbaik menunjukan bahwa galur-galur yang diuji memiliki potensi hasil yang baik.
Keragaman Genetik Galur – Galur Harapan Kedelai Hitam Menurut Djaelani et al. (2001) cara yang umum untuk mengenali galur ideal adalah dengan menguji sejumlah galur harapan pada beberapa lingkungan. Berdasarkan hasil analisis variannya akan diketahui ada atau tidak interaksi genotipe × lingkungan (g × e). Jika tidak terjadi interaksi g × e, penentuan galur ideal akan sangat mudah dilakukan yaitu dengan memilih galur-galur harapan dengan rataan hasil yang lebih tinggi. Komponen ragam terdiri dari ragam fenotifik, ragam genetik, dan ragam lingkungan. Dalam penelitian diperoleh bahwa nilai ragam genetik tertinggi terdapat pada jumlah polong bernas (117.47) dan terendah pada karakter jumlah polong hampa (0.24). Nilai koefisien keragaman genetik terendah terdapat pada karakter umur panen (1.94), sedangkan koefisien keragaman tertinggi dimiliki oleh karakter bobot biji pertanaman (26.55) (Tabel 14). Keragaman genetik yang tinggi menunjukan adanya pengaruh genetik yang lebih dominan daripada pengaruh lingkungan. Sebaliknya, koefisien keragaman genetik yang rendah menunjukan adanya pengaruh lingkungan yang lebih dominan daripada pengaruh genetiknya. Heritabilitas berfungsi untuk penaksiran secara kuantitatif tentang peran genotipe dan lingkungan terhadap sifat penotipe. Besar kecilnya nilai heritabilitas erat hubungannya dengan kemampuan tanaman untuk melakukan perbaikan sifat melalui seleksi tanaman itu serta keturunan generasi berikutnya. Heritabilitas dengan nilai 0 berarti keragaman penotipenya hanya disebabkan oleh lingkungan, sedangkan keragaman dengan nilai 1 berarti keragaman penotipe hanya disebabkan oleh keragaman genotipenya. Nilai heritabilitas yang semakin
36 mendekati 1 dinyatakan heritabilitasnya semakin tinggi, sebaliknya semakin mendekati 0 nilai heritabilitasnya semakin rendah. (Poespodarsono, 1988). Stanfield (1983) menyatakan heritabilitas arti luas dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu rendah (h2 ≤ 20 %), sedang (20 % ≤ h2 ≤ 50 %), dan tinggi (h2 > 50 %). Tabel 14 menunjukan bahwa nilai heritabilitas untuk karakter yang diamati kecuali untuk karakter tinggi tanaman saat panen dan jumlah polong hampa berada pada kisaran tinggi. Kisaran heritabilitas untuk beberapa karakter tanaman yaitu 63.07 % - 90.64 %. Hanya karakter tinggi tanaman saat panen (44.02%) termasuk heritabilitas sedang, jumlah polong bernas (17.39 %) termasuk heritabilitas rendah. Nilai heritabilitas yang tinggi untuk karakter tersebut menunjukan bahwa penampilan penotipenya banyak dikendalikan oleh faktor genotipe dibandingkan dengan faktor lingkungan. Tabel 14. Nilai Komponen Ragam dan Koefisien Keragaman Genetik Beberapa Karakter dari Galur-Galur Kedelai Hitam di Lahan Sawah Karakter Umur Berbunga Umur Panen Tinggi Tanaman Saat Panen Jumlah Cabang Produktif Jumlah Buku Produktif Jumlah Polong Bernas Jumlah Polong Hampa Bobot Biji Pertanaman Bobot 100 butir
σ2p 3.21 3.91 45.16
σ2g 2.03 3.16 19.88
σ2e 3.53 2.26 75.83
h2(bs) 63.24 80.82 44.02
KKG% 3.40 1.94 8.97
1.23 27.39 186.24 1.38 16.67 0.74
0.79 21.44 117.47 0.24 15.11 0.66
1.33 17.85 206.31 3.43 4.67 0.23
64.23 78.28 63.07 17.39 90.64 89.19
15.32 15.43 13.74 13.61 26.44 8.46
Koefisien Korelasi Antar Karakter Agronomi Galur -Galur Harapan Kedelai Hitam di Lahan Sawah Berdasarkan korelasi Pearson (Tabel 15) terdapat hubungan korelasi positif antara karakter jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, dan jumlah polong bernas terhadap bobot biji per tanaman. Hal ini menunjukan bahwa semakin banyak jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, dan jumlah polong bernas maka bobot per tanaman akan semakin bertambah. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Oktaviana (2010) yang menyatakan
37 bahwa karakter jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, dan jumlah polong bernas, berkorelasi positif terhadap bobot biji per tanaman. Jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, dan jumlah polong bernas berkorelasi positif terhadap bobot biji per tanaman karena polong yang bernas terletak pada buku produktif, dan buku produktif terletak pada cabang produktif. Jika jumlah cabang produktif bertambah maka jumlah buku produktif akan bertambah bertambah, jika buku produktif bertambah maka jumlah polong pun akan bertambah pula yang pada akhirnya akan meningkatkan bobot biji per tanaman. Berdasarkan analisis korelasi Pearson karakter tinggi tanaman saat panen berkorelasi negatif terhadap bobot biji per tanaman. Hal ini hampir sama dengan hasil penelitian Januarini (2007) di lahan kering yang menyatakan bahwa karakter tinggi tanaman tidak berkorelasi dengan hasil. Pengamatan di lapangan menunjukan jika tinggi tanaman bertambah maka jarak antar buku pada batang utama semakin panjang (ruas batang utama semakin panjang) yang menyebabkan jumlah buku produktif berkurang. Jumlah buku produktif berkorelasi positif dengan karakter bobot biji per tanaman sehingga ketika jumlah buku produktif berkurang maka bobot biji per tanaman pun akan berkurang. Karakter umur berbunga dan umur panen tidak berkorelasi dengan bobot biji per tanaman. Hal ini menunjukan bahwa pada penelitian ni karakter umur berbunga dan karakter umur panen tidak berkorelasi terhadap karakter bobot biji per tanaman.
38
38 Tabel 15. Koefisien Korelasi Pearson Antar Karakter pada Galur-Galur Harapan Kedelai Kedelai Hitam dan Varietas Pembanding UB UP TTSP JCP JBP JPB BTAN
UP -0.1227tn 0.1995
TTSP -0.2312** 0.0146 0.1910* 0.0447
JCP 0.0886tn 0.3552 0.0420tn 0.6616 -0.2741** 0.0036
JBP 0.2513** 0.0078 -0.2999** 0.0014 -0.1375tn 0.1502 0.6101** 0.0001
JPB 0.0834tn 0.3840 -0.2479** 0.0087 -0.2909** 0.0019 0.5034** 0.0001 0.6783** 0.0001
BT 0.1067tn 0.2652 0.0125tn 0.8964 -0.3118** 0.0009 0.3311** 0.0004 0.4039** 0.0001 0.6229** 0.0001
B100 0.0433tn 0.6515 0.2850** 0.0024 -0.2741** 0.0036 0.0632tn 0.5098 0.2073* 0.0291 0.0297tn 0.7572 0.2782** 0.0031
Keterangan: UB = Umur Berbunga; UP = Umur Panen; TTSP = Tinggi Tanaman Saat Panen; JCP = Jumlah Cabang Produktif; JBP = Jumlah Buku Produktif; JPB = Jumlah Polong Bernas; BTAN = Bobot Biji per Tanaman; B100 = Bobot 100 Butir; Angka cetak tebal = nilai koefisien korelasi Pearson; Angka cetak tipis = nilai probability dari koefisien korelasi Pearson; * = berbeda nyata; ** = berbeda sangat nyata; tn = tidak berbeda nyata.
39 Seleksi Galur-galur Terbaik Kedelai Hitam Seleksi pada penelitian ini dilakukan berdasarkan bobot per ubinan dengan memilih 15 galur harapan yang memiliki nilai tengah untuk karakter bobot biji per ubinan yang tertinggi. Berdasarkan (Tabel 13) diperoleh 15 galur yang memiliki bobot biji per ubinan tertinggi dan tidak bersegregasi yaitu SC-86-2, SSD-51, SSD-20, SSD-23, SSD-39, SSD-46, SSD-75, SSD-102, SSD-80, SC-39-1, SSD-17, SSD-91, SSD-82, SSD-47, SSD-69. Galur-galur hasil seleksi ini merupakan galur harapan yang selanjutnya dapat diuji dalam uji multilokasi. Deskripsi Lima Belas Galur Terbaik Galur yang dideskripsikan di sini adalah 15 galur yang memiliki potensi hasil terbesar. Galur-galur tersebut yaitu SC-86-2, SSD-51, SSD-20, SSD-23, SSD-39, SSD-46, SSD-75, SSD-102, SSD-80, SC-39-1, SSD-17, SSD-91, SSD-82, SSD-47, SSD-69. Berikut adalah deskripsi lima belas galur terbaik berdasarkan penelitian ini. Galur SC-86-2 Galur SC-86-2 merupakan galur hasil persilangan antara tetua betina varietas Slamet dan tetua jantan varietas Ceneng. Galur ini memiliki umur berbunga 41.7 HST dan umur panen 92 HST. Tinggi tanaman saat panen galur ini mencapai 49.58 cm dengan jumlah cabang produktif 5.3 dan jumlah buku produktif 28.6. Galur SC-86-2 memiliki jumlah polong bernas 81.6, jumlah polong hampa 2.8, bobot 100 butir 9.38 g, dan bobot biji per tanaman 14.5 g. Galur SC-86-2 yang diuji pada penelitian ini menunjukan keunggulan potensi hasil per ha dibandingkan varietas Ceneng yang merupakan asal tetua dari galur ini dan merupakan varietas pembanding terbaik untuk karakter potensi hasil. Galur SC-86-2 memiliki potensi hasil mencapai 2.96 ton/ha, sedangkan varietas Ceneng yang digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini hanya memiliki potensi hasil 2.40 ton/ha (Tabel 6). Fase pertumbuhan kedelai yang diamati pada penelitian ini dimulai dari fase pemunculan (Ve), yaitu pada saat kotiledon muncul hingga fase matang penuh (R8), yaitu pada saat 95 % polong telah berwarna polong matang (kuning
40 kecoklatan). Fase pemunculan hingga fase mulai berbunga pada galur SC-86-2 membutuhkan waktu 35 HST. Fase mulai berbunga (R1) hingga fase berbiji penuh (R6) pada galur SC-86-2 membutuhkan waktu 36 hari, sedangkan dari fase berbunga (R1) hingga fase matang penuh membutuhkan waktu 57 hari. Keunggulan dari SC-86-2 yaitu memiliki jumlah cabang dan jumlah buku yang cukup tinggi dibandingkan dengan galur lain yang diuji. Memiliki potensi per ha yang tinggi daripada hasil rata-rata dari galur-galur F7 yang diuji menjadi salah satu keunggulannya. SSD-51 Galur SSD-51 merupakan galur hasil persilangan antara tetua betina varietas Ceneng dan tetua jantan varietas Godeg. Huruf SSD menandakan bahwa galur ini merupakan hasil persilangan secara single seed descent. Galur ini memiliki umur berbunga 42 HST dan umur panen 91 HST. Tinggi tanaman saat panen galur ini mencapai 44.43 cm dengan jumlah cabang produktif 6.4 dan jumlah buku produktif 34.4. Galur SSD-51 memiliki jumlah polong bernas 110.9, bobot 100 butir 9.8 g. Galur SSD-51 yang diuji pada penelitian ini memiliki potensi hasil sebesar 2.84 ton/ha. Kondisi pertanaman di lapangan menunjukan bahwa galur SSD-51 mengalami sedikit kerebahan. Keunggulan dari galur SSD-51 yaitu memiliki jumlah cabang produktif, dan potensi hasil per ha tertinggi daripada hasil rata-rata dari galur-galur F7 setelah CG-86-2.
SSD-20 Galur SSD-20 merupakan galur hasil persilangan dari tetua varietas Ceneng dan varietas Godeg dengan menggunakan metode single seed descent. Galur SSD-20 memiliki umur berbunga 41.3 HST dan umur panen 89.7 HST. Galur ini memiliki tinggi tanaman saat panen sebesar 53.7 cm dengan jumlah cabang produktif 5.2 dan jumlah buku produktif 29.1 buku produktif. Galur SSD-20 memiliki jumlah polong bernas 82.8 polong bernas dengan bobot 100 butir mencapai 9.4 g. Bobot biji per tanaman untuk galur SSD-20 adalah sebesar 14.2 g.
41 Galur SSD-20 memiliki potensi hasil sebesar 2.82 ton/ha. Galur SSD-20 tidak tahan terhadap rebah. SSD-23 Galur SSD-23 merupakan galur hail persilangan antara tetua betina varietas Ceneng dan tetua jantan varietas Godeg. Huruf SSD menandakan bahwa galur ini merupakan hasil persilangan secara single seed descent. Galur ini memiliki umur berbunga 40.7 HST dan umur panen 90.3 HST. Tinggi tanaman saat panen galur ini mencapai 54.52 cm dengan jumlah cabang produktif 4.2 dan jumlah buku produktif 28 galur SSD-23 memiliki jumlah polong bernas 71.9, bobot 100 butir 9.49 g, dan bobot biji pertanaman 10.6 g. Galur SSD-23 memiliki potensi hasil mencapai 2.79 ton/ha. Fase pemunculan (Ve) hingga vase berbunga (R1) pada galur SSD-23 membutuhkan waktu 37 HST. Keunggulan galur SSD-23 yaitu memiliki potensi hasil 2.79 ton/ha dan galur SSD-23 memiliki sifat tahan rebah. SC-39-1 Galur SC-39-1 merupakan galur hail persilangan antara tetua betina varietas Slamet dan tetua jantan varietas Ceneng. Galur ini memiliki umur berbunga 44.3 HST dan umur panen 88.3 HST. Tinggi tanaman saat panen galur ini mencapai 55.57 cm dengan jumlah cabang produktif 4.1 dan jumlah buku produktif 25.8. Galur SC-39-1 memiliki jumlah polong bernas 64.1, bobot 100 butir 9.26 g, dan bobot biji pertanaman 12.6 g. Galur SC-39-1 memiliki potensi hasil mencapai 2.78 ton/ha. Fase pemunculan (Ve) hingga vase berbunga (R1) pada galur SC-39-1 membutuhkan waktu 35 HST. SSD-46 Galur SSD-46 merupakan galur hasil persilangan dari tetua varietas Ceneng dan varietas Godeg dengan menggunakan metode single seed descent. Galur SSD46 memiliki umur berbunga 40.7 HST dengan umur panen 90.3 HST. Galur ini memiliki tinggi tanaman saat panen 48.9 cm dengan jumlah cabang produktif 7.9 dan jumlah buku produktif 37.9 buku produktif. Galur SSD-94 memiliki jumlah
42 polong bernas sebanyak 84.3 polong bernas dan bobot 100 butir sebanyak 9.7 g. Galur SSD-94 memiliki potensi hasil sebesar 2.77 ton/ha. Berdasarkan pengamatan visual di lapangan, galur ini mengalami kerebahan setengah dari populasi SSD-49 yang ada di lapangan. SSD-75 Galur SSD-75 merupakan hasil persilangan dari tetua varietas Ceneng dan varietas Godeg dengan menggunakan metode single seed descent. Galur SSD-75 memiliki umur berbunga 41.3 HST dan umur panen 92.3 HST. Galur ini memiliki tinggi tanaman saat panen 56.2 cm dengan jumlah cabang produktif 5.8 buah cabang produktif dan jumlah buku produktif 28.6 buku produktif. Galur SSD-75 memiliki jumlah polong bernas sebanyak 82.8 polong dan bobot dari 100 butir galur ini mencapai 10.0 dengan bobot biji per tanaman 14.5 g. Galur SSD-75 yang diuji pada penelitian ini memiliki potensi hasil mencapai 2.74 ton/ha. Galur SSD-75 memiliki sifat kurang tahan terhadap kerebahan. Berdasarkan pengamatan visual di lapangan, galur ini mengalami kerebahan hampir setengah dari populasi SSD-75 yang ada di lapangan. SSD-102 Galur SSD-102 merupakan galur hasil persilangan dari tetua varietas Ceneng dan varietas Godeg dengan menggunakan metode single seed descent. Galur SSD-102 memiliki umur berbunga 40.7 HST dengan umur panen 93.7 HST. Galur ini memiliki tinggi tanaman saat panen 45.2 cm dengan jumlah cabang produktif mencapai 6.9 buah cabang produktif dan jumlah buku produktif 27.7 buah cabang produktif. Galur SSD-102 memiliki jumlah polong bernas 77.8 polong bernas dan bobot 100 butir galur ini mencapai 10.2 g serta memiliki bobot biji pertanaman 15.4 g. Galur SSD-102 memiliki potensi hasil mencapai 3.08 ton/ha. Berdasarkan pengamatan visual di lapangan, galur ini mengalami kerebahan setengah dari populasi SSD-102 yang ada di lapangan.
43 SSD-80 Galur SSD-80 merupakan galur hasil persilangan dari tetua varietas Ceneng dan varietas Godeg dengan menggunakan metode single seed descent. Galur SSD-80 memiliki umur berbunga 42.3 HST dengan umur panen 92.3 HST. Galur ini memiliki tinggi tanaman saat panen 46.3 cm dengan jumlah cabang produktif mencapai 5.6 buah cabang produktif dan jumlah buku produktif 26.3 buah cabang produktif. Galur SSD-80 memiliki jumlah polong bernas 70.3 polong bernas dan bobot 100 butir galur ini mencapai 9.74 g serta memiliki bobot biji pertanaman 13.1 g. Galur SSD-80 memiliki potensi hasil mencapai 2.67 ton/ha. SSD-39 Galur SSD-39 diperoleh dengan menggunakan metode single seed descent. Tetua dari galur ini adalah varietas Ceneng dan Godeg. Huruf SSD menandakan bahwa galur ini merupakan hasil persilangan secara single seed descent. Galur SSD-39 memiiliki umur berbunga 41 HST dan umur panen 91 HST. Tinggi tanaman saat panen untuk galur ini mencapai 43.3 cm dengan jumlah cabang produktif 6.6 dan jumlah buku produktif 31.7. Galur SSD-39 memiliki jumlah polong bernas 90.8 dan bobot 100 butir mencapai 10.05 g. Galur SSD-39 yang diuji pada penelitian ini memiliki potensi hasil mencapai 2.67 ton/ha. Keunggulan dari galur SSD-39 berdasarkan pengamatan di lapangan yaitu galur ini memiliki sifat tahan rebah dan potensi hasilnya yang tinggi. SSD-17 Galur SSD-17 merupakan galur hail persilangan antara tetua betina varietas Ceneng dan tetua jantan varietas Godeg. Huruf SSD menandakan bahwa galur ini merupakan hasil persilangan secara single seed descent. Galur ini memiliki umur berbunga 42 HST dan umur panen 90 HST. Tinggi tanaman saat panen galur ini mencapai 41.77 cm dengan jumlah cabang produktif 7 dan jumlah buku produktif 32.8. Galur SSD-17 memiliki jumlah polong bernas 104.73, bobot 100 butir 10.1 g, dan bobot biji pertanaman 22.9 g. Galur SSD-17 memiliki potensi hasil per hektar mencapai 4.98 ton/ha.
44 Fase pemunculan (Ve) hingga vase berbunga (R1) pada galur SSD-17 membutuhkan waktu 36 HST dan umur panen 90 HST. Keunggulan galur SSD-17 yaitu memiliki potensi hasil lebih dari 2.55 ton/ha dan galur SSD-17 memiliki sifat tahan rebah. SSD-91 Galur SSD-91 merupakan galur hasil persilangan dari tetua varietas Ceneng dan varietas Godeg dengan menggunakan metode single seed descent. Galur SSD-91 memiliki umur berbunga 40.7 HST dengan umur panen 93 HST. Galur ini memiliki tinggi tanaman saat panen 46.5 cm dengan jumlah cabang produktif mencapai 6 buah cabang produktif dan jumlah buku produktif 25.1 buah. Galur SSD-91 memiliki jumlah polong bernas 72.8 polong bernas dan bobot 100 butir 9.9 g. Bobot biji pertanaman galur SSD-91 adalah sebesar 15.1 g. Galur SSD-91 memiliki potensi hasil sebesar 2.50 ton/ha. Berdasarkan pengamatan visual di lapangan, galur ini mengalami kerebahan hampir setengah dari populasi SSD-91 yang ada di lapangan. SSD-82 Galur SSD-82 merupakan galur hasil persilangan dari tetua varietas Ceneng dan varietas Godeg dengan menggunakan metode single seed descent. Galur SSD-82 memiliki umur berbunga 43.3 HST dengan umur panen 92.3 HST. Galur ini memiliki tinggi tanaman saat panen 50.59 cm dengan jumlah cabang produktif mencapai 6.4 buah cabang produktif dan jumlah buku produktif 26.1 buah. Galur SSD-82 memiliki jumlah polong bernas 71.2 polong bernas dan bobot 100 butir 9.99 g. Bobot biji pertanaman galur SSD-82 adalah sebesar 12.7 g. Galur SSD-82 memiliki potensi hasil sebesar 2.49 ton/ha. Berdasarkan pengamatan visual di lapangan, galur ini mengalami kerebahan hampir setengah dari populasi SSD-82 yang ada di lapangan. SSD-47 Galur SSD-47 merupakan galur hasil persilangan dari tetua varietas Ceneng dan varietas Godeg dengan menggunakan metode single seed descent. Galur
45 SSD-47 memiliki umur berbunga 40 HST dengan umur panen 93 HST. Galur ini memiliki tinggi tanaman saat panen 47.40 cm dengan jumlah cabang produktif mencapai 4.5 buah cabang produktif dan jumlah buku produktif 21 buah. Galur SSD-47 memiliki jumlah polong bernas 55.8 polong bernas dan bobot 100 butir 10.21 g. Bobot biji pertanaman galur SSD-47 adalah sebesar 10.1 g. Galur SSD-47 memiliki potensi hasil sebesar 2.48 ton/ha. SSD-69 Galur SSD-69 merupakan galur hasil persilangan dari tetua varietas Ceneng dan varietas Godeg dengan menggunakan metode single seed descent. Galur SSD-69 memiliki umur berbunga 40.7 HST dengan umur panen 91.7 HST. Galur ini memiliki tinggi tanaman saat panen 58.97 cm dengan jumlah cabang produktif mencapai 3.5 buah cabang produktif dan jumlah buku produktif 21.2 buah. Galur SSD-69 memiliki jumlah polong bernas 60.6 polong bernas dan bobot 100 butir 10.26 g. Bobot biji pertanaman galur SSD-69 adalah sebesar 12.3 g. Galur SSD-69 memiliki potensi hasil sebesar 2.47 ton/ha.
46
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Beberapa karakter
yang diamati
dari galur-galur kedelai hitam
menunjukan adanya perbedaan sangat nyata pada karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanamaan saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, bobot per tanaman, dan bobot perubinan, sedangkan jumlah polong hampa tidak berbeda nyata. Nilai ragam genetik tertinggi terdapat pada karakter jumlah polong bernas , sedangkan nilai keragaman genetik terendah terdapat pada karkter jumlah polong hampa. Terdapat 15 galur harapan kedelai hitam yang berdaya hasil tinggi yaitu SC-86-2, SSD-51, SSD-20, SSD-23, SSD-39, SSD-46, SSD-75, SSD-102, SSD-80, SC-39-1, SSD-17, SSD-91, SSD-82, SSD-47, SSD-69 untuk dilanjutkan diuji multilikasi.
Saran 1. Galur-galur harapan SC-86-2, SSD-51, SSD-20, SSD-23, SSD-39, SSD-46, SSD-75, SSD-102, SSD-80, SC-39-1, SSD-17, SSD-91, SSD-82, SSD-47, SSD-69 dapat dilanjutkan untuk uji multilokasi.
47
DAFTAR PUSTAKA Adie, M. M. dan A. Krisnawati. 2007. Biologi tanaman kedelai, hal 45-74. Dalam: Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim (Eds.).Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Arsyad, D.M. 2000. Varietas unggul dan strategi pemuliaan kedelai di Indonesia, hal 39-43. Dalam Gunawan, W. L., Sunarlim, N., Handayani, T., Soegiarto, B., Adil, W., Priyanto, B., dan Suwarno (Eds.). Posiding Lokakarya Penelitian dan Pengembangan Produksi Kedelai Di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Arsyad, D.M. dan Syam, M. 1998. Kedelai: Sumber Pertumbuhan Produksi dan Teknik Budidaya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor. 30 hal. Arysad, D. M., Adie, M. M., Kuswantoro, H. 2007. Perakitan varietas unggul kedelai spesifik agroekologi, hal 205-226. Dalam: Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim (Eds.). Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.2008. Ketersediaan teknologi dalam mendukung peningkatan produksi kedelai menuju swasembada. Siaran Pers:1-4. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.2008. Mutu kedelai nasional lebih baik dari kedelai impor. Siaran Pers:1-4. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Rencana aksi pemantapan ketahanan pangan 2005-2009. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta. 66 hal. Balitkabi. 2008. Deskripsi Varietas Unggul Kedelai. www.balitkabi.litbang.deptan.go.id/index.php/Deskripsi-Varietas-UnggulKabi/. [15 Oktober 2010]. Bari, A., Musa, S., dan Sjamsudin, E. 1974. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Institut Pertanian Bogor Biro Penataran. Bogor. 124 hal. BPS. 2010. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kedelai Seluruh Provinsi. http://www.bps.go.id. [20 Desember 2010]. BMKG. 2010. Data Curah Hujan di Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat Tahun 2010. Badan Klimatologi, Metereologi dan Geofisika Bogor. Bogor.
48 Departemen Pertanian. 2008. ARAM II Produksi Padi, Jagung, Kedelai 2008 Capai Rekor Baru. http://deptan.go.id. [01 Juli 2008]. Distan Majalengka. 2008. Penggunaan Lahan distan.majalengkakab.go.id. [3 Januari 2010].
Lima
Tahun
Terakhir.
Djaelani, A. K., Nasrullah, Soemartono. 2001. Interaksi G x E, adaptabilitas dan stabilitas galur-galur kedelai dalam uji multi lokasi. Pre-print Zuriat. 12:1-7. Gomez, K. A., dan A. A. Gomez. 2007. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. Terjemahan dari: Statistical Prosedures for Agricultural Research. Penerjemah: E. Sjamsudin dan Baharsjah. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 698 hal. Hancock. J. F. 2005. Plant Evolution and The Origin of Corp Spesies. Edisi kedua. CABI Publisher. London. 313p. Harnowo, D., Hidayat, J.R., dan Suyamto. 2007. Kebutuhan dan teknologi produksi benih kedelai, hal 383-415. Dalam: Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim (Eds.). Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Harsono, A., Purwaningrahayu, R. D., dan Taufik, A. 2007. Pengelolaan air dan drainase pada budidaya kedelai, hal 253-280. Dalam: Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim (Eds.). Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Hidajat, O. O. 1985. Morfologi Tanaman Kedelai, hal 73-86. Dalam S. Somaatmadja, M. Ismunadji, Sumarno, M Syam, S. O. Manurang, dan Yuswadi (Eds.). Kedelai. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. Husni, A., Kosmiatin, M., dan Mariska, I. 2006. Peningkatan toleransi kedelai Sindoro terhadap kekeringan melalui seleksi in vitro. Bul. Agron. 34:25-31. Iqbal, M. dan Sumaryanto. 2007. Strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian bertumpu pada partisipasi masyarakat. Analisis Kebijakan Pertanian. 5:167182. Januarini, T. R. 2007. Uji Daya Hasil Galur-Galur Harapan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Berdaya Hasi Tinggi. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 46 hal. Marwoto dan Herdaningsih, S. 2007. Pengendalian hama terpadu pada tanaman kedelai, hal 296-318. Dalam: Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim (Eds.). Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
49 Muhuria. L., Tyas, K. N., Khumaida, N., Trikoesoemaningtyas, dan Sopandie, D. 2006. Adaptasi tanaman kedelai terhadap intensitas cahaya rendah: Karakter daun untuk efisiensi penangkapan cahaya. Bul. Agron. 34:133-140. Nasoetion, L.I. 2000. Konversi Lahan Pertanian: Aspek hukum dan Implementasinya. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan Pertanian. Badan Pertanahan Nasional. Jakarta. Vol 1:43-55. Oktaviana, L. 2010. Uji Daya Hasil Galur-Galur Harapan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Berdaya Hasi Tinggi. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 60 hal. Pandey, R. K. 1987. A Farmer’s Primer on Growing Soybean on Riceland. International Rice Research Institute and International Institute of Tropical Agriculture. Los Banos. 216 p. m. Poespodarsono, S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 169 hal. Poehlman, J.M. and D.A. Sleper. 1995. Breeding Field Crops. Fourth Edition. Iowa State University Press. Ames.494p. Purwaningsih, S., Rahayu, S. H., Suciatmih dan Kuntcoro. 2000. Pengaruh Inokulasi bakteri rhizobium dan jamur mikoriza vesikular-arbuskular (MVA) terhadap pertumbuhan dan pembentukan polong kedelai varietas wilis, hal 141-144. Dalam Gunawan, W. L., Sunarlim, N., Handayani, T., Soegiarto, B., Adil, W., Priyanto, B., dan Suwarno (Eds.). Posiding Lokakarya Penelitian dan Pengembangan Produksi Kedelai Di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2007. Deskripsi Varietas Tanaman Pangan Kedelai. www.puslittan.bogor.net. [25 Agustus 2010]. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pertanian. (2006). Hama, Penyakit, dan Masalah Hara pada Tanaman Kedelai. Departemen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Petanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 67 hal. Rohaeni, W. R. 2010. Pendugaan Parameter Genetik dan Seleksi RILs F6 Kedelai Hasil SSD Untuk Toleransi Terhadap Intensitas Cahaya Rendah. Tesis. Prog PascaSarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 100 hal. Soemaatmadja, S. 1985.Peningkatan produksi kedelai melalui perakitan varietas, hal 243-261. Dalam: S. Somaatmadja, M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S. O. Manurung dan Yuswandi (Eds.). Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Sopandie, D., Ghulamahdi, M., Trikoesoemaningtyas, Wirnas, D. 2008. Peranan penelitian perguruan tinggi dalam menunjang agribisnis kedelai, lampiran. Dalam Trikoesoemaningtyas (Ed.) Laporan Akhir Uji Daya Hasil GalurGalur Kedelai Toleran Naungan Hasil Seleksi Marka Morfologi dan Molekuler. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut
50 Pertanian Bogor bekerjasama dengan Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Stanfield, W. D. 1983. Theory and Problems of Genetics. Second edition. Mc. Graw-Hill. New York. 417 p. Stasiun Metereologi Jatiwangi. 2009. Surat Dinas. Badan Metereologi dan Geofisika Statsiun Metereologi Jatiwangi. Majalengka. 4 hal. Sudaryono, A. Taufiq, Wijanarko, A., 2007. Peluang peningkatan Produksi Kedelai di Indonesia, hal 130-167. Dalam: Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim (Eds.). Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Sumarno. 1985. Teknik pemuliaan kedelai, hal 263-294. Dalam: S. Somaatmadja, M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S. O. Manurung dan Yuswandi (Eds.). Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Sumarno dan A. G. Manshuri. 2007. Persyaratan tumbuh dan wilayah produksi kedelai di Indonesia, hal 74-103. Dalam: Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim (Eds.). Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Suprapto dan Khaerudin, N. M. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen dan kemajuan genetik kedelai (Glycine max Merill) pada ultisol. Jurnal Ilmuilmu Pertanian Indonesia. 9:183-190. Sutopo, L. 2000. Teknologi Benih. 237 hal. Dalam: Yulianita, S.D.W. 2009. Uji Daya Hasil Galur-Galur Garapan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Berdaya Hasil Tinggi. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syamsiar dan Idris. 2006. Teknologi budidaya kedelai di lahan sawah. Bul. TIP. 28-38. Taufiq, S. A. dan Wijanarko, A. 2007. Peluang peningkatan produksi kedelai di Indonesia, hal 130-167. Dalam: Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim (Eds.). Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Trikoesoemaningtyas. 2008. Uji Daya Hasil Galur-Galur Kedelai Toleran Naungan Hasil Seleksi Marka Morfologi dan Molekuler. Laporan Hasil Penelitian Hibah Penelitian Kemitraan Penelitian Pertanian. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. 45 hal.
51
LAMPIRAN
52 Lampiran 1. Sidik Ragam Beberapa Karakter Kedelai F7 Sidik Ragam Umur Berbunga SK Db JK Galur 36 345.964 Ulangan 2 34.180 Galat 72 253.820 Total 110 633.964 R2 = 0.600; KK = 4.469 % Sidik Ragam Umur Panen SK Db Galur 36 Ulangan 2 Galat 72 Total 110 2 R = 0.723; KK = 1.644 %
JK 422.703 1.964 162.703 587.369
KT 9.610 17.090 3.525
Fhitung 2.73 4.85
Pr>F 0.0001 0.0106
KT 11.742 0.982 2.260
Fhitung 5.20 0.43
Pr>F <.0001 0.6492
Fhitung 1.79 1.77
Pr>F 0.0185 0.1774
KT 3.701 6.293 1.330
Fhitung 2.78 4.73
Pr>F 0.0001 0.0117
KT 82.161 1.013 17.846
Fhitung 4.60 0.06
Pr>F <.0001 0.9448
Sidik Ragam Tinggi Tanaman Saat Panen SK Db JK KT Galur 36 4876.776 135.466 Ulangan 2 268.648 134.324 Galat 72 5459.875 75.832 Total 110 10605.298 R2 = 0.485; KK = 17.755 % Sidik Ragam Jumlah Cabang Produktif SK Db JK Galur 36 133.233 Ulangan 2 12.586 Galat 72 95.774 Total 110 241.593 R2 = 0.604; KK = 20.360 % Sidik Ragam Jumlah Buku Produktif SK Db JK Galur 36 2957.796 Ulangan 2 2.027 Galat 72 1284.933 Total 110 4244.756 R2 = 0.697; KK = 14.287 %
53 Sidik Ragam Jumlah Polong Bernas SK Db JK Galur 36 26593.714 Ulangan 2 259.048 Galat 72 14854.439 Total 110 41707.201 2 R =0.644; KK = 18.477 % Sidik Ragam Jumlah Polong Hampa SK Db JK Galur 36 7.654 Ulangan 2 0.574 Galat 72 12.826 Total 110 21.054 2 R = 0.391; KK = 20.030% Sidik Ragam bobot pertanaman SK Db JK Galur 36 1799.813 Ulangan 2 0.281 Galat 72 336.120 Total 110 2136.214 2 R = 0.843; KK = 14.880 % Sidik Ragam Bobot Ubinan SK Db JK Galur 36 27294.536 Ulangan 2 171.951 Galat 72 15248.723 Total 110 42715.209 2 R = 0.643; KK = 17.880 % Sidik Ragam Bobot 100 butir SK Db JK Galur 36 31.958 Ulangan 2 0.168 Galat 72 16.215 Total 110 48.341 2 R = 0.665; KK = 4.917 %
KT 738.714 129.524 206.312
Fhitung 3.58 0.63
Pr>F <.0001 0.5367
KT 0.213 0.287 0.178
Fhitung 1.19 1.61
Pr>F 0.2586 0.2070
KT 49.995 0.141 4.668
Fhitung 10.71 0.03
Pr>F <.0001 0.9703
KT 758.182 85.975 211.788
Fhitung 3.58 0.41
Pr>F <.0001 0.6679
KT 0.888 0.084 0.225
Fhitung 3.94 0.37
Pr>F <.0001 0.6905
54 Sidik Ragam Bobot ton per ha SK Db JK Galur 36 24.290 Ulangan 2 0.677 Galat 72 22.101 Total 110 47.067 2 R = 0.530; KK = 22.562 %
KT 0.675 0.338 0.307
Fhitung 2.20 1.10
Pr>F 0.0023 0.3377
55 Lampiran 2. Deskripsi Varietas Pembanding a. Cikuray (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan dan balitkabi.litbang.deptan.go.id) Nama varietas
: Cikuray
Dilepas tahun
: 3 November 1992
SK Mentan
: 616/Kpts/TP.240/11/92
Nomor galur
: 630/1343-4-1
Asal
: Hasil seleksi keturunan persilangan kedelai No. 630
Tinggi tanaman
: 60-65 cm
Umur
: 82-85 hari
Bentuk biji
: Oval
Warna biji
: Hitam
Warna hipokotil
: Ungu
Warna epikotil : Ungu Warna daun
: Hijau muda
Warna bulu
: Coklat
Warna bunga
: Ungu
Warna kulit biji
: Hitam mengkilat
Warna polong tua
: Coklat tua
Tipe tumbuh
: Determinit, bentuk daun lebar
Umur polong masak
: 82–85 hari
Tinggi tanaman
: 60–65 cm
Bobot 100 biji
: 11-12 g
Potensi hasil
: 1.7 ton/ha biji kering
Kadar protein
: 35 %
Kadar lemak
: 17 %
Kerebahan
: Tahan rebah
Ketahanan penyakit
: Toleran karat daun
Adaptasi
: Berataptasi baik di dataran rendah dan dataran tinggi, cukup baik ditanam dimusim hujan dan kemarau. Polong masak tidak mudah pecah
Pemulia
: Darman MA. dan Ono Sutrisno
56 b. Sindoro (balitkabi.litbang.deptan.go.id) Nama Varietas
: Sindoro
Dilepas tahun
: 1995
Nomor asal
: T4 (UNSOED 2)
Asal
: Hasil persilangan Dempo x Wilis
Hasil rata-rata
: 2,03 t/ha
Warna hipokotil
: Ungu
Warna epikotil
: Ungu
Warna daun
: Hijau
Warna bulu
: Coklat
Warna kulit biji
: Kuning
Warna polong masak
: Coklat
Warna hilum
: Hitam
Tipe tumbuh
: Determinit
Umur berbunga
: 36 hari
Umur polong masak
: 86 hari
Tinggi tanaman
: 59 cm
Bobot 100 biji
: 12 g
Kandungan protein
: 33 %
Kandungan minyak
: 16 %
Kerebahan
: Tahan rebah
Ketahanan thd penyakit
: Tahan karat daun
Keterangan
: Sesuai untuk tanah masam
Pemulia
: Sunarto, Noor Farid, dan Suwarto
57 c. Wilis (balitkabi.litbang.deptan.go.id) Nomor asal
: B3034
SK Mentan
: TP240/519/Kpts/7/1983
Dilepas tahun
: 21 Juli 1983
Asal
: Seleksi keturunan persilangan Orba x no.1682
Warna hipokotil
: Ungu
Warna epikotil
: Ungu
Warna daun
: Hijau
Warna, bentuk biji
: Kuning, oval agak pipih
W. kulit polong masak: Coklat tua Warna bulu
: Coklat tua
Tipe pertumbuhan
: Determinate
Umur berbunga
: ± 39 hari
Umur matang
: 85–90 hari
Bentuk biji
: oval, agak pipih
Tinggi tanaman
: 60 cm
Umur mulai berbunga : 39 hari Umur polong masak : 88 hari Kerebahan
: Tahan
Bobot 100 biji
: 10 g
Kandungan protein
: 37 %
Kandungan lemak
: 18 %
Rata-rata hasil
: 1.6 ton/ha
Ketahanan penyakit
: Toleran penyakit karat dan virus
Keterangan
: Polong tua tidak mudah pecah
Benih penjenis
: Dipertahankan di Balittan Bogor dan Balittan Malang
Pemulia
: Sumarno, Darman M Arsyad, Rodiah, Ono Sutrisno