PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA (Role The Number of Seeds/Pod to Yield Potential of F6 Phenotype Soybean (Glycine max (L.) Merr.) on Hybrid of Brawijaya and Argomulyo Varieties) F. Setyawan, S.M. Sitompul dan S.Y. Tyasmoro ABSTRACT Field experiment was done to study the effect of number of pods/seed from elders to seedlings. The experiment has been conducted at Jatikerto research farm, + 303 m asl., Alfisol, Malang, since February 2011 up to May 2011. The experiment used a RAK (randomized block design) method, consists of 4 treatment (seed 1, 2, 3 and 4) with 4 replications. Phenotype F6 used is soybean F5 has been selected based the number of pods/seed (seed 1, 2, 3 and 4) with the number of pods ( 80 pods/plant). The results showed phenotype F5 are not significantly different on the observation destructive, non destructive and yield components in F6 plants. Key words : Soybean, the number of seeds/pod. ABSTRAK Penelitian lapang telah dilakukan untuk mempelajari pengaruh jumlah biji/polong dari induk ke turunannya. Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Jatikerto, ± 303 m dpl, Alfisol, Malang, sejak Februari 2011 hingga Mei 2011. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri dari 1 faktor berdasarkan perbedaan jumlah biji/polong (biji 1, 2, 3 dan 4) diulang 4 kali. Fenotip F6 yang digunakan ialah kedelai F5 yang telah diseleksi berdasarkan jumlah biji/polong (biji 1, 2, 3 dan 4) dengan jumlah polong ( 80 polong/tanaman). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata pada variabel pengamatan destruktif, non destruktif dan komponen hasil tanaman F6 dengan tanaman F5. Kata kunci : kedelai, jumlah biji/polong.
PENDAHULUAN Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai, salah satunya melalui perbaikan teknologi budidaya, termasuk perbaikan potensi untuk mendapatkan varietas kedelai unggul, namun usaha tersebut masih belum menunjukkan hasil yang positif. Upaya tersebut menemui beberapa kendala, diantaranya harga kedelai impor yang relatif lebih murah daripada harga kedelai dalam negeri, luas areal pertanian yang cenderung menurun karena perubahan fungsi lahan ke nonpertanian, serta berkurangnya minat petani untuk menanam kedelai karena keuntungannya kecil (Adisarwanto, 2007). Pendekatan melalui karakter fisiologis tanaman seperti laju fotosintesis, klorofil, kadar nitrogen daun, jumlah polong dan bobot biji dapat digunakan dalam pengujian produktivitas kedelai. Menurut Basuki (2002), karakter fisiologis dapat dijadikan sebagai kriteria efektif dalam program perbaikan hasil kedelai. Pada penelitian ini seleksi F6 dilakukan dengan tetua var. Agromulyo dan Brawijaya. Var. Argomulyo memiliki sifat jumlah polong sedang dan laju fotosintesis tinggi sedangkan Brawijaya memiliki sifat jumlah polong tinggi laju fotosintesis sedang. Persilangan antara dua varietas diharapkan menghasilkan kedelai dengan jumlah polong dan laju fotosintesis tinggi. Seleksi pada F2, F3, F4 dan F5 telah dilakukan dan hasilnya masih menunjukkan tingkat keragaman yang tinggi. Oleh karena itu seleksi F6 perlu dilakukan. Seleksi F6 dilakukan berdasarkan jumlah biji/polong pada kedelai F5. Biji kedelai F6 yang diseleksi berdasarkan jumlah biji/polong tinggi pada tanaman F5 diharapkan akan menghasilkan tanaman F6 dengan jumlah biji/polong yang tinggi. Tujuan penelitian ini ialah mempelajari pengaruh jumlah biji/polong dari induk ke turunannya. Hipotesis yang diajukan ialah jumlah biji/polong akan menurunkan jumlah biji/polong yang lebih banyak pada turunannya. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2011 hingga Mei 2011 di kebun percobaan Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya yang berlokasi di Desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang. Metode yang digunakan dalam percobaan ini ialah Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri dari 1 faktor berdasarkan perbedaan jumlah biji/polong (biji 1, 2, 3 dan 4) diulang 4 kali sehingga diperoleh 16 perlakuan. Fenotip F6 yang digunakan ialah kedelai F5 yang telah diseleksi berdasarkan jumlah biji/polong (biji 1, 2, 3 dan 4) dengan jumlah polong ( 80 polong/tanaman). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ialah tali rafia, penggaris, rol film, mortar, gelas ukur, sprayer, kamera, mika, spektrofotometer, timbangan analitik dan oven. Bahan–bahan yang digunakan ialah benih F5 kedelai hasil persilangan var. Argomulyo dan Brawijaya, furadan, pupuk Urea (46% N) 50 kg ha-1, SP 36 (36% P2O5) 100 kg ha-1 , KCl (60% K2O) 50 kg ha-1 dan insektisida. Pengamatan dilakukan pada tanaman kedelai misalnya pengamatan pertumbuhan dan panen. Pengamatan pertumbuhan dilakukan secara destruktif dan non destruktif. Pengamatan dekstruktif dilakukan 1 kali dan non destruktif dilakukan sebanyak 4 kali adalah pada saat tanaman berumur 15, 30, 45 dan 60. Variabel pengamatan destruktif meliputi : kadar nitrogen daun dan kadar klorofil daun.
Variabel pengamatan non destruktif meliputi : tinggi tanaman dan jumlah daun. Pengamatan hasil meliputi : jumlah polong, jumlah biji, total jumlah polong (1, 2, 3 dan 4), jumlah polong isi dan bobot kering biji. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F pada taraf 5%. HASIL 1. Jumlah Daun dan Tinggi Tanaman Pada pengamatan jumlah daun per tanaman, umur pengamatan 15, 30, 45 dan 60 hst memiliki rerata jumlah daun yang sama. Berdasarkan uji t rerata jumlah daun per tanaman pada umur 15, 30, 45 dan 60 hst menunjukkan bahwa rerata jumlah daun pada tanaman F6 tidak berbeda nyata dengan tanaman F5.
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 1. Histogram rerata jumlah daun tanaman F5 dan F6 pada umur pengamatan (a) 15 hst, (b) 30 hst, (c) 45 hst dan (d) 60 hst. Pengamatan tinggi tanaman, pada umur pengamatan 15 hst rerata tinggi tanaman pada biji/polong 1, 2, 3 dan 4 tanaman F5 memiliki rerata tinggi tanaman yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan rerata tinggi tanaman F6. Berbeda dengan pengamatan rerata tinggi tanaman pada umur pengamatan 15 hst, pada umur pengamatan 30, 45 dan 60 hst tanaman F6 memiliki rerata tinggi tanaman yang cenderung lebih tinggi dibandingkan tanaman F5. Berdasarkan uji t rerata tinggi tanaman per tanaman pada umur 15, 30, 45 dan 60 hst menunjukkan bahwa rerata jumlah daun pada tanaman F6 tidak berbeda nyata dengan tanaman F5.
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 2. Histogram rerata tinggi tanaman (cm) F5 dan F6 pada umur pengamatan (a) 15 hst, (b) 30 hst, (c) 45 hst dan (d) 60 hst. 2. Polong dan Biji Pengamatan total jumlah polong, pada total jumlah polong 1, 2, 3 dan 4 rerata total jumlah polong pada biji/polong 1, 2, 3 dan 4 tanaman F6 memiliki rerata total jumlah polong yang relatif sama dengan tanaman F5. Berdasarkan uji t rerata total jumlah polong tanaman F6 tidak berbeda nyata dengan tanaman F5.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3. Histogram rerata total jumlah polong F5 dan F6 pada (a) polong 1, (b) polong 2, (c) polong 3 dan (d) polong 4. Pada pengamatan polong isi per tanaman, biji/polong 2, 3 dan 4 pada tanaman F6 memiliki rerata polong isi yang cenderung lebih banyak dari pada tanaman F5, sedangkan biji/polong 1 pada tanaman F5 memiliki rerata polong isi yang cenderung lebih banyak dari pada tanaman F6. Berdasarkan uji t rerata polong isi menunjukkan bahwa tanaman F6 tidak berbeda nyata dengan tanaman F5.
Gambar 4. Histogram rerata polong isi tanaman F5 dan F6 Pengamatan jumlah biji per tanaman, pada biji/polong 1 tanaman F5 dan F6 memiliki rerata jumlah biji yang sama yakni 128, sedangkan pada biji/polong 2, 3 dan 4 tanaman F6 memiliki jumlah biji yang cenderung lebih banyak dari pada tanaman F5. Berdasarkan uji t rerata jumlah biji menunjukkan bahwa tanaman F6 tidak berbeda nyata dengan tanaman F5.
Gambar 5. Histogram rerata jumlah biji tanaman F5 dan F6 Pengamatan bobot kering biji, pada biji/polong 1 dan 4 tanaman F5 memiliki rerata bobot kering biji yang cenderung lebih besar dibandingkan dengan tanaman F6, sedangkan pada biji/polong 2 dan 3 tanaman F6 memiliki rerata bobot kering biji yang cenderung lebih besar dibandingkan dengan tanaman F5. Berdasarkan uji t rerata bobot kering biji menunjukkan bahwa tanaman F6 tidak berbeda nyata dengan tanaman F5.
Gambar 6. Histogram rerata bobot kering biji tanaman F5 dan F6 3. Nitrogen dan Klorofil Pengamatan nitrogen pada tanaman F6 diperoleh rata – rata nitrogen tanaman biji/polong 1, 2, 3 dan 4 yaitu 3.20, 3.95, 3.95 dan 3.56 % (Lampiran 9). Pada uji t rerata nitrogen (%) menunjukkan bahwa tanaman F6 berbeda nyata dengan tanaman F5.
Gambar 9. Histogram rerata nitrogen tanaman F5 dan F6 Pengamatan klorofil daun diperoleh rata – rata klorofil tanaman F6 biji/polong 1, 2, 3 dan 4 yaitu 2.70, 2.65, 2.50 dan 2.67 mg g-1 BK (Lampiran 10). Pada tanaman F6 biji 1, 2, 3 dan 4 memiliki rerata klorofil (mg g-1 BK) cenderung lebih besar dari pada tanaman F5. Berdasarkan uji t rerata klorofil (mg g-1 BK) menunjukkan bahwa tanaman F6 tidak berbeda nyata dengan tanaman F5.
Gambar 10. Histogram rerata klorofil total tanaman F5 dan F6 PEMBAHASAN Perkembangan tinggi tanaman dan jumlah daun menunjukkan pola yang hampir sama antar fenotip F6. Tinggi tanaman dan jumlah daun terus meningkat dari awal pertumbuhan hingga 60 hst. Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga menentukan hasil tanaman. Pertambahan ukuran tubuh tanaman
secara keseluruhan merupakan hasil dari pertambahan ukuran organ tanaman akibat dari pertambahan jaringan sel yang dihasilkan oleh pertambahan ukuran sel. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh genotip dan lingkungan. Interaksi antara genotip dengan lingkungan memberikan penampakan pada tanaman. (Gardner et al., 1991; Humphries dan Wheeler, 1963; Sitompul dan Guritno, 1995 ). Hal ini menunjukkan jumlah daun memiliki peranan untuk dapat meningkatkan hasil kedelai karena fotosintesis terjadi di dalam daun. Daun sebagai organ fotosintat utama karena fungsinya sebagai penerima cahaya dan alat fotosintesis, maka daun secara tidak langsung memiliki peranan yang besar terhadap hasil kedelai (Sitompul dan Guritno, 1995). Sedangkan tinggi tanaman tidak berpengaruh secara langsung pada jumlah polong, berat kering biji dan jumlah biji. Hubungan kandungan klorofil dan kadar nitrogen daun menunjukkan bahwa kadar klorofil dalam daun (mg g-1 BK) tidak secara langsung dipengaruhi oleh kadar nitrogen daun (%). Berdasarkan Hasil menunjukkan bahwa klorofil dan nitrogen dalam daun tidak berpegaruh secara nyata terhadap fotosintesis. Hal ini menunjukan bahwa proses fotosintesis tidak hanya dipengaruhi oleh faktor klorofil dan nitrogen tetapi oleh banyak faktor seperti kosentrasi karbondioksida, persediaan air, intensitas cahaya, kandungan khlorofil, suhu, faktor-faktor protoplasma, suhu dan resistensi difusi gas (Gardner et al., 1995; Salisbury dan Ros, 1995) . KESIMPULAN 1. Hasil menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata pada variabel pengamatan destruktif, non destruktif dan komponen hasil tanaman F6 dengan tanaman F5. 2. Berdasarkan hasil menunjukkan bahwa jumlah biji/polong F5 tidak menurunkan jumlah biji/polong lebih banyak pada tanaman F6. DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, Subandi, dan Sudaryono. 2007. Teknologi Produksi Kedelai. Pusat penelitian dan pengembangan tanaman pangan Bogor.Bogor. p. 229-252. Basuki, N. 2002. Implikasi Keragaman Genetik, Korelasi Fenotipik dan Genotipik Untuk Perbaikan Hasil Sejumlah Galur Kedelai (Glycine max (L.) Merril). Gardner, P. dan Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta. pp. 428. Humphries, E.C. dan A.W. Wheeler. 1963. Annu. Rev. Plant Physiology. 14:385410 dalam Gardner, Pearce dan Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta.
Salisbury, B. dan Ros, W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid Satu. ITB. Bandung. p.72-83. Sitompul, S.M. 1995. Fisiologi Tanaman Tropis. Universitas Mataram. Lombok. p. 16-51. Sitompul, S.M. dan B.Guritno. 1995. Analisa pertumbuhan tanaman. UGM Press. Jogyakarta. pp. 412.