HUBUNGAN ANTARA KANDUNGAN KAROTENOID DENGAN KETAHANAN BENIH TERHADAP PENGUSANGAN CEPAT PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)
AYIP RIDWAN AKBAR A24060748
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN
AYIP RIDWAN AKBAR. Hubungan antara Kandungan Karotenoid dengan Ketahanan Benih terhadap Pengusangan Cepat pada Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merr.). (Dibimbing oleh MARYATI SARI dan M.R. SUHARTANTO). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara kandungan karotenoid dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat pada beberapa varietas kedelai. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, dan Laboratorium Biofisika. Institut Pertanian Bogor, pada bulan Desember 2009 – Mei 2010. Penelitian ini terdiri atas dua tahap pelaksanaan. Tahap
pertama
menentukan waktu pengusangan cepat (accelerated ageing) yang paling efektif dalam kisaran waktu 0, 12, 24, 36, dan 48 jam pada suhu ± 42 oC, untuk mengetahui keragaman vigor yang ditunjukan dengan ketahanan benih terhadap pengusangan pada beberapa lot benih yang diuji. Percobaan tahap pertama disusun dengan metode Split–plot Rancangan Acak Kelompok. Petak utamanya adalah 12 lot benih yang merupakan kombinasi antara varietas yaitu Willis, Anjasmoro, Tanggamus, Cikuray, Detam 1, dan Detam 2 masing-masing dengan dua tingkat kemasakan. Anak petaknya adalah waktu pengusangan yaitu 0, 12, 24, 36, dan 48 jam. Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga ada 240 satuan percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap viabilitas benih (daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh). Tahap kedua dilakukan untuk mengetahui kandungan karotenoid, ukuran benih, dan permeabilitas benih. Percobaan ini disusun dengan Rancangan Acak Kelompok satu faktor yang merupakan kombinasi antara varietas yaitu Willis, Anjasmoro, Tanggamus, Cikuray, Detam 1, dan Detam 2 dengan dua tingkat kemasakan. Percobaan diulang 4 kali sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap kandungan karotenoid, ukuran benih (bobot 100 butir, bobot kering benih, dan berat jenis), dan permiabilitas benih (daya hantar listrik).
2
Hasil pengujian kandungan karotenoid dikorelasikan dengan mutu benih setelah dilakukan pengusangan cepat dengan salah satu metode terpilih yang dinilai paling efektif pada percobaan tahap pertama, ukuran benih, dan permeabilitas benih. Ketahanan benih pada varietas Willis, Anjasmoro, Cikuray, Detam1, dan Detam2 terhadap pengusangan cepat secara fisik (accelerated aging) sangat bervariasi. Varietas Tanggamus mempunyai ketahanan yang paling tinggi, sedangkan varietas Anjasmoro mempunyai ketahanan yang paling rendah. Ketahanan benih kedelai pada dua tingkat kemasakan tidak berbeda nyata karena selang waktu yang pendek pada kriteria panen yang digunakan untuk membedakan tingkat kemasakan tersebut. Kandungan karotenoid pada benih kedelai bervariasi. Kandungan karotenoid tertinggi terdapat pada varietas Detam 2 dan terendah pada varietas Anjasmoro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada korelasi nyata antara kandungan karotenoid dengan bobot 100 butir, bobot kering benih, dan DHL, maupun ketahanan benih kedelai setelah pengusangan cepat 48 jam dengan tolok ukur DB, IV, dan KCT .
HUBUNGAN ANTARA KANDUNGAN KAROTENOID DENGAN KETAHANAN BENIH TERHADAP PENGUSANGAN CEPAT PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
AYIP RIDWAN AKBAR A24060748
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul : HUBUNGAN ANTARA KANDUNGAN KAROTENOID DENGAN KETAHANAN
BENIH TERHADAP PENGUSANGAN CEPAT
PADA BEBERAPA VARIETAS
KEDELAI (Glycine max (L.)
Merr.) Nama : AYIP RIDWAN AKBAR NIM
: A24060748
Menyetujui, Dosen Pembimbing I
Maryati Sari, SP. MSi NIP. 19700918 200003 2 001
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. M.R. Suhartanto, MSi NIP. 19630923 198811 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kuningan Jawa Barat, pada tanggal 17 Januari 1988 dari pasangan Bapak Rusdiaman dan Ibu Cicih Kursih. Penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara. Pendidikan penulis dimulai pada tahun 1993 di Taman Kanak-kanak Dewi Sartika Kuningan, kemudian tahun 1994 meneruskan ke Sekolah Dasar Negeri Windujanten 1 dan lulus pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Kuningan dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kuningan dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Selama kuliah penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah HIMARIKAKuningan pada tahun 2006-2007 sebagai wakil ketua dan tahun 2007-2008 sebagai ketua umum. Penulis juga aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian pada tahun 2007-2008 sebagai staf divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia. Prestasi yang diperoleh penulis selama kuliah yaitu juara tiga bulutangkis tunggal putra Duta IPB series pada tahun 2007.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayahNya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Judul skripsi penulis adalah Hubungan Antara Kandungan Karotenoid dengan Ketahanan Benih terhadap Pengusangan Cepat pada Beberapa Varietas Kedelai (Glycine Max (L.) Merr). Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari hubungan antara kandungan karotenoid dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat yang dilakukan pada beberapa varietas kedelai. Penelitian di latarbelakangi perlunya upaya peningkatan daya simpan benih kedelai dan peran kandungan karotenoid sebagai salah satu antioksidan. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan
Leuwikopo,
Laboratorium Ilmu
dan
Teknologi Benih,
dan
Laboratorium Biofisika, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, antara lain kepada: 1. Ibu Maryati Sari, SP. MSi. selaku dosen pembimbing pertama dan Dr. Ir. M.R. Suhartanto, MSi selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama perencanaan, pelaksanaan hingga penulisan hasil penelitian. 2. Kedua orang tua tercinta atas kasih sayang yang tiada henti untuk selalu mendoakan, memberikan motivasi, serta memberikan bantuan moril dan materil. 3. Ibu Dr. Ir. Eni Widajanti, MS. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis. 4. Ibu Ir. Heni Purnamawanti, MS.Agr selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan pengarahan untuk perbaikan penulisan. 5. Ibu R.Y. Rosliany, SP. selaku penanggung jawab Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih yang telah membantu selama penelitian. 6. Teh Yeni dan A Gandi, Teh Ima dan A Yudi, Ekky, dan seluruh keluarga besar atas doa dan motivasi.
2
7. Seluruh Dosen dan staf tata usaha Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB yang membantu terlaksananya perolehan ilmu dan penelitian penulis. 8. Gilang Sukmawati yang telah memberikan semangat, bantuan pikiran, tenaga dan doa dalam proses penelitian. 9. Teman-teman sebimbingan (Heni dan Uni) yang telah bersama-sama menghadapi semua rintangan dan saling membantu selama proses penelitian dan penulisan skripsi. 10. Teman-teman AGH terutama angkatan 43 yang telah sama-sama berjuang dan mengajarkan arti persahabatan kepada penulis. 11. Keluarga besar Al-Hikmah (Abdul, Reza, Mojo, Briyan, Rauf, Ferry, Rony, dan Bayu) yang mengajarkan kebersamaan dan persahabatan. 12. Keluarga besar HIMARIKA-Kuningan yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis. 13. Teman-teman BRM yang selalu memberikan dorongan moril.
Penulis berharap semoga penelitian ini berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Oktober 2010 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL..........................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................
viii
PENDAHULUAN .......................................................................... Latar Belakang....................................................................... Tujuan ................................................................................... Hipotesis................................................................................
1 1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. Kedelai .................................................................................. Viabilitas dan Kemunduran Benih.......................................... Daya Simpan Benih Kedelai .................................................. Uji Pengusangan Cepat Secara Fisik ...................................... Karotenoid .............................................................................
4 4 6 7 8 10
BAHAN DAN METODE ............................................................... Tempat dan Waktu ................................................................. Bahan dan Alat ...................................................................... Metode Penelitian .................................................................. Pelaksanaan Penelitian ........................................................... Pengamatan ...........................................................................
13 13 13 13 15 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... Ketahanan Benih Kedelai terhadap Pengusangan Cepat ......... Perbedaan Kandungan Karotenoid, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih pada Berbagai Lot Benih Kedelai. .......... Hubungan Antara Kandungan Karotenoid dengan Tolok Ukur pada Pengusangan Cepat, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih .....................................................................................
19 19
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... Kesimpulan............................................................................ Saran .....................................................................................
29 29 30
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................
30
LAMPIRAN ...................................................................................
33
24
26
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Panjang Gelombang Maksimum Beberapa Karotenoid dalam Berbagai Pelarut ....................................................................
12
2. Kriteria Panen Kedelai Kuning dan Kedelai Hitam ................
15
3. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih Kedelai, Waktu Pengusangan, dan Interaksinya terhadap DB, IV, dan KCT. .......................................................................................
19
4. Kadar Air Setelah Pengusangan Cepat ...................................
20
5. Nilai Tengah Pengaruh Lot Benih Kedelai dan Waktu Pengusangan terhadap Tolok Ukur DB, IV, dan KCT .............
22
6. Rekapitulasi Analisis Ragam Pengaruh Perbedaan Beberapa Lot Benih Kedelai terhadap Kandungan Karotenoid, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih. ............................................
24
7. Nilai Tengah Kandungan Karotenoid, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih pada Beberapa Lot Benih Kedelai ..........
25
8. Nilai Korelasi Kandungan Karotenoid dengan Ketahanan Benih terhadap Pengusangan Cepat, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih Kedelai. .................................................
27
3
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Deskripsi Varietas Kedelai .....................................................
34
2. Sidik Ragam Ketahanan Benih Kedelai terhadap Pengusangan Cepat dengan Tolok Ukur DB..........................
37
3. Sidik Ragam Ketahanan Benih Kedelai terhadap Pengusangan Cepat dengan Tolok Ukur IV ...........................
37
4. Sidik Ragam Ketahanan Benih Kedelai terhadap Pengusangan Cepat dengan Tolok Ukur KCT .........................
37
5. Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Peubah Kandungan Karotenoid pada Benih Kedelai. .........................
38
6. Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Peubah Bobot 100 Butir pada Benih Kedelai. ..............................................
38
7. Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Peubah Bobot Kering Benih pada Benih Kedelai. ........................................
38
8. Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Peubah Daya Hantar Listrik pada Benih Kedelai. .......................................
39
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan salah satu tanaman polongpolongan yang menjadi bahan dasar makanan terutama di wilayah Asia Timur. Di Indonesia, kedelai menjadi sumber gizi protein nabati utama. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin. Olahan biji dapat dibuat menjadi tempe, tahu, tauco, dan kecap. Produksi kedelai dunia diperkirakan terus turun karena lahan di negaranegara produsen seperti Amerika Serikat (AS), Brazil, Argentina, dan Tiongkok kini ditanami jagung. Stok kedelai ini akan menipis menyusul rencana pemberlakuan EU Directive per 1 Januari 2010. Ketentuan baru Uni Eropa (UE) itu kemungkinan melarang impor dan penggunaan biodiesel sawit di Eropa mulai 2010. Jika hal ini terjadi maka penggunaan biofuel (Bahan Bakar Nabati/BBN) di Eropa akan diganti dengan yang berbahan baku jagung dan kedelai. Hal ini akan menyebabkan produsen kedelai utama dunia (AS, Brazil, dan Argentina) diperkirakan tersedot ke Eropa, sehingga membuat volume pasokan kedelai dan jagung yang diperdagangkan di luar ketiga negara tersebut berkurang sekitar 50% (Gopan Indonesia, 2009). Indonesia saat ini baru mampu memenuhi kebutuhan kedelai 35–40% berdasarkan data kebutuhan kedelai dalam negeri mencapai 2 juta ton tahun-1 sedangkan produksinya hanya mencapai 650 ribu ton tahun-1 (Deptan, 2008). Situasi perbenihan kedelai di Indonesia pun sudah menjurus pada krisis benih. Menurut Purwanto (2009) sampai saat ini sudah dilepas 70 varietas kedelai namun penyebarannya masih mengalami kendala karena belum berkembangnya sistem perbenihan kedelai di Indonesia. Para penangkar benih kurang berminat mengusahakan
benih
kedelai
karena
keuntungannya
yang
lebih
kecil
dibandingkan mengusahakan benih padi atau jagung. Selain itu daya simpan benih kedelai
relatif pendek, hal ini menjadi salah satu hambatan dalam
penyedian benih bermutu. Upaya peningkatan daya simpan benih kedelai terus dilakukan diantaranya dengan mempelajari faktor-faktor yang berkaitan dengan
2
kemunduran benih dan ketahanannya terhadap deraan, serta vigor daya simpan benih pada berbagai varietas. Menurut Justice dan Bass (2002) dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing spesies ataupun individu benih dalam suatu lot benih memiliki daya simpan yang berbeda-beda.. Tingkat kemasakan merupakan salah satu yang mempengaruhi
daya simpan benih. Menurut
Copeland dan McDonald (2004) benih yang telah mencapai masak fisiologi mempunyai perkecambahan yang maksimum karena embrio sudah terbentuk sempurna dan berat kering cadangan makanan sudah maksimum. Tingkat kemasakan juga mempengaruhi jumlah kandungan karotenoid. Hasil penelitian sebelumnya Prasetyantiningsih (2006) menunjukkan bahwa masak fisiologis benih jagung manis tercapai pada saat total karotenoid benih maksimum (84-88 HST). Berdasarkan penelitian tersebut total karotenoid dapat digunakan sebagai tolok ukur biokimiawi untuk menentukan tingkat masak fisiologi. Kemunduran benih dapat ditengarai secara fisiologi dan biokimia. Indikasi fisiologi kemunduran benih antara lain penurunan daya berkecambah dan vigor. Indikasi biokimia kemunduran benih dicirikan antara lain penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, dan meningkatnya nilai konduktivitas. Indikasi
biokimia ini telah banyak digunakan sebagai parameter untuk
mengetahui viabilitas dan vigor benih kedelai, sedangkan karotenoid yang merupakan salah satu kelompok pigmen yang ada dalam benih belum banyak diteliti. Menurut Davidek et al. (1990) karotenoid merupakan salah satu jenis antioksidan yang dapat bertindak sebagai aseptor radikal bebas, mencegah polimerasi, dan reaksi radikal lainnya. Antioksidan diyakini mampu menghambat proses-proses kemunduran atau penuaan pada makhluk hidup, termasuk juga pada benih. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan berkaitan dengan hubungan kandungan karotenoid terhadap kemunduran benih khususnya berkaitan dengan ketahanannya terhadap pengusangan cepat pada beberapa varietas benih kedelai.
3
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara kandungan karotenoid dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat pada beberapa varietas kedelai. Hipotesis Hipotesis yang diajuka dalam penelitian ini yaitu: 1. Terdapat perbedaan daya tahan benih terhadap pengusangan cepat pada berberapa varietas dan tingkat kemasakan benih kedelai. 2. Terdapat perbedaan kadungan karotenoid pada berbagai varietas dan tingkat kemasakan benih kedelai. 3. Terdapat hubungan antara kandungan karotenoid dengan daya tahan benih terhadap pengusangan cepat.
TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh tegak dengan beragam morfologi. Kedelai termasuk famili leguminose (kacangkacangan). Klasifikasinya adalah sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dikotyledonae
Ordo
: Polypetales
Famili
: Leguminose
Sub famili
: Papilionoidae
Genus
: Glycine
Spesies
: Glycine max
Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio terletak di antara keping biji. Warna kulit biji bermacam-macam, ada yang kuning, hitam, hijau atau coklat. Pusar biji atau hilum adalah jaringan bekas biji kedelai yang menempel pada dinding buah (Hidajat, 1985). Menurut Adie dan Krisnawati (2007) bentuk biji kedelai beragam dari lonjong hingga bulat dan sebagian besar kedelai yang ada di Indonesia berkriteria lonjong. Biji kedelai sebagian besar tersusun oleh kotiledon dan dilapisi oleh kulit biji (testa). Antara kulit biji dan kotiledon terdapat lapisan endosperm.
Embrio Embrio terdiri dari dua kotiledon, sebuah plumula dengan dua daun yang telah berkembang sempurna, dan sebuah radikel hipokotil. Ujung radikula dikelilingi jaringan yang dibentuk oleh kulit biji. Pada lapisan epidermis, baik pada lapisan atas maupun bawah terdapat stomata. Sel mesofil tersusun oleh satu sampai tiga lapisan palisade yang menyatu dengan parenkima gabus di bagian tengah kotiledon. Sel mesofil berisi aleouron dan minyak. Beberapa kristal kalsium oksalat tersebar di kotiledon. Pajangan plumula sekitar 2 mm dan
5
mempunyai dua helai daun yang berhadapan masing-masing dilengkapi dengan sepasang stipula. Sistem vaskular dari daun pertama adalah menjari dan berisi inisiasi potosilem, metasilem, dan beberapa elemen protofloem yang telah matang. Panjang radikel hipokotil sekitar 5 mm, terletak
pada ujung poros
embrio. Hipokotil tersusun oleh jaringan epidermis, korteks, dan stele (Adie dan Krisnawati, 2007).
Kulit Biji Kulit biji kedelai terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, hipodermis, dan parenkim. Pada epidermis terdapat sel-sel palisade yang diselubungi oleh lapisan kutikula. Pada kedelai liar sering ditemukan bagian yang memantulkan cahaya lebih kuat (light line) dibandingkan dinding sel lainnya. Lapisan hipodermis terdiri dari lapisan sel yang berbentuk huruf I (hourglass). Lapisan parenkim terdiri dari dari 6-8 lapisan tipis yang terdapat pada keseluruhan kulit biji kecuali pada hilum yang tersusun oleh tiga lapisan yang berbeda. Hilum tersusun oleh tiga lapisan parenkima, pada lapisan terluar terdapat ruang interseluler yang berhubungan langsung dengan hourglass. Sel palisade bersifat impermiabel terhadap udara, yang berfungsi sebagai tempat terjadinya pertukaran udara dari embrio dengan lingkungan luar melalui hilum. Struktur hilum melintang, hal ini diduga memiliki peranan dalam mengatur metabolisme dan kelembaban dalam embrio (Adie dan Krisnawati, 2007).
Warna biji Warna kulit biji kedelai bervariasi dari yang kuning, hijau, coklat, hitam hingga kombinasi berbagai warna atau campuran. Pigmen kulit biji sebagian besar terletak dilapisan palisade, terdiri dari pigmen antosianin dalam vakuola, klorofil dalam palisade, dan kombinasi hasil uraian produk-produk pigmen tersebut. Lapisan palisade dan parenkim dalam hilum juga mengadung pigmen, sehingga intensitas warna lebih gelap. Kotiledon pada embrio yang sudah tua umumnya berwarna hijau, kuning, atau kuning tua. Namun umumnya berwarna kuning, Kombinasi berbagai pigmen
6
yang ada di kulit biji dan kotiledon akan membentuk warna biji yang bermacammacam pada kedelai (Adie dan Krisnawati, 2007). Viabilitas dan Kemunduran Benih Viabillitas benih merupakan daya hidup benih yang dapat ditunjukkan melalui fenomena pertumbuhan atau struktur
tumbuh kecambah dan gejala
metabolismenya. Viabillitas benih dibedakan menjadi viabilitas potensial (Vp), viabilitas total (VT), dan vigor (Vg) (Sadjad, 1994). Viabilitas potensial merupakan parameter viabilitas lot benih yang menunjukkan
kemampuan
benih
menumbuhkan
tanaman
normal
yang
berproduksi normal pada kodisi lapangan produksi yang optimum. Parameter viabilitas potensial memilki dua tolok ukur yaitu daya berkecambah (DB) dan bobot kering kecambah normal (BKKN). Daya berkecambah merupakan tolok ukur viabilitas benih yang memperkirakan parameter viabilitas potensial lot benih diukur dengan persentase kecambah normal. Kaitan antara BKKN dan DB didasarkan pada pengertian bahwa struktur tumbuh pada kecambah normal memiliki kesempurnaan tumbuh yang dapat dicerminkan dari bobot bahan keringnya. Viabilitas total (VT) merupakan parameter viabilitas lot benih yang diukur berdasarkan semua benih yang menunjukkan gejala hidup. Parameter viabilitas total diukur berdasarkan persentase benih yang hidup disebut dengan tolok ukur potensi tumbuh maksimum (PTM) (Sadjad, 1994). Vigor benih merupakan kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal yang berproduksi normal dalam keadaan lapangan produksi suboptimum atau kemampuan benih untuk disimpan dalam kondisi suboptimum (terbuka). Dalam keadaan lapang ataupun kondisi simpan optimum, benih memiliki kemampuan tumbuh maupun simpan melebihi normal. Kemunduran benih merupakan suatu proses yang merugikan yang dialami oleh setiap jenis benih yang dapat terjadi segera setelah benih masak dan terus berlangsung selama benih mengalami proses pengolahan, pengemasaan, dan penyimpanan (Justice dan Bass, 2002). Kemunduran benih semakin besar seiring dengan pertambahan umur benih. Kemunduran benih menimbulkan perubahan yang menyeluruh pada benih baik fisik, fisiologi maupun kimiawi yang akhirnya
7
mengarah pada kematian (Byrd, 1983). Gejala kemunduran benih dapat dilihat dari gejala fisiologi dan biokimia. Gejala fisiologi seperti perubahan warna benih, mundurnya pertumbuhan perkecambahan dan meningkatnya kecambah normal. Gejala kemunduran biokimiawi pada benih adalah terjadinya perubahan dalam aktivitas enzim, respirasi, laju sintesa, perubahan membran, perubahan persediaan makanan, dan perubahan kromosom (Justice dan Bass, 2002). Proses kemunduran benih tidak dapat dihentikan namun dapat dikendalikan sehingga laju kemundurannya berlangsung lambat. Byrd (1983) menyatakan beberapa teori tentang penyebab kemunduran benih, yaitu: terjadi penggumpalan protoplasma, kelaparan lokal, degradasi mitokondria, terjadinya auto oksidasi lipid pada kadar air yang rendah, kehabisan substrat atau berkurangnya bahan baku untuk respirasi, degradai dari nukleus, degradasi enzim, kerusakan kulit benih, penggumpalan protein pada embrio secara perlahan, dan penimbunan hasil metabolisme beracun. Tatipata et al. (2004) menyatakan bahwa benih kedelai yang mengalami kemunduran dapat dicerminkan oleh menurunnya kadar fosfolipid, protein membran, fosfor anorganik mitokondria, aktivitas spesifik suksinat dehidrogenase dan sitokrom oksidase serta laju respirasi. Daya Simpan Benih Kedelai Penyimpanan bertujuan untuk untuk menjaga ketersediaan benih dalam menghadapi masa-masa sulit produksi benih dan untuk mengawetkan cadangan bahan tanaman dari satu musim ke musim berikutnya. Dengan demikian semakin berkembangnya pertanian maka penyimpanan benih diarahkan untuk dapat mempertahankan viabilitas benih sepanjang mungkin dengan mengkondisikannya pada penyimpanan yang tepat (Justice dan Bass, 2002 ) Menurut Sadjad (1993) ada tiga faktor yang mempengaruhi daya simpan benih, yaitu faktor innate, induced, dan enforced. Faktor innate merupakan faktor yang berhubungan dengan sifat genetik benih. Faktor induced merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi lapangan sewaktu benih diproduksi, sedangkan faktor enforced berhubungan dengan lingkungan simpan benih. Menurut Justice dan Bass (2002) menyatakan bahwa faktor lingkungan simpan terdiri dari faktor
8
biotik dan abiotik. Faktor biotik meliputi benih, serangga gudang, dan cendawan, sedangkan faktor abiotik meliputi suhu, kelembaban, dan komposisi gas. Hasil penelitian Purwanti (2004) nenunjukan bahwa benih kedelai hitam yang disimpan dalam kantong plastik dan kaleng pada suhu rendah dan tinggi selama enam bulan, mampu mempertahankan daya tumbuh (>90%) dan vigor serta pertumbuhan bibit yang tinggi. Benih kedelai kuning yang disimpan pada suhu rendah dapat mempertahankan daya tumbuh (80%), vigor dan pertumbuhan bibit yang tinggi. Penyimpanan pada suhu tinggi menyebabkan penurunan kualitas benih kedelai kuning dipercepat mulai dua bulan disimpan (41,0%). Penyimpanan benih kedelai hitam dan kuning pada suhu rendah mampu mempertahankan kualitas benih tetap tinggi selama enam bulan disimpan. Hasil penelitian Tatipata et al. (2004) menunjukkan bahwa benih kedelai yang disimpan dengan kadar air 8% dan 10% di dalam kantong plastik polietilen dan kantong aluminium foil dapat mempertahankan mutu yang tetap tinggi selama penyimpanan 6 bulan. Uji Pengusangan Cepat Metode pengusangan cepat dapat digunakan untuk menduga kemunduran benih. Metode pengusangan terdiri dari pengusangan secara fisik dan pengusangan secara kimia. Pengusangan secara fisik yaitu dengan perlakuaan deraan suhu yang tinggi sehingga mempercepat kerusakan benih. Pengusangan secara kimia yaitu dengan menggunakan larutan tertentu untuk mempercepat proses kerusakan benih, misalnya dengan menggunakan larutan ethanol. Menurut Mugnisjah at al. (1994) uji pengusangan dipercepat tergolong dalam uji vigor benih yang dengan lingkungan suboptimum, tetapi lingkungan tersebut diberikan sebelum benih dikecambahkan. Uji ini bermanfaat untuk menduga beberapa lama lagi benih dapat disimpan sehingga sangat berguna bagi produsen, pedagang, atau penyalur benih. Pengusangan cepat secara fisik (accelerated ageing) menurut ISTA (2005) adalah percepatan laju kerusakan benih dengan perlakuan suhu dan RH tinggi (95%), sehingga kadar air meningkat dan menyebabkan kemunduran benih lebih cepat. Benih vigor tinggi akan bertahan pada kondisi ekstrim tersebut dibandingkan benih vigor rendah, sehingga benih bervigor tinggi akan memiliki
9
perkecambahan yang tinggi, sedangkan benih yang bervigor rendah akan kehilangan kemampuannya untuk berkecambah. Beberapa
penelitian
menunjukkan
bahwa
penggunaan
suhu
dan
kelembaban yang tinggi pada metode pengusangan cepat accelerated ageing mampu menurunkan viabilitas benih dengan cepat sehingga dapat digunakan untuk menduga vigor daya simpan benih. Hasil penelitian Begnami dan Cortelazzo (1995) menunjukkan bahwa pengusangan cepat metode accelerated ageing pada benih buncis dengan suhu 42oC dan kelembaban 100% mampu menurunkan daya berkecambah sampai 22 % selama 6 hari dan 0% setelah 16 hari pengusangan. Kalpana dan Rao (1996) melaporkan bahwa selama pengusangan cepat 0, 48, 96, 144 dan 192 jam pada tiga kultivar benih pegeonpea (cacanus cajan L. Mill) terjadi penurunan kandungan lipid dan fospolipid. Penuruan tersebut menyebabkan kerusakan membran yang mempengaruhi vigor benih. Komba at al. (2006) dalam penelitiannya menggunakan metode accelerated pada lot benih kale waktu pengusangan 48 jam dengan suhu 41oC
ageing
menyebabkan kadar air benih meningkat menjadi 30 sampai 34 % dan menyebabkan daya berkecambah menjadi 65 %. Pengusangan cepat secara fisik juga dapat dilakukan dengan metode controlled deterioration. Metode ini dilakukan dalam penelitian Silva (2006) dengan
menaikan kadar air benih menjadi 22% dengan dimasukan kedalam
aluminium foil kemudian ditutup rapat dan dibiarkan selama 48 jam pada suhu 10oC, setelah itu di inkubasi dalam water-bath pada suhu 41 oC dan 45oC. Hasil penelitian Silva (2006) menunjukkan bahwa pada lima kultivar benih beet pengusangan cepat metode accelerated ageing pada suhu 42oC selama 72 jam dan metode controlled detioration pada suhu 45oC dengan kadar air 24% selama 24 jam cukup sensitif untuk mengevaluasi vigor benih beet yang diujikan tersebut. Basak at al. (2006) dalam penelitiannya pada benih lada menunjukan bahwa metode controlled deterioration dengan waktu pengusangan 24 jam dan kadar air 22% mampu memprediksi ketahanan dan waktu penyimpanan benih selama 4 dan 8 bulan. Pengusangan cepat secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan larutan etanol, uap etanol jenuh maupun larutan metanol. Ocran dalam Addai dan
10
Kantanka (2006) melakukan perendaman benih kedelai dalam 20% cairan etanol dan 20% cairan metanol selama dua jam, dalam penelitiannya ia menyimpulkan bahwa perendaman dalam cairan etanol memberikan indikasi yang lebih baik pada daya simpan beberapa varietas kedelai dibandingkan dalam cairan metanol. Karotenoid Karotenoid merupakan salah satu kelompok pigmen alami yang banyak dijumpai pada tanaman atau hewan dan produk-produknya, ganggang serta mikroorganisme. Jenis karotenoid yang terbanyak di alam adalah flukosantin (terdapat dalam alga), jenis lutein, violasantin, dan neosantin yang banyak terdapat dalam dedaunan hijau. Jenis yang terkandung dalam jumlah kecil tetapi terdapat secara luas antara lain beta karoten dan zeasantin. Menurut Goodwin (1980) karotenoid adalah senyawa yang pada dasarnya terdiri dari delapan unit isoprenoid yang digabungkan sehingga susunan dari unit-unit tersebut saling terbalik pada bagian tengah dari molekul-molekul tersebut, sehingga dua gugus metil yang ditengahkan ada pada posisi 1.6 secara relatif satu sama lain sementara sisa gugus metil non terminal yang lain posisi 1.5. Dua subgrup utama dari karotenoid adalah karoten dan oksikarotenoid (santofil). Karoten tersusun oleh unsur-unsur C dan H. Menurut Gross (1991) selain sebagai pro vitamin A dan antioksidan, karotenoid berfungsi sebagai pigmen pemanen cahaya dan berfungsi sebagai agen yang melindungi klorofil dari kerusakan akibat oksidasi oleh O2 saat tingkat penyinaran tinggi. Karotenoid
dapat digunakan sebagai colorants (pewarna)
alami terutama untuk pewarna makanan seperti ekstrak paprika, alfalfa, tagetes, tomat, dan wortel. Selain itu karotenoid juga berfungsi dalam bidang kesehatan yaitu sebagai pencegah terhadap kekurangan vitamin A dan agen pencegah kangker. Karotenoid dapat bertindak sebagai aseptor radikal bebas dan dapat mencegah polimerasi dan reaksi radikal lainnya. Reaksi terpenting dari beta karoten pada kondisi pengolahan dan penyimpanan adalah reaksi auto oksidasinya. Karotenoid mudah bereaksi dengan radikal peroksi bebas. Reaksi
11
auto oksidasi selanjutnya terjadi seperti mekanisme reaksi radikal bebas yang lain (Davidek et al., 1990). Karotenoid mempunyai tiga panjang gelombang maksimum. Panjang gelombang
ini
meningkat
dengan
meningkatnya
jumlah
ikatan
ganda
terkonyugasi, namun posisi sebenarnya dari panjang gelombang maksimum tergantung pada berbagai fenomena struktur dan pelarut yang digunakan (Moss dan Weedon, 1976). Hal ini menunjukkan karakteristik spektrum absorpsi karotenoid merupakan akibat dari sistem konyugasi polien yang ada dalam molekul dan juga akibat berbagai fenomena struktural. Spektra ini dapat dilihat pada Tabel 1 yang menunjukkan panjang gelombang maksimum untuk beberapa karotenoid dalam berbagai pelarut. Salah satu faktor yang mempengaruhi biosintesis dan degradasi karotenoid adalah air. Karotenoid akan dengan cepat dioksidasi pada produk yang kering atau mengalami dehidrasi, karena air yang terikat dalam permukaan produk membentuk lapisan pelindung. Bahan makanan yang dikeringkan sangat mudah mengalami kehilangan aktivitas provitamin A, karena pengeringan memberikan kesempatan terjadinya oksidasi melalui mekanisme oksidasi radikal bebas (Gross, 1991). Mingguez-Mosquera et al. (1994) menyatakan dalam penelitiannya bahwa ada dua fase yang terjadi saat buah cabai dikeringkan. Fase biosintesis sebagai fase pertama dengan peningkatan konsentrasi pigmen (karotenoid ) yaitu ketika buah mencapai kadar bahan kering 35-45% dan dilanjutkan dengan fase kedua yaitu degradasi dengan tanda hilangnya pigmen (karotenoid). Kandungan karotenoid juga dipengaruhi oleh tingkat kemasakan. Stewart (1977) menyatakan bahwa kandungan karotenoid dalam jus dari tujuh kultivar jeruk meningkat selama proses pemasakan. Demikian juga hasil penelitian Almela et al. (1996) menunjukkan bahwa karotenoid meningkat pada dua varietas buah cabai yang diukur pada tiga kemasakan yang berbeda yaitu tingat masak satu (saat buah masih berwarna hijau), tingkat masak dua (saat buah mulai berwarna), dan tingkat masak (buah berwarna merah cerah dan merah tua). Karotenoid terutama jenis capsanthin mencapai nilai maksimum pada buah yang dipanen pada tingkat masak tiga yaitu saat buah masak penuh (berwarna merah cerah dan merah tua).
12
Tabel 1. Panjang Gelombang Maksimum Beberapa Karotenoid dalam Berbagai Pelarut Karotenoid Pelarut λ maksimum (nm) Fitoena Klorofom 280 291 303 Heksana 276 286 297 Petrolum eter 276 286 297 Fitofluena Klorofom 337 354 374 Heksana 331 347 366 Petrolum eter 331 347 367 Likopen Klorofom 458 384 518 Heksana 448 473 504 Benzena 455 487 522 Petrolum eter 446 472 505 Alfa karoten Klorofom 433 457 484 Heksana 419 445 472 Petrolum eter 422 444 473 Beta karoten Klorofom 435 461 485 Heksana 425 450 477 Petrolum eter 425 448 475 Benzena 435 462 487 Alfa zaekaroten Heksana 399 421 449 Beta zeakaroten Klorofom 414 439 465 Heksana 407 427 454 Petrolum eter 406 428 454 Neurosporena Klorofom 424 451 480 Heksana 416 440 470 Petrolum eter 414 439 467 Sumber: Moss dan Weedon, (1976).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, dan Laboratorium Biofisika, Institut Pertanian Bogor, pada bulan Desember 2009– Mei 2010.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih tiga varietas kedelai kuning (Willis, Anjosmoro, dan Tanggamus), tiga varietas kedelai hitam (Cikuray, Detam 1, dan Detam 2) dengan masing-masing pada dua tingkat kemasakan, kertas merang, plastik, label, dan air bebas ion. Peralatan yang digunakan terdiri atas: spektrofotometer visibel, mesin pengusangan cepat (Seedburo Equipment Company), kotak plastik (8 cm x 8 cm x 6.5cm), electric conductivity meter model 30 (Denver Instrument Company), desikator, timbangan digital, cawan kadar air, oven, pengepres kertas, dan germinator IPB 72- 1. Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas dua tahap pelaksanaan percobaan. Tahap pertama menentukan waktu pengusangan cepat (accelerated ageing) yang paling efektif dalam kisaran waktu 0, 12, 24, 36, dan 48 jam pada kondisi lembab mesin pengusangan cepat dengan suhu ± 42 oC , sehingga dapat diketahui variasi tingkat ketahanan berbagai lot benih kedelai terhadap pengusangan cepat. Pada tahap pertama ini disusun dengan metode split –plot rancangan acak kelompok. Petak utama adalah 12 lot benih yang merupakan kombinasi varietas dan tingkat kemasakan yang terdiri atas Wilis, Anjasmoro, Tanggamus, Cikuray, Detam 1, dan Detam 2 masing-masing dengan dua tingkat kemasakan. Deskripsi varietas dapat dilihat pada Lampiran 1. Anak petaknya adalah waktu pengusangan (0, 12, 24, 36, dan 48 jam). Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga ada 240 satuan percobaan.
14
Model aditif linear yang digunakan, yaitu: Yijk i ik j k ( ) ij ijk
Keterangan : Yijk
i j k ()ij ijk k
= pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan taraf ke-i dari petak utama yaitu 12 lot benih dan taraf ke-j dari anak petak yaitu waktu pengusangan. = mean populasi = pengaruh taraf ke-i dari petak utama yaitu 12 lot benih = pengaruh taraf ke-j dari anak petak yaitu waktu pengusangan = pengaruh acak dari petak utama yang menyebar normal = pengaruh taraf ke-i dari petak utama dan taraf ke-j dari anak petak = pengaruh acak dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij. ij ~ N(0.2). = pengaruh kelompok ke k
Tahap kedua disusun dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor yaitu kombinasi varietas dan tingkat kemasakan yang terdiri atas 12 taraf yakni: Tanggamus, Wilis, Anjasmoro, Cikuray, Detam 1, dan Detam 2, masing-masing dengan dua tingkat kemasakan. Percobaan diulang 4 kali sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Pengujian dilakukan terhadap kandungan karotenoid, ukuran benih yaitu bobot 100 butir, bobot kering benih dan berat jenis benih, serta permeabilitas benih yaitu daya hantar listrik. Model aditif linear yang digunakan, yaitu:
Keterangan:
Yij i j ij
= = = = =
Yij i j ij pengamatan pada kelompok ke-i dan perlakuan ke-j mean populasi pengaruh aditif dari kelompok ke-i pengaruh aditif dari perlakuan ke-j pengaruh acak dari kelompok ke-i dan perlakuan ke-j
Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pangaruh perlakuan terhadap tolok ukur yang diamati. Apabila dalam analisis ragam terdapat pengaruh nyata pada taraf α = 5%, maka dilakukan uji nilai tengah dengan prosedur DMRT (Duncan Multiple Range Test).
15
Analisis korelasi dilakukan untuk melihat hubungan antara kandungan karotenoid terhadap vigor ketahanan benih dengan pengusangan cepat pada waktu pengusangan yang terpilih dari percobaan tahap pertama, ukuran benih (bobot 100 butir, berat jenis, dan bobot kering maksimum), dan permiabilitas benih (daya hantar listrik). Pelaksanaan Penelitian Produksi Benih Benih kedelai kuning varietas Willis, Anjasmoro, Tanggamus, dan Cikuray yang digunakan berasal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB. Biogen) Bogor, sedangkan untuk varietas Detam 1 dan Detam 2 berasal dari Balai Penelitian KacangKacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi) Malang. Benih tersebut selanjutnya diperbanyak di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB dengan teknik budidaya dan kondisi lingkungan yang sama sehingga perbedaan vigor antar varietas lebih ditentukan oleh sifat genetik dan perbedaan tingkat kemasakan. Panen dilakukan pada dua kriteria kemasakan (Tabel 2). Benih diolah secara manual untuk mengurangi kerusakan mekanik dan dikeringkan hingga kadar air ±10 %. Tabel 2. Kriteria Panen Kedelai Kuning dan Kedelai Hitam Tingkat kemasakan A Tingkat kemasakan B Kedelai warna0kulit warna0kulit0brangkasan brangkasan0hijau kuning penuh Kuning kekuningan warna0batang0pada warna batang pada tanaman kuning keemasan tanaman0hijau warna kulit benih kuning kekuningan terdapat0siluet warna kulit benih Kedelai hitam
warna0kulit brangkasan0kuning kecoklatan
warna0batang0pada tanaman kuning
warna0kulit0brangkasan cokelat gelap
warna0batang0pada tanaman kuning kecoklatan
16
Pengusangan Cepat secara Fisik (Accelerated Ageing) Metode pengusangan cepat yang digunakan pada penelitian ini adalah metode pengusangan cepat secara fisik (accelerated Ageing) ISTA (2005) yang dimodifikasi. Benih sebanyak 75 butir untuk setiap satuan percobaan disiapkan dan disimpan di atas jaring yang telah dipasang sebelumnya di dalam kotak plastik tertutup. Di dalam kotak plastik juga terdapat tabung berisi air 40 ml untuk membuat kelembaban tinggi. Kotak berisi benih yang akan diuji dimasukan ke dalam Mesin Pengusangan Cepat (MPC) pada suhu ± 42
dan dipertahankan di
dalamnya selama waktu yang ditentukan sesuai perlakuan (ISTA, 2005). Setelah perlakukan pengusangan cepat kemudian dilakukan pengujian viabilitas dengan metode Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKDdp) sebanyak 25 butir untuk setiap satuan percobaan pada germinator IPB 72-1.
Proses Pengujian Kandungan Karotenoid Proses pengujian kandungan karotenoid dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer visibel. Pada setiap satuan percobaan dilakukan 10 kali penembakan pada benih yang diambil secara acak. Penghitungan total kandungan karotenoid dilakukan pada panjang gelombang 510 nm dan 700 nm (Gitelson et al., 2002). Pengamatan Pengamatan Viabilitas 1.
Daya Berkecambah (DB) Pengamatan DB dilakukan dengan menghitung persentase jumlah kecambah normal hitungan pertama dan terakhir evaluasi perkecambahan, yaitu pada 3 dan 5 hari setelah tanam. DB (%) =
Keterangan:
KN1 KN2 x 100% Total benih
KN1
= Jumlah kecambah normal pengamatan ke- 1.
KN2
= Jumlah kecambah normal pengamatan ke- 2.
Total benih
= Jumlah benih yang ditanam.
17
2.
Kecepatan Tumbuh (KCT) Pengamatan dilakukan setiap hari mulai hari ke satu hingga ke lima
(hitungan terakhir evaluasi perkecambahan). Nilai KCT dihitung dengan jumlah tambahan
perkecambahan
setiap
hari
atau
etmal
pada
kurun
waktu
perkecambahan dalam kondisi optimum. Rumus perhitungan kecepatan tumbuh (Sadjad at al., 1999): KCT (% etmal-1)= Keterangan: N
= persentasi kecambah normal setiap pengamatan
t
= waktu pengamatan
tn
= waktu akhir pengamatan
3.
Indeks Vigor (IV) Indeks vigor dihitung berdasarkan persentase kecambah normal pada
hitungan pertama. Hitungan pertama yaitu pada 3 hari setelah tanam. Rumus yang digunakan :
IV (%) =
KN 1 x 100% benih yang ditanam
Pengamatan Kandungan karotenoid Uji kandungan karotenoid Penentuan kandungan karotenoid dilakukan menurut metode Gitelson at al. (2002), dengan rumus: Karotenoid (nmol cm-2)= (1/A510-1/90)-{1/9.2 x (1/A700 -1/0.75)} Keterangan : A510
= Panjang gelombang absorbansi 510 nm
A700
= Panjang gelombang absorbansi 700 nm
18
Pengamatan Ukuran Benih 1. Bobot 100 butir (g), pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel 100 butir per satuan percobaan dan menimbang bobot sampel tersebut. 2. Bobot Kering Benih (g), pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel secara acak sebanyak 10 butir benih setiap satuan percobaan. Benih tersebut kemudian dioven dengan suhu 60 o C selama 3 hari kemudian ditimbang. 3. Berat Jenis (g cm-3), pengamatan dilakukan dengan membagi antara bobot 100 butir dengan selisih volume sebelum dan sesudah benih dimasukan ke dalam gelas ukur yang berisi aquades.
Pengamatan Permiabilitas Benih Uji Daya Hantar Listrik (µmhos cm-1 g-1), 25 benih yang telah diketahui beratnya direndam dalam 50 ml air bebas ion selama 24 jam pada suhu kamar. Air rendaman selanjutnya diukur daya hantar listriknya dengan alat electric conductivity meter.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketahanan Benih Kedelai terhadap Pengusangan Cepat Pada penelitian ini benih kedelai yang digunakan merupakan hasil perbanyakan yang dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo dengan teknik budidaya dan kondisi lingkungan
yang sama sehingga diharapkan perbedaan
vigor antar lot benih kedelai lebih ditentukan oleh perbedaan sifat genetik antar varietas dan perbedaan kriteria panen. Panen dilakukan pada dua tingkat kemasakan yang berbeda, hal ini dilakukan untuk lebih memperbanyak variasi tingkat vigor awal benih dan melihat pengaruh tingkat kemasakan terhadap ketahanan benih setelah pengusangan cepat. Menurut Sadjad at al. (1999) vigor benih dikategorikan menjadi vigor kekuatan tumbuh dan vigor daya simpan. Pada penelitian ini untuk menggambarkan vigor daya simpan benih disimulasikan dengan metode uji pengusangan cepat sehingga hal ini dapat menduga perbedaan viabilitas benih setelah melewati suatu periode penyimpanan. Benih diperlakukan dalam kondisi cekaman buatan, yaitu dengan deraan suhu dan RH tinggi selama periode tertentu yang menyebabkan kemunduran benih. Tabel 3. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih Kedelai, Waktu Pengusangan, dan Interaksinya terhadap DB, IV, dan KCT Perlakuan Peubah L WP LxWP KK(%) Daya Berkecambah (%) Indeks Vigor (%) -1
Kecepatan Tumbuh (% etmal )
**
**
**
13.00
**
**
**
18.84
**
**
**
13.89
Keterangan: ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf α= 1%; KK = koefisien keragaman; tn = tidak berpengaruh nyata ; WP = waktu pengusangan; L = lot benih ; LxWP = interaksi antara lot benih dengan waktu pengusangan
Pada percobaan pengusangan cepat rekapitulasi sidik ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa interaksi antara lot benih dengan waktu pengusangan
20
berpengaruh sangat nyata pada tolok ukur daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), dan kecepatan tumbuh (KCT) baik pada pengaruh tunggal maupun interaksinya. Hasil sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 2 sampai 4. Suhu tinggi (42oC) dan Kelembaban nisbi (RH) tinggi telah menyebabkan kemunduran benih dengan cepat, terutama pada benih bervigor rendah. Suhu dan RH ruang simpan yang tinggi dapat meningkatkan respirasi. Menurut Justice dan Bass (2002) pada suhu dan kadar air yang tinggi, benih cepat sekali mengalami kehilangan
viabilitas.
Benih
mengalami
kesetimbangan
dengan
RH
lingkungannya. Peningkatan kadar air selama pengusangan cepat terjadi karena adanya kelembaban nisbi yang cukup tinggi di sekitar benih selama proses pengusangan. Pada penelitian ini terlihat bahwa kadar air setelah pengusangan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya waktu pengusangan (Tabel 4). Menurut kaidah Harrington dalam Justice dan Bass (2002) setiap kenaikan suhu penyimpanan sebesar 5oC dan setiap kenaikan 1% kadar air benih, maka masa hidup benihnya diperpendek setengahnya. Tabel 4. Kadar Air Setelah Pengusangan Cepat Tingkat Kemasakan
A
B
Waktu Pengusangan (Jam) Varietas 0
12
24
36
48
Willis
----------------------------(%)------------------------9.50 16.31 20.13 22.43 24.20
Anjasmoro
10.00
14.63
19.30
21.37
20.67
Tanggamus
10.94
19.08
20.00
23.21
23.34
Cikuray
9.85
20.30
19.25
21.46
26.82
Detam1
9.00
15.02
16.60
22.17
20.68
Detam2
10.20
17.64
18.07
23.14
26.54
Willis
10.96
24.99
19.97
22.94
25.25
Anjasmoro
10.10
14.91
20.30
19.72
20.13
Tanggamus
9.94
15.75
21.62
23.11
26.07
Cikuray
10.20
16.55
18.39
21.03
22.95
Detam1
9.80
19.35
16.74
21.93
22.06
Detam2
11.02
15.27
18.24
24.06
25.91
21
Pada Tabel 5 terlihat bahwa secara keseluruhan viabilitas awal benih (waktu pengusangan 0 jam) cukup bagus dengan nilai DB paling rendah pada varietas Willis dan Anjasmoro pada tingkat kemasakan A (77%), sedangkan DB paling tinggi pada varietas Tanggamus tingkat kemasakan B (97%). Penurunan viabilitas terjadi pada sebagian besar lot benih pada waktu pengusangan 48 jam sehingga terlihat adanya variasi viabilitas antar lot benih yang cukup tinggi pada waktu pengusangan tersebut. Variasi DB terlihat dari nilai DB tertinggi yaitu varietas Tanggamus tingkat kemasakan B (70%) dan terendah yaitu varietas Anjasmoro tingkat kemasakan A (12%). Benih yang vigor akan bertahan terhadap deraan sehingga tetap mampu menghasilkan kecambah normal sedangkan benih yang tidak vigor akan cepat mengalami kemunduran dan menghasilkan kecambah abnormal atau mati. Pola yang sama pun terjadi pada tolok ukur IV dan KCT. Selisih terbesar antara nilai tertinggi dan terendah diperoleh setelah benih didera selama 48 jam dengan nilai selisih DB (58%), IV (55%), dan KCT (20.42 % etmal-1). Berdasarkan pada tolok ukur DB, IV, dan KCT dipilihlah waktu pengusangan pada 48 jam sebagai waktu yang efektif untuk pengusangan cepat. Pada waktu pengusangan 48 jam ini terlihat bahwa penurunan viabilitas benih pada lot yang diuji lebih bervariasi dibandingkan dengan waktu pengusangan 12, 24, dan 36 jam, sehingga lebih efektif untuk melihat perbedaan tingkat ketahanan pada masing-masing lot benih tersebut. Tingkat kemasakan sangat penting dalam menentukan waktu panen yang tepat karena berpengaruh terhadap vigor benih. Pada varietas Willis, Anjasmoro, dan Cikuray terlihat bahwa DB pada kondisi tanpa pengusangan menunjukkan viabilitas potensial tingkat kemasakan B lebih tinggi dari pada tingkat kemasakan A. Hal ini berarti bahwa pada tingkat kemasakan A benih belum mencapai masak fisiologi sehingga panen sebaiknya dilakukan pada tingkat kemasakan B. Varietas Detam1
menunjukkan vigor
yang sama antara tingkat
kemasakan A dan B, hal ini terlihat pada tolok ukur DB, IV, dan KCT baik sebelum maupun sesudah pengusangan (48 jam) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
22
Tabel 5. Nilai Tengah Pengaruh Lot Benih Kedelai dan Waktu Pengusangan terhadap Tolok Ukur DB, IV, dan KCT Lot benih Tingkat Varietas Kemasakan A Willis Anjasmoro Tanggamus Cikuray Detam1 Detam2 B Willis Anjasmoro Tanggamus Cikuray Detam1 Detam2 NT-NR
A
B
A
B
Willis Anjasmoro Tanggamus Cikuray Detam1 Detam2 Willis Anjasmoro Tanggamus Cikuray Detam1 Detam2 NT-NR Willis Anjasmoro Tanggamus Cikuray Detam1 Detam2 Willis Anjasmoro Tanggamus Cikuray Detam1 Detam2 NT-NR
Waktu Pengusangan (Jam) 0 12 24 36 48 ----------------------Daya berkecambah (%)--------------------77Ae 74Abc 67Ab-e 56Bbc 53Bab 77Ae 74Acd 53Be 47Bcd 12Cd 91Aa-d 91Aa 56Abde 65Ba-c 41Bbc 81Ade 78ABb-d 68BCb-e 66Ca-c 41Dbc 82Ac-e 70Abc 58Bc-e 33Cd 30Ccd 91ABa-d 92Aab 85Bab 72Cab 61Dab 93Aab 93Aa 85Aab 68Bab 62Bab 93Aab 89Aab 77Ba-d 54Cbc 28Dcd 97Aa 96Aa 93Aa 77Ba 70Ba 92Aa-c 95Aa 86Aab 68Bab 60Bab 83Ab-e 84Aa-c 59Bc-e 33Cd 27Ccd 90Aa-d 84ABa-c 80ABa-c 73Bab 29Ccd 20 26 40 44 58 -------------------------Indeks vigor (%)-----------------------74Abc 74Acd 61ABb-e 47Bac 48Ba-d 74Abc 69Ade 44Be 40Ba-c 12Ce 91Aa 90Aab 52Bde 60ABa-c 39Bb-e 71Ac 68Ade 56Ac-e 62Aab 33Ab-e 74Abc 57Abe 49Bde 26Cc 28Cc-e 91Aa 92Aab 78Ba-d 61Ca-c 51Ca-c 93Aa 93Aab 84Aa-c 43Ba-c 59Bab 93Aa 87ABa-c 74Ba-e 47Ca-c 26Dc-e 97Aa 96Aa 93Aa 57Ba-c 67Ba 87Aab 87Aa-c 86Aab 56Ba-c 55Bab 66Abc 78Ab-d 55Bc-e 27Cbc 27Cc-e 86Aab 81Aa-d 74Aa-e 72Aa 23Bde 31 39 49 46 55 -1 ---------------Kecepatan tumbuh (% etmal )-----------------26.92Ae 28.00Aef 22.33Bb-e 18.09Ca-c 17.42Ca-c 26.59Ae 24.92Afg 16.92Be 15.09Bcd 4.00Ce 35.00Abc 36.58Aab 19.17Bc-e 21.75Ba-c 14.00Bb-d 26.67Ae 25.45Afg 21.67Bb-e 21.57Ba-c 13.00Cb-d 27.33Ade 22.42Abg 18.43Bde 10.42Cd 9.83Cc-e 34.17Abc 34.17Abc 29.58Aab 23.92Bab 19.83Bab 36.50Aab 35.67Aa-c 28.92Bab 20.53Ca-c 20.42Cab 34.17Abc 31.67Ab-e 26.25Ba-d 17.42Cb-d 9.17Dde 39.33Aa 40.00Aa 34.34Ba 24.50Cab 24.42Ca 31.09Acd 33.17Ab-d 29.67Aab 21.67Ba-c 20.08Bab 27.08Ade 28.50Ad-f 19.34Bc-e 10.50Cd 9.00Cde 33.00Abc 31.09ABc-e 27.67BCa-c 25.92Ca 9.34Dde 12.66 14.16 17.42 15.50 20.42
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dan Angka yang diikuti oleh huruf besar yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α= 5%; NT-NR = selisih nilai tertinggi dengan nilai terendah.
23
Pada varietas Detam 2 kondisi tanpa pengusangan, tolok ukur DB, IV, dan KCT tidak berbeda nyata pada dua tingkat kemasakan. Metode pengusangan cepar sangat bermanfaat pada kondisi ini karena setelah pengusangan 48 jam tingkat kemasakan A memiliki nilai DB, IV, dan KCT lebih tinggi dibandingkan tingkat kemasakan B. Hal ini berarti bahwa pada tingkat kemasakan A sudah mencapai masak fisiologi dan harus segera dipanen karena apabila tidak dipanen akan terjadi deraan lapang yang dapat menurunkan vigor benih, termasuk pula vigor daya simpannya. Hasil penelitian Haryanti (1998) menunjukkan bahwa benih kacang hijau varietas Walet yang dipanen saat masak memiliki viabilitas potensial dan vigor yang lebih tinggi dibandingkan benih yang dipanen
muda. Setyorini (1992)
menunjukkan bahwa adanya pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap viabilitas benih kacang tanah. Benih kacang tanah varietas Gajah yang dipanen saat masak fisiologi mempunyai bobot kering kecambah normal lebih tinggi dibandingkan benih yang dipanen sebelum masak fisiologi. Berdasarkan penelitiannya Sundari (2005) menyatakan bahwa tingkat kemasakan benih buncis varietas lokal Bogor memiliki viabilitas maksimal jika dipanen mencapai masak fisiologi. Penentuan masak fisologis sangat penting karena kemasakan benih merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu benih. Menurut Copeland dan McDonald (2004) walaupun benih yang belum masak fisologis sudah bisa berkecambah, namun vigor benihnya rendah dan kecambahnya lebih lemah dibandingkan dengan benih yang sudah mencapai masak fisiologi. Benih yang telah mencapai masak fisiologi mempunyai perkecambahan yang maksimum karena embrio sudah terbentuk sempurna dan berat kering cadangan makanan sudah maksimum. Sementara itu, benih yang dipanen sebelum masak fisiologi akan mempunyai perkecambahan yang rendah dan tegakan yang tidak kuat karena embrio dan cadangan makanan belum terbentuk sempurna. Begitu juga benih yang dipanen sesudah masak fisiologi perkecambahannya juga rendah karena telah mengalami deraan cuaca lapang .
24
Perbedaan Kandungan Karotenoid, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih pada Berbagai Lot Benih Kedelai. Rekapitulasi sidik ragam (Tabel 6) menunjukkan bahwa lot benih berpengaruh sangat nyata pada pada tolok ukur kandungan karotenoid, bobot 100 butir, dan bobok kering benih. Pada tolok ukur daya hantar listrik (DHL) berdasarkan sidik raga menunjukkan berpengaruh nyata, namun tolok ukur berat jenis tidak berpengaruh nyata.
Tabel 6. Rekapitulasi Analisis Ragam Pengaruh Perbedaan Beberapa Lot Benih Kedelai terhadap Kandungan Karotenoid, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih Perlakuan Peubah Lot Benih KK (%) Karotenoid (nmol cm-2) ** 14.64 Ukuran Benih 3.95 Bobot 100 Butir (g) ** 5.33 Bobot Kering Benih (g) ** -3 7.46 Berat Jenis (g cm ) tn Permeabilitas Benih 27.01 DHL (µmhos cm-1 g-1) * Keterangan: tn = tidak berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf α= 1% * = berpengaruh nyata pada taraf α= 5% KK = koefisien keragaman
Berdasarkan analisis data (Tabel 7) diketahui bahwa kandungan karotenoid berbeda nyata diantara varietas yang diuji. Kandungan karotenoid tertinggi pada varietas Detam 2 tingkat kemasakan B (1.905 nmol cm-2) dan tingkat kemasakan A (1.769 nmol cm-2) sedangkan yang terendah diduga pada varietas Anjasmoro baik tingkat kemasakan A maupun tingkat kemasakan B karena tidak terdeteksi. Hal ini diduga disebabkan oleh total kandungan yang sangat kecil atau mendekati nol dan alat yang digunakan tidak mampu mendeteksinya. Perbedaan kandungan karotenoid antar tingkat kemasakan tidak ditemukan hampir pada seluruh varietas, namun hanya terjadi pada varietas Willis. Kandungan karotenoid pada kedelai hitam umumnya terlihat lebih tinggi dari pada kedelai kuning, hanya varietas Tanggamus diantara ketiga varietas kedelai kuning yang mampu mengimbangi kandungan karotenoid kedelai hitam
25
(Tabel 7). Perbedaan kandungan karotenoid ini diduga disebabkan oleh adanya perbedaan genetik pada masing-masing lot benih. Karotenoid merupakan salah satu antioksidan. Antioksidan diduga berguna untuk mempertahankan viabilitas benih karena memilki kemampuan untuk mengurangi efek radikal bebas yang terbentuk selama penyimpanan. Dengan terhambatnya pembentukan radikal bebas, maka struktur membran sel dapat dipertahankan dari kemunduran. Menurut Futura at al. dalam Purwanti (2004)
menyatakan bahwa kedelai hitam
mengandung banyak antosianin (salah satu jenis antioksidan). Perbedaan kandungan antosianin diakibatkan karena faktor genetik pada benih kedelai khususnya warna kulit benihnya. Tabel 7. Nilai Tengah Kandungan Karotenoid, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih pada Beberapa Lot Benih Kedelai Lot Benih Tingkat kemasakan
A
B
Varietas Willis Anjasmoro Tanggamus Cikuray Detam1 Detam2 Willis Anjasmoro Tanggamus Cikuray Detam1 Detam2
Karotenoid (nmol cm-2) 0.612c Nd 0.862b 0.766bc 0.755bc 1.769a 0.162d Nd 0.832b 0.913b 0.765bc 1.905a
Ukuran Benih Bobot Bobot Kering 100 Benih (g) Butir (g) 8.76bc 0.830c 11.71a 1.087a 8.31c 0.756c 9.13b 0.835c 12.23a 1.022a 9.20b 0.860c 9.05b 0.787c 12.13a 1.095a 8.31c 0.772c 8.87b 0.827c 11.74a 0.985ab 9.11b 0.875bc
Permeabilitas Benih DHL (µmhos cm-1 g-1) 118.55abc 143.36a 119.58abc 78.24c 92.02bc 99.58abc 110.48abc 134.43ab 98.39abc 72.35c 138.83ab 101.41abc
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α= 5%. nd = not detection
Menurut Sadjad (1999) vigor benih mulai bertambah dan akhirnya mencapai maksimum pada saat mencapai titik masak fisiologi (MF). Diantara masak morfologi dan MF terjadi pertambahan berat kering dan
mencapai
maksimum pula pada saat mencapai titik MF. Berdasarkan analisis data pada tolok ukur bobot kering benih menunjukkan tidak berbeda nyata antara dua
26
tingkat kemasakan pada masing-masing varietas. Hal ini menunjukkan bahwa pada tolok ukur bobot kering antara dua tingkat kemasakan bobot kering benih telah maksimum sehingga perbedaan kriteria panen yang digunakan tidak berhasil untuk membedakan waktu masak fisiologis. Namun, pada tolok ukur DB (Tabel 5) varietas Willis, Anjasmoro, dan Cikuray berbeda nyata pada tingkat kemasakan A dan B. Hal ini berarti menunjukkan bahwa tingkat kemasakan A belum mencapai masak fisiologi karena nilai tengah DB masih meningkat pada tingkat kemasakan B. Tolok ukur DHL merupakan tolok ukur untuk menduga Vigor daya simpan (VDS). Menurut Sadjad (1993) DHL ini mendasarkan pengukuran VDS pada adanya bocoran elektrolit pada benih yang mengalami kemunduran. DHL bertambah besar apabila benih semakin mengalami kemunduran akibat elektrolit yang makin besar bocornya. Pada tolok ukur DHL, nilai DHL tertinggi terdapat pada varietas Anjasmoro yaitu 143.36 µmhos cm-1 g-1 pada tingkat kemasakan A dan 134.43 µmhos cm-1 g-1 pada tingkat kemasakan B berbeda nyata dengan nilai terendah pada varietas Cikuray yaitu 78.24 µmhos cm-1 g-1 pada tingkat kemasakan A dan 72.35 µmhos cm-1 g-1 pada tingkat kemasakan B. Berdasarkan nilai DHL varietas Cikuray mempunyai VDS paling tinggi. Pada dua tingkat kemasakan enam varietas benih kedelai yang diuji nilai DHL tidak berbeda nyata. Menurut Panobianco et al. (1999) pada berbagai kultivar kedelai yang diujikan memiliki perbedaan daya hantar listrik dan dimungkinkan perbedaan tersebut dikarenakan
keberagaman
genetik.
Hasil
penelitian
Marwanto
(2003)
menunjukkan bahwa pada 11 genotip benih kedelai yang diteliti memiliki kandungan lignin kulit benih yang berbeda-beda dan kandungan ini menyebabkan keragaman pada permeabilitas maupun pada daya hantar listriknya. Hubungan Antara Kandungan Karotenoid dengan Tolok Ukur pada Pengusangan Cepat, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih Indikasi
biokimia telah banyak digunakan sebagai parameter untuk
mengetahui viabilitas dan vigor benih kedelai, sedangkan karotenoid yang merupakan salah satu kelompok pigmen dalam benih masih perlu lebih diteliti. Indikasi biokimia kemunduran benih dicirikan antara lain oleh penurunan
27
aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, dan meningkatnya nilai konduktivitas. Menurut Davidek et al. (1990) karotenoid merupakan salah satu jenis antioksidan yang dapat bertindak sebagai aseptor radikal bebas, mencegah polimerasi, dan reaksi radikal lainnya. Hasil penelitian Ben-Amotz dan Avron (1983) ada kemungkinan bahwa kandungan betakaroten melindungi alga dari kerusakan akibat radiasi sinar yang tinggi pada sel hijau daun. Antioksidan diyakini mampu menghambat proses-proses kemunduran atau penuaan pada makhluk hidup, termasuk juga pada benih. Beberapa peneliti masih meragukan hubungan
menurunnya
jumlah
antioksidan dalam benih dengan peningkatan atau penurunan viabilitas benih. Pristley dalam CSSA (1986) melaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan jumlah tekoferol (salah satu jenis antioksidan) antara benih yang mengalami kemunduran dengan kontrol, baik yang mengalami kemunduran secara alami maupun artifisial. Goldsworthy dalam CSSA (1986) menyatakan bahwa penurunan viabilitas gandum, baik yang dilakukan dengan perlakuan suhu tinggi maupun secara alami, tidak berkaitan dengan hilangnya tekoferol maupun antioksidan yang larut dalam lemak lainnya. Tabel 8. Nilai Korelasi Kandungan Karotenoid dengan Ketahanan Benih terhadap Pengusangan Cepat, Ukuran Benih, dan Permeabilitas Benih Kedelai Peubah Koefisien Korelasi (r) Ketahanan Benih Setelah Pengusangan Cepat pada Waktu Pengusangan 48 Jam 0.241tn Daya Berkecambah (%) 0.139tn Indeks Vigor (%) 0.225tn Kecepatan Tumbuh (% etmal-1) Ukuran Benih -0.434tn Bobot 100 Butir (g) -0.398tn Bobot Kering Maksimum (g) Permeabilitas Benih -0.475tn DHL (µmhos cm-1 g-1) Keterangan: tn
= tidak berpengaruh nyata
Berdasarkan hasil uji korelasi (Tabel 8) terlihat bahwa kandungan karotenoid yang merupakan salah satu antioksidan tidak memiliki korelasi nyata dengan tolok ukur ketahanan benih (DB, IV, dan KCT) setelah pengusangan 48 jam, ukuran benih (bobot 100 butir, dan bobot kering benih), dan permeabilitas
28
benih (DHL). Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan penelitian ini kandungan karotenoid tidak bisa menduga ketahanan benih kedelai terhadap pengusangan cepat, serupa dengan hasil penelitian Pristley dalam
CSSA (1986) dan
Goldsworthy dalam CSSA (1986).Penelitian mengenai kandungan karotenoid sebagai penduga vigor fisiologi dan vigor genetik mungkin perlu dilakukan kembali secara terpisah. Menurut Prasetyantiningsih (2006) pada benih jagung manis total karotenoid mempunyai hubungan erat dengan tolok ukur masak fisiologi yaitu daya berkecambah, bobot 100 butir, kecepatan tumbuh, dan bobok kering benih. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kandungan karotenoid dapat mencirikan vigor fisiologi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Ketahanan benih pada varietas Willis, Anjasmoro, Cikuray, Detam1, dan Detam2 terhadap pengusangan cepat secara fisik (accelerated aging) sangat bervariasi. Varietas Tanggamus mempunyai ketahanan yang paling tinggi, sedangkan varietas Anjasmoro mempunyai ketahanan yang paling rendah. Ketahanan benih kedelai pada dua tingkat kemasakan tidak berbeda nyata karena selang waktu yang pendek pada kriteria panen yang digunakan untuk membedakan tingkat kemasakan tersebut. Kandungan karotenoid pada benih kedelai bervariasi. Kandungan karotenoid tertinggi terdapat pada varietas Detam 2 dan terendah pada varietas Anjasmoro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada korelasi nyata antara kandungan karotenoid dengan bobot 100 butir, bobot kering benih, dan DHL, maupun ketahanan benih kedelai setelah pengusangan cepat 48 jam dengan tolok ukur DB, IV, dan KCT .
Saran Metode pengusangan cepat secara fisik (accelerated aging) lebih efektif untuk membedakan tingkat ketahanan benih kedelai pada waktu pengusangan 48 jam karena pada waktu pengusangan tersebut menujukan variasi yang beragam pada tolok ukur DB, IV, dan KCT. Untuk melihat
pengaruh tingkat
kemasakan terhadap kandungan
karotenoid dan ketahanan benihnya, perlu dibuat selang waktu panen yang lebih jauh mulai sebelum hingga sesudah masak fisiologi.
DAFTAR PUSTAKA
Adie, M.M. dan A. Krisnawati. 2007. Biologi Tanaman Kedelai. Balai Penelitian Tanaman Pangan Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Malang. Almela, L., J.A. Fernandez-Lopez, M.E. Candela, C. Egea, and M.D. Alcazar. 1996. Changes in pigments, chlorophylase actity, and chloroplast ultrastruktur in ripening pepper for paprika. J. Agric. Food. Chem. 44(7):1704-1711. Basak, O., I. Demir, K. Mavi, and S. Matthews. 2006. Controlled deterioration test for predicting seedling emergence and longevity of pepper (Capsicum annum L.) seed lots. Seed Sci. And Technol. 34:701-712. Begnami, C.N and A.L Cortelazzo. 1996. Cellular alterations during accelerated aging of French bean seeds. Seed Sci. and Tecnol. 24:295-303. Ben-Amotz, A and M. Avron. 1983. On the factors which determine massive βcaroten accumulation in the halotelerant alga Dunaliella bardawil. Plant Physiologi 72:539-597. Byrd, H.W. 1983. Pedoman Teknologi Benih. Penerjemah: E. Hamidin. Pembimbing Masa. Bandung. 88 hal. Crop Science Society Of America (CSSA). 1986. Physiology of Seed Detioration. Crop Social Society Of America. London, USA. 123 p. Copeland, L.O. and M.B. McDonald. 2004. Principles of Seed Science and Technology. Fourth edition. Kluwer Academic Publisher. Massachusetts, USA. 467 p. Davidek, J., Jan Velisek, and Jan Pokorny. 1990. Cemeical Changes during Food Processing. Elsevier. Amsterdam. Departemen Pertanian (Deptan). 2008. Nilai dan volume ekspor dan impor. http://deptan.go.id. [9 oktober 2010]. Gitelson, A.A., Y. Zur. B. Olga. Chiv Kunova and M.N. Merzlyak. 2002. Assecing carotenoid content in plant leaves with reflectance spectroscopy. Photo Chemistry and Photo Biology 75 (3):272-281 Goodwin, T. W. 1980. The Biochemistry of the Carotenoids. Volume 1: Plant. Champan and Hall. London. Gopan Indonesia. 2009. Produksi kedelai turun. http://www.gopanindonesia.com. [2 Januari 2010] Gross, J. 1991. Pigments in Vegetable: Chlorophylls and Carotenoids. Van Nostrand Reinhold. New York. 315 p.
31
Haryanti, F. 1998. Pengaruh Tinggkat Umur Panen dan Periode Simpan terhadap Viabilitas dan Persentase Benih Keras pada Kacang Hijau (Phaseoulus radiatus) Varietas Merak dan Walet. Skripsi. Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 35 hal Hidajat, O.O. 1985. Morfologi Tanaman Kedelai. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. ISTA. 2005. International Rule For Seed Testing. The International Seed Testing Association. Bassersdorf, CH- Switzerland. Justice, O. dan L.N Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Terjemahan dari: Principles and Practices of Seed Storage. Penerjemah: Rennie Roesli. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Kalpana, R and K.V.M Rao.1996.Lipid changes during accelared ageing of seed of pigeonpea (Cajanus cajan (L.) Millsp.) cultivar. Seed Sci. & Tecnol. 24:475-483 Komba, C.G., B.J. Brunton, and J.G Hampton. 2006. Accelerated ageing vigour tasting of kale (Brassica oleacea L. var. acephala DC) seed. Seed Sci. and Technol. 34:205-208. Marwanto. 2003. Hubungan antara kandungan lignin kulit benih dengan permiabilitas dan daya hantar listrik rendaman benih kendelai. Jurnal Akta Agrosia 6(2): 51-54. Merzlyak, M.N., A.A. Gitelson. O.B. Chivkunova. A.E. Solovchenko, and S.I. Pogosyan. 2003. Application of reflectance spectroscopy for analysis of higher plant pigments. Plant Physiology 6(2): 704–710. Minguez-Mosquera, M.I., M. Jaren-Galan, and J. Garrido-Fernandez. 1994. Competition betwen the processes of biosyntesis and degradation of carotenoids during the drying of peppers. J. Agric. Food. Chem. 42(3):645-648. Moss, G.P. and B.C.L Weedon. 1976. Chemistry of The Carotenoids. In T.W. Goodwin (ed). Chemistry and Biochemistry of Plant Pigmen. Academic Press. London Mugnisjah, W.Q, A. Setiawan, dan S.C. Santiwa. 1994. Panduan Praktikum dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. PT Grafindo Persada. Jakarta. 263 hal Nur, M.A. dan H. Adijuwana. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Petanian Bogor. Panobianco, D., R.D. Vieira, F.C. Krzyzanowski, and J.B. Franca Netto. 1999. Electrical conductivity of soybean seed and correlation with seed coat lignin content. Seed Scince and Technology 27: 945-949.
32
Prasetyaningsih, G.W. 2006. Kemungkinan Karotenoid Sebagai Indikator Tingkat Masak Fisiologi Benih Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt). Skripsi. Jurusan Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 33 hal Purwanti, S. 2004. Kajian suhu ruang simpan benih terhadap kualitas benih kedelai hitam dan kedelai kuning. Ilmu Pertanian 11(1):22-31 Purwanto, 2009. Percepatan penyebaran varietas unggul melalui sitem penangkaran perbenihan kedelai di Indonesia. http://www.balitkabi.com. [2 Januari 2010]. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (PPPTP). 2009. Deskripsi Varietas Unggul Palawija. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta Sadjad, S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Grasindo. Jakarta. 145 hal ., E. Muniarti, dan S. Illyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. Grasindo. Jakarta. 185 hal Setyorini, S. 1992. Pengaruh Umur Panen dan Pembungaaan Bunga terhadap Komponen Produksi dan Viabilitas Benih Kacang Tanah (Arachis hypogea L). Skripsi. Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 62 hal Silva, J.B., Vieira, R.D., and Panobianco, M. 2006. Accelerated ageing and controlled deterioration in beetroot seed. J. Seed Sci. and Tecnol. 34:265271 Sundari, S.D. 2005. Pengaruh Periode Simpan, Jenis Kemasakan, dan Tingkat Kemasakan terhadapa Viabilitas Benih Buncis (Phaseolus Vulgaris L.). Skripsi. Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 34 hal Stewart, I. 1977. Provitamin A and carotenoid content of citrus juice. J. Agric. Food. Chem. 25 (5):1132-1137 Tatipata, A., Y. Prapto, P. Aziz, and M Woerjono. 2004. Kajian fisiologi dan biokimia deteriorasi penyimpanan benih kedelai. Ilmu Pertanian 11 (2):76-87
LAMPIRAN
34
LAMPIRAN
Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kedelai (PPPTP, 2009). Varietas Cikuray Cikuray merupakan hasil seleksi keturunan persilangan kedelai no 630 dan no 1343 orba Warna hipokotil : ungu Warna daun : hijau muda Warna biji : hitam mengkilat Warna bulu : coklat Warna kulit polong masak : coklat tua Tipe tumbuh : semi determinate Tinggi tanaman : 60-65 cm Umur berbunga : 35 hari Umur polong masak : 82-85 hari Kandungan protein : 35% Bobot 100 biji : 10 gram Kandungan lemak : 17% Produktivitas : 1.7 ton/ha Varietas Detam 2 Nomor galur : 9837/W-D-5-211 Asal : seleksi persilangan galur introduksi 9837 dengan 0000000000000000000000000wilis Tipe Tumbuh : determinit Warna hipokotil : ungu Warna epikotil : hijau Warna bunga : ungu Warna bulu : coklat tua Warna kulit polong : coklat muda Warna kulit biji : hitam Warna hilum : coklat Warna kotiledon : kuning Bentuk daun : lonjong Bentuk biji : lonjong Kecerahan kulit biji : kusam Umur bunga : 34 hari Umur masak : 82 hari Tinggi tanaman : 57 cm Berat 100 biji : 13.54 gram Potensi hasil : 2.96 ton/ha Hasil biji : 2.46 ton/ha Protein : 45.58 % bk Lemak : 14.83% bk
35
Varietas Detam 1 Nomor galur Asal Tipe tumbuh Warna hipokotil Warna epikotil Warna bunga Warna daun Warna bulu Warna kulit polong Warna kulit biji Warna hilum Warna kotiledon Bentuk daun Bentuk biji Kecerahan kulit biji Umur bunga Umur masak Tinggi tanaman Berat 100 biji Potensi hasil Hasil biji Protein Lemak
: 9837/K-D-8-185 : seleksi persilangan galur introduksi 9837 dengan Kawi : determinit : ungu : hijau : ungu : hijau tua : coklat muda : coklat tua : hitam : putih : kuning : agak bulat : agak bulat : mengkilap : 35 hari : 82 hari : 58 cm : 14.84 gram : 3.45 ton/ha : 2.51 ton/ha : 45.36 % bk : 33.06 % bk
Varietas Wilis Wilis merupakan hasil seleksi keturunan persilangan orba dengan no 1682 Warna hipokotil : ungu Warna epikotil : ungu Warna daun : hijau Warna biji : kuning Bentuk biji : oval, agak pipih Warna bulu : coklat tua Warna kulit polong masak : coklat tua Tipe tumbuh : semi determinate Tinggi tanaman : 60cm Umur berbunga : 39 hari Umur polong masak : 88 hari Kandungan protein : 37% Bobot 100 biji : 10 gram Kandungan lemak : 18% Produktivitas : 1.6 ton/ha
36
Varietas Anjasmoro Anjasmoro merupakan hasil seleksi massa dari populasi galur murni MANSURIA Galur : Mansuria 395-49-4 Warna hipokotil : ungu Warna epikotil : ungu Warna daun : hijau Warna biji : kuning Warna bulu : putih Warna bunga : ungu Warna kulit polong masak : coklat muda Warna kulit biji : kuning Warna hilum : kuning kecoklatan Tipe tumbuh : semi determinate Bentuk daun : oval Ukuran daun : lebar Perkecambahan : 76-78% Tinggi tanaman : 64-68 cm Jumlah cabang : 2.9-5.6 Jumlah buku batang utama : 12.9-14.8 Umur berbunga : 35.7 – 39.4 hari Umur polong masak : 82.5 – 92.5 hari Kandungan protein : 41.78% - 42.05% Bobot 100 biji : 14.8 gram – 15.3 gram Kandungan lemak : 17.12%- 18.6% Produktivitas : 2.03-2.25 ton/ha Varietas Tanggamus Tangamus merupakan persilangan tunggal antara kerinci dengan no 3911 Warna hipokotil : ungu Warna epikotil : hijau Warna daun : hijau Warna biji : kuning Warna bulu : coklat Warna bunga : ungu Warna kulit polong masak : coklat Warna kulit biji : kuning Tipe tumbuh : determinate Tinggi tanaman : 67 cm Umur berbunga : 35 hari Umur polong masak : 88 hari Kandungan protein : 44% Bobot 100 biji : 11 gram Kandungan lemak : 12.9% Produktivitas : 1.7 ton/ha
40
Lampiran 2. Sidik Ragam Ketahanan Benih Kedelai terhadap Pengusangan Cepat dengan Tolok Ukur DB Derajat Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Bebas 11 26472.53333 2406.59394 26.70 Lot (L) Kelompok 3 6812.26666667 2270.75556 25.19 33 4989.33333333 151.19191 Galat a 1.86 4 66106.00000 16526.50000 183.33 Waktu pengusangan (WP) 44 11874.80000 269.88182 2.99 L x WP 144 11702.40000 81.26667 Galat b 239 127957.3333 Total Terkoreksi KK=13.00% Lampiran 3. Sidik Ragam Ketahanan Benih Kedelai terhadap Pengusangan Cepat dengan Tolok Ukur IV Derajat Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Bebas 11 29011.93333 2637.44848 23.13 Lot (L) Kelompok 3 19403.40000 6467.80000 56.73 33 3811.80000 115.509091 0.79 Galat a 4 71466.93333 17866.73333 156.72 Waktu pengusangan (WP) 44 15245.06667 346.478790 3.04 L x WP 144 20948.80000 114.00610 Galat b 239 159887.9333 Total Terkoreksi KK=18.84% Lampiran 4. Sidik Ragam Ketahanan Benih Kedelai terhadap Pengusangan Cepat dengan Tolok Ukur KCT Derajat Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung Bebas 11 4799.92407 436.35673 39.18 Lot (L) Kelompok 3 1254.85077 418.28359 37.55 33 50.04760 15.395382 1.37 Galat a 4 10703.41554 2675.85388 240.24 Waktu pengusangan (WP) 44 1521.77438 34.58578 3.11 L x WP 144 1614.65728 11.13823 Galat b 239 20402.66964 Total Terkoreksi KK=13.89%
Pr>F <.0001 0.0001 <.0001 <.0001
Pr>F <.0001 0.0001 <.0001 <.0001
Pr>F <.0001 <.0001 <.0001 <.0001
38
Lampiran 5. Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Peubah Kandungan Karotenoid pada0Benih Kedelai Derajat Jumlah Kuadrat F Pr > F Sumber Bebas Kuadrat Tengah Hitung Lot
11
15.59436550
1.41766959
109.15
<.0001
Ulangan
3
0.03355250
0.01118417
0.86
0.4709
Galat
33
0.42860300
0.01298797
Total Terkoreksi
47
16.05652100
KK=14.64% Lampiran 6. Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Peubah Bobot 100 Butir 00000000000pada Benih Kedelai Derajat Jumlah Kuadrat F Sumber Bebas Kuadrat Tengah hitung Pr>F Lot benih
11
106.0183
9.63800
63.05
Ulangan
3
1.0247
0.34160
2.23
Galat
33
4.8915
0.15280
Total
47
111.9346
<.0001 0.1032
KK = 3.39%
Lampiran 7. Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Peubah Bobot Kering 00000000000Benih pada Benih Kedelai Derajat Jumlah Kuadrat F Sumber Bebas Kuadrat Tengah hitung Pr>F Lot (L)
11
0.6355
0.0577
25.38
<.0001
Ulangan
3
0.0073
0.0024
1.08
0.3772
Galat
33
0.0751
0.0022
Total
47
0.7179
KK = 5.32%
39
Lampiran 8. Sidik Ragam Pengaruh Lot Benih terhadap Peubah Daya Hantar 0000000000 Listrik pada Benih Kedelai Derajat Jumlah Kuadrat F Sumber Bebas Kuadrat Tengah hitung Pr>F Lot (L)
11
23036.8306
2094.2573
2.42
<.0247
Ulangan
3
1601.3270
533.7756
0.62
0.6093
Galat
33
28574.2393
865.8860
Total
47
53212.3969
KK = 27.01%