PRODUKSI DAN MUTU BENIH BEBERAPA VARIETAS KEDELAI LOKAL ACEH (Glycine max (L.) Merr.)DENGAN PEMBERIAN DOSIS MIKORIZA YANG BERBEDA PADA TANAH ENTISOL Rizki Ramadhana Putra1, Syafruddin2, Jumini2 1
Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Staff Pengajar Program Studi Agroteknologi Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh
2
ABSTRACT The aim of this study was to determine the effectof Aceh Soybean Local Varietiesand different doses of Mycorhiza on theproduction and seed quality, as well asthe interaction between both treatments. This research was conductedat the Experimental Farmof the Agriculture Faculty, Seed Scienceand Technology Laboratory and Plant Pathology Laboratory ofthe Agriculture Faculty, Syiah Kuala University from December2013 to March 2014 by using randomized block design (RBD) factorial with two treatments, the first treatment was varieties with three different varieties namely Bener Meriah, Kipas Merah and Anjasmoro, the second treatment wasdose ofmycorrhizal with four levels namely 0, 5, 10 and 15g/plant with three replications. The observed parameters were the number of pods/plant, number of podspithy/plant, number ofseeds/plant, seed weight/plant, weight of100 seeds, the potential of yieldper hectare, growth potential, seed germination, growth speed, growth simultaneity and weight of drynormal seedling.The results showedthat theKipas Merah varieties showed better results, but for the seed quality, Bener Meriah varieties show edbetter results. Whit the use ofmycorrhiza, dose of 10g/plant showed ``better resultson the root infection percentage parameters, while the other parameters, mycorrhiza doses howed nosignificant effect. Significant interaction between both factors iscontained in Anjas moro varieties with 5 g/plant mycorrhizal dose on the parameter rnumber of pods, seed weight, 100-seed weight and yield potentialper hectare, root infection percentage and growth simultaneity. Keyword: mycorrhiza, seed quality, soybean.
Kebutuhan akan kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan nilai gizi yang dibutuhkan, sementara produksi yang dicapai belum mampu mengimbangi kebutuhan tersebut, sehingga jalan alternatif harus ditempuh untuk memenuhi kebutuhan tersebut yaitu melalui impor kedelai yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Kenaikan volume impor ini membuktikan bahwa belum maksimalnya produksi kedelai di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan domistik (Sucofindo, 2010). Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kedelai adalah belum tersedianya benih yang berkualitas atau memiliki viabilitas yang bagus. Viabilitas benih merupakan salah satu aspek yang sangat terkait dengan varietas dan hara yang diberikan. Pada umumnya kecukupan hara dalam budidaya beberapa varietas kedelai dan dukungan faktor lainnya yang
1. PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max(L.) Merr.) Merupakan bahan pangan yang mengandung nutrisi yang sangat penting bagi manusia, seperti sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan juga serat. Susunan asam amino pada kedelai lebih lengkap dan seimbang dibanding kacang lainnya. Kandungan proteinnya setara dengan protein hewani dari daging, susu, dan telur. Produksi kedelai menurun dalam sepuluh tahun terakhir yang menyebabkan kekurangan bahan baku untuk industri pengolahan kedelai. Menurut catatan dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2014, produksi kedelai nasional pada tahun 2009 sebesar 974.512 ton, tahun 2010 sebanyak 907.031 ton, tahun 2011 sebanyak 851.286 ton, tahun 2012 sebanyak 779.771 ton dan tahun 2013 sebanyak 779.992. Dari data di atas jelas terlihat produksi kedelai nasional menurun setiap tahunnya. 37 Putra et al. (2016)
Jurnal Kawista 1 (1) : 37-44
akan menentukan viabilitas dengan indikasi utama tingginya potensi tumbuh, daya berkecambah dan keserampakan tumbuh (Supoto, 2002). Varietas merupakan salah satu faktor yang turut menentukan produksi dan mutu benih yang dihasilkan. Oleh karena itu penggunaan varietas lokal Aceh masih ditemukan pada sebagian petani. Hal ini dikarenakan varietas lokal Aceh mempunyai adaptasi yang sangat baik apabila dibudidayakan di Aceh. Beberapa varietas lokal Aceh yang di budidayakan pada saat ini antara lain Kipas Merah, Kipas Putih, Bener Meriah, dan Limbo.Varietas lokal juga juga sangat menentukan tinggi rendahnya produksi serta mutu benih yang dihasilkan. Dengan menggunakan varietas lokal Aceh yang mempunyai sifat adaptif pada lokasi seperti di Aceh maka produksi dan mutu benih akan bertahan. Untuk meningkatkan produksi dan viabilitas beberapa varietas benih kedelai. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah dengan pemberian mikoriza, karena dengan pemberian mikoriza dapat memperkuat sistim perakaran tanaman kedelai dalam menyerap unsur hara dan air (Mahdi, 2013). Madjid (2009) menyatakan, sedikitnya terdapat lima manfaat mikoriza bagi perkembangan tanaman yang menjadi inangnya, yaitu meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah, sebagai penghalang infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan inang terhadap kekeringan, meningkatkan hormon pemacu tumbuh, dan menjamin terselenggaranya siklus biogeokimia. Dosis mikoriza yang digunakan merupakan salah satu aspek terpenting, dengan menggunakan dosis yang tepat maka hasil yang diperoleh akan optimal. Dosis mikoriza yang direkomendasikan pada tanaman pangan, palawija, dan hortikultura sebanyak 10 g per tanaman dan diberikan pada saat penanaman (Bima, 2011). Tanah Entisol mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi dan kaya akan unsur hara tapi belum tersedia. Dengan bantuan aktivitas mikoriza dapat akan dapat mengatasi masalah yang ada pada tanah
tersebut, yaitu membatu untuk tersedianya unsur hara sehingga produksi dan mutu benih kedelai akan menjadi sangat baik. Musfal (2008) menyatakan bahwa tanaman yang terinfeksi mikoriza mampu menyerap unsur P yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang tidak terinfeksi. Tingginya serapan P oleh tanaman yang terinfeksi mikoriza disebabkan hifa mikoriza mengeluarkan enzim fosfatase sehingga P yang terikat di dalam tanah akan terlarut dan tersedia bagi tanaman. Berdasarkan permasalahan diatas, maka perlu dilakukan suatu penelitian mengenai penggunaan beberapa varietas kedelai lokal Aceh dan dosis mikoriza terhadap produksi dan mutu benih kedelai.
2. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih dan Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh sejak Desember 2013 hingga Maret 2014. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Benih kedelai varietas lokal Aceh yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai varietas Kipas Merah, Bener Meriah dan Anjasmoro (pembanding). Pupuk kandang sebanyak 108 kg, pupuk Urea, SP-36 dan KCl sebanyak 121.32 g, 182.16 g dan 121.32 g.Mikoriza jenis Glomus moseae sebanyak 4.3 kg. Pewarna untuk mewarnai mikoriza merk Quick Parker sebanyak satu botol. HCL 5% untuk melunakkan akar kedelai sebanyak 0.5 L. KOH 10% untuk memutihkan akar tanaman, diperlukan sebanyak 0.5 L, cangkul, cangkul kecil, garu, meteran, timbangan analitik, pisau, kalkulator, cawan petri, pinset, mikroskop, jangka sorong, tali rafia serta alat tulis menulis yang diperlukan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial. Faktor yang diteliti yaitu kedelai varietas lokal Aceh (V) dan dosis mikoriza (D). Faktor varietas yang dicobakan terdiri atas tiga taraf, yaitu: Bener Meriah (V1), Kipas Merah (V2) dan Anjasmoro (V3). Sedangkan faktor perlakuan dosis mikoriza yang dicobakan terdiri atas empat taraf 38
Putra et al. (2016)
Jurnal Kawista 1 (1) : 37-44
yaitu: Kontrol (D0), 5 g per tanaman(D1),10 g per tanaman(D2), 15 g per tanaman(D3). Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan. Masing- masing kombinasi perlakukan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Pengolahan data dengan menggunakan analisis anova. 2.1. Pengolahan Tanah.
D2 = 10 g per tanaman dan D3 = 15 g per tanaman,kemudian lubang tanam ditutup kembali dengan tanah. 2.5. Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakukan yaitu: penyiraman yang dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari, disesuaikan dengan keadaan cuaca di lapangan; penyiangan dan pembumbunan untuk membersihkan gulma-gulma dan memperbaiki drainase, peredaran udara, memperkuat tumbuhnya tanaman, dan memelihara struktur tanah tetap gembur. 2.6. Pemanenan Panen dilakukan pada saat kedelai berumur sekitar 90 - 110 hari setelah tanam (sesuai varietas). Kedelai bisa dipanen setelah daun mulai menguning dan berguguran bukan karena penyakit, batang agak kuning kecoklatan dan gundul.polong mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak. Panen dapat dilakukan dengan memotong pangkal batang tanaman. 2.7. Pengamatan persentase akar terinfeksi mikoriza Sukidaknyarno (1999) dalam Nirmalasari (2005), menyatakan bahwa untuk melihat ada tidaknya asosiasi antara cendawan dengan sampel akar dilakukan staining (pewarnaan) akar, langkah-langkah yang harus dilakukan yaitu: Tanaman yang telah berumur 45 HST (akhir masa vegetatif) dicabut dan akarnya dipotong-potong dengan panjang 2 cm untuk dijadikan sampel, akar dari setiap tanaman dicuci dengan menggunakan aquades sampai bersih, kemudian direndam dengan larutan KOH 10% selama 24 jam untuk memutihkan akar, Setelah akar dicuci sampai bersih, kemudian direndam dengan menggunakan HCl 5% selama 24 jam agar akar menjadi lunak, kemudian akar direndam dengan menggunakan larutan biru ypan (Quick Parker) selama 24 jam,setelah itu
Pengolahan tanah pertama dilakukan dengan menggunakan cangkul dibuat bedengan-bedengan percobaan dengan ukuran bedeng 1.5 m x 1.5 m sebanyak 36 bedeng, jarak antar bedeng 50 cm yang berfungsi sebagai saluran drainase. 2.2. Pemupukan Pupuk dasar digunakan pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan yang telah terdekomposisi. Dosis pupuk kandang digunakan 3 kg per bedeng setara 5 ton ha-1. Pemberian pupuk kandang dilakukan seminggu sebelum tanam dengan cara meratakan pupuk kandang dengan tanah. Sedangkan pemberian pupuk anorganik diberikan 30% dosis anjuran yaitu Urea 15 kg ha-1 (3.37 g per bedeng), KCl 22.5 kg ha-1 (5.06 g per bedeng), SP 36 15 kg ha-1 (3.37 g per bedeng), pupuk Urea diberikan setengah dosis pada saat penanaman, sedangkan setengah dosis lagi pada dua minggu setelah tanam, pupuk KCl dan SP36 pada saat penanaman dengan cara melarutkan pupuk ke dalam 8 L air kemudian disiram pada lubang tanam sebanyak 0.5 l setiap lubang tanam. 2.3. Penanaman Benih kedelai ditanam dengan cara membuat lubang tanam sedalam 23 cm, setiap lubang tanam diisi sebanyak dua benih. Dengan jarak tanam yang digunakan 30 x 30 cm. Selanjutnya lubang tanam ditutup tanah. 2.4. Pemberian Mikoriza Mikoriza diberikan ke dalam lubang tanam pada saat penanaman dengan dosis yang dicobakan, yaitu D0= tanpa mikoriza, D1 = 5 g per tanaman, 39 Putra et al. (2016)
Jurnal Kawista 1 (1) : 37-44
direndam kembali dalam aquades agar permukaan akar bersih dari warna tinta, diambil lima Akar kedelai yang sudah diberi pewarnaan secara acak dan diletakkan diatas kaca preparat, kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop NIKON dengan pembesaran 100-400 kali, persentase akar terinfeksi ditentukan dengan membandingkan jumlah akar yang dijadikan sampel dengan jumlah akar yang terinfeksi. 2.8. Pengamatan produksi.
bahwa pada saat hitungan pertama kecambah normal sudah mencapai 100%. Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan total tambahan kecambah normal setiap hari. Keserampakan tumbuh (Kst) diperoleh dengan menghitung jumlah kecambah normal diantara pengamatan hari ke-3 dan hari ke-5 dan dinyatakan dalam persen. 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pengaruh Varietas Hasil analisis ragam (Uji F) menunjukkan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah polong/tanaman, jumlah polong bernas, jumlah biji/tanaman, berat 100 biji dan berat kering kecambah normal. Varietas juga berpengaruh nyata terhadap infeksi mikoriza pada akar tanaman, berat biji per tanaman, prediksi hasil per hektar, potensi tumbuh, daya berkecambah, keserempakan tumbuh dan kecepatan tumbuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas yang lebih baik dijumpai pada varietas Anjasmoro (V3). Hal ini terlihat pada beberapa parameter yang telah diamati seperti jumlah polong, jumlah polong bernas, jumlah biji, berat biji dan prediksi hasil perhektar. Namun untuk uji viabilitas, varietas yang terbaik dijumpai pada varietas Bener meriah (V1).Rata-rata parameter pengamatan perlakuan berbagai varietas lokal Aceh dapat dilihat pada Tabel 1. Anjasmoro (V3) dapat menunjukkan respon terhadap hasil tanaman kedelai disebabkan karena adanya perbedaan sifat genetik dengan varietas lainnya. Wangiyana et al. (2011) menyatakan pada proses fisiologis tanaman kedelai, yang mendukung pertumbuhan adalah faktor genetik menurut varietasnya, yang pada akhirnya juga mendukung proses pengisian biji sehingga meningkatan hasil biji kedelai. Begitu juga yang terjadi pada varietas Bener Meriah (V2) yang menujukkan respon terhadap viabilitas. Menurut Sadjad (1993) dalam Rizal (2013), perbedaan daya tumbuh antar varietas yang berbeda ditentukan oleh faktor genetik. Anjasmoro (V3) diduga telah mampu beradaptasi dengan baik terhadap
Setelah tanaman dipanen dilakukan pengamatan terhadap produksi tanaman kedelai. Jumlah polong per tanaman diamati dengan cara dihitung jumlah polong pada tanaman sampel kemudian dirata-ratakan. Jumlah polong bernas per tanaman diamati dengan cara dihitung jumlah polong yang berisi pada tanaman sampel kemudian dirata-ratakan. Jumlah biji/tanaman diamati dengan caradihitung seluruh jumlah biji tanaman sampel kemudian dirata-ratakan. Berat biji per tanaman diamati dengan caraditimbang beratbiji pada tanaman sampel kemudian dirata-ratakan.Berat 100 biji diamati dengan caradiambil biji kedelai secara acak sebanyak 100 biji kemudian ditimbang beratnya kemudian dirata-ratakan.Hasil per hektar ditentukan dengan cara menghitung populasi hasil tanaman per hektar dikalikan dengan hasil per tanaman. 2.9. Pengujian viabilitas benih (mutu
benih). Pengujian viabilitas benih dilakukan setelah pemanenan dimana benih tanaman kedelai hasil dari setiap perlakuan diuji kembali dilaboratorium. Metode yang digunakan adalah Uji Kertas Digulung Didirikan Dengan Plastik (UKDdp).Potensi Tumbuh (PT) diamati dengan cara menghitung semua benih yang berkecambah pada hari terakhir pengamatan (5HST). .Daya Kecambah (%) dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN) hitungan pertama yaitu hari ke 3 setelah tanam (HST) + nilai kecambah normal pengamatan kedua (5 HST).Kecepatan tumbuh (KCT) diperoleh dari asumsi 40 Putra et al. (2016)
Jurnal Kawista 1 (1) : 37-44
kondisi lingkungan tempat tumbuhnya terutama didataran rendah, baik faktor tanah maupun faktor cuaca, jika dibandingkan dengan varietas Bener Meriah (V1) dan Kipas Merah (V2). Simatupang (1997) menyatakan bahwa
meningkatnya produksi suatu varietas disebabkan karena varietas tersebut mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan tumbuhnya, meskipun secara genotipe varietas lain mempunyai potensi produksi yang baik pula.
Tabel 1. Rata-rata parameter pengamatan perlakuan berbagai varietas lokal Aceh Varietas Kipas Parameter pengamatan Bener Anjasmoro Merah Meriah(V1) (V3) (V2) 43,33 43,33 28,33 Persentase Infeksi akar tanaman (37,16 b) (37,06 b) (28,06 a) (%) Produksi Jumlah Polong (buah) 136,92 a 179,78 b 166,33 b Jumlah Polong Bernas (buah) 70,79 a 98,42 b 91,67 b Jumlah Biji (biji) 129,79 a 211,13 b 163,33 ab Berat Biji (g) 11,71 a 15,41 b 14,67 ab Berat 100 Biji (g) 9,21 b 7,20 a 9,07 b Potensi Hasil (ton/ha) 1,29 a 1,70 b 1,60 ab Mutu Benih Potensi Tumbuh (%) 100 b 97 ab 93,83 a Daya Berkecambah (%) 92,67 b 84 a 85 ab Kecepatan Tumbuh (%) 27,62 b 24,43 a 25,8 ab Keserempakan Tumbuh(%) 84,33 b 72,67 a 73,67 a Berat Kering Kecambah Normal (g) 0,06 ab 0,05 a 0,08 b
BNJ 0,05
7,97 21.61 19,91 39,55 3,08 1,04 0,44 5,44 8,57 3,03 10,27 0,02
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 0.05 (Uji BNJ); data yang didalam kurung merupakan data yang telah ditransformasi menggunakan 1
transformasiarcsin (𝑥 = arcsin√4𝑛 %)
tanah lainnya seperti rhizobium yang terdapat pada bintil akar tanaman kacangkacangan. Semakin banyak jumlah mikoriza maka semakin tinggi pula kemampuan mikoriza untuk menginfeksi akar tanaman, tetapi bila mikoriza diaplikasikan melewati batas toleran, maka persentase infeksi akar dan populasi spora mikoriza pada akar tanaman akan menurun. Sedangkan pada parameter lainnya yaitu produksi dan mutu benih perbedaan dosis mikoriza tidak memberikan hasil yang nyata, hal ini diduga karena pada lahan tersebut tidak memiliki masalah yang terlalu berarti baik dalam hal kecukupan unsur hara, patogen akar, suhu, kekeringan maupun hal lainnya, sehingga kerja mikoriza tidak optimal. Sasli (2004) menyatakan mikoriza dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman sehingga meningkatkan hasil pada lahan yang kondisinya kurang menguntungkan.
3.2. Pengaruh dosis mikoriza Dosis mikoriza berpengaruh sangat nyata terhadap infeksi akar. Namun demikian, dosis mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong/tanaman, jumlah polong bernas/tanaman, jumlah biji/tanaman, berat biji/tanaman, berat 100 biji, potensi hasil perhektar, potensi tumbuh, daya berkecambah, keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh dan berat kering kecambah normal. Rata-rata parameter pengamatan perlakuan perbedaan dosis mikoriza dapat dilihat pada table 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dosis mikoriza berpengaruh pada persentase infeksi akar tanaman oleh mikoriza, persentase infeksi mikoriza pada akar tanaman kedelai lebih tinggi terdapat pada dosis 10 g/tanaman, menurut Djazuli (2011), Aplikasi mikoriza meningkatkan jumlah populasi spora dan persentase infeksi mikoriza di dalam akar. Fenomena ini juga terjadi pada mikroba
41 Putra et al. (2016)
Jurnal Kawista 1 (1) : 37-44
Tabel 2. Rata-rata parameter pengamatan perlakuan mikoriza dengan dosis yang berbeda Parameter pengamatan
0 (D0) 0,00 (0,15 a)
Dosis Mikoriza (g/tanaman) 5 (D1) 10 (D2) 40,00 48,89 (38,83 b) (44,01 bc)
15 (D3) 64,44 (53,4 c)
BNJ 0,05
Persentase Infeksi akar 10,18 tanaman (%) Produksi Jumlah Polong (buah) 168,78 163,78 154,44 162,44 Jumlah Polong Bernas (buah) 85,39 89,17 84,39 88,89 Jumlah Biji (biji) 157,28 167,33 168,67 179,06 Berat Biji (g) 13,00 14,87 13,54 14,31 Berat 100 Biji (g) 8,33 9,11 8,19 8,34 Potensi Hasil (ton/ha) 1,43 1,64 1,49 1,56 Mutu Benih Potensi Tumbuh (%) 96,00 96,89 96,89 98,00 Daya Berkecambah (%) 88,00 86,67 86,67 87,56 Kecepatan Tumbuh (%/) 25,77 25,33 25,51 27,19 Keserempakan Tumbuh (%) 77,33 76,89 74,67 78,67 Berat Kering Kecambah Normal (g) 0,065 0,063 0,067 0,062 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 0.05 (Uji BNJ); data yang didalam kurung merupakan data yang telah ditransformasi menggunakan transformasi arcsin (𝑥 = arcsin√
1
4𝑛
%)
Menurut hasil penelitian Wangiyana et al. (2011) kedua faktor perlakuan (varietas dan mikoriza) menunjukkan interaksi yang nyata pada variabel utama komponen hasil tanaman kedelai, yaitu jumlah biji dan berat berangkasan kering.Adanya interaksi ini menunjukkan adanya perbedaan respon antar varietas kedelai yang diuji terhadap perlakuan inokulasi mikoriza.Mikoriza berperan dalam membantu penyerapan unsur hara, terutama P dan unsur-unsur hara yang memiliki sifat “immobile” lainnya.Pada tanah pertanian yang suburpun, banyak jenis tanaman tidak mampu menyerap cukup P, Zn dan Cu apabila tidak dengan bantuan infeksi mikoriza. Hasil penelitian Dhillion and Ampornpan (1992) menunjukkan bahwa FMA membantu tanaman inangnya menyerap P, K, Ca, Fe, Cu, Na, B, Zn, Al, Mg dan S. Smith dan Read (2008) dalam wangiana (2011) mengemukakan, adanya peningkatan serapan N oleh tanaman yang bermikoriza dibandingkan tanpa mikoriza.
3.3. Interaksi Rata-rata interaksi berbagai varietas lokal Aceh dan perbedaan dosis mikoriza dapat dilihat pada tabel 3. Hasil uji F pada analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang sangat nyata antara varietas dengan dosis mikoriza pada parameter jumlah polong, interaksi nyata pada infeksi mikoriza, berat polong, berat biji, berat 100 biji, potensi hasil perhektar dan keserempakan tumbuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi tertinggi terdapat pada varietas Anjasmoro dengan dosis mikoriza 5 g/tanaman pada parameter jumlah polong, berat biji, berat 100 biji dan potensi hasil perhektar, varietas Anjasmoro juga memiliki interaksi tertinggi pada dosis mikoriza 15 g/tanaman pada parameter infeksi akar tanaman dan keserempatan tumbuh. Hal ini memberikan indikasi bahwa varietas Anjasmoro lebih responsif terhadap mikoriza terutama pada dosis 5 g/tanaman, bila dibandingkan varietas Bener Meriah dan Kipas Merah.
42 Rizki Ramadhana Putra et al. (2016)
Jurnal Kawista 1 (1) : 37-44
Tabel 3. Rata-rata Interaksi perlakuan beberapa kedelai varietas lokal Aceh dan mikoriza dengan dosis yang berbeda Dosis Mikoriza (g/tanaman) Varietas 0 (D0)
5 (D1)
10 (D2)
15 (D3)
BNJ 0,05
Infeksi Mikoriza 0,00 (0,15Aa)
Bener Meriah
46,67 (42,82Ba)
60,00 (50,76 Ba)
66,67 (54,93 Ba)
46,67 (42,82Ba) 26,67 (30,84Ba)
66,67 (54,52 Bb) 20,00 (26,74 Ba)
60,00 (50,76 Ba) 66.67 (54,52 Ca) 113,67 Aa 193,00 Ab 180,67 ABb
0,00 (0,15Aa) 0,00 (0,15Aa)
Kipas Merah Anjosmoro
33,17
Jumlah Polong Bener Meriah Kipas Merah
160,33 Ba 184,33 Aa
130,67 ABa 161,67 Aab
143 ABa 177,33 Aa
Anjosmoro
142,67 Aa
199,00 Bb
143,00 Aa
11.70 Aa 14.79 Aa 12.52 Aa
10.48 Aa 13.47 Aab 20.65 Bb
11.91 Aa 15.38 Aa 13.34 ABa
12.75 Aa 17.99 Aa 12.18 Aa
7.64
9.15 Aa 6.83 Aa 9.00 ABa
8.78 Aab 7.32 Aa 11.24 Bb
9.29 Aa 7.05 Aa 8.23 Aa
9.63Aa 7.59 Aa 7.80 Aa
2.58
1.29 Aa 1.63 Aa 1.38 Aa
1.15 Aa 1.48 Aab 2.28 Bb
1.31 Aa 1.69 Aa 1.47 ABa
1.41 Aa 1.98 Aa 1.29 Aa
78.67 Aa 69.33 Aa 84,00 Aa
77.33 Aa 73.33 Aa 80,00 Aa
86.67 Aa 65.33 Aa 72,00 Aa
94.67 Ab 82.67 Aab 58.67 Aa
Berat Biji Bener Meriah Kipas Merah Anjosmoro Berat 100 Biji Bener Meriah Kipas Merah Anjosmoro Potensi Hasil Perhektar Bener Meriah Kipas Merah Anjosmoro Keserempakan tumbuh Bener Meriah Kipas Merah Anjosmoro
53,62
0.87
25,45
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% (BNJ, 0,05); data yang didalam kurung merupakan data yang telah ditransformasi menggunakan transformasi arcsin 1
(𝑥 = arcsin√4𝑛 %); huruf kapital notasi pada baris, huruf kecil notasi pada kolom.
tanaman kedelai varietas lain pada tanah kritis.
4. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa varietas Kipas Merah memberikan hasil yang lebih baik, tapi tidak lebih baik apabila dibandingkan dengan varietas Lokal Nasional Anjasmoro, namun untuk mutu benih, varitas Bener Meriah menunjukan hasil yang lebih baik. Dosis mikoriza yang lebih baik dari 4 taraf perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu pada dosis 10 g/tanaman.Terdapat Interaksi yang nyata antara kedelai varietas lokal dan dosis mikoriza pada jumlah polong dan interaksi yang nyata pada parameter berat biji, berat 100 biji, potensi hasil per hektar dan keserempakan tumbuh. Kombinasi antara varietas Anjasmoro dengan dosis mikoriza 5 g/tanaman menunjukkan interaksi terbaik. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis mikoriza yang berbeda pada
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2014. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.ph p?kat=3/, diakses pada tanggal 7 Maret 2014. Bima. 2011. Cara Aplikasi Pupuk Mikoriza. http://zonamikoriza.blogspot.com/. Diakses pada 17 September 2013. Dhillion, S. S., L. Ampornpan,. 1992. The Influeence of Inorganic Nutrient Fertilization on the Growth, Nutrient Composition and Versicular-arbuscularMycorrhizal Colonization of Pretransplant Rice (Oryza sativa L.) Plants. Biol. Fertil. Soils 3, 85-91. Djazuli, M. 2011, Pengaruh Pupuk P dan Mikoriza Terhadap Produksi dan Mutu SimplisiaPurwoceng, Bul. Littro, “22” No. 2, hal 154. 43
Rizki Ramadhana Putra et al. (2016)
Jurnal Kawista 1 (1) : 37-44
Madjid,
A. 2009.Dasar-Dasar Ilmu Tanah.Bahan Ajar Online. Fakultas Pertanian Unsri& Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang. Propinsi Sumatera Selatan. Indonesia. Mahdi, S. 2012. Viabilitas dan Vigor Bibit Cabai (Capsicum annum L.)Akibat Perbedaan Cara Aplikasi dan Dosis Mikoriza. Fakultas Pertanian Unsyiah. Banda Aceh. Musfal. 2008. Efektivitas cendawan mikorizaarbuskula (CMA) terhadap pemberian pupuk spesifik lokasi tanaman jagung pada tanah Inseptisol. Tesis, Universitas Sumatera Utara. Medan Nirmalasari. 2005. Keberadaan Cendawan MikorizaArbuskula (CMA) Pada tegakan Durian (DuriozibethinusMurr.). Skripsi Fakultas Kehutanan UNTAN. Pontianak. Purwono dan H. Purnamawati. 2007. Budidaya Delapan Jenis Tanaman Pangan Unggul, Penebar Swadaya. Jakarta. Rizal, C. 2013. Pengaruh Varietas dan Pupuk Petroganik Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Viabilitas Benih Jagung (Zea mays L.). Fakultas Pertanian Unsyiah. Banda Aceh. Rukmana, R., dan Y. Yuniasih. 1996. Kedelai Budidaya dan Pascapanen.Kanisius. Yogyakarta Rukmana.1997. Usaha Tani kedelai.Kanisius.Yogyakarta.104 hlm. Sasli, I. 2004. Peranan MikorizaVersikulaArbuskula (MVA) dalam Peningkatan Resisitensi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan. Makalah Pribadi. Pengantar ke Falsafah Sains.Sekolah Pasca sarjana.Institut Pertanian Bogor. Bogor. Setiadi, Y. 2003. Arbuscular mycorrhiza linokulum production. Program dan Abstrak Seminar dan Pameran: Teknologi Produksi dan Pemanfaatan Inokulan Endo-
Ektomikoriza untuk Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. pp 10. 16 September 2003. Bandung. Simatupang, S. 1997. Sifat dan Ciri-ciri Tanah.Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sucofindo. 2010. Swasembada belum efektif, impor kedelai Indonesia malah naik 33,96%. http://www.sucofindo.co.id/?menui d=15&pubid=836. Diakses pada 31 Maret 2014. Subsiska, I.G.M. 2002.Pemanfaatan Mikoriza untuk Lahan Kritis.Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Suprapto. 1999. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. Tajdo, M. 2012. Kedelai dan Peranannya di Indonesia.http://www.fajar.co.id/re ad-20120730214939-kedelai-danperanannya-di-indonesia. Diakses pada 7 maret 2013. Wangiana, W., A. Apriani dan N. Farida. 2011.Respon Berbagai Varietas Kedelai (Glycine max (l.) Merril) Terhadap Sterilisasi Tanah dan Inokulasi dengan MikorizaArbuskular.Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram Widari. 2007. Tanggap Kedelai (Glycine max L.) Terhadap Inokulasi MikorizaMesikularArbuskular pada Berbagai tingkat Cekaman Kekeringan. Skripsi Fakultas Pertanian USU. Medan.
44 Putra et al. (2016)
Jurnal Kawista 1(1):37-44