UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK ETANOL BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP TIKUS GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN
MAKALAH
Oleh:
YUNITA EBRILIANTI OKTARIA K100090151
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2013
UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK ETANOL BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP TIKUS GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN ANTIDIABETIC ACTIVITY OF ETHANOL EXTRACT OF AVOCADO SEEDS (Persea americana Mill.) ON RATS WISTAR STRAIN INDUCED BY ALLOXAN Yunita Ebrilianti Oktaria *, EM Sutrisna, Tanti Azizah Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I, Pabelan, Kartasura, Surakarta 57102 *Email:
[email protected]
ABSTRAK Biji alpukat mengandung flavonoid yang diduga memiliki potensi sebagai antidiabetes. Beberapa mekanisme flavonoid dalam menurunkan kadar glukosa darah adalah mengurangi penyerapan glukosa dan meningkatkan sekresi insulin. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui aktivitas antidiabetes ekstrak etanol biji alpukat (Persea americana Mill) terhadap tikus galur wistar yang diinduksi aloksan. Metode penelitian ini adalah pre and post control group design. Dua puluh lima ekor tikus dibagi dalam 5 kelompok perlakuan. Kelompok I (kontrol negatif) diberi aquadest, kelompok II (kontrol positif) diberi Glibenklamid 0,45 mg/kg BB, kelompok III, IV dan V diberi ekstrak etanol biji alpukat, dengan dosis 300, 600 dan 1200 mg/kg BB. Sebelumnya tikus diberi diinduksi aloksan 150 mg/kg BB secara intraperitoneal, 3 hari kemudian tikus yang kadar glukosa darahnya ±200 mg/dL digunakan untuk penelitian. Perlakuan terhadap tikus dilakuakn selama 7 hari dengan 3 kali pengambilan darah yaitu hari ke-0,3 dan 10. Ekstrak etanol biji alpukat (Persea americana Mill) dosis 300 mg/kg BB, 600 mg/kg BB, dan 1200 mg /kg BB mempunyai aktivitas antidiabetes terhadap tikus galur wistar yang diinduksi aloksan dengan dosis optimal 1200 mg/kg BB yaitu menurunkan sampai kadar rata-rata 134,8±27,2 mg/dL. Kata Kunci : Antidiabetes, Persea americana Mill., Glukosa Darah, Aloksan ABSTRACT Avocado seed contains flavonoids that allegedly have potential as an antidiabetic. Several mechanisms of flavonoids in lowering blood glucose levels is to reduce the absorption of glucose and increase secretion of insulin. The purpose of this study was to determine the antidiabetic activity of the ethanol extract of avocado seeds (Persea americana Mill.) on rats wistar strain induced by alloxan. The research method is the pre and post control group design. Twenty-five rats were divided into 5 treatment groups. Group I (negative control) were treated aquadest, group II (positive control) were treated glibenclamide 0.45 mg /kg BW, group III, IV and V were treated ethanol extract of avocado seed, at a dose of
1
300, 600 and 1200 mg/kg BW. Before, rats induced by alloxan 150 mg/kg BW intraperioneally, three days later, the rats blood glucose levels ± 200 mg / dL is used for research. Treatment of rats conducted for 7 days with 3 time the blood sampling at 3,7, 10 day. The ethanol extract of avocado seeds (Persea americana Mill) dose of 300 mg/kg BW, 600 mg/kg BW, and 1200 mg/kg BW have antidiabetic activity on rats wistar strain induced by alloxan with optimal dose 1200 mg/kg BW could decrease blood glucose until 134,8±27,2 mg/dL. Key word: Antidiabetic, Persea americana Mill., Blood Glucose, Alloxan
PENDAHULUAN Diabetes melitus merupakan sindrom metabolik paling umun di seluruh dunia dengan angka kejadian 1-8%. Penyakit ini muncul ketika insulin tidak cukup di produksi atau insulin tidak dapat berfungsi dengan baik. Diabetes ditandai dengan hiperglikemi (elevasi kadar glukosa darah) yang menyebabkan berbagai gangguan metabolik jangka pendek dalam metabolisme lemak dan protein dan jangka panjang menyebabkan perubahan aliran kadar yang irreversibel. Manifestasi jangka panjang dari diabetes adalah dapat menyebabkan beberapa komplikasi mikrovaskuler maupun makrovaskuler (Brahmachari, 2011). Ada empat jenis diabetes melitus, yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes gestasional dan diabetes tipe spesifik lainnya (Ramachandran dan Snehalatha, 2009). Gejala-gejala karakteristik diabetes melitus meliputi, kehausan berlebihan, polyphagia, polyurea, kehilangan berat badan, sering terjadinya bisul, gatal di anggota badan, dan impotensi (WHO, 2003). Beberapa tahun terakhir, metabolit sekunder tanaman telah banyak diteliti sebagai sumber agen obat (Khrisnaraju dan Sundraju, 2005). Pengobatan diabetes melitus dapat dilakukan secara medis dengan obat-obatan modern dan suntikan tetapi karena tingginya biaya pengobatancara medis ini terkadang sulit dilakukan. Diabetes melitus juga dapat diatasi dengan pengobatan alami dengan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat. Tanaman berkhasiat obat dapat diperoleh dengan mudah, dapat dipetik langsung untuk pemakaian segar atau dapat dikeringkan. Oleh karena itu, pengobatan tradisional dengan tanaman obat menjadi langkah alternatif untuk mengatasinya (Wijayakusuma, 2004). Persea
2
americana Mill (lauraceae) adalah salah satu dari 150 varietas alpukat pir. Pohon ini banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis (Lu et al, 2005). Daun alpukat mengandung flavonoid, saponin, katekat, tanin, dan triterpenoid (Maryati, 2007). Menurut hasil skrining fitokimia yang dilakukan oleh Zuhrotun (2007) terhadap simplisia dan ekstrak etanol biji alpukat bentuk bulat menunjukkan adanya senyawa golongan polifenol, tanin, flavonoid, triterpenoid, kuinon, monoterpenoid, dan seskuiterpenoid, sedangkan saponin hanya terdeteksi dalam ekstrak. Flavonoid inilah yang diduga sebagai agen antidiabetes. Flavonoid adalah senyawa organik alami yang ada pada tumbuhan secara umum. Flavonoid alami banyak memainkan peran penting dalam pencegahan diabetes dan komplikasinya (Jack, 2012). Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai gugus hidroksil atau gula , sehingga dapat larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dan air (Markham, 1988). Sejumlah studi telah dilakukan untuk menunjukkan efek hipoglikemik dari flavonoid dengan menggunakan model eksperimen yang berbeda, hasilnya tanaman yang mengandung flavonoid telah terbukti memberi efek menguntungkan dalam melawan penyakit diabetes melitus, baik melalui kemampuan mengurangi penyerapan glukosa maupun dengan cara meningkatkan toleransi glukosa (Brahmachari, 2011). Selain itu biji alpukat juga mengandung asam tannik, gallotannin, atau coritagin yang mempunyai kemampuan sebagai adstringen (Imroatossalihah, 2002), yaitu dapat mempresipitasikan protein selaput lendir usus dan membentuk suatu lapisan yang melindungi usus, sehingga menghambat penyerapan glukosa sehingga laju peningkatan glukosa darah tidak terlalu tinggi (Suryawinoto, 2005). Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Monica (2006) terhadap air seduhan biji alpukat untuk mengetahui kemampuan bji alpukat dalam menurunkan kadar glukosa darah. Selain itu, Zohrotun (2007) telah melalukan pengujian antidiabetes terhadap ekstrak etanol biji alpukat bentuk bulat pada tikus dengan metode toleransi glukosa menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji alpukat dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus. Berdasarkan penelitian tersebut, penelitian tentang biji alpukat sebagai antidiabetes menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tidak hanya dengan model uji toleransi glukosa (UTGO),
3
namun juga membuat tikus tersebut diabetes dengan diinduksi aloksan sehingga tingginya kadar glukosa darah dapat bertahan lebih lama. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai manfaat ekstrak etanol biji alpukat (Persea americana Mill) sebagai obat antidiabetes.
METODE PENELITIAN Alat Alat-alat
yang
digunakan
adalah
spektrofotometer
UV-Vis
(Stardust/vitalab), kuvet, timbangan hewan, neraca analitik (precisa), minispin ependorf (hamburg), rotary evaporator (stuart), corong Buchner, waterbath (memmert), mikropipet (socorex), tabung ependorf, vortex, spuit injeksi, sonde lambung, holder dan alat-alat gelas.
Bahan Bahan- bahan yang digunakan aloksan monohidrat dosis 150 mg/kg BB, aquabidest steril for injecion, CMC-Na, ekstrak etanol biji alpukat, tikus putih jantan galur wistar sehat, umur 2-3 bulan, berat 150-300 gram, reagen kit GODPAP (Glucose Oksidase Phenol 4-Aminoantipirin) dari Diagnostic Systems Internasional (Diasys), etanol 96%
Identifikasi Biji Alpukat Identifikasi tanaman alpukat dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas
Farmasi
Universitas
Muhammadiyah
Surakarta,
yaitu
dengan
mencocokkan ciri-ciri morfologinya dengan pustaka.
Penyiapan Bahan Alpukat diambil dari salah satu pohon alpukat di desa Tumbukan Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu, bijinya diambil kemudian dicuci dengan air sampai bersih, dirajang kecil-kecil, dikeringkan, kemudian diserbuk dengan blender. Serbuk yang sudah jadi digunakan untuk ekstraksi.
4
Ekstraksi Biji Alpukat Ekstrak etanol biji alpukat dibuat dengan metode maserasi. Enam ratus (600) gram serbuk biji alpukat direndam dengan 6 L etanol 96% dalam bejana maserasi. Simplisia dimaserasi selama 3 hari dan terlindung dari cahaya matahari. Kemudian maserat yang telah jadi disaring menggunakan corong Buchner kemudian dievaporasi dan selanjutnya diuapkan diatas waterbath. Ampas dari maserasi pertama, kemudian diremaserasi kembali sebanyak dua kali.
Pembuatan Diabetes pada tikus Pembuatan diabetes pada tikus dilakukan dengan menginjeksikan aloksan monohidrat 150 mg/kg BB secara intraperitoneal pada tikus (Sujono dan Munawaroh, 2009). Larutan aloksan dibuat dengan cara melarutkan aloksan monohidrat dengan aquabidest steril for injection. Hari pertama kadar glukosa darah tikus diukur sebagai kadar glukosa awal, kemudian tikus diinjeksi aloksan secara intraperitoneal, lalu tiga hari setelah diinjeksi aloksan, kadar glukosa darah tikus diukur lagi untuk dibandingkan dengan kadar glukosa darah pada hari pertama, yaitu sebelum diinjeksi aloksan. Apabila terjadi kenaikan kadar glukosa darah tikus yaitu menjadi ±200 mg/dL, maka tikus dianggap sudah diabetes.
Dosis Ekstrak Etanol Biji Alpukat Dosis ekstrak etanol biji alpukat berturut-turut adalah 300 mg/kg BB tikus; 600 mg/kg BB tikus dan 1200 mg/kg BB tikus yang diberikan satu kali sehari secara peroral.
Uji aktivitas antidiabetes Hewan uji yang digunakan adalah sebanyak 25 ekor tikus. Cara pengambilan sampel didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Mulyadin (2012). Langkah pertama yang dilakukan adalah mengukur kadar glukosa darah tikus pada hari ke-0 (glukosa darah pre aloksan) yang sebelumnya tikus dipuasakan dulu selama 16 jam. Pengambilan darah dilakukan melalui vena
5
lateralis yang terdapat di ekor tikus dan kemudian di sentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 12.000 rpm untuk mendapatkan serumnya. Supernatannya diambil, dimasukkan ke dalam kuvet lalu ditambah 1000,0 µl campuran pereaksi DiaSys dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang. Kemudian blanko, standar dan sampel dibaca serapannya menggunakan stardust. Selanjutnya 25 ekor tikus ini diberi perlakuan aloksan monohidrat dengan dosis 150 mg/kg BB secara intraperitoneal. Setelah 3 hari, diukur lagi kadar glukosa darahnya (glukosa darah post aloksan), lalu dibandingkan dengan kadar glukosa darah pada hari pertama sebelum diberi aloksan. Apabila terjadi kenaikan kadar glukosa darah tikus yaitu menjadi ±200 mg/dL maka tikus dianggap sudah diabetes. Selanjutnya 25 ekor tikus ini dibagi dalam 5 kelompok perlakuan sebagai berikut: a.
Kelompok I
: sebagai kontrol negatif, hanya diberi aquadest selama 7 hari.
b.
Kelompok II
: sebagai kontrol positif, diberi Glibenklamid dosis 0,45
mg/kg BB selama 7 hari. c.
Kelompok III
: diberi ekstrak etanol biji alpukat dosis 300 mg/kg BB
selama 7 hari. d.
Kelompok IV : diberi ekstrak etanol biji alpukat dosis 600 mg/kg BB selama 7 hari.
e.
Kelompok V
: diberi ekstrak etanol biji alpukat dosis 1200 mg/kg BB
selama 7 hari. Selanjutnya setelah tujuh hari diberi perlakuan, kadar glukosa darah tikus diukur kembali untuk dibandingkan dengan kadar glukosa darah setelah diberi aloksan pada hari ketiga. Setelah semua data didapatkan, data diuji statistik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi tanaman dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman yang diteliti sesuai dengan pustaka tanaman alpukat dilihat dari morfologinya yaitu biji bulat dengan diameter 2-5 cm dan keping biji putih kemerahan (Backer dan van den Brink, 1965). Hal ini sesuai dengan hasil identifikasi yang telah dilakukan yang menunjukkan bahwa tanaman yang diteliti benar-benar tanaman alpukat.
6
Ekstraksi dengan metode maserasi dilakukan menggunakan pelarut etanol 96%, karena flavonoid yang terkandung dalam biji alpukat bersifat polar, sehingga diperlukan pelarut yang bersifat polar juga. Hal ini sesuai dengan hukum like disolve like (Markham, 1988). Hasil rendemen dari biji alpukat adalah 0,205 yaitu berat simplisia kering 600 gram dan berat ekstrak kental adalah 123,42, ini artinya 1 gram simplisia kering setara dengan 0,205 gram ekstrak kental biji alpukat. Penelitian ini dilakukan pada 25 ekor tikus putih galur wistar yang dibagi dalam 5 kelompok perlakuan. Kelompok pertama merupakan kelompok kontrol negatif di mana tikus diinduksi aloksan dan kemudian hanya diberi aquadest. Kelompok kedua merupakan kontrol positif yaitu tikus diberi obat antidiabetes golongan sulfonilurea yaitu glibenklamid. Kelompok ketiga, keempat dan kelima merupakan kelompok perlakuan dosis, yaitu berturut turut 300 mg/kg BB, 600 mg/kg BB dan 1200 mg/kg BB. Pengukuran kadar glukosa darah awal tikus dilakukan pada hari ke nol (GD1). Pengujian antidiabetes ekstrak etanol biji alpukat ini menggunakan induksi aloksan dengan dosis 150 mg/kg BB. Menurut Szkudelski (2001), aloksan dan streptozotocin merupakan agen diabetogenik yang cukup memadai untuk digunakan sebagai penginduksi diabetes pada hewan percobaan. Aloksan mempunyai kemampuan merusak sel beta pankreas (Yuriska, 2009). Aloksan diinjeksikan secara intra peritoneal pada tikus yang kemudian di cek peningkatan glukosa darahnya tiga hari kemudian (GD2). Pengukuran kadar glukosa darah setelah 3 hari diinduksi aloksan dilakukan untuk melihat kadar glukosa darah tikus yang sudah hiperglikemik karena secara teori, aloksan mampu meningkatkan kadar glukosa darah tikus secara signifikan. Tabel 1 menunjukkan hasil pengukuran kadar glukosa darah pada 5 kelompok perlakuan. Terlihat variasi kenaikan dan penurunan kadar glukosa darah pada hari ke-0, hari ke-3 dan hari ke-10, hal ini dikarenakan perbedaan respon yang dihasilkan dari masing-masing individu hewan percobaan terhadap kerusakan sel beta pankreas yang disebabkan oleh zat penginduksi diabetes, yang pada penelitian ini menggunakan zat diabetogenik aloksan monohidrat. Pada
7
kelompok kontrol negatif, tidak terjadi penurunan kadar glukosa darah karena aquadest bersifat netral, tidak mengandung zat apapun sehingga tidak memiki efek menurunkan kadar glukosa darah. Sebaliknya pada kelompok kontrol positif yang diberi glibenklamid, terjadi penurunan kadar glukosa darah yang sangat signifikan karena efek glibenklamid sebagai salah satu obat golongan sulfonilurea adalah meningkatkan sensitifitas insulin dan meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Tabel 1. Kadar glukosa darah tikus pada berbagai kelompok perlakuan Kadar Glukosa Darah Kelompok Kelompok Kontrol Negatif (aquadest)
±SD Kelompok Kontrol Positif (Glibenklamid dosis 0,45 mg/kg BB)
±SD Kelompok ekstrak etanol biji alpukat dosis 300 mg/kg BB
±SD Kelompok ekstrak etanol biji alpukat dosis 600 mg/kg BB
±SD Kelompok ekstrak etanol biji alpukat dosis 1200 mg/kg BB ±SD
Awal (hari ke-0) (mg/dL) 119
Post Aloksan (hari ke-3) (mg/dL) 266
Akhir (hari ke10) (mg/dL) 356
117
248
231
98
173
220
115
188
187
145 118±16,85
213 217,6±39,22
240 246,8±64,25
115
232
90
105
244
93
129
297
100
92
241
70
107
250
90
109,6±13,63 122
252,8±25,54 245
88,6±11,17 150
132
233
134
129
260
144
110
239
149
119
269
150
120,4±9,86
249,2±14,93
145,4±6,84
160
239
211
187
238
214
155
223
91
114
270
120
153
205
80
153,8±26,1 99 82 101 74 65 84,2±15,64
235±23,94 209 205 247 203 199 212,6±19,56
143,2±64,93 179 107 121 129 138 134,8±27,2
8
Kadar glukosa darah (mg/dL)
350 300 250 200 150
GD hari-0
100
GD hari-3
50
GD hari-10
0 Kontrol negatif
kontrol positif
Dosis 300 Dosis 600 mg/kg BB mg/kg BB
Dosis 1200 mg/kg BB
Kelompok perlakuan
Gambar 1. Grafik penurunan kadar glukosa darah tikus tiap kelompok perlakuan
Gambar 1 menunjukkan grafik penurunan kadar glukosa darah tikus dari lima perlakuan yaitu kontrol negatif (aquadest), kontrol positif (glibenklamid dosis 0,45 mg/kg BB, dosis I (ekstrak etanol biji alpukat dosis 300 mg/kg BB), dosis II (ekstrak biji alpukat dosis 600 mg/kg BB) dan dosis III (ekstrak etanol biji alpukat dosis 1200 mg/kg BB) pada hari ke-0, ke-3 dan ke-10. Hasilnya pada kelompok perlakuan kontrol negatif menunjukan peningkatan kadar glukosa darah dari hari ke hari dikarenakan aquadest tidak memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah. Penurunan glukosa darah secara signifikan terjadi pada kelompok perlakuan kontrol positif. Hal ini dapat disebabkan sifat farmakodinamik glibenklamid yang dapat merangsang sel beta pankreas untuk mensekresi insulin walaupun sel beta pankreas telah dirusak oleh aloksan namun kerusakan ini bersifat parsial dan sementara, sehingga sel beta pankreas masih mampu memproduksi insulin (Suherman, 2007). Kelompok perlakuan dosis I, II dan III menunjukkan penurunan kadar glukosa darah tikus setelah diberi ekstrak biji alpukat, namun penurunan yang terjadi tidak sebesar pada kelompok yang diberi glibenklamid. Analisis statistik yang pertama yang dilakukan adalah Shapiro- Wilk. Alasan menggunakan uji distribusi Shapiro-Wilk adalah karena data yang
9
dianalisis hanya 25 data. Uji distribusi Shapiro-Wilk digunakan pada data kelompok populasi kecil yaitu kurang dari 50 sampel data. Hasil uji Shapiro- Wilk pada kadar glukosa darah awal adalah p = 0,961, pada kadar glukosa post aloksan adalah p = 0,872 dan pada kadar glukosa akhir didapatkan p = 0,012. Apabila p˃0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal, sehingga pada kadar glukosa awal distribusi datanya normal, begitu juga pada kadar glukosa post aloksan, namun pada kadar glukosa akhir datanya tidak terdistribusi normal. Uji statistik data yang kedua adalah Test of Homogeneity of Variances. Uji ini menggunakan Levene test pada kelima kelompok perlakuan, hasilnya pada pengukuran kadar glukosa darah hari ke-0 yaitu glukosa awal adalah 0,855, pada pengukuran kadar glukosa hari ke-3 yaitu post aloksan adalah 0,233 dan pada hari ke-10 atau glukosa akhir adalah 0,006. Pada analisis menggunakan Levene test ini, data dikatakan homogen jika menunjukkan nilai p˃0,05. Dari ketiga data diatas, data yang tidak homogen adalah data glukosa akhir, yaitu p = 0,006 (p˂0,05). Uji statistik selanjutnya adalah Kruskal- Wallis. Kadar glukosa darah yang dihitung adalah kadar glukosa darah pada hari ke-10. Pada kadar glukosa darah hari ke-10 (glukosa akhir), nilai p = 0,003 (p˂0,05) artinya terdapat perbedaan kadar glukosa darah dari lima kelompok perlakuan. Uji yang terakhir adalah uji Mann- Whitney antar kelompok perlakuan kontrol negatif, kontrol positif, dosis I, dosis II dan dosis III. Uji Mann- Whitney yang dilakukan pada tiap dua kelompok perlakuan untuk membandingkan perbedaan rata-rata antar kelompok perlakuan. Pada uji Mann- Whitney, apabila nilai p˃ 0,05 maka tidak terdapat perbedaan efek penurunan kadar glukosa darah tikus atau efeknya setara. Pada uji statistik Mann- Whitney didapat dua macam pengertian yaitu berbeda signifikan dan berbeda tidak signifikan. Berbeda signifikan artinya terdapat perbedaan efek antara dua kelompok perlakuan sedangkan berbeda tidak signifikan artinya tidak terdapat perbedaan efek antara dua kelompok perlakuan maka dapat dikatakan bahwa efek antar perlakuan tersebut setara. Hasil uji Mann-Whitney dapat dilihat pada tabel 2.
10
Tabel 2. Hasil uji statistik Mann-Whitney pada pengukuran kadar glukosa darah akhir semua kelompok perlakuan
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Perlakuan Aquadest vs Glibenklamid Aquadest vs Dosis I Aquadest vs Dosis II Aquadest vs Dosis III Glibenklamid vs Dosis I Glibenklamid vs Dosis II Glibenklamid vs dosis III Dosis I vs Dosis II Dosis I vs Dosis III Dosis II vs Dosis III
Nilai p 0,009 0,009 0,028 0,009 0,009 0,173 0,009 0,600 0,173 0,754
Arti Berbeda signifikan Berbeda signifikan Berbeda signifikan Berbeda signifikan Berbeda signifikan Berbeda tidak signifikan Berbeda signifikan Berbeda tidak signifikan Berbeda tidak signifikan Berbeda tidak signifikan
Dilihat dari tabel 4, hasil uji statistik Mann-Whitney pada hari kesepuluh, kontrol positif, Dosis I, II dan III hasilnya adalah berbeda signifikan (p˂0,05) dengan kontrol negatif artinya bahwa kontrol positif, dosis I, II, dan III mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus. Jika dibandingkan dengan kontrol positif, dosis I dan III berbeda signifikan (p˂0,05) sedangkan dosis II hasilnya berbeda tidak signifikan (p˃0,05). Jika hanya melihat dari hasil dari uji statistik, maka dapat dihasilkan pengertian bahwa dosis I dan III mempunyai efek penurunan glukosa lebih kecil dibandingkan dengan glibenklamid, sedangkan dosis II mempunyai efek yang setara dengan glibenklamid. Namun sebenarnya, pada dosis II hasilnya adalah berbeda signifikan, hal ini disebabkan nilai standar deviasi dari dosis II yang sangat besar yaitu 64,93. Hal inilah yang menyebabkan kekeliruan pada uji statistik. Pembuktiannya dapat dilihat dari perbandingan dosis I, II dan III, yaitu hasilnya berbeda tidak signifikan artinya dosis I, II, dan III mempunyai efek penurunan glukosa yang setara, sehingga didapatkan suatu kesimpulan yaitu, berdasarkan uji statistik, ketiga seri dosis ini memiliki efek yang sama walaupun dosis nya berbeda sehingga lebih baik menggunakan dosis I karena dengan dosis yang rendah, sudah mampu memberikan efek yang sama dengan dosis tertinggi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zohrotun (2007), ekstrak etanol biji alpukat bentuk bulat mempunyai aktivitas antidiabetes pada tikus dengan metode toleransi glukosa, hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji alpukat dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus. Biji alpukat mampu
11
menurunkan kadar glukosa darah karena mengandung flavonoid, yaitu zat yang mampu meregenerasi sel beta pankreas dan membantu merangsang sekresi insulin (Dheer dan Bhatnagar, 2010). Mekanisme lain dari flavonoid yang menunjukkan efek hipoglikemik yaitu mengurangi penyerapan glukosa dan mengatur aktivitas ekspresi enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat (Brahmachari, 2011). Ada beberapa mekanisme kerja obat hipoglikemik oral, yaitu meningkatkan sekresi insulin ( golongan sulfonilurea), meningkatkan kepekaan reseptor insulin sehingga absorpsi glukosa di jaringan perifer meningkat, meningkatkan kepekaan insulin jaringan otot, jaringan lemak dan hati, serta menghambat penguraian polisakarida menjadi monosakarida, (Tjay dan Rahadja, 2003) dan disini flavonoid mempunyai mekanisme sama dengan obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus dengan cara meningkatkan sekresi insulin pada organ pankreas. Jika dilihat dari uji statistik, ekstrak etanol biji alpukat kurang poten dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus dikarenakan hasilnya yang berbeda signifikan dibandingkan dengan glibenklamid. Ekstrak etanol biji alpukat dapat dikatakan poten apabila hasilnya berbeda tidak signifikan dengan glibenklamid. Hal ini merupakan salah satu kelemahan dari penelitian ini. Selain itu, belum ditemukannya jenis flavonoid apa yang terkandung dalam ekstrak etanol biji alpukat ini, yang diketahui hanya alpukat mengandung flavonoid yang memiliki efek dapat menurunkan kadar glukosa darah sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
KESIMPULAN Ekstrak etanol biji alpukat (Persea americana Mill) dosis 300 mg/kg BB, 600 mg/kg BB, dan 1200 mg /kg BB mempunyai aktivitas antidiabetes terhadap tikus galur wistar yang diinduksi aloksan.
12
SARAN Perlu dilakukan identifikasi terhadap jenis flavonoid yang terkandung dalam
ekstrak etanol biji alpukat (Persea americana Mill.) yang memiliki
kemampuan sebagai agen antidiabetes.
DAFTAR PUSTAKA Brahmachari, G., 2011, Bio- Flavonoids With Promising Antidiabetic Potentials: A Critical Survey, Research Signpost, 187-212 Backer, C.A., & Van Den Brick, R.C.B., 1965, Flora of Java: Spermatophytes Only, volume 1, N.V.P. Noordhhhoff-Groningen-The Nedherland, hal 122 Dheer R. & Bhatnagar P., 2010, A study of the Antidiabetic Activity of Barleria prionitis Linn, Indian Journal of Pharmacology, Vol 42 (2): 70-73 Imroatossalihah, 2002, Daging Buah, Daun dan Biji Alpukat sebagai Bahan Obat Ditinjau dari Segi kedokteran, Skripsi, Program Sarjana Fakultas Kedokteran, Universitas Yarsi Jakarta Jack, 2012, Synthesis of Antidiabetic Flavonoids and Their Derivative. Medical Research page 180 Krishnaraju, A.V., Rao ., & Sundraraju, A., 2005, Assesment of Bioactivity of Indian Medicinal Plants Using Brine Shrimp (Altenaria salania) Lethality Assay, International Journal Applied Science and Engineering,2, 125-134 Lu, Q.Y., Arteaga, J.R., Zhang, Q., Huerta, S., Go, V.L., & Heber, D., 2005, Inhibition of Prostate Cancer Cell Growth by an Avocado Extract: Role of Lipid-Soluble Bioactive Substances, J.Nutr. Biochem.16, 23-30 Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Diterjemahkan oleh Padmawinata, Bandung, Penerbit ITB, hal 15 Monica, F., 2006, Pengaruh Pemberian Air Seduhan Serbuk Biji Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar yang Dibebani Aloksan, Karya Tulis Ilmiah : Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro Semarang Ramachandran, Ambady & Snehalata,C., 2009, Diabetes Melitus; In: Gibney, B.J., Margetts, B.M., Kearney, J.M., & Arab,L., Gizi Kesehatan Masyarakat, diterjemahkan oleh Hartono, A., Jakarta: EGC, hal 407-408
13
Sujono T. A. & Munawaroh, R., 2009, Interaksi Quercetin Dengan Tolbutamid: Kajian Terhadap Perubahan Kadar Glukosa Darah Pada Tikus Jantan Yang Dinduksi Aloksan, Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. Vol 10:2, 121-129 Suherman S.K., 2007, Insulin dan Antidiabetik Oral, dalam: Gunawan S, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal 485, 489-493 Suryawinoto. S.,2005, Mengenal Beberapa Tanaman yang Digunakan Masyarakat Sebagai Antidiabetik untuk Menurunkan Kadar Gula dalam Darah, Badan Pengawasan Obat dan Makanan. http://www.pom.go.id/default.asp Szkudelski,T., 2001, The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in β Cells of the Rat Pancreas, Phystol.Res. 50, 536-546 WHO, 2003, Diet, Nutrition and The Prevention of Chronic Diseases, Geneva, World Health Organization Wijayakusuma H., 2004, Bebas Diabetes Mellitus Ala Hembing, Jakarta: Puspa Swara Yuriska, A., 2009, Efek Aloksan Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar, Karya Tulis Ilmiah: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro Semarang Zuhrotun, A., 2007, Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Biji Alpukat (Persea americana Mill) Bentuk Bulat, Karya Tulis Ilmiah: Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran Bandung
14