TUGAS AKHIR Studi Hasil Perencanaan dan Analisa Daya Pemancar Stasiun Relay PT. Televisi Transformasi Indonesia Madiun Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Disusun Oleh : Nama NIM Jurusan Peminatan Pembimbing
: Mujab : 4140411-177 : Teknik Elektro : Elektronika : Jaja Kustija, MSc.
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2007
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
: Mujab
N.I.M
: 4140411-177
Jurusan
: Teknik Elekrto
Fakultas
: Teknologi Industri
Judul Skripsi : Studi Hasil Perencanaan dan Analisa Daya Pemancar Stasiun Relay PT.Televisi Transformasi Indonesia Madiun Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mercu Buana. Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Penulis,
Mujab
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Studi Hasil Perencanaan dan Analisa Daya Pemancar Stasiun Relay PT. Televisi Transformasi Indonesia Madiun
Disusun Oleh : Nama NIM Program Studi Peminatan
: Mujab : 4140411-177 : Teknik Elektro : Elektronika Menyetujui,
Pembimbing
Koordinator TA
Jaja Kustija, MSc.
Yudhi Gunardi, Ir. MT. Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Elektro
Budi Yanto Husodo, Ir. MSc iii
ABSTRAK
Daerah layanan dari suatu stasiun pemancar televise merupakan daerah dimana sinyal yang dipancarkan oleh stasiun pemancar dapat diterima dengan baik, dengan ukuran nilai yang sesuai dengan standar tertentu. Dalam hal ini mengacu pada standar nilai yang telah ditentukan oleh Direktorat Jendral Pos dan Telekomunkasi. Langkah-langkah dan pertimbangan-pertimbangan untuk penentuan hal-hal yang terkait dengan pembangunan stasiun pemancar dibahas dalam tulisan ini. Mulai dari penentuan penggunaan frekuensi kerja transmisi, penentuan lokasi tempat dibangunnya stasiun pemancar, besarnya daya pancar pemancar serta ketinggian menara. Untuk mengetahui kuwalitas kerja sebuah stasiun pemancar televisi dan kualitas daya pancarnya, dilakukan dengan pengukuran kuat medan di daerah layanan. Pengukuran kuat medan dilakukan setelah stasiun pemancar beroperasi dengan baik dengan menggunakan alat fieldstrength meter dan beberapa peralatan pendukungnya. Hasil dari pengukuran kuat medan tersebut akan menunjukkan apakah stasiun pemancar tersebut sudah sesuai dengan hasil perencanaan dan standart yang berlaku atau belum.
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat izin-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Penulisan tugas akhir dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan dalam menyelesaikan program Studi Sarjana di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana. Disamping itu untuk mewujudkan sebuah karya tulis dengan bekal ilmu yang kami peroleh selama di bangku kuliah, dengan harapan bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Selama penulisan tugas akhir ini penulis banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada : 1. Kedua orang tua penulis dengan segala kesabarannya selalu mendoakan kami serta memberikan dorongan baik moral maupun material. 2. Bapak Jaja Kustija, MSc, selaku Dosen pembimbing, atas segala keluangan waktu, arahan serta bimbingannya yang telah mendampingi penulis dalam menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. 3. Bapak Budi Yanto Husodo Ir. MSc, Selaku ketua jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana. 4. Seluruh Staf pengajar di jurusan Teknik Elektro Universitas Mercu Buana yang telah memberikan segala ilmunya kepada kami. 5. Semua rekan Transmisi, PT. Trans TV, Bpk. Wawan, Mas Lilik, Mas Dhani, Mas Angga, Mas Handi dan seluruh rekan-rekan lainnya, terimakasih atas bimbingan, arahan, data dan dukungannya. 6. Semua rekan ME, PT. Trans TV atas dukungan dan kebersamaannya. 7. Semua pihak yang langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis sehingga bisa menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Kami menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat v
membangun. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan bagi kita semua. Jakarta, Maret 2007
Penulis
vi
DAFTAR ISI Halaman Judul
.…………………………………………………………….i
Halaman Pernyataan .......………………………………………………………..ii Halaman Pengesahan ............……………………………………………………iii Abstraksi …………………………………………………………….………….iv Kata Pengantar
…………………………………………………………….v
Daftar Isi ...……………………………………………………………………. vii Daftar Tabel ...............……………………………………………………….....ix Daftar Gambar BAB I.
………………………………………………………….....x
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
…………...………………………………………...1
1.2. Tujuan
……………………………...……………………...2
1.3. Pembatasan masalah
……………………………...……………...2
1.4. Metodologi Penulisan
…………………………...………………...2
1.5. Sistematika Penulisan
……………………...……………………...3
BAB II.
TEORI DASAR
2.1. Dasar sitem Komunikasi Radio 2.1.1. Frekuensi Radio ……………………..………………………4 2.1.2. Pembagian Frekuensi Radio untuk Televisi
………..…....4
2.1.3. Sifat Frekuensi Radio
………………..…………………....6
2.1.4. Line of Sight (LOS)
………………..…………………....7
2.1.5. Zona Fresnell
………………………………..…………....8
2.1.6. Kelengkungan Bumi
……………………………….....….9
2.1.7. Satuan Daya dan Redaman pada RF 2.1.8. Redaman Ruang Bebas
……………….....….9
…………………..…………….….10
2.1.9. Intensitas Medan ………………………..……………….….10 2.1.10. Kerapatan Daya 2.2. Antena
………………………..……………….….11
……………………………..………………………….….11
2.3. GPS (Global Positioning System) ………………..…………….…….12
vii
2.4. Pemancar Televisi ………………………………………..……….….13 2.4.1. Oscilator …………………...……………………………….13 2.4.2. Modulator …………………...……………………………….13 2.4.3. Vestigal Side Band Modulator (VSBF) ……………...…….15 2.4.4. Combiner untuk Gambar dan Suara
…………...……….16
2.4.5. Power Amplifier ………...………………………………….17 BAB III. PERENCANAAN
STASIUN
REALAY
SIARAN
TELEVISI
NASIONAL TRANS TV 3.1. Penentuan Lokasi Stasiun Pemancar
………………...………….18
3.2. Penentuan Frekuensi Kerja Pemancar
............………...………….20
3.3. Penentuan Kekuatan Daya Pemancar
............…………...……….21
3.4. Antena Pemancar Televisi UHF …………………...…............…….22 3.5. Pola Radiasi Antena untuk Cakupan Daerah Layanan 3.6. Penentuan ketinggian menara
............………...………………….25
3.7. Penempatan dan Pengarahan Antena Parobola BAB IV. HASIL
DAN
ANALISA
...............….23
DAYA
...............………….28
PEMANCAR
DENGAN
PENGUKURAN KUAT MEDAN DAERAH LAYANAN 4.1. Pengukuran Kuat Medan …………………………...……………….31 4.1.1. Perangkat Pengukuran kuat Medan
…………………....31
4.1.2. Cara Pengukuran Kuat Medan yang Dilakukan …………....33 4.1.2.1
Metode Pengukuran dan Pengoperasian Alat Ukur..33
4.1.2.2
Titik-titik Lokasi yang Diukur …………...……….36
4.1.2.3
Keadan Sekitar Lokasi yang Diukur
4.2. Data dan Analisa Hasil Pengukuran BAB V.
……...…….37
…...……………………….38
KESIMPULAN DAN SARAN ………...………………………….43
Daftar Pustaka
………………………………………………………………..45
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1
Pembagian Frekuensi untuk Saluran Radio Broadcast
Tabel 2.2
Pembagian Frekuensi UHF untuk Saluran Televisi ……………..5
Tabel 3.1
Data yang diberikan oleh aplikasi lunak satwin.exe ....................30
Tabel 4.1.
Data hasil pengukuran kuat medan
ix
……..4
……………………………38
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Line of Sight ……………………………………………………..8
Gambar 2.2
Zona Fresnell ……………………………………………………..9
Gambar 2.3
Dipole setengah gelombang ................................................……12
Gambar 2.4
Sistem modulasi gelombang …………………………………....13
Gambar 2.5
(a) Sinyal carrier, (b) Sinyal Informasi, (c) Sinyal AM dan (d) Sinyal FM
……………………………………………………14
Gambar 2.6
Double side band
……………………………………………15
Gambar 2.7
Vestigial side band
……………………………………………16
Gambar 3.1
Peta Wilayah Madiun, Magetan, Nganjuk dan Ponorogo
Gambar 3.2
Pola radiasi antena untuk cakupan Madiun, Magetan, Nganjuk,
……18
Ngawi dan Ponorogo ……………………………………………24 Gambar 3.3
Penempatan arah antena panel
……………………………24
Gambar 3.4
Profile chart antara pemancar dan penerima ....................………25
Gambar 3.5
Ketinggian lokasi antena pemancar dan penerima
Gambar 3.6
Penempatan dan arah antena parabola
Gambar 4.1
Anritsu Measuring receiver
Gambar 4.2
Antena Dipole/Antena Penerima dan kabel koaksial ……………32
Gambar 4.3.
Metode Pengukuran ……………………………………………34
Gambar 4.4.
Memasang antena dipole pada tiang dan menghubungkannya
……………27
……………………29
……………………………………32
dengan kabel koaksial 50 ohm
……………………………34
Gambar 4.5.
Menyesuaikan antenna dipole dengan frekwensi kerja
Gambar 4.6.
Memutar tiang untuk mendapatkan pengarahan antena yang maksimal
........35
……………………………………………………35
Gambar 4.7.
Pencatatan data nilai kuat medan yang terukur
Gambar 4.8
Garis lingkaran untuk penentuan titik-titik lokasi pengukuran ....37
Gambar 4.9
Daerah layanan pemancar berdasarkan pengukuran ……………41
Gambar 4.10 Grafik kuat medan terukur pada daerah layanan
x
……………36
....................42
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Televisi merupakan media yang besar pengaruhnya dalam menyampaikan
informasi dalam bentuk gambar dan suara. Hal tersebut dimanfaatkan untuk menyampaikan informasi seperti jasa atau produk yang diperjual-belikan, informasi tersebut biasa disebut iklan. Sasaran dari informasi yang disampaikan melalui siaran televisi tersebut adalah masyarakat yang menonton televisi. Populasi masyarakat yang menonton televisi tersebar diseluruh Nusantara Indonesia dengan populasi yang berbeda-beda. Dalam perencanaan pembangunan stasiun relay televisi nasional, terlebih dahulu ditentukan daerah layanannya. Penentuan daerah layanan stasiun pemancar televisi biasanya berdasarkan permintaan pemilik dan atau bagian pemasaran perusahaan televisi tersebut. Penentuan daerah layanan tersebut ditujukan agar siaran televisi dapat diterima oleh populasi masyarakat dengan jumlah yang optimal sehingga dapat memenuhi target pasar yang diinginkan oleh calon pemasang iklan. Oleh karena itu, diperlukan perhitungan-perhitungan tertentu untuk mendirikan suatu pemancar televisi dengan daerah layanan yang diinginkan. Suatu perencanaan penempatan stasiun relay pemancar televisi juga perlu diperhitungkan. Begitu juga dengan sistem penerimaan distribusi sinyal melalui satelit dari stasiun pusat harus diperhatikan, agar kualitas sinyal dapat diterima dengan baik oleh stasiun relay. Sehingga, selain memperhitungkan daerah layanan yang harus dicakupi, hal-hal yang berkaitan dengan penjagaan kualitas sinyal harus diperhatikan. Berdasarkan hal di atas, maka penulis tertarik untuk menulis Tugas Akhir dengan judul ” Studi Hasil Perencanaan Dan Analisa Daya Pemancar Stasiun Relay PT. Televisi Transformasi Indonesia Madiun ”, dengan harapan dapat bermanfaat untuk pembangunan stasiun relay pada daerah lainnya.
2
1.2.
Tujuan Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk merancang pembangunan
stasiun relay televisi dengan memperhatikan daerah layanan serta menganalisa dan membuktikan kualitas daya pancar pemancar melalui pengukuran kuat medan pada cakupan daerah layanan. Dengan adanya penulisan Tugas Akhir ini, diharapkan akan dapat memperbaiki kuwalitas dari project perluasan stasiun relay PT. Televisi Transformasi Indonesia di daerah lain. 1.3.
Pembatasan Masalah Dalam penulisan tugas akhir ini, dibahas mengenai hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dan langkah-langkah yang dilakukan dalam merencanakan sebuah stasiun relay televisi serta membahas kuwalitas daya pancar pemancar pada daerah cakupan/daerah layanan dengan melakukan pengukuran kuat medan menggunakan alat ukur field strenght meter. 1.4.
Metodologi Penulisan
Dalam penulisan tugas akhir ini dilakukan beberapa metode agar dapat mendukung dalam penulisan tugas akhir, antara lain study literature tentang kondisi daerah layanan, perencanaan dan pengukuran kuat medan didaerah layanan setelah pemancar beroperasi dengan baik 1.5.
Sistematika Penulisan Sebelum melakukan studi hasil perencanaan dan analisa daya pancar
pemancar PT. Televisi Transformasi Indonesia Madiun, terlebih dahulu akan di kemukakan sistematika penulisan yang akan dipergunakan dalam tugas akhir ini agar lebih terarah dan fokus dengan tujuan yang dikehendaki. Susunan tugas akhir ini terdiri dari lima bab yang mengikuti sistematika sebagai berikut, BAB I
Pendahuluan Berisi latar belakang, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi dan sistematika penulisan yang yang merupakan gambaran umum tentang tulisan dalam Tugas Akhir ini.
3
BAB II
Teori Dasar Berisi uraian landasan teori tentang dasar sistem komunikasi radio dan dasar sistem pemancar televisi.
BAB III
Perencanaan Stasiun Relay Berisi uraian tentang langkah-langkah dan pertimbangan-pertimbangan dalam perencanaan stasiun relay televisi.
BAB IV
Hasil dan Analisa Pengukuran Kuat Medan Daerah Layanan Berisi data hasil pengukuran kuat medan dan analisa untuk membuktikan kualitas daya pancar dari pemancar pada cakupan daerah layanan.
BAB V
Kesimpulan dan Saran Berisi tentang kesimpulan dan saran dari penulisan Tugas Akhir ini dan sekaligus sebagai penutup.
4
BAB II TEORI DASAR 2.1. Dasar Sistem Komunikasi Radio 2.1.1. Frekuensi Radio (RF) Penggunaan Radio Frequency (RF) tidak asing lagi bagi kita, contoh penggunaannya adalah pada stasiun radio, stasiun televisi, dan telepon cordless. RF selalu dihadapi oleh masalah spektrum yang terbatas, sehingga harus dipertimbangkan dalam memilih spektrum yang tersedia. Pemancar televise menggunakan RF sebagai media transmisi karena cakupan wilayahnya luas, dapat menembus dinding dan biaya untuk sistem penerimanya murah. Pada sistem pemancar televisi dipergunakan RF untuk transmisi sinyal informasi yang akan dikirim dari pemancar ke penerima. Alokasi frekuensi yang dipergunakan untuk sistem pemancar televisi adalah pada pita very high frequency (VHF) dan pita ultra high frequency (UHF).
2.1.2. Pembagian Frekuensi Radio untuk Televisi Frekuensi dan lebar pita yang dialokasikan untuk sistem pemancar televise telah ditentukan oleh suatu badan internasional yaitu ITU (International Telecommunication Union). Pembagian saluran frekuensi untuk sistem radio broadcast dapat dilihat pada Tabel 2.1, dimana didalamnya terdapat alokasi saluran televisi pada pita tiga, empat dan lima. Untuk pembagian saluran televise pada pita UHF yang lebih detil dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.1. Pembagian Frekuensi untuk Saluran Radio Broadcast Pita
Range Frekuensi (MHz)
Saluran
Lebar Pita (MHz)
I
47 – 68
2-4
7
II
88 -104
Radio FM
ـ
III (VHF)
174 – 230
5 -12
7
IV (UHF)
470 – 582
21 - 34
8
V (UHF)
582 – 860
35 - 69
8
5
Tabel 2.2. Pembagian Frekuensi UHF untuk Saluran Televisi PITA
IV
V
NOMER
FREKUENSI
FREKUENSI
RENTANG
SALURAN
VIDEO (MHz)
AUDIO (MHz)
FREKUENSI (MHz)
21
471,25
476,75
470
ـ
477
22
479,25
484,75
478
ـ
485
23
487,25
492,75
486
ـ
493
24
495,25
500,75
494
ـ
501
25
503,25
508,75
502
ـ
509
26
511,25
516,75
510
ـ
517
27
519,25
524,75
518
ـ
525
28
527,25
532,75
526
ـ
533
29
535,25
540,75
534
ـ
541
30
543,25
548,75
542
ـ
549
31
551,25
556,75
550
ـ
557
32
559,25
564,75
558
ـ
565
33
567,25
572,75
566
ـ
573
34
575,25
580,75
574
ـ
581
35
583,25
588,75
582
ـ
589
36
591,25
596,75
590
ـ
597
37
599,25
604,75
598
ـ
605
38
607,25
612,75
606
ـ
613
39
615,25
620,75
614
ـ
621
40
623,25
628,75
622
ـ
629
41
631,25
636,75
630
ـ
637
42
639,25
644,75
638
ـ
645
43
647,25
652,75
646
ـ
653
44
655,25
660,75
654
ـ
661
45
663,25
668,75
662
ـ
669
46
671,25
676,75
670
ـ
677
47
679,25
684,75
678
ـ
685
6
2.1.3
48
687,25
692,75
686
ـ
693
49
695,25
700,75
694
ـ
701
50
703,25
708,75
702
ـ
709
51
711,25
716,75
710
ـ
717
52
719,25
724,75
718
ـ
725
53
727,25
732,75
726
ـ
733
54
735,25
740,75
734
ـ
741
55
743,25
748,75
742
ـ
749
56
751,25
756,75
750
ـ
757
57
759,25
764,75
758
ـ
765
58
767,25
772,75
766
ـ
773
59
775,25
780,75
774
ـ
781
60
783,25
788,75
782
ـ
789
Sifat Frekuensi Radio
Saat terjadi proses transmisi dari pemancar ke penerima, frekuensi radio yang dipancarkan ke udara oleh antena di ubah menjadi gelombang elektromagnetik. Selama proses propagasi di udara, gelombang elektromagnetik mengalami beberapa sifat atau perlakuan karena pengaruh lintasan yang akan dilaluinya. Berikut adalah beberapa sifat frekuensi radio : a. Pantulan Pantulan terjadi ketika propagasi gelombang elektromagnetik terkena suatu objek yang berdimensi sangat besar dibanding dengan panjang gelombang dari gelombang yang berpropagasi. Pantulan muncul dari permukaan bumi, gedung, dinding, dan hambatan lainnya. Jika permukaan halus, pantulan sinyal dapat tetap utuh, walaupun terdapat loss karena penyebaran dan penyerapan sinyal. Pantulan sinyal RF dapat menyebabkan masalah yang serius pada system pemancar VHF/UHF. Pantulan sinyal utama yang menyebar dari suatu objek pada suatu area transmisi dinamakan multipath. Multipath dapat menyebabkan kerugian yang berefek negatif, seperti menurunkan kualitas sinyal utama. Permukaan danau,
7
permukaan tanah, atap dari logam, logam yang menimbulkan cahaya yang silau, pintu logam, dan lainnya yang menyebabkan pantulan, membuat terjadinya multipath. b. Refraksi Refraksi merupakan membeloknya gelombang radio ketika melewati suatu medium yang berbeda kepadatannya. Ketika gelombang RF melewati medium yang lebih padat (seperti kolam air dingin yang ada pada lembah), gelombang akan membelok sedemikian rupa sehingga arahnya berubah. Ketika melewati medium tersebut, sebagian gelombang akan terpantul dari jalur sinyal awal, dan sebagian lagi akan dibelokkan memasuki medium tadi dengan arah yang berubah. c. Difraksi Difraksi muncul ketika jalur transmisi gelombang radio antara pemancar dan penerima terhalang oleh permukaan yang tidak rata atau kasar. Terkadang sulit membedakan apakah itu difraksi atau refraksi. Difraksi berarti gelombang berbelok disekitar objek penghalang dan refraksi berarti gelombang berbelok melalui suatu medium. d. Penyebaran Penyebaran terjadi ketika medium yang dilewati gelombang terdiri dari objek yang memiliki dimensi yang kecil dibandingkan panjang gelombang dari sinyal dan jumlah objek hambatannya besar. Gelombang yang menyebar dihasilkan oleh permukaan yang tajam, objek yang kecil ataupun ketidakrataan pada jalur tempat sinyal itu bergerak. e. Penyerapan Penyerapan muncul ketika sinyal RF terkena suatu objek dan terserap ke dalam material dari objek dengan kata lain sinyal tidak melewati, ter-refleksi ataupun berbelok mengelilingi objek.
2.1.4
Line of Sight (LOS)
Dalam bidang frekuensi VHF dan UHF, sinyal dirambatkan oleh gelombanggelombang radio yang dekat ke permukaan bumi. Dengan demikian jarak transmisi adalah terbatas pada lintasan garis lurus ke horizon. Karakteristik ini
8
disebut dengan transmisi garis pandangan atau disebut dengan istilah Line Of Sight (LOS). Pada frekuensi radio, LOS dapat terganggu oleh Zona Fresnell
Gambar 2.1 Line of Sight
2.1.5
Zona Fresnell
Zona Fresnell merupakan suatu area berbentuk ellipsoida yang mengelilingi jalur LOS. Zona Fresnell mempunyai beberapa daerah batas yang dapat menjadi syarat untuk suatu lintasan sinyal komunikasi LOS sehingga dapat menjadi acuan bilamana sinyal RF berinterferensi atau terhalang sesuatu. Jari-jari Zona Fresnell dinotasikan dengan Rn dengan persamaan sebagai berikut :
Rn = 17,3
n × ( d 1 × d 2) ……...………………………………………………..(2.1) f × ( d 1 + d 2)
Keterangan : Rn
= jari-jari zona fresnell
(m)
d1
= jarak dari pemancar ke penghalang
(Km)
d2
= jarak dari penghalang ke penerima
(Km)
f
= frekuensi operasi
(GHz)
n
= Zona Fresnell ke 1,2,…
ukuran minimum daerah bersih yang bebas halangan untuk menghasilkan sinyal yang bagus di dapat dari 0,6 zona fressnel pertama (0,6 Rn)
9
Gambar 2.2 Zona Fresnell
2.1.6. Kelengkungan Bumi
Efek kelengkungan bumi juga berpengaruh terhadap propagasi sinyal diatas permukaan bumi. Faktor kelengkungan bumi mempunyai nilai yang berbeda-beda di setiap tempatnya tetapi faktor kelengkungan bumi yang paling efektif adalah k = 4/3 = (1,333). Dengan faktor k = 4/3, maka persamaan efek kelengkungan bumi adalah : Ec =
0,078 × d1 × d 2 k
….………………………………………...(2.2)
Keterangan : Ec = efek kelengkungan bumi (m) d1 = Jarak penghalang dengan pengirim (Km) d2 = Jarak penghalang dengan penerima (Km)
2.1.7
Satuan Daya dan Redaman pada RF
Daya RF baik pada pemancar maupun penerima biasanya dinyatakan dalam Watt. Akan tetapi dapat juga dinyatakan dalam dB atau dBm. Satuan ini juga dipergunakan untuk satuan redaman. Korelasi antara dB dan Watt adalah sebagai berikut : P(dB) = 10 log P (W) ……………………………………….……………(2.3) Dengan P adalah daya dalam satuan Watt yang dikonversikan ke satuan dB. P (dBm) = 10 log P (mW) ..........................................................................(2.4) Dengan P adalah daya dalam satuan miliWatt yang dikonversikan ke satuan dBm.
10
2.1.8 Redaman Ruang Bebas
Akibat penyebaran energi, daya yang diterima oleh antena penerima akan lebih kecil dari pada daya pancar. Kehilangan daya akibat penyebaran energi disebut redaman ruang bebas (Lf). Persamaannya adalah : Lf = 32.5 + 20 log f + 20 log d……………...………………...….…….(2.5) Keterangan : Lf = redaman ruang bebas (dB) f = frekuensi operasi (MHz) d = jarak antar pengirim dan penerima (Km)
2.1.9 Intensitas Medan
Pada sistem transmisi radio analog, kinerja sistem akan diukur dengan kuat medan, persamaan yang dipergunakan untuk menghitung kuat medan langsung adalah sebagai berikut : 7 P ...............................................................................(2.6) d Sedangkan kuat medan dengan efek pantulan adalah : Eo =
7 P ⎛ 2π .ht.hr ⎞ × 2 × sin ⎜ ⎟ .......................................(2.7) d ⎝ λ .d ⎠ untuk menyatakan level kuat medan dalam decibel, Er =
E = 20 log Er
........................................................................................(2.8)
Keterangan : Eo = Kuat medan langsung
(V/m)
Er = Kuat medan dengan pantulan
(V/m)
P = daya pemancar
(Watt)
d = jarak antara pemancar dan penerima
(m)
ht = tinggi antena pemancar
(m)
hr = tinggi antena penerima
(m)
λ
(m)
= panjang gelombang
11
2.1.10 Kerapatan Daya
Rapat daya radiasi adalah berbanding terbalik dengan kuadrat jarak sumber radiasi antena isotropis yang menyebar kesegala arah, persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut, P=Pt/4d2 ……………….…...……………………………………………(2.9) dengan P dalam satuan (W/m2) dan Pt adalah daya pancar serta d adalah jarak. Hubungan antara kuat medan Eo dengan rapat daya adalah P = Eo / Z 2 .. .……………………………………………………………..(2.10) dengan Z impedansi karakteristik ruang adalah √µ/c, dan µo = 1,26.10-6 H/m dan co = 8,85.10-12 F/m (µo permiabilitas magnet pada ruang bebas dan co permitivitas pada ruang bebas).
2.2. Antena
Antena merupakan perangkat yang berfungsi untuk mengubah energi listrik menjadi gelombang RF (elektromagnetik) pada antena pemancar dan mengubah gelombang RF menjadi energi listrik pada antena penerima. Cakupan antena adalah salah satu faktor yang penting dalam sistem transmisi gelombang radio karena dalam daerah cakupan tersebut sistem dapat berlangsung. Antena dapat diklasifikasikan kedalam antena-antena resonansi, dimana terdapat distribusi arus dalam pola gelombang berdiri, dan antena-antena bukan resonansi (non resonant antena), dimana arus terdapat sebagai gelombang berjalan (traveling wave). Antena televisi adalah suatu contoh dari antena resonansi, yang panjang antenanya adalah setengah dari panjang gelombang, oleh karena itu mempunyai sifat-sifat resonansi.
a. Antena Dipole Setengah Gelombang
Antena dipole setengah gelombang merupakan antena resonan yang panjang total nominalnya adalah setengahnya panjang gelombang dari frekuensi kerjanya. Gambar 2.8 memperlihatkan sebuah antena dipole setengah gelombang beserta distribusi arusnya.
12
Gambar 2.3 Dipole setengah gelombang 2.3. GPS (Global Positioning System)
GPS adalah suatu sistem penentuan posisi di permukaan bumi dengan menggunakan beberapa satelit referensi. Penggunaan dari GPS antara lain sebagai alat penentuan posisi, pengarah sasaran rudal, dan sistem navigasi (mobil, pesawat terbang, kapal laut). Adapun Prinsip kerja dari GPS adalah sebagai berikut : •
Menghitung jarak antara penerima GPS dan satelit dengan mengukur waktu tiba sinyal yang dikirimkan .
•
Satelit memberikan informasi akurat kepada penerima GPS posisi satelit tersebut pada orbitnya.
•
Penerima GPS mengolah data yang dikirimkan dari sedikitnya 3 (tiga) satelit referensi.
Sedangkan fungsi dasar dari satelit GPS adalah sebagai berikut : •
Menerima dan menyimpan informasi yang ditransmisikan oleh segmen pengendali.
•
Melakukan pemrosesan data yang terbatas dengan bantuan mikroprosessor yang dimiliki.
•
Menjaga waktu yang sangat akurat dengan menggunakan beberapa osilator yang dibawanya.
•
Memancarkan informasi ke pemakai dengan bantuan berbagai sinyal.
•
Melakukan gerakan dengan bantuan pendorong yang dikendalikan operator sistem.
13
2.4. Pemancar Televisi
Secara umum sebuah pemancar televisi
terdiri
dari osilator (OSC),
modulator (MOD), amplifier (AMP) dan power combiner (COMB). Sebagai tambahan dari modul-modul tersebut ditambahkan peralatan antara lain, Vestigial Side Band Filter (VSBF) diperlukan untuk menjaga kualitas dari gelombang yang dipancarkan menurut peraturan nasional dan teknik Intermediate Frequency (IF) mendukung kestabilan operasi.
2.4.1. Oscilator
Osilator membuat gelombang pancar awal dan menentukan kualitas yang penting dari gelombang. Sebuah kristal digunakan dalam rangkaian osilator untuk menstabilkan drift frekuensi. Sebuah pemancar biasanya memiliki dua jenis osilator yaitu IF osilator (IFO) dan local osilator (LO).
2.4.2. Modulator
Modulasi merupakan proses dari pengiriman informasi yang digunakan pada sistem komunikasi. Gambaran dasar blok diagram dari pemrosesan sinyal pada sistem komunikasi yang berupa sebuah modulator seperti gambar 2.4 berikut,
Sinyal informasi
Modulator
Gelombang carrier sinusoidal
Gambar 2.4 Sistem modulasi gelombang
Gelombang termodulasi
14
Sedangkan bentuk gelombang output pada sistem modulasi yang dikenal dengan istilah modulasi amplitudo (amplitude modulation / AM) dan modulasi frekuensi (frequency modulation) diperlihatkan pada gambar 2.5
(a)
(b)
(c)
Ti
(d)
Gambar 2.5 (a) Sinyal carrier, (b) Sinyal Informasi,(c) Sinyal AM dan (d) Sinyal FM Pada gambar 2.5 bagian (a) dan (b) menampilkan bentuk sinyal carrier dan sinyal informasi, sedangkan (c) dan (d) menampilkan perbedaan antara sinyal termodulasi amplitudo (AM) dan sinyal termodulasi frekuensi (FM) . Pengertian modulasi adalah proses penumpangan sinyal informasi pada frekuensi carrier, di mana salah satu parameter frekuensi carrier berubah-ubah sesuai dengan perubahan bentuk sinyal informasi. Sedangkan modulator adalah perangkat untuk memodulasi carrier dengan sinyal informasi. Pada pemancar televisi ada dua system modulasi yang digunakan, yaitu: 1.
Modulasi FM, yaitu modulasi frekuensi di mana frekuensi carrier akan berubah-ubah frekuensinya sesuai dengan perubahan level sinyal
15
pemodulasi (sinyal informasi). Modulasi FM ini digunakan untuk memodulasi sinyal audio. 2.
Modulasi AM, yaitu modulasi amplitudo di mana frekuensi akan berubahubah amplitudonya sesuai dengan perubahan level sinyal pemodulasi (sinyal informasi). Modulasi AM ini digunakan untuk memodulasi sinyal video.
2.4.3. Vestigal Side Band Filter (VSBF)
Sinyal termodulasi yang dibangkitkan oleh AM memiliki dua side band simetris yaitu upper dan lower di sekitar frekuensi pembawa. Karena frekuensi modulasi maksimum dari sinyal video adalah sekitar 5 MHz, sebagai contoh, semua side band yang dihasilkan oleh frekuensi modulasi 5 MHz dipancarkan dalam sistem double side band (DSB). Jangkauan frekuensi dari dua side band mencapai 10 MHz. Gambar 2.6 menunjukan sebuah contoh dari double side band termodulasi dari DC ke sinyal video 5 MHz. Untuk menyiarkan lebih dari satu saluran (channel) dalam selang frekuensi tertentu, setiap bandwidth dari channel diusahakan sesempit mungkin. Sebagai kompromi, sistem pemancaran vestigial side band dipakai untuk penyiaran televisi di setiap negara.
Gambar 2.6 Double side band Dalam sistem pemancaran vestigial side band, kedua sisi side band dari 0,75 MHz disekitar frekuensi pembawa dipancarkan dan semua frekuensi dibawah lower side band dengan batas 1,25 MHz ditekan VSBF dipakai untuk memperoleh distribusi side band tersebut.
16
Gambar 2.7 menunjukan sebuah contoh dari sinyal VSB yang dihasilkan dengan menggunakan VSBF.
Carrier Frekwensi
Lower side band
Upper side band
Occupied band width
Gambar 2.7 Vestigial side band 2.4.4. Combiner untuk Gambar dan Suara
Meskipun dalam siaran televisi ada dua gelombang yaitu suara dan gambar tetapi antena pemancar tidak dipasang untuk penggunaan gambar dan suara secara terpisah karena alasan ekonomis. Sebuah antena digunakan untuk memancarkan dua gelombang tersebut. Karakteristik dasar dari combiner adalah untuk mencampur gambar dan suara tanpa adanya interferensi, sebutan lain adalah diplexer. Jenis-jenis combiner adalah sebagai berikut: 1. Low level combiner adalah gelombang suara dan gambar digabung di level I.F. 2. Mid level combiner adalah gelombang suara dan gambar digabung ditingkat RF amplifier sebelum final power amplifier. 3. High level combiner adalah gelombang suara dan gambar digabung setelah final amplifier dengan menggunakan diplexer.
17
2.4.5. Power Amplifier
Untuk memancarkan sinyal RF yang kuat dari antena diperlukan power amplifier yang sesuai agar dapat melingkupi daerah layanan yang diinginkan. Sinyal termodulasi melalui VSBF diumpankan ke amplifier dengan beberapa kompensator karakeristik. Frekwensi convertor dipasang didepan amplifier dan menguatkan hingga batas daya pemancar.
18
BAB III PERENCANAAN STASIUN RELAY SIARAN TELEVISI SWASTA NASIONAL TRANS TV 3.1.
Penentuan Lokasi Stasiun Pemancar
Penentuan lokasi stasiun pemancar televisi merupakan langkah awal yang sangat penting dalam merencanakan pembangunan stasiun tersebut. Penentuan lokasi terkait dengan masalah daerah layanan yang akan dilayani dan juga efisiensi anggaran, baik anggaran pembangunan maupun operasional kedepannya. Peta diperlukan untuk melihat keadaan permukaan disekitar daerah layanan. Bukit-bukit atau daerah dataran tinggi merupakan target dari pilihan tempat dibangunnya stasiun pemancar. Hal tersebut dikarenakan arah pancaran sinyal dari stasiun pemancar akan mempunyai sifat yang LOS dengan daerah layanan (daerah penerimaan) .
Gambar 3.1 Peta Wilayah Madiun, Magetan, Nganjuk dan Ponorogo Setelah
melihat
pertimbangan, yaitu :
peta,
penentuan
lokasi
didasarkan
pada
beberapa
19
1. Ketinggian lokasi stasiun pemancar; hal ini ditujukan untuk menghindari halangan antara pemancar dengan daerah penerima sehingga memperoleh sifat LOS (Zona Fresnell) yang baik sehingga luas cakupan daerah layanan yang dicapai adalah semaksimal mungkin. 2. Efisiensi penggunaan antena panel pada pemancar; hal ini ditujukan agar antena panel yang dipergunakan tidak terlalu berlebih sehingga anggaran pembangunan stasiun pemancar dapat dihemat. Antena pemancar televisi UHF merupakan antena directional. 3. Izin Pemerintah Daerah setempat; hal ini ditujukan untuk mengetahui fungsi dari lokasi dataran yang dipilih. Dataran yang dipilih bisa saja diperuntukkan sebagai daerah konservasi alam sehingga tidak bisa dibangun untuk stasiun pemancar, atau dataran tersebut bebas untuk dapat didirikan stasiun pemancar. 4. Kemudahan akses transportasi; hal ini ditujukan untuk penghematan anggaran operasional kedepan dan juga kemudahan bagi operator pemancar. Petimbangan ini merupakan pertimbangan yang dilakukan jika mempunyai beberapa pilhan lokasi yang memenuhi persyaratan ketiga hal yang telah disebut diatas. 5. Lokasi stasiun pemancar yang sudah ada dan telah menjadi acuan arah untuk antena penerima; penentuan lokasi stasiun pemancar lebih mudah jika pada wilayah tersebut sudah terdapat stasiun pemancar dari televisi lain. Area lokasi yang dijadikan pilihan untuk dibangun stasiun pemancar adalah berada disekitar area stasiun pemancar yang sudah ada. Hal ini dikarenakan masalah pengarahan antena pada penerima. Jika lokasi stasiun pemancar yang akan dibangun terpisah jauh dari stasiun yang sudah ada dan tidak dalam satu arah dengan arah antena penerima penonton televisi, maka penerimaan sinyal pada penerima tidak baik. Lokasi yang dipilih dalam tulisan ini untuk perancangan stasiun pemancar adalah berada pada area kaki Gunung Lawu, di Plaosan. Pada area tersebut telah terdapat beberapa stasiun pemancar televisi yang telah dijadikan acuan pemirsa televisi sebagai arah untuk antena penerima. Lokasi tersebut memenuhi semua pertimbangan yang telah disebutkan diatas. Ketinggian lokasi diatas permukaan
20
laut yang tinggi, yaitu 1100 meter diatas permukaan laut dan LOS (Zona Fresnell) yang baik terhadap daerah yang akan dilayani sehingga faktor redaman yang disebabkan oleh halangan menjadi minimal. Dengan melihat peta, pengarahan antena pemancar pada area tersebut dapat ditempatkan pada 2 (dua) posisi saja untuk mencakupi daerah layanan yang diinginkan, yaitu timur laut dan tenggara dengan perbedaan sudut 90o, tidak perlu antena pemancar dengan pengarahan kearah utara dan selatan,
3.2.
Penentuan Frekuensi Kerja Pemancar dengan Melakukan Frequency Clearence
Untuk memilih frekuensi kerja yang akan dioperasikan pada sistem stasiun pemancar televisi, terlebih dahulu dilakukan frequency clearance. Kegiatan ini dilakukan oleh Dirjen Postel (Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi) bersama-sama dengan perusahaan yang akan membangun stasiun pemancar, dalam hal ini PT. Trans TV, untuk mengetahui frekuensi yang belum terpakai sehingga dapat dipergunakan sebagai frekuensi kerja pada stasiun pemancar yang akan dibangun. Dirjen Postel, dalam penyelenggaraan stasiun pemancar televisi, merupakan lembaga negara yang berfungsi sebagai pengatur dan pengawas penggunaan frekuensi untuk siaran televisi di Indonesia. Frequency clearance adalah kegiatan pengukuran kuat medan sinyal gelombang elektronika yang dipancarkan oleh suatu pemancar dengan menggunakan alat ukur yang biasa disebut fieldstrength meter. Pengukuran tersebut dilakukan pada frekuensi yang telah dialokasikan untuk wilayah Madiun dan sekitarnya. Data hasil frequency clearance dapat dilihat pada lampiran. Saluran frekuensi televisi pita UHF yang dialokasikan untuk wilayah Madiun oleh DirJen Postel adalah pada saluran 36, 38, 40, 42, 44, 46, dan 48 dengan kuat medan penerimaan yang mengacu pada standar ITU yaitu lebih besar atau sama dengan 65 dB(µV/m) untuk pita IV atau 70 dB(µV/m) untuk pita V. Setelah dilakukan pengukuran terlihat bahwa saluran frekuensi yang masih kosong terdapat pada saluran 40 dan 48. Dalam perencanaan ini dipergunakan saluran 40 dikarenakan berdasarkan informasi dari Dirjen Postel bahwa hak
21
pemakaian saluran 48 telah diproses perizinannya oleh stasiun televisi lain. Saluran 40 adalah saluran yang tergolong pada pita V sehingga kuat medan pada penerima terjauh adalah lebih besar atau sama dengan 70 dB(µV/m). Pada kegiatan frequency clearance juga dipergunakan GPS, sebagai pencatat titik koordinat lokasi yang diukur dan juga titik koordinat lokasi stasiun pemancar. Dengan penggunaan GPS juga dapat diketahui jarak antara stasiun pemancar dengan titik lokasi penerima. 3.3.
Penentuan Kekuatan Daya Pemancar
Pertimbangan besarnya daya pancar terkait dengan jarak jangkauan daerah layanan yang akan dicakupi. Setelah dilakukan frequency clearance dapat diketahui dengan GPS jarak titik terjauh antara stasiun pemancar dengan penerima. Titik terjauh yang terukur melalui GPS adalah Banjarejo dengan jarak sekitar 74 Km dari lokasi stasiun pemancar. Dengan persamaan (2.7) dan (2.8) serta nilai minimum kuat medan yang baik menurut standar ITU yang adalah 70 dB(µV/m), maka dapat dihitung : •
Intensitas Medan
70 dBµ
= 20 log Eo
Log Eo
= 3,5 dBµ
Eo
= 3162,27766 µV/m = 3162,27766.10-6 V/m
•
Kerapatan Daya
P
= Eo2 / Z
P
= 10.10-6 / 0,377.103 = 26,5.10-9 W/m2
•
Daya Pancar
P
= Pt / 4πd2
Pt
= 26,5.10-9.4.3,14.(74000)2
P
= 1822,632 W = 1,9 KW Pilihan daya pemancar yang ada dipasaran besarnya adalah tertentu, mulai
dari 500 W, 1 KW, 2 KW, 5 KW, 10 KW, 15 KW sampai dengan 80 KW. Dengan mempertimbangkan redaman akibat saluran transmisi, degradasi daya
22
pemancar akibat kerusakan yang diakibatkan faktor teknis dan umur pemancar, maka pemancar yang dipilih adalah pemancar dengan daya sebesar 5 KW.
3.4.
Antena Pemancar Televisi UHF
Jenis antena yang dipergunakan untuk pemancar televisi UHF adalah antena panel. Antena panel merupakan antena dipole setengah gelombang yang disusun secara paralel sebanyak 4 (empat) baris dengan susunan horisontal. Dibagian belakang susunan antena dipole tersebut terdapat reflektor yang dipergunakan untuk membentuk keterarahan (directivity) dari pola radiasi antena. Dipole-dipole tersebut terbuat dari lempengan plat aluminium. Polarisasi antena yang dipilih adalah polarisasi horisontal, dikarenakan sistem polarisasi yang telah diterapkan di Indonesia adalah polarisasi horizontal dan juga antena-antena penerima pemirsa televisi sudah dipasang dalam keadaan penerimaan gelombang dengan polarisasi horisontal. Pertimbangan jumlah panel yang dipergunakan untuk susunan antenna pemancar terkait dengan daya masukan yang akan dipancarkan dari pemancar. Daya masukan maksimum yang dapat dipancarkan oleh antena dalam satu panel adalah 2,5 KW seperti terlihat dalam lampiran. Pada praktisnya, dalam satu panel hanya diberikan daya masukan sebesar 1/4 (seperempat) sampai dengan 1/8 (seperdelapan) kali daya maksimumnya. Hal tersebut untuk menjaga kestabilan karakteristik dari bahan konduktor antena. Seperti diketahui bahwa sinyal yang berada di plat antena selain diubah menjadi radiasi gelombang elektronika tetapi juga menghasilkan panas pada plat antena tersebut. Semakin besar daya masukan maka semakin meningkat suhu pada plat, sehingga dapat merubah karaktersitik plat antena. Jika daya masukannya 5 KW maka jumlah panel yang dipergunakan adalah : 1. Dengan anggaran maksimum 1/8 x 2500 = 312,5 W Jumlah panel yang diperlukan adalah = 5000 / 312,5 = 16 buah 2. Dengan anggaran yang minim 1/4 x 2500 = 625 W
23
Jumlah panel yang diperlukan adalah = 5000 / 625 = 8 buah Pada perancangan ini dipergunakan jumlah panel dengan anggaran yang maksimal. Dengan pengarahan antena hanya pada dua arah yaitu pada arah timur laut dan tenggara, maka masing-masing arah terdiri dari 8 (delapan) buah antenna yang disusun secara vertikal. Susunan dari panel-panel antena tersebut dapat dilihat pada lampiran.
3.5.
Pola Radiasi Antena untuk Cakupan Daerah Layanan Setelah melihat peta dan ditentukannya area lokasi untuk stasiun pemancar maka
dapat ditentukan pola radiasi atau daerah pancaran gelombang sinyal yang dipancarkan oleh antena pemancar. Telah disebutkan sebelumnya bahwa pola radiasi antena panel adalah directional, maka antena panel disusun hanya pada 2 (dua) arah dengan pola radiasi seperti terlihat pada Gambar 3.2 dan penempatan arah antena panel dapat dilihat pada Gambar 3.3 Titik pusat lingkaran adalah lokasi antena pemancar, arah utara berada pada 00, timur berada pada 900, selatan berada pada 1800, dan barat berada pada 2700. Antena pemancar dibagi menjadi 2 (dua) arah, satu diarahkan pada 350 dari arah utara dan lainnya diarahkan pada 1250 dari arah utara. Jika gambar pola radiasi tersebut digambarkan diatas peta maka wilayah Magetan, Madiun, Nganjuk, Ngawi, dan Ponorogo dapat tercakupi radiasi gelombang yang dipancarkan oleh antena pemancar yang berada didaerah kaki Gunung Lawu di Plaosan.
24
Gambar 3.2 Pola radiasi antena untuk cakupan Madiun, Magetan, Nganjuk,Ngawi dan Ponorogo
Gambar 3.3 Penempatan arah antena panel, 350 dari arah utara dan 1250 dari arah utara
25
3.6.
Penentuan Ketinggian Menara
Setelah melakukan survey dan frequency clearance maka didapatkan datadata mengenai ketinggian dan jarak titik lokasi pemancar dengan penerima. Dari data tersebut terlihat titik terjauh adalah Nganjuk, yaitu 74 Km dari titik lokasi pemancar dengan ketinggian 63 meter diatas permukaan laut (mdpl) dan ketinggian lokasi pemancar adalah 1100 meter diatas permukaan laut (mdpl). Terlihat pada peta bahwa tidak ada halangan yang tinggi antara pemancar dan penerima di Nganjuk.
Gambar 3.4 Profile chart antara pemancar dan penerima Dengan asumsi bahwa efek kelengkungan bumi yang tertinggi, yang merupakan penghalang, adalah berada ditengah-tengah jarak antara pemancar dan titik penerima terjauh maka dapat dihitung high clearance dari Zona Fresnell melalui Persamaan 2.1 dan Persamaan 2.2 sebagai berikut :
26
•
Kelengkungan bumi Ec =
0.078 × 37 × 37 43
= 80,107 m •
Zona fresnell R1
= 17,3 [√(37.37)/(0,62325.74)] = 94,254 m
•
High clearance Hc
= 0,6 R1 = 0,6.94,254 = 56,552 m
Dari perhitungan diatas dan data dari hasil clearance frequency dimana ketinggian permukaan bumi didaerah antara lokasi pemancar dan Nganjuk, kota Madiun, yaitu 100 meter diatas permukaan laut, maka ketinggian halangannya adalah :
Tinggi halangan
= Ec + Tinggi kota Madiun (tinggi BF) = 80,107+ 83 = 161,107 m
Tinggi BE
= 161,107 + Hc = 161,107 + 56,552 = 217,659 m
Tinggi DE
= Tinggi BE - HRX = 217,659 – 63 = 154,659 m
27
Gambar 3.5 Ketinggian lokasi antena pemancar dan penerima DE/BC
= AH/AC
154,659 /37000
= AH/74000
Tinggi AH
= 154,659.74000/37000 = 309,318 m
Ketinggian antena pemancar : HTx
= 309,318 m
Jadi ketinggian antena pemancar yang diperlukan adalah berada pada 309,318 meter diatas permukaan laut. Sedangkan ketinggian lokasi antena pemancar yang didapatkan jauh lebih tinggi dari 309,318 meter, yaitu 1100 meter. Walaupun ketinggian lokasi stasiun pemancar didaerah Plaosan tergolong tinggi yaitu 1100 meter diatas permukaan laut dan LOS terhadap daerah layanan yang akan dicakupi, akan tetapi perlu dipertimbangkan beberapa faktor untuk menentukan ketinggian menara yang akan digunakan untuk penempatan antena, halhal yang perlu dipertimbangkan antara lain, 1. Besarnya daya pancar; hal ini ditujukan untuk pertimbangan radiasi gelombang elektromagnetik pada lokasi stasiun pemancar. 2. Berat antena panel yang dipergunakan; semakin banyak jumlah panel yang dipergunakan maka semakin berat sistem antenanya. 3. Tinggi rata-rata halangan yang berada pada lokasi stasiun pemancar dan kelengkungan bumi; hal ini untuk mendapat LOS (Zona Fresnell) yang baik terhadap daerah penerima.
28
Menara yang dirancang dan diproduksi oleh kontraktor-kontraktor menara antena televisi pada praktisnya adalah tertentu tingginya, mulai dari 60 meter, 100 meter, 150 meter, 200 meter, 250 meter sampai 300 meter. Dalam perancangan ini dipilih menara dengan ketinggian 100 meter. Dengan ketinggian menara 100 meter didapatkan LOS yang baik, lebih tinggi dari pepohonan yang berada disekitar lokasi stasiun pemancar yang merupakan salah satu faktor peredam sinyal. Ketinggian tersebut juga dapat menghasilkan Zona Fresnell yang baik, dapat mengatasi halangan dataran kecil yang tinggi yang berada pada daerah layanan. Dengan daya pancar yang cukup besar yaitu 5 Kwatt maka pada ketinggian ini radiasi diperkirakan yang sampai pada dasar menara tidak cukup berbahaya bagi operator. Semakin tinggi menara maka semakin lebar pondasi dari menara tersebut, sehingga semakin kuat dan kokoh. Struktur menara yang kuat sangat diperlukan, terlebih lagi jumlah antena yang dipergunakan pada stasiun pemancar ini relative banyak, 16 (enam belas) buah, dengan berat sekitar 500 Kg.
3.7.
Penempatan dan Pengarahan Antena Parabola
Untuk menjaga kualitas sinyal yang dikirim dari satelit maka masalah penempatan lokasi parabola perlu diperhatikan. Hal yang pertama kali perlu diketahui adalah pengarahan antena parabola, baru kemudian ditentukan lokasi untuk penempatan parabola tersebut. Dalam pengarahan antena parabola diperlukan data titik koordinat lokasi dari stasiun pemancar. Aplikasi perangkat lunak untuk pengarahan antenna parabola terdapat di internet dan bebas untuk di-download. Dalam hal ini, aplikasi perangkat lunak yang dipergunakan adalah Satwin.Exe dari www.satcodx.com (website tentang satelit). Dengan memasukkan data koordinat lokasi tempat antena parabola akan ditempatkan dan dengan memasukkan data transponder yang dipergunakan, setelah dieksekuasi, akan muncul jawaban untuk pengarahan parabola mengenai sudut elevasi, polarisasi, dan sudut azimuth yang perlu diketahui untuk pengarahan antena parabola tersebut.
29
Setelah didapatkan data pengarahan antena parabola, dapat dilihat kecenderungan arah dari piringan antena parabola. Antena parabola ditempatkan daerah dengan garis LOS-nya tidak terhalang oleh pepohonan sekitar lokasi dan menara atau bangunan dari stasiun pemancar itu sendiri. Karena hal-hal tersebut dapat menjadi faktor hambatan atau redaman sinyal satelit. Transponder yang dipergunakan untuk sistem distribusi sinyal dari pusat ke stasiun daerah mempergunakan transponder satelit Telkom1 dengan polarisasi horisontal. Pertimbangan besarnya diameter antena parabola adalah dari ketersedian lahan, penguatan antena dan anggaran. Pada perancangan ini dipergunakan antena parabola dengan diameter 4,23 meter karena dengan antena tersebut hasil gambar dan suara yang diterima dari satellite cukup baik.
Gambar 3.6 Penempatan dan arah antena parabola
Tabel 3.1 Data yang diberikan oleh aplikasi lunak satwin.exe setelah memasukkan koordinat lokasi pemancar dan transpoder yang dipergunakan
30
31
BAB IV HASIL DAN ANALISA DAYA PEMANCAR DENGAN PENGUKURAN KUAT MEDAN DAERAH LAYANAN 4.1. Pengukuran Kuat Medan
Untuk mengetahui kuwalitas kerja sebuah stasiun pemancar televisi dan kualitas daya pancarnya, dilakukan dengan pengukuran kuat medan di daerah layanan. Pengukuran kuat medan dilakukan setelah stasiun pemancar beroperasi dengan baik dengan menggunakan seperangkat fieldstrength meter dan beberapa peralatan pendukungnya yang dapat beroperasi pada frekwensi kerja pemancar. Hasil dari pengukuran kuat medan tersebut akan menunjukkan apakah stasiun pemancar tersebut sudah sesuai dengan hasil perencanaan dan standart yang berlaku atau tidak.
IV.1.1. Perangkat Pengukuran Kuat Medan
Perangkat yang digunakan untuk pengukuran kuat medan pemancar adalah sebagai berikut, 1. Anritsu Measuring Receiver ML 524B (fieldstrength meter)
Field strength meter di design untuk dapat mengindikasikan atau menerima signal RF yang dipancarkan oleh pemancar televisi kemudian menampilkan nilai kuat medan yang terukur, untuk pengukuran signal televisi, signal video normal untuk digunakan dalam pengukuran. Peralatan yang digunakan pada pengukuran kuat medan untuk daerah layanan Trans TV Madiun adalah Anritsu Measuring receiver, seperti terlihat pada gambar 4.1. dengan range frekwensi kerja 25 - 1000 Mhz.
32
Gambar 4.1 Anritsu Measuring receiver 2. Anritsu Dipole Antena MP 663A (antena penerima)
Antena penerima dalam pengukuran ini digunakan untuk menerima signal yang dipancarkan oleh pemancar, yang kemudian akan dihubungkan ke measuring receiver dengan kabel koaksial 50 ohm. Antena penerima yang digunakan adalah Anritsu dipole Antena MP 663A, seperti terlihat pada gambar 4.2. dengan polarisasi penerimaan horizontal.
Gambar 4.2 Antena Dipole/Antena Penerima dan kabel koaksial 3. Tripod dan mounting antena tinggi 5 m 4. GPS Magellan 320
Pada pengukuran kuat medan, GPS dipergunakan sebagai pencatat kordinat lokasi pengukuran dan juga pencatat jauhnya jarak terhadap lokasi pemancar.
33
5. Kompas
Kompas dipergunakan sebagai panduan perkiraan penentuan arah antena dipole jika lokasi pemancar tidak dapat terlihat oleh pandangan mata.
4.1.2. Cara Pengukuran Kuat Medan yang Dilakukan 4.1.2.1. Metode Pengukuran dan Pengoperasian Alat Ukur
Secara garis besar, metode pengukuran kuat medan pemancar dengan perangkat measuring receiver dapat dilihat pada gambar 4.3. dan untuk pengoperasian serta pemasangan alat ukur kuat medan, dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Memasukan frekuensi kerja yang akan diukur pada measuring receiver, dalam pengukuran ini, frekwensi kerja pemancar adalah 623,25 Mhz. 2. Antena dipole dipasang pada tiang antena, kemudian dihubungkan dengan perangkat measuring receiver dengan kabel koaksial 50 ohm, seperti terlihat pada Gambar 4.4. 3. Panjang antena dipole disesuaikan dengan frekuensi kerja pemancar yang akan diukur, langkah ini dapat dilihat pada Gambar 4.5. 4. Tiang antena dipole diset pada ketinggian maksimal dan kemudian tiang antena tersebut diputar perlahan-lahan pada sumbu azimuthnya sampai didapatkan nilai maksimum dari nilai yang terukur, terlihat pada Gambar 4.6.
5. Setelah didapat nilai kuat medan maksimum, lakukan pencatatan nilai kuat medan, langkah ini dapat dilihat pada Gambar 4.7.
34
Gambar 4.3. Metode Pengukuran
Gambar 4.4. Memasang antena dipole pada tiang dan menghubungkannya dengan kabel koaksial 50 ohm
35
Gambar 4.5. Menyesuaikan antenna dipole dengan frekwensi kerja yang diukur
Gambar 4.6.Memutar tiang untuk mendapatkan pengarahan antena yang maksimal
36
Gambar 4.7. Pencatatan data nilai kuat medan yang terukur
4.1.2.2. Titik-titik lokasi yang diukur
Penentuan titik-titik lokasi pengukuran adalah sama dengan pengukuran yang dilakukan pada waktu frequency clearance. Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat lingkaran-lingkaran pada peta wilayah Madiun dan sekitarnya dengan titik pusat lingkaran berada di lokasi pemancar yang telah dibangun. Lingkaran-lingkaran dibuat dengan radius tiap kelipatan 5 Km dari lokasi pemancar. Titik-titik yang diukur adalah suatu daerah yang berpotongan atau berdekatan dengan garis-garis lingkaran yang telah dibuat. Selain dengan membuat lingkaran-lingkaran, titik-titik lokasi pengukuran dipilih pada suatu daerah dengan tingkat populasi penduduk yang cukup tinggi. Seperti diketahui bahwa daerah yang memiliki populasi penduduk yang cukup tinggi merupakan daerah yang berpotensi dalam roda perputaran perekonomian. Dikarenakan pola radiasi yang diterapkan pada antena pemancar adalah directional kearah timur laut dan tenggara, maka pengukuran dimulai pada daerah utara menuju timur dan kemudian kearah selatan.
37
Gambar 4.8 Garis lingkaran untuk penentuan titik-titik lokasi pengukuran Dengan pertimbangan-pertimbangan diatas, maka diputuskan titik-titik lokasi yang diukur yaitu : lokasi tempat pemancar, Madiun, Balerejo, Maospati, Sukomoro, Plaosan, Magetan, Panekan, Kendal, Jogorojo, Lembeyan, Parang, Sampung, Badegan, Ponorogo, Balong, Sawo, Pulung, Ngebel, Uteran, Karangjati, Karangrejo, Pilang Kenceng, Caruban, Mundu, Wilangan, Banjarejo, Loceret, Nganjuk, Pace, Kedung Galar, Paron, Tambakromo, Karang Tengah, Ngawi, Ngrau, dan Widodaren.
4.1.2.3. Keadaan Sekitar Lokasi yang Diukur
Pengukuran dilakukan dengan memperhatikan sifat LOS yang baik dan tidak memberikan sifat redaman. Sedapat mungkin keadaan lokasi pengukuran dilakukan didaerah yang tidak terhalang oleh pepohonan, bangunan, atau halangan lainnya yang dapat memberikan sifat redaman. Selain itu juga perlu dihindari pengukuran kuat medan tepat dibawah jaringan listrik karena hasilnya akan berbeda dengan hasil pengukuran yang tidak dibawah jaringan listrik.
38
Lokasi yang ideal atau yang baik untuk pengukuran adalah daerah sawah padi, ladang tanaman-tanaman kecil dan perkebunan yang tidak terlalu tinggi. Hal ini dikarenakan daerah tersebut biasanya merupakan daerah lapangan terbuka yang luas sehingga mempunyai sifat LOS yang baik dengan pemancar. Jika pengukuran dilakukan pada daerah perkotaan yang padat, pengukuran dilakukan pada lapangan terbuka yang terdapat pada daerah tersebut atau dapat juga dilakukan diatas gedung atau jembatan penyebrangan. 4.2. Data dan Analisa Hasil Pengukuran
Tabel 4.1. Data hasil pengukuran kuat medan Jarak Lokasi
Ketinggian
Pemancar Permukaan
Kuat Medan Terukur
Keadaan Lokasi
(Km)
(mdpl)
(dBµV/m)
Pemancar
0,01
1114
113.3
Kaki bukit
Plaosan
5.53
583
88
Pepohonan
Panekan
8.95
455
80.2
Kota Magetan
9.63
390
83
Lapangan terbuka
Parang
13.7
332
83.2
Lapangan terbuka
Sukomoro
14.1
251
83.2
Sawah
16
327
38.7
Lapangan terbuka
Lembeyan
20.6
146
91.6
Sawah
Maospati
2208
113
91.1
Lapangan terbuka
Jogorojo
22.8
365
42.7
Lapangan terbuka
Sampung
22.9
147
72.6
Lapangan terbuka
Badegan
26.4
109
52.8
Sawah
Tambakromo
28.1
71
95.8
Sawah
Kota Madiun
30.8
81
89.4
Atap gedung
Paron
32.1
64
92.3
Sawah
Uteran
32.9
132
84
Sawah
Widodaren
32.9
75
39.1
Sawah
Kota Ponorogo
33.1
114
83.5
Lapangan terbuka
Kendal
Sawah
39
Kedunggalar
36.4
84
76.3
Pepohonan jati
Ngawi
37.4
65
81.1
Lapangan terbuka
Karang Tengah
39.3
66
92.2
Sawah
Balong
39.5
118
94.5
Sawah
Balerejo
40.2
71
80.6
Sawah
Ngrau
44.4
147
85.1
Pepohanan jati
Ngebel
45.3
749
83.6
Kebun teh
Karangjati
46.6
85
93.8
Sawah
Sawo
47.1
144
81.3
Sawah
Pulung
47.1
485
81.8
Kebun teh
Caruban
48
77
87.9
Lapangan terbuka
Karangrejo
48.7
86
81.8
Sawah
Pilangkenceng
49.3
93
88.6
Sawah
Mundu
54.5
299
68.6
Pepohonan jati
Wilangan
62.6
110
66.1
Pepohonan jati
Nganjuk
72.4
63
79.6
Lapangan terbuka
Loceret
72.5
63
59.9
Lapangan terbuka
Pace
74.1
73
51.8
Kebun jagung
Banjarejo
74.3
67
81.3
Sawah
Setelah dilakukan pengukuran maka daerah layanan yang tercakupi oleh stasiun pemancar dengan batas kuat medan sama dengan atau lebih besar dari 70 dB(µV/m), dapat dibuat gambar daerah layanannya seperti terlihat pada Gambar 4.9. Ketinggian antena yang dipasang pada pengukuran kuat medan ini terbatas pada ketinggian 5 meter diatas permukaan tanah. Hasil pengukuran kuat medan pada umumnya adalah tidak jauh dari nilai standart yang ditetapkan, yaitu 70 dB(µV/m). Akan tetapi terdapat beberapa perbedaan yang sangat besar dibeberapa titik lokasi.
40
a. Kendal, Jogorojo, Widodaren Merupakan daerah yang berada diarah utara pemancar. Daerah-daerah ini tidak LOS dengan pemancar, terhalang oleh kaki gunung tempat lokasi pemancar didirikan. Sehingga hasil pengukurannya dipangaruhi oleh redaman penghalang. b. Badegan Merupakan daerah yang berada diarah selatan pemancar. Daerah ini juga tidak LOS dengan pemancar, terhalang oleh kaki gunung tempat lokasi pemancar didirikan. Daerah selatan sebelum Badegan dari arah timur merupakan titik terluar arah selatan dari radiasi pemancar. c. Loceret dan Pace Merupakan daerah yang berada dekat dengan Nganjuk yaitu diarah timur dari pemancar. Daerah-daerah ini terhalang oleh kaki Gunung Wilis. d. Mundu dan Wilangan Mundu dan Wilangan merupakan daerah yang LOS dengan pemancar, terletak disebelah timur dari pemancar dan berada diantara Madiun dan Nganjuk. Mundu dan Wilangan memiliki nilai kuat medan terukur lebih kecil dari nilai kuat medan terukur Nganjuk. Hal tersebut dikarenakan keadaan daerah sekitarnya merupakan pepohonan jati yang cukup lebat dan tinggi yang dapat meredam sinyal sehingga pengukuran dilokasi ini kurang maksimal. e. Kedunggalar Merupakan daerah yang berada diarah utara dari pemancar yang mempunyai sifat LOS yang baik. Pada titik ini meupakan titik terluar arah utara dari radiasi pemancar. Hasil pengukuran kurang dari standart dikarenakan kemungkinan-kemungkinan faktor redaman yang diakibatkan keadaan sekitar. Untuk nilai pengukuran yang kurang dengan nilai standart yang ditetapkan pada daerah layanan dikarenakan kemungkinan faktor-faktor yaitu : 1. Keadaan sekitar yang dipengaruhi oleh tumbuh-tumbuhan yang tinggi dan bangunan yang terbuat dari beton yang dapat menyebabkan pantulan dan penyebaran. 2. Ketinggian antena penerima dari permukaan tanah.
41
Gambar 4.9 Daerah layanan pemancar berdasarkan pengukuran
Gambar 4.10 Grafik kuat medan terukur pada daerah layanan 74.3(Banjarejo)
74.1(Pace)
72.5(Loceret)
72.4(Nganjuk)
62.6(Wilangan)
54.5(Mundu)
49.3(Pilang
48.7(Karangrejo)
48(Caruban)
47.1(Pulung)
47.1(Sawo)
46.6(Karangjati)
45.3(Ngebel)
44.4(Ngrau)
40.2(Balerejo)
39.5(Balong)
39.3(Karang
37.4(Ngawi)
36.4(Kedunggalar)
33.1(Kota
32.9(Widodaren)
32.9(Uteran)
32.1(Paron)
30.8(Kota Madiun)
28.1(Tambakromo)
26.4(Badegan)
22.9(Sampung)
22.8(Jogorojo)
22.8(Maospati)
20.6(Lembeyan)
16(Kendal)
14.1(Sukomoro)
13.7(Parang)
9.63(Kota
8.95(Panekan)
5.53(Plaosan)
0.01(Pemancar)
Kuat Medan dB (µV/m)
42
120
100
80
60
40
20
0
Jarak (km) dan Daerah Pengukuran Kuat Medan
43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Komponen utama yang dipergunakan dalam perencanaan stasiun relay siaran televisi antara lain : perangkat pemancar; antena panel UHF; menara antenna pemancar, pertimbangan struktural lingkungan sekitar dan antena parabola. Setelah dibangunnya stasiun relay dengan konfigurasi seperti yang telah dijelaskan pada bab - bab sebelumnya dan setelah dilakukannya pengukuran kuat medan pada daerah layanan, maka didapatkan : 1. Kuat medan yang terukur pada daerah layanan yang diinginkan memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dari standar minimum yaitu 70 dB(µV/m). Sehingga hasil perancangan ini dapat dikatakan berhasil. 2. Besarnya kuat medan sangat dipengaruhi oleh jarak antara penerima dengan pemancar. Semakin jauh jaraknya, semakin kecil kuat medannya. 3. Besarnya kuat medan juga dipengaruhi oleh faktor redaman yang berada disekitar lokasi penerima. Semakin terbebas dari faktor redaman, pepohonan dan bangunan tinggi, maka pengukuran nilai kuat medan semakin maksimal. 4. Bukit atau pegunungan yang menghalangi garis LOS memberikan redaman yang cukup tinggi hal tersebut terbukti pada pengukuran kuat medan di beberapa daerah.
5.2. Saran
Untuk lebih mengoptimalkan dan memperbaiki perencanaan sebuah stasiun pemancar televisi di darerah-daerah berikutnya, maka penulis memberikan saran – saran antara lain sbb : 1. Lebih mengoptimalkan pembelian peralatan atau komponen – komponen yang dipergunakan pada stasiun pemancar televisi, sehingga budget yang dipergunakan dalam pembuatan stasiun pemancar lebih kecil.
44
2. Dengan mengoptimalkan peralatan atau komponen – komponen yang dipergunakan dan agar tidak mengurangi kuwalitas daya pancar pemancar, maka perlu dilakukan maintenance peralatan secara rutin, sehingga kerusakan atau penurunan kuwalitas daya pemancar dapat diminimalisasi.
45
DAFTAR PUSTAKA [1]
Doddy Suryana. 2001. Sistem Propagasi : Balai Diklat TVRI
[2]
Koesmanto. 1997. Dasar Sistem Telekomunikasi : Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Malang
[3]
M. Sukarna. 2004. Dasar Teknik Penyiaran : Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Jakarta.
[4]
Roddy, Dennis and Coolen, John 1997. Komunikasi Elektronika : Erlangga, Edisi3, Jilid 2.
[5]
Sinnema, William. Electronic Transmission Technology – Lines, Waves, and Antenas
[6]
Usrin Usman. 2001. System Jaringan Transmisi : Trans TV Intermediate Training Angkatan I
[7]
www.postel.go.id
[8]
www.satcodx.com