TREND MOBILITAS PEKERJAAN WANITA JANIANTON DAMANIK Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Setiap analisis tentang pekerja wanita selalu mengandung pandangan yang umum berlaku, yakni apakah pekerjaan ‘domestik’ masih dianggap sebagai satu-satunya tugas atau ‘karir’ bagi wanita, atau pekerjaan publik sudah layaknya bagi mereka. Dari data-data empirik dan berbagai kritik yang ditujukan terhadap diskriminasi seks dalam pekerjaan, pada akhirnya membawa implikasi bahwa sudah saatnya dihentikan pandangan yang meremehkan pekerjaan domestik wanita, dan sebaliknya agar dilakukan formalisasi terhadap pekerjaan tanpa upah itu. Bagi kalangan akademis, segregasi pekerjaan wanita di berbagai sektor ekonomi merupakan sumebr perbedaan status wanita dengan pria. Segregasi pekerjaan dan tanggung jawab utama dalam pengasuhan anak mengakibatkan rendahnya status dan pengalaman kerja yang bisa dicapai oleh wanita. Memang status maternitas (keibuan) bisa memperkuat pelindungan terhadap pekerja wanita, meskipun tidak jarang hal itu dihubung-hubungkan dengan pekerjaan ‘asli’ mereka sebelumnya, yakni tugas-tugas rumah tangga. Sudah banyak bukti-bukti yang menunjukkan perbedaan upah wanita dengan pria di dalam dan antar sktor pekerjaan. Yang masih sulit dibuktikan adalah soal pengelompokan mereka ke dalam pekerjaan sejenis semasa hidup, pola-pola pengalaman kerja, mobilitas pekerjaan yang berkaitan dengan masamasa melahirkan, atau strategi pemilihan pekerjaan antar periode yang bisa memadukan tugas domestik dengan pekerjaan publiknya. II. DISTRIBUSI PEKERJAAN Data yang tersedia menunjukkan bahwa umumnya wanita menduduki pekerjaan kantor, pekerjaandomestik semi-terampil, dan pekerjaan pabrik semiterampil. Pada tahun 1980 persentase mereka pada masing-masing jenis itu adalah 30, 11 dan 10 persen. Ditunjukkan pula bahwa mengelompok pada jenisjenis pekerjaan tertentu. Ini dapat dipandang sebagai indikator adanya segregasi pekerjaan wanita. Banyak peneliti mengakui penggolongan pekerjaan yang ‘tipikal’ wanita dan stereotipe pekerjaan laki-laki. Jusenius (1976) menyebut pekerjaan yang tipikal wanita jika sekurang-kurangnya 41,3 persenpemegang jabatan adalah wanita. Hakim (1979) menyebut adanya segregasi vertikal dan horizontal. Yang pertama ialah pekerjaan yang sebagian besar pria bekerja pada pekerjaan tingkat yang kedua terjadi apabila wanita dan laki-laki sama-sama menduduki pekerjaan yang berbeda. Segregasi ini dapat terjadi antar dan inter pekerjaan (Blau, 1975). Untuk memudahkan penyelidikan segresi pekerjaan tadi dapat diidentifikasi berdasarkan: a) proporsi pekerjaan dimana proporsi wanita yang menduduki lebih besar daripada proporsi mereka dalam seluruh jumlah penduduk, c) indeks segregasi berdasarkan indeks kesamaan dan ketidaksamaan dalam mobilitas sosial, dan d) proporsi pekerjaan dengan persentase tertentu pemegang jabatan adalah wanita. Meskipun pada dasarnya bukan merupakan unsur yang inheren dalam pekerjaan ia dapat berubah apabila semakin bertambah peluang wanita
©2004 Digitized by USU digital library
1
memasuki ‘pekerjaan atau kedudukan laki-laki’, khususnya yang bersifat profesional dan managerial namun segregasi tersebut selalu menampakkan diri. Berdasarkan data WES tadi, di Inggris terdapat 63 persen wanita yang menduduki pekerjaan ‘khas’ wanita, dan 80 persen angkatan kerja laki-laki menempati pekeerjaan ‘khas’ laki-laki pula. Segresasi itu semakin jelas setelah berkembangnya tak penuh (part time) yang diduduki oleh wanita. A. Segmentasi Pasar Tenaga Kerja Analisa distribusi pekerjaan dan lapangan kerja berdasarkan penggolongan jenis kelamin diuraikan dengan baik melalui teori segmentasi psar tenaga kerja. Teori ini merupakan pemurnian pendekatan neo-klaik (Nasikun, 1990) untuk menjelaskan latar belakang perbedaan upah, segregasi pekerjaan, kemiskinan dan diskriminasi ras serta tenaga kerja yang berbeda, yakni sektor primer yang dilindungi (Mazumdar, 1981) dans ektor sekunder yang tidak dilindungi, dimana upah pekerja pada kedua sektor itu berbeda, meskipun kualitas pekerjanya relatif sama. Hipotesis dasar pasar tenaga kerja ganda ini ialah bahwa terdapat dua sektor yang berbeda. Yang pertama menawarkan pekrjaan deeengan upah relatif tinggi, kondisi kerja yang baik, peluang untuk promosi, peraturan kerja, dan pekerjaan yang stabil atau tetap. Sebaliknya pada sektor sekunder, upah dibayar lebih rendah, kondisi kerja buruk, peluang promosi kecil, hubungan pribadi yang sangat dekat antara pekerja dengan mandor sehingga terbuka peluang untuk menciptakan favoritisme pekerja dan disiplin kerja yang rendah serta kestabilan pekerjaan, maupun perpindahan (turnover) pekerja yang tinggi. Pekerjaan di sektor primer adalah jenis pekerjaan yang menuntut keahlian tertentu (firm-specific). Stabilitas tenaga kerja yang mantap penting artinya. Oleh kaena pekerja wanita biasanya (dipandang) tidak bekerja stabil karena alasan-alasanmenstruasi, hamil, melahirkan, maka mereka sering terdesak kedalam pekerjaan di sektor sekunder tadi (Nasikun, 1990). Dengan alasan itu pula sebagian besar pekerja wanita dibayar dengan gaji rendah. Dan sekali mereka masuk ke sektor sekunder, maka sulit untuk melakukan mobilitas ke sektor primer. Dengan kata lain, hampir tidak terjadi mobilitas pekerjaan antar sektor tersebut (Manning, 1979; 1980). B. Analisa Kelas Dalam pandangan sosiologi, wanita digolongkan sebagai kelas menengah baru, yang dalam kelas pekerja terdiri dari tenaga penjual, tenaga administrasi, pendidik, dan teknisi rendahan, walaupun tidak jelas bagaimana pembagian seperti itu mempengaruhi struktur masyarakat: apakah mereka akan berafiliasi ke dalam kelas borjuis baru atau bahkan masuk menjadi kelas proletariat. Giddens menyatakan bahwa ketergantungan wanita pada laki-laki di dalam keluarga menempatkan mereka pada tingkat keluarga maupun masyarakat menjadi kecil/lemah. Posisi pinggiran yang dimiliki oleh wanita juga terbentuk melalui penentuan laki-laki sebagai kepala keluarga. Oleh sebab itu, tanpa ada usaha menghilangkan pengakuan demikian, maka selain hak-hak yang makin terbatas, persamaan hak wanita dengan laki-laki pun semakin sulit terjadi. III. PROFIL PEKERJAAN Tinjauan secara cross-sectional terhadap distribusi pekerjaan wanita hanya memberikan gambaran sepintas tentang kedudukan mereka dalam sektorsektor pekerjaan. Sekiranya telah terjadi perubahan kedudukan tersebut, sulit dipastikan apakah kedudukan sekarang ini merupakan karir atau bukan. Konsep karir mengacu pada kemajuan yang dicapai melalui serangkaian pekerjaan atau pada suatu jabatan dari waktu ke waktu. Yang perlu diperhatikan
©2004 Digitized by USU digital library
2
dalam konsep ini ialah apakah pekerjaan yang diduduki itu berarti atau tidak bagi diri sendiri ataupun orang lain. Sebuah karir bisa disebut memberikan arti jika ia berkembang ke tingkat hirarki yang lebih tinggi dan maju. Dengan konsep seperti itu wanita bisa saja memiliki karir dengan dorongan keluarga ataupun menaikkan karirnya ke jenjang yang baru. Tetapi secara umum sebenarnya masalah karir wanita cenderung diabaikan dalam analisis sosiologis atas pekerjaan. Ada kalanya jika karir wanita berada pada lintasan antar lembaga, atau jika gerak maju mereka lebih lambat, maka hal itu dipandang dengan sepele. Dan di luar kriteria karir yang ditetapkan tadi, perkembangan kedudukan wanita tidaklah dianggap sebagai bagian dari karir, karena alasana bahwa mereka bukanlah berfungsi sebagai pekerja utma. Data dari WES menunjukkan hanya 17% pekerja wanita yang punya alasan bekerja untuk “melanjutkan karir”, 24% untuk bekerja penuh dan 7% untuk bekerja part-time. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak tertarik pada suatu karir. Barangkali juga hal itu merupakan pencerminan dari pandangan realitas mereka atas kesempatan kerja yang terbatas, fungsi sebagai pengasuh anak, dan gangguan kerja khususnya dalam part-time. Wanita memandang sebuah pekerjaan sebagai karir jika yang bersifat profesional; suatu hal yang memang hanya sedikit terjadi. (Dex, 1987). Penentuan Jenis Pekerjaan Pemilihan pekerjaan atau jabatan bukanlah persoalan yang mudah bagi wanita, karena itu sangat bergantung pada kondisi objektif dan subjektifnya. Di Inggris, Dex menemukan berbagai variabel yang mempengaruhi pilihan tersebut. Yang paling berpengaruh kuat ialah latar belakang etnis, daerah asal, dan pendidikan; sedangkan yang relatif lemah pengaruhnya meliputi faktor-faktor tertentu dalam keluarga. Pada tingkat individu variabel pokok mencakup intelegnsia, kepribadian, kepentingan, nilai-nilai, pengetahuan tentang pekerjaan, dn dalam beberapa hal juga soal perbedaan jenis kelamin. (Dex, 1987) Berdasarkan data WES, ada 12 komponen pekerjaan yang diduduki oleh wanita sejak mereka meninggalkan bangku sekolah. Berturut-turut adalah tenaga profesional, pendidik, perawat, pekerjaan non-manual menengah, tenaga administrasi, pramuniaga, pekerjaan yang memerlukan keahlian, pengasuh anak, pekerja pabrk setengah terampil, pekerjaan domestik setengah terlatih, pekerjaan lainnya yang sedikit memerlukan ketrampilan ketrampilan dan pekerjaan kasar. Tenaga Profesional Dari sampel sejumlah 5.320 wanita, hanya 33 orang atau 0,6% saja yang berhasil meraih jabatan profeisonal selama masa kerja mereka. Menarik untuk diketahui, bahwa yang tetap menduduki jabatan itu ialah wanita yang secara terus menerus bekerja di tempat yang sama, apakah mereka tidak kawin atau memiliki anak, atau karena kurang mengutamakan hal-hal yang berhubungan dengan fungsinya sebagai wanita. Tetapi mereka bisa juga masuk ke dalam status pekerjaan yang lebih rendah setelah berhenti bekeja sebagai tenaga profesional, akibat pekerjaan suami (“pindah tugas”), lalu masuk ke dalam pekerjaan lain seperti guru. Ada pula diantaranya yang meninggalkan jabatan itu secara sukarela karena merasa tidak puas, atau karena harus melanjutkan pendidikan. Bukti-bukti ini cukup menunjukkan bahwa ada kecenderungan wanita untuk lebih menyukai pekerjaan yang lebih ‘tipikal’ wanita yang bisa akomodatif terhadap tugas ‘asli’nya. Tenaga Semi Profesional Profil pekerjaan seperti ini lebih disenangi oleh wanita, khususnya guru, perawat dan tenaga administrasi (clerical). Frekuensi meninggalkan pekerjaan cukup rendah, demikian pula perpindahan kerja antar bidang(turnover). Tetapi mobilitas pekerjaan pada wanita yang sekarang berprofesi sebagai tenaga
©2004 Digitized by USU digital library
3
perawat cenderung lebih tinggi dibanding guru, khususnya dari pekerjaan ketatausahaan atau pengasuh anak serta pekerjaan setengah terampil lainnya. Setelah menjadi perawatpun pergantian pekerjaan tetap berlangsung karena melanjutkan pendidikan sejenis, sifat pekerjaan yang temporer, atau perpindahan tugas suami. Pergantian pekerjaan dari semi profesional ke tingkat yang lebih rendah terjadi akibat tugas suami (pindah kerja) atau karena masa kehamilan dan melahirkan. Biasanya memang wanita mempunyai pekerjaan rangkap sebelumnya. Tetapi begitu ikut suami yang pindah tugas, maka pekerjaan tadi terhenti sampai akhirnya tersedia pekerjaan yang lebih cocok, sesuai dengan fluktuasi pekerjaan suami. Tenaga administrasi Penerimaan jenis pekerjaan ini biasanya karena sebelum itu wanita mengalami kendala dalam pekerjaan terdahulu, misalnya karena kehamilan dan melahirkan. Di sisni mereka bekerja seusai menamatkan pendidikan sekolah tertentu, dan bertahan sampai 10 tahun. Pergantian pekerjaan dari jenis nonadministrasi ke tenaga administrasi hantya terjadi jika mereka sukses dalam pekerjaan terdahulu. Jabatan ini terhenti jika ada pemecatan atau kelebihan pekerja, perubahan status kawin, suami pindah tugas, atau karena sakit. Yang paling umum adalah alasan suami pindah tugas. Mereka yang sebelumnya bekerja di sini dan kemudian karena alasan di atau cenderung mengalami mobilitas pekerjaan ke tingkat yang lebih rendah. Kalaupun terjadi mobilitas ke tingkat lebih tinggi, jenis pekerjaannya tetap di sekitar pekerjaan non-manual menengah. Menjadi pekerja tetap jika tidak mempunyai anak memperbesar peluang wanita memasuki jenis pekerjaan yang lebih bergengsi, meskipun hal ini jarang terjadi. Pekerjaan terampil dan setengah terampil Wanita yang bekerja pada jenis pekerjaan yang menggunakan keterampilan khusus jarang ditemukan. Kalaupun ada, hal itu semata-mata karena kesediaan mereka bekerja full-time seusai melahirkan. Adapun pekerjaan setengah terampil, biasanya diterima setelah pekerjaan sebelumnya terhenti akibat faktor-faktor yang disebut di atas. Pada umumnya pekerjaan seperti ini terdapat dalam pabrik tekstil. Mereka cenderung bertahan, terutama wanita yang pada mulanya memang sudah ditempatkan pada posisi yang sama. Perkecualian lain adalah jika sebelum menghabiskan masa melahirkan, pekerja wanita tersebut mempunyai dua atau lebih pekerjaan sejenis. Di sini mobilitas pekerjaan terjadi secara horizontal, yakni antar perusahaan sejenis. Sedangkan mobilitas vertikal menurun terjadi dari pekerjaan pabrik setengah terampil ke pekerjaan domestik setengah terampil, dan dari pekerjaan kasar ke pelayan toko. Dalam beberapa hal terdapat kesamaan bukti-bukti tersebut dengan pekerjaan wanita di Indonesia. Manning (1979) menemukan bahwa tingkat labour turnover dalam berbagai industri, khususnya industri tekstil dan rokok kretek, cukup tinggi. Tetapi goal upah dan mobilitas pekerjaan mereka relatif rendah karena dikondisikan oleh pasar tenaga kerja yang terbagi (segmented). Penetapan upah dan terbentuknya mobilitas demikian erat juga kaitannya dengan anggapan bahwa wanita hanya sebagai pelengkap pencari nafkah dalam keluarga, khususnya di Jawa. Hubungaan Rumah Tangga Sering terjadi bahwa wanita mengalami gangguan dalam pekerjaan ketika mereka memutuskan untuk kawin atau ikut suami. Menurut penelitian Robert dan Martin (1984), 3 persen waita yang tidak bekerja menyebut alasan ikut suami sebagai penyebabnya. Tabel pada lampiran I sub a menggambarkan kecenderungan pekerjaan suami relatif sama dengan pekerjaan istri. Perlu diperhatikan bahwa angka-angka
©2004 Digitized by USU digital library
4
pada pekerjaan wanita itu menggambarkan keadaan setelah mereka mengikuti kepindahan suaminya. Dengan demikian dapat disebut di sini bahwa besar kemungkinan wanita mengalami mobilitas pekerjaan ke status yang lebih rendah setelah mereka berhenti dari pekerjaan semula akibat keharusan ikut suami. Jadi tetap posisi wanita jauh lebih lemah. Agaknya wanita dikondisikan untuk memilih pekerjaan tertentu (tenaga administrasi, tenaga terampil, setengah terampil dan semi profesional) yang terus terganggu karena, berbagai faktor. Namun demikian jelas akan keliru jika ketentuan dan komitmen mereka atas pekerjaan itu dianggap hanya karena kebetulan saja, atau murni ditentukan oleh permintaan pasar. Selama pekerjaan tersebut merupakan tujuan yang dikejar secara sadar, maka ia tetap dianggap sebagai suatu karir, tidak goal apakah itu semi profesional atau pekerjaan yang bersifat non-manual. IV. MOBILITAS PEKERJAAN Setelah disinggung hambatan yang dihadapi wanita untuk memperthankan atau meningkatkan status pekerjaannya, di sini akan diketengahkan beberapa bukti-bukti empiris yang menarik dibahas dalam kaitannya dengan mobilitas pekerjaan. Mobilitas Pekerjaan Secara Vertikal Mobilitas seperti ini kerapkali terjadi pada jenis pekerjaan klerikal menuju pekerjaan yang bersifat setengah terampil. Tetapi ada pula bukti yang menunjukkan terjadinya mobilitas vertikal dari guru dan perawat ke tenaga administrasi dan pekerjaan yang bersifat setengah terampil lainnya. Menarik untuk dicatat bahwa yang sering mengalami pergeseran tipe pekerjaan ke status yang lebih rendah adalah wanita yang mempunyai anak dan relatif berusia tua, sedangkan mereka yang tidak memiliki anak dan berusia muda cenderung mengalami mobilitas pekerjaan ke tingkat yang lebih tinggi. Ini perlu ditafsirkan hati-hati karena seolah-olah kelahiran anak menjadi penyebab turunnya status pekerjaan wanita. Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa setelah dikontrol dengan waktu ketika mengalami mobilitas menurun itu, ternyata pengaruh pemilikan anak sangat kecil, sekali. Sebagai contoh, mobilitas ke bawah dialami oleh 50 persen wanita berusia 16-19 tahun ketika menjelang kelahiran anak pertama, masing-masing 25% hal itu terjadi pada waktu kelahiran anak pertama dengan anak kedua, dan sesudah anak kedua. Alasan Meninggalkan Pekerjaan Rasa tidak puas terhadap pekerjaan, kehamilan, (masing-masing pada 28 dan 19 persen wanita) merupakan alasan utama mereka meninggalkan pekerjaannya sebelum mengalami mobilitas ke strata pekerjaan lebih rendah. Sedangkan mereka yang sebelum melakukan mobilitas ke atas, menyebut ketidakpuasan dan pergantian majikan (masing-masing 40 persen dan 20 persen) sebagai alasan pokok. Pengaruh pembentukkan keluarga terhadap mobilitas vertikal tidak terjadi pada semua tipe pekerjaan. Terbukti bahwa 85 persen wanita yang sebelumnya berstatus sebagai guru, tetap menduduki posisi itu setelah mereka kawin dan melewati masa melahirkan. Demikian juga dengan wanita yang mempunyai tipe pekerjaan yang bersifat semi terampil di pabrik. Pergeseran yang menonjol terjadi pada tipe pekerjaan profesional, dimana mobilitas vertikal ke bawah cukup tajam. Mereka biasanya menerima jenis pekerjaan semi terampil dan part time. Dan yang mengalami beberapa kali kehamilan dan persalinan lebih muda pula mengalami mobilitas pekerjaan ke strata rendah, dibanding dengan yang satu kali melahirkan.
©2004 Digitized by USU digital library
5
V. KESIMPULAN 1. Semakin penting keberadaan pekerjaan domestik wanita untuk melakukan mobilitas pekerjaan ke tingkat yang lebih tinggi. Pekerjaan domestik ini pun sudah mulai dikategorikan sebagai bagian dari karir wanita. 2. (meskipun demikian) ternyata jumlah wanita yang menduduki pekerjaan dan jabatan yang bergengsi sangat kecil, dan lebih terkonsentrasi pada pekerjaan yang berciri semi-terampil dan semi profesional. 3. Mobilitas pekerjaan wanita sangat tinggi baik antar maupun inter lapangan pekerjaan yang ada. 4. Mobilitas yang tinggi itu lebih berorientasi ke pekerjaan-pekerjaan yang berstatus lebih rendah. 5. Menurunnya status pekerjaan tadi masih didominasi oleh akibat yang ditimbulkan oleh keluarga, seperti perkawinan, pengasuhan anak, dan terutama kerena suami pindah tugas. DAFTAR PUSTAKA Manning, Chris, 1979, Wage Differentials and Labour Market Segmentation in Indonesian Manufacturing, (Disentralisasi Doktor) Australian National University. -----------------, 1980. "Segmentasi Pasar Tenaga Kerja di Sektor Industri di Jawa; Beberapa Implikasi dari Studi Kasus Industri Tenun dan Kretek", dalam: Prisma, 11, halaman 85-92. Mazumdar, Dipak, 1981. The Urban Labour Market and Income Distribution; A Study of Malaysia., New York: Oxford University Press. Nasikun, 1990. "Peningkatan Peranan Wanita dalam Pembangunan: Teori dan Implikasi Kebijaksanaan", dalam Populasi, 1, halaman 1-11.
©2004 Digitized by USU digital library
6