Pengaruh Status Pekerjaan Terhadap Pemakaian Kontrasepsi Pada Wanita Tidak Kawin 1 1,2
Diana Wijayaningrum, 2Pandu Riono
Departemen Biostatistik dan Ilmu Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Univeritas Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Pemakaian kontrasepsi pada wanita tidak kawin mampu mencegah terjadinya kehamilan tidak diharapkan yang dapat mendorong aborsi tidak aman. Pada wanita bekerja, tuntutan dunia kerja dan keinginan mengembangkan karir, mendorong untuk memakai kontrasepsi agar tidak hamil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status pekerjaan dengan pemakaian kontrasepsi pada wanita tidak kawin di Indonesia tahun 2012. Analisis multivariabel regresi logistik dilakukan pada subsampel 13.124 wanita tidak kawin umur 15-49 tahun dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012. Hasil penelitian menunjukkan hanya 1,1% wanita tidak tidak kawin yang mengaku memakai kontrasepsi pada saat survei. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa wanita tidak kawin yang bekerja memiliki odds 1,7 kali lebih tinggi untuk memakai kontraspesi dibandingkan yang tidak bekerja (OR adjusted = 1,7, 95% CI: 1,1 – 2,8). Akses pelayanan kontrasepsi untuk wanita yang dalam usia reproduksi tidak ditinggalkan oleh Program Keluarga Berencana. Program Keluarga Berencana di Indonesia harus memberikan akses universal kepada setiap wanita dalam usia subur tanpa memandang status perkawinannya. Kata Kunci: kontrasepsi; pekerjaaan; tidak kawin
The Influence of Employment Status on Contraceptive Use Among Unmarried Women (Analysis of IDHS 2012) Abstract Contraceptive use by unmarried women are able to prevent unintended pregnancy that can lead to unsafe abortion. Women who work, the demands of the working world and desire to develop their career, increase the use of contraceptive to avoid pregnancy. The purpose of this study is to find out the influence of employment status on contraceptive use among unmarried women in Indonesia. Multivariable logistic regression analysis conducted on the subsample 13.124 of unmarried women aged 15-49 years from Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) 2012. The results showed only 1.1% of unmarried women who are using contraception at the time of the survey. The results also showed that unmarried women who work have a 1.7 times higher odds to use contraception than those who do not work (OR adjusted = 1.7, 95% CI: 1.1 to 2.8). Access to contraceptive services for women of reproductive age should not left behind by the Family Planning Program. We should provide universal access to every woman of childbearing age regardless of marital status. Keywords: contraceptive, employment; unmarried
Pendahuluan Program KB di Indonesia masih tertuju pada pembentukan keluarga kecil bahagia sejahtera dan tujuan demografis. Selain itu, kebijakan pelayanan kontrasepsi masih membatasi pelayanan Keluarga Berencana hanya untuk pasangan yang telah menikah secara sah (Jena,
Pengaruh status…, Diana Wijayaningrum, FKM UI, 2014
2011; Utomo, McDonald, Reimondos, Hull & Utomo A., 2012). Padahal tercatat 0,2% wanita belum menikah, 36,8% wanita hidup bersama, 5,9% wanita cerai hidup, dan 4,2% wanita cerai mati memakai kontrasepsi pada saat survei (BKKBN, BPS, Kemkes, MEASURE DHS, 2013). Wanita tidak kawin mengalami keterbatasan dalam memeroleh informasi tentang keluarga berencana, sehingga mereka hanya mendapatkannya dari sektor privat/swasta, buku atau internet internet (Jinke Li, et al., 2013). Di Cina, hanya sedikit wanita tidak kawin yang mencari pelayanan KB profesional karena keterbatasan akses ke pelayanan KB (Jinke Li et al., 2013; Xu Qian, et al., 2004). Terdapatnya wanita tidak kawin yang memakai kontrasepsi menunjukkan bahwa wanita tak kawin, tidak ingin hamil . Jika wanita tidak kawin belum ingin hamil tetapi tidak memakai kontrasepsi akan menimbulkan kebutuhan tidak terpenuhi (unmet need). Wanita tidak kawin yang aktif secara seksual dan tidak terlindungi kontrasepsi dapat meningkatkan kehamilan tidak diharapkan yang berujung pada aborsi tidak aman (Zhang, et.al, 2001). Dampak tidak langsung dari kehamilan tidak diharapkan dan kelahiran di luar pernikahan pada wanita tidak menikah adalah dapat dikeluarkan dari sekolah, harus menghadapi penolakan dari keluarga dan masyarakat, dipaksa menikah, kekerasan fisik, efek kesehatan yang merugikan, kurangnya dukungan ekonomi dan emosional bagi ibu dan anak, akses yang rendah terhadap pelayanan kesehatan, status sosial ekonomi yang rendah, dan kesempatan menikah yang rendah (Singh & Hussain, 2010; Garene & Zwang, 2006). Selain itu, kehamilan tidak diharapkan juga dapat mengakibatkan aborsi tidak aman (Singh &.Hussain, 2010). Aborsi yang tidak aman dapat membahayakan kesehatan wanita dan dapat berujung pada kematian (Grimes, et al. 2006). Penyebab utama kematian pada wanita akibat aborsi tidak aman adalah pendarahan, infeksi, dan keracunan dari bahan yang digunakan untuk menginduksi aborsi. Di Indonesia, diperkirakan 2 juta kejadian aborsi pada wanita umur subur (15-49 tahun) terjadi setiap tahun, sepertiganya merupakan aborsi pada perempuan tidak menikah yang aktif melakukan hubungan seksual (Utomo, et al., 2001). Kehamilan tidak diharapkan dan aborsi dapat dicegah dengan peningkatan pelayanan KB dan pilihan metode kontrasepsi yang mampu menjangkau masyarakat yang kurang terlayani seperti remaja yang aktif secara seksual, wanita tidak menikah, imigran, dan penduduk miskin kota yang tinggal di pemukiman kumuh (WHO, 2011). Bongaarts and Westoff (2000) juga menyatakan bahwa pemakaian kontrasepsi dapat menurunkan kejadian aborsi tidak aman akibat kehamilan tidak diinginkan. Beberapa studi menunjukkan bahwa status pekerjaan wanita merupakan salah satu faktor yang berhubungan
Pengaruh status…, Diana Wijayaningrum, FKM UI, 2014
dengan pemakaian kontrasepsi pada wanita tidak kawin. Pada wanita bekerja, tuntutan dunia kerja dan keinginan mengembangkan kapabilitas, membuat fungsi reproduksi -kehamilanharus dikendalikan melalui penggunaan kontrasepsi. Belum banyak data dan penelitian mengenai pemakaian kontrasepsi pada wanita tidak kawin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pola pemakaian kontrasepsi pada wanita tidak kawin dan mempelajari pengaruh status pekerjaan terhadap pemakaian kontrasepsi pada wanita tida kawin di Indonesia.
Tinjauan Teoritis Meningkatnya partisipasi wanita dalam bekerja dibeberapa negara telah menurunkan fertilitas dan meningkatkan penggunaan kontrasepsi (Shah,N., Shah, M., & Radovanovic, 1998). Bertrand (1980) menjelaskan bahwa tingginya pemakaian kontrasepsi pada wanita bekerja menunjukkan bahwa adanya kebutuhan kontrasepsi pada wanita bekerja untuk menghindari kehamilan yang dapat menganggu pekerjaan mereka. Selain itu, takut kehilangan pendapatan juga membuat wanita bekerja lebih memilih memakai kontrasepsi untuk menunda kehamilan (Amin, Diamond, Naved & Newby, 1998). Berdasarkan penelitian Indongo (2009), pemakaian kontrasepsi pada wanita tidak menikah lebih tinggi pada yang memiliki pekerjaan dibandingkan dengan yang tidak memiliki pekerjaan. Odds wanita yang bekerja 1,31 kali lebih tinggi untuk memakai kontrasepsi dibandingkan yang tidak bekerja.
Metode Penelitian ini menggunakan data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 dengan desain penelitian cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah wanita tidak kawin umur 15-49 tahun yang tidak sedang hamil dan belum di sterilisasi. Pada pemilihan sampel, proses pembersihan data dilakukan dengan mengeluarkan 18 data missing sehingga analisis hanya dilakukan pada 13.124 wanita tidak kawin. Konsep perkawinan yang digunakan adalah perkawinan yang sah menurut hukum dan agama yang berlaku (de jure). Sehingga wanita dengan status belum kawin, hidup bersama, cerai hidup, atau cerai mati masuk sebagai sampel. Data dalam variabel penelitian diperoleh dari kuesioner WUS SDKI 2012. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif untuk melihat gambaran distribusi frekuensi atau rata-rata variabel yang diteliti, asosiasi sederhana untuk melihat hubungan antara variabel dependen (pemakaian kontrasepsi) dengan variabel independen
Pengaruh status…, Diana Wijayaningrum, FKM UI, 2014
menggunakan analisis regresi logistik sederhana, dan asosiasi multivariabel dilakukan untuk melihat hubungan variabel dependen (pemakaian kontrasepsi) dengan variabel independen utama (status pekerjaan). Analisis multivariabel ini bertujuan untuk mengontrol pengaruh variabel yang diduga sebagai confounder sehingga diketahui efek pekerjaan terhadap pemakaian kontrasepsi.
Hasil Hanya 1,1% wanita tidak kawin yang mengaku menggunakan kontrasepsi pada saat survei (lihat Tabel 1). Hasil analisis tidak termasuk pemakaian metode KB sterilisasi wanita. Pada penelitian ini, sterilisasi wanita masuk dalam kriteria eksklusi. Wanita tidak kawin paling banyak memakai metode suntik (40,5%).
Tabel 1 Pemakaian Kontrasepsi Pada Wanita Tidak Kawin* Pemakaian kontrasepsi Pakai Kontrasepsi Metode kontrasepsi yang digunakan Metode nonmodern lain Senggama terputus Pantang berkala Kondom Pil IUD Suntik Implan *tidak termasuk sterilisasi wanita
n
% 210
1,1
1 14 3 12 33 37 85 25
0,5 6,7 1,4 5,7 15,7 17,6 40,5 11,9
Sebagian besar wanita tidak kawin berumur 15-19 tahun (49,4%), pendidikan tinggi yang ditempuh SMA (41,6), bekerja dalam periode 12 bulan terakhir (55,2%), bekerja dan dibayar (46,4%), tinggal di daerah perkotaan (60%), dan berada pada kuintil 5 (26,6%) (lihat Tabel 2). Selain itu, sebagian besar wanita tidak kawin, tidak pernah berdiskusi dengan teman, tetangga, atau keluarga tentang KB dalam 6 bulan sebelum survei (74,8%), tidak pernah mendapat kunjungan petugas KB dalam 6 bulan sebelum survei (98%) tidak mengunjungi Faskes (73,1%), hanya pernah mendengar metode kontrasepsi modern (94,9%), dan mendapatkan informasi KB dari sumber selain koran/majalah, poster/pamflet, dan media elektronik (41%) (lihat Tabel 3).
Pengaruh status…, Diana Wijayaningrum, FKM UI, 2014
Tabel 2 Karakteristik Individu Karakteristik Individu 1. Umur 15-19 tahun 20-24 tahun 25-29 tahun 30-34 tahun 35-39 tahun 40-44 tahun 45-49 tahun 2. Pendidikan Tidak Sekolah Sekolah Dasar SMP SMA Perguruan Tinggi 3. Status Pekerjaan Tidak bekerja Bekerja 4. Pendapatan Bekerja, dibayar Bekerja, tidak dibayar Tidak bekerja Tidak tahu 5. Tempat Tinggal Pedesaan Perkotaan 6. Status ekonomi Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5
N
%
6.252 2.933 1.228 715 593 672 731
49,4 21,2 8,1 5,0 4,5 5,6 6,2
342 1.960 2.514 5.529 2.779
2,6 15,9 21,9 41,6 18,0
6.105 7.019
44,8 55,2
5.708 1.296 6.105 15
46,4 8,6 44,8 0,2
5.466 7.658
40,0 60,0
2.612 2.521 2.546 2.485 2.960
15,4 17,9 19,5 20,6 26,6
Pada asosiasi sederhana, hanya tiga variabel yang menjadi fokus utama penelitian yang ditampilkan, yaitu status pekerjaan (independen utama) serta pendidikan dan wilayah tempat tinggal sebagai confounder. Hasil analisis menunjukkan odds wanita tak kawin yang bekerja 2 kali lebih tinggi untuk memakai kontrasepsi dibandingkan yang tidak bekerja (lihat Tabel 4). Pendidikan responden berbanding terbalik dengan pemakaian kontrasepsi pada wanita tidak kawin. Semakin tinggi pendidikan responden, pemakaian kontrasepsinya semakin menurun. Pemakaian kontrasepsi tertinggi pada responden ≤ SD dan terendah pada responden yang menempuh pendidikan ≥ SMP (lihat Tabel 4). Odds responden yang menempuh pendidikan ≤ SD 3,7 kali lebih tinggi untuk memakai kontrasepsi dibandingkan responden yang menempuh pendidikan ≥ SMP. Proporsi pemakaian kontrasepsi pada responden yang tinggal di pedesaan lebih tinggi dibandingkan dengan yang tinggal di perkotaan (lihat Tabel 4). Odds responden yang tinggal di pedesaan 2,6 kali lebih tinggi untuk memakai kontrasepsi dibandingkan dengan responden yang tinggal diperkotaan.
Pengaruh status…, Diana Wijayaningrum, FKM UI, 2014
Tabel 3 Faktor Interpersonal dan Faktor Pelayanan Interpersonal dan Pelayanan 1. Diskusi tentang KB Tidak Ya 2. Kunjungan Petugas Tidak Ya 3. Mengunjungi Faskes Tidak mengunjungi faskes Ya, tidak mendapat info KB Ya, mendapat info KB 4. Pernah Mendengar Metode KB Tidak pernah Hanya metode nonmodern Hanya metode modern Semua metode 5. Sumber Informasi Media Koran/Majalah Poster/Pamflet Media elektronik Tidak satupun media
n
%
9.949 3.175
74,8 25,2
12.834 290
98,0 2,0
9.765 3.134 225
73,1 25,3 1,6
700 18 12.359 47
4,7 0,1 94,9 0,3
618 4.378 2.569 5.558
4,7 33,0 21,3 41,0
Tabel 4 Pemakaian Kontrasepsi Menurut Karakteristik Individu Sosiodemografi 1.
2.
3.
% Pakai Kontrasepsi
n
RO (95%CI)
Status Pekerjaan Tidak bekerja Bekerja
78 132
0,8 1,5
1 2,0 (1,3-3,0)
Pendidikan ≤ tamat SD ≥ SMP
91 119
2,8 0,8
3,7 (2,4-5,6) 1
Tempat Tinggal Pedesaan Perkotaan
125 85
1,8 0,7
2,6 (1,7-4,1) 1
Tabel 5 Pengaruh Status Pekerjaan terhadap Pemakaian Semua Jenis Metode Kontrasepsi Kontrasepsi Pada Wanita Tidak Kawin Variabel RO Crude (95%CI) RO Adjusted (95%CI)* Status Pekerjaan 2,0 (1,3-3,0) 1,7 (1,1-2,8) RO Rasio Odds, CI Confident Interval *setelah dikontrol variabel pendidikan dan wilayah tempat tinggal
Pengaruh status…, Diana Wijayaningrum, FKM UI, 2014
Analisis multivariabel yang dilakukan menggunakan model faktor risiko dengan variabel dependen berupa pemakaian kontrasepsi dan variabel independen utama status pekerjaan responden. Sementara variabel confounder yang disertakan dalam analisis ini adalah variabel wilayah tempat tinggal dan pendidikan. Hasil analisis menunjukkan odds wanita tidak kawin yang bekerja 1,7 kali lebih tinggi untuk memakai kontrasepsi dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja pada wilayah tempat tinggal dan pendidikan yang sama (lihat Tabel 5).
Pembahasan Adanya pemakaian kontrasepsi pada wanita tidak kawin menunjukkan bahwa wanita tidak kawin. tidak ingin hamil. Pemakaian kontrasepsi pada wanita tidak kawin selain menunjukkan adanya keinginan untuk tidak hamil, juga mengindikasikan bahwa adanya perilaku seksual aktif pada wanita tak kawin. Berlawanan dengan pendapat masyarakat umum dan kalangan pejabat pemerintah, hubungan seks dan kehamilan di luar nikah terjadi di seluruh daerah di Indonesia dan pada semua kelas sosial dan latar belakang etnis (Utomo, McDonald, Reimondos, Hull & Utomo A., 2012). Masuknya kebudayaan luar yang merubah tata nilai, antara lain disebabkan oleh komunikasi global dan perubahan/inovasi teknologi (Laksmiwati, 2003). Perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern serta urbanisasi dan industrialisasi yang cepat mengubah norma-norma, nilai-nilai, dan gaya hidup masayarakat (Suryoputro, Ford & Shaluhiyah, 2006). Modernisasi yang terjadi membuat semakin mudanya umur pertama pacaran dan rata-rata umur menikah meningkat tajam (Noor, 2014; Utomo, McDonald, Reimondos, Hull & Utomo A., 2012). Pemakaian kontrasepsi yang tinggi pada wanita yang bekerja, mengindikasikan bahwa terdapat kebutuhan kontrasepsi pada wanita yang bekerja untuk menghindari kehamilan yang mungkin mengganggu pekerjaan mereka (Bertrand, 1980). Berbeda dengan wanita kawin yang memiliki pasangan yang sah serta dapat bergantung secara finansial pada pasangan, wanita tidak kawin harus memiliki kemandirian finansial. Pekerjaan adalah salah satu cara untuk mencapai kemandirian finansial. Wanita yang yang bekerja akan memiliki bekal keuangan pribadi, sehingga tidak lagi bergantung secara finansial kepada pasangan. Amin, Diamond, Naved & Newbi (1998) menjelaskan persepsi kehilangan pendapatan akan membuat pekerja wanita menunda kehamilannya.
Pengaruh status…, Diana Wijayaningrum, FKM UI, 2014
Wanita yang bekerja juga diduga memiliki pajanan akan ide-ide dan pemikiran yang lebih global di tempat kerja (Shah N, Shah M, & Radovanovic, 1998). Selain itu, wanita yang bekerja akan memiliki jaringan sosial dan gaya hidup baru yang akan mempengaruhi cara pandang dan perilaku (Amin, Diamond, Naved & Newby, 1998). UNFPA (2012) juga menjelaskan bahwa kesempatan kerja menciptakan cara pandang dan nilai-nilai tertentu pada wanita, diantaranya adalah ukuran keluarga kecil dan pemakaian kontrasepsi. Penelitian kualitatif oleh Kamal menunjukkan bahwa wanita yang bekerja mempunyai pajanan lebih besar terhadap media cetak maupun elektronik mengenai informasi KB dan memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai KB dari lingkungan dan teman di tempat bekerja. Studi yang dilakukan oleh Kinoshita (2003) menunjukkan adanya hubungan antara pekerjaan wanita dengan kemampuan wanita mengambil keputusan. Penelitian Kinoshita (2003) dan Kamal menemukan bahwa adanya hubungan antara kebebasan pengambilan keputusan ber-KB dengan pemakaian kontrasepsi. Bawah, Phillips, and Wak (2005) menjelaskan bahwa pengambilan keputusan dan kekuasan dalam suatu rumah tangga akan meningkat ketika wanita memiliki sumber daya ekonomi sendiri. Wanita dengan kekuatan ekonomi akan lebih mampu mengimplementasikan kebutuhan untuk mengontrol fertilitas dan keinginan untuk memiliki anak. Selain itu, wanita yang bekerja akan memiliki pengalaman dan keterampilan dalam negosiasi kontrak atau upah dengan laki-laki. Hal tersebut dapat berdampak pada kemampuan wanita dalam hal diskusi dan pengambilan keputusan dengan pasangan. Tetapi, Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan membatasi pelayanan Keluarga Berencana hanya untuk pasangan yang telah menikah secara sah (Jena, 2011; Utomo, McDonald, Reimondos, Hull & Utomo A., 2012). Sementara hak reproduksi dimiliki hanya oleh pasangan suami istri yang sah atau calon suami istri agar dapat merencanakan kehamilan dan kelahiran anak. Jena (2011) juga menjelaskan, pelayanan kontrasepsi hanya diberikan kepada pasangan suami istri sah (UU No.52 Tahun 2009 pasal 24 ayat 1 dan pasal 25 ayat 2). Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menegaskan bahwa perkawinan dianggap sah dan legal apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan serta dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Ayat 1 dan 2). Berdasarkan definisi perkawinan menurut undangundang, wanita lajang maupun yang hidup bersama dibatasi aksesnya untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi. Upadhyay (2001) mengungkapkan bahwa pemerintah dapat
Pengaruh status…, Diana Wijayaningrum, FKM UI, 2014
memengaruhi keputusan orang untuk menggunakan kontrasepsi. Kebijakan pemerintah dapat memudahkan wanita untuk mengakses informasi, metode, dan pelayanan kontrasepsi. Pemerintah harus berani menghadapi pandangan konservatif dan memperjuangkan hak-hak dasar semua wanita untuk memiliki akses pada layanan kesehatan reproduksi dan layanan kontrasepsi, terlepas dari status perkawinan mereka. Selain itu, norma sosial di masyarakat belum dapat menerima perilaku seksual di luar nikah. Wanita tidak kawin akan menghindari datang ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan KB, karena norma sosial yang beranggapan bahwa orang yang tidak menikah tidak aktif secara seksual. Sehingga walaupun wanita tidak kawin mampu mendapatkan kontrasepsi modern, tapi tekanan sosial dimasyarakat akan mencegahnya datang ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan metode kontrasepsi yang efektif (Chandra-Mouli, et al., 2014).
Simpulan Proporsi wanita tidak kawin yang mengaku memakai kontrasepsi pada saat survei sebesar 1,1%. Metode kontrasepsi yang paling banyak dipakai oleh wanita tidak kawin adalah suntik (40,5%). Ada pengaruh status pekerjaan terhadap pemakaian kontrasepsi pada wanita tidak kawin. Wanita tidak kawin yang bekerja memiliki peluang 1,7 kali lebih tinggi untuk memakai kontrasepsi dibandingkan wanita yang tidak bekerja. Terdapat kebutuhan terhadap pelayanan kontrasepsi pada wanita tidak kawin di Indonesia.
Saran Perlunya pengembangan kebijakan Program KB difokuskan untuk menjamin akses wanita tidak kawin mendapatkan informasi dan pelayanan kontrasepsi. Selain itu, meningkatkan akses pelayanan kontrasepsi untuk wanita tidak kawin dengan menyediakan berbagai pilihan kontrasepsi dan menjamin kontrasepsi tersebut dapat diakses oleh wanita tidak kawin dan mendukung mereka untuk memilih metode sesuai kebutuhan melalui konseling. Menghilangkan stigma pada wanita tidak menikah yang membutuhkan pelayanan kontrasepsi. Hal tersebut dapat dilakukan pemerintah dengan meningkatkan pemahaman – mulai dari orang yang berpengaruh seperti tokoh masyarakat, mengenai kebutuhan informasi KB dan pelayanan kontrasepsi pada wanita tidak kawin, jika kebutuhan kontrasepsi tidak dipenuhi dapat memengaruhi kesehatan dan kesejahteraan wanita.
Pengaruh status…, Diana Wijayaningrum, FKM UI, 2014
Daftar Referensi Amin, S., Diamond, Naved & Newby. (1998). Transition to Adulthood of Female Garmentfactory Workers in Bangladesh. Studies in Family Planning, 29 (2), 185-200. April 22, 2014 http://www.popcouncil.org/uploads/pdfs/councilarticles/sfp/SFP292Amin.pdf Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Badan Pusat Statistik, Kementerian Kesehatan, MEASURE DHS ICF International. (2013). Survei Demografi dan Kesehatan Indoenesia 2012. Jakarta: BKKBN. Bawah, Ayaga A., Philips, James F., and Wak, George. (2005). Does Women’s Relative Income Predict Contraceptive Use in Ghana? An Assessment Using Bargaining Theory. Paper From International Union For the Scientific Study of Population XXV International Population Conference Tours, France, July 18 – 23, 2005. Bertrand, Jane T. (1980). Audience research for improving family planning communication programs. Amerika: The Community and Family Study Center. Bongaarts, J and Westoff, CF. (2000). The Potential Role of Contraception in Reducing Abortion. Studies in Family Planning, 31 (3), 193-202. Chandra-Mouli et al. (2014). Contraceptive for adolescent in low and middle income countries: needs, barrier, and access. Reproductive Health, 11, 1 Garenne, M. & Zwang, J. (2006). Premarital Fertility in Namibia: Trends, Factors, and Consequences. J.biosoc.Scie, 38, 145-167. Grimes et al. (2006). Usafe abortion: the prevaentable pandemic. The Lancet Sexual and Reproductive Health Series,368, 1908-1919. 16 Februari, 2014. http://www.who.int/reproductivehealth/publications/general/lancet_4.pdf. Indongo, Nelago. (2009). Contraceptive choice and use of methods among young women in Namibia. African Population Study, 22. Jena, Y. (2011). Perspektif “Health Equity” Amarta Send an Kesehatan Reproduksi di Indonesia. Jurnal Etika Sosial, 16 (2). Mei 14, 2014. http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/29693975/Jurnal_Respons_Vol_16_ No._2_Desember_2011.splitted-and-merged_Health_Equitylibre.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAJ56TQJRTWSMTNPEA&Expires=1400052156&S ignature=1jw7io%2BzNZToEZ9%2FY2ldUSBiAHo%3D Jinke Li, et al. (2013). A review of contraceptive practice among married and unmarried women in China from 1982 to 2010. The Europan Journal of Contraceptive and Reproductive Health Care, 18 (3), 148-158. Kamal, N. (n.d). Women’s Autonomy and Uptake of Contraception in Bangladesh.
Pengaruh status…, Diana Wijayaningrum, FKM UI, 2014
Kinoshita, Rinko. (2003). Women’s Domestic Decision-Making Power And Contraceptive Use In Rural Malawi. Carolina Papers International Health, 14. Laksmiwati, IAA. 2003. Transformasi Sosial dan Perilaku Reproduksi Remaja. Juni 1, 2014 http://ojs.unud.ac.id/index.php/srikandi/article/download/2756/1949. Noor, IR. “Remaja dan Perilaku Seks Pra-Nikah: Risiko Seksual vs Risiko Sosial”. 2014. Yahoo News. 1 Juni 2014. < https://id.berita.yahoo.com/blogs/newsroom-blog/remajadan-perilaku-seks-pra-nikah-risiko-seksual-vs-risiko-sosial-102851613.html> Republik Indonesia. (1974). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jakarta. Mei 3, 2014. http://www.dikti.go.id/files/atur/UU11974Perkawinan.pdf Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Jakarta. Maret 17, 2014. http://data.menkokesra.go.id/sites/default/files/22637790-UU-No-52-Tahun2009-Perkembangan-Kependudukan-Dan-Pembangunan-Keluarga.pdf Shah, NM., Shah, MA., Radovanovic, Z. (1998). Pattern of Desired Fertiity and Contraceptive Use in Kuwait. International Family Planning Perspective, 24 (3), 133138. Singh, S., Sedgh, G. & Hussain, R. (2010). Unintended Pregnancy: Worldwide Levels, Trends, and Outcomes. Studies in Family Planning, 41 (4), 241-250. Suryoputo, Ford, and Shaluhiyah. (2006). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja di Jawa Tengah: Implikasinya Terhadap Kebijakan dan Layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi. Makara Kesehatan, 10 (1), 29-40. UNFPA. (2012). A Decade of Change in Contraceptive Use in Ethiopia: In-depth Analysis of the EDHS 2000-2011. Addis Ababa: UNFPA. Upadhyay. UD. (2001). Informed choice in family planning helping people decided. Popul Rep J., 50, 1-50. Utomo, B., V. Hakim, A. H. Habsyah, Irwanto, L. Tampubolon, D. N. Wirawan, S. Jatiputra, K. N. Siregar, L. H. Tarigan, B.Affandi, Z.Tafal. (2001). Incidence and Social-Psychological Aspects of Abortion in Indonesia:A Community-Based Survey in 10 Major Cities and 6 Districts, Year 2000. Jakarta: Center for Health Research University of Indonesia. Utomo, McDonald, Reimondos A, Hull T, Utomo A. (2012). Pelayanan Kesehatan Reproduksi untuk Penduduk Dewasa Muda Lajang. Australian National University dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia. Mei 14, 2014.
Pengaruh status…, Diana Wijayaningrum, FKM UI, 2014
http://adsri.anu.edu.au/sites/default/files/research/transition-toadulthood/Policy_Brief_%20%235_RH_Service-Bhs_Indonesia.pdf World Health Organization. (2011). Unsafe abortion: global and regional estimates of the incidence of unsafe abortion and associated mortality in 2008 (6th ed.). Geneva: WHO. Februari 18, 2014. http://www.who.int/reproductivehealth/publications/unsafe_abortion/9789241501118/e n/. Xu Qian, Shenglan Tang, and Garner, Paul. (2004). Unintended pregnancy and induced abortion among unmarried women in China: a systematic review. BMC Health Service Research, 4. Maret 5, 2014. http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1472-6963-41.pdf. Zhang et al. (2004). Access to contraceptive services among unmarried young people in the north-east of China. The European Journal of Contraception and Reproductive Health Care, 9, 147-154.
Pengaruh status…, Diana Wijayaningrum, FKM UI, 2014