Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
PENGARUH KECERDASAN SPIRITUAL WANITA PEKERJA TERHADAP INTERAKSI POSITIF PEKERJAAN-KELUARGA SERTA KINERJA PADA PEKERJAAN DAN KELUARGA
Endang Dhamayantie Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura
[email protected] ABSTRACT A change of demographic with its entry woman in the work force cause woman has agreement with demands that associated with a job so it limits the performance of either on the work and family role. Trend of women's work patterns change and the emergence of symptoms the dual career family very relevant to the potential emergence of work-family conflict, but on the other side of this situation gave rise to new challenges for our employees and organizations to jointly manage work and family responsibilities that provide a positive influence, known as work-family enrichment and family-work enrichment. Work-family enrichment and family-work enrichment is positive interaction between work-family roles, that shows the extent to which experiences in one role (work or family) improves the quality of life in the other role (work or family). To improves the positive interaction work-family roles need to explore the antecedent the psychological approach as the basis of human resource management. The psychological approach is spiritual intelligence. The purpose of this research is to analyze the influence of spiritual intelligence on the positive interaction of work and family roles and performance on the work and family. Research done on female employees of the banking sector who have married in the city of Pontianak. The number of samples as much as 83 respondents are determined using the method of purposive sampling. Data analysis was tested using the path analysis. The results showed that 1) spiritual intelligence influence positively to work-family enrichment; 2) spiritual intelligence influence positively to family-work enrichment; 3) work-family enrichment influence positively to the family performance; 4) family-work enrichment influence positively to the work performance. Keywords: Spiritual intelligence, work-family enrichment, family-work enrichment, work performance, family performance.
ABSTRAK Perubahan demografi dengan masuknya wanita dalam angkatan kerja menyebabkan wanita mempunyai kesepakatan dengan tuntutan yang berhubungan dengan pekerjaan sehingga membatasi kinerja baik pada peran pekerjaan maupun peran keluarga. Kecenderungan perubahan pola kerja wanita dan munculnya gejala keluarga berkarir ganda sangat relevan dengan potensi munculnya work-family conflict, namun di lain sisi situasi ini memunculkan tantangan baru bagi karyawan dan organisasi untuk bersama-sama mengelola tanggung jawab pekerjaan dan keluarga yang memberikan pengaruh positif yang dikenal dengan work-family enrichment dan family-work enrichment. Work-family enrichment dan family-work enrichment merupakan interaksi positif antara pekerjaan-keluarga, yang
1
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
menunjukkan sejauhmana pengalaman dalam satu peran (pekerjaan atau keluarga) meningkatkan kualitas hidup dalam peran lain (pekerjaan atau keluarga). Untuk meningkatkan interaksi positif peran pekerjaan-keluarga tersebut perlu mengeksplorasi anteseden dari pendekatan psikologis sebagai dasar pengelolaan sumberdaya manusia. Pendekatan psikologis tersebut adalah kecerdasan spiritual. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kecerdasan spiritual terhadap interaksi positif peran pekerjaan dan keluarga serta kinerja pada pekerjaan dan keluarga. Penelitian dilakukan pada karyawan wanita sektor perbankan yang telah menikah di kota Pontianak. Jumlah sampel sebanyak 83 responden yang ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Analisis data menggunakan path analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) kecerdasan spiritual berpengaruh positif terhadap work-family enrichment; 2) kecerdasan spiritual berpengaruh positif terhadap family-work enrichment; 3) work-family enrichment berpengaruh positif terhadap kinerja keluarga dan 4) family-work enrichment berpengaruh positif terhadap kinerja pekerjaan.
Kata Kunci: Kecerdasan piritual, work-family enrichment, family-work enrichment, kinerja keluarga, kinerja pekerjaan.
PENDAHULUAN Pada awalnya, konsep hubungan interaksi peran pekerjaan-keluarga lebih banyak mengarah pada sisi negatif yang dikenal dengan konflik pekerjaan-keluarga (Greenhaus and Beutell, 1985) atau biasa juga digunakan istilah limpahan negatif (Grzywacz and Marks, 2000). Namun akhir-akhir ini, riset dalam area interaksi peran pekerjaan-keluarga telah berubah dari hipotesis kelangkaan menuju hipotesis peningkatan, sehingga berkembang konsep yang mengarah pada sisi positif interaksi pekerjaan-keluarga yang disebut dengan berbagai istilah antara lain pengayaan pekerjaan-keluarga (Greenhaus and Powell, 2006; McNall et al., 2010), limpahan positif pekerjaan-keluarga (Edwards and Rothbard, 2000; Grzywacz and Marks, 2000; Haar and Bardoel, 2008), peningkatan pekerjaan-keluarga (Witt and Carlson, 2006), fasilitasi pekerjaan-keluarga (Rotondo and Kincaid, 2008; Grzywacz and Butler, 2005) dan integrasi pekerjaan-keluarga (Grzywacz and Butler, 2005).
2
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
Menurut Schultz (2009), bagi beberapa individu, konflik muncul karena adanya ketidaksesuaian tanggung jawab antar peran dan terbatasnya sumberdaya seperti waktu/energi. Individu yang memiliki sumberdaya yang lebih banyak (atau mungkin lebih penting dan lebih tepat) mungkin akan lebih efektif menangani interaksi peran majemuk dalam kehidupan, sehingga muncul konstruk pengayaan peran majemuk. Dengan demikian peran pekerjaan dan keluarga tidak selalu bertentangan antara satu dengan lainnya dan mungkin memberikan pengaruh positif dengan berbagai cara. Interaksi positif pekerjaan-keluarga menggambarkan aspek-aspek dari hubungan peran pekerjaan-keluarga yang dapat mempengaruhi kehidupan pribadi, keluarga dan outcome yang berhubungan dengan pekerjaan dan keluarga. Pemahaman yang baik tentang tingkat interaksi positif pekerjaan-keluarga akan dapat membantu organisasi mengembangkan strategi atau inisiatif untuk membantu karyawan secara efektif mengelola peran pekerjaan dan keluarga yang pada gilirannya akan menjamin komitmen karyawan dan kinerja yang lebih baik. Untuk meningkatkan interaksi positif peran pekerjaan-keluarga tersebut perlu mengeksplorasi anteseden yang relevan. Greenhaus and Beutell (1985) menyarankan untuk menyelidiki berbagai sumber dukungan. Warner and Hausdorf (2009) dan Wayne, (2009) merekomendasikan anteseden dari pendekatan psikologis untuk memahami aspek-aspek positif dari beragam peran. Sementara Seng et al. (2009) lebih spesifik menyebutkan perlunya dukungan religiusitas dalam pengelolaan interaksi pekerjaan-keluarga. Dalam penelitian ini, pendekatan psikologis yang
3
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
digunakan sebagai anteseden interaksi peran dalam pekerjaan dan keluarga adalah kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual menunjukkan sekumpulan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang menyebabkan terhubungnya kemampuan seseorang untuk memperoleh makna dan tujuan dalam pekerjaan dan hidup (Singh and Premarajan, 2004). Kecerdasan spiritual memungkinkan orang untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri sendiri dan orang lain (Hosseini et al., 2010). Dengan kata lain, kecerdasan spiritual berkontribusi dalam membantu memperbaiki hubungan dalam keluarga, teman dan kolega (Vaughan, 2003). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kecerdasan spiritual terhadap interaksi positif pekerjaan-keluarga serta kinerja pekerjaan dan keluarga pada karyawan wanita yang bekerja di sektor perbankan di Kota Pontianak. Pengujian pengaruh kecerdasan spiritual dengan interaksi peran pekerjaan-keluarga dan kinerja karyawan pada peran pekerjaan dan peran keluarga menjadi relevan, mengingat sifat pekerjaan yang harus dilakukan dan keluarga yang dimiliki karyawan wanita. Selain itu, terbatasnya studi-studi empirik yang menguji pengaruh antara kecerdasan spiritual dengan interaksi peran pekerjaan-keluarga dan pengaruh interaksi pekerjaankeluarga dengan kinerja pada peran pekerjaan dan keluarga, meskipun kemampuan mengelola kecerdasan spiritual secara logik berhubungan dengan efektivitas dalam mengelola domain pekerjaan dan keluarga telah diakui.
4
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
KAJIAN PUSTAKA Kecerdasan Spiritual Peranan spiritualitas dalam organisasi berkembang cepat menjadi bidang yang populer dan menarik untuk dikaji. Ashmos and Duchon (2000) menyebutkan bahwa terdapat peningkatan bukti terjadinya transformasi utama dalam banyak organisasi yang disebut dengan pergerakan spiritualitas. Organisasi yang telah lama dipandang sebagai sistem rasional mulai mempertimbangkan membuat ruang untuk dimensi spiritual, sebuah dimensi yang kurang berhubungan dengan aturan dan tata tertib tetapi lebih berhubungan dengan makna, tujuan dan rasa bermasyarakat. Vaughan (2003) menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual berkaitan dengan kehidupan pikiran dan jiwa serta hubungannya dengan keberadaan di dunia. Oleh karena itu menurut Vaughan (2003), kecerdasan spiritual menyiratkan kapasitas pemahaman yang mendalam tentang pertanyaan eksistensial dan wawasan ke dalam beberapa tingkat kesadaran. Kecerdasan spiritual juga berarti kesadaran jiwa sebagai dasar menjadi atau kekuatan evolusi hidup kreatif. Kecerdasan spiritual muncul sebagai kesadaran akan pemahaman mendalam terhadap masalah, kehidupan, tubuh, pikiran, jiwa dan semangat. Singh and Premarajan (2004) menggunakan istilah kompetensi spiritual yang menunjukkan sekumpulan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang menyebabkan terhubungnya kemampuan seseorang untuk memperoleh makna dan tujuan dalam pekerjaan dan hidup. Sikap spiritual menunjukkan pemeliharaan pandangan positif, berpikir jelas dan memiliki perasaan damai. Pengetahuan spiritual menunjukkan kedekatan dengan diri sendiri, memahami orang lain memerlukan pengetahuan bahwa 5
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
segala sesuatu dipengaruhi oleh sesuatu yang lain. Keterampilan spiritual menunjukkan kemampuan praktek spiritualitas yang baik dan kemampuan untuk bertanggung jawab. Amram (2007) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kemampuan mengaplikasikan dan mewujudkan sumber-sumber dan kualitas spiritual untuk meningkatkan fungsi dan kebahagian setiap hari. Sementara Zohar and Marshall (2000 : 3) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna atau nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, serta menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan yang lain. Meskipun spiritualitas merupakan bentuk umum di kalangan agama dan bukan gagasan baru dalam pengalaman manusia, namun spiritualitas relatif merupakan konsep baru di tempat kerja (Singh and Premarajan, 2004; Ashmos and Duchon, 2000). Spiritualitas juga tentang pengalaman merasakan keterhubungan dengan orang lain dan komunitas di tempat kerja (Singh and Pramarajan, 2004). Spiritual di tempat kerja merupakan istilah yang menggambarkan pengalaman karyawan yang bergairah dan berenergi dengan pekerjaan mereka, menemukan makna dan tujuan dalam pekerjaan mereka, merasa bahwa mereka dapat mengekspresikan diri dalam menyelesaikan pekerjaan, dan merasa terhubung dengan orang-orang yang bekerjasama dengan mereka (Kinjerski and Skrypnek, 2004). Istilah ini juga menurut Kinjerski and Skripnek (2004), digunakan untuk menggambarkan sebuah budaya organisasi yang mendorong otonomi, kepercayaan, 6
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
kebersamaan, dukungan, pengakuan, inovasi dan keadilan melalui kepemimpinan dan proses kerja. Salah satu cara mengintegrasikan spiritualitas di tempat kerja melalui sistem nilai-nilai suci/utama yang memungkinkan jiwa manusia untuk tumbuh dan berkembang (Butts, 1999). Menurut Singh and Premarajan (2004) dan Pawar (2008), spiritualitas di tempat kerja terdiri dari dua faktor, yaitu individu dan organisasi. Spiritualitas organisasi dimaksudkan kebijakan dan praktek-prakteknya. Sementara individu mengikuti kebijakan dan praktek-praktek tersebut dan memberi arti yang nyata bagi mereka. Oleh karena itu penting bagi setiap individu untuk memiliki kompetensi kecerdasan spiritual untuk membuat dan mempromosikan spiritualitas di tempat kerja. Ashmos and Duchon (2000) menyatakan bahwa organisasi mulai mempelajari bahwa mendorong spiritualitas berarti mendorong loyalitas dan meningkatkan moral. Pentingnya memiliki orang yang berorientasi spiritual atau kompetensi kecerdasan spiritual di tempat kerja tidak dapat dihindari. Spiritualitas di tempat kerja meliputi usaha untuk menemukan tujuan akhir hidup seseorang, untuk mengembangkan koneksi yang kuat dengan teman sekerja dan orang lain yang berhubungan dengan pekerjaan, dan untuk memiliki konsistensi (atau kesesuaian) antara keyakinan seseorang dan nilai-nilai organisasi (Mitroff and Denton, 1999 dalam Milliman et al, 2003). Kecerdasan spiritual yang tinggi ditandai dengan adanya pertumbuhan dan transformasi pada diri seseorang, tercapainya kehidupan yang berimbang atau bahkan memperkaya antara pekerjaan dan keluarga, serta adanya perasaan suka cita serta 7
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
puas yang diwujudkan dalam bentuk menghasilkan kontribusi positif dan berbagi kebahagian kepada lingkungan. Berbagai literatur spiritual menunjukkan bahwa orang dengan tingkat spiritual yang tinggi akan lebih sehat, hidup lebih bahagia dan lebih produktif di tempat kerja (Tischler et al., 2002). Riset yang dilakukan Konz and Ryan (1999) dalam Ayo et al. (2009) menunjukkan bahwa karyawan sulit melakukan pemisahan kehidupan spiritual mereka dari kehidupan pekerjaan. Mereka meyakini bahwa menyatukan makna dan tujuan hidup mereka, tidak hanya memenuhi kehidupan personal, tetapi organisasi juga memperoleh keuntungan berupa profit, moral yang tinggi dan berkurangnya ketidakhadiran. Dengan demikian, orang yang memiliki kecerdasan spiritual akan lebih mampu menekan konflik pekerjaan-keluarga (Ayo et al., 2009 dan Cohen, 2009) dan memungkinkan juga memperkaya interaksi peran pekerjaan-keluarga. Seng et al. (2009) menunjukkan studi-studi yang terkait dengan keterlibatan keagamaan yang dihubungkan dengan sikap terhadap keluarga dan bentuk bagaimana pria dan wanita menginvestasikan waktu mereka dan peran mereka sebagai suami atau istri dan ibu atau ayah. Oleh karena itu, Seng et al. (2009) mengajukan model konseptual yang menunjukkan bagaimana dukungan keagamaan mempengaruhi interaksi positif maupun negatif pekerjaan-keluarga. Hipotesis 1: Terdapat pengaruh positif kecerdasan spiritual terhadap workfamily enrichment. Hipotesis 2: Terdapat pengaruh positif kecerdasan spiritual terhadap familywork enrichment.
8
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
Interaksi Positif Pekerjaan-Keluarga dan Kinerja Peran Pekerjaan dan Keluarga Gagasan bahwa kehidupan pekerjaan dan keluarga dapat saling memberikan manfaat diperkenalkan lebih dari tiga puluh tahun yang lalu oleh Sieber pada tahun 1974 dan Marks pada tahun 1977. Keduanya pertama kali menurut Wayne (2009) menantang hipotesis “kelangkaan sumberdaya” dan berpendapat bahwa keterlibatan dalam beragam peran memberikan manfaat yang mungkin dapat lebih besar dibandingkan biayanya.
Teori ini memberikan dasar teoritis pengaruh positif
beragam peran dan memperluas lensa interaksi pekerjaan-keluarga dari perpsektif konflik. Selanjutnya Crouter di tahun 1984 mengungkapkan teori limpahan positif, teori ini mengenalkan potensi-potensi limpahan positif interaksi pekerjaan-keluarga dan sebaliknya berupa dukungan kehidupan keluarga, fasilitasi, dan meningkatkan kehidupan kerja (Warner and Hausdorf, 2009). Istilah terkini interaksi positif pekerjaan-keluarga adalah work-family enrichment yang digunakan oleh Greenhaus and Powell (2006), keduanya mendefinisikan work-family enrichment sebagai sejauh mana pengalaman dalam satu peran meningkatkan kualitas hidup dalam peran lain. Pengertian yang sama diberikan oleh Carlson et al. (2010) dan Powell and Greenhaus (2006) yang menyatakan tingkat dimana aktivitas dalam satu domain meningkatkan aktivitas dalam domain lainnya. Selanjutnya, Greenhaus and Powell (2006) meninjau 19 studi yang mengukur sisi positif dari interaksi positif antara pekerjaan-keluarga pada tingkat analisis individual dan menemukan bahwa sebagian besar peneliti menggunakan istilah enrichment (pengayaan) untuk menyatakan konsep tersebut. 9
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
Sama halnya dengan konflik pekerjaan-keluarga, pengayaan mempunyai sifat dua arah. Artinya, manfaat yang diperoleh dari pekerjaan dan diaplikasikan pada keluarga (pengayaan pekerjaan terhadap keluarga) atau diperoleh dari keluarga dan diaplikasikan pada pekerjaan (pengayaan keluarga terhadap pekerjaan). Penelitian yang telah mengidentifikasi beberapa tipe limpahan antara lain suasana hati, nilainilai, keterampilan dan perilaku (Edward and Rothbard, 2000). Contohnya, limpahan suasana hati terjadi bila suasana hati positif yang dialami di tempat kerja ditransfer ke suasana hati positif di rumah. Limpahan nilai terjadi bila seseorang yang diharapkan tepat waktu, juga menuntut hal yang sama pada anak-anaknya. Dengan kata lain, nilai-nilai kehidupan di tempat kerja melimpah ke rumah atau sebaliknya. Limpahan keterampilan dan perilaku mengikuti pola yang sama seperti suasana hati dan nilainilai. Warner and Hausdorf (2009) mengajukan model work-family enrichment yang didasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya tentang peningkatan peran, fasilitasi pekerjaan-keluarga, limpahan positif, toeri ekspasionis, dan work-family enrichment yang mendukung gagasan bahwa peran ganda domain pekerjaan dan keluarga dapat bermanfaat bagi kesehatan mental, kesehatan fisik dan kinerja serta dapat mengurangi pengaruh negatif potensial dari peran lain. Wayne (2009) menggambarkan secara jelas prediktor dari work-family enrichment/ family-work enrichment sebagai kerangka konseptual dasar. Dalam model yang dikembangkannya menunjukkan adanya hubungan yang positif antara work-family enrichment/ family-work enrichment dengan hasil kerja yang tinggi baik secara individual (kepuasan atau kinerja) maupun secara sistem (kohesi kelompok 10
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
kerja, produktivitas atau kualitas kehidupan keluarga). Konsep yang diajukan Wayne didukung oleh penelitian Carlson et al. (2010) yang menunjukkan bahwa work-family enrichment berpengaruh pada kinerja. Hipotesis 3: Terdapat pengaruh positif work-family enrichment terhadap kinerja keluarga. Hipotesis 4: Terdapat pengaruh positif family-work enrichment terhadap kinerja pekerjaan.
METODE PENELITIAN Partisipan dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan tetap wanita yang telah menikah disektor perbankan di Kota Pontianak sebanyak 83 karyawan. Prosedur pengambilan sampel menggunakan pendekatan purposive sampling, dengan kriteria 1) bekerja secara penuh di luar rumah dalam pekerjaan profesional atau manajerial yang mempunyai orientasi karir di sektor perbankan, 2) mempunyai suami yang bekerja sebagai profesional atau manajerial. Variabel penelitian terdiri dari variabel eksogen yaitu kecerdasan spiritual (X1), variabel intervening yaitu work-family enrichment (Y1) dan family-work enrichment (Y2), dan variabel endogen yaitu kinerja peran keluarga (Y3) dan kinerja peran pekerjaan (Y4). Variabel kecerdasan spiritual adalah kemampuan mengaplikasikan dan mewujudkan sumber-sumber dan kualitas spiritual untuk meningkatkan fungsi dan kebahagian hidup. Instrumen pengukuran kecerdasan spiritual diukur dengan menggunakan daily spiritual experiences scale (DSES) dari Underwood (2003).
11
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
Variabel Work-family enrichment (Y1) menunjukkan sejauh mana pengalaman dalam pekerjaan dapat meningkatkan kualitas kehidupan keluarga. Pengayaan pekerjaan-keluarga diukur dengan item-item yang diadaptasi dari Carlson et al. (2006). Family-work enrichment (Y2) menunjukkan sejauh mana pengalaman dalam peran keluarga dapat meningkatkan kualitas kehidupan pekerjaan. Pengayaan keluarga-pekerjaan diukur melalui item-item dari Carlson et al. (2006). Prestasi Keluarga (Y5) menunjukkan kemampuan untuk memenuhi tanggung jawab keluarga. Prestasi keluarga dinilai dengan menggunakan item-item yang dikembangkan oleh Frone et al. (1997). Prestasi kerja (Y4 ) adalah hasil kerja yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu. Kinerja diukur dengan item-item yang diadopsi dari (Bernardin and Russel (1993 : 379) Semua item-item diukur dengan menggunakan skala Likert dari skala 1 sampai 5. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Alpha Cronbach, dan Korelasi Product Moment Pearson serta Path Analysis. Pengolahan data menggunakan SPSS V.19.
HASIL ANALISIS Profil demografi menunjukkan sebagian besar responden berumur antara 31 – 40 tahun (54,2%), karyawan yang berada pada rentang umur tersebut, termasuk dalam kelompok kerja produktif. Pendidikan terakhir karyawan sebagian besar strata I (44,6%). Semakin tinggi pendidikan diharapkan berkorelasi dengan semakin tinggi 12
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
tingkat kecerdasan yang dimiliki dan tingkat kinerja yang diberikan. Masa kerja karyawan umumnya diatas 5 tahun (74,7%), karyawan yang telah bekerja di atas lima tahun adalah karyawan yang sudah cukup mengenal pekerjaan. Hasil uji validitas menunjukkan semua item yang digunakan dalam penelitian valid dengan nilai korelasi antara 0, 535 sampai dengan 0,882, sementara hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa nilai alpha cronbach pada masing-masing variabel telah memenuhi batas minimal yang disyaratkan yaitu 0,6. Path analysis digunakan untuk menguji besarnya sumbangan (kontribusi) yang ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar variabel yang dihipotesiskan. Tabel 1 Hasil Path Analysis Hubungan Kausal yang Dihipotesiskan Variabel Variabel Standardized bebas Terikat Coefisients Beta Kecerdasan Work-Family 0,449 Spiritual Enrichment Kecerdasan Family-Work 0,445 Spiritual Enrichment WorkKinerja 0,741 Family Keluarga Enrichment FamilyKinerja 0,300 Work Pekerjaan Enrichment Sumber: Data primer diolah, 2011.
t
Sign
Keterangan
4,521
0,000
Ha Diterima
4,467
0,000
Ha Diterima
9,924
0,000
Ha Diterima
2,834
0,006
Ha Diterima
Koefisien β standarisasi pengaruh kecerdasan spiritual terhadap work-family enrichment sebesar 0,449, ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan kecerdasan spiritual akan meningkatkan work-family enrichment atau semakin baik kecerdasan spiritual yang dimiliki karyawan maka semakin tinggi work-family enrichment yang
13
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
dialami karyawan. Berdasarkan hasil uji-t menunjukkan bahwa variabel kecerdasan spiritual berpengaruh posittif signifikan terhadap work-family enrichment. Hal ini ditunjukkan dari nilai thitung sebesar 4,521 dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05, maka Ho ditolak. Artinya ada pengaruh positif signifikan dari variabel kecerdasan spiritual terhadap work-family enrichment. Koefisien β standarisasi pengauh kecerdasan spiritual terhadap family-work enrichment sebesar 0,445, ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan kecerdasan spiritual akan meningkatkan family-work enrichment atau semakin baik kecerdasan spiritual yang dimiliki karyawan maka semakin tinggi family-work enrichment yang dialami karyawan. Hasil uji-t menunjukkan bahwa variabel kecerdasan spiritual berpengaruh posittif signifikan terhadap family-work enrichment. Hal ini ditunjukkan dari nilai thitung sebesar 4,467 dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05, maka Ho ditolak. Artinya ada pengaruh positif signifikan dari variabel kecerdasan spiritual terhadap family-work enrichment. Koefisien β pengaruh work-family enrichment terhadap kinerja keluarga sebesar 0,741 menunjukkan bahwa meningkatnya work-family enrichment akan meningkatkan kinerja keluarga, atau dapat diartikan semakin baik work-family enrichment maka akan semakin tinggi kinerja keluarga. Berdasarkan hasil statistik uji t pengaruh variabel work-family enrichment terhadap kinerja keluarga menunjukkan adanya pengaruh positif signifikan terhadap kinerja keluarga. Hal ini dapat dilihat dari nilai t hitung sebesar 9,924 dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05, dengan demikian Ha diterima.
14
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
Koefisien β pengaruh family-work enrichment terhadap kinerja pekerjaan sebesar 0,300 menunjukkan bahwa meningkatnya family-work enrichment akan meningkatkan kinerja pekerjaan, atau dapat diartikan semakin baik family-work enrichment maka akan semakin tinggi kinerja pekerjaan. Berdasarkan hasil statistik uji t pengaruh variabel family-work enrichment terhadap kinerja pekerjaan menunjukkan adanya pengaruh positif signifikan terhadap kinerja pekerjaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai t hitung sebesar 2,834 dengan nilai signifikansi 0,006 < 0,05, dengan demikian Ha diterima. Untuk menguji validitas model dilakukan dengan theory triming. Theory triming merupakan pengujian validitas koefisien jalur pada setiap jalur untuk pengaruh langsung yang sama dengan model regresi, menggunakan nilai p dari uji t, yaitu pengujian koefisien regresi variabel dibakukan secara parsiil (Solimun, 2011:68). Berdasarkan theory triming maka jalur-jalur yang nonsignifikan dibuang, karena berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa semua jalur signifikan, sehingga model yang diajukan didukung oleh data empirik sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 1.
Work-Family Enrichment
0,741 (0,000)
Kinerja Keluarga
0,449 (0,000)
Kecerdasan Spiritual 0,445 (0,000)
Family-Work Enrichment
0,300 (0,006)
Kinerja Pekerjaan
Gambar 1: Diagram Jalur Hubungan Kausal Empiris 15
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
PEMBAHASAN Penelitian ini membuktikan bahwa kecerdasan spiritual dapat meningkatkan work-family enrichment dan family-work enrichment. Hasil penelitian ini mendukung proposisi yang diajukan oleh Seng et al. (2009) yang menyebutkan perlunya organisasi memberikan dukungan keagamaan karena dapat meningkatkan workfamily enrichment dan family-work enrichment. Hasil penelitian ini juga mendukung usulan Wayne (2009) yang menggambarkan sumberdaya psikologis (dalam hal ini kecerdasan spiritual) mempengaruhi work-family enrichment dan family-work enrichment. Kecerdasan spiritual mempunyai peran yang besar dalam meningkatkan interaksi domain pekerjaan dan keluarga. Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual menurut Vaughan (2003) akan dapat membantu memperbaiki hubungan dalam keluarga, teman dan kolega. Selain itu, menurut Hosseini et al. (2010) kecerdasan spiritual juga memungkinkan orang untuk menyatukan hal-hal yang bersifat interpersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri sendiri dan orang lain. Karyawan sulit untuk memisahkan kehidupan spiritual dari kehidupan kerja (Milliman et al., 2003). Mereka meyakini bahwa dengan menyatukan spiritualitas mereka antara kehidupan keluarga dan pekerjaan akan memberikan mereka makna dan tujuan dalam hidup (Ayo, 2009). Hal ini menurut Ayo (2009) memungkinkan kecerdasan spiritual mempunyai pengaruh positif dengan work-family enrichment dan family-work enrichment.
16
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa work-family enrichment berpengaruh positif terhadap kinerja keluarga dan family-work enrichment berpengaruh positif terhadap kinerja pekerjaan. Hasil penelitian mendukung penemuan Carlson et al. (2010) yang menyatakan bahwa work-family enrichment berpengaruh terhadap kinerja pekerjaan dan sekaligus mendukung usulan Wayne (2009) yang menggambarkan work-family enrichment dan family-work enrichment sebagai mediator antara sumberdaya psikologis (dalam penelitian ini kecerdasan spiritual) dengan kinerja pada masing-masing domain. Dengan demikian, jika interaksi antar pekerjaan dan keluarga dapat diperkaya maka karyawan akan memperoleh peningkatan kinerja pada masing-masing domain (Warner and Hausdorf, 2009 dan Wayne, 2009).
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa: 1. Kecerdasan spiritual berpengaruh positif signifikan terhadap work-family enrichment . 2. Kecerdasan spiritual berpengaruh positif signifikan terhadap family-work enrichment. 3. Work-family enrichment berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keluarga. 4. Family-work enrichment berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pekerjaan.
17
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
Saran 1. Organisasi dapat mengembangkan kebijakan-kebijakan yang dapat membantu karyawan meningkatkan kecerdasan spiritual baik melalui kegiatan formal maupun informal. 2. Organisasi dapat membuat program dan kebijakan organisasi (work-family friendly) yang membantu karyawan untuk mengintegrasikan tanggung jawab pekerjaan dan tanggung jawab keluarga melalui berbagai strategi pengelolaan kehidupan pekerjaan dan keluarga. 3. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian dengan mengeksplorasi berbagai anteseden yang dapat meningkatkan interaksi positif pekerjaan-keluarga dan kinerja peran pada masing-masing domain.
DAFTAR PUSTAKA Amram, JY. 2007. The Seven Dimensions of Spiritual Intelligence: An Ecumenical, Grounded Theory. Paper presented at the 115th Annual Conference of the American Psychological Association,. San Francisco. August 17-20. Ashmos, DP. and D. Duchon. 2000. Spirituality at Work: A Conceptualization and Measure. Journal of Management Inquiry. 9 (2). 134-135. Ayo, HT., AS. Henry and KT. Adebukola. 2009. Psycosocial Variables as Predictor of Work-family Conflict Among Secondary School Teachers in Irele Local Government Area, Ondo State, Nigeria. Pakistan Journal of Social Sciences. 6 (1). 11-18. Bernardin, HJ. and JEA. Russell. 1993. Human Resource Management. Singapore. McGraw-Hill, Inc. Butts, D. 1999. Spirituality at Work: An Overview. Journal of Organizational Change Management. 12 (4). 328-331.
18
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
Carlson, DS., JG. Grzywacz and KM. Kacmar. 2010.The Relationship of Schedule Flexibility and Outcomes Via The Work-Family Interface. Journal of Managerial Psychology. 25 (4). 330-355. Carlson, DS., MK. Kacmar, JH. Wayne and JG. Grzywacz. 2006. Measuring the Positive Side of Work-Famiy Interface: Development and Validation of a Work-Family Enrichment Scale. Journal of Vocational Behavior. 68 (1). 131164. Cohen, A. 2009. Individual Values and the Work/Family Interface: An Examination of High Tech Employees in Israel. Journal of Managerial Psychology. 24 (8). 814-832. Edwards, JR. and NP. Rothbard. 2000. Mechanisms Linking Work and family: Clarifying the Relationship Between Work and Family Construccs. Academy of Management Review. 25. 178-199. Frone, M.R. Russell, M. and Cooper M.L. 1997. Antecedents and Outcomes WorkFamily Conflict: Testing a Model of the Work-Family Interface, Journal of Applied Psychology. 77 (1). 65-78. Greenhaus, JH. and NJ. Beutell. 1985. Sources of Conflict Between Work and Family Roles. Academy of Management Review. 10 (1). 76-88. Greenhaus, JH. and GN. Powell. 2006. When Work and Family Are Allies: A Theory of Work-Family Enrichment. Academy of Management Review. 31 (1). 72-92. Grzywacz, JG. and NF. Marks. 2000. Reconceptualizing the Work-Family Interface: An Ecological Perspective on the Correlates of Positive and Negative Spillover Between Work and Family. Journal of Occupational Health Psychology. 5. 111-126. Grzywacz, JG. and AB. Butler. 2005. The Impact of Job Characteristics on Work-toFamily facilitation: Testing a Theory and Distinguishing a Construct. Journal of Occupational Health Psychology. 10 (2). 97-109. Haar, JM. and EA. Bardoel. 2008. Possitive Spillover from the Work-Family Interface: A Study of Australian Employees. Asia Pasific Journal & Human Resources. 46 (3). 276-287. Hosseini, M., H. Elias, SE. Kraus and S. Aishah. 2010. A Review Study on Spiritual Intelligence, Adolecence and Spiritual Intelligence, Factors that May Contribute to Individual Differences in Spiritual Intelligence and the Related theories. Journal of Social Science. 6 (3). 429-438.
19
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
Kinjerski, VM. and BJ. Skrypnek. 2004. Defining Spirit at Work: finding Common Ground. Journal of Organizational Change Management. 17 (1). 26-42. McNall, LA., JM. Nicklin and AD. Masuda. 2009. A Meta-Analytic Review of the Consequences Associated with Work-Family Enrichment. Journal of Business and Psychology. Published Online: 10 October 2009. McNall, LA., AD. Masuda and JM. Nicklin. 2010. Flexible Work Arrangements, Job Satisfaction, and Turnover Intentions: The Mediating Role of Work-to-Family Enrichment. The Journal of Psychology. 144 (1). 61-81. Milliman, J., AJ. Czaplewski and J. Ferguson. 2003. Workplace Spiriuality and Employee Work Attitudes: An Exploratory Empirical Assessment. Journal of Organizational Change. 16 (4). 426-447. Pawar, B.S. 2008. Two Approaches to Workplace Spirituality Facilitation: A Comparison and Implications. Leadership & Organization Development Journal. 29 (6). 544-567. Powell, GN. and JH. Greenhaus. 2006. Is the Opposite of Positive Negative? Untangling the Complex Relationship Between Work-Family Enrichmnet and Conflict. Career Development International. 11 (7). 650-659. Rotondo, DM. and JF. Kincaid. 2008. Conflict, Facilitation, and Individual Coping Styles Across the Work and Family Domians. Journal of Managerial Psychology. 23 (5). 484-506. Schultz, Lisa A. 2009. Exploring the Relationship Between the Positive and Negative Sides of the Work-Family Interface: The Role of Enrichment in Buffering the Effects of Time-, Strain-, and Behavior-Based Conflict, Disertation, Purdue University, Indiana. Seng, ASK., SB. Bujang and R. Ahmad. 2009. Work-Family Interface: The Relationship Between Work-Family and Religious Support and Its Influence on Job, Family and Life Satisfaction. Paper Submitted to BAI 2009 International Conference on Business & Information. Kuala Lumpur. 6-8 July. Singh,T and RK. Premarajan. 2004. A Scale to Measure Spiritual Competence. Conference Paper in Proceedings Asia Academic of Management Conference Shanghai. December 18. Solimun. 2011. Aplikasi Analisis Multivariat: SEM & PLS. Malang. FMIPA & Pascasarjana Universitas Brawijaya.
20
Prosiding Seminar Nasional & Call for Paper FMI Ke-4, 2012.
Tischler, L., J. Biberman and R. McKeage. 2002. Linking Emotional Intelligence, Spirituality and Workplace Performance. Journal of Managerial Psychology. 17 (3). 203–218. Underwood, LG. 2003. Daily Spiritual Experiences, In Multidimensional Measurement of Religiousness/Spirituality for Use in Health Research: A Report of the Fetzer Insitute/National Insitute on Aging Working Group. Vaughan, F. 2003. What Is Spiritual Intelligence? Journal of Humanistic Psychology. 42 (2). 16-33. Warner, MA. and PA. Hausdorf. 2009. The Positive Interaction of Work and Family Roles: Using Need Theory to Further Understand the Work-Family Interface. Journal of Managerial Psychology. 24 (4). 372-285. Wayne, JH. 2009. Reducing Conceptual Confusion: Clarifying the “Positive” Side of Work and Family. Paper presented at the Annual Conference for the Society of Industrial/Organizational Psychologist. New Orlean. Los Angeles. April 29. Witt, L.A. and D.S. Carlson. 2006. The Work-Family Interface and Job Performance: Moderating Effects of Conscientiousness and Perceived Organizational Support. Journal of Occupational Health Psychology. 11. 343-357. Zohar, D. and I. Marshall. 2000. SQ: Spiritual Intelligence – The Ultimate Intelligence. New York. Bloomsbury Publishing.
21