KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Tren Global Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air yang Berkelanjutan Oleh :
Prof. Arwin Sabar Guru Besar Teknik Lingkungan Ketua Kelompok Keahlian Teknologi Pengelolaan Lingkungan Fakultas Teknik Sipil & Lingkungan ‐ITB
Dalam rangka Diskusi Pakar Perumusan Kebijakan Eco-Efficient Water Infrastructure Indonesia
Direktorat Pengairan dan Irigasi – Bappenas
Hotel Bumi Karsa Bidakara, Ruang Kunthi 210, Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Kav 71-73, Pancoran, Jakarta Selatan
0
Daftar Isi
I.
PENDAHULUAN
1.1. Sumber dan Hidrologi. 1.2. Daerah Aliran Sungai Hulu & Hilir 1.3. Mitigasi & Adaptasi II. PERENCANAAN WATER INSFRASTRUKTUR 2.1. Debit rencana 2.2. Pengembangan SPAM 2.3. Keandalan sumber Air 2.4. Pedoman Alokasi Sumber air untuk sektor DMI & Irigasi 2.5. Pengembangan Model Kontinu Prakiraan Debit Air Sungai – Optimasi Pengelolaan Infrastruktur SDA 2.6. Management of Water Insfrastructures 2.6.1 Pengelolaan Dam intuitif . 2.6.2. Pengelolaan Optimasi Dam Multisektor. III. SUMBER AIR SPAM DI KAWASAN PESISIR PASUT DIURNAL 3.1. Umum. 3.2. Pasut Pesisir Kapuas & Kualitas air 3.3. Barrage Long Storage Ambawang Nonpasut IV. MANAJEMEN AIR CEKUNGAN BANDUNG –KAWASAN STRATEGIS NASIONAL 4.1. Degradasi Lahan Mintakat Lembang( DAS Cikapundung Hulu) 4.2. Waduk Multiguna PLTA Dago 4.3. Strategi Pengembangan SPAM di Cekungan Bandung
V. KESIMPULAN & SARAN
1
Tren Global Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air yang Berkelanjutan Oleh :
Prof. Arwin Sabar I.
PENDAHULUAN
1.1. Sumber dan Hidrologi. Sumber air adalah sumberdaya alam yang dapat diperbaharui melalui siklus Hidrologi, tergantung oleh iklim (subtropis/tropis) dipengaruhui faktor kosmik, regional dan lokal membentuk Rezim Hidrologi dimana komponennya (P,Q) berkarakter variabel acak dan stokastik dan pengaliran air menuju laut merupakan fenomena deterministik. Ketidakpastian iklim,cuaca mempengaruhi langsung komponen Hujan (P) dari Siklus Hidrologi dan sesampai hujan di permukaan tanah dipengaruhi oleh tutupam lahan
Gambar 1.1. Siklus Hidrologi terdistribusi menjadi air tanah dan air permukaan (lihat Gambar 1.2 )
Climat change (Kosmik,regional & lokal )
Massa air tetap ( Ik+ C=1)
PROSES INPUT (Curah hujan)
9 Sifat tanah, batuan, Morfologi, topografi
OUTPUT 9 Cadangan air tanah 9 Air permukaan
9 Tutupan lahan
Besaran Input Variabel Acak/Stokastik
Besaran Out put Variabel Acak/Stokastik
Prof.Arwin Sabar bid keahlian PSDA & Konservasi ,ITB
8
Gambar 1.2. Iklim & Konvesi lahan terhadap Keseimbangan Air
2
1.2. Daerah Aliran Sungai Hulu & Hilir Pembagian fungsi ruang hidrologi menjadi 2(dua) kawasan utama yaitu kawasan konservasi ( DAS Hulu ) dan kawasan kerja(DAS Hilir),dalam upaya menjamin kelangsungan sumber‐ sumber air serta mengendalikan limpasan air permukaan terhadap ancaman banjir & kekeringan dikawasan hilir . Berdasarkan karakteristik hidrologis kawasan konservasi air merupakan suplai sumber air utama untuk daerah bawahnya, dicirikan : Curah hujan relatif tinggi, batuan relatif muda, morfologi bergelombang kasar, rentan terhadap erosi dan longsor sehingga ditetapkan sebagai kawasan konservasi air dan tanah. Hidrologi adalah ilmu yang memperlajari pergerakan air di muka bumi baik kuantitas maupun kualitas air dalam ruang dan waktu dimana komponen‐komponen siklus hidrologi merupakan variabel acak dan fenomena stokastik. Pengaruh pemanasan global dan faktor regional seperti perubahan temperatur di Samudera Pasifik dan faktor lokal seperti perambahan hutan/ konversi lahan terbangun berpengaruh terhadap komponen‐ komponen hidrologi seperti hujan(P), debit air(Q) dan tinggi muka laut. Pengaruh‐ pengaruh tersebut tercatat melalui pos‐pos pengamatan komponen siklus hidrologi dan pos observasi muka laut. Dari arsip data hidrologi sebagai input data, dapat dianalisa fenomena degradasi rezim hidrologi dengan pendekatan model hidrologi statistik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.3.
HYDROLOGY MODEL DAS HULU (Watershed Model)
Kawasan Hulu
Q
DAS HILIR ,aliran permukaan bebas (Deterministik Model) Persamaan Saint Venant : ∂ Q ∂ x
Boundary Hulu
Boundary Hilir
+ B
∂ h ∂ t
(
= b
)
∂Q 1 ∂ Q2 h ⎛ ∂h + + gB h ⎜ + S ∂t ∂x B ⎝ ∂x
Gambar 1.3. Model Hidrologi
f
⎞ ⎟ = 0 ⎠
Dari data time series debit sumber air dari pos duga air Q DAS tsb diatas : menunjukkan kejadian besaran debit air tidak menentu dalam berjalannya waktu (t). Ketidakpastian besaran debit air proses waktu, dalam ilmu statistik karakter tsb disebut Variabel acak (Lihat Gambar 1.3 dan 1.4). 3
600
Debit (m3/det)
500 400 300 200 100 0 0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
Time Series Debit Harian
Gambar 1.4. Variabel acak debit sumber air permukaan Q( 1994‐2006)
Dari fluktuasi debit air dalam berjalannya waktu, menunjukkan terdapat 2 (dua) fase pengaruh iklim terhadap komponen utama Siklus Hidrologi, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Dapat dijelaskan pada musim kemarau, debit air didominasi oleh limpasan akifer yang morfologinya terpotong (muncul mata air dan limpasan air tanah di kiri–kanan sungai) sedangkan musim penghujan, debit air didominasi oleh limpasan air permukaan sedangkan aliran dasar (limpasan air tanah) relatif kecil ,tidak signifikan (lihat Gambar 1.3). Dari Model Fisik Hidrologi, besaran debit air pada musim kemarau debit air‐ lebih dependent (cadangan akifer maksimal pada akhir musim penghujan/awal musim kemarau dstnya pada periode musim kemarau tidak terjadi pengisian akifer, cadangan air tanah menurun seiring menurunnya pada akifer menuju akhir musim kemarau/awal musim penghujan) seperti diketahui aliran limpasan air tanah ke badan air sungai dalam berjalannya waktu dependent sedangkan pada musim penghujan debit air lebih independent, karena pengaruh limpasan air hujan yang jatuh di DAS. Ditemukan sumber air, berturut‐turut dari independent –dependent adalah air hujan, air permukaan air tanah, dan mata air. Sehingga pada musim penghujan besaran kejadian debit air didominasi pergaruh limpasan air hujan (independent) sedangkan pada musim kemarau didominasi limpasan air tanah.(dependent)
1.3. Mitigasi & Adaptasi Perubahan iklim dan cuaca mempengaruhi variabel utama siklus Hidrologi : terutama Curah Hujan (P), setelah sampai dipermukaan tanah terdistribusi tergantung tutupan lahan terinfiltrasi (tersimpan akifer) setelah jenuh menjadi limpasan air permukaan. Seiring langkah terhadap perubahan iklim terhadap keberlanjutan sumber air (Water Sustainable), respon dilakukan dengan dua langkah utama, yaitu mitigasi dan adaptasi. Mitigasi adalah meminimalkan dampak pengaruh iklim terhadap ancaman banjir dan kekeringan dengan meningkatkan pengendalian limpasan air/pencemaran air di daerah Aliran Sungai. Upaya ini dapat dilakukan dengan perencanaan tata ruang (kawasan konservasi dan kawasan kerja), pengendalian pemanfaatan lahan, intrumen Indeks Konservasi (Keppres No.114 1999 Kawasan Konservasi Bopuncur), reboisasi, artificial
4
recharge dsb. Bentuk konkrit upaya mitigasi secara undirect : penerbitan peraturan/UU pengendalian limpasan/pencemaran air dan direct : Insentif & dissentif, sbb: 1. Un Direct (Tak langsung ): penerbitan UU dan Peraturan terkait pengendalian lingkungan air. • UU no 26 th. 2007 tentang Penataan ruang • UU no 7 th 2004 tentang Sumber daya air • UU Kehutanan No.41 Tahun 1999 Pasal 18 Ayat 2 yang menyatakan bahwa: ‘…..luas hutan suatu DAS minimal 30% dengan sebaran yang proporsional’. • UU Lingkungan hidup / PP Amdal • PP No. 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum • Keppres 114 th 1999 Kawasan Konservasi air dan tanah Bopuncur 2. Direct (Langsung ) : Insentif dan Dissentif Adaptasi meliputi rekayasa teknologi dan sosial untuk beradaptasi terhadap keacakan debit air terhadap ancaman banjir dan kekeringan pengaruh perubahan iklim. Bentuk adaptasi terhadap ketidakpastian besaran debit air ,langkah pendekatan ditrapkan “debit rencana” (banjir dan kekeringan).
II. PERENCANAAN WATER INFRASTRUKTUR 2.1.
Debit rencana
Variabel acak adalah suatu kejadian dimana besarannya tidak menentu dalam proses ruang dan waktu. Ketidakpastian komponen utama Hidrologi (P,Q) terukur melalui pengamatan (pos hujan atau pos duga air) , hal ini mengantar para ahli meneliti perilaku debit air historikal untuk dapat mengetahui ambang batas besaran kejadian debit air masa depan. Ancaman bajir dan kekeringan ke masa depan , ditempuh langkah “adaptasi”: menerapkan konsep debit rencana . Hubungan Keandalan keberhasilan dan periode ulang diekspresikan, sbb: (1‐P )= 1/R , dimana : P= keandalan /keberhasilan komponen Hidrologi ( %) dan R= periode Ulang kejadian. Misalnya : Suplai sumber air untuk memenuhi sektor irigasi : keandalan/ keberhasilan P= 80 % maka ekivalen dengan periode Ulang (R = 100/20 = 5 thn ), berarti dalam selang 100 (seratus ) tahun terjadi 20 kali dan setiap 5(tahun) terjadi 1(satu) kali nilai ambang dapat dilampaui. Pengendalian banjir & kekeringan : • • • • • •
Drainase mikro ( Drainase permukiman perkotaan) : QR= 2‐15 tahun Drainase makro ( Drainase alamiah –sungai ) : QR =20‐50 thn Drainase Rel Kereta api/ Jalan TOL :QR=50 thn Drainase bandara udara : Q R= 50 ‐100 tahun Intake air baku untuk sektor irigasi : QR =5 thn Intake air baku untuk sektor DMI ( Domestik ,Municipallity ,industri) : QTr= 10‐20 thn.
5
2.2. Pengembangan SPAM Penegembangan Sistem Penyediaan Air Minum Perkotaan terbagi dalam 3 (tiga ) Komponen ,yaitu berturut‐turut disebut Komponen sumber Air baku, Komponen Pengolahan Air dan Komponen Pelayanan Air (lihat Gambar 2.1). Pada tingkat komponen pelayanan air dimana kepuasaan konsumen memenuhi standart: kualitas air, kuantitas air, Kontinuitas air dan harga jual air yang kompetitif.
Gambar 2.1. Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Perkotaan
Untuk mendapatkan debit rencana banjir & kekeringan melalui analisa Hidrologi statistik: tes kecocokan distribusi teoritis debit air historik, supaya dapat menentukan distribusi statistik sehingga dapat menentukan debit rencana air didasarkan pada keandalan besaran debit air ke masa depan.
Tabel 2.1. Kriteria Teknis Alokasi Air Baku Sumber Air Sungai Debit Air Suksesif Kering
Desain Sumber Air Baku DMI (Domestik Municipality Industri)
1‐15 hari
R =10‐20 thn
Irigasi 15‐30 hari
R=5 thn
Sumber:: Tamin, Modifikasi Kriteria Disain Air Baku MBA PU Cipta Karya (2009)
6
2.3. Keandalan sumber Air Definisi debit rencana air baku : Keandalan Q95% ( QR‐20 thn) dengan durasi 1 (satu) hari artinya dalam 100 tahun rata‐rata terjadi 5(lima ) kali kejadian debit kering tidak dipenuhi atau dalam periode 20 tahun terjadi paling sedikit 1 (satu) kali debit sumber air baku tidak dapat dipenuhi. Bila rentang karakter acak sumber air, berurut‐urutan disusun dari independen ke dependen dari hasil penelitian dan disusun berurut‐urutan: Air hujan, air permukaan, air tanah dan mata air, didapatkan air permukaan lebih ”dependend” dari air hujan, sedangkan Mata air lebih “depended ” dari air permukaan. Pos pengamatan debit air dibagi 2(dua) yaitu pos debit air primair dan pos debit air sekundair. Pos pengamatan debit air primair, merupakan pos yang dijadikan referensi dalam pengembangan sumber air waktu pengamatan relatif panjang lebih 50 tahun, sedangkan pos pengamatan debit air sekundair di gunakan untuk kepetingan proyek (air baku domestik atau irigasi, waduk) pengamatan relatif singkat (5‐10) tahun. Semakin panjang data pengamatan debit air, maka kualitas data semakin baik sehingga faktor penyebab keacakan variabel hidrologi terwakili, yaitu faktor kosmik, regional dan lokal. Menurut UU No. 7 tahun 2004 pasal 34 ,ayat (1): pengembangan sumber daya air ditujukan untuk kemanfaatan sumber daya air memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah tangga(domestik), pertanian(irigasi) ,industri dstnya dan untuk berbagai keperluan lainnya. Pengembangan sumber air baku dari sungai, perlu dibangun suatu kriteria disain air baku terutama untuk air baku sektor DMI dan irigasi. Sebagai pedoman dapat digunakan kriteria disain air baku ,yakni memodifikasi keandalan debit air digunakan pada Metropolitan Bandung Urban Development Program (MBUDP), 2004 ( lihat Tabel 2.1). Dari data pengamatan debit mata air disusun debit minimum suksesif dengan durasi ( 1, 2 , 7, 15, 30 dan 60 ) hari yang terjadi pada periode musim –musim kering, masing‐masing rangkaian data dengan durasi (1, 2, 7, 15, 30 dan 60 ) hari dilakukan tes kecocokan distribusi teoritis dengan tes goodness–of‐fit . setelah mengetahui distribusi teoris yang cocok,dilakukan perhitungan debit air rencana sesuai periode ulang 2, 5, 10, 15, 20 dan 50 tahun dan selanjutnya dibuat kurva debit keandalan debit air pada musim‐ musim kemarau, menggunakan kriteria teknis alokasi air baku Bandung Metropolitan Area (1994). Kisaran debit rencana untuk sumber air baku DMI berkisar debit air rencana kering periode ulang 20 tahun dengan durasi 1 hari sampai debit air rencana kering periode ulang 10 tahun dengan durasi 14 hari . Analisa Statistik Untuk meneliti nilai‐nilai variabel acak dari debit air, dilakukan tes pencocokan distribusi teoritis tertentu pada nilai‐nilai observasi acak hasil pengamatan debit air (Chow, 1964). Nilai observasi debit air di sini adalah data debit harian minimum. Jenis distribusi yang sering digunakan untuk menganalisa debit ekstrim kering (Lindsley, 1969 dan Soewarno, 1995), yaitu: ‐ Distribusi ekstrim tipe III (Weibull atau Gumbel tipe III). - Distribusi Log‐Pearson tipe III. - Distribusi Log‐Normal. Sebagai pembanding distribusi normal turut diperhitungkan dalam pencocokkan distribusi teoritis. Jadi, ada empat distribusi teoritis yang diujikan kepada data debit harian
7
minimum.Keempat distribusi dengan menggunakan uji goodness‐of‐fit yang berfungsi untuk memilih fungsi distribusi yang sesuai dengan sampel dengan cara menentukan kesesuaian antara sampel dengan distribusi teoritis tertentu. Uji goodness‐of‐fit bertujuan unutk menguji hipotesis Ho (sampel berasal dari ddistribusi teoritis yang diuji melawan hipotesis H1 (sampel bukan berasal dari distribusi teoritis yang diuji). Untuk menguji kedua hipotesis tersebut, terdapat dua uji yang dapat digunakan, yaitu: Uji χ2 (chi‐kuadrat) - Uji Kosmogorov‐Smirnov (K‐S) Uji χ2 lebih sesuai untuk menguji fungsi distribusi diskrit, sedangkan uji K‐S lebih sesuai untuk menguji distribusi kontiniu dengan nilai parameter telah diketahui atau tidak perlu ditentukan dari sampel. Dua faktor yang menentukan dua jenis uji yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Faktor yang Menentukan Jenis Uji Statistik Jenis Distribusi Parameter Sampel Uji yang Digunakan Diskrit Diketahui χ2 Diskrit Diperkirakan χ2 Kontiniu Diketahui K‐S Kontiniu Diperkirakan χ2 Sumber: Statistical procedures for Engineering, Management and Science
Uji penentu lainnya adalah data. Untuk uji χ2, dibutuhkan minimal empat data yang berbeda untuk variabel kontiniu dengan frekuensi setiap data atau kelas data. Jika kondisi tidak memnuhi, maka digunakan uji K‐S. Karena uji ini tidak bergantung pada jumlah data (Blank, 1980). Uji χ2 mengukur perbedaan relatif antara frekuensi hasil pengamatan dengan frekuensi yang diharapkan dari sebuah distribusi teoritis, jika sampel berasal dari distribusi teoritis yang diujikan. Besarnya perbedaan antara frekuensi hasil pengamatan dengan frekuensi yang diharapkan dari distribusi teoritis dinyatakan sebagai χ2 yang ditentukan dengan persamaan berikut (Blank, 1980):
(Oi − Ei ) 2 χ = ∑ Ei i =1 k
2
Ei = n.Pi Dimana: k : jumlah variabel yang berbeda atau jumlah kelas Oi : frekuensi hasil pengamatan Ei : frekuensi yang diharapkan dari distribusi teoritis n : jumlah data Pi : peluang dari distribusi teoritis Uji K‐S menetapkan suatu titik dimana terjadi penyimpangan terbesar antara distribusi teoritis dan sampel. Sebelum data sampel uji, terlebih dahulu data diurutkan dari nilai terkecil sampai nilai terbesar. Untuk menggambarkan serangkaian data debit sebagai suatu kurva frekuensi kumulatif, maka perlu diputuskan apakah probabilitas atau periode ulang yang digunakan dalam penggambarannya. Ada bermacam‐macam persamaan untuk menetapkan nilai ini, yang dikenal sebagai posisi penggambaran (position plotting) (Benson, 1962). Dari metode‐metode tersebut, metode Weibull merupakan metode
8
metode yang paling sering digunakan untuk analisis peluang dan periode ulang data hidrologi (Soewarno, 1995 ). Nilai penyimpangan terbesar ditentukan melalui persamaan berikut: Dn = Maksimum IF0(X)‐SN(X)I Jika distribusi teoritis telah terpilih baru dicari debit andalan dari sungai tersebut. Debit andalan adalah debit minimum yang terjadi atau terlampaui secara rata‐rata pada periode ulang tertentu.Dengan ditetapkannya debit andalan yang tersedia pada sumber air, maka dapat diketahui peluang kegagalan dari suatu kriteria desain dalam usaha penyediaan air minum sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi. Diagram Alir Penelitian Keandalan sumber Air Flow diagram penelitian Keandalan sumber Air (lihat Gambar 2.2) dapat dijelaskan ,sbb: 1. Data Data debit harian yang digunakan dalam penelitian adalah data debit harian minimum terukur 2. Pengolahan awal data debit harian Sebelum data debit harian diuji dengan uji goodness‐of‐fit, terlebih dahulu dilakukan pengolahan data awal dengan langkah‐langkah berikut: Pengolahan data debit harian minimum pos pengamatan debit yang dianalisis Pengurutan data debit harian minimum hasil pengelompokkan dari yang terkecil sampai yang terbesar untuk setiap durasi. Penentuan berbagai parameter data sample 3. Penentuan distribusi terpilih Untuk masing‐masing uji statistik, dicari untuk distribusi normal, log‐normal, gumbel dan log‐pearson III. Uji Kosmogorov Smirnov Uji χ2 (chi‐kuadrat) 4. Penentuan Debit Andalan Debit andalan dihitung untuk durasi 1,2,7,15,30 dan 60 hari dan Periode Ulang 5, 10, 20, 50 tahun. 5. Pembuatan Kurva Debit Andalan Mata Air Jika kurva debit andalan sudah dibuat, maka dibandingkan dengan kebutuhan air baku disain PDAM dan dilihat range debit andalan untuk durasi dan Periode Ulang tertentu.
9
Keandalan sumber air
Diagram Alir Analisis Peluang Debit Air musim kering (Ekstrim Kering)
Seleksi data & urutan data debit air 1,2,7,15,30 dan setengah bulanan kalender
Pemilihan distribusi teoritis ( Normal, Gumbel dan log Person III) yang cocok dengan Uji Goodness-of-fit
Kawasan Hulu
Q
Boundary Hulu Hitung debit air minum Periode Ulang 5, 10, 20, 50 tahun dengan distribusi teoritis terpilih
Boundary Hilir
Q = C (P.A)+ b
Debit air minimum dengan Periode Ulang 5,10,20 dan 50 tahun
C= f( P,I,φ, Tutupan lahan) P : variabel bebas ( Randown variabel) A : Luas tanggapan hujan
Kurva peluang debit air minimum ekstrem kering
Q: variabel tergantung( Randown variabel) b : aliran dasar ( tutupan lahan, batuan ) Keandalan Debit Air Baku
Gambar 2.2. Diagram alir Keandalan sumber air permukaan
Dari data debit harian historikal tercatat (1994‐2006), menggunakan diagram alir penentuan keandalan sumber air pada musim–musim kemarau, untuk memperoleh ambang batas keandalan debit sumber air proses waktu, dapat dipresentasikan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Keanadalan sumber air sungai untuk Pengembangan SPAM Durasi
2 Tahun
5 Tahun
10 Tahun
20 Tahun
50 Tahun
Distribusi
1
12.19
7.98
6.43
5.4
4.45
Log Pearson
2
12.47
8.41
6.95
5.99
5.1
Log Pearson
3
12.77
8.65
7.23
6.31
5.48
Log Pearson
7
14.5
10.09
8.58
7.61
6.74
Log Pearson
10
15
10.63
9.16
8.22
7.39
Log Pearson
15
15.54
11.31
9.9
9
8.21
Log Pearson
30
18
13.18
11.39
10.19
9.07
Log Pearson
60
20
14.23
12.03
10.53
9.11
Log Pearson
10
Simulasi kejadian keandalan sumber air : durasi 1(satu ) hari dengan periode ulang 20 tahun vs kejadian debit air sungai dari 1994 s/d 2006 ,dipresentasikan pada Gambar. 2.3
Keandalan Air Baku Q
95%
SPAM (1994-2006)
600
Debit (m 3/det)
500 400 300 200 100 0 0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
T ime Series Debit Harian
Debit Andalan
Gambar 2.3.. Keandalan sumber air SPAM VS Debit Sumber Air Historikal
2.4. Pedoman Alokasi Sumber air untuk sektor DMI & Irigasi UUD fasal 33 ayat 3: Air dan tanah digunakan sebesar‐besar untuk kepentingan rakyat banyak ( antara lain : kebutuhan air pokok Sektor irigasi dan Domestik Muncipality industri dst) Kebutuhan air baku untuk sektor DMI dan sektor irigasi merupakan kebutuhan pokok sedangkan Sumber air terbatas , seiring perkembangan permukiman perkotaan laju kebutuhan air Domestik Municipality Industri(DMI) meningkat pesat sehingga sangat logis dan adil bila berbagai sumber air ( DMI dan irigasi ) sesuai UUD fasal 33 ayat 3 perlu berbagai sumber air sehingga perlu dibuat pedoman alokasi air berdasarkan ketentuan baku Dep. PU Dirjen SDA dan Dirjen Cipta Karya seperti diperlihatkan pada Gambar 2.4. diagram alir pedoman alokasi air sungai untuk sektor Irigasi dan DMI.
11
Gamb 2.4. Diagram alir pedoman alokasi air sungai untuk sektor irigasi & DMI
Tes Simulasi Pedoman Alokasi Sumber Air untuk sektor Irigasi dan DMI (1994-2006) 250
Q (m3/s)
200 150 100 50 0 0
50
100
150
200
250
300
350
Time series
Q
Q880%
Qirigasi
Qdomestik
Gambar 2.5: Keandalan sumber air sektor Irigasi & DMI Kelemahan Pengelolaan water infrastruktur (Dam irigasi , waduk ) untuk obyektif menjamin pasokan sumber air misalnya sektor irigasi , ditempuh langkah adaptasi terhadap ketidakpastian debit sumber air fungsi waktu dengan debit rencana: keandalan/
12
keberhasilan Q80 % untuk setengah bulan kalender (analog QR =5 tahun) , artinya selang waktu 5 thn terdapat limpasan sumber air yang datang (lihat Gamb 2.5) terbuang melalui spill way. (Lihat Gamb. 2.5) Obyektif Optimasi adalah pemanfaatan sumber air semaksimum mungkin melalui fungsi ultilitas( water infrastruktur ) hal ini dimungkinkan bila kita dapat mengetahui besaran debit sumber air yang datang satu langkah ke depan. Berdasarkan memoire tercatat pada pos‐pos pengamatan Komponen utama siklus Hidrologi ,dengan korelasi sparsial (P,Q) dapat dibangun Model Kontinu Prakiraan debit air satu setengah bulan kalender ke depan, sehingga memungkinkan dilakukan langkah optimasi pemanfaatan sumber air fungsi utilitas : Dam irigasi/waduk untuk dapat memenuhi kebutuhan/permintaan laju sektor domestik ,Municipallity dan Industri (DMI) serta sektor Irigasi. 2.5.Pengembangan Model Kontinu Prakiraan Debit Air Sungai – Optimasi Pengelolaan Infrastruktur SDA Model Kontinu Prakiraan debit air satu langkah kedepan, memanfaatkan perubahan iklim terhada siklus Hidrologi, membentuk suatu Rezim Hidrologi tercatat melalui pengamatan Pos‐pos utama siklus Hidrologi. Dengan meneliti suatu satuan periode Rezim Hidrologi tercatat pada pos –pos utama Hidrologi (P, Q) membuat matriks Ketautan komponen‐ komponen Utama Siklus Hidrologis dalam ruang dan waktu, dapat dibangun suatu Model disebut Model Kontinu Prakiraan debit air sehingga pengelolaan Dam Irigasi/waduk dapat dioptimalkan untuk memenuhi suplai air di down stream untuk sektor air irigasi, sektor Air DMI dan Pembangkit Tenaga Air (Arwin ,Proseding PSDA ITB,1993).
Matriks Ketautan Spartial Komponen Utama Hidrologi Pengembangan model kontinu debit air masa depan yang tidak menentu dalam proses waktu ( Variabel acak siklus Hidrologi), terdapat 3 (tiga) model, yaitu : Model Biner, Model Terner, dan Model Kuaterner. Model Kontinu dikembangkan dari ketautan spartial dan waktu dari Komponen utama (P,Q) siklus Hidrologi. Ketautan variabel utama siklus Hidrologi dalam ruang dan waktu F(x,y,z,t) di presetansikan dalam bentuk matrik ketautan spartial Komponen Utama Hidrologi (lihat Tabel 2.4 ).
Tabel 2.4. Matriks Ketautan Komponen utama Siklus Hidrologi
Nilai
P 1
P 1
1
P2
P 2
ρ P2P1
P 3
ρ P3 P1
ρ
P3 P2
Qt
ρ
ρ
Qt P2
Qt P1
P3
Q
Q t+1
t
Q t ‐ 1
1 1 ρ
1
Qt P3
Q t+1
ρ Qt+1 P1
ρ
Qt+1 P2
ρ
Qt+1 P3
ρ
Qt+1 Qt
Q t ‐ 1
ρ Qt ‐ 1 P1
ρ
Qt ‐ 1 P2
ρ
Qt ‐ 1 P3
ρ
Qt ‐ 1 Qt
1
ρ
Qt ‐ 1 Qt+1
1
13
Matriks Ketautan Sparsial komponen utama siklus Hidrologi dalam ruang dan waktu F(x,y,z,t) didasarkan ketautan 2(dua) variabel acak, menggunakan pendekatan matematis Koefisen ketautan. Model Kontinu Prakiraan Debit Air ,yang signifikan terpakai adalah Model Kuaterner .
Model Kuaterner (Korelasi Empat Variabel Acak) Model Kuaterner terdiri dari empat stasiun hidrologi yaitu stasiun 1 (P1) dengan curah hujan X1 , stasiun 2 (P2) dengan curah hujan X2 dan stasiun 3 (P3) dengan curah hujan X3 serta stasiun 4 (P4) dengan curah hujan X4. Stasiun 2 (P2) dengan curah hujan X2 dan stasiun 3 (P3) dengan curah hujan X3 serta stasiun 4 (P4) dengan curah hujan X4 bertindak sebagai penjelas bagi stasiun 1 (P1). Stasiun 1 (P1) dengan curah hujan X1 sebagai yang dijelaskan. Skema korelasi model ini dapat dituliskan sebagai berikut :
ρ23
X2
ρ24
ρ12
X3
ρ24
ρ34
ρ14
X1
X4
Gambar 2.8. Tipe Korelasi Kuaterner
Persamaan regresi linier model kuaterner dinyatakan sebagai berikut : x1 = r2x2 + r3x3 + r4x4 + ε dengan : ∑ x1 x j = r2 ∑ x2 x j + r3 ∑ x3 x j + r4 ∑ x4 x j
Asumsi E(εxj) = 0 untuk j = 2,3, dan 4. Nilai ri dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Yule Walker sebagai berikut:
1
ρ12
ρ 24 r2 ρ12 ρ34 r3 = ρ13 1 r4 ρ14
ρ 23 1 ρ 24 ρ34
Koefisien determinasi R2 dan kesalahan relatif ε dihitung dengan persamaan sebagai berikut : ε = 1 + r22 + r32 + r42 – 2(r2ρ12 + r3ρ13 + r4ρ14) + 2(r2r3ρ23 + r2r4ρ24 + r3r4ρ34) R2 = 1 – ε2 Koefisien korelasi parsiil dituliskan :
r2 =
Δ2 Δ
14
Δ3 Δ Δ r4 = 4 Δ r3 =
dengan : Δ = 1 – (ρ232 + ρ242 + ρ342) + 2ρ23ρ24 ρ34 Δ2 = ρ12(1‐ ρ342) – ρ13(ρ23 – ρ24 ρ34) – ρ14(ρ24 ‐ ρ23 ρ34) Δ3 = ρ13(1‐ ρ242) – ρ12(ρ23 – ρ24 ρ34) – ρ14(ρ34 ‐ ρ23 ρ24) Δ4 = ρ14(1‐ ρ232) – ρ12(ρ24 – ρ23 ρ34) – ρ13(ρ34 ‐ ρ23 ρ24)
Model kuaterner dapat digunakan pada DAS untuk pengelolaan waduk air dengan ketidakpastian masa yang akan datang. Model ini terdiri dari empat tipe yaitu Model Terner tipe PPP(Q1), tipe PPQ(Q1), tipe PQQ(Q1) dan tipe QQQ(Q1). Formula ketautan Model Katerner , dapat dipresentasikan sebagai berikut :
q2 =
(Q
q1 = r2 q2 + r3 p3 + r4 p4 + ε
2
− Q2
σ2
) , p = (P − P ) , p = (P − P ) 3
3
σ3
3
4
4
σ4
4
dengan : q1 = prakiraan debit air pada waktu t+1 q2 = debit air pengamatan pada waktu t p3 = pengamatan stasiun hujan 1 pada waktu t p4 = pengamatan stasiun hujan 2 pada waktu t
Pengetrapan Model Kontinu Katener studi akademik operasi optimal Water Infrastruktur , Dam irigasi Kalibawang – Sungai Progo dapat diperlihatkan pada Gambar 2.4 , sebagai berikut:
Peramalan Debit air Dam Kalibawang –S.Progo (1994-2006)
250.00
Q (m3/s)
200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 Jan-93
Oct-95
Jul-98
Apr-01
Jan-04
Oct-06
Jul-09
Durasi (Bulan) Qhistorik
Qsintetik
Gambar 2.9. Simulasi Model Kontinu Prakiran debit air S. Progo.
15
Sedangkan Model Ketautan Kartener dari Prakiraan debit air di badan air Kali Progo dipresentasikan ,sebagai berikut:
Tabel 2.5. : Model Kontinu Prakiraan debit air Bendung Kalibawang - S. Progo
Bulan
Jenis Korelasi
Koefisien
Persamaan
Januari
PPPQ
0.848
Qt = 56.8 + 0.256P3(t) - 0.094P1(t) - 0.044P7(t)
Februari
PPQ'Q
0.695
Qt = 23.006 + 0.499Q(t-1) - 0.033P4(t) - 0.141P5(t)
Maret
PPQ'Q
0.819
Qt = (-7.812) + 0.677Q(t-1) - 0.085P4(t) + 0.164P5(t)
April
PPQ'Q
0.586
Qt = (-5.125) + 0.435Q(t-1) + 0.066P4(t) + 0.125P5(t)
Mei
PPPQ
0.431
Qt = 52.442 + 0.101X2(t) + 0.09P4(t) - 0.147P5(t)
Juni
PPQ'Q
0.957
Qt = (-1.506) + 0.596Q(t-1) + 0.131P3(t) + 0.186P8(t)
Juli
PPQ'Q
0.888
Qt = 1.419 + 0.638Q(t-1) + 0.066P3(t) + 0.011P7(t)
Agustus
PPQ'Q
0.852
Qt = 5.442 + 0.577Q(t-1) + 0.259P2(t) - 0.296P3(t)
September
PPQ'Q
0.948
Qt = 2.633 + 0.761Q(t-1) + 0.019P1(t) - 0.009P7(t)
Oktober
PPQ'Q
0.945
Qt = 9.969 + 0.26Q(t-1) + 0.03P4(t) + 0.054P5(t)
November
PPQ'Q
0.906
Qt = 1.017 + 0.913Q(t-1) - 0.023P3(t) + 0.09P4(t)
Desember
PPQ'Q
0.748
Qt = (-9.959) + 0.761Q(t-1) + 0.102P3(t) + 0.072P6(t)
2.6. Management of Water Insfrastructures 2.6.1 Operasi Dam intuitif . Contoh kasus akademik di Dam Kalibawang –Sungai Progo, dengan memanfatakan data debit air setengah bulanan kalender historikal ( 1993‐2006) dan tes pedoman alokasi air sungai untuk irigasi dan DMI,diperlihatkan pada Gambar 2.10.
operasi Intuitif Dam Multisektor Kalibawang untuk Irigasi dan Domestik
250
Q (m3/s)
200 150 100 50 0 0
50
100
150
200
250
300
350
Time series
Q
Q*80%
Qirigasi
Qdomestik
Gambar 2.10. Operasi Intuitif Dam untuk sektor DMI & Irigasi
16
2.6.2. Optimasi Dam Multisektor. Untuk memaksimalkan alokasi air untuk kebutuhan pokok rakyat banyak ( irigasi dan domestik ) . Ketidakpastian datangnya debit air masa depan ( Variabel acak) dalam model intuitif menggunakan pendekatan adaptif : menetapkan secara adaptasi intuitif suplai air irigasi dengan ketersediaan debit setengah bulanan kalender dengan debit rencana kering 80 % di badan air sungai sehingga Model operasi pengelolaan bendung Multisektor ,dilakukan secara intuitif dengam menetapkan alokasi air untuk Irigasi , Ketersediaan air 80 % dikurangi suplai air domestik ( Q95%) sehingga berpengaruh pasokan air untuk mengairi irigasi berkurang . Untuk memaksimalkan pasokan air untuk irigasi perlu dapat mengatasi besaran debit air yang datang setengah bulan kalender ke depan dengan membangun Model Prakiraan debit air masa depan sehingga alokasi air untuk irigasi dapat dimaksimalkan mencapai suplai maksimal keandalan air baku Q80 %.
Model Prakiraan debit air setengah bulanan kalender ke depan , menggunakan Model Kontinu Katerner Prakiraan debit setengah bulanan kalender dibangun dari pencatatan komponen‐komponen utama pos‐pos Siklus Rezim Siklus Hidrologi. Lingkungan ekonomi bendungan : DAM MULTISEKTOR Air baku SPAM Intake Air Baku
Gambar 2.11. Dam Multisektor
Obyektif : optimilisasi suplai air sektor irigasi & DMI Konstrain : 1. Kesinambungan masa : Q S = Q I – Q DMI‐ Q Spill Way Dimana : Qs= Debit Sungai , variabel acak Qi = Debit suplai Irigasi , variabel determinant QDMI = Debit air untuk Domestik‐Municipality, variabel determinant 2. Suplai air irigasi : (Q80% ‐ Q95%) < QIrigasi < Q80%
17
3. Q down stream : 0 < Qspill way < Q Rencana banjir Studi akademik Kasus Operasi Optimal Bendung Irigasi Kalibawang‐S.Progo , Model Kontinu Prakiraan debit air menunjukan mendekati dengan debit air observasi,dapat dilihat sbb:
Peramalan Debit air Dam Kalibawang –S.Progo
250.00
Q (m 3/s)
200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 Jan-93
Oct-95
Jul-98
Apr-01
Jan-04
Oct-06
Jul-09
Durasi (Bulan) Qhistorik
Qsintetik
Gambar 2.12. Simulasi Model Kontinu Debit air VS debit air Observasi
Pengelolaan optimal Dam Multisektor Kalibawang untuk Irigasi dan DMI
250
Q (m3/s)
200 150 100 50 0 0
50
100
150
200
250
300
350
Time se rie s
Q
Q*80%
Qirigasi
Qdomestik
Gambar 2.13. Pengelolaan Optimasi Dam Multisektor
18
III. SUMBER AIR SPAM DI KAWASAN PESISIR PASUT SEMI DIURNAL 3.1. Umum. Wilayah pesisir pasut semi Diurnal tersebar di Nusantara : pesisir Kapuas Kecil , Mahakam, Barito, Siak, Indragiri, Batanghari , Musi . Sungai –sungai dipesisir pantai ,yang pasang‐surutnya semi Diurnal , Sumber air didominasi : berwarna & terancam intrusi air laut jauh kedaratan terutama pada musim kemarau panjang. Salah satu Pesisir Pantai Kapuas kecil ,dipengaruhi pasut tipe semi diurnal dimana dalam satu periode terdapat 2(dua ) kali pasang dan 2(dua) kali surut sehingga pesisir terbentuk bermorflologi landai . Tumbuhan organik ,yang mati terendam di rawa‐rawa sehingga proses asimilasi dengan udara terhalang , memproduksi materi terlarut dalam air berwarna. Sungai Kapuas & S. Landak merupakan sungai utama ,berpotensi lebih baik sebagai sebagai sumber air baku dari sisi warna dan intrusi air laut. Ketersedian air baku dipesisir Kapuas ,dari sisi kuantitas air berlimpah tapi terancam intrusi air laut tergantung pada iklim (Basah,Normal & Kering). Menghadapi ketidakpastian intrusi air laut dibangun 2(dua) penyadapan air baku yakni Intake air baku utama dan intake air baku Cadangan di Panepat , pengaruh ketidakpastian intrusi air laut terhadap sumber Air baku maka pengoperasian IPA dilakukan dengan 3(tiga) cara,yakni: •
Pada iklim tahun basah pada musim kemarau basah intake air baku utama tidak terpengaruh intrusi air laut. • Pada iklim tahun normal pada musim kemarau Intake air baku utama pada bulan terkering terintrusi air laut ,dilakukan pengalihan penyadap ke Intake air baku cadangan di Panepat tidak terintrusi air laut ( Sei Landak) • Pada Iklim tahun kering pada musim kemarau Kering Intake air baku utama terintrusi berat sampai Intake air baku cadangan Panepat sehingga Long Storage Panepat dioperasikan Dari pengamatan salinitas dipesisir Kapuas terdapat tendensi rambatan intrusi air laut semakin jauh ke hulu dan frekwensi kejadian intrusi air laut di intake air baku semakin tinggi sehingga semakin terancam pelayanan air minum di masa depan dampak perubahan iklim Global dan ancaman konversi lahan di hulu Sungai. . Untuk pembangunan keberkelanjutan di Kawasan pesisir kapuas menuju Metropolitan Pontianak ( Kota Pontianak , Kab.Pontianak dan Kab.Kubu Raya ), memerlukan sumber air baku layak ( fresh water ) ,tidak terpengaruh intrusi air laut pada musim kemarau memanfaatkan potensi kelebihan kwantitas air di pesisir Kapuas.
3.2.Pasut Pesisir Kapuas & Kualitas Air Propinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara garis 2o08 LU serta 3005 LS serta di antara 108o0 BT dan 114o10 BT pada peta bumi. Berdasarkan letak geografis yang spesifik ini maka, daerah Kalimantan Barat tepat dilalui oleh garis Khatulistiwa (garis lintang 0o) tepatnya di atas Kota Pontianak. Karena pengaruh letak ini pula, maka Kalbar adalah salah satu daerah tropik dengan suhu udara cukup tinggi serta diiringi kelembaban yang tinggi
19
Kalimatan Barat terdapat Sungai Kapuas sangat mempergaruhi kehidupan dalam menghadapi alam terutama dipesisir kapuas . Sungai Kapuas , berawal dari pengunungan Kapuas Hulu & Pengunungan Muller dan pengunungan Schwaner mengalir dari melintasi berturut‐turut Putussibau,Sintang, Sanggau melintasi pesisir Kota Pontianak dan berakhir di laut Selat Karimata ( Lihat Gamb. 3.1. Peta Kalimantan Barat & Pesisir Kapuas.
Gamb 3.1. Peta Kalimatan Barat & Pesisir Kapuas
Muara S. Kapuas di selat Karimata berkarakteristik Pasut Semi Diurnal sehinga pembentukan delta di pesisir Kapuas didominasi morfologi landai dan berawa , sehingga pesisir Kapuas Kualitas air terintrusi air laut & kualitas air berwarna.(Lihat Tabel 3.1) Selain sungai kapuas yang sangat dominan di pesisir Kapuas ,terdapat anak sungai Landak ( 7440 Km2) mengalir berawal pengunungan Gunung Niat (+ 1701) mengalir mulai dari Serimbau terus ke arah Barat‐Selatan bertemu di pesisir sungai Kapuas di Kota Pontianak. Sungai Landak sebelum bermuara di S. Kapuas ,di sebelah selatan S. Landak terdapat anak sungai Ambawang (540 Km2) berprospek memberikan peluang dijadikan sumber air non pasut sepanjang tahun relatif dekat dari Pusat Aktifitas Pengembangan Metropolitan Pontianak .(lihat Gamb. 3.2 dan Gamb 3.3) Tabel 3.1 :Data Sungai‐sungai & Kualitas air dipesisir kapuas
20
Sumber
Jarak dari Debit Debit Luas DAS Pontianak Rata‐rata Andalan (Km)
S. Landak (Penepat) S. Landak (Biyun) S. Ambawang S. Malaya S. Mandor S. Sengah Temila
25 32 5 6 6 24
2
(Km ) 7440 7385 540 93 265 375
3
(m /dt) 370 367 27 5 15 38
Keterangan
3
(m /dt) 39 38 4 0.56 1.8 5.8
Salinitas terjadi secara periodik Tidak terjadi Salinitas Salinitas 3 bln per tahun; Air berwarna Air Berwarna Air Berwarna Air Berwarna
Gamb .3.2. DAS Landak & Sub DAS Ambawang
21
Gamb 3.3. Lokasi Intake Air baku Kota Pontianak & Sungai Ambawang
Kawasan pesisir Kapuas dibentuk oleh Pasang surut tipe semi diurnal di Estuary sungai (Boundary Hilir) dan Debit air dari Hulu sungai ( Boundary Hulu) dipengaruhi debit air fungsi iklim( musim penghujan dan musim kemarau). Pada kawasan pesisir morfologi landai term konveksi kecepatan air di permukaan bebas (jV/jx = 0) sehingga persamaan saint venant dapat dituliskan ,sbb :
Persamaan diferensial gerak air di permukaan bebas , dengan kemiringan relatif kecil dapat diekspresikan dalam persamaan differential partial Saint Venant F(x,t), sbb:
1. Pers. Kesinambungan
∂Q ∂H +B =0 ∂x ∂t
2. Pers. Momentum
∂Q ∂H + gA + gSf = 0 ∂t ∂x
Sf =
QQ C 2 A2 R
dimana : Q = debit air, t = waktu(sumbu ordinat) , C = koef. Chezy, R =
22
Pers. differensial partial saint venant didiskretisasi dengan ‘’Finite difference (Dx, Dt ) Panjang sungai didiskretkan dalam ruas‐ruas (DX) ujung ruas disebut node ditempatkan H dan tengah ruas ditempatkan Q sedangkan periode pasang surut ( T) di diskretasi(DX).
Diskretisasi Rambatan Pasang surut dipesisir
Boundary condition Hulu
Boundary condition Hilir Initial condition
Gamb. 3.4. : Boundary Condition Probleme Rambatan Pasut
Diskretisasi pada titik ganjil (ujung ruas )diletakan tinggi muka air (H) sedang , ditengah ruas (titik genap) diletakan debit air (Q) maka dengan menggunakan metode beda hingga (finite different ) sketma Implist Crank Nicholson maka ujung bagian Hilir (Kondisi batas hilir) merupakan pasangsurut laut sedangkan bagian ujung Hulu ( Kondisi batas hulu ) merupakan kurva muka air(lihat Gamb. 3.4. ) Dengan menerapkan pers. Kesinambungan air pada titik –titik ganjil ( H) dan hukum kekekalan momentum dititik genap ( Q) dengan sketma implisit Crank Nicholson maka akan diperoleh n persamaan numerik (yang terdiri dari persamaan Numerik kesinambungan air dan Persamaan Numerik Momemtum ) dan n bilangan anu yang tidak diketahui . Bila dibuat persamaan matrik { A} [ b] = [c] dimana A koefisien matrik (diketahui) dan b Kolom matrik merupakan parameter aliran permukaan bebas (Q,H ) pada waktu t+1(new) yang akan dicari dimana ujung ujungnya diketahui merupakan nilai boundary Kondisi pada waktu t+1(new) sedang C kolom matrik (diketahui ,dimanai parameter aliran permukaan bebas (Q,H) diketahui pada waktu t (old). Dengan mengetahui parameter aliran bebas (Q,H) pada waktu t‐1 (old) untuk menentukan parameter aliran permukaan bebas (Q,H) pada waktu t (New ) dan seterusnya parameter New telah diketahui dijadikan old(t+1) untuk mencari t+2 (new ) maka pada waktu satu periode pasang surut dapat diketahui fluktuasi muka air disetiap node H atau Q sepanjang ruas estuary. Persamaan matrik ,dapat diselesaikan dengan cara Eliminasi atau cara Iteratif( Gaus Seidel Rambatan pasut kegaraman , dapat dituliskan sbb:
23
Persamaan transport intrusi air laut di Estuary sungai di ekspresikan ,sbb:
Pers. Transport Kegaraman:
T = Q.S + A.D.
Pers. Keseinambungan
Dimana :
∂S ∂x
∂T ∂ ( h.S ) +B =0 ∂x ∂t
T = angkutan kegaraman
D= Koefisien dispersi
Q= debit air
h= Tinggi muka air
S = Salinity
B = lebar Sungai.
A= Luas penampang sungai x,t = jarak dan waktu
3.3. Barrage Long Storage Ambawang Nonpasut Saat ini PDAM kota Pontianak menggunakan kedua sungai ini sebagai sumber air baku dalam pelayanan Air Minum. Di lokasi intake Imam Bonjol, intake Jawi luar, intake Selat Panjang hampir setiap tahunnya terjadi salinitas dengan kadar Cl‐ lebih dari 600 ppm, sehingga dengan IPA yang ada air baku tersebut tidak dapat diolah menjadi air minum. Intake Penepat yang juga berada di sungai Landak, merupakan penyangga sumber air baku kota Pontianak, jarak yang cukup jauh dari lokasi pengolahan ( + 24 km ) sehingga untuk menyalurkan dibutuhkan 3 kali pemompaan. Pengoperasian intake Penepat membutuhkan biaya tinggi, sehingga perlu dilakukan evaluasi apabila kapasitasnya akan ditingkatkan. Alternatif sumber air baku yang sangat mungkin untuk dilakukan kajian dalam pemenuhan air baku kota Pontianak adalah system Long Storage Ambawang.(Lihat Gamb. 3.2. & Gamb 3.3. dan Gamb 3.4) Sistem ini dengan membuat Barrage (Bendung) di Sungai Ambawang dan membuat kanal dari sungai Landak menuju sungai Ambawang ( supplesi ), diperlukan untuk meningkatkan kualitas air sungai Ambawang . Barrage berfungsi sebagai pencegah salinitas, sekaligus mengatur ketersediaan air baku untuk Pontianak dan sekitarnya. Intake untuk kota Pontianak dibuat dilokasi Barrage, jarak (panjang pipa) ke IPA Imam Bonjol lebih kurang 5 km, sehingga biaya pengoperasian akan lebih murah.
24
Gamb. 3.5. Dam Long Storage Ambawang
15 m
4 m
2,5 m 10 m
Gamb. 3.6. Tipe Penampang Kanal Suplesi
Gamb. 3.7 : Barrage Long Storage Ambawang
25
Kawasan pesisir Kapuas Kota Pontianak , Kab. Pontianak dan Kab. Kubu Raya memerlukan sumber air non pasut ,memenuhi kriteria air baku layak untuk SPAM perkotaan di pesisir pasut ,kontinu sepanjang tahun tidak terintrusi air laut dan harga kompentitif , sehingga usulan Sumber air dari Dam Long Storage Ambawang merupakan suatu pemecahan yang layak diteruskan ,dengan Studi Kelayakan Long Storage Ambawang sebagai Sumber Air baku mempercepat peningkatan pelayanan Air Minum di pesisir Kapuas semakin terancam intrusi air laut pengaruh perubahan Iklim Global.
IV.
Manajemen Air Cekungan Bandung ‐ Kawasan stategis Nasional
4.1.
Degradasi Lahan Mintakat Lembang( DAS Cikapundung Hulu)
Dari arsip data historikal tercatat (1916 – 2006 ) komponen hujan (P ) dan debit air (Q) sebagai input “Watershed Model Statitical Hydrology “ diperoleh output berupa koefisien limpasan (C) semakin besar dengan berjalannya waktu , proses alih fungsi lahan dari hutan,budidaya, pemukiman pedesaan dan urban di DAS Cikapundung Hulu dimana sebelum Perang Dunia II Ik = 0,8‐0,9 ( tutupan didominasi lahan hutan ) setelah setengah abab kemudian ditemukan dari tahun (1966 s/d 2006) ,koefisien C66 =0,25 meningkat menjadi C2006 = 0,3 ( tutupan lahan terkonversi didominasi budidaya pertanian dan permukiman). Seiring dengan itu , fungsi hidrologis lahan terdegradasi dimana resapan air semakin kecil (I) sehingga mempengaruhi cadangan air tanah di mintakat Lembang (DAS Cikapundung Hulu) ,ditandai semakin menurunnya debit aliran dasar (b) dan juga ditemukan dampak alih fungsi lahan hujan wilayah dari 1916 s/d 2006 ditandai dengan meningkat koefisen limpasan dan semakin kecil debit aliran dasar (b) (lihat Gambar 4.1). Hal ini berdampak pada massa air hujan (P) yang jatuh di DAS.
Runoff Coefficient Tahunan Cikapundung-MARIBAYA 1916-2006
Runoff Coefficient (C)
0.3500 (P1)
(P2) (P6)
٠Maribaya
(P4)
(P3)
0.3000 0.2500 0.2000 0.1500 0.1000
Run-off Coefficient Li (R ff C ffi i
0.0500
t)
0.0000
(P5)
0
10
20
30
40 50 Time Series
60
70
80
90
Baseflow Tahunan Cikapundung-MARIBAYA 1916-2006
Hujan Wilayah Cikapundung 1916-2006
3500
B aseflow (m 3/s)
3000
Rainfall (mm)
2500 2000
1500 1000
3.0000 2.0000 1.0000 0.0000 0
Hujan Tahunan
Linear (Hujan Tahunan)
0 1922
1928
1934
1940
1946
1952
1958
1964
Tahun
1970
1976
1982
1988
1994
2000
2006
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Time Series
500
1916
4.0000
Baseflow
Linear (Baseflow)
Gambar 4.1. Degradasi Rezim Hidrologi DAS Cikapundung(1916‐2006)
26
Degradasi lahan DAS Cikapundung di Mintakat Lembang menyebabkan cadangan air tanah semakin menurun dari tahun ke tahun sehingga debit aliran dasar (low flow) semakin kecil sebaliknya debit maksimum semakin besar dari tahun ke tahun sehingga simpangan baku semakin besar , dari analisa statistik diperoleh degradasi ambang batas debit rencana air baku sungai Cikapundung Hulu ( lihat Tabel 4.1 ) Sistem Penyediaan Air Minum Pakar (IPA Pakar) dioperasikan pada tahun 1992 ,dengan keandalan debit air baku (terpasang ) = 0,60 m3/det dengan garansi kesinambungan air selama 20 tahun. Namun setelah beroperasi 15 tahun( 1992‐2007) terjadi penurunan keandalan debit air IPA pakar turun menjadi 67 % sebagai dampak degradasi lahan .Dari tabel 6 koreksi keandalan air baku ke masa depan Q = 0,60 m3/det turun menjadi 10 tahun. Tabel 4.1: Degradasi debit rencana Kering untuk SPAM
Dampak Degradasi Rezim Hidrologi terhadap Keandalan Air baku SPAM Dago - Pos Maribaya DAS Cikapundung (M3/det)
4.2.
Durasi 1 hari 2 hari 7 hari 15 hari 30 hari
Keandalan air baku 1992 5 thn 10 thn 0,99 0,85 1,18 1,08 1,27 1,17 1,34 1,22 1,45 1,32
rencana Koreksi Keandalan Air baku 2007 20 thn 5 thn 10 thn 20 thn 0,76 0,83 0,60 0,44 1,02 1,12 1,03 0,91 1,09 1,21 1,11 1,04 1,13 1,24 1,13 1,09 1,22 1,32 1,20 1,18
Keterangan
Waduk Multiguna PLTA Dago
Semakin ekstrimya debit air menyebabkan krisis ketersedian sumber air baku pada musim kemarau dan banjir pada musim penghujan . Seiring dengan berkembangnya perkotaan di kawasan kerja menjadi kota Jasa dan Industri sehingga laju permintaan air meningkat pesat , pengendalian banjir dan kecendrungan semakin penting pembangkit energi listrik dari sumber dapat diperbaharui sehingga perlu dilakukan pemberdayaan sumber air membalik ancaman banjir dan kekringan menjadi bermanfaat dengan optimasi pemanfaatan sumber daya air dengan pembangunan waduk multiguna ( Sumber air baku, banjir , PLTA ) dengan menggunakan metode Fenomena Hurs diuraikan ,sebagai berikut:
Ω optimum = k T n dimana : Ω = volume tampungan T = tahun‐tahun air ( T = 1,2,5,10,20,30 dan 60 tahun) n = koefisien Hurst ( 0,5
27
QT= variabel output (variavel di komandokan) Optimalisasi pemanfaatan sumber daya air terjadi apabila kita dapat memprediksi debit air dengan ketidakpastian masa yang akan datang yang tepat sesuai dengan kondisi data komponen Hidrologi tersedia ( Qin adalah variable acak besaran tidak menentu proses waktu tergantung iklim ) sehingga dapat melakukan pengelolaan air waduk optimal menjamin kebutuhan air di hilir (PLTA, irigasi dan Sumber air baku ) . Telah mengembangkan metode Prakiraan debit air input waduk disebut metode kontinu parakiraan debit air.(Arwin , Disertasi 1992) , didasarkan pada korelasi spartial komponen utama siklus hidrologi hujan dan debit air. Dampak Degradasi Rezim Hidrologi di DAS Cikapundung terhadap kinerja PLTA Bengkok/dago dan keandalan air baku IPA Pakar dago Bandung . Keandalan pasokan air baku IPA Dago dari semula ambang batas debit rencana air baku periode 20 tahun (1992), setelah 15 tahun(2007) kemudian turun debit rencanan air baku menjadi 10 tahun dan seterusnya terjadi penurunan produksi listrik PLTA Bengkok /dago terjadi pada musim kemarau pengaruh degradasi lahan terhadap ekstrimitas debit air ancaman banjir dan kekeringan di kawasan hilirnya . Pemecahan diperlukan pengendalian air ekstrimitas debit air di DAS Cikapundung dengan pengembangan sumber daya air multiguna( pengendalian banjir, PLTA dan air baku ) berupa Waduk Multiguna Pakar memerlukan volume 27 Juta m3 ( revitalisasi PLTA Bengkok/Dago dengan kapasitas terpasang produksi listrik Turbin bengkok terpasang 12 x 3050 kilowat/tahun dan Turbin Dago 12 x 700 kilowatt/tahun , penambahan kapasitas air baku dari 0,6 m3/det menjadi 1,6 m3/det untuk pengembangan SPAM Kota Bandung( lihat Gambar 4.2) , dapat untuk pariwisata air dan mengurangi banjir di hilir Kota Dajeuh kolot . Keseimbangan air waduk : Ωt+1 = Ωt + Qin – QT dimana: Ω = variabel determinan t. = langkah waktu Qin = variabel acak QT= variabel keluaran (variavel di komandokan) Prakiraan debit air input ( Qin) menggunakam metode kontinu , didasarkan korelasi spartial komponen hidrologi utama : hujan(P). debit air(Q) dan hasil bangkitan debit air diperlihatkan pada Gambar 4.3
28
Inflow Vbanjir
Lingkungan Ekonomi Waduk
Spillway
Smax
Waduk Multiguna Pakar dago Release Smin
Transmisi PLTA Max: 3,5 m3/d
600 l/d
Power Plant IPA PAKAR
60 l/s Mini Plant Pakar
Domestic
Smax (30.000 m3)
KTH Smin (12.500 m3)
3x1,05 MW 1x0,7 MW
S.Cikapundung
Intake Bengkok
overflow
Domestic IPA 2x500l lps
Gambar 4.2. Rencana Waduk Multiguna Pakar Dago
Korelasi Debit Historik dan Prediksi MODEL KONTINUE CIKAPUNDUNG-Maribaya 2000-2006 (Qt+1 ) 7.00
6.00
Debit (m3/s)
5.00
4.00
3.00
2.00
Ja n
M ay Se p
M ay Se p
Ja n
Ja n
M ay Se p
M ay Se p
Ja n
Ja n
M ay Se p
M ay Se p
Ja n
M ay Se p
Ja n
1.00
Bulan historik
prediksi
Gambar 4.3 . Prakiraan debit air Model Kontinu - Qinput Waduk
4.3. Strategi Pengembangan SPAM di Cekungan Bandung Laju permintaan air bersih di Bandung Metropolitan Area (BMA) semakin meningkat. Peningkatan tersebut seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan aktivitas pembangunan sebagai bentuk implikasi dari ditetapkannya BMA sebagai Kawasan Strategis
29
Nasional (PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, Lampiran X), serta fungsi Kota Bandung sendiri sebagai inti kawasan.
Perlu dukungan sarana dan prasarana
2008‐2009 2010‐2014
Zona-Zona Industri di DAS Citarum
Landsat TM DAS Citarum Hulu Th 2002
Gamb. 4.3 Zona DMI di Cekungan Bandung
Sementara itu, DAS Citarum hulu sebagai sumber air utama kawasan ini mengalami penurunan kualitas dan kuantitas (degradasi). Degradasi telah berakumulasi karena berbagai hal, antara lain : perubahan iklim (lokal, regional, global)
30
konversi lahan ; Pencemaran yang terus meningkat (limbah cair maupun sampah) ; Abstraksi air tanah yang tidak terkendali ; Sistem pengelolaan yang bersifat sektoral ; Serta law enforcement yang lemah Faktor‐faktor tersebut menyebabkan terjadinya perubahan rezim hidrologi yang mengarah pada terjadinya ekstrimitas (hujan maupun debit) serta ketidakseimbangan antara supply dan demand. Kondisi ini semakin parah dengan tingkat pencemaran sumber air yang melebihi amabang batas self purification secara alamiah. Oleh Karena itu diperlukan usaha untuk mengembangkan air baku dengan memanfaatkan potensi waduk Saguling untuk memenuhi kebutuhan air bersih dimasa yang akan datang. Konsekuensi logis dari keputusan ini adalah: ; Perlunya pengaturan ruang ; Pengendalian pencemaran di kawasan utama ; Optimalisasi pengelolaan waduk ; Dukungan kebijakan, baik terkait dalam pengaturan ruang maupun pengendalian pencemaran Skematis konsekuensi pengalihan fungsi Waduk Saguling dari waduk tunggal menjadi multisektor dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 4.1. Skema konsekuensi pemanfaatan waduk Saguling sebagai sumber air baku BMA Pengaturan ruang di BMA dengan memperhatikan pembagian ruang hidrologis menjadi kawasan konservasi (dengan morfologi bergelombang halus‐kasar, > 750 dpl) dan kawasan kerja (relative datar, < 750 dpl), seperti yang ditunjukkan pada Gambar berikut .
31
Gambar 4.1. Pembagian fungsi Ruang Hidrologi Cekungan Bandung
Gambar 4.2. Pembagian ruang hidrologis kawasan BMA
Agar terpenuhi pesayaratan waduk Saguling sebagai suber air baku maka perlu dilakukan pengelolaan dengan fokus : ` Kawasan konservasi Æ memerlukan pengelolaan dengan fokus proteksi sebagai kawasan resapan air dan pengendalian pencemaran. ` Kawasan kerja Æ memerlukan pengelolaan dengan fokus proteksi sumber‐sumber air dari pencemaran dan pemanfaatan yang berlebihan.
32
Kebijakan dilakukan baik secara langsung/direct (peraturan), maupun secara tidak langsung/undirect (insentif‐desinsentif). Pembagian kawasan tersebut dan onsekuensi pengendaliannya disebabkan karena pemanfaatan sumber air akan berdampak pada kualitas dan kuantias air yang masuk ke waduk Saguling, seperti ditunjukan pada Gambar berikut :
Gambar 4.3. Skematik Manajemen Kualitas Air DMI
Gambar 4.4. Proses self purification di badan air
33
Gamb. 4.5: Fungsi Ruang Hidrologi Cekungan Bandung
Konversi lahan Permintaan air bersih yang terus meningkat Laju pertumbuhan penduduk dan aktivitas pembangunan Konservasi (kebijakan maupun infrastruktur)
Sumber air permukaan & waduk, Q ? (K. Hulu)
Kontinuitas air baku terancam
Perubahan iklim
(Kuantitas dan kualitas)
Pencemaran air (limbah, sampah)
Perlu INTEGRASI dalam pengelolaan Sumber daya air F (x, y, z, t) Pengendalian Tata Ruang Utama (Kawasan konservasi dan Kawasan kerja)
Pengendalian pencemaran (kebijakan maupun infrastruktur)
Peningkatan sumber daya air (K. Hilir)
Pengelolaan Waduk, Q ? (Intuitif, Optimasi) Pengelolaan SPAM -BRW dan BDW
SUSTAINABILITY
Gamb.4.6: Pengelolaan Sumber Daya Air berkelanjutan
34
V. KESIMPULAN & SARAN 1. Ancaman banjir & kekeringan Ketidakpastian variabel utama Komponen Hidrologi (P,Q) oleh pengaruh iklim direspon dengan dengan langkah adaptasi : konsep debit rencana ( Banjir & kekeringan ) 2. Pengaruh Climat change dan konversi lahan menyebabkan terjadi ekstrimitas debit air (perubahan watak aliran) sehingga meningkatnya ancaman banjir & kekeringan berdampak pada degradasi fungsi Infrastruktur SDA. 3. Climat change terhadap ancaman banjir & kekeringan semakin perlu peningkatan langkah mitigasi ,penerapan peraturan/UU pengendalian limpasan air /pencemaran air dan insentif/dissentif . 4. Upaya Sumber Air dimanfaatkan sebesar-besar untuk kepetingan rakyat banyak , sumber air potensial terlah terpakai ,untuk pengembangan SPAM mencapai target MDGs 2015 , kecendrungan global strategi memperoleh sumber air : •
Transformasi fungsi utilitas Water Infrastruktur ( Dam/waduk ) dari fungsi tunggal menjadi multsektor
•
Dam Irigasi ,berbagai sumber air antara sektor Irigasi dengan sektor DMI , dengan melakukan perubahan pola tanam & perubahan suplessi air
•
Dari Waduk tersedia ( waduk Jatiluhur ,Waduk Saguling , Wonogiri)
•
Perencanaan waduk Multiguna menghadapi climat change dan konversi lahan dalam rangka pengadilan banjir dan kekeringan (sumber air).
b) Kawasan pesisir pantai landai ( Pasut semi diurnal ) •
Barrage long Strorage & suplesi fresh water ( Kasus Kota Pontianak )
5. Kawasan strategis Nasional dimana laju kebutuhan air DMI tinggi ,perlu pengelolaan SDA berkelanjutan ( Pembagian ruang Hidrologi ,konservasi air , pengendalian limpasan air /pencemaran air , relokasi Industri ) 6. Meningkatkan Fungsi utilitas Water Infrastruktur ( Dam/waduk) dapat dioptimasikan ,dengan memanfaatkan memoire Rezim Hidrologi komponen utama silklus Hidrologi (P,Q) membangun Model Kontinu Prakiraan debit sumber air satu langkah kedepan. Kelebihan Model Kontinu dapat mengikuti pengaruh perubahan cuaca terhadap komponen Hidrologi (P,Q)
Daftar Pustaka. Arwin.Simulasi Numeric Implisit of Single Canal Surface Water Flow .Master Thesis, Civil Engineering Department, Bandung Institute of Technology. Bandung, Indonesia. Mars 1984 Arwin,Etude stochatique Rezime des Pluis dans le bassin superieur du Citarum en Indonesie .Mémoire ENSIEEHT Toulouse France . Toulouse Juillet 1988
35
Arwin, Modelisation des Resources en Eau et Leur Exploitation Energetique sur L’exemple du Bassin Superieur du Citarum en Indonesie. Disertation INPT France . Toulouse ,9 Juillet 1992. Arwin,Manajemen Aliran Mantap sungai untuk menjamin kestabilan Produksi Instalasi PDAM untuk Melayani Air Bersih Perkotaan. Makalah pada MAPAM VIII,seminar Teknik PERPAMSI di Padang 15-20 Desember 1997. Arwin ,Indeks Konservasi sebagai Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Bopuncur . Badan Koord Tata Ruang Nasional – Bappenas , 9 Juli 1999 Arwin,Penerapan Analisa Statistik terhadap ketidakpastian Debit air sungai dalam rangka peningkatan pelayanan air bersih perkotaan Makalah pada MAPAM IX,Seminar Teknik PERPAMSI di Jakarta ,Agustus 2001 Arwin,Kajian Pengaruh Alih Fungsi Lahan terhadap Aliran di DAS CiliwungKawasan Bopuncur dengan Pendekatan Indeks Konservasi. Jurnal Teknik Sipil ITB ,Vol 8 No.2 April 2001 ,ISSN 0853-2982, Akredisasi PDK Arwin ,”Kajian Aspek Hidrologi,Tata Guna Lahan dan Konservasi Sumber Daya Air di kawasan Bopuncur Buku Manajemen Bioregional Jabodetabek : Profil & Strategi Pengelolaan Sungai & Aliran Air. Jakarta ,Pusat Penelitian Biologi LIPI 2004 Arwin & Y. Mukmin, “kajian keandalan air sungai cisadane Memenuhi laju permintaan air baku pdam kota bogor Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol.17/No.2, Agustus 2006, hlm. 53-74 Arwin and Desy suktikno “ Numerical Model simulation of single canal surface water flow in a case of down stream boundary condition change . International Symposium on Ecohydrology, 2005, ISBN. 979-3673-702, (Proceedings) Kuta Bali 21-26 Nov 2005 Arwin, Rakhmita Aksayanty “ Studi komparatif metode peresap buatan untuk pengendalian limpasan air hujan Lebakgede, Kec Coblong kota Bandung” Jurnal Purifikasi ITS ,Vol 7 no.1 Juni 2006 , ISSN 14113465, Akreditasi No.26/DIKTI/Kep/2005, 30 Mei 2005. Arwin, Kajian Ekstremitas Debit Air dan Pelestarian Air di Kawasan Konservasi (Keppres 114/99 Bopuncur), Proceedings seminar Nasional Perkembangan dan Aplikasi Teknologi Lingkungan dalam menghadapi Era globalisasi , 2003 , ISBN. 979-96276-2-1, ITS Surabaya ,October 1-2 ,2003. Arwin., Paramastuti,N. “Dampak Degradasi Rezim Hidrologi di Kawasan Andalan Terhadap Kinerja PLTA,Infrastruktur Air dan sanitasi,” Paper Seminar Apresiasi Air dan sanitasi di Kawasan Budidaya Kerma ITBDitjen Cipta Karya PU. 31 Maret ,2008. Arwin,Endang Sri Pujilestari “ Perubahan Iklim,Konversi Lahan dan Ancaman Banjir & Kekeringan Vs Menuju Pembangunan Berkelanjutan . Bappenas ,Expert Group Discusion Strategy reformasi pengendalian ruang di Indonesia,6 Nov. 2008 Nelson, “Analisa Statistik Komponen Utama Hidrologi dan Pengelolaan Aktual Waduk Multiguna Kasus DAS Ciliwung-Bopuncur.” Tesis Magister Program Studi Teknik Lingkungan ITB, 2005 Prof. Arwin ,Pidato Guru Besar –ITB , 27 feb 2009: Iklim,Konversi lahan dan Ancaman banjir & Kekeringan Kasus kawasan Andalan Pesisir Jakarta. Prof. Arwin ,Ir.LM Ridwan 21 Oktober 2009 : Sumber air baku & peningkatan pelayanan Air Minum Perkotaan Kawasan Pesisir Pantai . Kasus PAM Kota Pontianak. Semiloka Nasional Peningkatan Pelayanan Air Minum Menuju MDGs 2015. Montgomery Watson 1999. Kalimantan urban Developpment Project IBRD Loan 3854-IND. Kalimantan major Cities Water Supply Studies . Samarinda masterplan Draft Final Report , July 1999. Tamin M. Zakaria Amin , DPAM Cipta karya-PU. Kebijakan Strategis pengembangan Air Minum di kawasan Andalan Kasus Jagodetabek Paper Seminar Apresiasi Air dan sanitasi di Kawasan Budidaya Kerma ITB-Ditjen Cipta Karya PU. 31 Maret ,2008
36