Lisensi/izin untuk BUMN dan Swasta Dalam Mengembangkan Infrastruktur dan Menyediakan Pelayanan Sumber Daya Air IWLW 2014 Jakarta, 24-26 November 2014 Disajikan oleh:
Tjoek Walujo Subijanto Former President Director, Jasa Tirta I Public Corporation Senior Professional on WRM Sertifikat No. Q9755
1
Sistematika Penyajian In WRDM
I. Tantangan sistem perizinan SDA II. Dampak terhadap partisipasi BU/Swasta dalam pengembangan, operasi dan pengelolaan pelayanan infrastruktur SDA III. Bagaimana agar memungkinkan BU/swasta dapat lebih berperan dalam sektor SDA
2
I. In WRDM
Tantangan sistem perizinan SDA
A. Reformasi birokrasi pelayanan umum (1/4)
• Sebagai abdi masyarakat, Pemerintah wajib memberikan pelayanan umum yang prima yang memuaskan masyarakat; • Reformasi birokrasi bidang pelayanan umum bertujuan untuk peningkatan kualitas layanan; • Tantangan penyelenggara perizinan SDA sangat variatif. Perlu dipahami azas dan prinsip dasar pelayanan umum yang prima. o Azaz Pelayanan Umum Prima Transparan: terbuka, mudah dimengerti dan diakses Akuntabel: dapat dipertanggungjawabkan Partisipatif: membuka seluasnya partisipasi masyarakat Kesamaan Hak: tidak bedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi Keseimbangan: pemberi dan penerima layanan harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing 3
I. In WRDM
Tantangan sistem perizinan SDA
A. Reformasi birokrasi pelayanan umum (2/4)
o Prinsip Pelayanan Umum Prima Sederhana: tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan; Jelas: jelas unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab, syarat teknis & administratif, rincian biaya & cara pembayaran, dan jelas hak dan kewajiban pemberi & penerima layanan Terpadu: izin libatkan banyak institusi dilaksanakan secara terpadu Pasti dan Tepat Waktu: pasti jangka waktu yang diperlukan dan tepat waktu penyelesaian; Akurat: perizinan diselesaikan dengan benar dan tepat; Aman: produk izin memberikan rasa aman dan kepastian hukum; Sarana dan Prasarana: tersedia lengkap, incl. sarana pendukung lain Akses Mudah dan Tempat Nyaman: lokasi mudah dijangkau, tempat pelayanan tertib, bersih, rapi dan sehat. Sejauh mungkin tempat penyelenggaraan pelayanan dekat dg masyarakat yang dilayani; 4
I.
Tantangan sistem perizinan SDA
A. Reformasi birokrasi pelayanan umum (3/4)
In WRDM
Disiplin, sopan, dan ramah: petugas disiplin, sopan, santun, ramah dan ikhlas memberi pelayanan Standar Pelayanan: diinformasikan terbuka sebagai jaminan kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan minimal meliputi:
Sistem Perizinan: prosedur, unit pelaksana, produk layanan, waktu penyelesaian, biaya dan pengelolaan keluhan dan pengendalian TL; Sarana dan Prasarana: lokasi dan tempat, termasuk sarana teknologi telekomunikasi dan informasi; Kompetensi Petugas: pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap, perilaku
• Pelayanan umum pemerintah proses panjang dan mahal? o Reformasi birokrasi telah dicanangkan. Beberapa pelayanan umum semakin baik (terutama yang dikelola oleh sektor swasta) pelayanan cepat, tertib dan ramah di RS Swasta; penanganan keluhan yang tuntas salah satu BUMN telekomunikasi; pembaruan SIM, pembayaran PKB yang cepat & terpadu dll. 5
I. In WRDM
Tantangan sistem perizinan SDA
A. Reformasi birokrasi pelayanan umum (4/4)
o Namun pelayanan diskriminatif masih sering dirasakan bagi masyarakat dg fasilitas BPJS/ASKES di RSU Daerah dll
• Bagaimana dg proses perizinan SDA? o Masing-masing penyelenggara punya tantangan sendiri-sendiri. o Sistem perizinan dan penerapannya perlu dianalisa, dievaluasi untuk disempurnakan untuk memenuhi azas dan prinsip pelayanan prima.
• Penguatan kelembagaan penyelenggara merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan reformasi birokrasi pelayanan umum.
6
I. In WRDM
Tantangan sistem perizinan SDA
B. Jaminan “keamanan” atas izin diterbitkan (1/2)
• Perizinan SDA mempunyai sifat spesifik, karena terkait dengan sumber daya alam yang: o dinamis dan mengalir: keberadaan secara kuantitas dan kualitas bergantung pada ruang dan waktu; o multi guna yang saling bergantung: penggunaan disuatu tempat akan mempengaruhi penggunaan di tempat lain; o milik bersama yang hakiki bagi kehidupan dan penghidupan makhluk hidup: penggunaan untuk keperluan hidup sehari-hari dan pertanian rakyat dilindungi dan diprioritaskan o rawan konflik: ketersediaan yang memenuhi kebutuhan, baik kuantitas maupun kualitas serta waktu dan ruang, semakin terbatas.
• Perizinan SDA utk kegiatan usaha harus dpt memberikan rasa aman berusaha shg resiko usaha bisa ditekan seminim mungkin. 7
I. In WRDM
Tantangan sistem perizinan SDA
B. Jaminan “keamanan” atas izin diterbitkan (2/2)
• Perizinan penggunaan SDA hrs merupakan instrument yg mampu menjamin keberlanjutan kemanfaatan & pemanfaatan SDA. • Perizinan SDA harus: o Dilakukan secara cermat dan akurat, transparan dan berkeadilan o Dilaksanakan oleh instusi dan petugas yang kompeten, o Didukung dengan dBase keairan yang handal dan terpercaya dan o Dipandu dengan pola dan rencana pengelolaan SDA yang disusun melalui proses partisipatif bersama stakeholders.
8
I. In WRDM
Tantangan sistem perizinan SDA
C. Peningkatan kebutuhan infrastruktur SDA (1/2)
• Kebutuhan akan SDA semakin meningkat, dilain pihak, ketersediaan air pada suatu tempat dan suatu waktu semakin bervariatif, baik kuantitas dan kualitas maupun kontinyuitasnya akibat degradasi dan dampak perubahan iklim, • Perlu dibangun banyak bendungan/waduk dan infrastruktur SDA lain untuk menyimpan dan mengatur penyediaan air yang memadai, disamping upaya non struktural yang perlu digalakkan, • Akibat keterbatasan keuangan, Pemerintah membuka peluang KPS dalam penyediaan infrastruktur utk meningkatkan pelayanan kpd masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
9
I. In WRDM
Tantangan sistem perizinan SDA
C. Peningkatan kebutuhan infrastruktur SDA (2/2)
• Telah terbit Perpres 67/2005 ttg Kerjasama Pemerintah dengan BU dalam Penyediaan Infrastruktur yang telah diubah terakhir kali dengan Perpres 66/2013 ttg Perubahan Ke 3 Perpres 67/2005; • Dalam pasal 4 (1) sebutkan jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan a.l. jalan tol, pengairan (waduk/bendungan, saluran air), air minum, air limbah, ketenagalistrikan. • Perpres tsb. memberi pedoman ttg skema kerjasama, skema insentif, tata cara pengadaan Mitra Kerjasama, wewenang dan tg. jawab pihak berkepentingan, isi perjanjian dls.
10
I. Tantangan sistem perizinan SDA In WRDM
D. Optimalisasi pendayagunaan infrastruktur SDA (1/3)
• Kementerian ESDM terus mendorong pemanfaatan enersi terbarukan (incl. potensi tenaga air) oleh BU di luar PT PLN • Permen ESDM 31/2009 ttg Harga Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN Dari Pembangkit Listrik Skala Kecil & Menengah: o Rp. 656/kWh (JTM) dan Rp. 1.004/kWh (JTR) o faktor insentif (F) yang bergantung pada wilayah
• Permen ESDM 4/2012 (pengganti Permen ESDM 31/2009) bedakan tarif listrik tenaga air, biomassa & biogas, sampah kota dg teknologi zero waste dan teknologi sanitary landfill. • Permen ESDM 12/2014 ttg Pembelian Tenaga Listrik dari PLTMH yg bedakan tarif berdasar umur PLTMH (insentif investasi): o thn ke 1 s.d 8 = Rp. 1.075/kWh (JTM) & Rp. 1.270/kWh (JTR) o thn ke 9 s.d 20 = Rp. 750/kWh (JTM) & Rp.
770/kWh (JTR)
11
I. Tantangan sistem perizinan SDA In WRDM
D. Optimalisasi pendayagunaan infrastruktur SDA (2/3)
• Permen ESDM 22/2014 ttg Perubahan Permen ESDM 12/2014 beri peluang BU bangun PLTMH dg manfaatkan waduk/bendungan dan saluran irigasi yang multiguna. Tarif beli listrik dari PLTMH oleh PT PLN ditetapkan 90% x tarif normal PLTMH: o thn ke 1 s.d 8 = Rp. 967,50/kWh (JTM) & Rp. 1.143/kWh (JTR) o thn ke 9 s.d 20 = Rp.
675/kWh (JTM) & Rp. 693/kWh (JTR)
• Pemanfaatan infrastruktur SDA utk PLTMH oleh BU/Swasta pd hakekatnya mrpk pendayagunaan BMN oleh Pihak Lain yang harus tunduk pada peraturan tttg Pengelolaan BMN • PP 6/2006 ttg Pengelolaan BMN/D yang telah diubah jadi PP 38/2008 dan terakhir dg PP 27/2014 telah mengatur pengelolaan BMN/D incl. pendayagunaan oleh Pihak lain. 12
I. Tantangan sistem perizinan SDA In WRDM
D. Optimalisasi pendayagunaan infrastruktur SDA (3/3)
• Men. Keu (selaku Pengelola BMN) telah terbitkan Juklak & Juknis PP Pengelolaan BMN sbb: o PMK 96/PMK.06/2007 ttg Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan BMN, o Selanjutnya PMK tsb. telah diubah dan yang terakhir dengan PMK no. 78/PMK.06/2014 (30 April 2014) tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan BMN o Khusus yang terkait dg penyediaan infrastruktur telah terbit pula PMK no. 164/PMK.06/2014 (14 Agutus 2014) tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan BMN Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur.
• Kemen PU perlu segera terbitkan kebijakan dan pedoman pemanfaatan infrastruktur SDA oleh BU/Pihak Lain agar keamanan infrastruktur terjamin dan pelayanan SDA yang ada tidak terganggu (minimal bisa disesuaikan dlm batas toleransi yg bisa diterima) serta ketentuan terkait dg kewajiban finansial dls.
13
In WRDM
II. Dampak terhadap partisipasi BU/Swasta (1/3)
• BU/Swasta berharap proyek KPS “financially viable, legally tenable, and administratively implementable”. • Beberapa tipikal persyaratan yang perlu diyakini oleh BU/Swasta untuk berpartisipasi dalam Proyek KPS adalah: o Diyakini akan mampu (secara teknis, manajerial dan keuangan) melaksanakan proyek KPS tsb; o Terjamin pengembalian investasi dan keuntungan yang wajar dengan perhitungkan resiko yang akan dihadapi; o Terjamin keamanan investasi, incl. keamanan thd perubahan kebijakan; o Diyakini Politisi & Masyarakat tidak akan keberatan atas tarif pelayanan yang akan dikenakan; o Dapat diprediksi secara pasti waktu selesainya proses administrasi & legal.
• BU/swasta kurang tertarik dlm pengembangan infrastruktur & pelayanan SDA bukan hanya krn masalah perizinan 14
In WRDM
II. Dampak terhadap partisipasi BU/Swasta (2/3)
• Kebijakan & aturan belum memadai, a.l: o Lampiran PMK No. 164/PMK.06/2014: Faktor Penyesuai Tarif Sewa BMN untuk PLTMH/PLTA: 0% sedang infrastruktur SDA: 7 – 50% dr tarif normal. o Permen ESDM 22/2014 bedakan tarif listrik yang dibeli PT PLN dari PLTMH yang infrastruktur SDA-nya dibangun sendiri oleh BU/Swasta dengan PLTMH yang memanfaatkan infrastruktur SDA (90% tarif normal PLTMH). Selisih tarif beli listrik tsb. semestinya menjadi revenue Pengelola Infrastruktur SDA ybs. sbg share biaya O&P atas infrastruktur SDA tsb. o Infrastruktur SDA bersifat multiguna (manfaat sosial > manfaat komersial). Belum ada kebijakan terkait dg. dukungan finansial dari Pemerintah untuk porsi manfaat sosial dan keselamatan umum (tidak seperti halnya KPS air minum, jalan tol dls). o PJT I dan PJT II (selaku BUMN Pengelola SDA) belum menerima dana PSO utk pelayanan sosial dan keselamatan umum (tidak seperti PT. Pertamina, PT. PLN, PT. KIA, PT. ASDP, PT. Pelni dls). 15
In WRDM
II. Dampak terhadap partisipasi BU/Swasta (3/3)
• Investasi bid SDA dianggap sebagai investasi yang beresiko karena banyak ketidak-pastian. o Resiko finansial (tidak layak krn manfaat sosial > manfaat komersial), o Resiko sosial (belum diterimanya konsep KPS bidang SDA oleh sebagian masy, semakin banyak timbulnya konflik diantara kelompok pemanfaat), o Resiko teknis (tidak berfungsinya infrastruktur sbl umur teknis tercapai, tdk tersedia data keairan memadai, degradasi, perubahan iklim global), o Resiko politis (kebijakan dirasakan belum jelas dan belum baku yang berpotensi ke depan bisa berubah arah kebijakan tsb).
• Diperlukan kebijakan dan peraturan yg jelas serta insentif yang atraktif agar BU/Swasta tertarik dan tidak ragu berpartisipasi dlm pengembangan infrastruktur SDA dan layanan SDA shg bagi. BU/Swasta KPS bidang SDA bisa “financially viable, legally tenable, and administratively implementable 16
In WRDM
III. Bagaimana agar BU/swasta dapat lebih berperan dalam sektor SDA (1/4)
1. Penguatan Kelembagaan: Penguatan kelembagaan Penyelenggara Perizinan mrpk kunci sukses menjalankan pelayanan umum yang baik dan dipercaya dg menerapkan azas dan prinsip pelayanan umum yang prima. 2. Inisiatif penawaran KPS dari Pemerintah: Dg banyaknya resiko investasi di sektor SDA, pihak BU/Swasta akan lebih tertarik dengan proyek kerjasama yang ditawarkan/ diprakarsasi oleh Pemerintah. o Dalam dokumen penawaran yang disiapkan Pemerintah perlu dicantumkan secara jelas informasi yang diperlukan oleh BU/Swasta sebagai Calon Mitra Kerjasama agar dapat menakar kemampuan teknis, manajement dan finansialnya untuk melaksanakan proyek kerjasama tsb. (financially viable, administratively implementable). 17
In WRDM
III. Bagaimana agar BU/swasta dapat lebih berperan dalam sektor SDA (2/4)
o Infrastruktur SDA bersifat multiguna, skema cost & revenue sharing seyogyanya sebanding dg nilai manfaat yang diperoleh: Pemerintah: sesuai porsi manfaat sosial dan keselamatan umum (mis. Irigasi, pengendalian banjir dan lingkungan dls), Mitra Kerjasama: sesuai porsi manfaat komersial yang diperoleh (mis. produksi listrik, layanan air baku air minum, air industri dls).
3. Pembakuan kebijakan dan pedoman KPS Sektor SDA: Kebijakan dan peraturan yang telah terbit dirasa masih kurang memadai untuk program KPS bidang SDA. Perlu dikaji dan disempurnakan untuk mengakomodasikan skema dan kebijakan yang dapat mendorong program KPS di sektor SDA baik untuk pengembangan infrastruktur SDA dan untuk pemanfaatan infrastruktur SDA yg ada maupun untuk pengelolaan pelayanan SDA (legally tenable).
18
In WRDM
III. Bagaimana agar BU/swasta dapat lebih berperan dalam sektor SDA (3/4)
4. Sosialisasi KPS Sektor SDA: • Pada saat ini, partisipasi BU/Swasta di bidang SDA merupakan kebijakan yang oleh sebagian masyarakat belum bisa dipahami sehingga berisiko dalam pelaksanaannya. • Konsepsi, keuntungan dan kerugian serta contoh keberhasilan dan kegagalan dari sistem KPS sektor SDA perlu disosialisasikan secara jelas dan bijak kepada masyarakat. • Dampak negatif yang potensial ditimbulkan dicarikan solusi yang partisipatif untuk peroleh ownership dan komitmen dalam pelaksanaannya
19
In WRDM
III. Bagaimana agar BU/swasta dapat lebih berperan dalam sektor SDA (4/4)
• Manfaat penggunaan KPS dlm pengelolaan SDA meliputi a.l: o Mengurangi pembiayaan Pemerintah; o Meningkatkan efisiensi (mitra kerjasama diharapkan dapat melakukan efesiensi operasional dan manajemen yang lebih baik), o Memanfaatkan keahlian teknis dan manajemen mitra kerjasama yang lebih baik (mis. budaya & sistem berbasis kinerja, sistem insentif dls), o Memacu transfer teknologi untuk meningkatan kualitas pelayanan. o Mengurangi atau mengalokasikan risiko lebih baik.
5. Pembentukan Pusat KPS Bidang SDA: Pusat KPS Bid. SDA perlu dibentuk utk membantu Kemen PU, a.l: o melakukan kajian dan penyusunan sistem, kebijakan, aturan, dan pedoman KPS Bid. SDA; o mengfasilitasi sosialisasi KPS bid. SDA; o melakukan pembinaan pelaksanaan sistem KPS bidang SDA dls. 20
In WRDM
Usulan Konsep Sharing Biaya Investasi dan Biaya O&P dalam Upaya Optimalisasi Pemanfaatan Infrastruktur SDA (1/3)
•
PJT I dan PJT II adalah contoh KPS bidang SDA, dimana Pemerintah memberi konsesi Pengelolaan SDA kepada BUMN berbentuk Perusahaan Umum ini
•
PJT I menerapkan konsep korporatisasi pengelolaan SDA, yaitu pengelolaan SDA yang dilakukan oleh institusi yang netral dan profesional, yang menerapkan secara seimbang azas dan prinsip pelayanan yang handal dan terpercaya dengan norma pengelolaan perusahaan yang sehat dan akuntabel dengan memperoleh dukungan dari stakeholders
•
Sumber pembiayaan utk melaksanakan tugas dan kewajibannya berasal dari:
•
o Pembayaran BJPSDA dari pemanfaat komersial [PP 46/2010, pasal 9 (1)] o Bantuan Pemerintah utk pelayanan umum [PP 46/2010 pasal 5 (5)] o Pendayagunaan asset yg diserah-operasikan [PP 46/2010, pasal 6 (2)] Bendung Lodoyo merupakan salah satu bendung yang dikelola PJT I. Potensial dikembangkan PLTA Lodoyo II yang akan dikerjasamakan dengan Pihak ke 3. Disiapkan konsep cost sharing agar PJT I tetap sebagai pengendali operasional dan memperoleh manfaat finansial guna menambah pembiayaan O&P. 21
In WRDM
Usulan Konsep Sharing Biaya Investasi dan Biaya O&P dalam Upaya Optimalisasi Pemanfaatan Infrastruktur SDA (2/3)
22
In WRDM
Usulan Konsep Sharing Biaya Investasi dan Biaya O&P dalam Upaya Optimalisasi Pemanfaatan Infrastruktur SDA (3/3)
23
Indonesian Water Learning Week 2014 Jakarta, 24-26 November 2014
24