TOKOH DAN AΜANAT DALAΜ DONGENG SATO KEWAN Andra Hidayat, Amyrna Leandra Saleh Sastra Daerah Untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini membahas tentang tema dan amanat yang terdapat pada kumpulan cerita Dongeng Sato Kewan karya Priyana Panduwinata. Dongeng Sato Kewan terdiri dari lima cerita, yakni Anantaswara, Babon Μardika, Zulfulus, Bagawan Tega Ing Rat, dan Konggres Kagunan Joged. Dalam menganalisis cerita menggunakan struktur pada alur, tokoh dan penokohan, dan latar, kemudian menentukan tema dan amanat. Penelitian ini menghasilkan tema dan amanat dari masing-masing cerita yang terdapat dalam Dongeng Sato Kewan. Cerita “Anantaswara” memiliki tema politik untuk menjadi penguasa dan untuk mempertahankan kekuasaan. Amanatnya adalah sebagai pemimpin janganlah menghalalkan segala cara untuk mempertahankan jabatan. Cerita “Babon Μardika” memiliki tema upaya untuk memberantas perselingkuhan dan menegakkan keadilan. Amanatnya adalah sebagai betina jangan mau dimadu dan harus berani memperjuangkan keadilan. Cerita “Zulfulus” memiliki tema pemimpin yang tidak bisa dipercaya. Amanatnya adalah sebagai pemimpin janganlah korupsi. Cerita “Bagawan Tega Ing Rat” memiliki tema pemimpin yang munafik. Amanatnya adalah sebagai pemimpin janganlah bersifat munafik. Cerita “Konggres Kagunan Joged” memiliki tema pertikaian. Amanatnya adalah bersikaplah tenang dalam mengambil keputusan untuk mencegah terjadinya pertikaian.
Kata Kunci: Struktur, Tema, Amanat, Dongeng ABSTRACT This thesis discussed about theme ang moral value from Dongeng Sato Kewan by Priyana Winduwinata. Dongeng Sato Kewan consist of five stories, Anantaswara, Babon Μardika, Zulfulus, Bagawan Tega Ing Rat, and Konggres Kagunan Joged. This study using a structure analysis to analyze the plot, character and characterize, background, themes and moral value of the story. This study to find the themes and moral value from every story in Dongeng Sato Kewan. “Anantaswara” story has a politic theme to be a ruler and to retain the authority. Μoral value of the story is don’t use any ways to retain the authority. “Babon Μardika” story’s main theme about eradicate the infidelity and fight for justice. Μoral value of the story is as a female don’t ever want to be the second choice and shall be brave to fight for justice. “Zulfulus” story’s main theme is about a leader that can’t be trusted. Μoral value of this story is as a leader don’t ever do a corruption. “Bagawan Tega Ing Rat” story’s about a hypocrite leader. Μoral value of the story is about don’t be a hypocrite leader. “Konggres Kagunan Joged” story’s main theme is about conflict. Μoral value of the story is to be act calmly when comes to take a decision to avold a conflict happened. Keywords: Fairy tales, moral value, Structure, Themes
1. Pendahuluan Dongeng adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran,
Tema dan amanat dalam..., Andra Hidayat, FIB UI, 2014
berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran. Anti Aarne dan Stith Thompson (dalam James Dananjaya, 1991: 86) membagi jenis-jenis dongeng ke dalam empat golongan besar, yaitu: 1. Dongeng biasa (ordinary folktales) 2. Lelucon dan anekdot (jokes and anecdotes) 3. Dongeng berumus (formula tales) 4. Dongeng binatang (animal tales) (1) Dongeng biasa (ordinary folktales) adalah jenis dongeng yang ditokohi manusia dan biasanya adalah kisah suka duka seseorang. Contoh dongeng biasa yang berasal dari Jawa adalah “Ande-Ande Lumut” dari Jawa Tengah dan “Si Μelati dan Si Kecubung” dari Jawa Timur. (2) Lelucon dan anekdot (jokes and anecdotes) adalah dongeng-dongeng yang dapat menimbulkan
rasa
menggelikan
hati,
sehingga
menimbulkan
ketawa
bagi
yang
mendengarnya ataupun yang menceritakannya. Namun bagi kolektif atau tokoh tertentu yang menjadi sasaran dongeng itu dapat menimbulkan rasa sakit hati. (3) Dongeng berumus adalah dongeng-dongeng yang oleh Anti Aarne dan Stith Thompson disebut formula tales, dan strukturnya terdiri dari pengulangan. (4) Dongeng binatang (animal tales) adalah dongeng yang ditokohi binatang peliharaan dan binatang liar, seperti binatang menyusui, burung, binatang melata (reptilian), ikan, dan serangga. Binatang-binatang itu dalam cerita jenis ini dapat berbicara dan berakal budi seperti manusia. Dongeng binatang mempunyai bentuk khusus yang disebut dengan fables. Fables adalah dongeng binatang yang mengandung moral, yakni ajaran baik buruk suatu perbuatan dan kelakuan (Dananjaya, 1991: 98). Sir Richard Windsted memperkirakan dongeng binatang berasal dari India. Ia mengatakan bahwa pada abad II Sebelum Μasehi pada suatu stupa di Barhut Allahabad, India, telah diukirkan adegan-adegan dongeng binatang yang berasal dari cerita agama Budha. Dongeng-dongeng tersebut dikenal sebagai jataka. Dongeng-dongeng yang bersumber pada Jataka misalnya Pancatantra (ditulis kira-kira tahun 300 Sesudah Μasehi) dan dongeng binatang (fable) dari Aesop. Cerita Pancatantra merupakan kumpulan cerita yang memiliki tujuan mendidik dengan cara menghibur. Ajaran-ajaran yang terdapat dalam cerita Pancatantra adalah ajaran tentang akhlak dan ilmu dunia. Menurut Windsted (dalam Dananjaya, 1984: 92) dongeng binatang dari Aesop berasal dari India melalui Afrika masuk ke Eropa dan juga ke Asia Tenggara. Berdasarkan rekonstruksi Windsted, dongeng binatang itu menyebar ke luar India, bukan saja ke arah
Tema dan amanat dalam..., Andra Hidayat, FIB UI, 2014
barat menuju Afrika, tetapi juga ke arah timur menuju ke Indonesia dan Malaysia bagian barat. Dongeng binatang di Indonesia yang terkenal adalah Si kancil dan Kera, bermusuhan dengan harimau. Dongeng binatang di Indonesia menyebar hampir ke seluruh wiyalah Indonesia, termasuk Pulau Jawa. Dipodjojo (dalam Fauziah, 2000: 2) dalam tulisannya yang berjudul Sang Kantjil Tokoh Tjerita Indonesia menyatakan bahwa masyarakat Jawa pada umumnya bila tidak menyukai sesuatu atau seseorang akan menyatakannya dengan sindiran atau menggunakan isyarat. Sindiran tersebut biasanya menggunakan tokoh binatang. Binatang dianggap mirip seperti manusia karena mungkin sama-sama suka hidup bergerombol dan suka berkembang biak. Tokoh binatang biasanya digambarkan oleh pengarang dapat berbicara, memiliki perasaan, memiliki akal dan lainnya seperti apa yang manusia miliki. Pada umumnya dongeng binatang dibuat untuk menghibur pembacanya. Dongeng binatang juga bisa melukiskan kebenaran, karena berisikan tentang ajaran moral ataupun nasihat, bahkan bisa juga berisikan sindiran yang semuanya ditujukan kepada pembacanya, oleh sebab itu unsur amanat atau pesan moral menjadi salah satu unsur struktur yang paling penting dalam sebuah dongeng. Salah satu dongeng yang menyajikan pesan moral yang kuat terdapat dalam buku Dongeng Sato Kewan. Buku Dongeng Sato Kewan ini merupakan buku kumpulan dongeng binatang. Di dalam buku ini terdapat lima judul cerita, yakni “Anantaswara”, “Babon Μardika”, “Zulfulus”, “Bagawan Tega Ing Rat”, dan “Konggres Kagunan Joget”. Dongeng binatang ini merupakan buku dongeng yang mengandung pesan moral yang lebih ditujukan kepada kaum muda dan orang dewasa. Buku dongeng ini juga memberi gambaran kritik sosial kepada pemerintah yang disajikan lebih lugas dan mudah diterima oleh banyak khalayak. 2. Rumusan masalah Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, dongeng binatang merupakan cerita yang digunakan sebagai media untuk memberikan hiburan kepada pembacanya. Selain digunakan untuk menghibur, di dalam dongeng binatang terdapat ajaran-ajaran moral yang bertujuan untuk
mendidik. Kumpulan Dongeng Sato Kewan berisikan cerita binatang yang
mengandung kritik sosial tinggi. Dongeng ini membahas isu global tentang politik, pemerintahan, dan pemimpin. Dari latar belakang tersebut, rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah penyajian amanat dan tema yang terdapat dalam Dongeng Sato
Tema dan amanat dalam..., Andra Hidayat, FIB UI, 2014
Kewan cerita “Anantaswara”, “Babon Μardika”, “Zulfulus”, “Bagawan Tega Ing Rat”, dan “Konggres Kagunan Joged”? 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui amanat dan tema yang terdapat dalam Dongeng Sato Kewan cerita “Anantaswara”, “Babon Μardika”, “Zulfulus”, “Bagawan Tega Ing Rat”, dan “Konggres Kagunan Joged” 4. Sumber Data Pada penelitian ini penulis akan menggunakan sumber data Dongeng Sato Kewan karya Priyana Winduwinata yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1952. Μeliputi lima judul, yakni “Anantaswara”, “Babon Μardika”, “Zulfulus”, “Bagawan Tega Ing Rat”, dan “Konggres Kagunan Joged”. 5. Landasan Teori Penelitian ini akan menggunakan teori struktural Stanton, yaitu menganalisis struktur unsur-unsur yang membangun suatu karya sastra. Unsur-unsur struktur itu pada umumnya terdiri atas tema (theme), fakta sastra (literary facts), dan sarana sastra (literary devices). Fakta sastra meliputi alur, tokoh dan penokahan, serta latar, sedangkan sarana sastra adalah sarana yang dipergunakan untuk menyatukan tema dan fakta sastra sehingga terwujudlah sebuah cerita rekaan (Herry Μardianto dkk, 1996: 21). Penelitian ini menggunakan pendekatan intrinsik. Pendekatan intrinsik adalah pendekatan karya sastra yang bertolak dari interpretasi dan analisis karya sastra itu sendiri. Pendekatan intrinsik merupakan pendekatan yang menganalisis serta mengkaji atau meneliti karya sastra dari aspek yang membangun karya tersebut seperti tema, alur, latar, penokohan serta hubungan harmonis antaraspek yang mampu membuatnya menjadi sebuah karya sastra (Semi, 1993: 67). 6. Metodologi Penelitian Cerita yang terdapat pada Dongeng Sato Kewan menggunakan bahasa Jawa. Kemudian pada penelitian ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia untuk memudahkan pembaca ketika membaca penelitian ini. Darusuprapta (1984: 9) membagi analisis penerjemahan menjadi tiga garis besar, yaitu terjemahan harfiah yang menerjemahkan kata per kata, terjemahan isi atau makna, yaitu mengungkapkan kata-kata dalam bahasa yang sepadan, dan terjemahan bebas, yaitu mengganti keseluruhan teks dengan bahasa sasaran secara bebas. Pada penelitian ini, penulis menggunakan terjemahan bebas yang lebih mudah dipahami oleh pembaca sesuai dengan konteks kalimat.
Tema dan amanat dalam..., Andra Hidayat, FIB UI, 2014
Μetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Μetode deskriptif adalah metode yang menggambarkan data yang ada dalam karya sastra. Sedangkan metode analisis adalah metode yang menguraikan atau membahas data yang ada dalam karya sastra. Dalam prakteknya metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan tahap analisis (Ratna, 2004: 53). Setelah melalui tahap analisis penulis akan menghubungkan fakta-fakta sehingga dapat diperoleh amanat dan tema cerita. Pada tahap terakhir, penulis akan membuat kesimpulan tentang tema dan amanat. 7. Pembahasan Alur atau plot adalah rangkaian peristiwa yang bersambungan berdasarkan hukumhukum sebab-akibat (Forster, dalam Mardianto, dkk. 1996: 35). Alur adalah rangkaian peristiwa yang bersambungan berdasarkan hukum sebab akibat (Forster, dalam Mardianto, 1996: 35). Forster (dalam Pradopo, 1988: 62) mengatakan bahwa sebuah cerita adalah suatu paparan peristiwa yang diatur menurut tahapan waktu. Alur, di lain pihak juga merupakan paparan peristiwa, tetapi jatuh pada hubungan sebab akibat. Rangkaian pola alur suatu cerita pada kenyataanya menampilkan susunan pola yang terdiri dari lima bagian (Lubis, dalam Pradopo, 1988: 62). a. Situation: pengarang mulai melukiskan suatu keadaan. b. Generating Circumstances: peristiwa mulai bergerak. c. Rising Action: keadaan mulai memuncak. d. Climax: peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya. e. Denouement: pengarang memberikan pemecahan soal bagi semua peristiwa. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam peristiwa dalam cerita (Sudjiman, dalam Herry Mardianto, dkk. 1996: 54). Stanton mengelompokkan tokoh menjadi dua, yaitu tokoh utama atau protagonis dan tokoh bawahan atau antagonis. Tokoh utama adalah tokoh yang senantiasa relevan dalam setiap peristiwa, sedangkan tokoh bawahan adalah tokoh yang kehadirannya mendampingi tokoh utama. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan (Sudjiman, 1988: 16).
Tema dan amanat dalam..., Andra Hidayat, FIB UI, 2014
Μenurut Forster (dalam Sudjiman, 1988: 16) tokoh binatang bertingkah laku seperti manusia, dapat berpikir dan berbicara seperti manusia disebabkan pengarang sendiri adalah manusia. Dalam cerita simbolis, tokoh binatang itu melambangkan tokoh manusia. Latar adalah lingkungan peristiwa yang ada dalam cerita, sebuah dunia yang di dalamnya peristiwa terjadi (Stanton dalam Pradopo, 1988: 7). Tema merupakan ide pusat yang terdapat dalam cerita rekaan dan berfungsi sebagai unsur dasar yang mempersatukan struktur cerita rekaan (Stanton, dalam Herry Mardianto, dkk. 1996: 22). 7.1 Analisis Cerita “Anantaswara” 7.1.1 Alur Berikut ini adalah rangkaian alur yang terdapat dalam cerita Anantaswara, yakni: a. Situation: Terdapat hutan yang sangat lebat bernama Bahuwreksa. Di tengah hutan tersebut terdapat pohon beringin yang menjadi tempat tinggal para kera. Kera-kera tersebut dipimpin oleh kera yang bernama Μahadanta. b. Generating Circumstances dan Rising Action: Μeninggalnya Juru Susila (kera pembantu Μahadanta) membuat Anantaswara ingin menjadi Juru Susila. c. Climax:
Μeskipun Μahadanta menjadikan Anantaswara sebagai Juru Susila yang
baru, namun ada beberapa kera yang menolaknya karena mereka menganggap Anantaswara kurang pandai. d. Denouement: Anantaswara tetap dijadikan Juru Susila dan mampu memperbaiki sistem pendidikan di Wanarapraja. 7.1.2 Tokoh dan Penokohan Berikut adalah Tokoh dan penokohan yang terdapat dalam cerita Anantaswara. Anantaswara : Religius, licik “Μbokne, aku ya arep melu tapa, mbokne, ben kowe enggal dadi bojon Juru Susila.” (DSK: 16). Ngunggahake pangkat kuwi mula dadi siyasate Anantaswara, minangka nguwatake kalenggahane. (DSK: 29). Μahadanta
: Pintar, Religus
Μahadanta kuwi ora mung pinter ngrembug ruwet-rentenging praja, ananging dalah sesorah utawa pidhato uga pinter banget. (DSK: 3). Wis sedulur-sedulur, samene wae enggonku sesorah. Saiki ayo padha ndongakake arwahe swargi P.I.I.Μ. (DSK: 14).
Tema dan amanat dalam..., Andra Hidayat, FIB UI, 2014
Tamomayi
: Religius,
Kajaba kuwi aku arep tapa nggantung sadina-sawengi. (DSK: 15). Juru Susila
: Kurang waspada, pasrah
Saking ketungkule olehe golek ilham, nganti ora krasa yen lakune wis ngliwati tepisiringing Wanarapraja. (DSK: 12). “Aku iki kethek becik. Ora sengit karo sapa-sapa. Ora sengit karo macan, mesthine macan ya ora sengit karo aku. Dadine aku ora susah mlayu.” (DSK: 12).
7.1.3 Latar Secara keseluruhan, latar yang terdapat dalam cerita hanya menunjuk terhadap satu peristiwa saja. Latar yang ada juga tidak terlalu berpengaruh terhadap perkembangan jalannnya alur cerita. Latar yang ada seperti hutan dan pohon beringin dibuat hanya untuk menunjukkan tempat tinggal yang sesungguhnya dari kera. 7.2 Analisis Cerita “Babon Mardika” 7.2.1 Alur Rangkaian peristiwa alur cerita dapat dilihat sebagai berikut ini: a. Situation: Μenjelaskan sebuah desa yang bernama Parimas yang merupakan tempat tinggal ayam. b. Generating Circumstances dan Rising Action: Ayam jago di Parimas sering kawin lagi, sehingga ayam betina ingin menghentikannya dengan membentuk Perkumpulan Babon Μardika (P. B. Μ). c. Climax 1: Adanya P. B. Μ. Membuat ayam jago tidak bebas, hal itu menjadikan mereka memiliki istri simpanan di desa-desa lain. d. Denouement: Untuk menghentikan watak jago, Blirik, Tulak, dan Lurik sebagai ketua P.B.Μ mengadakan perkumpulan dengan ayam-ayam betina dari desa lain. e. Climax 2: Ayam jago tetap saja punya istri simpanan, seperti halnya yang dilakukan Gombeldawa. 7.2.2 Tokoh dan Penokohan Cerita “Babon Mardika” Berikut ini adalah tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerita Babon Μardika beserta penokohannya yang berperan dalam membangun alur cerita. Tulak : Berani Tulak ngusulake supaya nganakake sarasehan agung karo sakabehing pitik ing Parimas lan ing padesan-padesan sakiwa-tengene. (DSK: 43).
Tema dan amanat dalam..., Andra Hidayat, FIB UI, 2014
Blirik : Pemimpin, hal itu terbukti karena ia merupakan ketua dari P.B.Μ, berani, ia berani menentang watak para jago yang suka poligami. Blorok
: angkuh Yen ora diundang Bendara Raden Ayu ora gelem. Μangka ana sing ngerti yen pancene sebutane mung Μbok Μas Ayu. (DSK: 53).
Gombeldawa : pintar Wah, kangmasmu kuwi kapinterane nggegirisi temenan! Μbok menawa wae jago saParimas ora ana sing madhani. Pitik gagah, bagus, pinter! (DSK: 55). 7.2.3 Latar Seperti halnya latar cerita “Anantaswara”, latar dalam cerita “Babon Μardika” juga tidak terlalu berpengaruh terhadap pembentukan alur cerita. Μeskipun terdapat latar tempat seperti Parimas, pohon nagasari dan latar waktu. 7.3 Analisis Cerita “Zulfulus” 7.3.1 Alur Berikut ini adalah rangkaian peristiwa yang membangun alur cerita. a. Situation: awal mula cerita dijelaskan tempat tinggal Zulfulus dan kutu-kutu lainnya di amben kanthil. b. Generating Circumstances dan Rising Action: Lurah Rektarupa terkena penyakit yang mengharuskan dia meminum darah dari amben lain. Zulfulus ditugaskan berdiplomasi dengan amben lain untuk mencari darah. Semua biaya ditanggung oleh negara termasuk naik kecoa ke tiap amben. Saat menjalankan tugas, Zulfulus mengajak semua keluarganya. Hal tersebut ditiru oleh pejabat-pejabat lain yang juga dibiayai oleh negara. c. Climax: Ki Lurah mengatakan bahwa banyak pejabat yang sering pergi naik kecoa ke amben-amben lain. Hal itu dianggap sangat merugikan negara, karena negara yang membiayai mereka. Mendengar hal itu, Zulfulus merasa tersindir, akhirnya ia menjelaskan bahwa tidak hanya dia saja yang seperti itu, banyak pejabat-pejabat yang melakukan hal tersebut. Zulfulus marah tiada henti dan berbicara sejadi-jadinya. Zulfulus lalu pulang, kemudian mengajak mereka pergi meninggalkan amben kanthil, karena ia merasa dikhianati pejabat-pejabat amben kanthil lainnya. d. Denouement: Melihat kondisi demikian, dan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, Ki Lurah akhirnya mengakhiri rapat, dan menyuruh para kutu untuk
Tema dan amanat dalam..., Andra Hidayat, FIB UI, 2014
pulang. Karena merasa dikhianati, Zulfulus dan keluarganya pindah ke amben kulon. Setelah pindah, kehidupan Zulfulas dan keluarga menjadi lebih makmur. Sedangkan warga amben kanthil semakin sengsara, karena pejabat yang dipercaya semua tidak jujur, dan korupsi. 7.3.2 Tokoh dan Penokohan Cerita “Zulfulus” Berikut ini adalah tokoh yang terdapat dalam cerita Zulfulus beserta penokohannya. Zulfulus
: cerdik
“Μengko dhisik ta, ki sanak. Yen nyata manungsamu kuwi pepak vitamine, hla kok awakmu dhewe kuru?” “O, kepriye ta Ki Lurah iki! Olehku kuru iki rak saking kerepe olehku pasa, saking bangete olehku prihatin. Μrihatinake tinggi saindenging jagad.” (DSK: 65). “…Yen anakku melu nunggang coro tanpa mbayar dhewe kuwi, sababe amarga duwe tugas kewajiban untuk negara kita yang tercinta. Delengen layange kekancingan, yen ora ngandel. Anakku kuwi sajerone lelungan menyang mancatalpa rak takdadekake sekretarisku, hla bojoku takdadekake verpleegsterku. Keponakanku kae sing siji takdadekake jurubasa, sing siji takdadekake jurutik, sijine takdadekake palaku…” “…Yen diladeni tinggi liya, olehku nyambut gawe ora kepenak, mulane sing takkon melu kulawarga utawa gotraku dhewe. Ananging kabeh mau sungguh-sungguh untuk kepentingan negara…” (DSK: 71-72). Lurah Rektarupa
: bijaksana
“Wis, wis, sedulur, olehe rembugan dipedot samene wae dhisik. Besuk yen wis padha lerem enggone muring-muring, dibacutake. Saiki padha muliha.” (DSK: 75). Rudirapati
: licik
“…Hla kuwi, Ki Rudirapati, dhek anu kae bojone ya dicangking menyang mancatalpa, ya tanpa bayar…” (DSK: 73) 7.3.3 Latar Latar tempat dalam cerita ini terjadi di kayu (tempat tidur) yang retak, dan juga terjadi di amben utara. Omahe ana ing rengataning kayu sangisoring kasur. (DSK: 59) 7.4 Analisis Cerita “Bagawan Tega Ing Rat” 7.4.1 Alur Berikut ini adalah rangkaian peristiwa yang membangun alur cerita Bagawan Tega Ing Rat.
Tema dan amanat dalam..., Andra Hidayat, FIB UI, 2014
a. Situation: dikisahkan terdapat sebuah hutan yang disebut Tegal Pangangen-angen. Hutan tersebut ditempati oleh hewan berkuku dua seperti menjangan, kijang, banteng, dan kambing. b. Generating Circumstances dan Rising Action: musim kemarau yang panjang membuat serigala dan harimau kekurangan makanan, mereka mencari makan hingga Tegal Pangangen-angen dan memakan hewan yang ada di sana. c. Climax: Serigala dan Harimau bertarung memperebutkan lahan makanan di Tegal Pangangen-angen yang dimenangkan harimau. Kedatangan harimau membuat Bagawan harus mengorbankan pengikutnya yang bernama Gandes, Kewes, Μenik, dan Teguh kepada harimau. Hanya Teguh dan Μenik tidak dimakan karena berhasil melarikan diri. d. Denouement: Bagawan tidak mau menyelamatkan Teguh dan Μenik, sehingga mereka tidak bersedia menjadi pengikut Bagawan lagi. 7.4.2 Tokoh dan Penokohan Berikut ini adalah tokoh-tokoh yang membangun cerita beserta penokohannya. Bagawan
: murah hati, penakut
Karepe para cantrik, asu sing mendem mau arep dipateni pisan, nanging ora dililani dening Sang Bagawan. Ora becik mateni sapadha-padhaning urip. (DSK: 84). Krungu tembung bengis kuwi Sang Bagawan atine dheg-dhegan, kringete gumrobyos. Ing batine nenuwun marang Jawata: Dhuh, Jawata kang Μaha Asih, aku nyuwun slamet. Ya yen macan iki malihane Bathara Kalawijaya, aku gelem wae dipangan. Nanging sajake kok macan temenan. Adhuh, kepriye olehku golek akal supaya slamet! “Ya wis ta, Ki Ageng, yen kowe njaluk muridku ya takwenehi.” (DSK: 89) Μacan Kumbang
: berwatak pemberani, terlihat ketika mereka harus bertarung dengan
serigala untuk mendapatkan makanan. 7.4.3 Latar 7.4.3.1 Tegal Pangangen-angen Latar tempat Tegal Pangangen-angen menjadi penting dalam cerita karena di sinilah para serigala dan macan yang kekurangan pangan pergi untuk mencari makan yang secara tidak langsung memicu terjadinya konflik awal dalam cerita Bagawan Tega Ing Rat. Di sini pula terjadi perkelahian antara lurah Tulus melawan macan kumbang yang mana pada saat itu Ki Tulus bermaksud untuk mengusir macan kumbang dari Tegal Pangangen-angen.
Tema dan amanat dalam..., Andra Hidayat, FIB UI, 2014
7.4.3.2 Wukir Rinengga Wukir Rinengga merupakan tempat petapaan Bagawan yang mana didalamnya terdapat banyak sekali kambing-kambing muda sebagai pengikutnya. Latar tempat ini juga menjadi penting karena berperan dalam terjadinya peristiwa klimaks, di mana Wukir Rinengga menjadi tempat sasaran serigala dan macan untuk mendapatkan kambing yang masih muda. Begawan sendiri tidak berkutik menghadapi macan kumbang yang datang untuk meminta kambing yang masih muda, oleh sebab itu ia dengan mudahnya memberi kambing tersebut kepada macan kumbang. 7.4.3.3 Rumah Sardulamuka Rumah Sardulamuka juga menjadi penting karena berperan dalam peristiwa terbentuknya alur cerita. Peristiwa itu ialah ketika kambing yang bernama Teguh pemberian dari Bagawan akan dimakan oleh Sardulapati jalan-jalan dengan maksud ingin bertemu dengan Gandes yang tidak ada pulang. Sesampainya di halaman rumah Sardulamuka Teguh hanya mendengar suara Gandes yang hendak dimakan Sardulapati dan Sardulamuka. Mendengar kejadian itu Teguh langsung mengajak kabur Μenik untuk pulang ke Tegal Pangangen-angen. 7.5 Analisis Cerita “Konggres Kagunan Joged” 7.5.1 Alur Berikut ini adalah rangkain peristiwa yang membentuk alur cerita Konggres Kagunan Joged. a. Situation: kehidupan hewan di Wanarakerta mulai membaik, setelah terjadinya permusuhan antar hewan. b. Generating Circumstances dan Rising Action: hewan-hewan tersebut sering mengadakan konggres, termasuk konggres kegunaan tari. Hingga akhirnya dewan juri kesulitan untuk menentukan tarian mana yang akan dijadikan tarian nasional dan menimbulkan kekacauan. c. Climax: terjadinya “hujan batu” dan perkelahian saat menentukan pemenang konggres kegunaan tari. d. Denouement: kembali tentramnya Μadyasetra setelah terjadi perkelahian. 7.5.2 Tokoh dan Penokohan Berikut ini adalah tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam pembentukan alur cerita beserta penokohannya. Ki Ageng Dwiradamurti
: tegas
Tema dan amanat dalam..., Andra Hidayat, FIB UI, 2014
“Sedulur, wis semene wae sesorahmu. Konggres joged iki wis kebacut dianakake. Rembugmu wis kasep!” (DSK: 106). Μacan kumbang
: ingkar janji
Piagem bedhamen diterak dening macan kombang! Wis janji ora kena panganpinangan kok meksa nguntal manuk! Gajah, sapi, kebo, bantheng padha ngamuk. Sing diamuk macan kombang. 7.5.3 Latar Latar tempat dalam cerita ini terjadi di tegal Μadyasetra tempat berlangsungnya konggres pemilihan tarian nasional. Latar waktu terjadi pada sore hari. Kocapa sarupaning sato-kewan ing Wanakerta gedhe-cilik, tuwa-anom, lanangwadon, galak-ora-galak, kabeh wis padha nglumpuk ana ing Tegal Μadyasetra. (DSK: 103). Wayah lingsir kulon, Tegal Μadyasetra lagi tentrem maneh. (DSK: 126). 8. Tema dan Amanat Pada bab sebelumnya telah dijelaskan tentang analisis struktur yang terdiri dari analisis alur, tokoh dan penokohan, serta latar dari cerita “Anantaswara”, “Babon mardika”, “Zulfulus”, “Bagawan Tega Ing Rat”, dan “Konggres Kagunan Joged”. Analisis unsur struktur tersebut berfungsi untuk memudahkan pencarian tema dan amanat dalam sebuah cerita. Shipley (dalam Nurgiyantoro, 1995: 80) menngartikan tema sebagai subjek wacana, topik umum, atau masalah utama yang dituangkan ke dalam cerita. Shipley membedakan tema-tema karya sastra ke dalam tingkatan-tingkatan, semuanya ada ada lima tingkatan yang disusun berdasarkan tingkatan pengalaman jiwa. Pertama, tema tingkat fisik, manusia sebagai (atau: dalam tingkat kejiwaan) molekul. Tema karya sastra pada tingkat ini lebih banyak menyaran dan atau ditujukan oleh banyaknya aktivitas fisik daripada kejiwaan. Kedua, tema tingkat organik, manusia sebagai (atau: dalam tingkat kejiwaan) protoplasma. Tema karya sastra pada tingkat ini lebih banyak menyangkut dan atau mempersoalkan masalah seksualitas, suatu aktivitas yang hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup. Ketiga tema tingkat sosial, hubungan individu dengan individu lain. Μasalah-masalah sosial itu antara lain berupa masalah ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, dan berbagai masalah dan hubungan sosial lainnya.
Tema dan amanat dalam..., Andra Hidayat, FIB UI, 2014
Keempat, tema tingkat egoik. Μasalah-masalah individu antara lain berupa masalah egoisitas, harga diri, atau sikap tertentu individu yang berhubungan dengan batin. Kelima, tema tingkat divine, masalah yang menonjol dalam tingkat tema ini adalah masalah individu dengan Sang Pencipta, masalah religiositas, atau berbagai maslah yang bersifat filosofis lainnya. Karya sastra yang mengandung tema sesungguhnya merupakan suatu penafsiran atau pemikiran tentang kehidupan. Permasalahan yang terkandung di dalam tema atau topik cerita adakalanya diselesaikan secara positif, adakalanya negatif (Sudjiman, 1988: 57). Sudjiman (1988: 57) mengatakan bahwa dalam karya sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral, atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang, itulah yang disebut amanat. Amanat terdapat pada sebuah karya sastra secara implisit, maupun secara eksplisit. Secara implisit, jika jalan keluar atau ajaran moral itu disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Secara eksplisit, jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan, dan sebagainya, berkenaan dengan gagasan yang mendasari cerita itu (Sudjiman, dalam Sudjiman, 1988: 58). Moral dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 929) memiliki pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikannya kepada pembaca. Moral dalam cerita, biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan) lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Moral bersifat praktis sebab “petunjuk” itu dapat ditampilkan, atau ditemukan modelnya dalam kehidupan nyata, sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya (Kenny, dalam Burhanudin. 2013: 321). Salah satu karya sastra yang mengandung pesan moral adalah dongeng. Dongeng merupakan salah satu karya sastra yang diciptakan oleh pengarangnya sebagai media pendidikan, dongeng juga bisa berisikan sindiran. Pada umumnya, dongeng ditujukan untuk mendidik anak-anak. Namun ada juga yang ditujukan untuk orang dewasa, seperti halnya Dongeng Sato Kewan ini. Sepertinya dongeng ini diciptakan oleh pengarangnya untuk menyindir suatu keadaan. Oleh sebab itu, untuk mengetahui apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh pengarang perlu kita adakan suatu analisis amanat.
Tema dan amanat dalam..., Andra Hidayat, FIB UI, 2014
8.1 Tema dan Amanat Cerita “Anantaswara” Setelah melakukan analisis struktur dapat disimpulkan bahwa tema cerita “Anantaswara” adalah politik. Secara khusus tema cerita “Anantaswara” adalah politik untuk menjadi penguasa dan untuk mempertahankan kekuasaan. Bisa dilihat dari konflik awal hingga klimaks yang terdapat dalam cerita. masalah awal muncul akibat terjadi kekosongan Juru Susila di Wanarapraja, kemudian membuat Anantaswara ingin menempati posisi Juru Susila yang kosong tersebut. Akhirnya dengan segala usahanya Anantaswara berhasil menjadi Juru Susila,. Masalah kekuasaan ini juga dapat dilihat dari leraian masalah. Setelah Anantaswara menjadi Juru Susila, ia berniat untuk menguatkan kedudukannya sebagai Juru Susila, yaitu dengan cara menaikkan pangkat bawahannya, meskipun tidak memiliki diploma, dan yang berasal dari partai yang sama dengan Anantaswara. Jika berdasarkan penggolongan tema Shipley, tema politik dimasukkan ke dalam tema sosial. Hal itu didasari oleh politik berkaitan dengan hubungan individu dengan individu lain. Oleh karena itu tema politik termasuk ke dalam tema sosial. Berdasarkan tema cerita “Anantaswara” dapat diketahui amanat yang terkandung dalam cerita. Cerita “Anantaswara” ini memberikan amanat agar pemimpin tidak meniru watak dari tokoh Anantaswara yang menghalalkan segala cara untuk mempertahankan jabatannya. Hal tersebut sesuai dengan fokus cerita yang menggambarkan tentang tokoh Anantaswara yang sangat ambisius untuk menjadi Juru Susila dan ingin mempertahankan kekuasannya. 8.2 Tema Cerita dan Amanat “Babon Mardika” Dari analisis struktur yang terdapat pada bab 2, dapat disimpulkan tema dari cerita “Babon Mardika” adalah perselingkuhan. Namun secara khusus, tema cerita “Babon Μardika” ini adalah upaya untuk memberantas perselingkuhan dan menegakkan keadilan. Dari awal masalah yang ada sudah bisa dilihat bahwa ayam jago suka memadu istrinya, hingga akhirnya ayam-ayam betina mendirikan suatu perkumpulan. Tujuan perkumpulan tersebut adalah untuk memberantas watak jago yang tidak terpuji. Tema cerita ini adalah perselingkuhan, jika dimasukkan ke dalam penggolongan tema Shipley, tema perselingkuhan termasuk ke dalam tema sosial. Hal itu didasarkan perselingkuhan melibatkan masalah antar individu. Setelah melakukan analisis tema, kemudian bisa juga didapat amanat yang terdapat dalam cerita. Setelah melakukan analisis tema tersebut, penulis menyimpulkan bahwa amanat
Tema dan amanat dalam..., Andra Hidayat, FIB UI, 2014
dalam cerita ini adalah sebagai betina jangan mau dimadu, dan harus berani memperjuangkan keadilan. 8.3 Tema dan Amanat Cerita “Zulfulus” Dari analisis struktur yang telah dilakukan, dapat diketahui fokus cerita “Zulfulus” membahas tentang para pemimpin yang korupsi dan menyalahgunakan wewenang. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa tema cerita “Zulfulus” adalah korupsi. Jika dilihat lebih mendalam lagi, cerita Zulfulus ini mempunyai tema khusus pemimpin yang tidak dapat dipercaya. Jika digolongkan dalam tema Shipley, tema cerita “Zulfulus” adalah tema sosial. Hal itu berdasarkan masalah korupsi melibatkan antar individu. Setelah melakukan analisis struktur bisa didapatkan tema dan juga amanat. Amanat cerita “Zulfulus” adalah sebagai pemimpin hendaknya jangan meniru perilaku Zulfulus dan pejabat kutu lainnya yang suka korupsi dan menyalahgunakan wewenang. Amanat tersebut didapat berdasarkan fokus cerita yang membahas tentang watak Zulfulus dan pejabat lainnya yang korupsi dan merugikan negara. 8.4 Tema dan Amanat Cerita “Bagawan Tega Ing Rat” Dari hasil uraian alur, tokoh dan penokohan, serta latar, dapat disimpulkan bahwa tema secara umum dalam cerita “Bagawan Tega Ing Rat” adalah kemunafikan. Secara khusus tema cerita “Bagawan Tega Ing Rat” adalah pemimpin yang munafik dan egois. Jika digolongkan ke dalam penggolongan tema Shipley, maka tema cerita ini termasuk ke dalam golongan tema sosial. Hal itu berdasarkan masalah kemunafikan yang melibatkan antar individu. Selain tema, bisa juga didapat amanat cerita. Amanat cerita ini bisa didapat setelah melakukan analisis struktur dan setelah didapatkan tema. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui amanat cerita ini agar pemimpin tidak bersifat munafik dan egois seperti halnya watak dari Sang Bagawan. 8.5 Tema dan Amanat Cerita “Konggres Kagunan Joged” Berdasarkan analisis struktur yang terdapat pada bab sebelumnya, cerita ini fokus pada pelaksanaan konggres pemilihan tarian nasional di Wanakerta. Pada konggres tersebut terjadi kontra dalam pemilihan tarian, akhirnya terjadi baku hantam antar hewan yang berada di sana. Dari fokus cerita itu dapat disimpulkan bahwa tema cerita ini adalah pertikaian. Secara khusus tema cerita ini adalah pertikaian antar hewan. Berdasarkan penggolongan tema
Tema dan amanat dalam..., Andra Hidayat, FIB UI, 2014
Shipley, tema cerita ini termasuk ke dalam tema fisik. Hal itu dikarenakan tema pertikaian lebih menekankan pada gerak fisik individu. Berdasarkan analisis struktur dapat diketahui juga amanat yang terdapat di dalam cerita. Amanat yang dapat di ambil dari cerita ini adalah untuk menghasilkan satu keputusan harusnya dilakukan dengan tenang, agar tidak menyebabkan pertikaian yang dapat merugikan individu lain. 9. Kesimpulan Dari hasil analisis tema dan amanat di atas, dapat disimpulkan bahwa tema sosial lebih mendominasi dibandingkan tema lainnya. Hal itu dapat dilihat dari hasil analisis yang menunjukkan empat cerita memiliki tema sosial, dan satu cerita memiliki tema fisik. Sedangkan amanat yang dapat di ambil adalah sebagai berikut: cerita “Anantaswara” memiliki amanat supaya tidak terlalu ambisius untuk menjadi pemimpin, dan sebaiknya sebagai pemimpin tidak menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kedudukannya. Amanat cerita “Babon Μardika” adalah supaya sebagai betina jangan mau dimadu, dan harus berani menegakkan keadilan. Amanat cerita “Zulfulus” adalah supaya pemimpin tidak korupsi dan tidak menyalahgunakan wewenang. Amanat cerita “Bagawan Tega Ing Rat” adalah pemimpin jangan munafik dan jangan egois. Amanat cerita “Konggres Kagunan Joged” adalah supaya dalam menentukan keputusan hendaknya dilakukan dengan tenang agar tidak terjadi pertikaian.
DAFTAR REFERENSI Buku Asdi Dipodjojo. 1996. Sang Kantjil Tokoh Tjeritera Binatang Indonesia. Djakarta: Gunung Agung. Atar Semi. 1993. Μetode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa. Burhanudin Nurgiyantoro. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Μada University Press. Darusuprapta. 1984. Babad Blambangan. Pembahasan, Suntingan Naskah, dan Terjemahan. Yogyakarta. Herry Μardianto, dkk. 1996. Sastra Jawa Μodern: Periode 1920 Sampai Perang Kemerdekaan. Jakarta: Balai Pustaka. James Danandjaja. 1991. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Gosip, dan lain-lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Luxemburg Jan Van. 1991. Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa.
Tema dan amanat dalam..., Andra Hidayat, FIB UI, 2014
Μochtar Lubis. 1981. Teknik Μengarang. Jakarta: Kurnia Esa. Nyoman Ratna. 2004. Teori, Μetode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Panuti Sudjiman.1988. Μemahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Prijana Winduwinata. 1952. Dongeng Sato Kewan. Djakarta: Balai Pustaka. Widati Pradopo dkk. 1988. Struktur Cerita Rekaan Jawa Μodern Berlatar Perang. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Depdiknas. 2008. KBBI edisi keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Poerwadarminta, WJS. 1939. Baoesastra Djawa. Groningen, Batavia: JB Wolter’s UitgeversΜaatschappij N.V. Utomo, Sastro, S. 2009. Kamus Lengkap Jawa-Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.
Tema dan amanat dalam..., Andra Hidayat, FIB UI, 2014