PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
PERLINDUNGAN HUKUM
KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
i
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan Pidana Pasal 72 1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terbit sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
ii
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI DALAM DIMENSI INTANGIBLE ASSET BIDANG PENGETAHUAN TRADISIONAL (PT) DAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL (EBT)
Ida Ayu Sukihana,SH,MH Dewa Gede Rudy,SH.,MH
UDAYANA UNIVERSITY PRESS 2012
iii
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
PERLINDUNGAN HUKUM
KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI Penulis: Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan,SH.,M.Hum.,LLM Anak Agung Sri Indrawati,SH.,MH Ida Ayu Sukihana,SH,MH Dewa Gede Rudy,SH.,MH
I GN. Parikesit Widiatedja, SH.,M.Hum
Hak Cipta pada Penulis. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang : Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
iv
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA
P
uji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, atas berhasil terbitnya buku berjudul “Perlindungan Hukum Karya Cipta Dongeng Dalam Dimensi Intangible Asset Bidang Pengetahuan Tradisional (PT) Dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT),” ditulis oleh Tim Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana, dengan sumber dana Penelitian Hibah Unggulan Udayana Tahun 2012. Kami menyambut gembira keberadaan buku ini, yang pada intinya berusaha untuk mendokumentasikan dan menjadi salah satu data base tentang keberadaan Ekspresi Budaya Tradisional Dongeng Bali, semoga berguna bagi pengembangan Hukum Hak Kekayaan Intelektual dalam relevansinya dengan perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. Pendokumentasian karya-karya cipta tradisional sangat penting berkaitan dengan perlindungan hukum atas karya tersebut, termasuk di dalamnya karya cipta dongeng yang secara tradisional telah berkembang secara turun temurun dan dilestarikan oleh masyarakat Bali. Dengan diterbitkannya buku tentang keberadaan dan kepemilikan karya-karya tradisional di bidang Dongeng atau yang di Bali dikenal dengan istilah “Satue”, akan sangat berguna dan menjadi salah satu wujud pendokumentasian dari karya cipta tradisional sehingga
v
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
perlindungan hukumnya menjadi lebih pasti. Karya tulis ilmiah ini tentu tidak akan terwujud tanpa bantuan dan dukungan moril maupun finansial dari berbagai pihak, untuk itu disampaikan terima kasih, terutama kepada LPPM UNUD yang telah mendanai penelitian dalam rangka penulisan dan penerbitan Buku ini. Sekali lagi kami menyambut baik serta berterimakasih kepada Tim Penulis Buku, karena dengan telah diterbitkannya buku tentang Perlindungan Hukum Karya Cipta Dongeng Dalam Dimensi Intangible Asset Bidang Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional, berarti telah menambah koleksi Bahan Pustaka yang ditulis oleh Civitas Akademika Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Denpasar, 31 Desember 2012 Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH,MH. Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana
vi
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
KATA PENGANTAR
P
uji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, akhirnya penulisan buku “Perlindungan Hukum Karya Cipta Dongeng Bali Dalam Dimensi Intangible Asset Bidang Pengetahuan Tradisional (PT) Dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT)”, yang bersumber dari Penelitian Hibah Unggulan 2012 dengan judul “Pembentukan Model Dokumentasi Dan Publikasi Format Buku Dalam Usaha Meningkatkan Kepastian Perlndungan Hukum Terhadap Intangible Aset (Hak Kekayaan Intelektual ) Bidang Pengetahuan Tradisional (PT) Dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) Bali”, Surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Nomor : 21.8/UN14/LPPM/Kontrak/2012, dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Diharapkan keberadaan buku sederhana ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu hukum di bidang Hak Kekayaan Intelektual , khususnya Hak Cipta atas karya tradisional Fokus uraian dalam buku ini adalah perlindungan hukum atas karya cipta dongeng sebagai salah satu karya ekspresi budaya tradisional. Melalui buku ini dipaparkan keberadaan dongeng atau “Satue” yang dimiliki dan dikenal di masyarakat Bali. Kami sangat menyadari bahwa paparan atau penulisan karya cipta dongeng, khususnya “Satue Bali” yang diidentifikasi dalam buku ini adalah merupakan langkah awal dari pendokumentasian
vii
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
tentang keberadaan dan kepemilikan karya-karya tradisional di bidang “Satue” yang dimiliki oleh masyarakat Bali. Penelitian lebih lanjut dan mendalam masih sangat penting untuk dilakukan untuk kepentingan pendokumentasian serta database yang lebih lengkap. Buku ini juga menyajikan dokumentasi serta dapat menjadi basis data mengenai “Payas Bali” sebagai salah satu jenis karya ekspresi budaya tradisional Bali serta “Gending Bali”. Buku sederhana ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun finansial, untuk itu melalui tulisan ini disampaikan terima kasih kepada seluruh responden dan informan, seluruh rekan anggota peneliti, mahasiswa sebagai tenaga lapangan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, serta Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Udayana (LPPM UNUD) atas dukungan finansialnya mendanai penelitian Hibah Unggulan yang kami lakukan dalam rangka penulisan Buku ini. Kami sangat menyadari bahwa buku ini ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan sumbangan pemikiran untuk kesempurnaannya senantiasa diharapkan.
Denpasar, 30 Oktober 2012 Tim Peneliti
viii
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
DAFTAR ISI
SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA .......................................................
v
KATA PENGANTAR .................................................................. vii I.
PENDAHULUAN .............................................................. 1.1. Latar Belakang Masalah........................................... 1.2. Permasalahan ............................................................ 1.3. Tujuan Penelitian ...................................................... 1.4. Manfaat / Urgensi Kegiatan Penelitian ..................
II.
METODE PENELITIAN ................................................... 7 2.1. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan .............. 7 2.2. Data dan Sumber Data ............................................. 9 2.3. Teknik Pengumpulan Data ...................................... 10 2.4. Lokasi Penelitian ....................................................... 11 2.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ................... 12
III.
HAK CIPTA DALAM DIMENSI PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL MODERN DAN TRADISIONAL.................................................................. 13 3.1. Dimensi Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) ....................................................... 13
ix
1 1 2 3 4
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
3.2. 3.3.
IV.
V.
Hak Cipta Dalam Dimensi Perlindungan HKI Modern ..................................... 18 Hak Cipta Dalam Dimensi Perlindungan HKI Tradisional................................ 21
PERLINDUNGAN DAN PENDOKUMENTASIAN KARYA TRADISIONAL PAYAS, DONGENG, DAN GENDING BALI ................................................................ 4.1 Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Hak Kekayaan . Intelektual Bidang Pengetahuan Tradisional Dongeng Serta Payas Bali .................. 4.2 Jenis-Jenis PT dan EBT yang Berkembang di Provinsi Bali .......................................................... 4.3 Model Pendokumentasian yang Relevan Melindungi HKI Tradisional Masyarakat Bali ..... 4.3.1 Pendokumentasian Payas Tradisional Bali .................................................................... 4.3.2 Pendokumentasian Dongeng (Satue) Tradisional Bali................................................. 4.3.3 Pendokumentasian Gending Tradisional Bali .....................................................................
37
37 51 58 59 116 173
PENUTUP ........................................................................... 190
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 192
x
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
P
erlindungan hukum terhadap salah satu Intangible Asset Indonesia yang dikenal dengan istilah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terus mnerus diperjuangkan dan ditegakkan kkhususnya HKI modern. Dalam perkembangannya perhatian tidak hanya ditujukan pada HKI modern seperti Hak Cipta, Merek, Paten dan yang lainnya, namun juga mulai diberikan perhatian yang serius terhadap perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Folklore sebagai “Ekspresi Budaya Tradisional” (EBT) yang sering pula disebut sebagai HKI tradisional. Jenis kememilikan terhadap intangible asset ini menjadi sangat penting untuk ditegakkan terutama dengan semakin banyaknya kasuskasus pengklaiman karya EBT bangsa Indonesia seperti “Tari Pendet”, ”Batik” serta karya-karya lainnya yang diklaim dimiliki oleh pihak lain yang tidak berwenang. Sejak keikutsertaan Indonesia dalam World Trade Organization (WTO) khususnya dengan ditandatanganinya TRIPs Agreement sebagai salah satu Annex (lampiran) dari Perjanjian WTO, penegakan hukum HKI modern di Indonesia termasuk HKI yang dimiliki oleh WNI sudah semakin membaik.1 Namun tidak 1
TRIPs Agreement adalah perjanjian yang mengatur tentang perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual diantara anggota –anggota WTO.
1
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
demikian halnya dengan perlindungan dan penegakan hukum terhadap “Pengetahuan Tradisional” (PT) dan “Folklore” sebagai “Ekspresi Budaya Tradisional” (EBT), perlindungannya masih relatif lemah karena salah satu faktor penyebabnya adalah tidak dimilikinya dokumen atau database sebagai bukti kepemilikan hak atas karya-karya tersebut. Dalam prakteknya, karya-karya “Pengetahuan Tradisional” serta karya “Folklore” yang merupakan hasil karya “Ekspresi Budaya Tradisional” termasuk karya-karya di Daerah Provinsi Bali yang merupakan intangible asset yang tidak ternilai baik secara ekonomi maupun asset warisan budaya bangsa masih belum terdokumentasikan secara lengkap sehingga sangat rentan diklaim oleh pihak luar serta sulit untuk proses pembuktian kepemilikan. Sehubungan dengan fenomena hukum tersebut maka penelitian, pengkajian dan pendokumentasian Pengetahuan Tradisional (PT) Dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) yang berkembang dan dimiliki oleh masyarakat Bali menjadi sangat penting dilakukan secara berkesinambungan. Pada tahap awal melalui buku sederhana ini, pengkajian difokuskan pada perlindungan hukum serta pendokumentasian untuk tersedianya data base berkaitan dengan karya cipta dongeng sebagai Ekspresi Budaya Tradisional masyarakat Bali, serta data base tentang ”Payas Bali” agar tercipta kepastian hukum tentang kepemilikan Hak atas HKI Tradisional Bali tersebut. 1.2
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dalam kegiatan penelitian, pendokumentasian serta publikasi ini dikemukakan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perlindungan hukum atas Hak Kekayaan Intelektual di bidang Pengetahuan Tradisional (PT) dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) di Bali?
2
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
2.
3.
1.3
Jenis-jenis PT dan EBT apakah yang dimiliki serta berkembang berkaitan dengan Dogeng (Satue) Bali yang merupakan “Ekspresi Budaya Tradisional” masyarakat Provinsi Bali, serta model pendokumentasian yang relevan bagi tersedianya database tentang dongeng Bali? Jenis-jenis PT dan EBT apa yang secara tradisi berkembang dan dimiliki berkaitan dengan “Payas Bali” serta model pendokumentasian yang relevan untuk melindungi “Ekspresi Budaya Tradisional” masyarakat Provinsi Bali tersebut? Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan permasalahan yang diteliti, maka dapat dikemukakan tujuan khusus dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk mengidentikasi mengkaji serta menganalisis perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual di bidang Pengetahuan Tradisional (PT) dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) di Bali, khususnya yang berkaitan dengan cerita dongeng atau “Satue Bali” dan “Payas Bali”. 2. Untuk mengidentikasi, mengkaji, menganalisis, serta mendokumentasikan jenis-jenis Pengetahuan Tradisional (PT) dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) di bidang “Dongeng” Bali serta mengidentikasi nama dan loso karya cipta tersebut pada masyarakat Provinsi Bali dalam rangka penyusunan data base sebagai sarana kepastian hukum tentang kepemilikan hak, serta usaha pencegahan klaim HKI tradisional dari pihak yang tidak berwenang. 3. Untuk mengidentikasi, mengkaji, menganalisis serta mendokumentasikan jenis-jenis Pengetahuan Tradisional (PT) dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) di bidang “Payas Bali” serta mengidentikasi nama dan loso karya cipta tersebut pada masyarakat Provinsi Bali dalam
3
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
rangka penyusunan data base sebagai sarana kepastian hukum tentang kepemilikan hak, serta usaha pencegahan klaim HKI tradisional dari pihak yang tidak berwenang. 1.4
Manfaat / Urgensi Kegiatan Penelitian
Kegiatan Pendokumentasian dan Publikasi HKI tradisional dalam bidang Pengetahuan Tradisional (PT) dan karya cipta folklor (EBT) menjadi sangat penting atau urgen untuk dilakukan, selain untuk kepentingan kepastian hukum terkait kepemilikan Hak Cipta atas karya-karya HKI tradisional, juga untuk mencegah terjadinya kasus-kasus seperti kasus Tari Pendet, Kasus Reog Ponorogo, Lagu Rasa Sayange, Angklung atau pengklaiman karya cipta Batik oleh pihak luar yang tidak berhak. Sehubungan dengan fenomena hukum seperti tersebut di atas, maka kegiatan penelitian yang berfokus pada outcome data base yaitu Dokumentasi dan Publikasi dalam bentuk format “Buku” bagi karya-karya HKI tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Bali menjadi sangat urgen dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum dan kepastian hak bagi kepemilikan karya-karya HKI tradisional di Bali agar tidak rentan diklaim oleh pihak luar, Berdasarkan hasil pendataan awal Tim Khusus HKI Provinsi Bali telah mengelompokkan Kekayaan Intelektual Tradisional Bali ke dalam kategori : “Pengetahuan Tradisional (PT)” dan “Ekspresi Budaya Tradisional atau Folklor”. Pengetahuan Tradisional masyarakat Bali dikelompokkan dalam kategori : Filosofi, Irigasi, Bangunan (Ke-Undagian), Penanggalan, serta Pengobatan. Sementara itu Foklor sebagai ”Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) dikelompokkan dalam kategori : Tari-tarian, Tekstil, Arsitektur Tradisional, Motif Pepatran, Kerajinan Tangan, Lukisan, Wayang, Gamelan Dan Alat Musik, Tabuh (Kerawitan),. Sastra, Gending, Cerita Rakyat (Satue), Pakaian
4
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Daerah, dan Riasan (Pepayasan)2. Kegiatan penelitian dan kaji tindak pendokumentasian serta publikasi Pengetahuan Tradisional dan Folklor Provinsi Bali ini mengacu pada pengelompokan tersebut di atas. Dalam penelitian ini fokus kajiannya pada bidang ”Ekspresi Budaya Tradisional Bali ” pada kategori: Legenda, Dongeng atau Satue (Cerita Rakyat) serta Payas Bali. Kategori tersebut menjadi prioritas penelitian ini, khususnya studi dalam ranah kajian ”Socio Legal”, mengingat penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dilakukan baik dalam ranah kajian hukum maupun di luar kajian bidang hukum sudah berfokus pada kategori lainnya dari EBT seperti ”Tari-Tarian” , ”Lukisan ” ”Jenis ”Pepatraan”, ”Pengobatan Tradisional” maupun filosofi Bali berkaitan dengan keberadaan Desa Adat dan Desa Pekraman. Penelitian terdahulu di bidang Pengetahuan Tradisional Bali tidak berorientasi pada keberadaan legal document berupa Dokumentasi dan Publikasi Pengetahuan Tradisional Bali sebagai sarana Kepemilikan Hak Kekayaan Intelektual Tradisional, sementara itu urgensi dari penelitian hukum3 ini adalah untuk menghasilkan solusi praktis berkaitan dengan ketersediaan dokumen hukum yaitu data base sebagai bukti kepemilikan HKI tradisional Bali.4 Urgensi lainnya dari kegiatan penelitian ini dimaksudkan selain untuk kepastian
2 3
4
I Nyoman Arya Thanaya, Laporan Hasil Konsultasi Format Dokumentasi Folklor Ke Ditjen HKI Jakarta, 6-8 Juli 2010. Hasil dari penelitian hukum untuk kegiatan akademis adalah preskripsi yang berupa rekomendasi atau saran yang harus mungkin untuk diterapkan, mengingat ilmu hukum merupakan ilmu terapan. Peter Mahmud, 2012, Penelitian Hukum, Makalah Dalam Workshop Legal Research, E2J-Asia foundation, Jakarta, 5 Februari. Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Pengetahuan Tradisional dilakukan oleh beberapa peneliti namun tidak berorientasi pada pembentukan model tentang keberadaan legal documents dalam bentuk Pendokumentasian dan Publikasi sebagai sarana kepastian hukum di bidang HKI Tradisional Bali. Penelitian terdahulu dilakukan oleh I Nyoman Prastika, Usada” Pengobatan Tradisional Bali, http://www.unhi.ac.id/le/Artikel/Usada,_Pengobatan_Tradisional_ Bali_Prastika-1.pdf. , I Gede Parimartha, 2009, Memahami Desa Adat, Desa Dinas, Dan Desa Pekraman dalam Pemikiran Kritis Guru Besar Universitas Udayana, Udayana University Press, Denpasar.
5
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
dan adanya pendokumentasian, juga akan meningkatkan potensi dan perolehan HKI di Universitas Udayana khususnya dalam bidang karya cipta buku. Secara lebih detail dapat dikemukakan urgensi dari kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan perlindungan hukum dan kepastian kepemilikan Hak Cipta atas karya Folklor sebagai hasil “Ekspresi Budaya Tradisional” masyarakat Bali di bidang Legenda –Dongeng –Satue (Cerita Rakyat) Bali 2. Untuk mencegah pengklaiman oleh pihak yang tidak berwenang atas karya cipta Folklor di bidan Legenda – Dongeng - Satue (Cerita Rakyat) yang diciptakan serta karya Payas Bali yang berkembang pada masyarakat Bali. 3. Untuk meningkatkan perlindungan, mempertahankan serta melestarikan warisan budaya tradisional melalui model perlindungan pendokumentasian dan publikasi dalam bentuk format “Buku” sehingga masyarakat luar khususnya masyarakat internasional mengetahui bahwa karya cipta tradisional foklor-foklor tersebut, dalam konteks ini yaitu Legenda –Satue (Cerita Rakyat) adalah milik Bangsa Indonesia, dalam konteks penelitian ini adalah milik masyarakat Bali, sehingga tidak lagi terjadi pengklaiman seperti kasus “Tari Pendet”. Dokumentasi dalam bentuk format Buku dapat menjadi dokumen data base kepemilikan hak atas Pengetahuan Tradisional (PT) dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) dalam kerangka perlindungan Hak Cipta yang bersifat otomatis (automatically protection).
6
BAB II METODE PENELITIAN
2.1
Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan.
J
enis Penelitian ini adalah penelitian hukum dalam ranah Socio Legal. Jenis penelitian seperti ini bersifat interdispliner merupakan “hibrida” dari studi besar tentang hukum dan ilmuilmu tentang hukum dari perspektif kemasyarakatan yang lahir sebelumnya1. jenis penelitian ini memposisikan hukum dalam konteks kemasyarakatan yang luas, dengan berbagai implikasi metodologisnya, peneliti harus memiliki pemahaman tentang peraturan perundang-undangan, instrumen dan substansi hukum yang terkait dengan bidang studi dan kemudian menganalisisnya2. Penelitian ini mengkaji data sekunder sebagai data awal yang kemudian dilanjutkan dengan data primer yang diperoleh melalui studi lapangan. Jenis penelitian sosiolegal yang lebih luas dari studi lapangan untuk mengetahui bekerjanya hukum di masyarakat tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang dalam bentuk norma-norma, baik dalam bentuk peraturan perundangundangan ataupun instrumen hukum lainnya yang kemudian dihubungkan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Morris
1 2
Sulstyowati Irianto & Shidarta, 2011, Metode Penelitian Hukum Konstelasi Dan Reeksi, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, hlm. 173. Ibid, hlm. 177.
7
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
L.Chohen dan Kent C. Olson mengemukakan legal research is an essential component of legal practice. It is the process offending the law that governs an activity and materials that explain or analyze that law.3 Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan penekanan pada paradigma interpretivisme yang terkait dengan hermeneutics, yaitu studi eksaminasi terhadap teks. Melalui penggunaan metode kualitatif ini diharapkan dapat ditemukan makna-makna yang tersembunyi di balik teks atau objek yang diteliti. Mengingat jenis penelitian sosiolegal menyediakan berbagai kemungkinan yang luas bagi peneliti hukum, yaitu pendekatan doktriner dan pendekatan hukum empirik dengan berbagai metode baru, maka dalam penelitian ini beranjak pada kreteria sebagai berikut : sumber data adalah situasi yang wajar (natural mementingkan proses maupun produk, mencari makna, mengutamakan data langsung, menonjolkan rincian kontekstual, subjek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti, mengutamakan perspektif emic, verifikasi, sampling yang purposif, serta mengadakan analisis sejak awal. 4 Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yaitu : pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach)5. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini : conceptual approach, statute approach, serta comparative approach, serta pendekatan interpretivisme-hermeneutic. Teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan adalah : Natural Rights Theory yang juga dikenal dengan sebutan the Labour-based Theory dari John Locke , Reward Theory dari Robert 3 4 5
Morris L. Cohen, Kent C. Olson, 2000, Legai Research, West Group,USA, p. 1 S. Nasution, 1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung, hlm.9-12. Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, hlm.93.
8
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
M Sherwood, serta Moral Arguments & Economic Arguments dari Mc Keough Stewart. 2.2
Data dan Sumber Data
Data yang diteliti dalam penelitian ini adalah Data Primer dan Data Sekunder. Data Primer adalah data yang sumbernya langsung dari pihak- pihak yang terlibat dalam objek penelitian atau dengan kata lain data yang diperoleh atau bersumber dari penelitian lapangan. Sedangkan Data Sekunder terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer yang bersumber dari peraturan perundang-undangan 6 dan dokumen resmi negara; b. Bahan Hukum Sekunder yang bersumber dari buku-buku atau jurnal hukum, hasil penelitian hukum, kamus hukum; serta c. Bahan non hukum yaitu bahan penelitian yang terdiri atas buku teks bukan hukum yang terkait dengan penelitian.7 Dalam penelitian ini, Bahan Hukum Primer yang diteliti meliputi: Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, TRIPs Agreement, WTO Agreement, Berne Convition, WIPO Copyright Treaty. Selain meneliti Bahan Hukum Primer, juga diteliti Bahan Hukum Sekunder yang terdiri jurnal dan Buku-Buku Literatur yang berkaitan dengan perlindungan PT-EBT serta Hak Kekayaan Intelektual, khususnya Hak Cipta. Mengingat kegiatan penelitian ini juga dilanjutkan dengan kegiatan kaji tindak berupa pengkajian, pendokumentasian, serta pembublikasian dalam format Buku , maka amat penting mengumpulkan dan mengidentifikasi data yang bersumber dari data sekunder dalam bentuk Buku-Buku atau tulisan dalam format lainnya yang telah memuat berbagai 6
7
Bahan Hukum Primer (Pimary Sources) sangat penting digunakan dalam penelitian hukum khususnya ntuk mengetahui bagaimana hukum mengaturnya (Primary sources are very important when you want to know exactly what the law says. Lihat Attorney Stephen Elias, 2009, Legal Research How to Find & Understand the Law, Nolo, Berkeley California, p. 24. Mukti Fajar MD dan Yulianto Achmad, 2007, Dualisme Penelitian Hukum, FH Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta, hlm. 37.
9
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
informasi tentang kekayaan intelektual masyarakat Bali yang terkait dengan PT dan EBT, seperti misalnya buku-buku yang menuliskan karya cerita atau dongeng masyarakat Bali serta buku-buku atau tulisan yang telah berhasil mendokumentasikan tentang keberadaan karya “Payas Bali”. 2.3
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan Data Sekunder dilakukan melalui tehnik Studi Kepustakaan (studi dokumen) serta studi perbandingan yaitu serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan menelaah, mengklasifikasikan, mengidentifikasikan, mengkaji, memotret dan melakukan scanning atas dokumen-dokumen PT dan EBT yang telah eksis, kemudian dilakukan pemahaman serta pengkajian terhadap data yang diperoleh. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dianalisis secara sistematis sebagai intisari hasil pengkajian studi dokumen yang dideskripsikan serta di-input dalam format pendokumentasian data base keberadaan kekayaan intelektual di bidang PT dan EBT sebagai sarana bukti kepemilikan hak atas HKI tradisional yang dimiliki di Bali. Teknik pengumpulan Data Primer, dilakukan melalui studi lapangan yaitu suatu cara untuk memperoleh data dengan cara terjun langsung ke lapangan melakukan wawancara (interview), dengan menggunakan pedoman wawancara, untuk mendapatkan data kualitatif berkaitan dengan keberadaan Dongeng atau Satue Bali serta Payas Bali dengan berbagai makna dan filosofi yang melatarbelakanginya.8 Instrumen penelitian 8
Ian Curry-Sumner et.al. mengemukakan bahwa umumnya socio-legal research ada tiga yaitu : the difference between the law in the books and the law in action, the inuence of broad social development on the law, and the eld of multi-culturalism and legal pluralism. Sehubungan dengan karakter tersebut ditekankan bahwa dalam penelitian hukum dewasa ini sangat jelas bahwa metode lain dibutuhkan daripada semata-mata hanya bertumpu pada legal research. Dalam socio-legal research tehnik interview dan observasi adalah sangat umum untuk diterapkan. Lihat Ian Curry-Sumner et.al. 2010, Research Skill Instruction for Lawyers, School of Law Utrecht University, the Netherlands, p. 7.
10
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
adalah peneliti sendiri, pedoman wawancara, alat perekam dan kamera. Sumber informasi berasal dari informan kunci dengan menggunakan teknik snow bowling. Selain itu, dalam penelitian ini juga digunakan teknik penyebaran kwesioner pada responden untuk memperoleh data sekunder guna menunjang data kualitatif. Instrumen penelitian adalah tenaga lapangan, kwesioner, serta kamera. Informan kunci dalam penelitian ini di antaranya para pemerhati karya seni budaya, tokoh-tokoh masyarakat adat, para penulis buku, Guru-Guru dan Dosen di bidang Adat dan masyarakat Bali yang mengetahui keberadaan Dongeng atau “Satue Bali”, “gending Bali”, dan “Payas Bali”. Berkaitan dengan Format Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional Bali maka dalam tahap penelitian dan pengumpulan data, hal-hal penting yang diteliti dan digali adalah data terkait Format Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional yang telah dibakukan dengan elemen-elemen : Jenis atau kelompok EBT, Nama EBT, Pemilik (Kustodian) EBT, Makna / Filosofis EBT, Historis Pemakaian EBT, Kekhususan EBT, Photo Dokumentasi menyiapkan dan melakukan pendokumentasian.9 2.4
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian kegiatan doumentasi PT dan EBT ini dilaksanakan di Provinsi Bali, yaitu dilakukan penelitian di Kabupaten Badung, Denpasar, Tabanan, Gianyar, Bangli, Kelungkung, Karangasem, dam Buleleng yang potensial memiliki karya-karya intelektual di bidang PT dan EBT, khususnya PT dan EBT di bidang Dongeng- Cerita Rakyat (Satue) Bali, Gending Bali, serta Payas Bali. 9
Format pendokumentasian tentang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional adalah format yang dipersyaratkan Dirjen HKI Jakarta untuk memenuhi persyaratan pendaftaran Hak sebagai tanda bukti kepemilikan suatu karya cipta. Arya Tenaya, Laporan Hasil Kunjungan Tim HKI Provinsi Bali, Denpasar, 2010.
11
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
2.5
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Tehnik pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini adalah diolah dan dianalisis secara kualitatif, kritis analitis, serta disajikan secara deskriptif analitis. Tahap analisis data merupakan satu tahapan yang penting dalam suatu proses penelitian dalam ranah socio legal research.
12
BAB III HAK CIPTA DALAM DIMENSI PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL MODERN DAN TRADISIONAL
3.1
Dimensi Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
C
ornish & Liewelyn mengemukakan jenis-jenis Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau types of Intellectual Property consist of : Patent, Copyright, Trade marks and names, Other Aspirants or other ideas information and “trade values”. Intellectual Property protects applications of ideas and information that are of commercial value.1 Menurut Cornish & Liewelyn, Hak Cipta atau Copyright adalah salah satu jenis dari karya-karya intelektual manusia yang mendapat perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, selain Paten, Merek dan beberapa jenis HKI lainnya. Richard A. Mann & Barry S. Roberts mengemukakan bahwa konsep Hak Kekayaan Intelektual 2 Intellectual Property is an economically signicant type of intangible personal property that includes trade secrets, trade symbols, copyrights, and patents. These interests are protected from infringement or unauthorized used by others Senada dengan pengertian yang dikemukakan oleh Richard A. Mann & Barry S. Roberts, McKeough Stewart mendifinisikan: 1 2
Cornish & Liewelyn, 2003, Intellectual Property: Patents, Copyright, Trade Marks and Allied Rights, Thomson Sweet & Maxwell, London, p.6-9. Richard A. Mann, Barry S. Roberts, 2005, Business Law And The Regulation of Business, Thomson South-Western West, USA, p 862.
13
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Intellectual Property is generic term for various rights or bundles of rights which the law accords for the protection of creative effort, or more especially, for the protection of economic investment in creative effort. Lebih lanjut, pemahaman tentang Hak Kekayaan Intelektual dapat diikuti melalui pendapat Henry R. Cheeseman, penstudi Amerika yang mengemukakan bahwa 3 Intellectual Property Rights have value to both business and individuals. Intellectual Property Rights, such as patents, copyrights, trademarks, trade secrets, trade name, and domain name are very valuable business assets. Federal and state laws protect intellectual property rights from misappropriation and infringement. Dalam perkembangan selanjutnya, khususnya dalam kerangka TRIPs Agreement, suatu perjanjian internasional di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang mana Indonesia sebagai salah satu negara anggotanya, telah disepakati lingkup pengaturan dari Hak Kekayaan Intelektual meliputi : Copyright and related rights, Trademarks, Geographical Indications, Industrial Design, Patents, Layout-designs (topographies) of integrated circuits, Protection of undisclosed information, control of anti-competitive practice in contractual licenses.4 Berkaitan dengan keikutsertaan Indonesia dalam penandatanganan TRIPs Agreement membawa konsekuensi bagi Indonesia untuk wajib mentaati standar internasional perlindungan Hak Kekayaan Intelektual tersebut. Kesungguhan Indonesia untuk ikut serta menegakkan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, termasuk di dalamnya Hak Cipta 3 4
Henry R. Cheeseman, 2003, Contemporary Business & E Commerce Law, Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey, USA, p.322. F Scott Kieff-Ralph Nack, 2008, International, United States and European Intellectual Property Selected Source Materials, Aspen Publisher, New York, p. 51
14
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
ditandai dengan telah diundangkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization, yang kemudian secara berturuturut telah dilakukan harmonisasi terhadap ketentuan hukum Hak Kekayaan Intelektual Indonesia yang sudah dimiliki oleh Indonesia, serta mengundangkan HKI lainnya yang sebelumnya belum diatur di Indonesia. Adapun perundang-undangan HKI di Indonesia pasca TRIPs Agreement terdiri dari : U.U. No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang, U.U. No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, U.U. No. 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, U.U. No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten, U.U. No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek, serta U.U. No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Perlindungan hukum atas karya-karya intelektual manusia tidak bisa dilepaskan dari konsep kekayaan intelektual (intellectual property) itu sendiri , yaitu yang mengacu pada kekayaan yang berasal dari kreatifitas intelektual manusia dalam berkarya dengan melahirkan karya-karya inovatif, baru, serta orisinal, maka akan terlahir hak-hak seperti hak ekonomi dan hak moral serta upaya perlindungan hukumnya bagi si pemilik, terutama jika karya-karya tersebut diganggu dan dimanfaatkan oleh pihak lain yang tidak berhak, dan tanpa seijin dari pemiliknya. Berkaitan dengan pentingnya perlindungan hukum atas karyakarya intelektual manusia, Hector Mac Queen mengemukakan bahwa.5: “A property paradigm implies a system of control to be exercised by the right holder, that is, control of the subject matter of his property rights. No one can take, use or otherwise interfere with the property without permission from the right holder”
5
Hector Mac Queen, Charlotte Waelde & Graeme Laurie, 2008, Contemporary Intellectual Property Law And Policy, Oxford University Press, New York, p.7.
15
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Nilai-nilai yang melandasi diberikannya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual kepada seseorang dalam konteks HKI modern adalah karena seseorang yang telah bersusah payah menuangkan segala kemampuan atau keahliannya untuk menciptakan sesuatu karya cipta maka sudah sewajarnya memperoleh hak milik alamiah atas jerih payahnya. Curahan jerih payah untuk berkarya sehingga menghasilkan karyakarya cipta yang bermanfaat (Labor Theory) melahirkan hak milik alamiah (the Natural Rights Theory), pandangan seperti itu berkaitan dengan pemikiran John Locke, yang mengemukakan bahwa hak atas properti lahir dan eksis karena adanya usaha dan pengorbanan waktu dan tenaga yang telah dikontribusikan serta diinvestasikan untuk menghasilkan properti tersebut. Oleh karena itu lahirlah hak yang melekat pada karya intelektual sebagai hasil investasi kreatif seseorang (Creative people have an inherent right to their intellectual property because of the labour they have invested in it).6 Pauline Newman mengemukakan, bahwa berdasarkan the Natural Right Theory, seorang pencipta mempunyai hak untuk mengontrol penggunaan dan keuntungan dari ide, bahkan sesudah ide itu diungkapkan kepada masyarakat.7 First Occupancy dan A Labor Justification merupakan dua unsur utama dalam teori tersebut di atas. First Occupancy menekankan bahwa seseorang yang mencipta atau menemukan sebuah temuan (invention) berhak secara moral terhadap penggunaan eksklusif dari invensi atau temuan tersebut. Sementara itu dari unsur A labor Justification dapat dipahami bahwa seseorang yang telah berupaya dalam mencipta dan menemukan hak kekayaan intelektual, menghasilkan invensi, seharusnya berhak atas hasil dari usahanya tersebut.8 Berlandaskan pada teori hukum alam,
6 7 8
Kinney & Lange PA, 1996, Intellectual Property Law for Business Lawyers, ST Paul Minn West Publishing Co, USA, p.3. Tomi Suryo Utomo, 2010, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global Sebuah Kajian Kontemporer, Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm. 10. Ibid.
16
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
pencipta memiliki hak eksklusif atas suatu hasil karya cipta, berhak mengawasi karya-karyanya, serta berhak untuk mendapat kompensasi yang adil atas sumbangan tenaga, dan fikiran untuk mewujudkan karya-karyanya kepada masyarakat.9 Selain teori-teori tersebut di atas, teori senada yang berkaitan dengan pentingnya memberikan perlindungan hukum terhadap karya-karya intelektual manusia juga dikemukakan oleh Robert M Sherwood sebagai berikut10 : a. Reward Theory : Pada intinya teori ini memberi pengakuan sertareward terhadap karya intelektual yang telah dihasilkan seseorang sehingga kepadanya diberikan penghargaan atas upaya-upaya kreatifnya dalam menemukan atau menciptakan karya-karya intelektual. b. Recovery Theory : Penemu, pencipta dan pendesain yang telah mengeluarkan waktu dan biaya serta tenaga dalam menghasilkan karya intelektualnya harus memperoleh kembali apa yang telah dikeluarkannya tersebut. c. Incentive Theory : Pengembangan kreatitas dengan memberikan insentif bagi para penemu atau pencipta dimana insentif perlu diberikan untuk mengupayakan lahirnya kegiatan-kegiatan penelitian yang berguna. d. Risk Theory : Hak Kekayaan Intelektual merupakan hasil dari suatu penelitian yang mengandung resiko, sehingga dengan demikian wajar untuk memberikan perlindungan hukum terhadap upaya atau kegiatan yang mengandung resiko tersebut. e. Economic Growth Stimulus Theory : Teori ini mengakui perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual merupakan suatu alat pembangunan ekonomi, yaitu suatu sistem perlindungan Hak Kekayaan Intelektual yang efektif. Robert M Sherwood dengan teori-teorinya tampaknya 9
Marshall Leaffer, 1998, Understanding Copyright Law, Mattew Bender & Co. Inc, New York, p. 508. 10 Ranti Fausa Mayana, 2004, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan Bebas, Grasindo, Jakarta, hlm. 46.
17
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
sangat menekankan pendekatan reward yang bermotif ekonomi sebagai aspirasi pada individu-individu yang telah menghasilkan suatu karya kreatif, serta sejalan dengan pemikiran John Locke dengan teori hukum alam atau hukum moralnya. Teori-teori tersebut gagasan dasarnya berangkat dari pemikiran bahwa suatu hak secara alami atau natural akan lahir pada suatu karya yang berasal dari hasil investasi individu. Berangkat dari pemikiran tersebut, maka kekayaan intelektual adalah hak individu yang dimiliki oleh orang atau pihak yang menghasilkan atau melahirkan karya tersebut (individual rights).11 3.2
Hak Cipta Dalam Dimensi HKI Modern
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), termasuk didalamnya Hak Cipta pada umumnya adalah berbasis individual rights, berbagai teori-teori menjadi landasan dari konsep individual rights . Konsep perlindungan seperti itu tampaknya teradopsi dalam pengaturan Hak Kekayaan Intelektual dalam berbagai undang-undang termasuk di dalamnya pengaturan dalam TRIPs Agreement. Perlindungan Hak Cipta yang berbasis Individual Rights terakomodasi dalam TRIPS Agreement, yang mengacu pada ketentuan Article 9 Relation to the Berne Convention, yaitu konvensi tertua di bidang Hak Cipta. Berne Convention pada intinya mengatur bahwa Members shall comply with Articles 1 through 21 of the Berne Convention (1971) and the Appendix.12 Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa perlindungan Hak Kekayaan Intelektual adalah bersifat eksklusif yang diberikan secara individual atas hasil karya yang diketahui siapa penciptanya. Konsep perlindungan individu seperti itu juga pada akhirnya teradopsi dalam Undang11 Ni Ketut Supasti Dharmawan, 2011, Hak Kekayaan Intelektual Dan Harmonisasi Hukum Global Rekonstruksi Pemikiran Terhadap Perlindungan Program Komputer, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, hlm.50. 12 F Scott Kieff-Ralph Nack, Op.Cit. p. 55.
18
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Undang Hak Cipta Indonesia sebagai bentuk harmonisasi hukum terhadap ketentuan TRIPs Agreement. Di Indonesia saat ini, karya cipta mendapat perlindungan hukum berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (selanjutnya disingkat U.U. No. 19 Tahun 2002). Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Penjelasan Pasal 2 Ayat (1) U.U. No. 19 tahun 2002 dapat diketahui bahwa hak eksklusif berarti hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Ini berarti, jika ada pihak lain yang bukan pencipta atau pemegang karya cipta ingin menggunakan atau memanfaatkan suatu karya cipta, pihak tersebut wajib mendapat izin dari pencipta atau pemegang karya cipta. Dalam dimensi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, yang acapkali juga disebut Hak Kekayaan Intelektual modern berbasis Individual Rights, pemberian izin sehubungan dengan pemanfaatan karya cipta umumnya diikuti dengan pembayaran royalty fee. Hak Cipta dalam dimensi perlindungan HKI yang berbasis individual right, di Indonesia secara eksplisit diatur berdasarkan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Objek perlindungannya adalah ciptaan, yaitu hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra. Berdasarkan ketentuan Pasal 12 U.U. No. 19 Tahun 2002 ciptaan yang dilindungi mencakup: a. Buku, Program Komputer, Pamet, Perwajahan (Lay Out), Karya Tulis yang diterbitkan, dan semua hasil katya tulis lain.
19
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
b. c. d. e. f.
g. h. i. j. k. l.
Ceramah, kuliah pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan Lagu atau musik dengan atau tanpa teks Drama atau drama musikal, tari, koreogra, pewayangan , dan pantomin Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligra, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan Arsitektur Peta Seni Batik Fotogra Sinematogra Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, data base, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta, berbagai jenis ciptaan mendapat perlindungan individu dalam bentuk perolehan Hak Cipta bagi penciptanya yang telah berhasil melahirkan karya-karya intelektual dalam bentuk nyata (fixation) bukan berupa ide semata, bersifat asli (orisinil) serta berbentuk khas (bersifat pribadi). Dengan dipenuhinya syarat perlindungan Hak Cipta seperti tersebut di atas, maka secara otomatis lahir Hak Cipta.13 Pencipta, bisa seseorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama atas inspirasinya serta berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, keterampilan atau keahlianya mampu melahirkan suatu ciptaan yang orisinil. Oleh karena kemampuannya menghasilkan karya yang asli tersebut, pencipta berhak mendapat perlindungan hukum dalam bentuk perolehan Hak Cipta. 13 Tomi Suryo Utomo, Op. Cit., hlm. 76.
20
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Pasal 2 Ayat (1) U.U. No. 19 Tahun 2002 mengatur bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku14. Secara umum berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 1 Ayat (3) serta Pasal 12 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dapat dikemukakan bahwa perlindungan Hak Cipta adalah bersifat individual (Individual Right) dan dimiliki oleh perorangan. 3.3
Hak Cipta Tradisional
Dalam
Dimensi
Perlindungan
HKI
Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia selain mengatur perlindungan atas karya cipta secara individual, juga memberi ruang terhadap pengaturan dan perlindungan terhadap karya yang dimiliki secara komunal, dalam konteks ini penciptanya bukanlah seseorang secara individual, melainkan yang dianggap sebagai pencipta atau lebih tepatnya sebagai pemilik karya tersebut adalah masyarakat yang memelihara dan mengembangkan karya -karya tersebut. Berkaitan dengan keberadaan karya-karya komunal, penciptanya bahkan tidak diketahui, oleh karenanya karya-karya seperti itu acapkali dikenal dan dikelompokkan sebagai karya yang mendapatkan perlindungan dalam ranah Hak Kekayaan Intelektual Tradisional. Keberadaan perlindungan hukum atas karya cipta yang berbasis komunal dapat dicermati pengaturannya pada Bagian Menimbang huruf (a) U.U. Hak Cipta yang menentukan bahwa “Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnik /
14 Rooseno Harjowidogdo, 2005, Perjanjian Lisensi Hak Cipta Musik, Perum Percetakan Negara RI, Jakarta, hlm. 31.
21
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang memerlukan perlindungan Hak Cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut di atas.” Berdasarkan ketentuan itu, dapat dicermati bahwa karya-karya cipta yang mendapat perlindungan di Indonesia tidak hanya karya-karya yang lahir secara individual atau yang bersifat individual saja, melainkan juga karya - karya dalam konteks “Pengetahuan Tradisional” (Traditional Knowledge) serta Ekspresi Budaya Tradisional (EBT). Lebih lanjut pengaturan tentang karya cipta yang berbasis tradisional diatur dalam ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta. Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta dapat diketahui bahwa negara adalah pemegang Hak Cipta atas ciptaan yang tidak diketahui penciptanya. Ciptaan yang tidak diketahui penciptanya dalam konteks Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta mencakup karya peninggalan prasejarah, sejarah, benda budaya serta Hak Cipta atas folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya. Suatu jenis karya cipta tertentu, tidak selalu mudah dapat diitentifikasi apakah karya tersebut berada dalam dimensi perlindungan HKI yang berbasis individual right ataukah karya tersebut berbasis HKI tradisional-komunal. Seperti misalnya, karya seni dan ekspresi budaya tradisional “Batik”, perlindungan HKI-nya bisa berada pada HKI modern yaitu berdasarkan Pasal 12 U.U. No. 19 Tahun 2002 terutama jika penciptanya diketahui dan merupakan ciptaan orisinal yang dihasilkan secara nyata oleh penciptanya. Namun, bagi karya-karya “Batik” yang sudah ada sejak zaman dahulu, yang mana motif dan coraknya sudah diwarisi dari leluhur dan tidak diketahui siapa penciptanya, maka seni “Batik Tradisional” tersebut termasuk dalam lingkup Traditional Knowledge yang kepemilikannya bersifat kolektif dan
22
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
komunal.15 Sehubungan dengan Traditional Knowledge atau Pengetahuan Tradisional (PT), tampaknya belum semua masyarakat mengetahui bahwa PT yang mereka ketahui, miliki, dan mereka kembangkan, ternyata memiliki nilai ekonomis dan mendapat perlindungan hukum HKI, khususnya dalam rezim HKI tradisional sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 10 U.U. No. 19 Tahun 2002. Masyarakat masih relatif banyak belum memahami konsep HKI di bidang Pengetahuan Tradisional ini.16 Namun demikian, sejak Indonesia masuk dalam keanggotaan WTO-TRIPs Agreement serta seiring dengan perjalanan waktu dan dilakukannya pembenahan terhadap penegakan hukum Hak Cipta , perlindungan hukum terhadap Hak Cipta sudah menunjukkan peningkatan terutama perlindungan hukum dalam konteks Hak Cipta yang dimiliki oleh perorangan sebagaimana diatur melalui ketentuan Pasal 12 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Negara-Negara Berkembang yang banyak memiliki karyakarya tradisional dengan nilai budaya serta nilai ekonomi yang tinggi namun tidak mengetahui penciptanya, dalam perkembangannya, secara terus menerus memperjuangkan upaya-upaya terhadap perlindungan HKI Tradisional17. Rezim HKI Tradisional terdiri dari : a. Sumber Daya Genetik (Genetic Resources), b. Pengetahuan Tradisional (TK) (Traditional Knowledge) dan c. Ekspresi Kebudayaan Tradisional (EBT) yang juga sering disebut Folklore. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa di Indonesia, jenis HKI tradisional diindungi berdasarkan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta yang mengatur sebagai 15 Afrillyanna Purba Gazalba Saleh dan Andriana Krisnawati, 2005, TRIPS-WTO & Hukum HKI Indonesia Kajian Perlindungan Hak Cipta Seni Batik Tradisional Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 11 16 Agus Sardjono, 2006, Hak Kekayaan Intelektual Dan Pengetahuan Tradisional, Alumni, Bandung, hlm 113. 17 Adrian Sutedi, 2009, Hak AtasKekayaan Intelektual, Sinar Graka, Jakarta, hlm. 172.
23
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
berikut: (1) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya. (2) Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita rakyat, hikayat, dogeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreogra, tarian, kaligra dan karya seni lainnya (3) Untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tersebut pada Ayat (2), orang yang bukan Warga Negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah. Berkaitan dengan ketetuan Pasal 10 (4) tersebut di atas, ternyata sampai sekarang Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang PT dan EBT di Indonesia belum diterbitkan. Perlindungan HKI atas PT dan EBT sesungguhnya lahir sebagai reaksi terhadap sistem hukum perlindungan HKI modern yang tidak memadai. Karakteristik hukum HKI modern memberikan perlindungan kepada karya-karya baru yang bersifat individual dan identitas penciptanya jelas, serta jangka waktu perlindungannya dibatasi. Karakteristik tersebut berbeda dengan PT dan EBT yang sudah ada sejak lama, penciptanya tidak jelas dan kepemilikannya bersifat komunal serta jangka waktu perlindungannya sulit untuk dibatasi karena suatu PT dan EBT sangat erat kaitannya dengan jati diri komunitas atau masyarakat tradisional yang memilikinya.18 Secara eksplisit penegasan pengaturan tentang karya18 Basuki Antariksa, 2011, Peluang Dan Tantangan Perlindungan Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional, Makalah dalam acara Konsinyering Pencatatan Warisan Budaya Takbenda (WBTB)Indonesia, Jakarta, hlm. 5.
24
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
karya tradisional seperti dongeng atau cerita rakyat mendapat perlindungan HKI tradisional berdasarkan Penjelasan Pasal 10 Ayat (2) U.U. No. 19 Tahun 2002, yang pada intinya menyebutnya dengan istilah foklor, yaitu sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh sekelompok maupun perorangan dalam masyarakat yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun termasuk: a. cerita rakyat, puisi rakyat b. lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional c. tari-tarian rakyat, permainan tradisional d. hasil seni antara lain berupa : lukisan, gambar, ukir-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional. Pengaturan tentang HKI tradisional sampai saat sekarang memang belum memadai dan belum setegas pengaturan HKI modern, seperti misalnya ketentuan Pasal 10 (3) U.U. No. 19 Tahun 2002 yang tidak mudah untuk diimplementasikan dalam prakteknya, karena jika ada pihak yang bukan WNI mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tradisional, dipersyaratkan pihak asing tersebut harus terebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut”. Pertanyaannya adalah siapa yang diberi kewenangan sebagai instansi terkait. Meskipun Undang-Undang belum mampu mengatur secara tegas tentang keberadaan karya-karya tradisional yang berbasis komunal tersebut, namun perlindungan terhadap karya-karya tradisional patut untuk diperjuangkan oleh Indonesia baik di level nasional maupun internasional secara berkelanjutan, mengingat Indonesia banyak memiliki karya-karya tradisional yang patut untuk dilindungi keberadaannya. Dalam perkembangannya, perlindungan pengetahuan tradisional termasuk di dalamnya Genetic Resources mulai banyak diperjuangkan baik di level nasional maupun internasional.
25
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Prihal Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional termasuk di dalamnya Genetic Resources, mulai banyak dikaji seperti misalnya di The World Intellectual Property Organization (WIPO) yang berkedudukan di Jenewa. Dalam konteks ini, negara Swiss telah memberikan mandat kepada anggotanya untuk membahas foklore, traditional knowledge, serta genetic resources di forum internasional.19 Berbagai instrumen internasional serta forum-forum internasional dapat dicermati telah mengatur perlindungan terhadap HKI tradisional di antaranya : WIPO, CBD 1992, IGC GRTKF dan Like-Minded Countries (LMCs) meetings. Beberapa negara seperti Indonesia dan Afrika Selatan sesungguhnya secara terus menerus telah memperjuangkan perlindungan terhadap pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional. Selain berbagai instrumen hukum seperti tersebut di atas yang memang secara langsung dimaksudkan untuk memberi perlindungan terhadap HKI tradisional yang berbasis nilainilai budaya, berbagai piranti hukum lainnya juga dapat diacu sebagai landasan hukum tentang keberadaan karya-karya cipta tradisional, seperti Undang-Undang kepariwisataan, UndangUndang Cagar Budaya, termasuk di dalamnya Konstitusi Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Pengaturan tentang karya-karya tradisional beserta hakhaknya dalam Undang-Undang Dasar 1945 dapat dicermati dalam beberapa Pasal sebagai berikut: Pasal 18 B Ayat (2) UndangUndang Dasar 1945 Amandemen II, yang menyatakan “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam UndangUndang”. Lebih lanjut Pasal 28 I Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan “Identitas budaya dan hak masyarakat 19
Agus Candra, 2009, Perlindungan Pengetahuan Tradisional, com/2009/09/15/perlindungan-pengetahuan-tradisional/
26
http://umum.kompasiana.
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”. Konstitusi juga secara tegas mengatur tentang kebebasan masyarakat melestarikan dan mengembangkan bilai-nilai budaya tersebut, artinya dalam perkembangan dunia globalpun niai-nilai budaya diberi ruang untuk berkembang sesuai dengan tradisinya. Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 mengatur “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dalam mengembangkan nilai-nilai budayanya” Keberadaan pengetahuan tradisional dan karya-karya ekspresi budaya tradisional seringkali menjadi salah satu daya tarik dalam suatu kegiatan kepariwisataan. Sehubungan dengan hal tersebut, ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang kepariwisataan juga tampak mengatur perlindungan dan pengakuan terhadap hak dan karya-karya yang berbasis tradisional dan budaya lokal tersebut. Pengaturannya tidak hanya di level nasional bahkan juga di level internasional. Dalam Article 1 Global Code of Ethics for Tourism, the UN World Tourism Organization diatur bahwa: 20 • The understanding and promotion of the ethical values common for humanity, with an attitude of tolerance and respect for the diversity of religious, philosophical and moral beliefs, are both the foundation and the consequence of responsible tourism, stakeholders in tourism development and tourist themselves should observe the social and cultural traditions and practice of all peoples, including those of minorities and indigenous peoples and to recognize their worth • Tourism activities should be conducted in harmony with the attributes and traditions of the host regions and countries and in respect for their laws, practices and customs. Selain dalam ketentuan Article 1 sebagaimana tersebut di 20
UNWTO, Global Code of Ethics for Tourism, Madrid-Spain, p. 7.
27
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
atas, pengakuan dan perlindungan yang terkait dengan warisan budaya dan dan hal-hal yang berkaitan dengan tradisi juga diatur berdasarkan ketentuan Aricle 4 the Global Code of Ethics, UNWTO “Tourism, a use of the cultural heritage of mankind and a contributor to its enhancement” : 21 • Tourism resources belong to the common heritage of mankind: the communities in whose territories they are situated have particular rights and obligations to them • To the to preserving and upgrading monuments, shrines and museums as well tourism policies and activities should be conducted with respect for the artistic, archaeological and cultural heritage, which they should protect and pass on to future generations: particular care should be devoted to preserving and upgrading monuments, shrines and museums as well as archaeological and historic sites which must be widely open to tourist visits, encouragement should be given to public access to privately-owned cultural property and monuments, with respect for the rights of their owners, as well as to religious buildings, without prejudice to normal needs of worship. Dalam dimensi kepariwisataan nasional, perlindungan terhadap karya seni dan ekspresi budaya tradisional dapat dicermati pengaturannya pada Bagian Menimbang huruf a, huruf c dari Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Secara lebih detail Bagian Menimbang huruf a. UndangUndang No. 10 Tahun 2009 mengatur bahwa: keadaan alam, ora, dan fauna, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni, dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal pembangunan 21
Ibid. p. 11
28
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahtraan rakyat sebagaimana terkandung dalam Pancasila dan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945. Lebih lanjut keberadaan nilai-nilai serta seni budaya yang hidup dan berkembang di masyarakat ditegaskan perlindungannya melalui ketentuan pada Bagian Menimbang huruf c. Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 yaitu bahwa: Kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional. Perlindungan hukum yang berkaitan dengan kebudayaan serta karya-karya folklor atau ekspresi budaya tradisional pengaturannya selain tercermin pada Bagian Menimbang, juga dapat dicermati dalam Pasal-Pasal Undang-Undang kepariwisataan yaitu: Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 12, Pasal 25, serta Pasal 26 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan22. Perlindungan terhadap karya ekspresi budaya tradisional, khususnya yang keberadaannya melampaui waktu 50 tahun kiranya aspek perlindungannya dapat dikaitkan dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Keterhubungan antara karya ekspresi budaya tradisional dengan Undang-Undang Cagar Budaya karena salah satu wujud dari cagar budaya adalah benda. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 U.U. No. 11 Tahun 2010 ditentukan bahwa Cagar Budaya 22
Baca Undang-Undang No. 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
29
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya serta Kawasan Cagar Budaya. Berkaitan dengan Benda Cagar Budaya termasuk di dalamnya adalah benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak. Dalam konteks inilah karya-karya ekspresi budaya tradisional termasuk karya seni bisa mendapat perlindungan sebagai benda Cagar Budaya terutama jika kreteria keberadaannya sudah terpenuhi yaitu telah berusia 50 tahun. Undang-Undang Cagar Budaya mengatur tentang pelestarian, perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, serta pengamanan terhadap Cagar Budaya termasuk di dalamnya dalam wujud Benda Cagar Budaya buatan manusia yang lahir dari citra, rasa dan karya manusia. Undang-Undang Cagar Budaya secara tegas mengatur prihal kepemilikan benda Cagar Budaya, yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 12 U.U. No. 11 Tahun 2010 dapat diketahui bahwa kepemilikan Benda Cagar Budaya dapat diperoleh melalui proses pewarisan, hibah, tukar-menukar, hadiah, pembelian, putusan atau penetapan pengadilan, kecuali yang dikuasai oleh Negara. Penelitian memegang peranan penting dalam rangka pelestarian dan perlindungan terhadap keberadaan Benda Cagar Budaya, termasuk benda-benda yang keberadaannya bersumber dari buatan manusia, yaitu sebagai ekspresi budaya tradisional (EBT).23 Berkaitan dengan keberadaan karya EBT atau foklor , untuk kepastian perlindungan hukumnya membutuhkan dokumendokumen untuk membuktikan kepemilikan dan keberadaan hak atas karya tersebut. Berkaitan dengan perlindungan tersebut, Budi Antariksa mengemukakan berbagai usaha yang dapat dilakukan24:
23 Lihat lebih lanjut Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya 24 Basuki Antariksa, Op.Cit., hlm. 7-8.
30
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
(1) (2) (3) (4)
Melakukan pendokumentasian atau pencatatan mengenai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), format UNESCO. Melestarikan, mengembangkan serta mempromosikan WBTB. Pemberian akses secara selektif terhadap PT dan EBT. Penelitian untuk menjawab List of Core Issues.
Pelestarian dan pengembangan karya-karya tradisional yang dimiliki bangsa Indonesia menjadi semakin penting untuk ditegakkan perlindungannya, karena selain karya tersebut merupakan warisan budaya luhur bangsa Indonesia yang berbasis kearifan lokal, juga karena karya tersebut dari sudut pandang rezim Hak Kekayaan Intelektual ternyata memiliki potensi ekonomi. Karya-karya tradisional yang memiliki potensi ekonomi meliputi 25: (1) Ungkapan seni musik (vokal, instrumen, gabungan : baik untuk mandiri maupun terkait dengan tari atau teater) (2) Ungkapan seni tari (3) Ungkapan seni teater (termasuk pertunjukan wayang) (4) Ungkapan seni rupa (gras, lukis, patung, serta gabungangabungan daripadanya, termasuk boneka wayang) (5) Ungkapan seni sastra (dalam berbagai format, baik lisan maupun tertulis) (6) Upacara adat (baik berkenaan dengan daur hidup manusi maupun dengan siklus alam semesta), termasuk didalamnya pembuatan dan penyajian alat dan bahan yang digunakan dalam upacara.
Dalam ketentuan hukum positif yang sekarang berlaku di Indonesia, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya 25 RUU Folklor, http://www.bphn.go.id/data/documents/na_ruu_tentang_folklor.pdf, diakses 10 Oktober 2012
31
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
perlindungan Pengetahuan Tradisional serta Ekspresi Budaya tradisional seperti folklor berada dalam lingkup ketentuan Hak Cipta, oleh karena itu sistem perlindungannyapun tunduk pada ketentuan hukum Hak Cipta, yaitu yang menganut sistem
penting untuk dilakukan sebagai sarana pembuktian kepemilikan maka dibutuhkan piranti lain yang dapat dipergunakan sebagai bukti tentang adanya kepemilikan hak atas karya tradisional tersebut, salah satunya adalah tersedianya “data base” serta adanya sarana pendokumentasian. Dengan demikian keberadaan data base sebagai sarana pendokumentasian menjadi sangat penting untuk terus diperjuangkan keberadaannya. Dengan mempertimbangkan bahwa U.U. Hak Cipta yang eksis sekarang ini di Indonesia belum mampu memberi perlindungan secara maksimal kepada karya-karya tradisional, maka ke depannya sangat dibutuhkan adanya pengaturan yang bersifat sui generis, yang secara eksplisit nantinya diharapkan memang khusus mengatur tentang perlindungan karya-karya tradisional serta mekanisme penegakan hukumnya. Dalam perkembangannya karena dipandang diperlukan ada pengaturanpengaturan yang lebih mempertegas keberadaan perlindungan terhadap pengetahuan tradisional, tampaknya berbagai RUU (Rancangan Undang-Undang) seperti RUU Tentang Pengakuan Dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat serta RUU yang secara sui generis mengatur Perlindungan tentang Pengetahuan Tradisional yaitu RUU tentang Perlindungan Dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya tradisional (RUU PTEBT) telah dirancang sebagai bukti kesungguhan Indonesia dalam menangani bidang ni. Dalam RUU Tentang Pengakuan Dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat, khususnya pada Pasal 15 (3)
32
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
mengemukakan bahwa masyarakat hukum adat memiliki hak untuk menjaga, mengendalikan, melindungi dan mengembangkan pengetahuan tradisional dan kekayaan intelektual serta praktikpraktiknya seperti teknologi, budi daya, benih, obat-obatan, desain, permainan tradisional, seni pertunjukkan, seni visual, serta kesusastraan. RUU tersebut nampaknya mempertegas kepemilikan hak dari masyarakat atas kekayaan intelektual yang bersumber dari pengetahuan tradisional. Kebutuhan tentang keberadaan suatu ketentuan hukum yang secara sui genris mengatur prihal Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional tampaknya memang sangat urgent, mengingat Indonesia memiliki aneka ragam etnik dan suku bangsa yang sangat kaya dengan karya karya intelektual yang berasal dari warisan budaya tradisional yang mengandung potensi ekonomi. Dalam RUU Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional (RUU PTEBT), khususnya melalui Pasal 1 (1) dirumuskan Pengetahuan Tradisional adalah karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu. Sementara itu Ekspresi Budaya Tradisional dirumuskan sebagai karya intelektual dalam bidang seni, termasuk ekspresi sastra yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas masyarakat terentu. Dalam RUU PT EBT dibedakan antara Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. Adapun yang termasuk dalam kategori Ekspresi Budaya Tradisional adalah hanya karya intelektual di bidang seni yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional. Sementara itu mengenai Ekspresi Budaya Tradisional secara lebih detail dirancang pengaturannya dalam ketentuan Pasal 2 (3) RUU Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional
33
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dan Ekspresi Budaya Tradisional. Berdasarkan ketentuan tersebut dikemukakan bahwa Ekspresi Budaya Tradisional yang dilindungi mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi berikut ini : a. verbal tekstual, baik lisan maupun tulisan, yang berbentuk prosa maupun puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa karya susastra ataupun narasi informatif; b. musik, mencakup antara lain: vokal, instrumental atau kombinasinya; c. gerak, mencakup antara lain: tarian, bela diri, dan permainan; d. teater, mencakup antara lain: pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat; e. seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, keramik, kertas, tekstil, dan lainlain atau kombinasinya; dan f. upacara adat, yang juga mencakup pembuatan alat dan bahan serta penyajiannya. Dalam RUU PT EBT, jika dicermati tampaknya telah memberi solusi terhadap kelemahan yang ada dalam pengaturan Pasal 10 U.U. Hak Cipta yang sulit dan menimbulkan banyak perdebatan dalam pengimplementasianya. Dalam RUU ini diatur lebih lanjut bahwa dalam hal Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional ingin dimanfaatkan (di luar konteks tradisi) oleh pihak orang asing, badan hukum asing, atau badan hukum Indonesia penanaman modal asing wajib memperoleh izin dan membuat perjanjian pemanfaatan dengan Kustodian Pengetahuan Tradisional dan atau Ekspresi Budaya Tradisinal. Dalam RUU ini sudah lebih rinci diatur bahwa pemiliknya adalah Kustodian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional.
34
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Kustodian dalam konteks RUU PT EBT adalah komunitas atau masyarakat tradisional yang memelihara dan mengembangkan pengetahuan Tradisional dan / atau Ekspresi Budaya Tradisional secara tradisional dan komunal. Pasal 4 RUU ini mengatur tentang jangka waktu perlindungan yang menentukan bahwa perlindungan kekayaan intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional diberikan selama masih dipelihara oleh Kustodiannya. Mencermati bunyi ketentuan Pasal 4 RUU ini, menjadi sangat penting suatu masyarakat tertentu terus tetap menjaga dan memelihara serta menggunakan karya-karya intelektual tradisionalnya yang dimilikinya. Seperti misalnya, seni Dongeng atau Legenda sebagai perwujudan karya susastra agar terus mendapat perlindungan sangat penting untuk senantiasa diwariskan, dikembangkan serta dilestarikan dan digunakan. Jika suatu karya sudah tidak dipelihara dan dikembangkan, maka itu berarti perlindungannya bisa akan berakhir. Jadi warisan turun temurun dan terus dipelihara serta dipergunakan memegang peranan penting untuk tetap mendapat perlindungan. Keberadaan Pengetahuan Tradisional serta Ekspresi Budaya Tradisional yang dimiliki oleh kustodian atau masyarakat tertentu menurut RUU Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (RUU PTEBT) wajib didokumentasikan dan didata sebagai informasi keberadaannya serta sebagai tanda bukti kepemilikan. Pihak-pihak yang wajib melakukan pendokumentasian adalah Menteri, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian serta pihak lainnya yang berkepentingan. Namun sayang RUU ini tidak mempertegas Menteri yang mana yang bertugas melakukan pendokumentasian. Seharusnya RUU ini sudah mengatur dengan jelas instansi atau kementerian mana yang ditugaskan untuk melakukan dokumentasi dan menyusun data base atas PTEBT Indonesia. Pengaturan yang jelas sejak awal akan dapat mempersiapkan institusi atau kementerian yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas pendokmentasian khususnya pada saau RUU PTEBT ini sudah diundangkan dan
35
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
dilaksanakan.26 Perlindungan hukum terhadap Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional sudah diatur secara lebih detail dalam RUU PTEBT terutama yang berkaitan dengan pembagian hasil pemanfaatan (Benefit Sharing). Dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, meskipun sudah diatur perlindungan mengenai pengetahuan tradisional dan folklor, namun tidak mengatur prihal Benefit Sharing. Berkaitan dengan Benefit Sharing, Pasal 14 RUU PTEBT menentukan: (1) Pihak yang melakukan pemnfaatan wajib membagi sebagian dari hasil pemanfaatan kepada Kustodian pengetahuan tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (2) Pebagian hasil pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kesepakatan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian hasil pemanfaatan diatur dengan Peraturan Pemerintah Dengan mencermati adanya pengaturan tentang hak benefit sharing bagi Kustodian pemilik Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional, maka penting sekali melakukan proses pendokumentasian kepemilikan PTEBT secara teliti, terutama keberadaan PTEBT di wilayah Kustodian yang berhimpitan untuk menghindari perselisihan tentang pengklaiman hak atas PTEBT.
26 Afah Kusumandara, 2011, Pemeliharaan Dan Pelestarian Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional Indonesia : Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan nonHak Kekayaan Intelektual, Jurnal Hukum No. 1 Vol 18, http://law.uii.ac.id/images/stories/ Jurnal%20Hukum2012 , hal.28, diakses 12 Oktober 2012.
36
BAB IV PERLINDUNGAN DAN PENDOKUMENTASIAN KARYA TRADISIONAL PAYAS, DONGENG, DAN GENDING BALI
4.1.
Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Hak Kekayaan Intelektual Bidang Pengetahuan Tradisional Dongeng Serta Payas Bali
S
ebagaimana diketahui bahwa hasil ekspresi budaya tradisional dalam dimensi Hak Cipta mendapat perlindungan dalam kategori ”Pengetahuan Tradisional (Tradisional Knowledge)” berdasarkan ketentuan Pasal 10 UndangUndang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (UUHC), yang mengatur bahwa : (1) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya. (2) Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreogra, tarian, kaligra, dan karya seni lainnya. (3) Untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksu dalam Pasal ini, diatur dengan peraturan Pemerintah.
37
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Penegasan tentang apa sesungguhnya yang dapat dikategorikan sebagai Folklor serta bagaimana melindunginya, penjelasan pasal 10 Ayat (2) mengemukakan sebagai berikut1: Dalam rangka melindungi folklor dan hasil kebudayaan rakyat lain, Pemerintah dapat mencegah adanya monopoli dan komersialisasi serta tindakan yang merusak atau pemanfaatan komersial tanpa seizin negara Republik Indonesia sebagai pemegang Hak Cipta. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari tindakan pihak asing yang dapat merusak nilai kebudayaan tersebut. Folklor adalah sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapka atau diikuti secara turuntemurun termasuk : a. Cerita rakyat, puisi rakyat b. Lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional c. Tari-tarian rakyat, permainan tradisional d. Hasil seni antara lain berupa: lukisan, gambar, ukiranukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional. Berdasarkan pemahaman dari folklor tersebut di atas sesunguhnya obyek kajian dari folklor relatif luas. Folklor dalam RUU Perlindungan Dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional (RUU PTEBT) dikenal dengan istilah Ekspresi Budaya Tradisional (EBT). Dalam RUU ini, cakupan EBT tampaknya lebih luas jika dibandingkan dengan yang diatur dalam Pasal 10 (2) U.U. No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Dalam RUU PTEBT bidang yang dilindungi selain ”karya-karya seni yang dikembangkan dan dipelihara dalam lingkup tradisi”, juga EBT melindungi ”upacara adat yang mencakup pembuatan alat dan bahan serta 1
Penjelasan Pasal 10 Ayat(2) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
38
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
penyajiannya.” Dalam studi ini, sebagai tahap awal hanya berfokus pada kajian folklor dalam bidang Cerita Rakyat (di Bali dikenal dengan sebutan Satue) dan Pakaian Tradisional ( dalam kategori Payas Bali). Sistem perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada umumnya menganut ”First to File System”, yaitu sistem
kali yang mendapat perlindungan hukum. Hak kepemilikan atas
adalah Merek, Paten, serta Desain Industri sebagaimana diatur dalam U.U. No. 15 tahun 2001 tentang Merek, U.U. No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten, serta U.U. No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. Sebaliknnya, jenis HKI yang berkaitan dengan Hak Cipta menganut sistem perlindungan otomatis (Automatically Protection kewajiban untuk mendapatkan perlindungan hukum. Berkaitan dengan perlindungan secara otomatis dalam rezim hukum Hak Cipta ditentukan bahwa begitu ide-ide untuk menghasilkan karya cipta terwujud serta terekspresikan dalam bentuk wujud karya nyata, maka pada saat itu karya tersebut sudah mendapatkan perlindungan Hak Cipta, dan pencipta memperoleh hak eksklusif atas karyanya. Secara lebih tegas sistem perlindungan otomatis ini dapat diketahui melalui ketentuan Pasal 2 (1) U.U. Hak Cipta yang mengatur ”Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku”. Dalam tataran praktek, yaitu dalam implementasinya model perlindungan yang menganut sistem otomatis ini tidak
39
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
selalu mudah, seringkali timbul persoalan-persoalan terkait pembuktian hak dan kepastian hukum. Dalam kontek HKI yang First to File System), pembuktian kepemilikan hak jauh lebih mudah Hak Merek. Sehubungan dengan keadaan tersebut, UndangHak Cipta melalui ketentuan Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 baik terhadap Hak Cipta yang dimiliki oleh individual maupun masyarakat (Negara) . Namun demikian Undang-Undang Hak Cipta ini menegaskan lagi keberadaan perlindungan secara otomatis melalui ketentuan Pasal 35 (4) U.U. Hak Cipta yang
kembali tersirat dalam ketentuan Pasal 36 U.U. Hak Cipta yang tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud,
dalam kontek Pengetahuan Tradisional dan Folklor memang bukan merupakan kewajiban hukum. Namun demikian, sangat
untuk membuktikan adanya kepemilikan hak, meskipun masih memerlukan proses pembuktian lebih lanjut. Dalam RUU PTEBT, meskipun tidak diatur mengenai kewajiban untuk sarana keberadaan PTEBT bahkan diatur sebagai kewajiban hukum. Dalam RUU ini yang wajib melakukan pendataan dan pendokumentasian mengenai Pengetahuan Tradisional dan ekspresi Budaya Tradisional adalah Menteri yang menangani urusan tersebut. Selain Menteri, RUU ini juga secara tegas mengatur bahwa pendataan dan pendokumentasian Pengetahuan Tradisional
40
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
dan Ekspresi Budaya Tradisional juga diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan pihak lain yang berkepentingan. Berdasarkan ketentuan tersebut, semakin menguatkan pentingnya terus-menerus Perguruan Tinggi turut melakukan penelitian, pendataan dan pendokumentasian karakarya PTEBT. Berdasarkan Penjelasan Pasal 5 (1) RUU PTEBT, tujuan dari pendataan dan pendokumentasian adalah untuk memberikan informasi tentang PT-EBT yang ada pada masyarakat-masyarakat adat di seluruh Indonesia, sehingga data tersebut dapat dipergunakan sebagai referensi tentang apa saja yang perlu mendapat perlindungan sesuai dengan kekayaan yang ada pada masyarakat tersebut. termasuk dalam bidang PTEBT sebagimana diatur daam Pasal 5 RUU PTEBT, dalam tataran implementasinya di Bali, khususnya yang berkaitan dengan karya cipta-ekspresi budaya tradisional kategori Cerita Rakyat /Dongeng (Satue) dan Pakaian Tradisional (Pepayasan Bali ), hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat pemilik karya-karya tradisional tersebut belum semuanya memahami perlindungan hukum terhadap karya-karya tradisional yang mereka miliki, termasuk juga belum semuanya memahami pentingnya mendokumentasikan karya-karya-ekspresi budaya tradisional tersebut dalam konteks perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Berdasarkan analisis data kualitatif, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dominan dari responden mengemukakan bahwa mereka tidak mengetahui dan tidak mengerti adanya perlindungan HKI dalam kategori Hak Cipta atas ”Satue Bali ” yang mereka pernah dongengkan atau mereka pernah mendengar ”Satuenya” maupun karya-karya ”Payas Bali” yang mereka menggunakannya untuk upacara adat maupun keagamaan.2 Hanya beberapa informan 2
Data bersumber dari seluruh responden berbagai lapisan masyarakat di Kabupaten Badung,
41
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
dan responden yang mengetahui bahwa folklor sebagai ekspresi budaya tradisional mendapat perlindungan hukum dalam dimensi Hak Kekayaan Intelektual. Salah satu responden, yang juga budayawan Bali yang memahami dengan pasti tentang adanya perlindungan hukum atas karya-karya ekspresi budaya tradisional adalah Made Taro, seorang budayawan Bali, penulis cerita dongeng , penulis serta pelestari permainan rakyat tradisional Bali bagi anak-anak. Made Taro secara berkelanjutan terus menginformasikan karya-karya ekspresi budaya tradisional seperti Dogeng melalui buku-buku yang ditulisnya. Dalam tataran implementasinya dapat dikemukakan bahwa sudah mulai ada beberapa penulis yang telah mempublikasikan dalam bentuk ”Buku” keberadaan hasil karya ekpresi budaya tradisional seperti ”Satue”, dan ”Pepayasan” yang sesungguhnya selama ini sudah ada secara turun temurun pada masyarakat Bali sejak dari zaman dahulu, meskipun sesungguhnya para penulis tersebut belum sepenuhnya mengkaitkannya dengan ranah perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Made Taro, salah satu penekun, pemerhati dan penulis, pencipta dan seniman yang banyak menghasilkan publikasi mengenai hasil ekspresi budaya tradisional di bidang ”Cerita Rakyat Bali (Satue) dan ”Lagu Rakyat Bali (Gending)” serta ”Permainan Tradisional Bali.” Sebagai salah satu wujud pengembangan tradisi budaya Bali, khususnya tradisi Dongeng, Made Taro telah mengembangkan dan melestarikan karya dongeng melalui bentuk permainan anak-anak sejenis ”Dedolanan”, yaitu karyanya memadukan konsep bermain dan bernyanyi dengan menggunakan cerita-cerita rakyat Bali sebagai landasan konsepnya. Ketekunan seorang Made Taro dalam melestarikan, menghidupkan dan mengembangkan karya-karya
Gianyar, Bangli, Buleleng, Karangasem dan Kota Denpasar yang diambil dengan tehnik Snow Balling
42
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
ekspresi budaya tradisiona Bali sudah tidak diragukan lagi, sejak tahun 1973 Made Taro telah mendirikan ”Rumah Cerita” dan di tahun 1979 ia mendirikan ”Sanggar Kukuruyuk” sebagai wahana pelestarian, pengembangan serta sarana bagi anak-anak untuk mengetahui, memainkan, menyanyikan karya-karya ekspresi tradisional Bali melalui bentuk aktivitas berkesenian ”Permainan Tradisional Bali”3. Made Taro adalah seorang budayawan yang sangat memperhatikan kesenian rakyat tradisional daerah, khususnya daerah Bali, dia lebih memfokuskan kepada cerita anak – anak, yang dikembangkan menjadi nyanyian dan permainan. Selain aktif melestarikan cerita tradisional daerah yang sudah ada, Made Taro juga banyak membuat cerita – cerita baru yang mengakar pada tradisi yang sudah ada sejak dulu pada masyarakat Bali, serta membuatkan nyanyian pada permainan tradisional daerah Bali yang sudah ada agar menjadi semakin menarik. Beberapa cerita daerah Bali yang di ketahui oleh Made Taro adalah : “ Bawang Kesuna” , “I Lutung Lan I Kekua” , “Tuung Kuning”, serta banyak lagi karya-karya dongeng lainnya. Made Taro juga mengemukakan bahwa banyak cerita berasal dari cerita – cerita tantri yang berasal dari India, yang kemudian setelah sampai di Bali di modifikasi (Wawancara tanggal 27 Juli 2012) Made Taro berharap agar cerita dan permainan rakyat tradisional terus dipertahankan. Dalam usaha untuk mempertahankan dan melestarikan budaya tradisional “Mesatue” atau “Mendongeng” serta melestarikan permainan tradisional rakyat Bali, Made Taro sampai saat ini tekun mengajarkan permainan tradisional di sekolah – sekolah, yang diiringi dengan lagu – lagu tradisional Bali. Salah satu cara yang dilakukan oleh Made Taro untuk mempertahankan cerita, lagu – lagu, dan permainan tradisonal Bali adalah dengan membuka sanggar yang didirikan pada tahun 1973, pada saat itu peminatnya 3
The Jakarta Post, I Made Taro, The Last of Balinese Fairies,Wednesday June 13, 2012.
43
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
hanya berjumlah 8 siswa saja. Made Taro mendongeng 1 kali dalam seminggu, pada saat itu banyak orang tua yang merasa mendapatkan efek yang bermanfaat setelah anaknya mengikuti sanggar, seperti lebih disiplin dan bisa berhemat, yang akhirnya terus didukung oleh orang tua. Selain aktif di sanggarnya , Made Taro juga sering membuat sastra tulis di Koran Bali Post, juga pernah dikirim ke Jakarta sebagi penulis cerita anak, yang diselenggarakan oleh DEPDIKBUD. Akhirnya pada tahun 1979, berdirilah sanggar Kukuruyuk, yang konsepnya masih tetap mengajarkan seputar cerita dongeng khususnya cerita tradisional masyarakat Bali dan permainan anak. Pada awalnya Made Taro mengembangkan sanggarnya bertempat di Museum Bali. Saat sekarang ini, ia aktif melatih sanggar dalam rangka menggunakan, mengembangkan dan melestarikan budaya-budaya tradisonal “Mesatue” sambil bermain di SD 8 Denpasar Bali. Kiranya usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Made Taro sudah selayaknya diikuti tidak hanya oleh penulis atau pemerhati budaya, akan tetapi semua pihak yang terkait agar kepastian perlindungan atas karya-karya tersebut dapat ditegakkan. Usaha dan teknik yang diterapkan oleh Made Taro dalam melestarikan budaya tradisional serta mengajak anak – anak untuk mencintai cerita tradisonal Bali adalah dengan menggabungkannya dengan permainan – permainan, karena anak – anak lebih cepat mengingat melalui hal-hal yang menyenangkan seperti permainan. Pada saat mendonggeng Made Taro menggunakan Bahasa Indonesia, dan sedikit – sedikit menyelipkan Bahasa Bali, ia menggunakan metode seperti itu karena dalam perkembangannya anak-anak sekarang ini lebih banyak mengerti Bahasa Indonesia daripada Bahasa Bali, tetapi dengan tidak melupakan unsur tradisional, oleh sebab itu, maka disisipkanlah Bahasa Bali ketika mendonggeng (Wawancara tgl 29 Juli 2012).
44
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sesungguhnya sudah mulai ada karya-karya pengetahuan tradisional di tulis dalam format buku. Berbagai cerita rakyat serta Pepayasan Tradisional Bali yang merupakan ekspresi budaya tradisional Bali yang masih dipergunakan serta dijaga keberadaannya sudah mulai ada yang ditulis dalam format buku. Dari data sekunder yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini dapat dikemukakan beberapa karya-karya ekspresi budaya tradisional Bali berupa “Satua” atau dongeng yang dipublikasikan diantaranya4: 1. Made Taro, Bunga Rampai Permainan Tradisional , Graha Bandung Kencana, , 2010 2. Made Taro, Gita Krida Kumpulan Lagu permainan Tradisional Bali, Graha Bandung Kencana, 2010 3. Made Taro, Bawang Dan Kesuna (Onion and Garlic), Cerita rakyat dari Bali,Indonesia diceritakan kembali by Made Taro, Balai Pustaka, Jakarta 4. Made Taro, Mengapa Kambing Bertanduk 5. Made Taro, Rare Angon 6. Ode, Faellasufa, Dongeng Pilihan Kerajaan-Kerajaan Nusantara, Araska, Yogyakarta, 2012 7. I Dewa Gede Alit Udayana, Pesan-Pesan Kebijaksanaan Bali Klasik dalam Dongeng, Lagu, Syair dan Pertanda Alam, Pustaka Bali Post, Denpasar, 2009 8. Wayan Budha Gautama, Penuntun Pelajaran Gending Bali, CV Kayumas Agung, Denpasar, 2007 9. Atik Sri Hartatik, Album Cerita Indonesia, Penerbit Indah Surabaya, 2011 10. Maulana Syamsuri, Kisah Manik Angkeran Dengan Beberapa Cerita Rakyat Bali, Pustaka Media, Surabaya
4
Sumber dikumpulkan dari berbagai Toko Buku di Kota Denpasar, Koleksi pribadi Made Taro, serta perpustakaan.
45
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
11. 12. 13. 14.
15.
A.A. Ayu Ketut Agung, Busana Adat Bali, Pustaka Bali Post, Denpasar, 2004 Dinas Kebudayaan Propinsi Bali, Ragam Busana Pengantin Bali Sanggar Lintang, Album Gending Rare “Melajah Metembang” (Gending Bali dalam format kaset). Ida Bagus Rata dkk, Cerita Rakyat Bali Desa Tenganan, Pedawa, Tigawasa, Dinas Kebudayaan Propinsi Dati I Bali, 1987. Ida Bagus Rata dkk, cerita Rakyat Daerah Bali Desa Bulian Dan Desa Selat, Dinas Kebuyaan Propinsi Dati I Bali, 1988.
Karya-karya buku tersebut diatas sangat potensial dipergunakan sebagai titik awal pendokumentasian ekspresi budaya tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Bali dalam kerangka perlindungan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta No. 19 tahun 2002 serta dalam kerangka RUU PTEBT, mengingat buku-buku tersebut memuat cerita-cerita rakyat Bali seperti : I Belog, Siap Selem, Bawang Kesuna, Timun Mas, Rare Angon, Ular Selem Bukit, Meong-Meong Lan I Bikul, I Cupak Grantang, serta cerita-cerita lainnya. Pendokumentasian dan publikasi karya ekpresi budaya tradisional akan menjadi lebih lengkap dengan menambahkan hasil penelitian lapangan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dalam tataran implementasi berbagai pihak telah turut berpartisipasi dalam melestarikan dan menjaga keberadaan PTEBT masyarakat Bali serta menaruh perhatian yang khusus untuk mempublikasikan dan melestarikan karya-karya ekpresi budaya tradisional Bali. Seperti contohnya : Dewata TV mempunyai acara yang berjudul “Mesatua” oleh Pekak Botak, Bali TV mempunyai acara yang berjudul “Rare Angon”, Sanggar Kukuruyuk dengan acara yang berkonsepkan mesatue, bermain dan megending juga sering pentas TVRI Bali dan di Bali TV, serta dalam media cetak Media
46
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Lintang ada rublik khusus untuk melestarikan ekspresi budaya tradisional.
Gambar : Cover Buku Yang Memuat Cerita Rakyat Tradisional Bali
Bali TV salah satu media yang memberikan apreasiasi untuk melestarikan dan memberi ruang untuk berkembangnya cerita-cerita tradisional Bali melalui berbagai ajang seperti pada acara yang bertajuk “Bergemberi Bersama Ayah” yang diselenggarakan pada tanggal 29 Juli 2012. Acara ini dimaksudkan untuk mendekatkan anak-anak dengan orang tua melalui berbagai sarana, salah satunya adalah bermain bersama, bercerita dan bernyanyi, termasuk didalamnya mengenalkan lebih jauh budaya-budaya tradisional Bali melalui dongeng dan permainan
47
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
tradisional Bali5. Gede Pramartha, Guru SMK N I Denpasar adalah salah satu peserta yang mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Bali TV yaitu, “ Bergembira Bersama Ayah”, yang dilakukan untuk memperingati hari anak nasional. Informan bercerita salah satu cerita tradisional Bali, yaitu Meong & Bikul, berlanjut dengan melakukan permainan dan bernyanyi Meong & Bikul bersama anaknya - anaknya. Gede Pramartha mengetahui beberapa cerita tradisional Bali seperti : Meong – Meong, Siap Selem, I Meong lan I Bikul, srta Bawang & Kesuna. Gede Pramartha mengetahui cerita dogeng tradisional Bali tersebut melalui cerita yang pernah didongengkan oleh kedua orang tuanya. Sekarang ia mendongengkannya kembali pada anak-anakya dengan versi yang sedikit berbeda, seperti misalnya menggabungkan dogeng dengan teater (Wawancara tanggal 29 Juli 2012) Makna filosofis yang dapat disampaikan dari cerita Meong & Bikul yang dipentaskan oleh Gde Paramartha dan anaknya di panggung adalah : mengajarkan kepada anak anaknya, jika bersaudara pasti pernah berkelahi satu dengan yang lainnya, tetapi berkelahi terus menerus juga tidak baik, serta memberi tahukan bahwa kemalasan tidak ada gunanya. Lebih lanjut responden mengemukakan bahwa dia sudah mendengar cerita yang dia tampilkan bersama dengan anaknya sejak dari jaman kakeknya yang sering mendongeng untuknya. Nampaknya sekarang ini minat masyarakat generasi muda jarang yang mau mendengar dan didongengkan cerita – cerita tradisional masyarakat Bali, padahal cerita-cerita tradisional masyarakat Bali penuh dengan makna dan filosofi yang mengajarkan kebaikan dan kebajikan yang sewajarnya terus dipelihara keberadaannya.
5
Bali TV bekerjasma dengan Lentera Anak Bali & LAB (Lembaga Anak Bangsa) yang dipmpin oleh Dr. AA Sri Wahyuni,SpKJ menyelenggarakan acara “Bergembira Bersama Ayah” yang didalam acaranya mengkemas pelestarian terhadap dongeng-dongeng tradisional masyarakat Bali melalui media bermain.
48
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dari beberapa cerita tradisional Bali yang diketahui oleh Gede Paramartha, dikemukakan bahwa dongeng atau satue “ Siap Selem” merupakan satu cerita yang memiliki kekhasan cerita tradisional dari Bali. Karena menurutnya “Meong & Bikul” yang dia ceritakan tadi, ada juga yang jalan ceritanya hampir mirip dengan di Negara Barat seperti cerita kartun “Tom & Jerry”. Sampai saat ini Gede masih sering mendongengkan satua tradisional Bali tersebut kepada anak – anaknya, biasanya mendongengkan satua tradisonal tersebut ketika mengantarkan anak – anaknya sebelum tidur, agar makna dari suatu cerita yang diceritakan pada saat ini akan terus teringat oleh anak – anaknya. Menurutnya usaha – usaha yang dapat dilakukan untuk melestarikan satua tradisonal Bali adalah melalui menuliskannya dalam buku – buku bacaan anak sekolah. Gede Paramartha juga berharap untuk menjaga dan melestarikan ekspresi budaya tradisional seperti Dongeng atau Satue Bali, hendaknya dimasukkan dalam kurikulum sebagai salah satu mata pelajaran yaitu mata pelajaran “ mendongeng cerita tradisonal daerah “. Kurikulum ini misanya ditawarkan pada Sekolah TK dan Sekolah Dasar. Responden juga menambahkan bahwa sosialisasi harus terus di galakkan di media komunikasi, baik itu media cetak ataupun elektronik. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Gede Pramarta, dominan responden maupun informan lainnya mengemukakan bahwa mereka mengetahui adanya cerita atau dogeng rakyat Bali melalui cerita-cerita dari orang tua atau kakek dan neneknya. Sementara itu umumnya murid-murid sekarang ini, umumnya mengemukakan mengetahui dari buku cerita yang menjadi pelajaran di Sekolahnya. Berkaitan dengan “Gending” atau Lagu tradisional masyarakat Bali, umumnya responden mengemukakan mengetahui dari orang tua dan sekolah, dan bahkan sekarang ini mereka banyak mengetahui melalui media radio dan televisi. Dalam perkembangannya sekarang ini memang mulai ada lagulagu tradisional masyarakat Bali yang dinyanyikan dan direkam
49
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
seperti misalnya gending atau lagu “Putri Cening Ayu” maupun gending –gending tradisional Bali lainnya.
Gambar : Pentas Bercerita / Mendongeng sambil Bermain Keterangan : Gd. Pramarta ( Informan ), bersama anaknya menceritakan cerita atau Satue tradisional masyarakat Bali “Meong & Bikul” bersama anak – anaknya pada acara “Bermain Bersama Ayah”
Mencermati kondisi yang berkembang dewasa ini, sesungguhnya dalam tataran implementasinya karya-karya ekspresi budaya tradisional Bali baik karya dalam bentuk Cerita (Satue), Lagu (Gending), maupun Busana Adat Bali dan Payas Bali, sesungguhnya masih tumbuh dan terus berkembang. Eksistensi karya-karya seperti itulah yang menurut UndangUndang Hak Cipta atau melalui ketentuan Pasal 2 RUU PTEBT diatur bahwa “Pengetahuan Tradisional dan ekspresi Budaya Tradisional yang dilindungi mencakup unsure budaya yang disusun, dkembangkan, dipelihara, dan ditransmisikan dalam lingkup tradisi serta memiliki karakteristik khusus yang terintegrasi dengan identitas budaya mayarakat tertentu yang
50
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
melestarikannya”. Nampaknya jika dicermati ketiga kategori PT-EBT masyarakat Bali yaitu Dongeng (Satue), Lagu (Gending), serta Busana Adat Bali-Payas Bali terlaihat sampai sekarang terus dipelihara keberadaannya serta ditransmisikan dalam lingkup tradisi, meskipun untuk Busana Adat Bali dan Payas Bali terlihat lebih kental proses transmisinya dalam lingkup tradisi masyarakat Bali. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa PT-EBT Bali di bidang Satue, Gending, dan Payas Bali memenuhi unsure-unsur perlindungan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 10 UUHC dan RUU PTEBT. Sehubungan dengan hal tersebut untuk pembuktian kepemilikan adanya PTEBT di bidang tersebut di atas maka kegiatan pendataan dan pendokumentsian menjadi sangat penting dilakukan. Saat sekarang ini memang sudah ada doumentasi dalam bentuk Buku mengenai keberadaan Satue, Gending dan Payas Bali, hanya saja format pendokumentasiannya dalam rangka perlindungan Hak Kekayaan Intelektual masih perlu disempurnakan, serta terus disosialisasikan dan dibuat dalam format yang sesuai dengan standar perlindungan HKI, untuk kepastian hukum kepemilikan hak atas karya-karya tradisional tersebut. 4.2
Jenis-Jenis PT dan EBT yang Berkembang Di Provinsi Bali
Hasil kajian terhadap jenis-jenis pengetahuan tradisional (PT) dan ekspresi budaya tradisional (EBT) di bidang “Satue Bali”, “Gending Bali”, serta “Payas Bali “ , yang datanya diperoleh melalui penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan6, dibahas secara lebih rinci dengan menekankan pada daerah asal karya-karya tersebut dikenal dan berkembang, menggali makna dan nilai-nilai yang terkadung pada masing-masing
6
Penelitian lapangan dilakukan di Kabupaten Badung, Denpasar, Gianyar, Bangli, Karangasem, Tabanan, dan Singaraja.
51
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
karya ekspresi budaya tradisional, serta pendokumentasian dalam rangka perlindungan terhadap keberadaan karya-karya tersebut. Cerita Rakyat Tradisional Bali atau ”Satue Bali” Berdasarkan hasil kajian terhadap data sekunder dan primer terkait Cerita Rakyat Tradisional Bali atau Satua Bali, dapat diketahui berbagai jenis cerita rakyat Bali tumbuh dan berkembang hampir di seluruh daerah- daerah di Provinsi Bali. Cerita-cerita tersebut pada awalnya disampaikan secara tradisional melalui kegiatan mendongeng, namun dalam perkembangannya mulai banyak diketahui melalui bangku sekolah. Pada tahap awal telah teridentifikasi melalui penelitian ini berbagai satua yang berasal, tumbuh, berkembang dan dikenal di masyarakat Bali sebagaimana didokumentasikan dalam tabel di bawah ini7. Tabel : Judul Cerita Rakyat Tradisional / Satue Bali Dan Keberadaannya Di Bali No
7
Judul
Keterangan
1
Naga Basukih
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
2
Pan Brengkak
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
3
Pan Balang Tamak
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
4
I Kelesih
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
5
I Celempung
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
6
Pan Angklung Gadang
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
Penelitian ini adalah penelitian tahap awal, masih diperlukan penelitian lanjutan untuk dapat mengetahui data yang lebih lengkap serta komprehensif mengenai keberadaan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional di bidang Satue Bali, Gending Bali, serta busana adat Bali dan Pepayasan adat Bali.
52
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
7
I Belog Sebagai Menantu
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
8
Pan Balang Tamak
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
9
Brahmana dan Seekor Kambing
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
10
Ular Yang Pintar Dan Kodok Yang Dungu
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
11
Angsa Yang Bijaksana
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
12
Hati Kera
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
13
Keledai Tanpa Otak
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
14
Kekua Dan I Lutung Mencari Mangga
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
15
Kucing Dan Harimau
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
16
Nang Cepaluk
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
17
Lutung Maling Isen
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
18
Satua I Belog
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
19
I Tuung Kuning ( Si Terong Kuning)
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
20
Satua Taluh Mas
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
21
Harimau Menantang Manusia
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
22
I Sugih Teken I Tiwas
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
23
Men Cubling
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
53
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
24
Siap Selem
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
25
Cupak Gerantang
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
26
Sampek Ingtai
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
27
Jaya Prana Dan Layon Sari
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
28
Manik Angkeran
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
29
I Doglagan
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
30
Lubdaka
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
31
Calonarang
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
31
Timun Mas
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
32
I Raksasa
Diketahui di kabupaten buleleng
33
Hidung Lantang
Diketahui di kabupaten buleleng
34
Lutung Timpang
Diketahui di kabupaten buleleng
35
Men Biayut
Di ketahui di kabupaten Gianyar
36
Raja Pala
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
37
Angling Dharma
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
38
I Kepel
Kabupaten Buleleng
39
I Buta jak I bongol
Kabupaten Buleleng
40
Men Bekung
Hampir diketahui di seluruh Kabupaten di Bali
Rare Angon
Hampir diketahui di seluruh Kabupaten di Bali
41
54
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
42
I Cicing lan I Kambing
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
43
Tuwung Kuning
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
44
I Kebo Iwa
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
45
Jaka Tarub
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
46
Calon Arang
Hampir diketahui di seluruh kabupaten di Bali
47
Raja Buleleng
Kabupaten Buleleng
48
I Cidaldol
Kabupate Karangasem (Desa Tenganan Pengringsingan)
49
Kawentenan Kain Gringsing
Kabupaten Karangasem (Desa Tenganan Pengringsingan)
50
I Teruna Tua
Kabupaten Karangasem (Desa Tenganan Pengringsingan)
51
Rara Wangi Lan I Srengkug
Kabupate Karangasem (Desa Tenganan Pengringsingan)
52
Lipi Selem Bukit di Bukit Tenganan
Kabupaten Karangasem (Desa Tenganan Pengringsingan)
53
Satua I Rasa
Kabupaten Buleleng (Desa Tigarasa)
54
Satua I Lunak
Kabupaten Buleleng (Desa Tigarasa)
55
Satua Pan Pagut
Kabupaten Buleleng (Desa Tigarasa)
56
Satua Pan Sentul Ring I Macan
Kabupaten Buleleng (Desa Tigarasa)
57
Satua Men Celepuk
Kabupaten Buleleng (Desa Pedawa)
58
Satua I Culung
Kabupaten Buleleng (Desa Pedawa)
59
Satua I Nangka
Kabupaten Buleleng (Desa Pedawa)
55
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
60
Satua Men CongkakCangkik
Kabupaten Buleleng (Desa Pedawa)
61
Satua Batara Watugunung
Kabupaten Buleleng (Desa Bulian)
62
Satua Ida Batara Ratu Pingit
Kabupaten Buleleng (Desa Bulian)
63
Satua I Kecut
Kabupaten Buleleng (Desa Bulian)
64
Satua I Kedis IngklingIngkling
Kabupaten Buleleng (Desa Bulian)
65
Satua I Gelijah
Kabupaten Karangasem (Desa Selat)
66
Satua I Lagas
67
Satua I Tengkulak
Kabupaten Karangasem (Desa Selat) Kabupaten Karangasem (Desa Selat)
68
Satua Jero Gumbring
Kabupaten Karangasem (Desa Selat)
Sumber : Diolah oleh tim peneliti dari berbagai sumber data primer dan data sekunder
Penelitian lanjutan masih terus diperlukan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap, komprehensif dan maksimal guna mengetahui informasi tentang keberadaan cerita-cerita tradisional Bali atau ekspresi budaya tradisonal Satue Bali secara lebih mendalam, dalam rangka dimilikinya data dan dokumentasi tentang PT-EBT yang dimiliki dan berasal dari Bali berkaitan dengan perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 10 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Selain itu, keberadaan dokumentasi tentang karya-karya ekspresi budaya tradisional sangat penting sebagaimana diformulasikan keberadaannya dalam RUU PTEBT Pasal 5. Lagu Tradisional Bali atau “Gending Bali” Hasil kajian terhadap keberadaan “Gending Bali” sebagai salah satu bentuk ekspresi budaya tradisional menunjukkan bahwa di Bali dikenal jenis atau tingkatan-tingkatan dari “Gending Bali” yang dikenal dengan sebutan “Sekar Alit”, “Sekar Madya”, serta “Sekar Agung”. Masing-masing “Gending” tersebut memiliki peruntukannya serta penggunaannya masing-masing. Seperti halnya “Gending” yang termasuk dalam tingkatan “Sekar Alit”
56
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
umumnya dinyanyikan untuk anak-anak yang lebih banyak nilainilai filosofinya mengajarkan tentang kebaikan, nasehat serta penyampaian pengetahuan dari orang tua kepada anak-anaknya. Dalam penulisan ini yang difokuskan pendokumentasiannya baru pada tahap identifikasi awal tentang “Gending Bali” pada tataran “Sekar Alit”. Pakaian Adat Bali- Payas Tradisional Bali Berkaitan dengan pakaian adat Bali serta payas tradisional Bali hasil kajian menunjukkan bahwa di Bali tumbuh dan berkembang berbagai jenis pepayasan tradisional Bali serta tingkatan-tingkatannya. Secara umum Payas Bali dibagi menjadi tiga yaitu “Payas Nista”, “Payas Madya”, serta “Payas Agung”. Dalam perkembangan seni tata rias Bali, “Payas Bali” juga mengalami perkembangan. Sekarang ini berkembang model “Payas Bali” yang dikenal dengan sebutan “Payas Bali Modifikasi”. Pada jaman dahulu pakaian adat Bali dalam kategori “Payas Agung” hanya dikenakan oleh para keluarga Raja-Raja atau bangsawan di Bali, baik untuk keperluan upacara pewiwahan (perkawinan) maupun upacara mepandes (upacara potong gigi). Jenis payas ini karakteristiknya tampil sangat mewah dan agung, terutama dari kualitas bahan yang digunakan. Keagungan dan kemewahannya tampak dari bahan untuk busananya yaitu menggunakan bahan-bahan dari sutra, mastuli maupun prada asli. Sementara itu untuk tata rias baik bunga, gelang dan yang lainnya semuanya berbahan serba emas yang terbaik. Dalam perkembangannya sekarang ini, berkembang model “Payas Modifikasi” yang mulai banyak dipergunakan dalam upacaraupacara keagamaan dan adat Bali oleh semua lapisan masyarakat Bali.
57
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
4.3
Model Pendokumentasian yang Relevan Melindungi HKI Tradisional Masyarakat Bali
Dalam era globalisasi sekarang ini, terutama sebagai konsekuensi keikutsertaan Indonesia dalamWTO Agreement-TRIPS Agreement, maka model pendokumentasian yang kiranya relevan untuk melindungi karya-karya ekspresi budaya tradisional adalah pendokumentasian dan publikasi sesuai standar perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, mengingat sampai sekarang ini PT EBT di Indonesia masih dilindungi dibawah perlindungan rezim hukum Hak Cipta, khususnya melalui Pasal 10 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Sehubungan dengan model pendokumentasian dan perlindungan tersebut, telah yang kepemilikan Hak Ciptanya dipegang oleh Negara. Adapun format pendokumentasian tersebut mempersyaratkan kepemilikan hak yaitu : masyarakat pemilik pengetahuan tradisonal, filosofi, penggunaan, ringkasan cerita atau gending, serta kekhasan dari karya tersebut8. Sehubungan dengan keberadaan format tersebut, maka data-data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini yang berkaitan dengan Satue Bali, Gending Bali dan Payas Bali juga didokumentasikan dengan mengacu pada format pendokumentasian yang telah dirancang untuk melindungi karya-karya tersebut. Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dikemukakan dalam tabel sebelumnya, maka untuk penguatan kepemilikan hak serta terjaminnya kepastian hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 Undan g-Undang Hak Cipta, serta dalam relevansinya dengan Pasal 5 RUU PTEBT yang mengatur tentang pendokumentasian maka berikut ini disajikan hasil identifikasi
8
Arya Tenaya, 2010, Laporan Hasil Kunjungan Tim HKI Bali ke Ditjen Dikti Jakarta, Denpasar.
58
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
serta pendokumentasian tentang informasi yang berkaitan dengan PTEBT di bidang Payas Tradisional Bali, Satue Bali, serta Gending Bali. 4.3.1 Pendokuementasian Payas Tradisional Bali Fokus kajian dalam penelitian berkaitan dengan Payas Bali atau Payas Tradisional masyarakat Bali dibatasi hanya mencakup: Payas Penganten, Payas Metatah, Payas upacara Otonan Anak, serta Payas ke Pura. Hasil identifikasi disajikan sebagai salah satu wujud pendokumentasian karya-karya EBT di bidang Payas Tradisional Bali. Model pendokumentasian ini berfokus pada asal tumbuh dan berkembangnya serta kustodian yang dianggap memilikinya, makna serta nilai filosofis, historis pemakaian, serta kekhasan atau kekhususan dari “Payas Tradisional Bali” tersebut. Sebagai tahap awal keberadaan dari “Payas Tradisional Bali” didokumentasikan dalam uraian sebagai berikut”
59
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-Bali 3. 4. 5.
6.
7.
: 1 : Pakaian Daerah – Riasan (Pepayasan) Nama : Payas Pengantin Tradisional Bali Modifikasi Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) Makna / Nilai Filosofis : Pakaian adat ini digunakan pada saat upacara pawiwahan adat Bali (perkawinan) Historis Pemakaian : Perkembangan Payas Penganten Modifikasi Bali ini mulai berkembang pada tahun 2007-2008an yang merupakan modifikasi dari Payas Agung tradisional masyarakat Bali. Payas ini dikenal dengan istilah Payas Modifikasi Uraian kekhususan /kekhasan : Payas modifikasi ini dikembangkan dari Payas Agung yang pada zaman dulu digunakan oleh para bangsawan atau Raja-raja di Bali, namun dalam perkembangannya oleh para seniman tata rias di Bali, Payas Agung dikembangkan menjadi Payas Modifikasi. Kekhasan Payas Modifikasi sekarang ini banyak digunakan oleh khalayak masyarakat kebanyakan (masyarakat Hindu) di Bali dalam suatu upacara perkawinan.
60
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
7. Photo Dokumentasi/Ilustrasi PAYAS PENGANTIN MODIFIKASI Photo/Ilustrasi 1
Ket: Payas Modifikasi adat Bali, mulai berkembang sejak tahun 2008-an. Dok.Magha.
61
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi 2
Ket: Upacara pawiwahan adat Bali dengan Payas Modifikasi. Perkawinan Magha dan Surya tahun 2009 di Karangasem, Bali. Dok. Magha.
62
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi 3
Ket: Payas Madya adat Bali dalam upacara mekala-kalaan dalam perkawinan Magha dan Surya di Karangasem, Bali tahun 2009. Dok. Magha.
63
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-B 3. 4. 5.
6.
: 2 : Pakaian Daerah – Riasan (Pepayasan) Nama : Payas Agung (Payas Agung Penganten Bali) Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) Makna / Nilai Filosofis : Pakaian adat ini digunakan pada saat upacara pawiwahan adat Bali (perkawinan). Upacara pewiwahan bermakna pengesahan terjadinya perkawinan antara laki-laki dn perempuan. Historis Pemakaian : Perkembangan Payas Agung Penganten Bali ini sudah berkembang sejak dulu di Bali yang digunakan pada awalnya hanya oleh para bangsawan, keluarga RajaRaja di Bali ketika melangsungkan pewiwahan ataupun mepandes.
7. Uraian kekhususan /kekhasan
: Payas Agung ini pada zaman dulu hanya digunakan oleh para bangsawan atau Raja-raja di Bali dalam upacara pewiwahan atau perkawinan. Kekhasan dari Payas ini adalah tampilannya serba lengkap dan mewah. Wastra menggunakan kain Sutra Mastuli Prada, Gelung Agung, Garuda
64
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Mungkur Emas, Bunga Sandat Emas 17 tangkai, dan lain-lain. Jenis Payas Agung ini dipergunakan pada tingkatan upacara utama atau upacara medudus. 8. Photo dokumentasi : Photo/Ilustrasi
Ket: Payas Agung Pengantin adat Bali Puri Abianbase Gianyar. Koleksi & Dok. AA Raka Payadnya
65
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi
Ket: Payas Agung Pengantin adat Bali Gianyar. Koleksi & Dok AA Ayu Ketut Agung. Dok.& Sumber : Buku Busan Adat Bali - AA Ayu Ketut Agung
66
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi
Ket: Payas Agung adat Bali Karangasem. Dok.& Sumber : Buku Busan Adat Bali - AA Ayu Ketut Agung
67
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi
Ket: Payas Agung adat Tabanan Bali. Dok.& Sumber : Buku Busana Adat Bali - AA Ayu Ketut Agung
68
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi
Ket: Payas Agung adat Bali –Tabanan. Payas Agung untuk Pengantin wanita mempunyai ciri khusus yakni; - Memakai Petitis, - Memakai Gelang Naga Satru. - Gelang Kane - Memakai Gelung Tanduk yg dapat dilihat dari photo dokumentasi. - Memakai kain selendang yang bernama : Kain Ketingsun: yg diikat pada ikat pinggang emas Dok. & Sumber :AA Sagung Sumiati Aman, Puri Kerambitan Photo/Ilustrasi
Ket: Payas Agung Adat Bali Tabanan tampak belakang :Pusung Tanduk (Khas) Tabanan Dok. & Sumber :AA Sagung Sumiati Aman, Puri Kerambitan
69
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi
Photo/Ilustrasi
Ket: Payas Agung adat Bali –Badung . Dok. & Sumber: AnakAgung Gede Jaya Bharuna
Ket: Gelung Kucit Khas Payas Agung adat Bali –Badung . Dok. & Sumber : I Dewa Gede Dharma Suputra
Photo/Ilustrasi
Ket: Payas Agung adat Bali – Badung Dok.& Sumber : Buku Busana Adat Bali - AA Ayu Ketut Agung
70
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi
Ket: Payas pengantin Ningrat adat Bali – Buleleng . Dok. & Sumber :Buku Ragam Busana Pengantin BaliDinas Kebudayaan Prop. Bali Photo/Ilustrasi
Ket: Payas Agung adat Bali – Gianyar. Dok. & Sumber :Buku Ragam Busana Pengantin BaliDinas Kebudayaan Prop. Bali
71
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi
Ket: Payas Agung adat Bali – Jembrana. Dok. & Sumber :Buku Ragam Busana Pengantin BaliDinas Kebudayaan Prop. Bali Photo/Ilustrasi
Ket: Payas pengantin Ngiras adat Bali – Klungkung . Dok. & Sumber :Buku Ragam Busana Pengantin BaliDinas Kebudayaan Prop. Bali
72
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi
Ket: Payas Agung adat Bali – Bangli. Dok. & Sumber :Buku Ragam Busana Pengantin BaliDinas Kebudayaan Prop. Bali
Busana Adat Bali, Pustaka Bali Post,Denpasar . Buku Ragam Busana Pengantin Bali diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan Propinsi Bali. Sumber wawancara
: A.A. Ayu Ketut Agung, Anak Agung Sumiati Aman, Denpasar, 30 Agustus 2012
Dokumen disiapkan Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) A.A. Sri Indrawati (Peneliti Ida Ayu Sukihana (Peneliti)
73
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-Bali 3. 4. 5.
6.
7.
: 3 : Pakaian Daerah – Riasan (Pepayasan) Nama : Payas Madya Pengantin Adat Bali Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) Makna / Nilai Filosofis : Pakaian adat ini digunakan pada saat upacara pawiwahan adat Bali (perkawinan) untuk pengesahan terjadinya perkawinan antara lakilaki dan perempuan. Historis Pemakaian : Payas Madya digunakan oleh penganten dalam upacara perkawinan tingkat madya ( tingkat menengah). Untuk kategori Payas Madya ini ada sedikit perbedaan diantara kabupaten di Bali. Masih ini sudah berkembang dari zaman dulu dan terus dipergunakan sampai sekarang. Uraian kekhususan /kekhasan : Payas Madya ini umumnya digunakan oleh kalangan masyarakat yang menginginkan upacara perkawinannya dilaksanakan secara sederhana , tingkatan upacaranya adalah tingkat upacara madya atau menengah.
74
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
8. Photo dokumentasi : BUSANA PAYAS MADYA Photo/Ilustrasi
Ket: Payas Madya adat Bali Badung. Dok.& Sumber : Buku Busan Adat Bali - AA Ayu Ketut Agung
75
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi
Ket: Payas Madya Adat Bali – Mengwi. Dok. & Sumber :Buku Ragam Busana Pengantin Bali- Dinas Kebudayaan Provinsi Bali
Photo/Ilustrasi
Ket: Payas Madya adat Bali – Buleleng. Dok. & Sumber :Buku Ragam Busana Pengantin Bali- Dinas Kebudayaan Provinsi Bali
76
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Wawancara
Busana Adat Bali, Pustaka Bali Post, Denpasar - Buku Ragam Busana Pengantin Bali, Dinas Kebudayaan Propinsi Bali : A.A. Ayu Ketut Agung
Denpasar, 15 September 2012 Pendokumentasian disiapkan oleh : Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Ida Ayu Sukihana (Peneliti)
77
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-Bali 3. 4. 5.
5.
7.
: 4 : Pakaian Daerah – Riasan (Pepayasan) Nama : Payas Sederhana (Nista) Pengantin Adat Bali Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) Makna / Nilai Filosofis : Pakaian adat ini digunakan pada saat upacara pawiwahan adat Bali (perkawinan) untuk upacara pengesahan terjadinya perkawinan antara laki-laki dan perempuan. Historis Pemakaian : Payas Sederhana (Nista) digunakan oleh penganten dalam upacara perkawinan tingkat paling sederhana (Nista). Untuk kategori Payas Nista ini ada sedikit perbedaan diantara kabupaten di Bali, sangat tergantung pada adat aistiadat desanya masingmasing dan kemampuan ekonomi masing-masing keluarga. Payas ini sudah berkembang dari zaman dulu dan terus dipergunakan sampai sekarang, terutama bagi mereka yang ingin melangsungkan upacara perkawinan dengan sangat sederhana. Uraian kekhususan /kekhasan : Payas Sederhana (Nista) ini umumnya digunakan oleh
78
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
kalangan masyarakat kebanyakan yang menginginkan upacara perkawinannya dilaksanakan secara sederhana, karena kemampuan keluarga dan faktor lain mereka menginginkan upacara dilaksanakan sederhana. Umumnya Penganten laki-laki menggunakan kemeja atau hem, dan penganten wanita menggunakan kebaya. 8. Photo dokumentasi :
Ket: Payas Madya adat Bali – Bangli . Dok. IA Sukihana
79
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi
Ket: Payas Sederhana adat Bali Dok.& Sumber : Buku Busan Adat Bali - AA Ayu Ketut Agung
Busana Adat Bali, Pustaka Bali Post, Denpasar. Wawancara
: A.A. Ayu Ketut Agung
Denpasar, 20 September 2012 Pendokumentasian disiapkan oleh : Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Ida Ayu Sukihana (Peneliti)
80
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional- Bali 1. No 2. Kelompok EBT Bali 3. Nama
: 5 : Pakaian Daerah/ Pepayasan : Pakaian Upacara Adat Bali Mesangih/ Mepandes /Potong Gigi 4. Pemilik/ kustodian : Masyarakat Krame Bali 5. Makna/ Filolosfi : Pakaian adat ini digunakan pada waktu seorang anak yang akan melepas masa kanak-kanaknya menuju kedewasaan dengan membuang atau menghilangkan musuh sad ripu yang ada pada diri seseorang yang ditandai dengan mengasah gigi taring dalam ritual upacara Mepandes atau Mesangih atau upacara Potong Gigi. Pakaian adat serta pepayasannya sering dikenal dengan sebutan pakaian adat untuk upacara potong gigi 6. Historis pemakaian : Upacara prosesi mepandes dilakukan oleh seluruh masyarakat Bali (Hindu). Upacara ini merupakan salah satu upacara adat daur hidup di Bali yang sudah ada sejak dulu dan terus dilakukan secara turun temurun sampai sekarang. 7. Uraian tentang kekhasan: Upacara mepandes atau potong gigi umumnya dilakukan pada saat anakl aki-laki atau prempuan menginjak usia remaja dan belum melangsungkan upacara perkawinan. Namun ada juga
81
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
keluarga baru bisa melaksanakan upacara ini setelah mereka kawin. Pakaian yang digunakan dalam upacara ini bisa menggunakan Payas Agung, Payas Madya, ataupun Payas Nista. Pakaian ini untuk di masing-masing kabupaten juga ada sedikit perbedaan. Pada umumnya untuk riasan wanita ada 2 yaitu: - Payas pada waktu upacara ” Ngekeb” anak wanita memakai riasan kepala bunga cempaka, bunga sandat dan kemudian bunga emas dengan memakai pusung “ Tagel”dan memakai kain wali baik untuk anak lelaki maupun wanita. - Payas pada waktu “ Ngayab” , umumnya menggunakan Payas Agung, dimana anak wanita memakai petitis, gelang naga satru, gelang kane dan ikat pinggang emas Sedangkan untuk payas anak lakilaki sama seperti payas Pakaian Pengantin dengan memakai : ”Destar” 8. Photo dokumentasi :
82
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi
Ket: Payas Waktu Upacara ’Ngekeb” (gambar kiri) dan Payas Waktu Upacara ’Ngayab atau Natab” (gambar kanan) upacara Potong Gigi / mepandes adat Bali –Tabanan . Dok. & Sumber :AA Sagung Sumiati Aman, Puri Kerambitan
Photo/Ilustrasi
Ket: Payas ’Ngayab” pada saat Upacara Potong Gigi adat Bali –Badung . Dok. & Sumber :IDG Dharma S Suputra
83
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Adat Bali, Pustaka Bali Post, Denpasar - Dinas Kebudayaan Propinsi Bali, Ragam Busana Pengantin Bali, Denpasar 10. Nara sumber
: Anak Agung Sagung Sumiati Aman Puri Kerambitan Tabanan, A.A. Sagung Mirah
Denpasar, 30 Agustus 2012 Pendokumentasian disiapkan oleh : A A Sri Indrawati
84
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-B
: 6 : Pakaian Daerah – Riasan (Pepayasan) 3. Nama : Pakaian Adat Bali - Payas Agung Potong Gigi Adat Karangasem 4. Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Potong gigi dalam masyarakat Bali memiliki nilai untuk menghilangkan enam sifat buruk yang melekat pada diri manusia atau sad ripu. Sad ripu itu yaitu yaitu kama (hawa nafsu), loba (tamak), krodha (amarah), mada (mabuk), moha (bingung), dan matsarya (iri hati atau dengki). Adapun gigi yang dipotong dalam upacara ini hanyalah simbolis dengan cara mengikir enam gigi di rahang atas yakni dua gigi taring dan empat gigi seri untuk perlambang menghilangkan sad ripu tersebut. Adapun upacara ini dilakukan ketika anak laki-laki atau perempuan sudah beranjak dewasa yakni dengan pertanda menstruasi bagi perempuan dan suara yang berubah pada anak lakilaki. Upacara ini dilakukan agar kelak orang-orang tersebut dapat bertemu dengan leluhur mereka.
85
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
6. Historis Pemakaian
: Pakaian adat metatah ini sudah dipakai sejak jaman dahulu, menggunakan kain kamben bebali warna kuning dan selendang warna kuning atau saput warna kuning bagi anak laki-laki pada saat berlangsungnya pemotongan gigi oleh para Wikan yang khusus memiliki kewikanan (kemampuan) di bidang itu. Kemudian mereka akan berganti pakaian seperti menggunakan Payas Agung atau Payas Madya pada saat upacara natab atau ngayab berlangsung sebagai satu kesatuan prosesi upacara potong gigi.
7. Uraian tentang kekhususan/ke khasan : Pada saat upacara potong gigi (saat dilangsungkannya pemotongan gigi), di Karangasem menggunakan pakaian bebali kuning dan selendang atau saput kuning. Setelah selesai upacara pemotongan gigi, anak-anak mandi untuk membersihkan diri menghilangkan leteh, kemudian baru mepayas agung untuk mengikuti prosesi upacara natab. Di daerah lain seperti Denpasar mereka umumnya langsung menggunakan payas agung. 8. Photo Dokumentasi/Ilustrasi :
86
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi 1
Photo/Ilustrasi 2
Ket: Shista Pawitri dan Putu Aras mengenakan Payas Agung Karangasem untuk potong gigi, pada acara metatah (potong gigi) di Bebandem, Karangasem, Bali, tahun 2005. (Dok. Aras)
Ket: Payas Agung Karangsem untuk potong gigi. Pada barisan belakang adalah payas agung Karangasem untuk potong gigi bagi laki-laki dan pada barisan depan untuk perempuan.(Dok. Aras). Payas ini dikenakan pada saat remaja putra dan putri untuk uapacara natab banten petatahan di siang harinya yang merupakan prosesi setelah melalui upacara metatah (potong gigi) di pagi hari.
87
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi 3
Photo/Ilustrasi 4
Ket: Foto close up Putu Aras mengenakan payas agung Karangasem untuk acara potong giginya, 2005. Terdiri dari riasan kepala sasak malem, kintir agung, bunga mas dan bunga cempaka serta mawar asli, subeng cerorot, bapang, selendang klasik, anteng, kamen songket/prada dan tapih. (Dok. Aras).
Ket: Putu Aras (kiri) dan saudara sepupu laki-lakinya (kanan), dalam balutan payas sederhana untuk potong gigi di pagi hari. Payas ini terdiri dari kamen bebali, senteng kuning, selendang kuning serta rambut terurai (bagi perempuan). Corak kuning melambangkan kesucian hati. Setelah itu barulah mengganti payas dengan payas agung Karangasem untuk natab banten potong gigi di siang harinya.
88
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi 5
Photo/Ilustrasi 6
Ket: Shista Pawitri dan Putu Aras dalam balutan payas sederhana untuk potong gigi di pagi hari adat Karangasem. (Dok. Putu Aras).
Ket: Shista Pawitri dan Putu Aras ketika upacara potong gigi berlangsung. (Dok. Putu Aras).
Photo/Ilustrasi 7
Photo/Ilustrasi 8
Ket: Pada acara upacara persembahyangan yang masih merupakan rangkaian uapacara potong gigi di Karangasem, tampak saudara-saudara Ni Nyoman Ani Sutarmi mengenakan payas agung potong gigi (Dok.Ni Nyoman Ani Sutarmi).
Ket: Ni Nyoman Ani Sutarmi (kanan) tengah mengenakan payas agung potong gigi pada saat upacara potong giginya di Karangasem, pada tahun 1999. (Dok. Ni Nyoman Ani Sutarmi ).
89
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi 7
Photo/Ilustrasi 8
Ket: Ni Nyoman Ani Sutarmi dan saudara perempuan serta laki-lakinya mengenakan payas agung potong gigi secara lengkap untuk upacara potong giginya di Karangasem tahun 1999 (Dok. Ni Nyoman Ani Sutarmi).
Ket: I Ketut Gali Wahyu Suparta mengenakan payas agung untuk upacara potong giginya di Karangasem tahun 1999 (Dok. Ni Nyoman Ani Sutarmi).
10. Sumber
Judul Buku/Rujukan, Penerbit. : Wawancara dilakukan pada tanggal Juli 2012 dengan Putu Aras dan Shista Pawitri tentang pakaian adat Bali - Payas Agung Potong Gigi Adat Karangasem yang mereka gunakan dalam rangkaian acara potong gigi di Bebandem, Karangsem, 2005. Wawancara dilakukan pada tanggal 24 Juli 2012 dengan Ni Nyoman Ani Sutarmi dan I Ketut Gali Wahyu Suparta tentang pakaian adat Bali - Payas Agung Potong Gigi yang mereka gunakan dalam rangkaian
90
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
acara potong gigi di Bebandem, Karangasem tahun 1999. Denpasar, 24 Juli 2012 Disiapkan oleh : Ni Ketut Supasti Dh armawan (Peneliti) Putu Dyva Dama Hadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
91
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-Bali 3. 4. 5.
6. 7.
: 7 : Pakaian Daerah – Riasan (Pepayasan) Nama : Pakaian Adat Bali-Payas Motong Bok (Potong rambut) Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) Makna / Nilai Filosofis : Agar anak mendapat perlindungan dan keselamatan dari bayi menuju usia anak-anak. Historis Pemakaian : Dipakai sudah sejak dahulu Uraian tentang kekhususan/ke khasan : Upacara motong rambut umumnya dilakukan saat anak berumur 6 bulan (otonan), atau kadang-kadang bisa juga dilakukan bersamaan dengan anak-anak saudara- saudara lainnya.
8. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Nyoman Sutarni
92
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi 1
Photo/Ilustrasi 2
Ket: Ni Nyoman Ani Sutarmi dan saudarasaudara perempuannya berfoto di tengah prosesi potong rambut. (Dok. Ni Nyoman Ani Sutarmi)
Ket: Upacara prosesi potong bok Ni Nyoman Ani Sutarmi dan saudara-saudaranya tengah berlangsung (Dok. Ni Nyoman Ani Sutarmi).
Photo/Ilustrasi 3
Photo/Ilustrasi 4
Ket: Ni Nyoman Ani Sutarmi dan I Ketut Gali Wahyu (kanan) tengah bersembahyang mengenakan payas potong bok adat Karangasem (Dok. Ni Nyoman Ani Sutarmi).
Ket: I Ketut Gali Wahyu Suparta dan saudara sepupunya dalam balutan payas potong bok adat Karangasem (Dok. Ni Nyoman Ani Sutarmi).
93
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
10. Sumber
Judul Buku/Rujukan, Penerbit. : Wawancara dilakukan pada tanggal 6 Juli 2012 dengan Ni Nyoman Ani Sutarmi dan I Ketut Gali Wahyu Suparta tentang pakaian adat Bali - Payas Motong Bok Adat Karangasem.
Denpasar, 14 Juli 2012 Pendokumentasian Disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Putu Dyva Dama Hadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
94
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-B 3. 4. 5.
6.
: 8 : Pakaian Daerah – Riasan (Pepayasan) Nama : Pakaian Adat Bali - Payas Upacara Enam Bulanan Anak (Ngotonin) Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) Makna / Nilai Filosofis : Payas ini digunakan oleh masyarakat Hindu Bali yakni khususnya untuk anak-anak bayi ketika upacara enam bulanan atau ngotonin, yang mana upacara ini dilakukan ketika bayi tersebut menginjak usia 6 bulan menurut kalender Bali. Bayi tersebut tidak menggunakan payas wajah, yakni natural saja namun mengenakan pakaian berupa baju kemeja (untuk bayi laki-laki) atau kebaya (bagi bayi perempuan) atau bisa juga baju kaos (disesuaikan dengan bayi jika tidak tahan panas bila menggunakan kemeja/kebaya di usianya yang masih dini), kain/ kamen serta tambahan saput (bagi bayi laki-laki) dimana umumnya kain/kamen ini dibuat simpel, dan tambahan udeng untuk bayi lakilaki. Historis Pemakaian : Dipakai sejak dahulu sampai sekarang ditradisikan secara turun temurun .Secara tradisi pakaian
95
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
anak-anak juga sudah ada sejak dulu. Hanya saja jika anak bayi tersebut tidak tahan mengenakan pakaian adat Bali - payas upacara enam bulanan anak (Ngotonin), orang tua umumnya akan mengenakan anak mereka baju biasa dengan selendang. 7. Uraian tentang kekhususan/ke khasan : Pakaian adat Bali - payas upacara enam bulanan anak (Ngotonin) ini simpel dan fleksibel. Anakanak menggunakan celana dalam, kamben songket, prada atau kain bebali (kain wali), saput , udeng dan perhiasan seperti kalung dan gelang. 8. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Photo/Ilustrasi 1
Photo/Ilustrasi 2
Ket: Wayan Akasa mengenakan payas enam bulanan bagi bayi laki-laki yakni udeng, baju kemeja, kain/kamen dan saput jadi serta selendang pada upacara enam bulanannya, Desember 2010. (Dok. Magha)
Ket: Wayan Akasa dalam balutan payas enam bulanan sedang mengikuti prosesi upacara enam bulannya, Karangasem, Desember 2010. (Dok. Magha)
96
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi 3
Photo/Ilustrasi 4
Ket: Wayan Akasa ketika dimasukkan dalam kurungan ayam dalam prosesi enam bulanan (Dok. Magha).
Ket: Wayan Akasa tetap mengenakan payas enam bulanan saat prosesi megogo-gogoan yang merupakan rangkaian upacara enam bulanan.
Photo/Ilustrasi 5
Photo/Ilustrasi 6
Ket: Kain Bebali yang digunakan dalam prosesi upacara otonan potong bok (Dok. Agus K.)
97
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
10. Sumber
Judul Buku/Rujukan, Penerbit. : Wawancara dilakukan dengan keluarga besar Magha dan Surya tentang payas enam bulanan adat Bali bagi bayi laki-laki mereka, Wayan Akasa, yang digunakan pada prosesi enam bulanan Wayan Akasa.
Denpasar, 24 Juli 2012 Disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti Utama) Putu Dyva Dama Hadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
98
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-B 3. 4. 5.
6.
: 9 : Pakaian Daerah – Riasan (Pepayasan) Nama : Pakaian Adat Bali Payas Pusung Gonjer Adat Bali Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) Makna / Nilai Filosofis : Payas pusung gonjer digunakan oleh remaja-remaja putri masyarakat Bali untuk pergi menghadiri undangan upacara adat Bali seperti metatah, pawiwahan, melaspas rumah, serta acara adat lainnya. Pusung gonjer tersebut adalah payas dari rambut remaja putri masyarakat Bali yang diikat sedikit dengan sisa rambut yang tidak terikat dibiarkan menjuntai panjang. Payas ini dibarengi dengan menggunakan hiasan rambut seperti bunga cempaka, sandat atau mawar serta hiasan rambut berupa bunga mas dan cucuk. Sedangkan pakaiannya terdiri dari kebaya, angkin, selendang dan kain/kamen. Historis Pemakaian : Payas pusung gonjer ini digunakan oleh remaja putri Bali sudah sejak zaman dulu, yang mana tradisi kaum perempuan masyarakat Bali adalah merawat dan memanjangkan rambut mereka termasuk remaja-
99
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
remaja Putri. Sehingga, zaman dahulu jika remaja putri ingin menggunakan payas pusung gonjer, mereka dapat menggunakan rambut mereka sendiri tanpa masalah karena rambut asli mereka memang panjang. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan kini zaman semakin modern, tren rambut pendek mulai disukai remaja putri di Bali. Sehingga bagi remaja putri Bali yang kini berambut pendek, jika mereka ingin menggunakan payas pusung gonjer biasanya menggunakan rambut palsu yang panjang yang disebut dengan cemara/pedesel. 7. Uraian tentang kekhususan/ke khasan : Pusung gonjer ini secara tradisi kekhasannya adalah hanya dipakai remaja putri masyarakat Bali. 8. Photo Dokumentasi/Ilustrasi :
100
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi 1
Photo/Ilustrasi 2
Ket: Dewa Ayu Novita Dewi, peserta lomba membuat lamak pada PKB 2012 mengenakan payas pusung gonjer dengan cemara/ pedesel.
Ket: Ni Made Ema (kiri) dan Nyoman Trisna Suandayani (kanan) menggunakan payas pusung gonjer saat mengikuti lomba membuat lamak pada event PKB 2012.
Photo/Ilustrasi 3
Photo/Ilustrasi 4
Ket: Eva Aryani (kanan), Ida Ayu Trisna Dewi (kiri) menggunakan pusung gonjer saat lomba membuat lamak di PKB 2012.
Ket: Komang Ayu Diah Lestari (kiri) dan Ida Ayu Putri Diah Malini (kanan) menggunakan payas pusung gonjer.
101
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
10. Sumber
Judul Buku/Rujukan, Penerbit. : Wawancara dilakukan dengan Dewa Ayu Novita Dewi (siswi SMK 1 Bangli), Ni Made Ema (siswi SMAN 7 Denpasar), Nyoman Trisna Suandayani (siswi SMPN 8 Denpasar), Komang Ayu Diah Lestari dan Ida Ayu Putri Diah Malini (siswi SMAN 2 Semarapura) serta Eva Aryani dan Ida Ayu Trisna Dewi pada tanggal 17 Juni 2012 tentang payas pusung gonjer adat Bali yang mereka gunakan pada saat mengikuti perlombaan membuat lamak pada PKB 2012.
Denpasar, 17 Juni 2012 Disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Putu Dyva Dama Hadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
102
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-B 3. 4. 5.
6.
: 10 : Pakaian Daerah – Riasan (Pepayasan) Nama : Pakaian Adat Bali - Payas Madya Adat Bali Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) Makna / Nilai Filosofis : Payas adat ini digunakan pada saat masyarakat Bali melakukan kegiatan-kegiatan adat atau perayaan di Bali seperti misalnya pada saat menghadiri upacara perkawinan sanak saudara, upacara tiga bulanan kerabat, upacara melaspas rumah, acaraacara undangan resmi lainnya atau mengikuti perlombaan. Bagi kaum wanita (ibu-ibu), payas madya adat Bali ini, mereka menggunakan kebaya, selendang dan kain/kamen. Lalu payas rambutnya disanggul dengan sanggul tradisional Bali. Sedangkan bagi kaum laki-laki (baik anak-anak, remaja maupun orang tua) menggunakan baju atasan yang bisa berupa baju safari atau baju kemeja biasa, selendang, udeng, dan kain/kamen. Historis Pemakaian : Pakaian adat Bali katagori payas madya ini sudah digunakan oleh masyarakat Bali sejak zaman dulu
103
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
namun lebih sederhana. Misalnya bagi wanita hanya menggunakan sanggul Bali tanpa disasak seperti yang digunakan saat ini. Dalam perkembangannya payas ini berkembang sesuai dengan perkembangan tren payas di Bali. Misalnya untuk sanggul Bali kini mulai disasak dan menggunakan hair spray. Sementara itu untuk kamen, kebaya, angkin dan selendangnya juga mulai menggunakan corak kain sesuai dengan perkembangan tren dan tekstil di Bali. 7. Uraian tentang kekhususan/ke khasan : Perempuan menggunakan kebaya dan kamben, serta pusung. Sementara itu laki-laki menggunakan kamben, saput, baju dan udeng. Kekhasan dari payas ini bisa digunakan untuk menghadiri semua jenis upacara adat di Bali. 8. Photo Dokumentasi/Ilustrasi :
104
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi 1
Photo/Ilustrasi 2
Ket: Ibu Cok Ace (dari kontingen Gianyar) dan rekannya mengenakan pakaian payas madya adat Bali pada acara PKB 2012.
Ket: Ibu-ibu dari Karangasem dalam acara PKB 2012 serempak mengenakan payas madya adat Bali dengan nuansa hijau.
Photo/Ilustrasi 3
Photo/Ilustrasi 4
Ket: Payas madya adat Bali bagi laki-laki (remaja), digunakan oleh Saha Aswina pada saat menghadiri perkawinan kerabatnya di bulan Juli 2011. (dok. Ketut Saha)
Ket: Nyoman Sadra beserta cucunya (katagori orang tua dan anak-anak) mengenakan Payas madya adat Bali bagi laki-laki, yang terdiri dari udeng, pakaian baju safari, saput, selendang (di balik safari), dan kamen. (dok. Ketut Saha).
105
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
10. Sumber :
Judul Buku/Rujukan, Penerbit. - Wawancara dengan Ibu Cok Ace dari Gianyar serta Ibu Sri Panca Parwita Sari dokter gigi Puskesmas Prasi, Karangasem, tentang pakaian adat madya serta pepayasan adat Bali bagi wanita yang mereka gunakan pada saat menghadiri PKB 2012 tanggal 17 Juni 2012 . - Wawancara pada tanggal 21 Juni 2012 dengan Ketut Saha Aswina, serta Nyoman Sadra mengenai payas madya adat Bali yang dikenakannya.
Denpasar, 29 Juli 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Putu Dyva Dama Hadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
106
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-B 3.
4. 5.
6.
7.
: 11 : Pakaian Daerah – Riasan (Pepayasan) Nama : Pakaian Adat Bali - Payas Pada Saat Upacara Memukur di Karangasem (Ngrorasin) Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) Makna / Nilai Filosofis : Penghormatan terhadap leluhur , pensucian para Newata sehingga bisa menjadi lebih dekat dengan Sang Pencipta Historis Pemakaian : Sudah dipakai sejak dahulu dan terus digunakan sampai sekarang dalam upacara Memukur atau sering juga disebut dengan upacara Ngeroras. Uraian tentang kekhususan/kekhasan : Kekhususasannya baik perempuan maupun laki- laki menggunakan ikat kepala putih sebagai tanda sedang mengikuti upacara Memukur yang dilakukan setelah upacara Pitra Yadnya Pelebonan (Ngaben)
8. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Dok. Made Ardani
107
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi 1
Photo/Ilustrasi 2
Ket: Ibu Yuarita (kiri) dan Ibu Made Ardani (kanan) mengenakan payas Pakaian Adat Bali - Payas Pada Saat Upacara Memukur (Ngrorasin) di Karangasem, 2005. Terihat identik dengan kain putih sederhana yang melingkar di kepala. Pakaiannya terdiri dari kebaya putih, angkin, selendang kuning, serta kamen corak putih. Tentang pemilihan kamen, adalah fleksibel sesuai dengan perkembangan zaman. (Dok. Wayan Sudiasih).
Ket: Ibu Wayan Sudiasih terlihat mengenakan riasan sasak sederhana, sanggul tradisional Bali, bunga mas, bunga hidup, serta kain putih sederhana melingkar di kepala yang merupakan tradisi khas dari payas pada saat upacara Memukur (Ngrorasin) di Karangasem, tahun 2005. (Dok. Wayan Sudiasih).
108
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi 3
Ket: Bapak Ketut Dyatmika mengenakan payas Pakaian Adat Bali - Payas Pada Saat Upacara Memukur (Ngrorasin) di Karangasem, 2005 untuk lakilaki. Cukup memakai udeng, kemeja putih, selendang, saput putih dan kamen. (Dok. Wayan Sudiasih).
10. Sumber
Judul Buku/Rujukan, Penerbit. : Wawancara dilakukan pada tanggal 14 Juli 2012 dengan Ibu Made Ardani, Ibu Wayan Sudiasih dan Bapak Ketut Dyatmika tentang pakaian adat Bali - Payas Pada Saat Upacara Memukur yang mereka kenakan di Bebandem, Karangsem, 2005.
Denpasar, 15 Juli 2012 Disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Putu Dyva Dama Hadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
109
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-B 3. 4. 5.
6.
: 12 : Pakaian Daerah – Riasan (Pepayasan) Nama : Pakaian Adat Payas persembahyangan ke Pura Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) Makna / Nilai Filosofis : Payas ini digunakan oleh masyarakat Hindu Bali baik laki-laki maupun perempuan untuk melakukan persembahyangan ke Pura. Pakaian untuk payas ini cukup sederhana dengan elemen penting seperti kebaya (bagi perempuan), angkin, selendang serta kain/kamen dan bagi laki-laki menggunakan baju kemeja, selendang, kain/kamen, saput beserta udeng. Untuk payas rambut bagi perempuan yang paling sederhana adalah diikat biasa atau dengan pusung sederhana. Untuk katagori yang lengkap, ibu-ibu umumnya untuk payas rambutnya adalah dengan menggunakan sanggul pusung tagel. Historis Pemakaian : Secara tradisi, pakaian adat Bali payas persembahyangan ke Pura ini sudah dikenakan sejak dahulu. Seiring dengan perkembangan zaman, perubahan terjadi pada model kebaya, sanggul (bagi ibu-
110
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
ibu) serta corak dan warna pakaian yang kini lebih mengarah pada warna putih (untuk kebaya, udeng, dan baju kemeja). 7. Uraian tentang kekhususan/ke khasan : Kekhasan dari pakaian adat Bali payas persembahyangan ke Pura ini adalah penampilannya sederhana, fleksibel dan dikenakan hampir tanpa ada perbedaan oleh seluruh masyarakat di daerah Bali. 8. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Photo/Ilustrasi 1
Photo/Ilustrasi 2
Ket: Putu Aras mengenakan payas persembahyangan ke Pura bagi perempuan dalam rangka piodalan di Pura Padamasana pada Purnama Juli 2012.
Ket: I Gede Agus K mengenakan payas persembahyangan ke pura bagi laki-laki lengkap (dari atas ke bawah), yakni udeng, baju kemeja, selendang (di balik baju), kain/ kamen dan saput.
111
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi 3
Photo/Ilustrasi 4
Ket: Ni Luh Putu Shista Pawitri (kiri) dan Putu Aras (kanan) mengenakan payas persembahyangan ke Pura bagi perempuan, Desember 2010 (dok. Putu Aras).
Ket: Putu Aras mengenakan payas persembahyangan ke Pura yakni menggunakan kebaya, selendang dan kain/kamen dengan payas wajah natural dan rambut diikat biasa ketika bersembahyang di Pura Taman Tanah Kilap, 2010 (dok. Putu Aras).
112
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi 5
Photo/Ilustrasi 6
Ket: Putu Krisna sedang melaksanakan persembahyangan dalam Upacara Sapu Leger di Karangasem tahun 2011, tampak menggunakan pakaian adat payas persembahyangan ke Pura dengan tambahan menggunakan Karawista di kepalanya yang merupakan ciri khas pada saat upacara Sapu Leger (dok. Putu Krisna).
Ket: Karawista Putu Krisna di udengnya adalah ciri khas yang digunakan pada saat persembahyangan dalam rangka Sapu Leger (dok. Putu Krisna).
113
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi 7
Photo/Ilustrasi 8
Ket: Pepayasan Rejang Dewa ditarikan oleh anak-anak dan remaja putri di Bali saat Upacara di Pura.Dok diambil saat upacara di Pura Candra Asri.Dok : Agus K. 2012
Ket: Pepayasan Rejang Dewa ditarikan remaja putri di Bali saat Upacara di Pura.Dok diambil saat upacara di Pura Padmasana Kampus UNUD .Dok : Agus K. 2012
Photo/Ilustrasi 7
Photo/Ilustrasi 8
Ket: Pepayasan /pakaian adat ”Memendet” di pura. Ditarikan oleh anak-anak laki-laki di Bali saat Upacara di Pura.Dok diambil saat upacara di Pura Puseh Bebandem Karangasem .Dok : Agus K. 2012
Ket: Pepayasan /pakaian adat ”Memendet” di pura. Ditarikan oleh para remaja putra di Bali saat Upacara di Pura. Dok diambil saat upacara di Pura Puseh Bebandem Karangasem .Dok : Agus K. 2012
114
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
10. Sumber
Judul Buku/Rujukan, Penerbit : Wawancara dilakukan dengan I Gede Agus Kurniawan dan Putu Aras S tentang payas persembahyangan ke Pura adat Bali bagi laki-laki dan perempuan yang mereka gunakan pada saat melakukan persembahyangan ke Pura pada tanggal 21 Juni 2012 . Wawancara dilakukan dengan Putu Krisna pada tanggal 24 Juli mengenai payas persembahyangan ke Pura khususnya untuk persembahyangan Upacara Sapu Leger
Denpasar, 15 September 2012 Disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Putu Dyva Dama Hadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
115
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Diharapkan melalui keberadaan model pendokumentasian seperti tersebut di atas, kedepannya kepastian akan pengakuan asal serta kepemilikan hak berkaitan dengan Payas Penganten Tradisional Bali, Busana Adat Bali baik untuk prosesi potong gigi, tiga bulanan, otonan, ke Pura, maupun memukur mendapat kepastian perlindungan, khususnya dalam konteks penggunaan di luar tradisi. Dengan adanya model-model pendokumentasian tentang karya-karya EBT tersebut, diharapkan akan memudahkan perlindungan hukumnya serta keberadaannya akan dapat mencegah penggunaan PTEBT tersebut diatas secara komersial tanpa seijin pemilik kustodian masyarakat Bali. 4.3.2 Pendokuementasian Dongeng (Satue) Tradisional Bali Dongeng atau yang di Bali dikenal dengan sebutan ”Satue” adalah dapat dikelompokkan sebagai salah satu jenis karya foklore, seperti halnya legenda atau cerita rakyat yang mendapat perlindungan Hak Cipta. Dalam rangka memastikan keberadaan dan kepemilikan berbagai ekspresi budaya tradisional di bidang cerita rakyat , dongeng atau ”Satue” yang di wariskan secara turun temurun serta berkembang di Bali dilakukan pendokumentasian sebagai salah satu upaya untuk identifikasi, pelestarian serta perlindungan hukum . Meskipun sangat disadari usaha pendokumentasian “Satua Bali” yang datanya di peroleh baik melalui studi kepustakaan maupun studi empiris masih sangat permulaan, dan mungkin baru hanya menyentuh bagian permukaannya saja, namun sekurang-kurangnya sudah ada suatu wujud dokumentasi tertulis tentang keberadaan “Satue Bali” yang barangkali juga sangat disadari beberapa dongeng tersebut juga mungkin berkembang dan dikenal di beberapa daerah di Indonesia. Data tentang keberadaan tentang “Satue Bali” disajikan sebagai berikut:
116
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-Bali 3. Nama /Judul Dongeng /Satue 4. Pemilik (Kustodian)
: 1 : Cerita Rakyat (Satue)
: Naga Basuki : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Seorang anak sudah selayaknya mengindahkan dan memperhatikan nasihat orang tua yang baik, tidak sombong serta senantiasa rendah hati. 6. Sinopsis Cerita : Betara Guru tinggal di Gunung Semeru bersama anaknya yang bernama Naga Basuki berwujud seekor ular besar. Suatu hari Naga Basuki ingin pergi ke Pulau Bali, akan tetapi Betara Guru menasehati dan tidak mengijinkannya karena Pulau Bali jauh dari Gunung Semeru, harus menyeberangi laut dan melewati hutan angker. Selain itu tempat tinggal saudara – saudaranya berjauhan, seperti Betara Geni yang berada di Bukit Lempuyang, Betara Mahadewa yang berada di Gunung Agung, Betara Tumuwuh di Gunung Batukaru, Betara Manik Umang yang berada di Gunung Beratan, Betara Hyang Tugu di Gunung Andakasa. Naga Basuki tidak mengindahkan nasehat tersebut dan bahkan menjadi marah, karena Naga Basuki tetap bersikeras ingin ke Bali, akhirnya Betara Guru pun mengijinkan. Ketika sampai di Blambangan, Naga Basuki melihat pulau Bali dan meremehkan Pulau Bali yang sangat kecil dan akan ditelannya. Betara Guru mengetahui kesombongan Naga Basuki, maka sebelum menelan Pulau Bali, diberi ujian terlebih dahulu untuk menelan Gunung Sinunggale. Ternyata Naga Basuki tidak mampu melakukannya, dan akhirnya meminta maaf. Sejak saat
117
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
itu Naga Basuki tinggal di Gunung Sanunggale, dan konon tidak ada bencana gempa dan banjir. 7. Photo Dokumentasi/Ilustrasi: Photo/Ilustrasi
Ket: Betara Guru ketika menasihati I Naga Basukih (Sumber:I Nengah Tingen, 2003, Satua- Satua Bali (XI), Singaraja: Indra Jaya
Bali (XI), Singaraja: Indra Jaya Denpasar, 1 September 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) I Putu Agus Indra Nugraha (Tenaga lapangan / Field Worker)
118
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-Bali Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
2 Cerita Rakyat (Satue) Pan Brengkak Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Setiap orang selayaknya saling menghargai dan saling menghormati termasuk dengan sesama anggota keluarga dengan memberikan nama yang baik dan lazim. 6. Sinopsis Cerita : Pan Brengkak dan Men Brengkak, yaitu sepasang suami istri dan anak-anaknya tinggal di suatu desa. Sebagai seorang suami dan ayah, Pan Brengkak memiliki perilaku sangat buruk, ia menyukai minum-minuman keras dan sering sekali berkata congkak. Sebaliknya, istrinya bekerja keras bahkan anak-anak perempuannya sejak masih kecil sangat rajin membantu ibunya bekerja keras. Pan Brengkak sangat tidak peduli dengan keadaaan keluarganya, ia menggunakan harta hasil jerih payah istri dan nak-anaknya untuk minum-minuman keras di jalanan. Suatu hari Pan Brengkak bertingkah laku sangat keterlaluan, ia memerintahkan istri dan anak-anaknya menyiapkan minuman keras dan daging babi karena Pan Brengkak akan mengajak teman-temannya meminum minuman keras di rumahnya (berpesta pora). Istri dan anak-anaknya patuh menyiapkan yang diperintahkan oleh Pan Brengkak. Ketika teman-teman Pan Brengkak sudah datang, minuman keras berupa tuak segoci dan makanan daging babi sudah siap, kemudian Pan Brengkak memerintahkan dan memanggil nama anak-anaknya untuk menyajikan suguhan tersebut kepada teman-temannya. Pan
119
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Brengkak memanggil nama anak-anaknya yang bernama Tai (kotoran), Enceh (air kencing) untuk menyuguhkan minum kepada tamu-tamunya. Teman-teman Pan Brengkak kaget dan langsung pamit, karena takut diberi makanan “Tai” dan minuman “Enceh” atau air kencing, mereka tidak mengetahui bahwa “Tai” dan “Enceh” adalah nama dari anak-anak Pan Brengkak. Pan Brengkak bingung karena tamunya semua pergi dan tidak jadi ikut berpesta. Pan Brengkak kemudian memerintahkan anak-anaknya yang lainnya yaitu Pistol, Tombak, Pedang, Amuk untuk memanggil tamunya kembali ke rumahnya. Tamu-tamunya semakin ketakutan mendengar terikan katakata tersebut yang ternyata juga nama anak-anak Pan brengkak, tamu-tamu tersebut lari tunggang langgang karena mengira akan ditembak, ditombak, ditebas dengan pedang. Pendek cerita, menyadari kekeliruannya memberi nama yang kurang lazim kepada anak-anaknya, sikap buruknya yang suka mabukmabukan, Pan Brengkak kemudian mempersilahkan istri dan anak-anaknya makan. Bahkan kalau ada sisa boleh dijual. Pan Brengkak bersama istri dan anak-anaknya makan sampai puas. Sejak saat itu Pan Brengkak mengasishi istri dan anak-anaknya. Sifat pan Brengkak menjadi berubah.
120
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
7. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Photo/Ilustrasi 1
Ket: Pan Brengkak berkumpul bersama istri dan anak-anaknya (Sumber:I Nengah Tinggen, , Satua- Satua Bali (III), Singaraja: Indra Jaya
(III), Singaraja: Indra Jaya Denpasar, 1 Agustus 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) I Putu Agus Indra Nugraha (Tenaga lapangan / Field Worker)
121
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-Bali Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
3 Cerita Rakyat (Satue) Pan Balang Tamak Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Aturan serta perintah harus jelas dan tegas untuk menghidari adanya penafsiran, serta tidak menghukum warga dengan cara yang tidak beradab. 6. Sinopsis Cerita : Pan Balang Tamak seorang kaya raya yang tinggal di suatu desa, namun terkenal memiliki sifat yang kurang baik : curang, licik, pelit dan tidak mau kalah. Karena sifat-sifatnya yang buruk tersebut Pan Balang Tamak tidak disukai oleh seluruh masyarakat di desanya. Pada suatu hari, warga desa melaksanakan rapat desa untuk menemukan cara menjatuhkan hukuman kepada Pan Balang Tamak misalnya denda karena ia seringkali tidak mematuhi kewajibannya. Dalam rapat disepakati ada perintah kepada seluruh warga termasuk Pang Balang Tamak untuk mencari kayu pada pagi hari keesokan harinya. Singkat cerita keesokan harinya, pagi- pagi buta warga desa sudah mencari kayu ke gunung. Namun, Pan Balang Tamak ternyata tidak ikut, ia masih di rumahnya menunggu ayam-ayamnya turun dari kandangnya. Pada saat siang hari Pan Balang Tamak baru naik ke gunung, namun pada saat itu warga desa sudah turun gunung, dan Pan Balang Tamakpun ikut bergabung turun gunung, sehingga tanpa membawa hasil kayu yang diperintahkan. Akhirnya, setelah sampai di rumah, warga desanya lantas merapatkan Pan Balang Tamak, untuk dikenakan
122
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
denda, karena tidak melaksanakan kewajiban hasil rapat banjar yang diperintahkan. Pan Balang Tamak menolak membayar denda karena ia merasa sudah melakukan hal yang benar, menurut Pan Balang Tamak ia sudah menjalankan perintah yaitu pagi-pagi ke gunung mencari kayu. Pan Balng Tamak menafsirkan “Pagi” adalah pada saat ayam turun dari kandangnya. Pan Balang Tamak selalu menafsirkan berbeda setiap suruhan yang diberikan kepadanya, yaitu penafsiran yang menguntungkan dirinya, dan merugikan pihak lainnya. Warga desa kehilangan akal untuk membuat Pan Balang Tamak sadar akan kewajiban-kewajibannya sebagai warga desa dan mau menuruti perintah-perintah tanpa harus menafsirkan sebaliknya. Akhirnya Warga desa bermaksud untuk mencelakai Pan Balang Tamak dengan menggunakan cetik (racun) agar Pan Balang Tamak mati. Cetik didapatkan oleh warga desa dari “Anak Agung”. Singkat cerita, Pan Balang Tamakpun diberikan cetik yang paling sakti agar Pan Balang Tamak cepat mati. Seketika Pan Balang Tamak mengetahui dirinya akan dicelakai, lalu ia menceritakan kepada istrinya, bahwa apabila ia mati agar di rambutnya digantungkan “tambulilingan” (lebah), sesudah itu tempatkan di piasan (sebuah tempat), dan harta bendanya dikeluarkan dan agar di taruh di balai seka (tiang) enam, dengan ditutup kain putih sambil ditangisi dan mayatnya ditempatkan di peti dan letakkan di dalam kamar. Singkat cerita Pan Balang Tamak meninggal karena minum cetik. Diceritakan warga desanya mengintip Pan Balang Tamak mati atau tidak. Sesampainya dirumah Pan Balang Tamak, warga desa melihat Pan Balang Tamak duduk sambil mengucapkan mantra dan rambutnya terurai. Warga desanya kecewa menganggap cetiknya tidak sakti, lalu mereka kembali datang ke puri untuk mengabarkan bahwa Pan Balang Tamak belum mati. Raja (Ida Agung) pun kecewa, bahwa cetiknya tidak bisa
123
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
membunuh Pan Balang Tamak. Ida Agung ingin membuktikan dan meminum cetik itu, ternyata cetik itu sakti dan mujarab karena Ida Agung langsung meninggal dunia. Dasar Pan Balang Tamak yang selalu berhasil mengelabuhi warga desa, bahkan pada saat setelah kematiannyapun, Pan Balang Tamak masih dapat mengebelabui warga dan pengurus, karena sesungguhnya ia mati kena cetik, namun karena kemampuannya mengelabuhi warga desa dengan cara menaruh lebah atau “tambulilingan” yang berbunyi, sehingga warga desa mengira pan Balang Tamak sedang membaca mantra, padahal itu suara tambulilingan (lebah) dan Pan Balng Tamak sendiri sebenarnya sudah meninggal karena kena cetik. . 7. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Photo/Ilustrasi 1
Ket: Dua warga desa berlarian ketika melihat mayat Pan Balang Tamak (Sumber:I Nengah Tinggen, , Satua- Satua Bali (X), Singaraja: Indra Jaya
124
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
I Nengah Tingen, Satua- Satua Bali (X), Singaraja: Indra Jaya Sumber Informan – Responden : Putu Wira Sutapa, Made Gelgel Denpasar, 5 Agustus 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) I Putu Agus Indra Nugraha (Tenaga lapangan / Field Worker)
125
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-Bali Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
4 Cerita Rakyat (Satue) I Kelesih Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Tidak boleh berburu secara sembaranagn atau membabi buta, karena akan dapat memusnahkan mahkluk hidup lainnya. 6. Sinopsis Cerita : Di suatu negara antah barantah, hiduplah seorang Sang Prabu yang sangat terkenal dan memiliki seekor anjing kesayangan yang bernama Blanguyang. Anjingnya itu rupanya sangat bagus dan sangat handal menemani tuannya berburu, serta memiliki kemampuan membantu tuannya untuk menunjukkan arah buruannya, dengan cara menggonggong dan menoleh ke arah barat itu berarti buruannya ada di barat atau sebaliknya. Jadi Ida (Sang Prabu) mudah menangkap buruannya. Para binatang kesal dengan kemampuan anjing tersebut yang cendrung membahayakan kehidupan para binatang yang dijadikan objek buruan. Para binatang rapat dipimpin oleh si raja hutan yakni I Samong. Si Raja hutan membuat sayembara bahwa barang siapa yang bisa membunuh anjing itu akan dijadikan ratu hutan. Hanya seekor binatang yang menyanggupi sayembara tersebut bernama I Klesih. Singkat cerita I Kelesih pergi ke puri Sang Prabu yang memiliki anjing Blanguyang dan I Klesih berdiam di dapur. Pada sore harinya, Ida Prabu makan bersama anjingnya. Disaat Ida makan, I Klesih mengintip dari sela-sela genteng. I Blangunyang tahu keberadaan I Klesih di atas genteng, dan Blanguyangpun me lompat lompat. Melihat anjingnya lompat-lompat Sang
126
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Prabu berhenti makan. Mengamati apa yang membuat anjingnya lompat-lompat, tetapi Ida tidak melihat apa-apa. Sesudah itu Ida melanjutkan makannya. Sebentarnya lagi, I Klesih kembali melirik-lirik dari celah genteng dapur, yang membuat menambah marahnya I Blangunyang, dan kembali anjing itu melompat tinggi, dan mengakibatkan tempat nasi sang raja jatuh karena tersenggol. Ida Prabu menjadi sangat marah pada Blangunyang langsung mengambil pedang dan menebas anjing kesayangannya tersebut. Namun Ida Prabu tetap mengasihi anjingnya yang telah mati tersebut. Seketika setelah mati anjing itu I Klesih menemui I samong. I Klesih segera menjadi ratu. 7. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Photo/Ilustrasi 1
(Sumber:I Nengah Tinggen, , Satua- Satua Bali (XV), Singaraja: Indra Jaya
I Nengah Tingen, , Satua- Satua Bali (XV), Singaraja: Indra Jaya Denpasar, 6 Agustus 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) I Putu Agus Indra Nugraha (Tenaga lapangan / Field Worker)
127
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
5 Cerita Rakyat (Satue) I Celempung Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Jangan mudah percaya tentang apa yang dilihat, gunakan daya nalar, serta hati-hati dengan tipu muslihat. 6. Sinopsis Cerita : Di suatu banjar hidup seorang pria bernama I Celempung bersama istrinya, mereka keluarga miskin dan belum dikarunia anak, namun mereka hidup rukun. Suatu hari, keluarga I Celempung mengalami kesulitan, di banjarnya ada upacara desa, dan ia berkewajiban menyetorkan ribuan kepeng untuk upacara tersebut. I Celempung mencari akal untuk bisa mendapatkan uang, timbul berbagai akal yang kurang baik untuk mendapatkan uang, akhirnya ia menggadaikan anjingnya kepada kelian banjar. Pada hari yang ditentukan banjar memungut kewajiban membayar uang, ternyata I Celempung mengatakan tidak membawa uang, ia hanya mempunyai anjing sakti sebagai jaminan kepada Klian Banjar (pimpinan banjar). Semua anggota banjar yang hadir terkejut mendengar pernyataan I Celempung. I Celempung meyakinkan Klian Banjar bahwa anjingnya memang sakti dan mampu mengeluarkan uang dari pantatnya dengan cara melakukan tipu daya dan mendemonstrasikannya. I Celempung akhirnya berhasil, Kelian Banjar tertarik serta memberikan uang dua ribu kepeng kepada I Celempung. Tipu daya I Celempung tentunya tanpa sepengetahuan kelian banjar dan anggota banjar. Sesungguhnya uang yang dikeluarkan dari mulut I celempung sudah dipersiapkan sebelumnya.
128
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dengan memiliki Anjing Sakti yang mampu mngeluarkan uang kepeng, Klian Banjar merasa tidak perlu khawatir untuk pembiayaan upacara di Desanya, terlebih dengan diberikan makan yang semakin banyak tentu akan mengeluarkan uang yang semakin banyak pula. Setelah anjing tersebut gemuk, Kelian Banjar ingin mendemonstrasikan kepada anggota banjar tentang kesaktian anjingnya yang dapat mengeluarkan uang. Anjing yang disedot pantatnya bukannya mengeluarkan uang akan tetapi kotoran / tahi, yang memenuhi mulut kelian banjar. Kelian banjar malu disoraki oleh semua anggota banjar. Karena malu, Kelian banjar langsung membunuh anjing itu. Klian Banjar kemudian mendatangi rumah I Celempung untuk meminta pertanggung jawaban, namun I Celempung menolak bertanggung jawab karena anjingnya telah dibunuh oleh kelian banjar. Kelian banjarpun tidak dapat berbuat apaapa dan meninggalkan rumah I Celempung . 7. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Photo/Ilustrasi 1
Ket: Kelian banjar bersama anjing yang dia pikir dapat mengeluarkan uang (Sumber: I Wayan Jendra, 2009 , Tokoh-Tokoh Yang Cerdik Dalam Cerita Rakyat, Surabaya: Paramita
129
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
I Wayan Jendra, 2009 , Tokoh-Tokoh Yang Cerdik Dalam Cerita Rakyat, Surabaya: Paramita Denpasar, 16 Agustus 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti Utama) I Putu Agus Indra Nugraha (Tenaga lapangan / Field Worker)
130
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
6 Cerita Rakyat (Satue) Pan Angklung Gadang Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Dalam melakukan segala suatu tindakan pakailah logika. 6. Sinopsis Cerita : Raja dengan abdinya yang bernama Pan Angklung Gadang berburu ke hutan dengan menunggang kuda. Dalam perjalanan perlengkapan tali ekor kuda jatuh dan mengakibatkan kuda cepat capek, Pan Angklung Gadang mengetahui alat tersebut jatuh tapi tidak mengambilnya karena tidak ada perintah dari Raja. Raja memaklumi keadaan tersebut, kemudian memerintahkan jika ada apapun yang jatuh agar diambil tanpa menunggu titah sang raja. Dalam perjalanan pulang kuda sang raja mengeluarkan kotoran, PanAngklung Gadang mengambil kotoran tersebut sesuai perintah apapun yang jatuh agar diambil, serta memasukkannya pada tas atau kompek sang Raja. Ketika sampai di istana, Raja ingin makan sirih dan mengambilnya dari kompeknya ternyata kompeknya penuh berisi kotoran atau tahi kuda. Raja sangat marah kepada Pan Angklung Gadang, namun tidak dapat berbuat apa-apa karena perbuatan yang dilakukannya itu sesuai dengan titah/perintah Sang Raja yaitu bahwa Pan Angklung Gadag diharuskan untuk mengambil apa saja yang jatuh dari kudanya. Pan Angklung Gadang memang dengan segala akalnya sering melaksanakan tindakan yang hanya menguntungkan dirinya sendiri.
131
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
I Wayan Jendra, 2009 , Tokoh-Tokoh Yang Cerdik Dalam Cerita Rakyat, Surabaya, Paramita Denpasar, 20 Agustus 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) I Putu Agus Indra Nugraha (Tenaga lapangan / Field Worker)
132
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
7 Cerita Rakyat (Satue) I Belog Sebagai Menantu Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Selalu waspada terhadap tipu muslihat, jangan mudah mempercayai hal-hal yang tidak nyata dan mempertimbangkan segala sesuatunya dengan seksama sebelum mengambil keputusan. 6. Sinopsis Cerita : I Belog seorang laki-laki yang berpenampilan jelek dan gemuk namun cerdik berniat mengawini Luh Sari seorang ganis yang menjadi idola setiap laki-laki di kampungnya. Sesungguhnya I Belog tahu diri karena ia miskin dan jelek tidak berani meminang Luh Sari, namun ia dengan kecerdikan dan tipudayanya beberapa kali menipu Pan Sari (Bapak I Luh Sari). Misalnya berpura-pura makan tahi ayam yang ternyata yang dimakan adalah Ikan Kakul agar dikasihani orang. Juga ketika bersama-sama mencari ubi, I Belog juga menukar ubi yang diperoleh Pan Sari dengan pangkal bambu, menyadari dirinya ditipu Pan Sari menjadi marah dan ingin melakukan pembalasan. Singkat cerita, sebelum Pan Sari berhasil melakukan pembalasan, ternyata I Belog kembali berhasil memperdayai Pan Sari. I Belog pada suatu malam gelap gulita berpura-pura menjadi Dewa yang mengeluarkan suara di Sanggah (tempat persembahyangan) Pan Sari, ia meminta Pan Sari menyembahnya dan patuh untuk menikahkan Luh Sari dengan I Belog jika menolak bencana akan menimpa keluarga tersebut. Pan Sari menanyakan pada anaknya, dan akhirnya merekapun patuh
133
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
tidak berani menolak titah Dewa. Kemudian I Belog dan Luh Sari menikah. Dengan berjalannya waktu Pan Saripun mengetahui bahwa I Beloglah yang menjadi dewa di sanggar Pan Sari, tentu saja Pan Sari menjadi marah dan kecewa, namun ia tidak mampu merubah keadaan karena kenyataannya Luh Sari telah dikawini I Belog. 7. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Photo/Ilustrasi 1
Ket: I Belog bersama Luh Sari setelah menikah. (Sumber:I Nengah Tinggen, , Satua- Satua Bali (XV), Singaraja: Indra Jaya
I Nengah Tingen, , Satua- Satua Bali (XV), Singaraja: Indra Jaya Denpasar, 27 Agustus 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) I Putu Agus Indra Nugraha (Tenaga lapangan / Field Worker)
134
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
8 Cerita Rakyat (Satue) Pan Balang Tamak Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Dalam hal mengambil tindakan kita berhati- hati terhadap tipu muslihat yang licik. 6. Sinopsis Cerita : Pan Balang Tamak yang kaya raya hidup dengan istrinya di suatu desa. Sesuai dengan namanya tamak, sifatnya sangat tamak, licik, dan pelit. Warga banjar (warga masyarakat) tidak menyukai Pan Balang Tamak karena selalu saja memiliki tipu daya untuk memutar balikkan persoalan guna menutupi kesalahannya. Oleh karenanya warga desa pun mengadakan musyawarah untuk melaksanakan kegiatan agar dari kegiatan tersebut Pan Balang Tamak dapat dikenakan denda. Arah-arahan (undangan) warga desa kepada Pan Balang Tamak mulai dari mencari kayu sampai berburu di hutan, berhasil dilalui walaupun sebenarnya dia tidak mampu melaksanakan tugasnya. Itu karena sikap licik, kikir, penipu dan kejelian Pan Balang Tamak dalam melihat kekurangan dari perintah undangan yang diberikan kepadanya. Selain arah-arahan diatas, dibuat pula arah-arahan agar setiap warga desa tidak boleh memasuki pekarangan orang lain tanpa ijin pemilik pekarangan. Pan Balang Tamak mengetahui arah-arahan itu dibuat untuk menjerumuskan dirinya. Kebencian Pan Balang Tamak pun bertambah kepada warga desa. Tetapi ia dapat mengakali arah-arahan desa itu, dan malah warga banjar yang terkena denda akan pelanggaran yang dilakukan. Beberapa warga desa yang melanggar pada akhirnya membayar denda kepada Pan Balang Tamak.
135
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Atas kejadian- kejadian yang menimpa warga desa, mereka pun akhirnya kewalahan menghadapi tipu daya Pan Balang Tamak dan pada akhirnya warga desa ingin untuk membunuh Pan Balang Tamak. Pada akhirnya warga desa dengan upaya yang keras dapat membuat Pan Balng Tamak meninggal dunia. Walaupun warga desa sempat dibodohin dengan mayat dari Pan Balang Tamak tersebut. 7. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Photo/Ilustrasi 1
Ket: Warga desa menyembah mayat Pan Balang Tamak (Sumber: I Wayan Jendra, 2009 , Tokoh-Tokoh Yang Cerdik Dalam Cerita Rakyat, Surabaya: Paramita
I Wayan Jendra, 2009 , Tokoh-Tokoh Yang Cerdik Dalam Cerita Rakyat, Surabaya: Paramita Denpasar, 28 Agustus 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti Utama) I Putu Agus Indra Nugraha (Tenaga lapangan / Field Worker)
136
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
9 Cerita Rakyat (Satue) Brahmana dan Seekor Kambing Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Tanpa dasar keyakinan orang tidak dapat mencapai kesuksesan. 6. Sinopsis Cerita : Pada sebuah desa hidup seorang Brahmana dengan memilki sikap yang sederhana dan saleh. Suatu hari Brahmana pergi ke desa tetangga untuk melakukan pemujaan. Setelah itu ia diberikan hadiah seekor kambing yang gemuk. Saat menuju perjalanan pulang dengan memanggul kambing itu, Brahmana tersebut dikuntit oleh tiga orang bajingan yang menginginkan kambing itu. Setelah mendapatkan akal bajingan-bajingan ini bergantian mendekati sang brahmana. Bajingan pertama datang menemui Brahmana, bahwa hewan yang dipinggulnya adalah seekor anjing yang kotor, selanjutnya bajingan kedua datang menghampiri bahwa Brahmana menggendong seekor anak sapi yang mati. Selanjutnya datanglah bajingan ketiga, dengan cepat ia bertanya kepada sang Brahmana dengan keheranan, mengapa seorang Brahmana yang suci memanggul seorang kambing. Pemberitahuan ketiga orang yang menghampirinya tadi membuat Brahmana itu bingung. Pemikirannya pun menjadi berubah dari keyakinan bahwa yang dipanggulnya seekor kambing lamalama menjadi sejenis makhluk yang menakutkan. Brahmana pun menjadi ketakutan, dengan segera dibuang kambing tersebut dan lari ketakutan menuju rumahnya. Melihat Brahmana yang suci itu tidak yakin dengan dirinya sendiri, bajingan-bajingan tersebut tertawa terpingkal-pingkal.
137
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
7. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Photo/Ilustrasi 1
Ket: Seorang bajingan menggoda Brahmana, agar keyakinannya berubah. (Sumber: I Wayan Jendra, 2009 , Tokoh-Tokoh Yang Cerdik Dalam Cerita Rakyat, Surabaya: Paramita
I Wayan Jendra, 2009 , Tokoh-Tokoh Yang Cerdik Dalam Cerita Rakyat, Surabaya: Paramita Denpasar, 26 Agustus 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) I Putu Agus Indra Nugraha (Tenaga lapangan / Field Worker)
138
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-B 3. Nama
: 10 : Cerita Rakyat (Satue) : Ular yang Pintar dan Kodok yang Dungu 4. Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Janganlah mempercayai perkataan orang begitu saja, karena hal itu akan dapat mencelakakan diri kita. 6. Sinopsis Cerita : Seorang ular yang lemah dan tua hidup di sebuah hutan. Karenanya ia tidak dapat memangsa hewan lain untuk dijadikan santapan. Ular yang pintar inipun memutuskan untuk pergi berburu, sampailah ia di telaga yang dihuni banyak kodok. Akhirnya ular ini bisa bertemu dengan Pangeran Kodok. Si Ular minta tolong kepada Pangeran Kodok agar bisa makan kodok-kodok yang ada. Dengan diberikannya makan kodokkodok tersebut maka ular bisa kuat sehingga bisa menggendong Pangeran Kodok kemana-mana. Pada akhirnya si Ular menemui raja, ratu dan pangeran kodok untuk memakan mereka. Keluarga kodok itu pun dengan cepat disikat oleh ular beracun itu. 7. Photo Dokumentasi/Ilustrasi :
139
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Photo/Ilustrasi 1
Ket: Ular yang pintar, menghantarkan Raja kodok, ratu kodok dan keluarganya keluar masuk hutan. (Sumber: I Wayan Jendra, 2009 , Tokoh-Tokoh Yang Cerdik Dalam Cerita Rakyat, Surabaya: Paramita
I Wayan Jendra, 2009 , Tokoh-Tokoh Yang Cerdik Dalam Cerita Rakyat, Surabaya: Paramita Denpasar, 27 Agustus 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) I Putu Agus Indra Nugraha (Tenaga lapangan / Field Worker)
140
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
11 Cerita Rakyat (Satue) Angsa yang Bijaksana Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Patuhilah nasehat orang tua, walaupun tampaknya tidak masuk akal. Karena orang tua lebih dahulu pernah merasakan dan mengalami kehidupan. 6. Sinopsis Cerita : Diceriterakan angsa tua dan angsa-angsa lain hidup dengan damai di sebuah pohon beringin di tepian telaga. Suatu hari angsa tua melihat bahwa akan ada bahaya besar dengan adanya tumbuhan menjalar kecil yang ada disekitar pohon beringin itu. Angsa tua itupun memberitahukan kepada angsa-angsa lainnya, agar mereka semua menyingkirkan tumbuhan itu. Namun semua angsa menolak karena mereka memandang tumbuhan yang menjalar itu tidak membahayakan nyawa mereka. Mereka tidak percaya akan peringatan angsa tua yang bijaksana bahwa ketika sudah besar tumbuhan itu akan bisa digunakan pemburu untuk memanjat pohon beringin ini dan menangkap mereka. Haripun terus berlalu tumbuhan menjalar itu sudah menjadi besar. Lewatlah sang pemburu pada pohon beringin itu. Ia melihat ada sarang angsa, ia pun menaiki tumbuhan menjalar itu untuk menebarkan jaring. Ketika semua angsa telah hinggap disarangnya mereka baru menyadari bahwa mereka telah masuk perangkap pemburu. Mereka pun ketakutan, pada akhirnya mereka meminta maaf kepada angsa tua yang bijaksana dan memohon petunjuk bagaimana caranya agar mereka dapat melepaskan diri dari jaring pemburu tersebut. Angsa tua yang
141
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
bijaksana itu memerintahkan kepada semua angsa untuk purapura mati. Ketika pemburu itu kembali dan melihat jaringnya penuh dengan angsa-angsa yang ia kira telah mati, ia pun melepaskan angsa-angsa itu dan melemparkannya ke tanah untuk dipindahkan ke karung. Ketika angsa-angsa tersebut belum juga dipindahkan ke dalam keranjang, maka angsa-angsa itu langsung terbang tinggi menjauh. Mulai saat itu angsa-angsa itu selalu mendengar nasehat angsa tua dengan seksama. 7. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Photo/Ilustrasi 1
Ket: Angsa-angsa yang dapat melepaskan diri dari perangkap pemburu (Sumber: I Wayan Jendra, 2009 , Tokoh-Tokoh Yang Cerdik Dalam Cerita Rakyat, Surabaya: Paramita
I Wayan Jendra, 2009 , Tokoh-Tokoh Yang Cerdik Dalam Cerita Rakyat, Surabaya, Paramita Denpasar, 27 Agustus 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) I Putu Agus Indra Nugraha (Tenaga lapangan / Field Worker)
142
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-Bali Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
12 Cerita Rakyat (Satue) Hati Kera Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Melalui pemikiran yang jernih dan tenang akan dapat terhindar dari marabahaya. 6. Sinopsis Cerita : Pada jaman dahulu hidup seekor kera yang selalu makan jambu manis di pohon dan bersahabat dengan buaya yang juga akhirnya memakan jambu. Kera dan buaya selalu makan jambu lezat bersama sama. Buaya betina pun sangat menikmati jambu-jambu yang dibawakan oleh suaminya. Bahkan buaya betina ini menjadi ingin untuk memakan kera itu yang menjadi sahabat suami buaya itu. Ia berpura-pura sakit dan akan mati apabila tidak memakan hati kera. Buaya jantan pun tidak memilki pihan lain selain membawan hati kera sahabatnya kepada sang istri. Untuk memenuhi keinginan istrinya si buaya betina, buaya jantan dengan tipu musihatnya mengundang kera untuk makan bersama. Kera digendong oleh buaya, namun ketika sampai ditengah sungai, buaya jantan berguling-guling menjantuhkan si kera, menyadari si kera dalam bahaya ia bertanya pada sahabatnya si buaya mengapa ia ingin mencelakai dirinya. Si Buaya jantan menjawan karena ingin memenuhi keinginan istrinya untuk mendapatkan hati kera. Si Kera mencari akal untuk menyelamatkan dirinya dengan mengatakan hatinya berada di lubang pohon jambu, lalu mereka bersama kembali ke pohon jambu untuk mengambil hati si Kera. Setelah sampai didekat pohon jambu, si Kera cepat melompat ke pohon jambu.
143
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Buaya jantan menyadari sekarang giliran ia yang kena tipu setelah si Kera mengatakan hatinya selamat bersamanya. Buaya jantan akhirnya menasehati Buaya betina agar membuang pikiran jahatnya ingin memakan hati seekor kera yang sesungguhnya sahabat dari mereka. 7. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Photo/Ilustrasi 1
Ket: Kera yang dapat menyelamatkan dirinya dari akal licik buaya. (Sumber: I Wayan Jendra, 2009 , Tokoh-Tokoh Yang Cerdik Dalam Cerita Rakyat, Surabaya: Paramita
I Wayan Jendra, 2009 , Tokoh-Tokoh Yang Cerdik Dalam Cerita Rakyat, Surabaya, Paramita Denpasar, 27 Agustus 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) I Putu Agus Indra Nugraha (Tenaga lapangan / Field Worker)
144
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-Bali Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
13 Cerita Rakyat (Satue) Keledai Tanpa Otak Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Waspada dengan pujian karena dibalik pujian bisa jadi tersembunyi rencana jahat. 6. Sinopsis Cerita : Di tengah hutan hidup si Raja hutan yaitu seekor singa tua yang lemah dan tidak ditakuti lagi. Untuk mendapatkan makanan raja hutan tua ini meminta Srigala untuk melakukannya dengan dijanjikan menjadi perdana menteri. Srigala menyanggupi namun ia tidak bodoh karena serigala ini adalah binatang yang licik. Serigala berburu mencari makanan untuk sang Raja hutan, di hutan serigala bertemu dengan seekor keledai, langsung ia memuji si keledai bahwa ia akan dijadikan perdana mentri oleh sang raja hutan dengan mengatakan keledai adalah seekor binatang yang kuat, pintar dan berani. Akhirnya keledai yang bodoh tersebut mau mengikuti permintaan Serigala untuk menghadap raja hutan. Begitu melihat keledai Raja hutan ingin memangsanya, namun keledai berhasil menghindar dan berlari ke arah hutan. Singa tua kembali memerintahkan serigala membawa kembali si keledai. Serigala menemui keledai dan membujuk keledai bodoh itu untuk kembali menemui raja dengan mengatakan bahwa Raja mendekat bukan untuk memakan keledai tapi untuk menyambutnya. Karena rayuan srigala yang licik maka keledai bodoh bersedia kembali menemui sang raja. Pendek cerita Raja hutan berhasil membunuh keledai dan ingin memakannya, namun sebelum itu srigala meminta agar raja hutan mandi dulu baru makan daging keledai. Raja
145
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
hutan menyetujuinya, ketika raja hutan sedang mandi, serigala memakan otak keledai hingga habis. Sang raja hutan kaget melihat otak keledai sudah tidak ada dan menanyakan pada srigala. Kemudian srigala menjelaskan bahwa bahwa keledai tidak memiliki otak. Bukankah keledai itu sangat bodoh alias tidak mempunyai otak. Makanya ia datang untuk menyerahkan dirinya. Singa merasa puas dengan jawaban Srigala. Keduanya lalu tertawa terbahak-bahak. Srigala berhasil memperdaya si raja hutan. 7. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Photo/Ilustrasi 1
Ket: Keledai yang dungu mendekat kehadapan Singa
(Sumber: I Wayan Jendra, 2009 , Tokoh-Tokoh Yang Cerdik Dalam Cerita Rakyat, Surabaya: Paramita
I Wayan Jendra, 2009 , Tokoh-Tokoh Yang Cerdik Dalam Cerita Rakyat, Surabaya, Paramita Denpasar, 29 Agustus 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) I Putu Agus Indra Nugraha (Tenaga lapangan / Field Worker)
146
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-B 3. Nama
: 14 : Cerita Rakyat (Satue) : Kakua dan I Lutung Mencari Mangga 4. Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Berhati-hatilah dalam memilh sahabat. Karena sahabat yang sangat dipercaya juga dapat mencelakakan. 6. Sinopsis Cerita : Kakua (kura-kura) dan I lutung (Kera) adalah dua bersahabat. Sifat I lutung cerdas namun sangat licik. Suatu saat sepasang sahabat ini pergi mencari mangga. I lutung bertugas untuk memetik mangga di atas pohon, sedangkan kakua, memungut mangga yang dijatuhkan. Ketika I lutung sedang menjatuhkan mangga-mangga yang dipetik, kakua bersembunyi didalam keranjang yang penuh berisi tumpukan mangga. Ketika mau pulang I lutung bingung untuk mencari kemana I Kakua. Lalu I lutung pun memutuskan untuk meembawa keranjang mangga pulang dengan cara memikulnya. Sampai di rumah mangga itu disimpan di lumbungnya dengan harapan masak setelah beberapa hari kemudian. Beberapa hari kemudian, I lutung datang ke lumbung tersebut dengan niat untuk menikmati mangganya. I lutung sangat terkejut melihat mangga–mangganya tinggal batu–batunya saja dan cairan-cairan kuning disekitarnya. I lutung lalu memakan cairan itu dan ternyata amis rasanya. Ia akhirnya tahu bahwa cairan itu pasti kotoran I Kakua. I Lutung jadi sangat kesal, maka diputuskannya untuk membalas dendam. Diajaklah I kakua memetik mangga itu kembali. Sebaliknya, yang memetik mangganya adalah I Kakua,
147
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
dan I lutung yang mengambil buahnya untuk dimasukkan ke dalam keranjang. Setelah I Kakua banyak memetik mangga, lalu dipanggillah I lutung untuk menanyakan keranjangnya sudah penuh apa belum. Saat dipanggil I lutung tidak menyahut, dan tidak tampak batang hidungnya. Namun, I kakua tahu bahwa I lutung bersembunyi di dalam keranjang, karena ia melihat ekor I lutung tersembul keluar dari tumpukkan mangga dalam keranjang tersebut. Lantas I kakua pun memikul mangga itu ke rumah. Sampai di rumah, I kakua cepat-cepat meletakkan keranjang yang berisi tumpukan mangga itu diatas tungku dapur yang panas. I lutung lalu merasakan panas di sekujur tubuhnya, dan ia pun dengan spontan melompat keluar dari tungku tersebut. I Lutung rencananya membalas dendam kepada I Kakua, akan tetapi sebaliknya malah I Lutung yang diperdaya kembali oleh I kekua sahabatnya sendiri.
Disusun oleh : I Putu Sanjaya, Kumpulan ”Satua Bali” ke : 3. Singaraja, Penerbit: Toko Buku Indra Jaya Denpasar, 31 Agustus 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) I Putu Agus Indra Nugraha (Tenaga lapangan / Field Worker)
148
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
15 Cerita Rakyat (Satue) Kucing dan Harimau Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Jangan selalu memaksa kehendak kuntuk memilki apa yang diinginkan. 6. Sinopsis Cerita : Cerita ini menceritakan kakak beradik, yakni kucing dan harimau. Kucing adalah seekor hewan yang memiliki kemampuan untuk menyergap mangsa dan memanjat pepohonan. Kucing adalah kakak dari harimau, walaupun tubuh harimau memang lebih besar. Suatu ketika, harimau meminta kepada kakaknya, untuk diajarkan ilmu menyergap mangsa.Tanpa berpikir panjang kucing pun mengajarinya sampai harimau bisa.Tidak sampai disana harimau meminta agar kucing mengajarinya ilmu untuk menaiki pepohonan.Untuk permintaan ini, kucing menolaknya. Oleh penolakan kucing, harimau pun gusar dan ingin menyergap kucing, kucingpun menghindar dan memanjat pohon, sehingga harimau tidak dapat memangsanya. Setelah keadaan aman, kucing turun, dan memutuskan pergi dari hutan untuk pergi keperumahan penduduk, agar memperoleh keadaan yang lebih aman dan sejak saat itu, setiap kucing beranak, tahinya dikubur agar kotorannya tidak terendus oleh harimau. Denpasar, 31 Agustus 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) I Putu Agus Indra Nugraha (Tenaga lapangan / Field Worker)
149
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
16 Cerita Rakyat (Satue) Nang Cepaluk Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Perbuatan yang curang akan mendapatkan ganjaran yang setimpal. 6. Sinopsis Cerita : Desa Tegal Sari adalah sebuah desa yang memiliki areal persawahan yang sangat luas. Sawah-sawah di desa itu sesungguhnya dimiliki oleh beberapa orang kaya dan sebagaian besar masyarakat disana hanya sebagai penggarap sawah. Tersebutlah salah satu warga desa tersebut bernama Nang Cepaluk yang terkenal malas, pengangguran dan suka bermain judi. Pada musim tanam jagung, tiba-tiba Nang Cepaluk minta kepada istrinya membelikan biji jagung. Istrinya terkejut sekligus senang, karena suaminya mau untuk bercocok tanam. Nang Cepaluk ini meminta kepada istrinya agar jagung tersebut disangrai (nyah nyah) dan diberi gula aren agar bibit jagung menjadi lebih baik, istrinyapun menuruti. Pada esok harinya, Nang Cepaluk pamit kepada istrinya ke sawah. Akan tetapi dasar pemalas, ia bersama teman-temannya menikmati jagung sangria berisi gula aren tersebut. Setelah sore ia pulang dan mengaku bahwa jagungnya telah ditanam di sawah. Saat musim panen tiba, ternyata istrinya memanen jagung milik orang lain yang dikira hasil tanaman suaminya. Ketika menyadari istrinya salah petik, Nang Cepluk malah merasa tidak bersalah dengan santai mengatakan besok akan memtik jagung miliknya.
150
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Keesokan harinya Nang Cepaluk ke sawah dan berhasil memperdaya dan menakut-nakuti dua gadis yang membawa hasil panen jagung, karena ketakutan gadis itu lari jagungnyapun diambil oleh Nang Celepuk. Keesokan harinya Nang Celepuk ingin mengulang kembali tipu dayanya dengan berpura-pura menjadi jamur di bawah tumpukan jerami, dua gadis yang membawa jagung yang ditunggu-tunggupun datang, karena kejadian kemarin ketakutan, gadis itupun menggunakan arit untuk menebas jamur di atas tumpukan jerami, Nang Cepaluk yang kena tebas arit melompat dari tumpukan jerami dan menjerit-jerit penuh kesakitan. Sejak kejadian itu Nang Cepaluk kapok dan mengurung dirinya selama berhari-hari karena malu. Denpasar, 31 Agustus 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) I Putu Agus Indra Nugraha (Tenaga lapangan / Field Worker)
151
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-B 3. Nama
: 17 : Cerita Rakyat (Satue) : Lutung Maling Isen (Lutung Mencuri Isen) 4. Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Hilangkan sifat pendendam, meskipun orang lain berbuat jahat agar dibalas dengan perbuatan baik. 6 Sinopsis Cerita : Suatu hari lutung (kera) dan kura-kura pergi ke ladang Kaki (Kakek) Dauh untuk mencuri Isen. Mereka tidak tahan dengan rasa lapar mereka. Karena kecerobohan si Lutung, akibat berteriak keras karena belum terbiasa makan isen yang pedas, datanglah Kaki Dauh. Lutung bersembunyi di pohon, dan kura-kura di bawah tempurungnya. Lutung memberi tahu Kaki Dukuh bahwa yang dibawah tempurung adalah kura-kura. Langsung saja Kaki Dukuh mengambil kura-kura tersebut lalu dikurung di rumahnya untuk dijadikan sate. Sebelumnya kura-kura diberi makan yang banyak oleh Kaki Dukuh agar lebih gemuk sehingga bertambah banyak dagingnya. Lutung iri dengan kura-kura dan minta bertukar tempat. Kura-kura mau saja bertukar dengan Lutung, karena ia tahu akan dijadikan sate. Ketika Kaki Dukuh tahu, justru tambah senang karena dapat daging lebih banyak. Segera Kaki Dukuh mengambil golok untuk menyembelih si Lutung. Si Lutung jadi sangat takut ketika ia akan disembelih. Tetapi. Lutung mempunyai akal. Ia menegatakan bahwa dagingnya pahit, jika ingin dagingnya menjadi enak terlebih dahulu Kaki Dukuh memohon kepada Dewa Wisnu dengan mengikatkan makanan di kaki si Lutung dan membungkus dengan jerami lalu dibakar. Namun apa yang dikatakan lutung dipercaya begitu
152
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
saja. Ketika si lutung terbakar, lutung meloloskan dirinya dengan cepat berlari menuju sungai yang ada di dekat rumah Kaki Dukuh. Kaki Dukuh bengong melihat kejadian itu dan merasa diperdaya oleh si Lutung. Setelah si Lutung berhasil keluar dari arus deras sungai akibat kebaikan kura-kura, si lutung mengajak kura-kura makan bersama dari makanan yang tergantung di kaki si Lutung. 7. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Photo/Ilustrasi 1
Ket: Lutung memberi tahu Kaki Dukuh tempat persembunyian Kura – kura, agar bisa menyelamatkan diri. (Sumber: Kumpulan ”Satua Bali” ke : 3, halaman 2)
Disusun oleh : I Putu Sanjaya, Kumpulan ”Satua Bali” ke : 3. Singaraja, Penerbit: Toko Buku Indra Jaya Denpasar, 20 Juli 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Putu Dyva Dhamahadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
153
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional – Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
18 Cerita Rakyat (Satue) I Belog (Si Bodoh) Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Kebodohan dapat menimbulkan kerugian bagi diri sendiri serta orang lain. 6. Sinopsis Cerita : I Belog (Si Bodoh) sesuai namanya adalah orang yang amat bodoh sehari-hari kerjanya hanya hanya makan. I Belog membawa mayat yang sangat cantik ke rumahnya untuk diperistri, ia mengira mayat itu bersedia menjadi istrinya karena diam saja. I Belog memberitahu Ibunya tentang wanita tersebut adalah istrinya. I Belog memberi makan istrinya, tentu saja karena mayat tidak bisa makan, makanan yang disediakan pada mayat tersebut dimakan dan dihamburkan oleh kucing. Setelah beberapa hari Ibunya sangat terkejut karena melihat wanita yang ada di kamar I Belog adalah mayat yang sudah membusuk dan bau sekali, karena bau busuk dari mayat itu, Ibu dan I Belog membuang mayat tersebut ke jurang. Karena menggotong mayat yang membusuk Ibunya I Belog juga menjadi berbau busuk, karena bodoh I Belog mengira Ibunya juga sudah mati karena sama berbau busuk. I Belog mengikat dan menyeret Ibunya ke jurang, meskipun ibunya melawan tetap saja I Beelog membuang ibunya ke jurang. Setelah kejadian itu, I Belog hidup sendiri, suatu saat ia buang angin yang berbau busuk sekali. I Belog mengira dirinya sudah mati karena bau busuk dirinya. Ia pun lalu ke jurang dan menceburkan dirinya. I Belog pun mati.
154
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Satua – Satua Bali (XII). Singaraja, Penerbit: Toko Buku Indra Jaya, Tanpa Tahun Sumber Informan/Responden : Ida Bagus Gede Weda Andikha, Made Giri, Ni Nyoman Ani Sutarmi, Ketut Wahyu Gali Saputra, Putu Krisna, Made Gelgel Denpasar, 30 Juli 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Putu Dyva Dhamahadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
155
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-B 3. Nama
: 19 : Cerita Rakyat (Satue) : I Tuung Kuning (Si Terong Kuning) 4. Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Setiap orang hendaknya saling menghargai dan saling menyayangi satu sama lain. 6. Sinopsis Cerita : Diceritakan I Pudak, seorang suami dan penjudi ayam (bebotoh) ketika hendak bepergian sangat jauh berpesan pada istrinya yang sedang hamil, agar jika anaknya lahir laki-laki agar dirawat dan disayangi, namun jika lahir perempuan agar dicincang dan dijadikan makanan ayam. Ternyata istri I Pudak melahirkan seorang anak perempuan dan diberi nama Tuung Kuning, tentu saja Istri I Pudak tidak tega membunuh anaknya sendiri, hanya ari – ari dari anaknya yang diberikan kepada ayam – ayam suaminya. Putrinya si Tuung Kuning dititipkan kepada ibunya. Ketika I Pudak pulang dari bepergian jauh ia menanyakan jenis kelamin anaknya, istrinya menjawab anaknya seorang perempuan dan sudah memberikannya kepada ayam – ayamnya. Ketika ayamnya ditanya oleh I Pudak, si ayam menjawab bahwa yang diberikan hanya ari – arinya saja. Pudak lalu menyuruh istrinya membawa Tuung Kuning pulang untuk dijadikan makanan ayam. Singkat cerita Tuung Kuning dibawa ke hutan oleh ayahnya untuk dibunuh. Beruntung bidadari menyelamatkan Tuung Kuning dan mengantinya dengan pohon pisang. Pudak mencincang pohon pisang dan memberikannya kepada ayam-ayamnya, ternyata ayam-ayamnya menjadi mati karena memakan cincangan pohon pisang. Pudak akhirnya
156
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
menyesal telah membunuh anaknya, dia pergi ke tempat yang ia kira tempat membunuh Tuung Kuning, dia terus menangis dan menyesal selama berbulan – bulan hingga kurus kering. Tuung Kuning merasa kasihan dan memohon kepada bidadari untuk dikembalikan kepada ayahnya. Ketika Tuung Kuning dikembalikan kepada ayahnya dia merasa gembira dan mereka pulang kembali ke rumahnya. Sejak peristiwa itu banyak orang yang datang ke rumah Tuung Kuning untuk mendengarkan ceritanya selama berada di surga. Akhirnya cerita Tuung Kuning tersebut didengar oleh Raja. Raja akhirnya mengundang Tuung Kuning ke istana. Di istana, Sang Raja terpikat akan kecantikan Tuung Kuning. Dijadikanlah kemudian Tuung Kuning istri Sang Raja. I Pudak, ayah dari Tuung Kuning diberikan jabatan sebagai Kepala Desa. 7. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Photo/Ilustrasi
Ket: Tuung Kuning diselamatkan oleh bidadari ketika akan dibunuh oleh ayahnya. (Sumber:) Satua – satua Bali (XIII), Cover depan
157
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Disusun oleh : I Nengah Tingen, Satua – Satua Bali (XIII). Singaraja, Penerbit: Toko Buku Indra Jaya. Sumber : Made Taro Denpasar, 3 Agustus 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Putu Dyva Dhamahadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
158
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
20 Cerita Rakyat (Satue) Taluh Mas (Telor Emas) Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Meskipun hidup sederhana hendaknya terus melakukan tugas mulia yaitu menolong dan mencintai sesama makhluk hidup. 6. Sinopsis Cerita : Dikisahkan dua orang yang hidup bertetangga. Sifat mereka sangat bertentangan. Orang yang satu memiliki kekayaan yang sangat melimpah, namun tidak suka menolong serta selalu iri hati. Sementara tetangganya sangat misikin namun suka menolong orang yang membutuhkan. Si orang kaya ini bahkan pernah mengusir seekor burung merpati yang sayapnya terluka di halaman rumahnya. Akhirnya burung itupun bersusah payah terbang, dan sampai di halaman si orang miskin yang suka menolong ini. Seperti biasanya ia menolong burung itu samapai sembuh. Setelah sembuh burung itu lalu dilepaskan kembali ke alam. Burung itu tahu membalas budi. Ia kembali ke halaman si orang miskin yang baik itu dengan bertelur emas di rumahnya. Berhari-hari hal ini berlangsung. Si orang kaya mengetahui kejadian tersebut dan menjadi sangat iri. Suatu malam merpati tersebut diambilnya, namun si merpati tidak mau bertelur dan mengakibatkan orang kaya tersebut menjadi marah, dan ingin membunuh merpati dengan golok. Merpati berubah menjadi ular yang sangat besar, si Kaya ketakutan serta memohon pertolongan ke tetangganya. Ketika warga berdatangan ular besar itu kembali berubah wujud menjadi merpati lalu terbang jauh meninggalkan rumah si orang
159
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
kaya yang jelek sifatnya itu. Si orang kaya bengong dan tidak mendapatkan apa-apa.
Disusun oleh : I Nengah Tingen, Satua – Satua Bali (XII). Singaraja, Penerbit: Toko Buku Indra Jaya Denpasar, 3 Agustus 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Putu Dyva Dhamahadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
160
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-B 3. Nama
: 21 : Cerita Rakyat (Satue) : I Meong lan I Bikul (Si Kucing dan Si Tikus) 4. Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Dalam kehidupan hendaknya selalu hidup saling rukun dan saling membantu, serta bekerja. 6. Sinopsis Cerita : Kucing dan Tikus hidupnya selalu saling bermusuhan. Senantiasa bertengkar dan selalu bertengkar, serta keduanya mempunyai sifat jelek yaitu pemalas. Si kucing tinggal dirumah mewah sehingga mengakibatkan ia menjadi sangat malas. Pekerjaan sehari-harinya tidk lain adalah makan, tidur dan bertengkar dengan si tikus. Semakin hari tubuhnya menjadi semakin gemuk. Sebaliknya, tikus tinggalnya di selokan yang sangat kumuh dan bau, serta si tikus sangat malas untuk mandi sehingga membuatnya tampak dekil dan bau busuk. Si tikuspun sering kena penyakit sehingga tubuhnya semakin kurus kering.
Diceritakan oleh : Gede Pramartha Denpasar, 13 Agustus 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Putu Dyva Dhamahadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
161
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
22 Cerita Rakyat (Satue) Harimau dan Manusia Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Kisah Harimau menantang Manusia mengajarkan bahwa kita tidak boleh sombong ataupun angkuh jika memiliki kemampuan yang lebih. Karena kemampuan yang lebih karena jika tidak digunakan dengan baik dan bijak, akan membuat kita hancur . 6. Sinopsis Cerita : Dikisahkan, seekor harimau buas dan garang hidup di hutan Jenggala Sila. Pada suatu hari harimau bertemu dengan si gajah, dan menegurnya bahwa si gajah tidak sopan. Gajah pun memohn maaf karena takut. Dan ia pun kesal dengan tingkah si harimau. Lalu gajah melapor bahwa punggungnya telah dilukai oleh makhluk kecil, lincah, berkaki dua dan bahkan telah membunuh banyak harimau. Makhluk itu menantang si harimau. Tak lain makhluk itu adalah manusia. Harimau dengan tidak menunggu lama lagi segera mencari si manusia. Langsung bertanya kepada manusia kenapa ia memunuh banyak harimau dan melukai rakyat si harimau. Akan tetapi manusia itu takut sekali, karena ia hanyalah pencari kayu bakar. Bukan ia yang membunuh, akan tetapi si manusia pemburu, si pemberani. Bahkan dalam keadaan terikat sekalipun dia tidak pernah takut akan apapun. Karena merasa tidak mau kalah, dengan angkuh dia menyuruh manusia tersebut mengikat dirinya di pohon dan mencari pemburu tersebut. Lalu orang
162
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
tersebut pergi mengambil tombak, bukannya mencari si pemburu, orang tersebut langsung menombak si harimau yang sombong hingga mati.
Disusun oleh : Made Taro , Kisah – Kisah Tantri. Penerbit: Sanggar Kukuruyuk, Denpasar 2009 Denpasar, 10 September 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Putu Dyva Dhamahadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
163
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-B 3. Nama
: 23 : Cerita Rakyat (Satue) : I Sugih teken I Tiwas (Si Kaya dan Si Miskin) 4. Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Kesuksesan hanya dapat diraih dengan bekerja keras dan tidak iri hati. 6. Sinopsis Cerita : Diceritakan, Si Kaya hidup melimpah dengan harta kekayaannya. Sawah luas, rumah banyak dan uang tak terhitung. Sifatnya selalu iri hati, serakah dan sangat pelit. Sementara itu, Si Miskin pekerjaannya mencari kayu bakar, hidupnya sangat miskin, namun mempunyai sifat sangat baik. Suatu ketika saat Si Miskin sedang mencari kayu bakar di hutan, datanglah Sang Kijang, kemudian menyuruh Si Miskin memasukan tangannya ke dalam anus (pantat) Sang Kijang. Di dalam anusnya si miskin menemukan uang banyak. Si miskin menjadi sangat gembira serta tak lupa bersyukur pada Tuhan/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Si kaya lalu mendengar cerita si miskin ini. Si Kaya menjadi iri terhadap hal ini. Si Kaya pun akhirnya pergi juga ke hutan berharap mendapat uang banyak dari Sang Kijang. Ketika di hutan, ia melihat Sang Kijang sedang makan di rerumputan hijau . Si Kaya tidak sabar langsung memasukkan tangannya ke dalam anus Sang Kijang yang sedang makan itu. Karena marah, sang Kijang pun menendang beberapa kali Si Kaya hingga babak belur. Si Kaya menjadi kesakitan dan kemudian pulang.
164
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
7. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Photo/Ilustrasi 1
Ket: Si Miskin ketika mencari kayu bakar ke hutan dihampiri oleh Sang Kijang yang kemudian memberinya harta. (Sumber: Sekar Tunjung Buku Pengembangan Materi Bahasa Bali Untuk SD Kelas 2 Semester Genap, halaman 1)
Sekar Tunjung Buku Pengembangan Materi Bahasa Bali Untuk SD Kelas 2 Semester Genap, halaman 1. Buku ini mengutip dari Buku Kusuma Sari 2. Sumber : Nama:I Ketut mulia Dana Denpasar, 2 Juli 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Putu Dyva Dhamahadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
165
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
24 Cerita Rakyat (Satue) Men Cubling (Bu Cubling) Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Cerita Men Cubling ini memberi pesan kepada anak-anak agar jikalau meminta sesuatu dari orang lain hendaknya dengan sikap dan tutur kata yang baik dan tidak memaksa serta jangan sampai merepotkan atau menyusahkan orang lain. 6. Sinopsis Cerita : Men Cubling (Bu Cubling) dan suaminya Pan Cubling (Pak Cubling) tinggal di sebuah rumah di pinggiran hutan. Pan Cubling bekerja di kebun, sementara istrinya sehari-harinya memasak di rumah. Suatu ketika, beberapa kera yang berbadan besar mendatangi Men Cubling yang sedang memasak di dapur, kera tersebut memaksa agar Men Cubling memberikan makanan dan buah-buahan, serta mengancam akan merusak benda-benda kepunyaan Men Cubling jika tidak memberikan makanan. Ketika Pan Cubling mengetahui hal tersebut ia menemukan akal untuk membantu istrinya yaitu dengan berpura-pura mati dengan cara menutup dirinya dengan kain kasa di atas tempat tidur. Ketika kera-kera yang berbadan besar itu datang mencari makan ke rumah Men Cubling, Men Cubling memberi tahu kerakera itu bahwa Pan Cubling telah mati. Lalu Men Cubling minta tolong kepada kera-kera itu untuk membuat lubang yang dalam sebelum mereka diberikan makanan oleh Men Cubling. Ketika kera-kera itu membuat lubang yang dalam, Men Cubling lantas
166
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
dengan segera menutup lubang itu dengan kayu (sejenis papan) sehingga kera-kera tersebut tidak bisa keluar. Lalu disiraminya kera-kera yang ada di dalam lubang itu dengan air yang sangat panas yang baru mendidih. Akhirnya kera-kera itu pun mati. Demikian akhir cerita bagi mereka yang suka memaksa memiliki kepunyaan orang lain. 7. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Photo/Ilustrasi 1
Ket:Men Cubling menyiram air panas kera-kera galak yang suka meminta makan padanya dengan kasar ketika kera-kera itu terperangkap dalam lubang besar galian hasil akal Pan Cubling hingga akhirnya kera-kera itu pun mati. (Sumber: ilustrasi gambar oleh Aras)
167
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Sekar Tunjung Buku Pengembangan Materi Bahasa Bali Untuk SD Kelas 2 Semester Genap, halaman 20. Buku ini mengutip dari Buku Kesuma Sari. Sumber Informan/Responden Nama:Nyoman Mariasa, Singaraja Denpasar, 2 Juli 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti ) Putu Dyva Dhamahadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
168
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
25 Cerita Rakyat (Satue) Siap Selem (Ayam Hitam) Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Sebagai anak seharusnya sangat menyayangi dan mengasihi Ibu, karena pengorbanan dan kasih sayang Ibu yang telah diberikan kepada kita. Perbuatan yang kita lakukan (baik atau buruk) akan mendapat imbalan (pahala) yang setimpal di kemudian hari. 6. Sinopsis Cerita : Cerita ini tentang Siap Selem (Ayam Hitam) yaitu ayam betina dengan ketujuh anaknya sedang mencari makan. Anaknya yang paling kecil bernama I Doglagan karena ia tidak mempunyai bulu. Di hari itu mereka berusaha mencari makan. Sungguh sial hari itu hingga petang mereka belum juga mendapat makanan. Entah bagaimana asalnya, tiba-tiba hujan deras mengguyur mereka. Sementara rumah mereka sangat jauh dari tempat itu. Kebetulan tidak jauh dari tempat itu ada rumah milik Men Kuuk. Siap Selem akhirnya memutuskan untuk bermalam di rumah Meng Kuuk (Musang Hitam). Dengan sangat ramah Men Kuuk menerima tamu-tamunya tersebut. Meng Kuuk mempersilahkan Siap Selem dan anak-anaknya bermalam disana. Dibalik keramahan tersebut, rupanya Meng Kuuk mempunyai niat jahat yakni ingin memangsa Siap Selem (Ayam Hitam) dan anakanaknya saat mereka sudah tertidur lelap nanti. Karena insting
169
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
dan pengalamannya ternyata Siap Selem tahu akan niat jahat Men Kuuk tersebut. Siap Selem berpikir tujuh keliling, bagaimana ia dan anakd-anaknya bisa lepas dari perangkap Men Kuuk. Tak lama kemudian, ia menemukan jalan keluar. Siap Selem harus jangan tidur alias tetap terjaga. Ia harus tetap menjaga anak-anaknya telah tertidur. Setelah tengah malam tiba ia meakukan aksinya untuk keluar dari rumah Men Kuuk. Dengan sangat hati-hati dan tanpa suara yang berisik, anak-anaknya dibangunkan satupersatu. Caranya adalah satu-persatu mereka harus terbang ke seberang keluar dari rumah si musang yang jahat. Giliran anak yang pertamapun terbang keluar rumah Meng Kuuk. ”Peeeerrrr.... peeerrrr” Terdengar suara anak pertama yang terbang. Meng Kuuk yang sedari tadi tidak tidur, tentu saja mendengar suara itu. Men Kuuk berteriak ” Hai Siap Selem ....suara apa itu?”. Setelah berpikir sebentar, dijawab kemudian oleh Siap Selem ”Mungkin suara daun nangka yang jatuh”. Dan begitu seterusnya kejadian itu berulang-ulang hingga anak terakhirnya dan Siap Selem sendiri terbang keluar dari rumah Men Kuuk. Untuk terkahir kalinya Meng Kuuk berteriak, ” Oiii Siap Selem.... suara apa lagi itu?”. Lama ditunggu jawabannya oleh Men Kuuk. Akan tetapi jawaban dari Siap Selem tak pernah ada. ”Wah... mereka pasti sudah tertidur pulas” pikir Men Kuuk. Dengan mengendap-endap Men Kuuk menyatroni kamar Siap Selem yang gelap gulita. Dilihatnya ada sesuatu yang hitam di kamar tersebut. Men Kuuk pikir ini pasti anak-anak Siap Selem. Semakin di dekati daaann....”Hap!” Meng Kuuk menjerit dengan keras, ”Aduh....aduuuh... aduh... gigiku...gigiku!”. Gigi bagian depan Men Kuuuk copot semuanya. Darah berceceran mengucur deras dari mulut Men Kuuk. Ternyata akal Siap Selem sangat jitu, ia meletakkan batu hitam besar di dalam kamar yang gelap untuk memperdaya Men Kuuk agar dikira anak-anak ayam Siap Selem yang sedang tidur. Jadi yang diterkam Men Kuuk adalah sebongkah batu hitam besar. Dari kejauhan Siap selem dan anak-
170
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
anaknya yang menyaksikan kejadian Men Kuuk tertawa geli melihat Men Kuuk yang kena batunya. Lalu mereka bernyanyi keras untuk mengejek Men Kuuk, ”Ngak ngik nguk gigi pungak nyaplok batu”. Artinya : Ngak ngik nguk gigi patah nerkam batu. Karena kelicikannya Men Kuuk menerima ganjarannya. 7. Photo Dokumentasi/Ilustrasi : Photo/Ilustrasi 1
Ket: Siap selem dan anak-anaknya tertawa sambil menyanyi melihat Meng Kuuk yang menerkam batu hingga giginya copot semua. (Sumber: ilustrasi gambar oleh Aras)
Sumber Informan/Responden : Made Martha Wirawan, Nyoman Mariasa , I Gusti Agung Intan Padmini, Putu Puspitawati, Putu Krisna Denpasar, 1 September 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Putu Dyva Dhamahadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
171
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-Bali 3. Nama
: 26 : Cerita Rakyat (Satue) : Bawang & Kesuna ( Bawang Merah dan Bawang Putih ) 4. Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Melihat teman kita meraih sukses, janganlah iri dan dengki kepadanya. 6. Sinopsis Cerita : Diceriterakan dua orang bersaudara yaitu Kesuna (bawang putih) dan Bawang (bawang merah). Sifat mereka sanagat berlawanan. Kesuna sifatnya pemalas dan sangat bandel. Sementara Bawang /saudara tirinya sifatnya sangat rendah hati, rajin bekerja dan sangat penurut. Suatu hari Ibu tiri bawang menyuruh bawang mencuci pakaian di sungai. Sesampainya di sungai bawang bertemu dengan burung berkucut kuning. Lalu bawang diberi mahkota oleh burung itu. Bawangpun pulang dengan membawa mahkota tersebut, namun sampai di rumah si Bawang dituduh mencuri, bukannya senang dengan kejadian itu. Akan tetapi dengan tanpa diketahui yang lainnya si Kesuna sangat ingin mencoba dialami oleh bawang. Kesuna pun pergi ke sungai, sampai disungai Kesuna mencari akal dengan berpura – pura menangis, agar burung berkucut kuning datang menghampirinya. Kemudian tak berselang lama yang ditunggu Kesuna datang juga. Burung yang merupakan penjelmaan Bidadari tersebut telah mengetahui apa yang diinginkan oleh Kesuna termasuk semua keinginan buruknya. Lalu, burung itu hinggap diatas kepala Kesuna, akan tetapi yang muncul bukanlah sebuah mahkota yang indah melainkan muncullah binatang-binatang buas : ular,
172
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
kalajengking, dll. Kesuna serta merta menjerit-jerit ketakutan dan berlari menuju rumahnya. Kesuna telah mendapat imbalan atas niat buruknya.
Sumber Responden/informan : Ni Komang Trijayanti, Ni Kadek Eva Januwati, Ni Putu Nia Septarini, Made Martha Wirawan, Ni Nyoman Mutiara Tribuana, Nyoman Mariasa, Ni Wayan Diah Patni Septianingrum , Cok Istri Sri Gatini Denpasar, 16 September 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Putu Dyva Dhamahadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker) 4.3.3 Pendokuementasian Gending Tradisional Bali Selain Dongeng atau Satue Bali, dipandang penting pula mengidentifikasi karya seni budaya lainnya yang tumbuh dan berkembang di Bali sebagai wujud dari karya Folklor atau Ekspresi Budaya Tradisional (EBT). “Gending Bali” atau Lagu Bali kiranya dapat dikelompokkan sebagai contoh lain dari karya EBT yang berasal dari Bali karena karya karya-karya tersebut tumbuh dan berkembang di Bali. Karya-karya “Gending Bali” sudah ada sejak dahulu kala di Bali, disampaikan dan dinyanyikan secara turuntemurun dari generasi ke generasi berikutnya pada keluargakeluarga Bali yang berasal dan umumnya masih menetap, tumbuh dan berkembang di Bali. Dalam perkembangannya sekarang ini “Gending-Gending Bali” juga diajarkan di sekolahsekolah sebagai bagian dari Kurikulum di sekolah-sekolah baik di tingkat SD,SMP dan beberapa sampai di tingkat SMA. Bahkan seiring dengan perkembangan industri musik di Bali, karya
173
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
“Gending Bali” mulai banyak direkam dengan aransemen modern serta dengan sentuhan karya-karya seni asli atau orisinal sesuai dengan cita rasa dari para penekun seni Bali yang umumnya dari kalangan generasi sekarang ini. Dalam berbagai kepustakaan maupun dari pengetahuan yang berkembang di masyarakat Bali, dapat dikemukakan bahwa “Gending-Gending Bali” dikenal dalam berbagai tingkatan seperti tingkatan “Sekar Alit”, “Sekar Madya”, dan “Sekar Agung”. Sebagai tahap awal dalam penelitian dan penulisan hasil identifikasi “Gending-Gending Bali” yang bertumbuh, berkembang dan berasal dari Bali sangat disadari masih sangat permukaan, tentu saja masih dibutuhkan penelitian-penelitian serta pendokumentasian lebih mendalam agar dimiliki modelmodel pendokumentasian sebagai salah satu dokumen tentang pengakuan akan keberadaan karya-karya EBT di bidang “Gending Bali” yang berasal dan dimiliki oleh masyarakat Bali. Pendokumentasian karya EBT “Gending Bali” juga menggunakan model pendokumentasian yang sama seperti pendokumentasian “Satue Bali”. Seperti halnya “Satue Bali”, atau yang juga dikenal dengan istilah dongeng atau cerita rakyat Bali, Gending-Gending Tradisional Bali juga syarat dengan makna, filosofi , serta nilai-nilai luhur yang mengajarkan masyarakat untuk berbuat kebaikan. Sebagai tahap awal adapun beberapa karya “Gending Bali” yang berhasil diidentifikasi dan didokumentasikan adalah sebagai berikut:
174
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-Bali Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
1 Gending Putri Cening Ayu Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Nasehat orang tua kepada putrinya agar menunggu dengan baik sementara Ibunya pergi ke pasar berbelanja makanan dan minuman sebagai perwujudan cinta kasih orang tua terhadap anak-naknya. Lirik Gending : Putri cening ayu, ngoyong cening jumah, meme luas malu, ke peken meblanje, apang ada darang nasi. 6. Narasumber : Nama:Luh Putu Angreni ,Tabanan Denpasar, 29 September 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) AA Sri Indrawati (Peneliti) Putu Dyva Dhamahadi Yadnya (Tenaga lapangan
175
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-Bali Nama Pemilik (Kustodian)
2 Gending Peteng Bulan Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Gambaran suasana hujan lebat dingin serta guntur sebaiknya tidak ke luar rumah. 6. Gending : Peteng bulan hujan bales megrudugan, katak dongkang pade girang ye mecande, kung kek kek kung kek kong, dingin pesan awak tiange ngetor, nyemak saput ngojog bale tur mesare, kung kek kek kung kek kong. 7. Narasumber
: : : :
: Dw Ayu Alit, Mengwi, Badung
Denpasar, 5 September 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) AA Sri Indrawati I Putu Agus Indra Nugraha (Tenaga lapangan / Field Worker) Putu Dyva Dhamahadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
176
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. No 2. Kelompok EBT-B 3. Nama 4. 5.
6.
7.
: 3 : Gending : Gusti Ngurah Alit Jambe Pemecutan Pemilik (Kustodian) : Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) Makna / Nilai Filosofis : Dalam kehidupan sudah seyogyanya rajin bangun pagi dan tidak malas karena banyak kesenangan dan kebahagiaan yang bisa diraih selain tidur Gending : Lirik Gending : Ratu Anom, metangi meilen-ilen, Ratu Anom metangi meilen-ilen, Dong pirengan munyin sulinge di jabe, Enyen ento menyuling dijabe tengah, Gusti Ngurah Alit Jambe Pemecutan Narasumber : Ni Made Sudarmi, Br Mengwi Tani
Denpasar, 5 September 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) AA Sri Indrawati (Peneliti) Putu Dyva Dhamahadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
177
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-Bali Nama Pemilik (Kustodian)
4 Gending Cakup-cakup balang Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Jika bersatu dan dengan jalan yang baik, seorang anak akan tumbuh berkembang, bisa berjalan, kebahagiaan akan datang pada keluarga. 6. Gending : Cakup-cakup balang, Luhung titi luhung penganjat, Tumbuh gigi becat mejalan 7. Narasumber
: : : :
: IB Gangga Prawita, Bangli
Denpasar, 12 September 2012 Dokumen disiapkan oleh: AA Sri Indrawati (Peneliti) Dewa Gd Rudy (Peneliti) Ida Ayu Sukihna (Peneliti) AA Sri Indrawati (Peneliti) I Putu Agus Indra Nugraha(field worker)
178
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-Bali Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
5 Gending Made Cenik Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Hati-hati di jalan raya, banyak ada kendaraan agar selamat. Sejak zaman dahulu Pulau Bali yang indah ini sudah didatangi oleh berbagai bangsa seperti Cina yang membawa batu giok, juga orang orang dari Barat yang umumnya bertubuh tinggi dan hidung mancung dan merah 6. Gending : Made cenik lilig montor ibi sanje, Lilig motor ibi sanje, Montor Badung ke Gianyar, Bontor Badung ke Gianyar, Gedebege muat batu, Batu Cina, bais lantang cunguh barak 7. Narasumber : IB Gde Baskara, Br Gunaksa Bangli Denpasar, 12 September 2012 Dokumen disiapkan oleh: AA Sri Indrawati (Peneliti) Dw Gede Rudy (Peneliti) I A Sukihana (Peneliti) Putu Dyva Dhamahadi Yadnya (Tenaga lapangan / Field Worker)
179
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-Bali Nama Pemilik (Kustodian)
6 Gending Bibi Anu Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Selalu ingat pada Tuhan dan waspada terhadap niat jahat serta membentengi diri dari pengaruh jahat. 6. Gending : Bibi anu, lamun payu luas manjus, Antenge tekekang, Yatnaing ngabe mesui, Tiuk puntul, Bawang anggen sesikepan 7. Narasumber
: : : :
: Ida Pedande Istri Punia, Br Gunaksa Bangli
Denpasar, 12 September 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti ) Ida Ayu Sukihana (peneliti) AA Sri Indrawati (Peneliti) I Putu Agus Indra Nugraha (Tenaga lapangan / Field Worker
180
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
7 Gending Curik-curik Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Anak-anak dunianya adalah bermain penuh keceriaan. 6. Gending : Curik-curik semental, layang – layang Boko-boko, Tiang meli pohe, Aji satak aji satus kepeng, Mare bakat anak bagus peceng. 7. Narasumber
: : : :
: Ni Ke Suastini, Tabanan
Denpasar, 5 September 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) AA Sri Indrawati (Peneliti) Putu Dyva Dhamahadi Yadnya(Tenaga lapangan / Field Worker)
181
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-Bali Nama Pemilik (Kustodian)
8 Gending Sujang-sujang Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Yang main dengan duduk tegak yang mencari kepala ditundukkan, merasakan permainan dipunggungnya, waktu selesai mata dibuka melihat kesemua ekspresi temannya, dan mencoba menyebutkan siapa yang membawa barang yang dimaksud. 6. Gending : Sujang-sujang bawang culatikbawang cilanak I Lanuk tepen lunggah, I Lunggah mecaplukan. Pur coblong cilakok, Pur coblong cilakkok. 7. Narasumber
: : : :
: Ibu Alit Arini, Denpasar
Denpasar, 20 September 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Ida Ayu Sukihana (Peneliti)
182
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
9 Gending Kalimayah Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Dolanan atau permainan anak bersama-sama dengan rekanrekan seusinya penuh keceriaan , kerukunan, dan persaudaraan. 6. Gending : Petang Guntang, kali mayah kali mayuh, Keciwa gonteng, Asar-asar penandu, Cikutang aneh, Cek kok cek ber taluh encak garang tuma tendas Bonglak caplok jlema. 7. Narasumber
: : : :
: Ibu Alit Arini, Denpasar
Denpasar, 20 September 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Ida Ayu Sukihana (Peneliti)
183
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional – Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
10 Gending Made Rai Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Tiap-tiap daerah di Bali memiliki kekhasan masing masing yang menunjukkan kebaikan dan kebajikan. 6. Gending : Made Rai nyeneng di Kederi, Raras cara Kuta, semu cara Badung, Tindak cara Tabanan, tayungane cara dee Bukit, Sai-sai mengajakin mati, apa lakar bang, Bang pipis satus, petek tigang benang, ane slae tohin mati. Dija jalan mati, joh pesisi kangin, cegong ane biyas, Kasurane bulung, galengne pudak, Layonne miyik sumirit. 7. Narasumber
: : : :
: Wayah Giri
Denpasar, 15 September 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) AA Sri Indrawati
184
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-Bali Nama Pemilik (Kustodian)
11 Gending Bulan Ilang Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Mengajarkan tentang pelajaran geografi, bumi berputar. 6. Gending : Dije Bulan ne sing ngenah uli ibi, Ya jani pules reh mejalan joh gatigati, Uli dija bulanne mejalan kaki, Uli tanggun kangin teked kauh keto cening 7. Narasumber
: : : :
: Kadek Abri , Singaraja
Denpasar, 30 September 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) AA Sri Indrawati
185
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-Bali Nama Pemilik (Kustodian)
12 Gending Kaki-kaki Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Mengajarkan sejak dini pada anakanak tentang manusia mengalami pertumbuhan 6. Gending : Kakikaki to ngude mebok? Dibeten cunguhe ken di jagute? Teked kepipine bek misi ebok. Buin putih buka kapase. Apa kaki kemulan keto ? Mebulu uli di mare lekade? Tusing cening kaki mebok reko, Suba tua mare ye mentik. 7. Narasumber
: : : :
: Ibu Alit Arini, Denpasar
Denpasar, 20 September Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) AA Sri Indrawati (Peneliti)
186
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
13 Gending Meyong-meyong Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Menjaga kebersihan rumah dan mengusahakan membasmi halhal yang bersifat mengganggu sehingga tercipta kesehatan serta ketentraman. 6. Gending : Meyong-meyong alih ja bikule, Bikul gede-gede buin mokohmokoh, Kereng pesan ngerusuhin. 7. Narasumber
: : : :
: Ibu Alit Arini, Denpasar Wayah Giri, Karangasem
Denpasar, 20 September 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) AA Sri Indrawati
187
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
: : : :
14 Gending Sanghyang Saci Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Mengajarkan tentang patuh terhadap tugas 6. Gending : Sanghyang Saci keutus ke Gunung Indrakila, Sanghyang saci-saci keutus ke Gunung Indrakila, Ida nyangra sada alon, beli bagus ya beli bagus Tityang ngiring, sepanikane reko, Manda jangkep sareng beli. 7. Narasumber : Ibu Alit Arini, Denpasar Denpasar, 20 September 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ida Ayu Sukihana (peneliti) AA Sri Indrawati (Peneliti)
188
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Dokumentasi Ekspresi Budaya Tradisional - Bali 1. 2. 3. 4.
No Kelompok EBT-B Nama Pemilik (Kustodian)
15 Gending Cakup-cakup balang Masyarakat Tradisional Bali (Krama Bali) 5. Makna / Nilai Filosofis : Untuk menghibur hati sambil bernyanyi 6. Gending : Cakup-cakup balang tumbuh gigi becat mejalan, Kesumbah, kesumbah balang kekekan, Tusuk-tusuk duin pandan nyai cili jumah nyakan, Kesumbah-kesumbah sumbah kulun agung, Jepit kakul gelar-gelur. 7. Narasumber
: : : :
: Ibu Alit Arini, Denpasar
Denpasar, 20 September 2012 Dokumen disiapkan oleh: Ni Ketut Supasti Dharmawan (Peneliti) Ida Ayu Sukihana (Peneliti)
189
BAB V PENUTUP
I
dentifikasi dan pendokumentasian tentang keberadaan ekspresi budaya tradisional dan pengetahuan tradisional (PT EBT) masyarakat Bali yang berhasil terdokumentasikan melalui penelitian awal ini masih sangat permukaan. Sesungguhnya masih banyak potensi-potensi PT EBT tentang Satue Bali, Gending Bali, serta Busana Adat Bali-Payas Bali yang secara berkelanjutan dapat digali guna melengkapi pendokumentasian karya-karya PT EBT masyarakat Bali. Diharapkan kegiatan pendokumentasian dapat dilanjutkan oleh berbagai instansi, universitas, maupun institusi-institusi lainnya agar dokumentasi tentang keberadaan PT EBT di bidang Dongeng atau Satue Bali, Gending Bali serta Payas Bali menjadi semakin lengkap serta komprehensif dalam rangka pengakuan dan perlindungan hukum, baik secara lokal, nasional maupun internasional. Perlindungan hukum terhadap karya-karya Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional di Indonesia dilindungi sebagai foklor dalam cakupan perlindungan Hak Cipta, khususnya dilindungi berdasarkan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional, kedepannya diwacanakan akan dilindungi secara Sui Generis, Indonesia telah berhasil menyusun Rancangan
190
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Undang-Undang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (RUU PTEBT) sejak tahun 2011. Semoga RUU tersebut secepatnya berhasil diundangkan agar perlindungan terhadap karya-karya ekspresi budaya tradisional menjadi semakin pasti dan tegas.
191
DAFTAR PUSTAKA
BUKU Adrian Sutedi,2009,Hak Atas Kekayaan Intelektual,Sinar Graka,Jakarta. Agus Sardjono,2006, Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, Alumni,Bandung. Afrillyanna dkk.,2005,TRIPs-WTO & Hukum HKI Indonesia Kajian Perlindungan Hak Cipta Seni Batik TRadisional Indonesia, Rineka Cipta,Jakarta. Basuki Antariksa, 2011, Peluang Dan Tantangan Perlind ungan Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional, Makalah dalam acara Konsinyering Pencatatan Warisan Budaya Takbenda (WBTB)Indonesia, Jakarta. Cornish & Liewelyn, 2003, Intellectual Property: Patents, Copyright, Trade Marks and Allied Rights,Thomson Sweet & Maxwell, London. F Scott Kieff-Ralph Nack, 2008, International, United States and European Intellectual Property Selected Source Materials, Aspen Publisher, New York. Ian Curry-Sumner et.al., 2010, Research Skill Instruction for Lawyers, School of Law Utrecht University, the Netherlands I Gede Parimartha, 2009, Memahami Desa Adat, Desa Dinas, Dan Desa Pekraman dalam Pemikiran Kritis Guru Besar Universitas Udayana, Udayana University Press, Denpasar
192
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Henry R. Cheeseman, 2003, Contemporary Business & E Commerce , Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey, USA Hector Mac Queen, Charlotte Waelde & Graeme Laurie, 2008, Contemporary Intellectual Property Law And Policy, Oxford University Press, New York Kinny & Lange PA, 1996, Intelektual Property Law for Business Lawyers, ST Paul Minn West Publishing Co, USA Marshall Leaffer, 1998, Understanding Copyright Law, Mattew Bender & Co. Inc, New York Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, UI Press, Jakarta. Morris L. Cohen, Kent C. Olson, 2000, Legai Research, West Group,USA. Mukti Fajar MD dan Yulianto Achmad, 2007, Dualisme Penelitian Hukum, FH Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta. Ni Ketut Supasti Dharmawan, 2011, Hak Kekayaan Intelektual Dan Harmonisasi Hukum Global Rekonstruksi Pemikiran Terhadap Perlindungan Program Komputer, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta Ranti Fausa Mayana, 2004, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan Bebas, Grasindo, Jakarta Richard A. Mann, Barry S. Roberts, 2005, Business Law And The Regulation of Business, Thomson South-Western West, USA. Rooseno Harjowidogdo, 2005, Perjanjian Lisensi Hak Cipta Musik, Perum Percetakan Negara RI, Jakarta. S. Nasution, 1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung Sulstyowati Irianto & Shidarta, 2011, Metode Penelitian Hukum Konstelasi Dan Reeksi, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta.
193
PERLINDUNGAN HUKUM KARYA CIPTA DONGENG DAN PAYAS BALI
Stephen Elias,2009,Legal Research : How to Find and Understand The Law,15th Ed.,Delta Printing Solutions,USA. Tomi Suryo Utomo, 2010, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Di Era Global Sebuah Kajian Kontemporer, Graha Ilmu, Yogyakarta. MAKALAH/LAPORAN I Nyoman Arya Thanaya, Laporan Hasil Konsultasi Format Dokumentasi Folklor Ke Ditjen HKI Jakarta, 6-8 Juli 2010. Peter Mahmud, 2012, Penelitian Hukum, Makalah Dalam Workshop Legal Research, E2J-Asia Foundation, Jakarta
INTERNET Agus Candra, 2009, Perlindungan Pengetahuan Tradisional, http:// umum.kompasiana.com/2009/09/15/perlindunganpengetahuan-tradisional/ I Nyoman Prastika, Usada” Pengobatan Tradisional Bali, http:// www.unhi.ac.id/file/Artikel/Usada,_Pengobatan_ Tradisional_Bali_Prastika-1.pdf
UNDANG-UNDANG dan KONVENSI Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Berne Convention WTO Agreements WIPO CBD TRIPs Agreements
194