't\ll~ :
oran g tuaku, E;uru - guruku. saudarasaudara· terc:Lnta, serta all1l3.materku
.. ... '
i"1 ric HI /
KONTROL HORMONAL PADA IMPLANTASI
SKRIPSI
oleh EDI WIRYANA AHMAD B 17.1432
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1 9 S
5
°'fs
RINGKASAN Edi
VI.
Ahmad.
Kontrol Hormonal Pada Implantasi ( Di-
bawah bimbingan R. Kurnia Achjadi ). Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari peristiwa hormonal yang terjadi dalam proses implantasi, selain i tu, juga mempelajari peristiwa fertilisasi, perkembangan embrio sebelum mencapai bentukan fetus dan jalannya implantasi. Terjaninya implantasi diinduksi oleh kerja dari hormon progesteron, estrogen dan kemungkinan besar juga min dan prostaglandin.
his~
Sekresi progesteron dan estrogen
adalah hasil rangsangan LH (Luteinizing Hormon ) dan LTH ( Luteotropik Hormon ) atau prolaktin, jadi LH dan LTH libat tidak langsung dalam peristiwa implantasi.
te~
Sebelum
terjadinya implantasi estrogen menginduksi uterus untuk
pe~
siapan penerimaan blostosis pada implantasi, dalam proses induksi tersebut dibantu pula oleh progesteron. Progesteron merangsang sistim kelenjar endometrium rus, dan menghambat kontraksi miometrium, sehingga
ut~
ketenan~
an miometrium menjamin pemukiman blastosis dalam uterus. Dalam proses induksi uterus untuk implantasi estrogen me rangsang sistem RNA uterus untuk mensintesa protein, metabolisme lipid, karbohidrat dan perturnbuhan endometrial. Estrogen merangsang kontraksi untuk pergese,ran atau pembagian tempat bagi embrio di dalam uterus.
selain itu estrQ
gen juga mengsensitifkan terhadap rangsangan progesteron. Pada proses induksi preimplantasi dan implantasi in-
teraksi kerja progesterQn dan estrogen lehih penting dari pada kerja hormon tersebut SBcara sendiri-sendiri. Beberapa peneliti telah membuktikan pentingnya kontrol hormon tersebut di atas dalam persiapan inplantasi maupun dalam implantasi.
Ketidak hadiran hormon-hormon i tu terbu.!.£
ti menunda terjadinya impl-antasi.
Mengenai keterlibatan
histamin, prostaglandin dan CO
embrio atau ion hikarbonat 2 dalam implantasi, masih merupakan bahan perdebatan dianta-
ra beberapa peneli ti. Sampai saat ini, belum di temukan informasi yang melaporkan adanya gangguan hormonal pada hewan normal, yang m§. ngakibatkan tertundanya implantasi, kecuali paaa hewan-hewan percobaan yang diperlUkan untuk mengetahui fungsi hormon-hormon tersebut pada kejadian implantasi.
KONTROL HORMONAL PADA IMPLANTASI
SKRIPSI
OLEH
EDI WIRYANA AHMAD
B.17.1432
Skripsi yang dajukan sebagai salah satu syarat uutuk memperoleh gelar Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Insti tu t Pertanian Bogor
Fakul tas Kedokteran Hewan Insti tut Pertanian Bogor
1 9 8 5
KONTROL HORMONAL PADA IMPLANTASI
SKRIPSI
OLER EDI WIRYANA AHMAD
B.17.1432
Telah D±setuju~ dan Diper1ksa. Oleh :
( Drh. R. Kurnia Achja·di., MS ) Dasen Ilmu Rep=duksi dan KeMdanan. Faku.l tas Kedakteran Rewan Institut Pertanian Bagar.
Tanggal
RIWAYA T HIDUP Penulis dilahirkan di Tanggerang ( Jawa Barat ) pada tanggal 18 Agustus 1960, dari ayah Ahmad Sakiman dan ibu Esti, sebagai anak pertama dari tujuh bersauctara. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD negri Mamajang Ujung Pandang tahun 1972, SMP negri I Ujung Pandang tahun 1975.
Pada tahun 1979 penulis rnenama tkan
pendidikan pada SMA negri II Jakar ta. Hemasuki Insti tut Pertanian Bogor pada bula:l Agustus
1980 dan pada tahun 1981 terdaftar di Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Selanjutnya pada bulan November tahun 1984 pe-
nulis dinyatakan lulus setagai Sarjana Kedokteran Hewan.
leA TA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis ucapkan, atas segala petunjuk dan rahmatNya dalam peny.elesaian skripsi ini, karena dengan keberkahannya jualah penulis dapa t mengatasi segala rintan.E; an selama penulisan ini berlangsung. Penulisan skripsi ini disusun berdasarkan hasil studi litei'atur, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan Pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Pada kesempa tan ini, penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua dosen yang pernah mendidik penulis, terutama kepada : Drh R. Kurnia Achjadi, MS atas segala bimbingan, saran dan keritiknya, yang penuh perhatian serta kesungguhan dalam mengarahkan penulis selama penulisan skripsi ini. Penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang mea dalam untuk kedua orangtua dan adik-adik, yang senantiasa berdo' a dan berkorban untuk keberhasilan ini. Ucapan yang sama juga penulis sampaikan kepada staf Perpustakaan FKH, Perpustakaan Pusat Institut Pertanian Bo gor, BPT Ciawi dan LBN atas bantuannya selama penulis mencari li tel'atur sebagai bahan penulisan. Akhir kata, betapa penulis sadari, bahwa tulisan ini masih jauh dari harapan sempurna, namun demikian penulis berharap semoga akan berman faa t bagi penulis sendiri ser·ta bagi mereka yang haus akan pengetahuan.
Amien. Penulis
DAFTAR lSI Ha1aman
.
........................ .
iii
DAFTARGAMBAR •••.•••..•••.•••••.•..•..•••••••..••.•
iv
PEND.IlHULUAN •••.••••.........•.•.•...•••.••••••••.••
1
TINJA UAN PU STAKA ••••••••••••••••••••••••••••••.••••
3
DAFTAR TABEL
.. . .. .. . . .. . .. . .. . .. . . .. . . ..
..
.. . .
.. ..
1.
Ferti1isasi •••••••..••.•..••..•.•••••••••••
3
2 •
C1ea vage •••••••••.•••..•.••.•.•••.•••..••••
13
3•
Imp1an tasi ••••••...•••••....•••••••••••••••
16
4.
Horman-harmon Yang Pen ting Un t.uk Implantasi •••••••••••..•...•••••••••..•. •.• •
27
PE!1BAHASAN
..................................................................................
39
KESIMPULAN
. .. . .. .. . .
. .. . ........................................................... .
43
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
46
iii
DAFTAR TABEL Halaman
Nomor Teks 1.
Rata-rata Umur Sperma Di dalam Saluran Kelamin, dan Umur Ovum Sesudah Ovulasi .............6
2.
Draja t Perkembangan Embrio .••••..•...•.••.•••••
16
3.
Perbandingan '.'iaktu. Pengenalan Induk Terhadap Kebuntingan dan Perlekatan Embrio Dengan Jaringan Uterus Pada Dornba, Sapi, Babi dan Kuda .••••••....... " . . . . . .. . . . . . . . . . . . .. . .• •
27
Efek Variasi Dosis Estradiol 17-betha Dalam Penginduksian Implantasi Pada Tikus Yang Diovariektomi Pada Awal Kebuntingan dan PerlakUan Dengan Progesteron ••...............•.•.•..
33
4.
iv DAFTAR GAMBAR Nomor
Halamallll Teks
1. 2.
3. 4. 5.
Hubungan Antara Waktu Insiminasi dan Fer·tilisasi Pada Sapi, Domba dan Bab.i •..........••••
7
Reaksi Akrosom Sperma dan Penembusan Lapisan Luar Ovum •.•••••••..••.....•.•...•••.•.....
9
Diagram Yang Menggambarkan Proses-proses Yang Ter jadi Selama Pembuahan Pada Tikus •••••••
12
D~agram Elastosis Mulai Menyentuh Endometrlum ••••...••.••••.•••....••.•.••.....•••••••.•
23
Pengaruh Progesteron dan Estrog·en Dalam merangsang Decidualisasi dan Implantasi Pada Ti.kus ..... "' ... "' ............. "'..................................................
41
PENDAHULUAN Pengetahuan mengenai proses terjadinya kelahiran adalah penting, karena dengan mengetahui kejadian dari proses tersebut dapat diketahui penanganan yang terbaik hila induk mengalami kesulitan dalam proses kelahiran, sehingga fetus dapat dilahirkan secara normal dan indukpun selamat. Tetapi tidak kalah pentingnya juga mengetahui tahap dari kejadian sebelum terjadi kelahiran, yaitu peristiwa fertilisasi sampai implantasi, karena proses dalam tahap i tulah maka terjadi embrio sampai terjadi fetus. Terjadinya fertilisasi sampai implantasi dan kontrol hormon dalam proses implantasi, merupakan salah satu diantara keajaihan-keajaiban
~lam
ilmu biologi yang hendak
d~
ll1.nglr.apkan. KejaUian implantasi penting untuk diketahui, karena pengetahuan mengenai kapan akan terjadi implantasi b.erguna untuk kepentingan Embrio Transfer.
~usalnya
dalam proses
panen embrio untuk kepentingan Emhrio Transfer harus diketahui saat terjadinya implantasi, sebab hila telah terjaUi implantasi embrio sudah tak dapat dipanen.
Harus diketa-
hui pula bahwa uterus hewan penerima harus sesuai dengan kondisi embrio, agar ter jadi implan tasi, sehingga emb-rio dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Menurut Sukra (1982), implantasi adalah hersarangnya blastosis di dalam uterus, sampai terjadi hubungan antara selaput ekstra embrionik dan selaput lendir uterus. tasi terdiri dari tiga macam antara lain :
Impla~
2
a.
Implantasi superfisial, dimana hlastosis ada diruang lumen uterus, misalnya. pada ungula ta, kelinci,
karni~
vora dan primata rendah. b.
Implantasi eksentrik, blastosis terletak di dalam
kri~
ta atau lipatan selaput lendir, misalnya pada rodensia. c.
Implantasi interstitial atau profundal, blastosis menembus lapisa epitel uterus dan berkembang di dalam endometrium, misalnya pada manusia dan marmut. Hormon adalah senyawa organik yang diproduksi oleh
sel-sel tertentu yang normal dan seha t di dalam tubuh, dalam jumlah sediki t dan langsung dialirkan kedalam pembulu darah menuju tempat lain untuk mempengaruhi aktivitas
koo~
dinasi dan iILtegrasi bagian-bagian diseluruh tubuh individu.
Hormon-hormon yang terpen ting dalam implan tasi, yai tu
LE, LTH, progesteron dan .estrogen.
Sedangkan hi.stamin,
prostaglandtn dan produksi CO 2 embrio atau ion bikarbonat, diduga juga terliba t dalam perangsangan proses implantasi. Tanpa kontrol hormon-hormon tersebut implantasi tidak akan terjadi.
Tetapi mengenai histamin, prostaglandiIL dan pro-
duksi CO2 embrio a tau ion bikarbona t, beberapa peneli ti
~
sih meragukan keterlibatannya dalam implantasi. Penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk merrgetahui lebih jelas mengenai implantasi atau peranan
fa~
tor hormonal dalam kejadian tersebu t, karena sampai saa t ini belum banyak informasi yang menjelaskan peranan
hormo~
hormon tersebut secara terperinci dalam kejadian implantasi.
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Fertilisasi F.ertilisasi adalah penyatuan dari dua sel gamet jan-
tan dan betina untUK membentuk sa tu sel zigote.
Dalam fe;;:
tilisasi terdapa t proses ganda, yai tu dalam aspek embriologik fertilisasi meliputi pengaktifan ovum oleh sperma, tanpa rangsangan fertilisasi ovum tidak akan melalui cleava.ge dan tidakp.erkembangan embriologik.
Dalam aspek
g.en~
tik, fertilisasi mel:!:.puti pemasukan faktor-faktor hereditas pejantan ke dalam ovum ( Me. Larendalam Hafez, 1968 ). MenUl:'ut Austin (1975), penyatuan ovum dan sperma dalam proses fertilisasi memerlukan pendeka tan membran kedua sel ganet tersebut sehingga membentuk satu sel tunggal. Umur sperma dan ovum relatif singkat, maka waktu bagi ke dua sel tersebu t ama t penting.
Ke tepa tan meneapai tem-
pat fertilisasi menyebabkan semua proses perjalanan, pendewasaan dan pertemuan harus diatur sedemikian rupa.
Pro-
ses ini dia·tur ol.eh alam seeara otoma tik ( Partodihar So, 19.80 ). Pengangkutan sperma di dalam lumen uterus disebahkan oleh kontraksi kuat dinding uwrus yang dirangsang ol.eh
p~
lepasan oksitosin pada waktu kopulasi atau insemiaasi bUatan ( Van Demas dan Hays yang diku tip Nalbandov, 1958 ). Haf.ez (1968) menambahkan pula, walaupun sperma diletakkan ke dalam seluruh kelamin betina dalam jumlah berjuta-juta tetapi yang mencapai ampula tuba fall~ii tidak me1ebihi 1000.
Beberapa sperma meneapai tempa t fer tilisasi dalam
4 waktu yang lebih singka tkira-kira 15
Ire
ni t sesudah perka-
winan. Andeson dalam Cole dan Cupps (1968) serta PartodihardJo (1980) menyatakan bahwa pada saat sperrna akan memasuki tuba fallopii maka terjadi rintangan bagi aperrna yai tu berupa cincin mukosa yang menandai ba tas an tara ue trus dan tuba dan dikenal dengan narna uterotubal junction ( UTJ ).
UTJ ini juga berperan menyeleksi sperma ( Partodihardjo, 1980).
Seleksi berikutnya sepanjang tuba fallopii
~erja
di di isthmus terutama batas antara isthmus dan ampula,
s~
lain seleksi kwalitatif juga terjadi reaksi biokimiawi ( termasuk reaksi kapasitasi ) untuk menamb?-h kemampuan ri
~sperrna
untuk menembus sel-sel corona radiata yang
~
men~
lilingi sel ovum. Pada kelinci dan tikus, kemungkinan besar pada sapi ser'ta mungkin pula jenis hewan lainnya, sperrna harus menjalani perubahan-perubahan fisi<>log.tk yang disebut kapasitasi ( Me. Laran dalam Hafez, 1968 dan Anderson dalam Cole dan Cupps, 1:968 ).
Selanjutnya Austin (1951) ,dan Change
(1951) yang dikutip Austin (1975), menemukanbukti adanya proseskapastasi pada tikus dan kelinci dengF'ln menginj.eksi kan suspensi sperrna ke dalamkapsula ovarium pada tikus atau ke dalam oviduk pada kelinci dan pe·ngamatan menujukkan bahwa sper-ma membu tuhkan waktu yang agF'lk lama untuk pat menjadi penembu8 selubung ovum.
~
Perln juga diketahui
bahwa kapasitasi yang terjadijuga berguna untuk mempertin,g
gi day;;, fertilisasi ( Adam dan William?, 1967; Bedfoerd, 1970 dalam Toelihere, 1981 ). Salysburry dan Van Denmark (1961) serta Partodihardjo (1980) menerangkan bahwa saluran reproduksi betina yang har~s
dilalui ovum adalan
~uba
fallopii, kornUa uterus dan
tujuan terakhir yai·tu kornU3. u teru3 a tau korpus uterus. Tuba fal10pii seeara
h~to-anatomik
dapat dibagi menjadi
fimbriae, infundibulum, ampula dan isthmus. takan pula bahwa kegiatan silia
Mereka menya-
sepanjang tuba fallopii
dan kontraksi dari otot tuba fallopii sebagai faktor penting dalam pengangkutan ovum.
Menurut Me. Laren dalam Ha-
fez (1968) dan Partodihardjo (1980), keadaan ini juga diatur oleh kesinambungan kerja hormon yang bersal dari ovarium, menjelang ovulasi estrogen merupakan hormon yang dominan. Estrogen dibantu olsh oksitosin menyebabkan terjadinya gerak peristaltik yang aktif.
Pada saat terjadi ovu-.
lasi dan terlepasnya ovum, gerakan tersebu t kua t
-:ian llle-
nyebabkan fimbriae secara aktif menurunkan ovum.
Setelah
ovum digerkkan menuju infundibulum dan kemudian masuk ke ampula.
Per jalanan ovum dalam ampula termasuk cepa t seba b
pengaruh estrogen masih kua t.
Pada ba tas an tara ampula-
i::;;thmu8 ovum geraknya di perlahan sekali.
Pada ba tas ini
terdapa t konsen trasi ,j-.inE,gi dari phosphat yang diduga berfun gsi menc:drkan a tau melunakkan hubungan sel-sel corona
6 radiata yang menghubungkan ovum hingga penembusan sperma men~apai
untuk
Ovum tiba
ovum lebih mudah ( Partodihardjo, 1980 ). di~mpula
dalam waktu yang cukup lama sesu-
dah tibanya sperma untuk menjamin terlaksananya kapasitasi.
Umur OVum umumnya kurang dari 24 jam demikian pula
umur sperma, hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1.
Jenis hewan
Rata -ra ta Umur Sp.erma Di Dalam Sil.luran Kelamin dan U.mur Ovum Sesudah Ovulasi. Umur sperma ( jam)
Umur ovum (jam)
Menei t
10 - 12
Kelinci
30
Domba
30 - 48
16 - 24
Sapi
30 - 48
8 - 12
Kuda
72 - 120
6 - 8
Babi
24 - 48
8 - 10
Manusia
28 - 48
6 - 24
6 - 15
-3"6
6 - 8
Sumber : Toelihere, 1981 oleh karena i tu waktu terbaik un tuk inseminasi harus bena£. benar diperhatikan agar fertilisasi berhasil.
~Qsalnya p~
da sapi, yang secara normal berovulasi kira-kira 14 jam
s~
aUdah akhir estrus, angka konsepsi dari inseminasi yang di lakukan pada waktu ov.ulasi sanga t rendah, dan waktu terbaik untuk inseminasi adalah dari 6 sampai 24 jam ovulasi ( gambar 1 ).
7
100
~
Jumua
ualJl
/
!":. c
~
/:\
/
I : \
/
~
-" 0
'"
,.\
( 60
/
40
/
\
[
I
I I
I ~
\
\
,
\ I
/
20
I
"-
/
80
I
:''''\>I
1
,j.
Al = ~
-l
\\'iLk .. L .~nila~t
\ \
,,
\
\
\ 0 48
24
_ t
24
0
Jam, sebelum ~ akhlr estrus
-+-- Jam. sesudah ~ akhlr estrus
Waktu inseminasi
-GambaI' 1.
48
,-'"
Hubungan Antara l'/·aktu I.nseminasidan F.lirti11 tas :pada
~'api,
,Domba dan Babi.
Diku tip dari : Toel1here, 1981.
KeterallJgan Gambar : - Sap1 - Bab1 - Domba Pada hampir semua mamalia, fert11isasi dimulai sesudah badan kutub pBrtama disingkirkan, sehingga sperma
m~-
nembus dan masuk ke dalam ovum sewaktu pemhelahan reduksi kedua sedanr. berlangsung.
Akan tetapi, pada kuda, sperma
masuk ke dalam ovum sebelum pemhelahan reduksi kedua dimu-
8 lai
(Mc. Laren dalam Hafez, 1968 ).
Tempat fertilisasi
pada hampir semua ternak adalah bagian bawah ampula tuba fallopii ( Salysbury Van Denmark, 1961).
Sewaktu masuk
ke dalam ampula, selubung ovum, zona pelusida masih dikeli lingi olsh sel-sel granulosa yang masih disebut sel-sel c!!. mulus.
Pada ternak-ternak mamalia kecuali babi, sel-sel
cumulus menghilang dari Ova dalam beherapa jam sesudah ov!!. lasi. Secara normal hanya sa tu sperma yang membuahi ovum. Oleh karena i tu ovum mengadakan reaksi zona dan hambatan vitelin untuk mencegah sperma yang lain masuk ke dalam ovum. Reaksi zona untuk merubah
sperma lain menembus zona pelu-
sida, sedang reaksi hambatan vitelin mencegah sperma meneE hus membran vi telin. Untuk masuk ke dalam ovum, sperma pertama harus bus
men~
Ca) massa cumulus oo.phorus, bila masih ada, (b) zo-
na pelusida dan (c) membran vitelin.
Sperma menerobos
sa cumulus oophorus dengan pergerakannya sendiri sambil
ma~ lD9-
larutkan selubung asam Hyaluronik pada massa tersebut dengan enzim Hyaluronidase yang dihasilkan sperma ( Balinsky, 1970; Hafez, 1974 ). Menurut Toelihere (1981), sebelum sel sperma dapat
m~
nembus zona pelusida terjadi pelepasan selubung luar akrosom yang didahului oleh pelepasan membran plasma, dan selubumg dalam akrosom yang bertanggung jawab. untuk penetrasi melalui zona pelusida ( gambar 2 ).
9 GambaI' 2.
Reakst Akrosorn $.perzna nan Penembusan r.ap;
,>-,),
1uM' 0vum.
i8
Ie)
Dikutip dari
Cole dan Cupps, 1968
Keterangan GambaI' : A•
Sperma yang sudah men,ga1ami kapasi tasi ( kiri j, ketika sperma mengalami kapasitasi ( kanan ).
B.
Reaksi akrosom sperm a ( kiri ), ketika sperma menembus corona radta ta ( kanan ).
C.
Sperma yang mengalami reaksi akrosom ( kirt ), ke tika sperma menembus zona pe1u-sida ( kan.an ).
Dilaporkan bahwa enzim pe1ebur zona ( zonalysin ), yang terdapa t pacta perfora tium a tau se1ubung akrosom me-
10 mungkinkan sel sperma melebur dan membuat suatu celah mel;a lui zona kedalam ruang peri vi telin ovum ( S tambrugh dan Buckley, 1968 dalam Hafez, 1968 ). Balinsky (1970) dan Hafez (1974), menyatakan bahwa ovum mengeluarkan sua tu Za t ( fertilisin ) yang bereaksi dengan sperma dan terjadilah aglutinasi.
Proses aglutina-
si tidak menghentikan pergerakan sperrr.a, karena sperma terus berenang melalui zona pelusida dan lIlenimbulkan aluran kecil.
Pada saa t ini akrosom yan.g merenggang sewaktu kapg
si tasi akhirnya menghilartg dan menimbulkan perfora torium. Mungkin aktivitas suatu enzim tertentu berhubung dengan perforatorium yang memungkinkan perterobosanzona pelusida. Fase terakhir penembusan ovum melipu ti pertautan kepala sperma
k~ermukaan
vitelin.
Priode ini sangat pen-
ting karena pada saat itulah terjadi aktivasi ovum.
Te-
rangsang oleh pendeka tan sperma, ovum terbangki t dari keadaan diamnya dan ter jadilah perkembangan. juga ekor sperma memasuki ovum.
Kepala sperma
Suatu proyeksi pacta per-
mUkaan vitelin menandakan jalan masuk sperma.
Membran pla§.
rna sperma dan ovum pecah, dan kemudian bersatu memben.tuk selubung bersama.
Sebagai akibatnya, sperma memasuki vi te
lin, meninggalkan selubungnya bertaut pada membran vi telin ( Toalihere, 1981 ).
Pada alternatif lain, membran plasma
sperma pecah ( Piko dan Tayler, 1964 dalam Toelihere, 1981 ) pada kedua kejadian tersebu t kepa la sperma secara terbulill mernasuki ovum.
11
Nenuru t Shumaway dan Adarnstone (1942), pada ovum yang baru dibuahi maka akan terjadi ; pemagkatan aktivitas metabolisme, peUingkatan viskositas sitop1asrna dan peningkatan permeabi1itas membran. Segera setelah sperma masuk vitelin kepala sperma membengkak dan kehi1angan nampak lagi.
ben~uk,
membran sekelilingnya tak
Selama proses ini, material im menghilang
dari akrosom, kemudian segera terbentuk nUkleus-nukleus dimana pertama-tama sebagai ti tik-ti tik keeil.
Nukleus-nuk-
leus yang terbeIlJtuk bersa tu dan memhentuk membran disekelilingnya, maka terbentuklah pronukleus jaatan.
Pembentukan
pronukleus betina mengikuti pola yang sama dengan pembentukan pronukleus betina ( Salysbury dan Van Denmark, 1961 ). Nenurut Hafez (1974), pembentukan pronukleus betina segera setelah badan kutub kedua dikeluarkan dari ovum. Ukuran nUkleus bervariasi pada setiap indi vidu -dan spesies.
Pronukleus juga ukurannya bervariasi, pronukleus
jantan pada tikus, menei t dan kueing besar, pada beberapa spesies dUa pronuldeus samahesarnya. Salysbury dan Van Denmark
~196l),
menerangkan hahwa
penggabung;an. pronukleus jantan dan betina merupakan tahap akhir dari proses fertilisasi yang disebut singami. ka pronuJdeus perlahan.
Kef;i-
dibentuk keduanya salins mendekat secara
Pada puneak perkembangannya mereka mengadakan
penggabungan.
Setelah beberapa saat keduanya berkerut dan
bersamaan dengan itu mereka melebur diri, nukleus dan mem-
12 Gambar 3.
Dia.gram Yang Menggamharkan Proses-Proses Yang Ter jadi. S-elama Pembuahan ?ada TikI! s. i
2nCl
,---,,'
Pb~Z.P'
\
~
a
Keterangan Gambar : a.
Sperma berkontak dengan zona pelusida (Z.P) badan kutub p-ertama (Pb.l) telah disingkirkan ; inti sel telur sedang mengalami pembelahan miotik yang kedua (2nd M).
·b.
Sperma telah menem1:Jus zona pelusida, dan kini ber. taut pada vi telin (vi t). Hal ini merangsang rBa~ sizona, yang ditandai oleh pembayangan yang rnenyelusur sekeliling zona pelusida.
c.
Kepala sperrna masuk ke dalarn vitelin, dan terletak di bawah perrnukaan yang telah terungki t di atasnya.
d.
Sperma hampir kini seluru}1nya herada di dalam vitelin. Kepala sperma membengkak. Vitelin berkurang v.olumenya, dan hadan ku tub kedua sUdah disingkirkan.
e.
Pronukleus jan tan dan betina mUlai berkernbang. Mitochonria (Mit) berkumpul disekitar pronukleus.
f.
Pronukleus b.erkernbang sempurna dan mengandung hanyak nukleus. Pronukleus jantan lebih besar dari pada betina.
g.
Fertilisasi telah sempurna. Pronukleus telah meu£ hi lang dan diganti oleh kelornpok-kelompok krornosorn yang telah bersatu di dalarn prophase pada pemhagian cleavage yang pertama. ( Sumber :
Austin dan Bishop, 1957 dalarn Hafez, 1968 ).
13 bran inti hilang.
Kelompok kromosom mengganti inti yang
hilang, dan dua kelompok kromosom menjadi satu.
lni di-
ikuti oleh penyusun kromosam dalam tahap metaphase, gelendong pembelahan pertama segera nampak.
Perkiraan.interval
dari pembentukan pronukleus sampai pembentukan gelendong pembelehan pertama bervariasi, tetapi umumnya diperlukan 12 sampai 20 jam untuk perubahan ini. 2.
Cleavage Sesudah singami selesai, untuk beberapa hari lamanya
zi.got.e atau embriohidup bebas di dalam tuba fallopii atau uterus induk.
Di dalam uterus, makanan enbrio diperoleh
dari sekresi kelenjar-kelenjar uterus. sesudah implantasi embrio memper.oleh makanannya dari saluran darah induk. Pada awal priode hidup aebasnya ovum merupakan satu sel tunggal, dengan volume yang rela tif besar dibandingkaa. dBngan sel-sel tubuh lainnya.
Sehingga perbandingan si to-
plasma dengan nukleus sangat besar.
Bahan-bahan makanan
persediaan disimpan di dalam si toplasma dalam bentuk kumng telur ( deutoplasma ). Sel tunggal ini lalu mengalami cleavage y,ai tu membagi. diri beberapa kali tanpa tamhahan volume si toplasma dan pertumbuhan.
Proses im berlangsung terus sampai implan-
tasi dimana ukuran sel telah sama dengan ukuran sel tubuh (
M~.
Laren dalam Hafez, 1968 ). Menurut Balinsky (1970), cleavage dapat ditandai se-
panjang priode perkembangan yang meliputi :
14 Fertilisasi satu sel telur ditransformasikan oleh hagian-hagian mi tosis yang tera tur ke dalam kompleks multi celluar. Tidak ter jadi pertumbuhan. Bentuk umum dari embrio tidak men.galami perubahan, ke cuali untuk pembentukan rongga dibagian dalam blastosul. Selain dari pada itu transpormasi bahan-bahan sitoplasma ke dalam bahan-bahan inti dan perubahan-perubahan kwalitatif di dalam komposisi kimia dari telur di bata-
si. Bagian-bagian dari si.toplasma telur tidak diganti lemh lanjut .dan bertahan dalam posisi yang sama seperti pada permulaan cleavage. P.erbandingan inti terbadap si toplasma rendah pada perm),! laan cleava-ge kemudian pada akhir cleavage merucapai ba'" tas tertiruggi seperti yang terdapa t dalam sel soma tik. Cleavage pada telur yang dibuahi diawali oleh pembelahan inti yal1g diiku ti oleh pembelahan si toplasma, sehilligga dihasilkan dua sel anak.
Dua b,lastomere yang p.ertama mem-
bagi diri lagi sehingga menghasilkan an 8, 16 dan seterusnya.
Lf
blastomere, kemudi-
Semua pembelahan sel tersebut
bersifat mitosis sehingga setiap sel embrio mengandung khromosom diploid {2n) { Balinsky, 1970; Anderson dalam Cole dan Cupps, 1977 ). Anderson dalam Cole dan Cupps (1977) menerangkan bahwa pada kebanyakan spesies, morula dikatakan telah terhen-
15 tuk bila jumlah sel blastomere dalam zona pelusida telah mencapai 16-32 bUah.
Beberapa spesies seperti kelinci di-
mana pembelaharmya kontinyu sehingga morula dapat mengandung 100 sel.
Sedangkan ukuran dari sel hlastomere dari
morula berkurang oleh mitosis yang kontinyu sampai sel blastomere mencapai bentuk sel normal seperti sel tubuh dewasa.
Perubahan dalam perbandiagan si toplasma inti di-
anggap penting dalam pengaturan ( regulasi ) kegiatan atau sifat genetlk di dalam embrio.
Tidak hanya ukuran embrio,
mamalia gagal untuk bertambah selama proses pemhelahaa, t.§. tapi bukti pada menci t menunjukkan terjadi juga pengurangan jumlah sel selama beherapa hari pertama dari proses pel: kembangannya. Menurut Partodihardjo (1980) bila terbentuk morula, cairan mUlai terlihat berkumpul diantara beb.erapa sel dalam tubuh morula.
Ruangan ini disebut blastosul, sedang
embrio kini 1iisebu t blastosis.
Jika blastosis telah ter-
hentuk ·maka tuhuh embrio seolah-olah terbagi dua, karena ada bagian sel yang tumbuh membentuk sel-sel tipis dibagian permukaan yang menyelubungi hampir seluruh tubuh ;11astosul.
Bagian yang menyeluhungi ini disebut trofoblas, s.§.
dang bagian yang diseluhungi disebut massa sel bagiab dalam ( inner cell mass ).
TrofDblas mempunyai fungsi menyerap
cairan yang mengandung nu trisi bagi embrio. Waktu yang diperlukan untuk cleavage dan pertumbuhan embrio pada berbagai ternak mamalia tercantum pada tabel 2.
16 Tabel 2.
Spesiea-
Derajat Perkembangan Embrio.
2 Sel
Hari Sesudah ovulasi Masuk ke uterus 8 Sel
Elastosis
Sapi
1
3
3 - 3"2-
7 - 8
Domba
1
2*
3
6 - 7
Kambing
H
3
3"2-
5 - 6
Babi
t
2
1 - 2
5 - 6
Kuda
1
3
4 - 5
6
Sumber
Toelihere, 1981.
Dalam pertumbuhan selanjutnya trof'oblas akan tumbuh menjadi plasenta, sedangkan massa sel hagian dalam ( inner cell mass ) tUmbuh menjadi makhluk yang baru lahir·.
Zona
pelusida pada beberapa mamalia akan pecah setelah hlastosis menyentuh endometrium untuk proses implantasi.
Tetapi
pada beb;erapa mamalia lain misalnya pada marmut,zona pelu sida terkelupas oleh a.danya juluran-juluran protein yang b-erasal dari trcfoblas menjelang implantasi.
3. Implantasi. Implantasi dapa t ter jadi bila embrio dan uterus telah sama-sama siap untuk menjalani proses terseuut.
Untuk itu
embrio harus mengalami beberapa perubahan sampai mencapai tahap hentuk terten tu yang siap diimplantasikan, demikian pula uterus
mengalami beberapa perubahan sampai mencapai
"siap" embrio yang diimplantasikan.
Jadi antara embrio
dan uterus barus ada koordinasi agar implantasi dapat ber-
17 langsung dengan baik, sehingga perkembangan embri-o selanju tnya ter jamin. a.
Pengertian Implal!ltasi Implan tasi didefinisikan sebagai sua tu proses perleka-
tan embrio mamalia dengan dindin-g uterus, dengan penembusan epitelium dan dikukuhkan oleh suatu hubungan dari sistim sirku1asi induk.
Implantasi perlu sua tu koordinasi
interaksi antara embrio dan kondisi uterus yang seharusnya \ Weitlauf, 1978 ). Menurut Hafez (1968) dan Partodihardjo (1980) istilah implantasi 1ebih sesuai un-:tuk-_,hewan- yang embrionya tertanam dalam dinding uterus.
sebagai contah pada hewan
peng~
ra t ( raden tia ) blastosis tertanam dalam kripta endometri um dan se1uru·h tro.foblas berhubungan sanga t eEa t dengan dinding ke1enjar endometrium.
Sedang pada ternak mamalia
sebaliknya embrio tetap di da1am lumen uterus dan pertautan yang dibentuk dengan dinding uterus sebelum pembentukan plasenta adalah sangat labil.
Pergerakan blastosis di
dalam uterus semakin terbatas dengan perkembangannya. Peristiwa terjadinya per1ekatan embrio, penembusan epitelium, pembentukan plasenta dan keadaan uterus berbeda paria setiap spesies mama1ia.
Pada beberapa spesies, irnpla!!.
tasi terjadi dalam waktu beberapa hari setelah fertilisasi se-dang pada hewan lain biasanya tertunda sampai sperma· seminggu atau sebulan dan yang lain mungkinterjadi tanpa penundaan ( Weitlauf, 1978 ).
Diperkirakan implantasi
terj~
18 di antara ke 10 dan ke 22 se telah koi tus pada domba dan an tara hari ke 10 sampai hari ke 40 pada sapi ( Nalbandov, 1958; Toelihere, 1981 ). b.
Faktor Embrio. Pembentukan blastosis diikuti oleh gatrulasi yang me-
rupakan pendahulu dari pembentukan organ tubuh.
Gastrula-
si terdiri dari gerakan-gerakan sel atau sekelompok sel sedemikian rupa untuk
merubah
em~rio
l~
dari struktur dua
pis menjadi tiga lapis dan membawa daerah-daerah bakat
pe~
bentuk organ kepasisi yang defini tif di dalam embrio. Pada mamalia, gastrulasi hanya meliputi sel-sel pacta discus embrional.
Dari sini berdefrensiasilah tiga macam
jaringan endoderm, mesoderm, ektoderm.
Dari jaringan-jar;!.
ngan ini terbentuk semua jaringan feotalis dan selubungselubung embrional yang menghubungkan embrio dan fetus keinduk.
Sel-sel berimigrasi atau melepaskan diri dari mas-
sa sel dibagian dalam discus embrional un tuk membentuk selapis endoderm yang menyebar ke_sekeliling bagian dalam bla§. tosis, membentuk omphalopleura bilaminar.
Pada waktu yang
sarna notochord dan mesoderm terbentuk oleh invaginasi selsel didaerah garis primi tif pacta discus embriona1 ( Hafez, 1968 ). Se1ama gastrulasi discus enbrional menebal.
Baris
primitif yang terbentuk menentukan sumbu crania-caudal embrio.
Sewaktu mesoderm menyebar keluar dari garis primi-
tif antara endoderm dan ektoderm, ia terbagi menjadi dua
19 lapis, dipisahkan oleh coelum.
Notochord berkembang dari
ujung anterior garis primitif. Disebelah dorsal notochord ektoderm menebal membentuk dataran neural.
Sesudah heberapa hari lipa tan-lipa tan ne-
ural bertumbuh dan bersa tu membentuk sua tu pipa neural, yaitu bakat otak sumsum tulang belakang.
Sementara itu
somit, kondensasi berganda mesoderm dorsal telah kelihatan pada masing-masing sisi notochord.
Sewaktu embriome-
manjang, pasangan somi t-somit tambahan terus berkemhang, sehingga jumlah somi t dapat dipakai seb.agai indeks umur embrio muda. Pada tingka tan somi t-7, somi t anterior berdefrensiasi menjadi 3 bagian, diperun.:tukan bagi pembenctukan urat-urat, aaging, tulang,
keran~ka
dan tenunan pengika t.
Se gera se-
slidah ini baka t-baka t telinga dan ma ta jelas terliha t pada kepala embrio dan jantuu,g mulai berkembang sedang saluran pencernaanterbentuk dari kantong-kantong di dalam endoderm dan mesoderm ( Hafez, 1"968 ). Pada jenis hewan polytocous, blastosis didistribusikan menurut panjang kornua uteri sebagai akibat pergerakan dindill;g uterus.
Mekanisme yang pasti dalam pembagian
ruangan secara sempurna b.agi embrio selama implantasi belum diketahui.
Tidak terdapa t bukti l:Iahwa suatu blastosis
yang sudah berimplantasi akan menghan.ba t implantasi blast,Q. sis yang lain dideka tnya. Cook dan Hunter (1982), berdasarkan adanya aktivitas
20
steraidogenik yang di tunjukan oleh pertumbuhan embrio kel:i.!!l ci menduga bahwa embrio mungkin mempunyai kemampuan untuk mensintesa
strer~id
dan hormon-hormon protein.
Akhir-akhir ini telah di temukan hahwa preimp1antasi pada baIod. menjadi kegia tan yang penting di dalam proses bi osintesa estrogen ( Perry dkk dalam Cook dan Hun.ter, 1982). Estrogen diproduksi oleh jaringan trofoblas pada
p~ri
ke
12, produksi ini dimaksudkan terlibat dalam pemberian tanda untuk peme1iharaan luteal.
Bukti steroidogenesis oleh
blastosis sapi dan domba tidak sejelas seperti pada babi. Tetapi Aya10n dkk yang dikut1p Cook dan Hunter (1982) telah mengamati adanya produksi streroid oleh blastosis sapi, .clan mendukung pendapa t adanya kegia tan steroido.genik pada blastosis.Godsby dkk (1976) dalam Cook dan Hunter (1982) menyatakan ·bahwa steraido.genesis ti·mbu.L sebelum dan sesud9.h perlekatan.
Produksi-produksi utama pada spesies i tu ada-
lah steroid-steroid netral, produksi estrogen oleh hlastosis ren-dah a tau sarna sekali tidak ada. Menurut Nartenz dkk (1976) yang dikutiP Cook dan Hunter (1982), steroid-steroid yang dihasilkan dapa t berfungsi sebagai pengisyarat pada induk akan adanya embri:o rus,
steroid-ster~id
2elain itu
ster~id
diut~
tersebut bertindak sebagai pre-hormon.
tersebut juga mengisyaratkan otak untuk
menghasilkan estrogen-estrogen yang akan menga tur produksi LH ( Naftalin dkk, 1975 dalam Cook dan Hunter, 1982 ).
21
c.
Faktor uterus. Pada waktu embrio mengalami cleavage dan pembentukan
blastosis uterus juga men.galami perubahan-perubahan melJJyediakan diri untuk implantasi. Pada proses preimplantasi di dalam uterus
terjadi
p~
nambahan vaskularisasi pada endometrium dan peningka tan peFtumbuhan serta kegiatan dari kelenjar uterus ( Eckstein dan Kelly dalam Cole dan Cupps, 1968 ). Weitlauf (1978), menyatakan bahwa untuk suatu implantasi pada mamalia biasanya uterus membentuk suatu reaksi decidua sebagai respon.
Di dalam kejadian ini stroma end£
metrium, sel fibroblastik ditransformasikan ke dalam bentuk sel decidua khusus.
Sel ini ditandai dengan penolJJjol-
an epithelloid, kehadiran imti poliploid, akumulasi glikQgen dan lipid di dalam sitoplasma, pembentukan banyak lisosom dan terjadi kontak antara sel dengan suatu hubungan yang kompleks.
stroma endometrium ini akan
menjadioedem~
tus sebab terjadi vasodilatasi dan penambahan permiabilitas pembulu kapiler, peningkatan mitosis dan kegiatan metabolisme. Cairan uterus mempunyai
peran~n
sangat penting dalam
menunjang kehidupan embrio menjelang implantasi.
Peneliti
an mengenai hal ini telah dilakukan pada kelinci.
Dalam
cairan tl.terus kelinci menjelang implantasi didapatkan konsen trasi asam amino
yang tinggi lebih tinggi dari pada
asam animo yang terdapat dalam serum darah kelinci.
22 gliein, alanin, taurin dan glutamin eukup tinggi kadarnya dan asam-asam animo ini merupakan substra t yang baik ba.gi tumbuhnya .embrio sebelum terbentuknya plasenta ( Partodihardjo, . 1980 ). Psyehoyos (1973), menerangkan bahwa adanya
sinkroni~
si dari hubungan telur dan uterus menjaminembriosampai mencapai posisinya yang eukup untuk diimplantasikan dan
j~
ringan induk dilindungi dari penyerbuan yang tidak terkontro1 jaringan trofoblas dari b1astosis.
Sedang endometri-
um biasanya te1ah siap menerima pada saat emhrio telah meg ,capai tahap blastosis atau b1astulasis masih ber1angsung. d.
Ja1annya Implantasi. Menurut Partodihardjo (1980), implantasi berlangsung
secara bertahap.
Tahap-tahap ini adalah tahap persentuhan
embrio d.engan endometrium, ter1.epasnya zona pelusida, pergeseran a tau pembagian tempa t dan yang terakhir ada1ah per. tautan antara trofoblas dengan epitel endometrium. Tahap pelepasan zona pelusida adalah penting karena ·zona pe1usida merupalr..an sua tu penghalang un tuk imp1antasi. Terlepasnya zona pelusida ada1ah sebagai aktivitas dari el;!; zim pro teo1i tik dari eairan uterus ( Wei t1auf, 1978 ). Menurut Sukra (1981) pelepasan zona pelusida terjadi sebelum trofoblas melekat pada endometrium. Me •. Laren (1969) dan Mintz (1971) dalam We.itlauf (1978) men
Perlu juga diketahui bah-
wa lepasnya zona pelusida menyebabkan perubahan g1ikopro-
23 tein pada permukaan blastosis yang membawa embrio kepada perleka tan dengan dinding ut.el'lW ( M.i.n t.z , ly?1 dalam Wei tlauf, 19'70 :" Gambar 4.
Di.agram Blaotosis Mulai Menyentuh Endo me tri um
A
B
,
Keteran·gan Gambar : A•
Zona pelusida ( Zp ) belum pecah, trof.oblas mulai menjulurkan serat-serat yang menghubungi epi tel endometrium ( E ).
B.
Zona pelusi-da pecah, blastosis ( B ) keluar, implantasi dimulai. Dikutip dari : Partodihardjo, 1980.
Sebalum implantasi .cairan blastosul men.gandung banyak ion kalium dan bikarbona t, bahan ini berasal dari cairan uterus.
Setelah terjadi implantasi jumlah kalium dan bi-
karbonatberkurang sehinggp. sarna dengan kadar yane; terdapa t di dalam serum induk.
Te tapi kadar pro tein dan gluko-
sa, fosfor dan khlor yang mula-mula rendah menjadi tinggi sehingga menjadi kadar seperti di dalam serum induk.
Pe-
24
lepasan bikarbonat dari blastosis mempermudah trofoblas melekat pada selaput lendir uterus dengan demikian memperlancar implantasi (Sukra, 1981 ). Menurut Hafez (1974) dan Toe1ihere (1981), proses mor fologik imp1antasi ternak mamalia sebagai berikut : Babi Karena jumlah embrio banyak maka penempatan embrio oleh kontraksi uterus.
Periode permu1aan pertautan
herla~g
sung dari kir.a-kira hari ke-12 sampai hari ke-24 sesudah fertilisasi.
Menjelang seki tar hari ke-7 zona pelusida di-
sekeliling blastosis telah lepas sehingga sel-sel trofoblas berkontak langsung dengan epitel uterus.
Trofoblas
kini mulai memperbanyak diri secara cepat yang menyebabkan pelipatan dinding trofoblas, mungkin karena akumulasi cairandi dalam rongga blastosis t:Ldak dapat mengikuti kecepa,!: an pengembangan dinding.
Endoderm mulai muncul dan blastQ
sis herubah dalam beberapa hari dari suatu gelembung bulat kecil menjadi suatu pipa herbentuk benang yang sangat memanjang, kadang-kacang mencapai panjang beberapa kaki. Discus embrional menempati satti bagian yang besar pendek dipertengahan pipa.
Pada saa t tersebu t dinding uterus her-
lipat-lipat dalam dan lapisan luar ( khorion ) dari blast£ sis yang memanjang dihadapkan pada epi tel uterus, mengikuti jalannya lipatan-lipatan.
Selama priode ini makanan
embrio tergantung pada penyerapan hisootrof ( susu uterus ).
25 Do mba Permulaan perkembangan blastosis domba sarna den§an babi.
Sediki t pertautan telah terjadi seeepa tnya pada ha-
ri ke-10 tetapi blastosis masih dapat digoyahkan keluar da ri uterus 16 sampai 17 hari sesudah perkawinan.
Perpanja-
ngan yang agak lambat dan tidak dimulai sebelum hari ke-l1 a tau 12 tetapi blastosis rnasih dapa t meneapai panjang 20 em menjelang minggu ketiga. Proses imp1antasi domba berbeda dengan babi karena uterus domba mengandung karunkula.
Menjelang hari ke-18
khorion telah berkembang sehingga memenuhi lumen uterus, membawa trofoblas berkontak dengan epitel uterus karunkula. Sel-sel trofoblas rnasuk ke dalam eelah vili pada karunkula dan terjadilah pertautan yang erat karena terjadi peleburan sel vili kemudian seluruh epitel uterus berkontak dengan sel-sel tersebut. Sapi Jalannya implantasi pada sapi hampir sama dengan pada domba tetapi dimulai lebih lambat.
Zona pelusida dilepas-
kan pada seki tar hari ke-8 pada tingka tan blastosis muda dan beberapa hari kemudian blastosis mulai mernanjang. Gastrulasi selesai pada hari ke-13.
Nenjelang hari ke-33
khorion telah membentuk sua tu pertau tan yang rapuh dengan 2 sampai 4 buah kotiledon sekeliling fetus dan dalam waktu beberapa hari jaringan-jaringan induk dan fetus telah saling menjalin begitu intim sehing§a embrio diberi makan
26 oleh ko tiled{)n. Kuda Tahap hidup bebas blastosis kuda dalam lumen uterus dapat mencapai hampir dua bulan.
Selama minggu ketiga b1a§
tosis memperoleh suatu komplek sel-sel kolumnar, discus trQ fob1astik dapat terlihat pada dinding trofoblas dari khorion.
Beberapa sel memilikiproses yang mungkin bersifat fa-
gosi tik.
Discus trofob1astik mungkin membantu pertau tan
tetapi lebih mungkin untuk dihubungkan dengan ingesti susu uterus.
Menjelang minggu ke-IO vili ( penonJo1an-penonjol-
an ) dari khorion menju1ur masuk ke dalam lipatan_mukosa pada dinding uterus dan menjelang minggu ke-4 pertautannya te1ah sempurna. Setelah implantasi dilan:jutkan dengan plasentasi, yaitu pr{)ses pembelltukan p1asenta an tara tenunan tubuh dari embrio dan induk hewan untuk keperluan penya1uran makanan dari induk kepada anak dan za t buangan dari anak kepada induk. Perbandingan waktu pengenalan induk terhadap kehuntingan, muIai perlekatan dan per1ekatan sempurna embrio kedinding uterus, dapa t di1iha t pada tab e1 beriku t ini :
27 Tabel 3.
Spesies
Perbandingan Waktu Pengenalan Induk Terhadap Kebuntingan dan Perlekataa Embrio Dengan Jaringan Uterus Pada Domba, Sapi, Babi dan Kuda.
Pengenalan Induk Terhadap Kebuntingan (Hari)
Mulai Perlekatan (Hari Sete lah Ovulasi):-
Perlekatan sempu£ na (Hari Setelah Ovulasi) •
Domba
12 - 13
14 - 16
28 - 35
Sapi
16 - 17
28 - 32
40 - 45
Babi
10 - :1.2
l2 - 13
25 - 26
Kuda
14 - 16
35 - 40
95 - 105 Sumber : Hafez, 1974.
4.
Hormon-hormon Yang Penting Untuk Implantasi
a.
Luteinizing Hormon ( LH ). Kelenjar Pituitari mensekresi LH yang berfungsi untuk
merangsang Corpus Luteum (CL) mensekresi es-crogen dan progesteron yang penting dalam implantasi.
Keterlibatan ke-
lenjar Pi tui tari dalam implantasi melalui sekresi LHnya telah diungkapkan oleh Alloiteu (1961) yang dikutip Psychoyos (1973). Raj dkk (1968), dengan menggunakan anti FSH ( FOlikel
Stimuli ting Hormon ) dan anti LH khusus memperliha tkan bahwa hanya LH satu-satunya gonadotropin Pituitari yang mempengaruhi implantsai.
Penggunaan dari dosis yang berbeda an-
ti serum La dan pada interval waktu yang berbeda, ini memungkinkan untuk mencapai dOsis efektif minimum ( 0,05 ml )
28 yang apabila diberikan pada hari ke-4 !nasa kebuntingan selama 10 jam berhasil dalam menghambat implantasi pada hari ke-8 masa kebuntingan.
Hal tersebut terjadi karena dcsis
itu anti serum menghambat banjirnya estrogen yang diperlukan un tuk implan tasi •
Diusulkan juga bahwa pengeluaran IH
mendahului pengeluaran estrogen pada hari ke-4 :Jnasa kebuntingan. Perlakuan LH pada hari ke-12 sesudah kawin ternyata dapat menginduksi implantasi blastosis, sedangkan dengan perlakuan FSH dan LTH tidak memberi efek induksi un tuk implantasi.
Hal inl mendukung hipothesa bahwa LH merangsang
sekresi fisiologis jumlah estrogen
dari lu teining ovarium
ctengan atau tanpa kemampuan untuk mensekresi progesteron ( Macdonald dkk, 1967 ). Penyelidikan baru-baru ini mengusulkan pel epa san estrQ gen dari dari ovarium pacta tengan hari pada hari ke-4 masa kebuntin~n,
didahului oleh banjir LH yang disekresikan
oleh Pi tui tari.
Per"Cobaan dengan anti serum LH dalam 10
jam pada hari ke-4 masa kebuntingan menghasilkan penghambaj: an total terhadap implantasi ( Raj dkk, 1968).
lni karena
LH belum merangsang pembentukanestrogen oleh Dvarium sehingga implantasi masih dapat berlangsung. Bindon dan Lamond (1969), telah melakukan percobaan denganperlakuan ReG ( Human Chorionic GJllnadotropin ) pada mencit yang dihipofisektomi pacta jam 4 sore pada hari ke-3 atau lebih, ternyata tidak mencegah implantasi.
lni kare-
29 na HOG mempunyai struktur protein serupa dengan LH, sehing ga HeG dapat merangsang sekresi estrogen pada ovarium, oleh karena itu implantasi masih dapat ber1angsung. b.
Luteotropic Hormon ( LTH ) Keterlibatan LTH atau prolaktin da1am imp1antasi mer!!,
pakan keterlibatan tidak 1angsung sama ha1nya dengan LH. Prolaktin merangsang OL untuk mensekresi progesteron yang diper1ukan un tuk menginduksi terjadinya imp1antasi. Evans (1941) da1am Partodihardjo (1980), te1ah membuk tikan bahwa prolaktin dapat memper'tahankan hidupOL tikus. Kemudian Denamur (1973) yang dikutip Partodihardjo (1980), me1akulr..an percobaan untuk menguji apakah LTH dapat hekerja sendiri, tanpa
ban~uan
LH dan FSH.
Den,gan menggunakan doE!.
ba yang te1ah dihipofisektomi, kemudian diberi suntikan hormon dengan kombi,nasi : LT"d, LTH '" LH dan LTH + FSH. Dari percobaan tersebu t disimpu1kan bahwa LTH dapa t hekerja secara maksima1 hanya bila di tambah LH.
Sedang LTH mu£:
ni a tau yang ditamhah FSH efek bio1ogiknya sangat kecil
{ Partodihardjo, 1980 ). Se1aIllju tnya 'I'oe1ihere (1981), menya takan ,hahwa LTR mampu meme1ihara aktivitas fungsiona1 'OL atau aktivitas Iu teo trOpic dan merangsang deciduoma pada uterus tikus dan: mencit.
01eh karena pembentukan deciduoma uterus tergan-
tung pada progesteron, maka disimpu1kan bahwa LTH merangsang pe1epasan progesteron.
Akti vi tas ini te1ah di tunjuk..,.
an pada domba, tetapi be1um dapat dibuktikan pada sapi dan
30 bahi ( Dunea dkk, 1961 da1am Toelihere, 1981 ). Murphy (1979) juga telah membuktikan bahwa LTH diperlukan pada perangsangan sekresi progesteron untuk kepentingan implantasi pada ferret { sebangsa musang ) yang dihipofisektomi.
Dari hasil penelitian yang dilakukannya di-
simpulkan juga bahwa prolaktin secara kwalitatif mampu memelihara CL pada awal pertenganhan kebuntingan, dan seeara kwantitatif dapat memelihara sekresi progesteron dari CL ferret yang dihipofisektomi. e.
Progesteron Menuru.t Partodihardjo (1980), progesteron mempunyai
tiga pengaruh nyata pada uterus, yaitu : Menghambat kontraksi miometrium, sehingga ketenangan Ini ometrium menjamin pemukiman hlastosis dalam uterus. Selanjutnya progesteron juga meniadakan pengaruh oksi t.Q. sin pada miometrum, agar tidak menginduksi kelahiran. Merangsang tumbuhnya kelenjar-kelenjar susu uterus paila mi,ome tri um. Pada spesies-spesies tertentu merangsang perkembangan sel-sel permukaan endometrium untuk menerima blastosis yang disebut deciduoma. Fungsi proges teron suli t . dipisahkan dari hormon-hormon lain seperti estrogen.
Hal ini disebahkan
kar~na
kenyataan
bahwa prog.esteron seeara normal beker ja sarna dengan estroge~serta
steroid-steroid lainnya dan menghasilkan hanya se-
diki t pengaruh· khusus bi 1a beker ja sendiri.
31 Pengaruh progesteron dalam implantasi yaitu merangsang pe£ tumbuhan sistim kelenjar pada endometrium uterus yang telah disensitifkan terlebih dahulu oleh estrogen.
Endometrium
sekretoris ini ditandai oleh penebalan mukosa, pertambahan jumlah liku-liku kelenjar, oedema pada stroma, dan adanya butiran-butiran glikogen di dalam sel-sel kelenjar yang pentingEntuk makan ovum (Achjadi, 1979; Toelihere, 1981 ). Menurut Psycoyos (1973), pada hewan yang diovariektomi lebih awa1 dan den.gan per1akuan progesteron menunjukkan
keterlambatan dalam implantasi sampai estrogen disuntikan. Sekresi progesteron pen ting un tuk pemeliharaal!l luteal, dimana sekresi ini memerlukan ran.gsangan hipotha1amus. yang diteruskrul pada Pituitari ( ke1enjar hipofise ) agar r.esi LTH yang akan merangsang sekresi progesteron.
mense~
Oleh
karena i tu hipofisektomi selama pada hari pertama masa kebuntingan menyehabkan tertundanya implantasi. Akan tetapi kejadian ini dapa t dicegah bila diberikan progesteron dan estrogen \ Psychoyos, 1973 )., d.
Estrogen Raj dkk (1968), menyatakan bahwa progesteron dan estro
gen penting untuk implantasi, membuat kondisi pemeliharaan untuk blastosis agar dapat hidup dan menimbulkan perubahan progestational ( perubahan yang diakibatkan oleh pengaruh progesteron ) di dalam uterus.
Shelesnyak dan Knicer (1963)
dalam Raj dkk (1968), telah mengusulkan suatu banjir estrogen terjadi pada awal hari ke-4 masa kebuntingan tikus,
32 yang penting untuk imp1antasi pada hari ke-6. Uterus pada tikus dan men·ci t yang diovariektomi disensi tifkan dengan per1akuan estrogen.. ngan estrogen kemudian dengan
Pertama disuntikan de-
progesteron~
ngan. progesteron dikomhinasi dengan an ini terbentuk suatu deciduoma (
dan terakhir de-
estrogen~
We~tlauf,
dari perlaku197£ ).
fin. dan Martin (1970) yang dikutip Weitlauf (1978), juga me1akukan pengama tan dengan pretrea tmen; estrogen, dan disimpu1kan laahwa estrogen penting di dalam perangsangan uterus untuk imp1antasi.
Macdonald dkk (1967), menyatakan
juga bahwa implantasi b1astosis pada tikus diawali oleh lr.:erja estrogen. Cani v·ec dan LaffaTague dalam Psychoyos (1973), menemukan hahwa implantasi tertunda pada hewan yang diovariektomi pada hari ke-4 masa kebun tingan bila hanya diherikan 10 mg pro.gesteron setiap hari.Menurut mereka implantasi hanya dapat terjadi hila estradiol ditamhahkan pada perlakuan dengan progesteron itu.
Variasi dosis estradiol yang
di gunakan oleh mereka dapa t di liha t pada tab.el b,eriku t ini
33 Tabel 4.
Efek Variasi Dosis Estradiol 17-hetha Dalarn Pengind1.±sian Implantasi Pada Tikus Yang Diovariektorni Pada Awal Ke buntingan dan Perlakuan Dengan Proge~ teron.
% Kejadian Implantasi
Dosis. (ug) 0,01
0
0,025
42,8
D,05
87,5
O,Dl
100
D,0025
0
0,D05
75
.0,002 5 + 50 ug Progesteron
54,5 0
50 ug Progesteron
Keterangan : - Dosis 0,01 ug, 0,025 ug dan 0,1 ug estradiol 17-betha serta 50 ug p.rogesteron disuntikkan subku tan. - 0,:025 ug estradiol 17-betha :1- 50 ug progestaron disuntikan lokal ke dalam periuterin l<. fat.
Sumber
Psychoyos, 1973.
e.Zat Lainnya Histamin dan Prostaglandin Evan dan Kennedy (1978), menya takan bahwa secara alo.rni dan asal dari tanda awal implantasi dan pembentukan sel decidual tidak nyata.
Pengusulan histamin dan prostaglan-
din sebagai media tor dalam men gawali proses implantasi ma-
34 sih merupakan bahan pertentangan dian tara beberapa pene·l i ti.
Shelennyak (1952) yang dikutip Wei tlauf (1978), yang pertama beranggapan bahwa histamin mungkin meningkatkan ngaturan dalam proses nidasi.
p~
l1enurut we.itlauf (1978), be
herapa tahun kemudian timbul suatu hipothesa yang menyatakan bahwa histamin dilepaskan dari sel mast uterus oleh
p~
ngaruh banjirnya estrogen, merangsang progestational endometrium dan menimbulkan reaksi decidual.
Hopothesa ini
berdasar dari kejadian Anatagonis histamin diinstilasi ke dalam uterus mencegah respon -decidual dan menguI'altngi jumlah implantasj. bun ... · _ ling palsu pacta ti.kus. Histamin distintikkE:.rl intra luminal dan histamin atau
p~
lepas histamin. diberikan sistemik menginduksi r.eal(si de cidual pada tikus bunting palsu. Kandungp.n histamin dari uterus tikus berkurang pada saa t implantasi dan herkurang pada. ovariektomi dengan penyuntikkan estrogen. De Feo (1967) dalam Weitlauf (1978), menentang hipothesa shelesnyak dengan alasan-alasan sehagai herikut : Perangsang intra luminal dari respon decidual mungkin tidak spesifik. Anti histamin tidak efektif dalam menghamba.t reaksi decidual. Para penyelidik lain menyatakan. histamin intra luminal
35 tidak menirnbulkan respon decidual yang besar. Pengosongan histarnin dari sel mast diuterus dengan 48;130 tidak mengharnbat reaksi decidual. Histarnin dihas:i.lkan melalui kegiatan enzirn hestidine decarboxylase (HDC).
Peningkatan kegiatan HDC dalam hari
ke-6 blastosis, rnungkin dihubungkan pada suatu kepentingaa untuk peningkatan jurnlah histamin: untuk imJ'antasi.
Usulan
ini didukung oleh pengaraatan bahwa bi.la 6. ,mg DL--alphii-methyl histidin
dihydrochloride ( DL-alpha-MH ), suatu pengham-
bat spesifik dari HDC disuntikkan intra luminal pada hari ke-5 masa kebuntingan, laju implantasi menurun, yai tu hanya 36,0 ± 12,1
%,
sedang laju implantasi normal 96,4 ± 3.6
( Taylor dkk, 1973 dalam Dey dkk, 1979 ).
%
Jadidapat disim
pulkan bahwa implantasi dapa t dirintangi den.gan mengganggu k.egiatan enzim HDC dari ernbrio. Ferrando dan Nalbandov (1968), menyatakan bahwa dengan menggunakan tehnik pendingin lokal dari en.dometrium dan dengan rnenghilangkan sel mast uterus tikus, ternyata perlakuan ini mencegah terjadinya implantasi dan reaksidecidual pada daerah tersebut.
Tetapi kemudian instilasi histamin
intra luminal memulihkan respon decidual pacta daerah yang kekurangan r.istarnin i tu, dan terbukti me·nyebabkan implantasi. Peneli tian Dey dkk (1978), dengan menggunakan decidium cromoglycate ( suatu penghambat pelepas histamin ) memperkuat usulan bahwa histamin penting dalam implantasi.
36 Dengan perlakuan disodium cromoglycate terbukti terjqdi pe.ngurangan kejadian implantasi pada beb.erapa blastosis hewan ferret. Kemudian Dey dkk (1979), menemukan pula bahwa terjadi hambatan implantasi pada kelinci dengan perlakuan penghambat pelepas histamin. Blastosic kelinci menganrlung PGE, PGF dan PGS, yang selanjutnya mungkin dikeluarkan dari blastosis untuk meningkatkan permeabilitas vaskular uterus atau mungkin memainkan peranan di dalam streroidogenesis blastosis ( Dykman dan Spilman, 1975 dalam Fimdaly, 1982 ).
Selanjutnya
streroid yang dihasilkan blastosis mungkin mengawali implaQ tasi dengan dukungan prostaglandin lokal, sebab estrogen diketahui pula dapat merangsang produksi PGF ( Saksene dan Harper, 1972 dalam Findaly, 1982 ). Sharma (1979) yang dikutip Hoos dan Hoffman (1982), menemukan adanya konsentrasi yang lebih tinggi dari PGE2 dalam daerah implantasi kelinci dari pad& dalam daerah nOQ implantasi dari uterus pada hari ke-6 dan ke-7 masa kebuntingan. Produksi CO 2 EmQxiQ Lutwak dkk (1954) dalam Wei tlauf (1979), menemukan ada nya peruhahan dramastis konsentrasi bikarbonat yang diamati pada blastosis kelinci. libatnya tasi.
CO~ t:.
Hereka mengusulkan kemungkinan
~e[
yang.diproduksi blastosis dalam proses implan-
Kemudian Boving (1969) yang diku tip IVai tlauf
37 (1978), menduga bahwa CO 2 dirindahkan darl embrio kelinci sebagai ion bikarbonat dan dirubah jadi asam karbon dan ram basa karbona t dalam epi thel uterus.
~
Asam karbon dengan
bantuan enzim karbonik anhidrase kemudian dlrubah menjadi 'C0 2 dan air,C0 2 dipindahkan oleh sirkulasi sistem induk. Akibatnya terjadi peningkatan pH lokal, karena reaksi ini meningkatkan sifat basa, kemudian terjadi perubahan pada permukaan s81ubung embrlo yang menyebabkan embrio mudah me lekat sendiri pada dinding uterus. Tidak ada bukti langsung untuk membuktikan hipothesa i tu, tetapi beb.erapa pengamatan telah diajukan untuk mend),!. kung hipothesa tersebut, yaitu : Kutub abembrionik dari b1astosis menjadi basa dalam larutarunonbuffer ( pH mendekati 9 ). ~
Trofoblas dan sela-
put noncelluler pacta blastosis menjadi 1engket, dan sifat lengket ini dapatdicegah dengan fikasasi pengasaman.
Dari kenyataan ini diduga bahwa adisi yang diiduk-
si oleh basa mungkin merupakan mekanisme normal un tuk awa1 per1ekatan ( Boving, 1963 da1am weitlauf, 1978 ). Kegiatan enzim karbonik anhidrase meningkat dalam epitel uterus kelinci pada kira-kira saat implantasi dan mungkin berguna memberikan fasilitas perpindahan asam karbon sebagai CO 2 • We.itlauf {l978) mengutip pendapat Hetherington (1968), menyatakan bahwa gas CO 2 da1am lumen uterus menginduksi respon decidual pada- keadaan bunting palsu dari mencit.
38 Usulan C02 embrio terlibat dalam implantasi belum diterima secara luas, dan timbul pertanyaan apakah CO 2 merupakan isyara t dari embrio terhadap uterus pada saa t implag tasi masih belum ter jawab.
PEMBAHASAN Diantara beberapa peneliti masih terdapat adanya perbedaan pendapat mengenai hormon-hormon yang terlibat dalam implantasi, dan belum diketemukan inforrnasi yang menerangkan secara terperinci tentang mekanisme kerja hormon yang berperanan da1am implantasi.
Seperti keterlibatan LTH, hi£
tamin dan prostaglandin, . beberapa peneli ti rnasih meragukan keterliba tannnya dalam implantasi. Rangsangan LH dan LTH terhadap CL menghasilkan sekresi estrogen dan progesteron.
Progesteron bekerja sarna de-
ngan estrogen menginduksi persiapan uterus untuk proses
i~
plantasi. Omalley dan Strott (1973), mencoba menerangkan bagai mana progesteron mentransformasi endometrium pada tahap
p~
nerimaan b1astosis baru menduga bahwa progesteron mungkin menekan sintesa agen pengbambat implantasi, dan progesteron mungkin menginduksi sin.tesa sua tu moleku1 protein yang menyediakan atau yang memheri fasi1itas untuk imp1antasi. Di. bawah pengaruhestrogen endometrium mengalami proliferasi dan menjadi tebal.
Tetapi kemudian progesteron
menghambat prolifer~i tersehut, dan endometrium menjadi aktif bersekresi.
Selaput kelenjar endometrium menjadi tak
beraturan, kandungan glikogen meningkat dan stromanya menjadi oedematus, seterusnya endometrium siap menerima, mengikat dan memelihara blastosis ( Omalley dan Strott, 1973). Pengaruh estrogen pada uterus teru tama sanga t nya ta terliha t pada per tambahan bera tnya
jar~ngan.
Fer tambahan
40 bera t ini disebabkan adanya pertumbuhan jaringan, teru tama oleh adanya proses hipertropi dan hiperplasia dari endometrium dan miometrium.
Pada implantasi estrogen sebagai pen-
sensi tif uterus dari rangsangan progesteron dan berfungsi merangsang kontraksi uterus yang diperlukan untuk pergeseran atau penggantian tempat embrio ( Partodihardjo, 1978 ). Estrogen merangsang kontraksi uterus dengan penambahan amplitudo dan derajat kontraksi ( Achjadi, 1979 ). Henuru t Prasad dkk (1968), estrogen menginduksi perubahan dalam blastosis dan uterus untuk persiapan implantasi dengan meningka tkan sintesa RNA, DNA dan protein di dalam blastosi, serta pengaktifan sintesa RNA dan protein di dalam uterus. Sistim kerja progesteron dan estrogen dalam proses persiapan implantasi di terangkan pula oleh Omalley dan Strott (1973), progesteron dan estrogen merangsang uterus aktif dalam mensintesa RNA, kemudian mensintesa protein dan faktor pensensi tif uterus ( diduga atau enzim ) yang aktif dalam merangsang decidualisasi dan
i~plantasi.
Selain merangsang pertumbuhan endometrium, sintesa protein, estrogen juga merangsang metabolisme lipid dan karhohi dra t. Secara skematis kejadian ini dapat dilihat pada hagan berikut ( gambar 5 ) :
41 Gambar
5.
Pengaruh Progesteron dan Estrogen Dalam Merangsang Decidualisasi dan Impla~tasi Pada Tikus.
---------------~~~~~§-----------------
1
1
Sin tesa RNA
Sintesa RNA
1 1
Sintesa Protein
sinte}a Protein
Faktor Pensen si ti f uterus
Decidualisa si
Implantasi
Sumber
Siklus Metabolisme Omalley dan Strott, 1973.
Mekanisme kerja histamin dan prostaglandin dalam proses implantasi belun diketahui, namun diduga bahwa kedua media tor i tu meningka tkan permeabili tas vaskular endometri urn untuk kepentingan implantasi ( Evans dan Kennedy, 1978; Hoos dan Hoffman, 1983 ).
Brandon dan Roval (1979) yang
diku tip oleh Johnson dan Dey (1980), menambahkan bahwa hi.2 tamin dapa t memperbesar kerja estradiol un tuk menginduksi implan tasi pada tikus bunting yang diovariektomi.
Proses implantasi mungkin juga dibantu oleh ion bikarbonat yang dipindahkan dari blastosis, kemudian ion bikarbonat dengan bantuan enzim karbonik anhidrase dirubah menjadi asam karbon dan garam basa karbonat.
Asam karbon te£
urai idenjadi CO 2 dan air, CO 2 dipindahkan oleh si stim sirkulasi iruduk.
Perubahan ini menyebabkan penil.gka tan suas§l:.
na basa yang mempengaruhi permukaan selubung embrio bersifat lengket.
Hal ini memudahkan embrio untuk melekat pada
diding uterus ( Boving, 1963 dalam Wei tlauf, 1978 ).
KESIMPULAN Ovum tiba diarnpula dalam waktu yang cukup lama, sesudak tibanya sperrna untuk menjarnin terlaksananya kapasitasi. Urnur ovum umumlllfa kurang dari 24 jam, demikian pula umur sperrna.
Oleh karena i tu waktu terbaik untuk illseminasi
harus benar-benar diperhatikan agar fertilisasi berhasil dan dapat terjadi kebuntingan. Sebelum implantasi, embrio memperoleh makanan dari sekresi kelenjar-kelenjar uterus, sedang sesudah implantasi embrio memperoleh makanan dari saluran darah induk. Embrio diduga mensintesa steroid dan hormon-hormon protein, estrogen yang diproduksi oleh blastosis terlibat dalam pemberian tanda untuk pemeliharaan luteal. Proses preimpIan.tasi pada uterus ter jadi p!.'!ningka tan vaskularisasi dan peningkata'n serta kegiatan pertumbuhan kel enjar uterus. Implan tasi perlu sua tu koordinasi in teraksi antara
eJJl-
brio dan kondi si uterus yang seharusnya, dan un tuk se tiap ternak marnalia kejadiannya hervariasi.
Pada umumnya implag
tasi herjalan secara hertahap mulai dari tahap persentuhan embrio dengan endometrium, teriepasn,ya zona pelusida, pergeseran atau pemhagian tempa t dan yang terakhir adalah pertautan antara trofoblas dengan epi tel en,dometrium. LH herperan tidak langsung pada proses implantasi yaitu -dengan merangsang corpus Iu teum un tuk mensekrasikan progesteron dan estrogen yang berperan penting n.alam implantasi.
4Lf
LTH sarna dengan LH yang juga berperan tidak lang sung dalam proses
implantasi~
yaitu dengan merangsang corpus
l~
teum untuk mensekresikan progesteron yang akan menginduksi terjadinya implantasi. Dalam implantasi progesteron merangsang pert;umbuhan sistem kelenjar pada endometrium uterus yang disensitifkan terlebih dahulu oleh estrogen. traksi miDmetrium,
sehingg~
Progesteron menghambat kog
ketenangan meometrium ini men
jamin pemukiman blastosi.s dalam uterus.
Progesteron mung-
kin juga dapat menginduksi sintesa suatu molekul protein yang menyediakan.atau memberi fasilitas untuk implantasi. Estrogen berfungsi
u~tuk
mensensitifkan uterus dari
rangsangan progesteron dan berfungsi merangsang kontraksi uterus yang diperlukan untuk pergeseran atau pembagian tern pat dari embrio pada tahap implantasi. Kerja sarna an tara estrogen dan progesteron panting untuk implantasi, membuat kondisi pemeliharaan unt;uk hlastosis agar dapat hidup.marangsang uterus aktif dalam mensinte sa RNA, kemudian mensin te sa pro tein dan rak tor per sen sitif uterus ( diduga suatu enzim ) yang aktif dalam merang ·sang decidualisasi dan implantasi. Kemungkinan besar histamin juga terlibat dalam implantasi, karena dengan penyuntikan intra luminal suatu penghambat pelepas histamin ternyata implantasi terhambat. Fistamin juga dapat ·memperbesar aksi estradiol untuk menginduksi implantasi pada ovariektomi tikus bunting.
Hista-
45 min dan prostaglandin diduga sehagai media tor yang dapa t meningka tkan permeabili tas vaskular endometrium. Reaksi perubahan ion hikarbonat dari blastosis menjadi asam karbon dan garam basa karbonat membantu proses implantasi, karena hasil reaksi perubahan ini mempengaruhi embrio menjadi lebih mudah melekat pada dinding uterus.
DAFTAR PUSTAKA Austin, C. 1975. Hembrane Fuslon Events ln Fertillzation J. Reprod. Fert., 44 l 155 - 166. Achyadl. K, 1979. Diktat Pengantar Kuliah Hormon-hormon Reproduksi. FKH - IPB. Bogor. (Tidak Dipublikasilean) •
Bindon, B.M. and D.R. Lamond. 1969. Effect of Hypophysec to my on Implantation in The Rat. J. Reprod. Fert.,18 : 43 - 50. Balinsky, B.I. 1970. An Intoduction to Embryology. Raprod. Fert. W.B. Saunders Co. Philadelp~ia.
J.
Cole, H.H. and P.T. Cupps. 1968. Reprodu.~tion in Domestic Animals. Second Edi tion. Academia Press. New York and London.Cook, Band R.H. Hunter. 1978. System1c and local Hormonal Requirements For Implantation. J. Reprod Fert., 54 : 471 - 482. Dey, S.K., D.C. Johson and J ..G. Santos. 1979. Is Histamin Production by The Blastocyst Required For Implantation in Rabbit. Biology of Reproduction., 21 : 1169 - 1173. Evans, C.A. and T.G. Kennedy. 1978. The Importance of pro~ taglandin Synthesis for The Initiation of Blastocyst Implantation in The Hamster. J. Reprod. Fert., 54 : 255 - 261. Ferrando, G. and A.V. Nalbandov. 1968. Relative Importance of Histamin and Eatrogen on Implantation in Rat •. En-docrinology., 83 : 933 - 937. Findlay, J.K. 1980. Blastosyst - Endometrial Interactions in Early Pregnancy in-The Sheep. J. Reprod. Fert. Suppl~. 30 ~ L7.1 - 182. Hafez, E.S.E. 1<)68. Reproduction in Farm Animals. Lea and Febiger. Phi delphia •
ZndEd •
1974. Reproduction in Farm Animals. Lea and Febiger. Phi delphia.
4 thEd •
Hoos, P.C. and L.H. Hofflllan. 1983. Effecct of Histamine Receptor Antagonists and Indomethacin on I:nplanta tion ill The Rabbit. J. Biology of Reproduction.) 29 : 833 - 840. Johnson, D.J. and S.K. Dey.
1980.
Role of Histamine in
41 Implantation: Dexamethasone Inhibits Estradiol Induced Implantation in The Rat •. Biology of Reproduction.
22 : 1136 - 1141. Ma.cdonald, G.J.,.T.A. David and O.R. Roy. 1967. Initiation of Blastocyst Implantation by Luteiniz.:!:ng Hor,... mone. Endo crinolo gy., 80 : 172 - 177. Murphy~
B.D. 1.979. The Role. of Prolactin in Implan ta tion and Luteal 11aintenance i.n The Ferret. Biology of Reproduction., 21 : 517 - 521.
Raj, H.G.M., M.R. Sairam and N.R. Moudgal. JL968. Involvement of Luteinizing Hormone in The Implantation Process of The Ra t . J . Raprod. Fer-t •. , 12 : 335 - 341.. Nalbandov, A.V. 1958. Reproductive Physi.oJ!.ogy. man and -Co., San Fransisco.
W.H. Fre-
O'malley, B.W and C.A. Strott. 1973. The Mechanism of Action ofProgesteron. Dalam: Hand Book of Physiology •. Endocrinology, vol. 2. part 1. American Phys:Lologycal Sosiety. Waverly Press, Inc.,. Ba:ltimore and Maryland. Prasad. M.R.N •• C.M.S. Dass and S. Mohla. 1968. Action of Oestrogen.on The Blastocyst and uterus in. Delayed Implantation-An Autoradio:graphilc Study. J. Reprod. Fert •• 16 : 97 - 104. Psychoyos, A. 1973. Endocrine Control of Egg Implantation. Dalam : Hand Book of Physiology. Endocrinology vol. II, Part 1. American Physiology~al Sosiety.. Waverly Press Inc., Baltimore, Maryland. Partodihardjo, S. Jakarta.
1980.
Ilau Reprodksi Hewan.
Mutliara.
Shumaway, W~J. and F.D. Adamstone •. 1942. Introduction to Vertebrate Emhriology. Jhon Willey and Son, Inc •• New York. Salysbury, G. W. and N. I. Van Denmark. 1961. l?:lysiolo gy of Reproduction and Artifi:::ial Insemination. W.H. Freeman and Co. San Fransisco and London, pp. 639. Sukra, Y. 1981. Diktat Pengantar Kuliah Embriologi I. FKH - IPB, Bogor ( Tidak Dipub1ikasi~an ). Toelihere, M.R. 1981. Angkasa, Bandung.
Fissiolog1 Reproduksi Pada 'I'ernak.
Wei tlauf. H .H. L978. Implantation. Dalam : N.J. Alexan,·, der (edi t). Animals Models For Research on contraception and Fertili ty. Harper and Row PUb,lisher. Cambridge, New York, London, Philadelpihia~ Mexico City~ Sao Paolo, San Fransisco and Sidney.