3
TINJAUAN PUSTAKA Ilmu dan Teknologi Nano Ilmu nano adalah studi fenomena dan manipulasi bahan pada skala atom, molekul
dan
makro
molekul,
dimana
sifat-sifat
bahan
sangat
berbeda
dibandingkan bahan tersebut pada skala yang lebih besar. Skala nano berkisar antara 1-100 nm. Teknologi nano adalah memahami dan mengkontrol sesuatu pada dimensi 1-100 nm, dimana fenomena-fenomena unik menghasilkan aplikasi baru. Definisi lain dari teknologi nano adalah bidang-bidang teknologi dimana dimensi dan toleransi pada skala nano memainkan peranan penting. Ilmu
dan
teknologi
nano
memungkinkan
para
ilmuwan
untuk
memanipulasi dan mengkontrol sesuatu (molekul dan atom) pada ukuran skala kecil (1 nm =10-9 meter) menuju miniaturisasi informasi dan produk. Hingga tahun 2008, berbagai produk nano telah beredar di pasaran, meliputi peralatan, otomotif, lapisan pelindung, elektronik dan komputer, makanan dan kemasan, mainan anak, kesehatan dan kebugaran, serta rumah dan kebun. Para ilmuwan, pihak industri, lembaga pemerintah dan masyarakat di Eropa menaruh perhatian besar terhadap potensi, aplikasi dan risiko ilmu dan teknologi nano dengan mendirikan lembaga penelitian, pendidikan, dan advokasi. Hal tersebut juga dapat dilihat melalui peningkatan jumlah dana penelitian dan topik penelitian, publikasi ilmiah, pengajuan hak paten dan pendirian perusahaan “start-up” yang berkaitan dengan pengembangan, aplikasi, dan ilmu teknologi nano. Pemerintah Indonesia belum memberikan prioritas terhadap teknologi nano. Lembaga pemerintah dan penelitian di Indonesia masih menempatkan pengembangan teknologi nano di bawah kegiatan penelitian ilmu-ilmu yang sudah mapan.
Transfer ilmu dan teknologi nano kepada masyarakat dan dunia
pendidikan juga terkesan lambat dan tidak mudah diakses. Beberapa ilmuwan Indonesia telah menunjukkan kemampuannya ikut mengembangkan teknologi nano. Sumberdaya alam Indonesia dapat dijadikan sumber bahan baku teknologi nano.
Setiap
pengembangan
ilmu
dan
teknologi nano
seharusnya
selalu
memperhatikan dampak terhadap masyarakat dan lingkungan hidup. Dampak tersebut berupa potensi bahan dan produk nano sebagai bahan beracun bagi tubuh
4
manusia dan lingkungan serta perubahan karakter konsumtif masyarakat. Selain itu, keanekaragaman hayati Indonesia dapat menjadi sumber pengembangan ilmu dan teknologi nano di Indonesia dan dunia (http://nano.or.id/index.php?option= com_content&task=view&id=30&Itemid=38)
Material Nano Material nano didefinisikan berdasarkan standar ukuran suatu materi, baik yang tersusun dari unsur organik maupun inorganik, pada tingkat satuan nanometer. Material nano didefinisikan memiliki dimensi <100 nm. Penelitian pada material nano sangat menarik karena dengan ukuran yang sudah mendekati ukuran suatu atom, maka sifat permukaan dan reaktivitas serta efisiensi dan efektivitas reaksi kimia yang melibatkan suatu material nano dapat dikaji lebih rinci dan lebih mendalam (Abidin 2003 dalam Sugiarti et al., 2010). Nano-ball allophane dan nano-tube imogolite adalah mineral aluminosilikat yang banyak ditemukan di tanah-tanah volkan sebagai hasil pelapukan dari abu volkan. Penelitian tentang Nano-ball allophane dan nano-tube imogolite dapat dikatakan lambat dibandingkan dengan material nano lainnya seperti carbon nano-ball dan carbon nano-tube. Kedua material terakhir ini baru ditemukan di era tahun 19851991.
Namun,
Robert Curl,
Harold
Kroto
dan Richard
Smalley sudah
mendapatkan hadiah Nobel di tahun 1996 di bidang kimia atas penemuan struktur carbon nano-ball.
Mineral Tanah Bahan mineral tanah merupakan bahan inorganik yang terdiri atas berbagai ukuran, komposisi dan jenis mineral. Mineral tanah berasal dari hasil pelapukan batuan-batuan yang menjadi bahan induk tanah. Pada mulanya batuan dari bahan induk tanah mengalami proses pelapukan dan menghasilkan regolit. Pelapukan lebih lanjut menghasilkan tanah dengan tektur masih kasar. Ukuran mineral tanah sangat beragam, mulai dari ukuran sangat kasar sampai dengan ukuran yang sangat halus seperti mineral liat. Mineral liat hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop elektron. Sifat mineral liat ditentukan oleh:
(1) susunan kimia pembentuknya yang tetap dan tertentu, terutama
5
berkaitan dengan penempatan internal atom-atomnya,
(2) sifat fisiko-kimia
dengan batasan waktu tertentu, dan (3) kecenderungan membentuk struktur geometris tertentu.
Komposisi mineral dalam tanah sangat tergantung dari
beberapa faktor sebagai berikut: (1) jenis batuan induk asalnya, (2) proses-proses yang bekerja dalam pelapukan batuan tersebut, dan (3) tingkat perkembangan tanah. Bahan induk tanah mineral berasal dari berbagai jenis batuan induk, sehingga dalam proses pelapukannya akan menghasilkan keragaman mineral tanah yang lebih tinggi. Terdapat hubungan yang erat antara komposisi mineral bahan induk dengan komposisi mineral batuannya (Madjid, 2009). Identifikasi Mineral Liat Analisis Diferensial Termal Analisis diferensial termal mengukur perbedaan temperatur yang timbul antara contoh tak dikenal dan contoh baku, sebagai akibat dari pemanasan bersama pada laju pemanasan yang dikendalikan dari 0 hingga 1000 ˚C. Pemanasan harus dikendalikan dengan laju yang seragam dan tetap selama berlangsungnya
analisis.
Akibat
analisis
dengan
ADT
ini,
mineral
yang
bersangkutan dapat mengalami beberapa reaksi termal, yang memuncak dalam satu atau suatu seri puncak endo- dan/atau eksotermik. Kurva tersebut dengan puncak-puncaknya bertindak sebagai sidik jari, sedangkan temperatur spesifik terbentuknya puncak kurva tersebut merupakan penciri dalam identifikasi mineral tersebut. Tinggi puncak atau luas area puncak kurva dari reaksi endotermik utama dapat digunakan untuk penetapan kuantitatif (Tan, 1991). Analisis Difraksi Sinar-x Analisis difraksi sinar-x merupakan metode yang bersifat tak merusak yang berarti bahwa contoh tidak dipengaruhi oleh analisis, dan masih dapat digunakan untuk analisis lain. Akan tetapi, metode ini tidak dapat diterapkan untuk analisis bahan yang bersifat amorf atau nonkristalin. Dasar penggunaan sinar x dalam penelitian liat tanah adalah susunan sistematik atom-atom atau ion dalam bidang kristal. Setiap spesies mineral dicirikan oleh susunan atom yang spesifik, yang menciptakan bidang atom penciri yang dapat memantulkan sinar-x.
6
Sinar-x adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang pendek. Pada kebanyakan kristal, jarak antar atom, atau bidang kristal, mempunyai ukuran yang hampir sama dengan panjang gelombang sinar-x. (Tan, 1991). Spektroskopi Inframerah Liat amorf maupun kristalin menyerap radiasi inframerah dan metode ini lebih berguna bagi contoh-contoh yang yang tidak dapat dianalisis dengan difraksi sinar-x. Serapan inframerah berkaitan dengan getaran molekul atau atom, dan hanya radiasi dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi getaran tersebut yang akan diserap. Atom dan molekul dalam suatu senyawa berosilasi atau bergetar dengan frekuensi sekitar 1013 –1014 hitungan per detik (hpd). Frekuensi ini bersesuaian dengan frekuensi radiasi inframerah dan, oleh karena itu radiasi inframerah dapat diserap oleh getaran molekul dan interaksi tersebut diikuti oleh perubahan momen dari kutub (dipol). Getaran yang cepat dari atom-atom menghasilkan
perubahan yang cepat dalam momen dipol, dan serapan radiasi
inframerah berjalan intensif. Sebaliknya, getaran yang lemah dari atom-atom menghasilkan perubahan yang lambat dalam momen dipol dan akibatnya serapan radiasi inframerah relatif lemah. Molekul-molekul simetris juga sering tidak dapat menyerap radiasi inframerah (Tan, 1991).
Asal Muatan pada Mineral Liat Tanah Subtitusi Isomorfik Proses substitusi isomorfik dianggap sebagai sumber utama muatan negatif dalam liat lapis 2:1. Sebagian dari Si dalam lapisan tetrahedral dapat diganti oleh ion yang berukuran sama, yang biasanya adalah Al3+. Dengan cara yang sama, sebagian dari Al dalam lembar oktahedral dapat diganti oleh Mg2+, tanpa mengganggu struktur kristal. Muatan negatif yang dihasilkan dianggap sebagai muatan permanen, karena tidak berubah dengan berubahnya pH. Kemudahan terjadinya subtitusi isomorfik tergantung pada ukuran dan valensi ion-ion yang terlibat. Proses ini hanya terjadi antara ion-ion berukuran sebanding. Perbedaan dalam dimensi ion-ion yang saling berganti tidak lebih dari 15%, dan valensi ionion yang saling berganti seharusnya tidak berbeda lebih dari satu satuan (Paton, 1978).
7
Disosiasi Gugus Hidroksil Terbuka Keberadaan gugus OH pada tepi kristal atau pada bidang yang terbuka dapat juga menimbulkan muatan negatif. Khususnya pada pH tinggi, hidrogen dari hidroksil terurai sedikit dan permukaan liat menjadi bermuatan negatif, yang berasal dari ion oksigen. Muatan negatif tipe ini disebut muatan berubah-ubah atau muatan bergantung pH. Besaran dari muatan ini sangat penting pada liat tipe 1:1, liat oksida besi dan alumunium, dan koloid organik. Proton tidak hanya dapat terdisosiasi dari gugus OH terbuka, tetapi yang disebut belakangan dapat juga menjerap atau memperoleh proton. Proses ini, yang hanya penting pada media sangat masam, menghasilkan muatan positif. Reaksi untuk disosiasi dan asosiasi proton dapat digambarkan sebagai berikut: Medium alkalin
: -Al-OH+OH-↔ -Al-O -+H2 O
Medium asam
: -Al-OH+H+↔ -Al-OH2 +
Ion ion H+ dan OH-, yang menyebabkan timbulnya muatan permukaan, juga bertanggung-jawab atas potensial permukaan listrik. Oleh karena itu, mereka disebut ion-ion penentu potensial. Muatan permukaan bersih akan menjadi nol jika kerapatan muatan negatif sama dengan kerapatan muatan positif. Nilai pH saat terjadinya kesamaan muatan-muatan tersebut disebut titik isoelektrik atau muatan titik nol dari mineral (Tan, 1991).
Alofan Alofan
merupakan
mineral
liat
tanah
yang
paling
reaktif karena
mempunyai luas permukaan spesifik yang sangat luas dan mempunyai banyak gugus fungsional aktif (Farmer et al., 1991). Adanya alofan memberikan sifatsifat unik pada Andisol. Hal ini karena alofan mempunyai muatan bervariasi yang besar, bersifat amfoter, KTK 20 – 50 cmol.kg-1 , KTA 5 – 30 cmol.kg-1 , struktur acak dan terbuka, serta dapat mengikat fosfat (Tan 1992, van Ranst, 1995; Wada, 1989). Akibat kuatnya fiksasi fosfat oleh mineral ini, maka ketersediaan fosfat yang mudah larut akan berkurang. Alofan termasuk
kelompok
aluminosilikat alam yang bersifat amorf
terhadap difraksi sinar X, yang komponen utamanya terdiri atas Si, Al, dan H2 O. Molekul rasio Si/Al mineral ini 1/1 atau 2/1, serta mempunyai struktur mineral
8
yang acak dan terbuka/berpori. Antara lembar tetrahedral dan oktahedral terdapat banyak daerah kosong sehingga molekul air dapat dengan mudah keluar masuk, dan anion seperti fosfat dan nitrat dapat terjerap. Alofan mempunyai luas permukaan spesifik yang mencapai 1100 m2 .g-1 . Luas permukaan yang besar ini mengakibatkat sistem koloid tanah menjadi sangat reaktif sehingga pertukaran kation, anion, jerapan air, dan fiksasi menjadi lebih tinggi (Tan,1992). Identifikasi alofan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: (1) pengukuran pH setelah diperlakukan dengan pengekstrak kuat seperti NaF yang akan menghasilkan data kualitatif dan semi kuantitatif, (2) pengukuran retensi fosfat (Blakemore, 1977) yang menghasilkan data kualitatif, (3) pengukuran dengan DTA (Differential Thermal Analysis) yang mengungkapkan keberadaan alofan secara kualitatif dan kuantitatif, (4) penggunaan mikroskop elektron yang menghasilkan data kualitatif, (5) pemakaian larutan ammonium oksalat, DCB (Dithionite Citrate Bicarbonate) dan asam pirofosfat yang dikenal sebagai larutan selective dissolution menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif, serta (6) pemakaian spektroskopi inframerah yang menghasilkan data kualitatif. Alofan adalah nama yang digunakan untuk mendeskripsikan bahan yang bersifat “short range-ordered” aluminosilikat berukuran liat hasil dari pelapukan abu volkan dan gelas volkan. Alofan umumnya berbentuk seperti cincin atau bulatan yang sangat kecil dengan diameter kira-kira 35-50 Ǻ. Morfologi ini merupakan ciri khas dari alofan, dan bisa digunakan untuk identifikasinya (Wada, 1989). Alofan memiliki komposisi kira-kira Al2 Si2 O 5 .nH2 O. Rasio Si:Al alofan bervariasi dari 1:1 sampai 2:1 (Wada, 1989). Untuk alofan dengan rasio 1:1 disebut alofan kaya Si, sedangkan alofan dengan rasio 2:1 disebut alofan kaya Al. Dari dua jenis tersebut, alofan kaya Al paling umum ditemukan pada Andisol, sedangkan untuk alofan kaya Si jarang ditemukan (Tan, 2000). Alofan biasanya memberikan puncak difraksi sinar-X yang lemah pada 2.25 – 3.3 Ǻ. Identifikasi alofan umumnya dilakukan dengan analisis infra merah atau berdasarkan pada morfologi di bawah mikroskop transmisi elektron. Nilai kapasitas tukar kation (KTK) alofan sekitar 10 - 40 cmol(+)kg-1 pada pH 7.0 dan kapasits tukar anion (KTA) 5-30 cmol(+)kg-1 pada pH 4.0.
9
Imogolit Imogolit
adalah
aluminosilikat
yang
bersifat
parakristalin
dengan
komposisi SiAl2 O5 .2,5H2 O. Wada (1989) melaporkan bahwa rasio Si:Al pada imogolit bervariasi, yaitu dari 1.05:1 sampai 1.15:1, tetapi hal ini bertentangan dengan struktur formula yang diprediksi olehnya, yaitu berrasio Si:Al mendekati 1:2. Imogolit berbentuk seperti pipa kecil yang memiliki diameter dalam 10 Ǻ dan diameter luar 20 Ǻ. Pipa ini panjangnya bisa beberapa µm dan sering berbentuk ikatan atau terikat anatar dua sampai beberapa ribu pipa. Kadangkadang percabangan dari pipa imogolit bisa terjadi. Imogolit tidak dominan dalam tanah, sehingga puncak difraksinya bisa dikaburkan oleh puncak difraksi mineral liat lain.
Untuk
meyakinkan keberadaan imogolit, identifikasi lanjutan bisa
dilakukan dengan spektroskopi infra merah. Identifikasi morfologi sebetulnya lebih meyakinkan, tetapi membutuhkan mikroskop elektron transmisi. Wada (1989) melaporkan nilai KTK imogolit sekitar 17 cmol(+)kg-1 pH 7.0 dan KTA sebesar 40 cmol(+)kg-1
pada
pada pH 4.0. Tanah yang mengandung
alofan dan imogolit akan berinteraksi dengan bahan organik dalam tanah membentuk komplek alofan-organik atau imogolit-organik. Senyawa komplek ini sangat stabil, karena alofan dan imogolit melindungi fraksi organik dari degradasi mikrob tanah.
Andisol Tanah Andisol (Andosol) adalah tanah yang berwarna hitam kelam sangat porous, mengandung bahan organik dan mineral liat tipe amorf, terutama alofan serta sedikit silika, alumina atau hidroksida-besi. Tanah ini terbentuk dari abu vulkanik dan umumnya ditemukan di daerah dataran tinggi (Darmawijaya, 1990). Persoalan utama yang dihadapi tanah Andosol untukpenggunaan pertanian adalah tingginya kapasitas jerapan P, bahkan melebihi jerapan P oleh oksida dan hidrat Al dan Fe (Mengel dan Kirby, 1987). Hal ini disebabkan oleh kandungan meineral liat yang mempunyai permukaan spesifik yang luas sehingga jerapan P tanah
lebih
tinggi (Uehara
dan Gillman,
1981).
Kandungan mineral liat
aluminosilikat yang terpenting adalah alofan. Mineral ini terdapat pada tanah yang
10
berasal dari abu volkan, dan diperkirakan berasal dari pelapukan gelas volkanik atau mineral feldspar. Mineral ini mempunyai kapasitas tukar kation tinggi, tetapi dapat memfiksasi P dengan kuat. Tanah yang mengandung banyak alofan terasa licin bila dipirid dan umumnya mempunyai bulk density yang rendah (kurang dari 0,90 g/cc) (Hardjowigeno, 2003). Salah satu bentuk khas dari bahan volkanik adalah abu volkan. Bahan ini disemburkan dari gunung berapi sewaktu meletus. Abu volkan ada yang banyak mengandung gelas volkan (tipe vitrik) dan ada pula yang banyak mengandung fragmen batuan (tipe litik). Tanah yang terbentuk dari abu volkan umumya merupakan tanah-tanah yang subur, misalnya Andosol (Hardjowigeno, 1986). Proses pembetukan tanah yang utama pada Andisol adalah pelapukan dan transformasi
(perubahan
bentuk).
Proses
pemindahan
(translokasi)
dan
penimbunan bahan-bahan tersebut di dalam solum sangat sedikit. Akumulasi bahan organik dan terjadinya kompleks bahan organik-almunium merupakan sifat khas pada beberapa Andisol (Hardjowigeno, 1993).
Tuf Volkan Gunung api yang sedang meletus melontarkan berbagai bahan hamburan dari dalam bumi ke permukaan bumi dan udara. Endapan yang dihasilkan bertekstur klastika. Apabila bahan hamburan itu dihasilkan oleh letusan nonmagmatik, maka endapannya disebut endapan hidroklastika. Bahan hamburan yang langsung berasal dari magma (primmary magmatic materials) disebut piroklas, sedangkan onggokan-onggokan piroklas di permukaan bumi disebut endapan piroklastika (pyroclastic deposits) dan setelah mengalami litifikasi menjadi batuan piroklastika (pyroclastic rocks) (Fischer dan Schimincke, 1984 dalam Bronto, 2001). Istilah pyroclast berasal dari kata pyro (bahasa Yunani) yang berarti api dan clast yang berarti bahan hamburan butiran, fragmen, kepingan atau pecahan batuan. Oleh sebab itu, piroklas adalah fragmen pijar atau butiran yang mengeluarkan api (berpendar/membara) pada saat dilontarkan dari dalam bumi ke permukan melalui kawah gunungapi. Terbentuknya api tersebut dikarenakan magma yang mempunyai temperatur tinggi (900-1200 ˚C) tiba-tiba dilontarkan ke permukaan bumi yang temperatur rata-ratanya kurang dari 35 ˚C.
11
Berdasarkan ukuran butirnya, bahan piroklastika dan hidroklastika dibagi menjadi: (1) bom volkanik atau blok volkanik (volcanc bomb atau volcanic block) yang berukuran diameter ≥64 mm, (2) lapili yang memiliki diameter 2-64 mm, dan (3) abu volkanik (volcanic ashes) yang berukuran ≤2mm (Fischer dan Schimincke, 1984 dalam Bronto, 2001). Abu volkan yang jatuh ke permukaan dan memadat karena air membentuk batuan yang disebut tuf volkan (Anonim, 2008).
Gunung Talagabodas Gunung Talagabodas adalah gunung berapi tipe starto (stratovolcalno) yang terletak di bagian Selatan Garut, Jawa Barat, Indonesia. Gunung ini terletak di sebelah Utara gunung berapi yang lebih terkenal, yaitu G. Galunggung. Talagabodas, yang juga sering dieja Telagabodas, adalah salah satu dari jajaran 4 gunung berapi tertua di lengkungan Utara-Selatan kelompok gunung berapi di timur kota Garut dan tersusun atas lava andesitik dan piroklastik. Piroklastik yang lebih muda dari gunung Putri-Eweranda tumpang tindih (overlap) dengan produk dari Talagabodas di Utara. Kawah Talagabodas telah bergeser 1,3 km sebelah Utara dari puncak kawah G. Canar dan memiliki danau belerang jenuh yang besar. Fumarol, pot lumpur, dan sumber air panas ditemukan di sekitar danau, yang memiliki suhu tinggi. Usia letusan terbaru dari G. Talagabodas tidak diketahui. Perubahan warna danau terjadi pada tahun 1913 dan 1921, dan meluasnya aktivitas lobang solfatara dilaporkan terjadi pada tahun 1927. Gas beracun sering membunuh hewan dan telah merambah ke Lembah Pajagalan di Timur Laut panggul dan panas bumi di area Kawah Saat sebelah Selatan danau kawah (http:// www.volcano.si.edu/world/volcano.cfm?vnum=0603-15=).
Stratovolcano Stratovolcano
ialah
pegunungan
(gunung
berapi)
yang
tinggi dan
mengerucut yang terdiri atas lava dan abu vulkanik yang mengeras dan sering terbentuk oleh proses subduksi (penunjaman) lempeng tektonik. Bentuk gunung berapi itu secara khas curam tampaknya, karena aliran lava yang membentuk gunung berapi itu amat kental, dan begitu dingin segera mengeras sebelum menyebar jauh. Lava seperti itu dikelompokkan bersifat asam karena tingginya
12
konsentrasi silikat. Di ujung lain spektrum itu ialah gunung berapi pelindung (seperti Mauna Loa di Hawaii), yang terbentuk dari lava yang kurang kental, memberinya dasar yang kuat dan lereng yang melandai. Banyak
stratovolcano
yang melampaui ketinggian 2500 m. Meski
stratovolcano kadang-kadang disebut gunung berapi gabungan, para ahli gunung berapi lebih memilih menggunakan istilah stratovolcano untuk membedakannya dari gunung berapi karena semua gunung berapi dari bentuk apapun memiliki struktur gabungan (berlapis), yakni terbentuk dari penumpahan berangkai material eruptif (http://id.wikipedia.org/wiki/Stratovolcano).
Fosfat sebagai Pencemar Perairan Reaksi-reaksi yang melibatkan P dengan tanah dalam sistem pertanian telah dipelajari secara intensif. Fiksasi P dalam tanah melibatkan baik reaksi retensi maupun penjerapan, meskipun reaksi yang pertama nampaknya lebih dominan terjadi dan pada periode yang singkat. Jerapan P dalam tanah umumnya terjadi pada hidroksida Fe dan Al. Pada tanah rawa berair tawar (fresh-water wetland soils), jerapan dan retensi P dikendalikan oleh potensial redoks, nilai pH, mineral-mineral Fe Al dan Ca serta kandungan asal P tanah. Segera setelah P terjerap pada fase padatan tanah, ia akan mengalami transformasi biologis menjadi bentuk organik sehingga meningkatkan imobilisasi P. Dengan demikian, deskripsi kuantitatif jerapan P pada fase padatan tanah sangat penting sebagai langkah awal penetapan kapasitasnya dalam menurunkan kadar P dari air limbah. Keberadaan Ca, Al dan Fe oksida pada konsentrasi tinggi dalam produk sampingan industri seperti terak baja (steel slags) dan material penjerap seperti zeolit menunjukkan kemampuannya dalam menjerap P sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai penjerap P dalam air limbah (Sakadevan dan Bavor, 1997).