BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Efikasi Diri 2.1.1.1 Pengertian Efikasi Diri Gregory (2,011: 212) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan diri untuk mengetahui kemampuannya sehingga dapat melakukan suatu bentuk kontrol terhadap manfaat orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan sekitarnya. Menurut Bandura (1997: 3) efikasi diri adalah keyakinan akan kemampuan individu untuk dapat mengorganisasi dan melaksanakan serangkaian tindakan yang dianggap perlu untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Sedangkan Alwisol (2009: 287) menyatakan bahwa efikasi diri adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi diri adalah pertimbangan seseorang akan kemampuannya untuk mengorganisasikan dan menampilkan tindakan yang diperlukan dalam mencapai tujuan yang diinginkan, tidak tergantung pada jenis keterampilan dan keahlian tetapi lebih berhubungan dengan keyakinan tentang apa yang dapat dilakukan dengan berbekal keterampilan dan keahlian. Menurut Ormrod (2008: 20) efikasi diri adalah penilaian seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Laura (2010: 152) efikasi diri adalah keyakinan seseorang sehingga dapat menguasai suatu situasi dan 9 Universitas Sumatera Utara
menghasilkan berbagai hasil yang bernilai positif dan bermanfaat. Menurut Mujiadi (2003: 86) efikasi diri merupakan salah satu faktor personal yang menjadi perantara atau mediator dalam interaksi antara faktor perilaku dan faktor lingkungan. Efikasi diri dapat menjadi penentu keberhasilan perfomansi dan pelaksanaan pekerjaan. Efikasi diri juga sangat mempengaruhi pola pikir, reaksi emosional dalam membuat keputusan. Dari beberapa pendapat dapat dikatakan bahwa efikasi diri merupakan rasa percaya diri yang dimiliki seseorang bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan tugas dengan efektif dan efisien sehingga tugas tersebut menghasilkan dampak yang diharapkan. Efikasi diri yang merujuk pada keyakinan diri sendiri mampu melakukan sesuatu yang diinginkannya, dapat dijadikan prediksi tingkah laku. 2.1.1.2 Sumber-sumber Efikasi Diri Menurut Gregory (2011: 213) efikasi diri diperoleh, ditingkatkan, atau berkurang melalui salah satu atau kombinasi dari empat sumber pengalaman menguasai sesuatu, pengalaman vikarius, persuasi sosial, kondisi fisik dan emosional. Dengan setiap metode, informasi mengenai diri sendiri dan lingkungan akan diproses secara kognitif dan bersama-sama dengan kumpulan pengalaman sebelumnya, akan mengubah persepsi mengenai efikasi diri. Menurut Bandura (1997: 89) empat sumber efikasi diri, antara lain: 1. Pengalaman menguasai sesuatu (Master Experience) Pengalaman menguasai sesuatu adalah sumber informasi yang paling berpengaruh dalam efikasi diri. Ini merupakan pengalaman langsung kita
10 Universitas Sumatera Utara
sehingga kesuksesan akan menaikkan efikasi atau keyakinan, dan kegagalan akan menurunkan efikasi atau keyakinan. 2. Pengalaman vikarius (Vicarious Experience) Pengalaman vikarius merupakan pengalaman dari orang lain yang memberi contoh penyelesaian. Efikasi diri akan meningkat pada saat kita mengamati pencapaian orang lain yang mempunyai kompetensi yang sama atau seimbang, namun akan berkurang pada saat kita melihat teman kita gagal. 3. Persuasi sosial (Social Persuasion) Persuasi sosial disebut juga umpan balik spesifik atas kinerja. Persuasi sendiri dapat membuat mahasiswa menyerahkan usaha, mengupayakan strategistrategi baru, atau berusaha cukup keras untuk mencapai kesuksesan. 4. Kondisi fisik dan emosional (Arousal) Kondisi fisik dan emosional maksudnya tingkat Arousal mempengaruhi efikasi diri, tergantung pada Arousal itu diinterpretasikan pada saat mahasiswa menghadapi tugas tertentu, apakah mahasiswa merasa cemas dan khawatir (menurunkan efikasi) atau passion (bergairah) menaikkan efikasi. Dari keempat hal tersebut dapat menjadi sarana bagi tumbuh dan berkembangnya efikasi diri dapat diupayakan untuk meningkat dengan membuat manipulasi melalui empat hal tersebut. 2.1.1.3 Dimensi Efikasi Diri Menurut Bandura (1986: 78) perbedaan efikasi diri pada setiap individu terletak pada tiga komponen adalah
Magnitude, Strength, dan Generality.
11 Universitas Sumatera Utara
Masing-masing mempunyai implikasi penting di dalam performansi yang secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Tingkat kesulitan tugas (Magnitude) Tingkat kesulitan tugas (Magnitude) yaitu suatu masalah yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas individu. Komponen ini berimplikasi pada pemilihan perilaku yang akan dicoba individu berdasar ekspektasi efikasi pada tingkat kesulitan tugas. Individu akan berupaya melakukan tugas tertentu yang dapat dilaksanakannya dan akan menghindari situasi atau perilaku di luar batas kemampuannya. 2. Kekuatan keyakinan (Strength) Kekuatan keyakinan (Strength), yaitu berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan individu atas kemampuannya. Pengharapan yang kuat dan mantap pada individu akan mendorong untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan, walaupun
mungkin
belum
memiliki
pengalaman-pengalaman
yang
menunjang. Sebaliknya pengharapan yang lemah dan ragu-ragu akan kemampuan diri akan mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak menunjang. 3. Generalitas (Generality) Generalitas (Generality), yaitu hal yang berkaitan dengan cakupan luas bidang tingkah laku dimana individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya, tergantung pada pemahaman kemampuan dirinya yang terbatas pada serangkaian aktivitas dan situasi yang lebih luas dan bervariasi.
12 Universitas Sumatera Utara
Jadi perbedaan efikasi diri pada setiap individu terletak pada tiga komponen, yaitu Magnitude (tingkat kesulitan tugas), yaitu masalah yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas individu, Strength (kekuatan keyakinan), yaitu berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan individu atas kemampuannya, dan Generality (generalitas), yaitu hal yang berkaitan cakupan luas bidang tingkah laku dimana individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Dari ketiga komponen dalam efikasi diri tersebut terdapat pengaruh positif terhadap minat untuk berwirausaha. 2.1.2 Motivasi Berwirausaha 2.1.2.1 Pengertian Motivasi Berwirausaha Kata motivasi berasal dari bahasa latin “movere” yang artinya menimbulkan pergerakan. Motif didefinisikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat (Walgito, 2003: 220). Menurut Sardiman (2009: 73) kata motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subyek untuk melakukan aktivitasaktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata motif itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak. Menurut Mc. Donald dalam Sardiman (2009: 73), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling
13 Universitas Sumatera Utara
dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting, yaitu: 1. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam sistem neurophysiological yang ada pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia. 2. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah-laku manusia. 3. Motivasi akan dirangsang karena adaanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul
dari
dalam
diri
manusia,
tetapi
kemunculannya
karena
terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan. Terry & Rue (1996: 168) menyatakan motivasi menyangkut perilaku manusia dan merupakan sebuah unsur yang vital dalam manajemen. Ia dapat didefinisikan sebagai membuat seseorang menyelesaikan pekerjaan dengan semangat, karena orang itu ingin melakukannya. Hasibuan (2003: 95) mendefinisikan motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan.
14 Universitas Sumatera Utara
Pengertian motivasi seperti yang dikemukakan di atas mengacu pada timbulnya dorongan. Sedangkan berwirausaha merupakan salah satu objek pekerjaan di samping pekerjaan lain, yakni pegawai negeri atau pegawai swasta. Dengan demikian motivasi berwirausaha diartikan sebagai tenaga dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan suatu kegiatan berwirausaha. Motivasi berwirausaha adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan berwirausaha guna mencapai tujuan (Handoko, 1998: 252). Lain halnya dengan Hendro (2011: 174) yang mengungkapkan bahwa sumber energi yang dibutuhkan dalam kegiatan kewirausahaan atau kegiatan apapun adalah mempunyai semangat dan gairah untuk mengerjakannya. Kedua-duanya adalah satu dan menjadi sumber energi (motivasi) dalam berwirausaha. 2.1.2.2 Teori Motivasi 1. Model Hierarki Kebutuhan Maslow Teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu: (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti: rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk
15 Universitas Sumatera Utara
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata (Handoko, 1998: 255). Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual. Motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan (Handoko, 1998: 255). Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam, penyempurnaan dan koreksi dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang. Pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fondasi dan mengilhami bagi
16 Universitas Sumatera Utara
pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif. 2. Teori Dua Faktor Herzberg menyimpulkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja bergantung pada dua faktor: faktor-faktor higienis, seperti kondisi tempat kerja, dan faktor-faktor motivasi, seperti pengakuan atas pekerjaan yang telah diselesaikan dengan baik. Menurut teori dua faktor, faktor higienis mengacu pada lingkungan, sedangkan faktor motivasi berhubungan langsung dengan pekerjaan yang dilakukan (Griffin & Ebert, 2006: 251). 3. Teori X dan Y McGregor menyimpulkan bahwa para manajer mempunyai kepercayaan yang sangat berbeda mengenai cara terbaik menggunakan sumber daya manusia suatu perusahaan. Ia mengklasifikasikan keyakinan itu ke dalam serangkaian asumsi yang ia beri label “Teori X” dan “Teori Y”. Teori X adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa orang-orang pada dasarnya malas dan tidak mau bekerja sama. Teori Y adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa orang-orang pada dasarnya energik, berorientasi ke perkembangan, memotivasi diri sendiri, dan tertarik untuk menjadi produktif (Griffin & Ebert, 2006: 249). 4. Teori Pengharapan Teori pengharapan yang dikemukakan oleh Nadler dan Lawler
ini
mengandung dua anggapan penting, yaitu: 1. Manusia senantiasa berusaha ke arah tercapainya apa yang diinginkan atau yang menjadi tujuannnya, karena itu apakah orang itu akan bertindak atau
17 Universitas Sumatera Utara
tidak tergantung kepada keyakinannya apakah dengan tindakan itu mereka akan berhasil atau tidak mencapai tujuan itu. 2. Dalam proses memilih tindakan apa yang akan diambil dalam mencapai tujuan itu manusia memang mempunyai kesukaan terhadap tindakan mana yang paling baik baginya berdasar perkiraan hasil yang mungkin diperoleh dari tindakan yang diambilnya. Sesuai pendapat Nadler dan Lawler bahwa tingkat motivasi seseorang sangat ditentukan oleh fungsi pengharapan yang digantungkannya kepada perilaku tertentu yang ditampilkannya (seperti apabila seseorang bekerja keras tentu akan diikuti dengan kenaikan gaji) dan nilai subyektif yang diberikannya terhadap hasil tindakannya itu. Kuat tidaknya nilai subyektif itu tergantung keadaan apakah seseorang itu memang menginginkan hasil yang lain umpamanya jenis pekerjaan yang lebih gampang atau yang lebih menarik (Zainun, 1989: 53). 5. Teori Keadilan Teori yang dikemukakan oleh Skinner dan Pavlov ini mendasarkan diri kepada satu anggapan bahwa kebanyakan manusia terpengaruh dengan situasi seperti penghasilan yang berimbang dibanding dengan penghasilan kelompok lain yang sederajat, sehingga seorang karyawan dapat saja membatasi produk kerjanya setelah melihat bagaimana teman sebelahnya menghasilkan produk itu. Menurut teori ini, yang paling menentukan kinerja karyawan adalah rasa adil atau tidaknya keadaan di lingkungan kerja karyawan itu. Tingkat keadilan itu dapat diukur dengan rasio antara kerja dan upah yang diterima seorang karyawan lain dalam satu lingkungan kerja yang sama atau sebanding (Zainun, 1989: 52).
18 Universitas Sumatera Utara
2.1.2.3 Jenis Motivasi Adapun jenis motivasi menurut Davis & Strom dalam Tama (2010: 39) adalah prestasi, afiliasi, kompetensi, dan kekuasaan. 1. Motivasi prestasi (achievement motivation) adalah dorongan dalam diri seseorang untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam mencapai tujuan. Entrepreneur yang berorientasi dan bekerja keras apabila mereka memandang bahwa mereka akan memperoleh kebanggaan pribadi atas upaya mereka, apabila hanya terdapat sedikit risiko gagal, dan apabila mereka mendapat balikan spesifik tentang prestasi diwaktu lalu. 2. Motivasi afiliasi (affiliation motivation) adalah dorongan untuk berhubungan dengan orang-orang atas dasar sosial. Orang-orang yang bermotivasi afiliasi bekerja lebih baik apabila mereka dipuji karena sikap dan kerja sama mereka yang menyenangkan. 3. Motivasi kompetensi (competence motivation) adalah dorongan untuk mencapai keunggulan kerja, meningkatkan keterampilan dalam memecahkan masalah, dan berusaha keras untuk inovatif. Umumnya mereka cenderung melakukan pekerjaan dengan baik karena kepuasan batin yang mereka rasakan dari melakukan pekerjaan itu dan penghargaan yang diperoleh dari orang lain. 4. Motivasi kekuasaan (power motivation) adalah dorongan untuk mempengaruhi orang-orang dan mengubah situasi. Orang-orang yang bermotivasi kekuasaan ingin menimbulkan dampak dan mau memikul risiko untuk melakukan hal itu. Hal utama yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan wirausaha adalah karena adanya keinginan untuk berwirausaha.
19 Universitas Sumatera Utara
2.1.2.4 Dimensi Motivasi Berwirausaha Susanto dalam Srimulyani (2014: 2) mengemukakan beberapa motivasi yang dapat mendorong seseorang untuk menjadi wirausaha yaitu: keberhasilan diri yang dicapai, toleransi akan risiko, dan keinginan merasakan kebebasan dalam bekerja. 1. Keberhasilan diri yang dicapai Lingkungan
yang
dinamis
menyebabkan
seorang
entrepreneur
menghadapi keharusan untuk menyesuaikan dan mengembangkan diri agar keberhasilan dapat dicapai. Seorang entrepreneur bukan saja mengikuti perubahan yang terjadi dalam dunia usaha tapi perlu berubah seseringkali dan dengan cepat memiliki pemikiran yang inovatif dan berorientasi pada masa depan. Menurut Ranto (2007: 20) keberhasilan berwirausaha tidaklah identik dengan seberapa berhasil seseorang mengumpulkan uang atau harta serta menjadi kaya, karena kekayaan bisa diperoleh dengan berbagai cara sehingga menghasilkan nilai tambah. Berusaha lebih dilihat dari bagaimana seseorang bisa membentuk, mendirikan, serta menjalankan usaha dari sesuatu yang tadinya tidak berbentuk, tidak berjalan atau mungkin tidak ada sama sekali. Seberapa pun kecilnya ukuran suatu usaha jika dimulai dari nol dan bisa berjalan dengan baik maka nilai berusahanya jelas lebih berharga daripada sebuah organisasi besar yang dimulai dengan bergelimang fasilitas. Keberhasilan diri sebagai salah satu wakil dari motivasi untuk menjadi entrepreneur karena mempercayai bahwa orang-orang mungkin akan termotivasi untuk menjadi entrepreneur apabila mereka percaya wirausaha memiliki
20 Universitas Sumatera Utara
kemungkinan lebih besar untuk berhasil dari pada bekerja untuk orang lain untuk mendapatkan hasil yang berharga. Salah satu faktor penting dan menjadi daya penggerak bagi seseorang untuk menjadi entrepreneur adalah keinginannya untuk memenuhi kebutuhanya untuk berhasil serta menjauhi kegagalan. Jika seseorang memiliki kebutuhan tinggi untuk berhasil, maka orang tersebut akan bekerja keras dan tekun belajar. Sementara itu, keberhasilan usaha baru tergantung pada keadaan perekonomian nasional pada saat bisnis diluncurkan. Keberhasilan berwirausaha sebagai pendorong keinginan seseorang untuk menjadi entrepreneur, karena persepsi keberhasilan sebagai hasil menguntungkan atau berharap untuk berakhir melalui pencapaian tujuan dari usahanya. Artinya, jika seseorang mencapai tujuan usaha yang diinginkan melalui prestasi, ia akan dianggap berhasil. Indikator keberhasilan yang sesungguhnya bukanlah apa yang dicapai, tetapi apa yang dirasakan. Agar sukses atau berhasil, kita harus menjadi bahagia. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha para pengusaha baik yang bersal dari internal maupun eksternal. Faktor internal lebih banyak berasal dari pengusaha itu sendiri diantaranya adalah: latar belakang pendidikan, usia, pengalaman, motivasi dan masalah internal lainnya. Faktor eksternal dihadapkan kepada permasalahan di luar organisasi diantaranya: lingkungan, peluang, persaingan, sistem informasi global, dan masalah eksternal lainnya (Hutagalung, 2010: 8).
21 Universitas Sumatera Utara
2. Toleransi akan risiko Setiap pekerjaan mengandung risiko dan tantangan yang berbeda-beda. Setiap wirausaha dapat melaluinya tergantung bagaimana cara pandang individu tersebut pada tantangan atau risiko yang dihadapi. Individu ketika memulai usaha harus mengetahui terlebih dahulu peluang dan risiko yang ditimbulkan oleh usaha tersebut, setelah itu individu tersebut harus berusaha mengatasi hambatan dan tantangan yang ada untuk mencapai kesuksesan. Menurut Meredith dalam Purwinarti & Ninggarwati (2013: 41) menyatakan bahwa beberapa risiko yang mungkin terjadi dari suatu usaha bisa bermacam-macam, mulai dari risiko yang bersifat umum dalam bentuk keuangan, risiko sosial dan risiko kejiwaan, hingga risiko yang terjadi terhadap badan atau fisik.
Dalam
menghadapi
risiko
tersebut,
seorang
wirausaha
harus
mempertimbangkan daya tarik dari setiap alternatif yang ada, sejauh mana bersedia menanggung risiko, kemungkinan akan keberhasilan dan kegagalannya, serta kemampuannya untuk meningkatkan keberhasilan dan mengurangi kegagalannya, dengan demikian wirausaha menghadapi segala risiko dengan perencanaan yang sangat profesional dan matang. Dalam pengambilan keputusan, pelaku bisnis atau seorang entrepreneur sebaiknya mempertimbangkan tingkat toleransi akan adanya risiko.
Seorang
entrepreneur dapat dikatakan riskaverse (menghindari risiko) dimana mereka hanya mau mengambil peluang tanpa risiko, dan seorang entrepreneur dikatakan risklover (menyukai risiko) dimana mereka mengambil peluang dengan tingkat risiko yang tinggi. Kegiatan akan selalu memiliki tingkat risiko yang berbanding
22 Universitas Sumatera Utara
lurus dengan tingkat pengembalianya. Apabila Anda menginginkan pengembalian atau hasil yang tinggi, Anda juga harus menerima tingginya tingkat risiko. Setiap individu memiliki tingkat toleransi yang berbeda-beda terhadap risiko, ada yang senang dengan risiko dengan tingkat pengembalian yang diinginkan dan ada yang takut akan risiko. Praag & Cramer secara eksplisit mempertimbangkan peran risiko dalam pengambilan keputusan seseorang untuk menjadi seorang entrepreneur. Rees & Shah menyatakan bahwa perbedaan pendapatan pada pekerja individu yang bebas (entrepreneur) adalah tiga kali lipat dari yang didapat oleh individu yang bekerja pada orang lain, dan menyimpulkan bahwa toleransi terhadap risiko merupakan sesuatu yang membujuk untuk melakukan pekerjaan mandiri (entrepreneur). Douglas & Shepherd menggunakan risiko yang telah diantisipasi sebagai alat untuk memprediksi keinginan seseorang untuk menjadi entrepreneur, dinyatakan semakin toleran seseorang dalam menyikapi suatu risiko, semakin besar insentif orang tersebut untuk menjadi entrepreneur (Sitanggang, 2012: 16). Persepsi terhadap risiko berbeda-beda tergantung kepada kepercayaan seseorang, kelakuan penilainan dan perasaan dan juga termasuk faktor-faktor pendukungnya, antara lain latar belakang pendidikan, pengalaman praktis di lapangan, karakteristik individu, kejelasan informasi, dan pengaruh lingkungan sekitar (Sitanggang, 2012: 16). Menurut Sitanggang (2012: 16) terdapat perbedaan persepsi tentang risiko itu sendiri, meskipun tidak terlalu mencolok, antara lain:
23 Universitas Sumatera Utara
a. Faktor-faktor yang mempunyai efek merugikan terhadap kesuksesan pelaksanaan proyek secara finansial maupun ketepatan waktu, dimana faktor waktu itu sendiri tidak selalu dapat diidentifikasi. b. Sesuatu keadaan secara fisik, kontrak maupun finansial menjadi lebih sulit daripada yang telah disetujui dalam kontrak. c. Kesempatan untuk membuat keuntungan diatas kontrak, dimana kepuasan klien, harga kontrak, dan waktu penyelesaian diutamakan. d. Suatu kondisi dimana peristiwa-peristiwa yang tidak direncanakan terjadi. Menurut Suryana (2003: 14) seorang entrepreneur harus mampu mengambil risiko yang moderat, artinya risiko yang diambil tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Keberanian menghadapi risiko yang didukung komitmen yang kuat, akan mendorong seorang entrepreneur untuk terus berjuang mencari peluang sampai memperoleh hasil. Hasil-hasil itu harus nyata atau jelas, dan merupakan umpan balik bagi kelancaran kegiatannya. Sebagai seorang wirausaha kita tidak boleh mengambil risiko yang tidak perlu dan harus dapat menguasai emosi dalam mengambil risiko jika keuntungannya diperkirakan sama atau bahkan lebih besar daripada risiko yang terkandung. Dalam beberapa hal, kita harus menggunakan intuisi dalam menilai tindakan apa saja yang mengandung risiko karena intuisi akan dapat turut menentukan sampai sejauh mana risikonya dan hasil apa saja yang mungkin diperoleh. Kemauan dan kemampuan untuk mengambil risiko merupakan salah satu nilai utama dalam kewirausahaan. Wirausaha yang tidak mau mengambil risiko
24 Universitas Sumatera Utara
akan sukar memulai atau berinisiatif. Menurut Bajaro dalam Suryana (2003: 14), seorang wirausaha yang berani menanggung risiko adalah orang yang selalu ingin jadi pemenang dan memenangkan dengan cara yang baik. Pengambilan risiko berkaitan dengan kepercayaan diri sendiri. Artinya, semakin besar keyakinan seseorang pada kemampuan sendiri, maka semakin besar keyakinan orang tersebut akan kesanggupan mempengaruhi hasil dan keputusan, dan semakin besar pula kesediaan seseorang untuk mencoba apa yang menurut orang lain sebagai risiko. Oleh karena itu, pengambil risiko ditemukan pada orang-orang yang inovatif dan kreatif yang merupakan bagian terpenting dari perilaku kewirausahaan (Suryana, 2003: 14). 3. Keinginan merasakan kebebasan dalam bekerja Kebebasan untuk menjalankan usaha merupakan keuntungan lain bagi seorang entrepreneur. Hasil survey dalam bisnis berskala kecil tahun 1991 menunjukkan bahwa 38% dari orang-orang yang meninggalkan pekerjaannya di perusahaan lain karena mereka ingin menjadi bos atas perusahaan sendiri. Beberapa entrepreneur menggunakan kebebasannya untuk menyusun kehidupan dan perilaku kerja pribadinya secara fleksibel. Kenyataannya banyak seorang entrepreneur tidak mengutamakan fleksibilitas disatu sisi saja. Akan tetapi mereka menghargai kebebasan dalam karir kewirausahaan, seperti mengerjakan urusan mereka dengan cara sendiri, memungut laba sendiri dan mengatur jadwal sendiri (Hendro & Chandra, 2006: 18). Schermerhorn mengatakan terdapat ciri-ciri khas yang dikaitkan dengan seorang entrepreneur yaitu mampu menentukan nasibnya sendiri, pekerja keras
25 Universitas Sumatera Utara
dalam mencapai keberhasilan, selalu tergerak untuk bertindak secara pribadi dalam mewujudkan tujuan menantang, memiliki toleransi terhadap situasi yang tidak menentu, cerdas dan percaya diri dalam menggunakan waktu yang luang. Dalam suatu penelitian di Inggris menyatakan bahwa motivasi seseorang membuka bisnis adalah 50% ingin mempunyai kebebasan dengan berbisnis sendiri, hanya 18% menyatakan ingin memperoleh uang dan 10% menyatakan jawaban membuka bisnis untuk kesenangan, hobi, tantangan atau kepuasan pribadi dan melakukan kreativitas. Sedangkan penelitian di Rusia 80% menyatakan mereka membuka bisnis karena ingin menjadi bos dan memperoleh otonomi serta kemerdekaan pribadi (Alma, 2007: 40). Beberapa alasan merasakan pekerjaan bebas dijadikan sebagai motivasi seseorang untuk menjadi entrepreneur yaitu fleksibel waktu, tidak perlu mendapatkan tekanan dari atasan atau perusahaan dan pendapatan yang lebih besar. Hakim dalam Machendrawaty (2001: 49) mengemukakan sejumlah nilai positif bagi mereka yang menjalani wirausaha. Pertama, mereka tidak tergantung kepada ada atau tidaknya lowongan kerja, karena mereka sendirilah yang membuka lapangan kerja. Kedua, entrepreneur tidak diperintah oleh orang lain, ia bisa "bos" bagi orang lain atau menjadi "bos" bagi dirinya sendiri. Ketiga, entrepreneur memiliki peluang penghasilan yang tak terbatas. Keempat, entrepreneur mengatur diri sendiri, jam kerja, liburan, besar penghasilan dan sebagainya. Kelima, mempunyai wawasan dan pergaulan yang luas. Keenam, bisa mengembangkan gagasan sepenuhnya tanpa mendapat hambatan yang berarti dari pihak lain. Ketujuh, bisa langsung sibuk bekerja.
26 Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Minat Berwirausaha 2.1.3.1 Pengertian Minat Berwirausaha Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya merupakan penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri semakin kuat atau dekat hubungan tersebut semakin besar minat (Slameto, 2010: 180). Menurut Winkel (2004: 650) minat yaitu kecenderungan yang menetap pada seseorang untuk merasa tertarik pada suatu bidang tertentu dan merasa senang dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan bidang itu sendiri. Sedangkan menurut Walgito (2004: 51) minat merupakan suatu keadaan dimana individu menaruh perhatian pada sesuatu dan disertai dengan keinginannya untuk mengetahui dan mempelajari serta membuktikan lebih lanjut mengenai situasi tersebut. Menurut Purwanto (2006: 56) minat adalah perbuatan yang berpusat kepada suatu tujuan dan merupakan suatu dorongan bagi perbuatan itu sendiri. Dalam diri manusia terdapat motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Menurut Kasmir (2008: 38) minat atau bakat ada dan dapat di timbulkan dalam diri seseorang. Artinya, ketertarikan pada suatu bidang sudah tertanam dalam dirinya. Minat juga dapat tumbuh setelah dipelajari dari berbagai cara. Namun, seseorang yang memiliki minat dari dalam atau bakat dari keturunan akan lebih mudah dan lebih cepat beradaptasi dalam mengembangkan usahanya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa minat berwirausaha merupakan kesadaran seseorang yang dapat menimbulkan adanya keinginan suatu
27 Universitas Sumatera Utara
hal daripada hal lainnya dengan aktif melakukan kegiatan yang menjadi objek kesukaannya. Keinginan yang timbul dalam diri individu tersebut dinyatakan dengan suka atau tidak suka, terhadap suatu keinginan yang akan memuaskan kebutuhan. Minat berwirausaha dapat dikembangkan dan ditumbuhkan karena pengaruh lingkungan sekitarnya. Munculnya minat ini biasanya ditandai dengan adanya dorongan atau motif, perhatian, rasa senang, kemampuan dan kecocokan atau kesesuaian. 2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Berwirausaha Menurut Nurwahid dalam Nurkhan (2005: 14) minat bertalian erat dengan perhatian, maka faktor-faktor tersebut adalah pembawaan, suasana hati atau perasaan, keadaan lingkungan, perangsang dan kemauan. Minat merupakan sesuatu hal yang sangat menentukan dalam setiap usaha, maka minat perlu ditumbuh kembangkan pada diri setiap mahasiswa. Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan tumbuh dan berkembang sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti: 1. Faktor Intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul karena pengaruh rangsangan dari dalam diri individu itu sendiri. a. Pendapatan Penghasilan yang diperoleh seseorang baik berupa uang maupun barang. Berwirausaha dapat memberikan pendapatan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keinginan untuk memperoleh pendapatan itulah yang dapat menimbulkan minatnya untuk berwirausaha.
28 Universitas Sumatera Utara
b. Harga Diri Berwirausaha digunakan untuk meningkatkan harga diri seseorang, karena dengan usaha tersebut seseorang akan memperoleh popularitas, menjaga gengsi, dan menghindari ketergantungannya terhadap orang lain. c. Perasaan Senang Perasaan adalah suatu keadaan hati atau peristiwa kejiwaan seseorang, baik perasaan senang atau tidak senang. Perasaan erat hubungannya dengan pribadi seseorang, maka tanggapan perasaan senang berwirausaha akan memunculkan minat berwirausaha. 2. Faktor Ekstrinsik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi individu karena pengaruh rangsangan dari luar. a. Lingkungan Keluarga Minat berwirausaha akan terbentuk apabila keluarga memberikan pengaruh positif
terhadap minat tersebut, karena sikap dan aktivitas
sesama anggota keluarga saling mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung. b. Lingkungan Masyarakat Merupakan lingkungan di luar lingkungan keluarga baik di kawasan tempat tinggalnya maupun dikawasan lain. Misalnya seseorang yang tinggal di daerah yang terdapat usaha warnet atau sering bergaul dengan pengusaha warnet yang berhasil akan menimbulkan minat berwirausaha di bidang tersebut.
29 Universitas Sumatera Utara
c. Peluang Merupakan kesempatan yang dimiliki seseorang untuk melakukan apa yang dinginkannya atau menjadi harapannya. d. Pendidikan dan pengetahuan Diperoleh selama duduk di bangku kuliah dan merupakan modal dasar yang digunakan untuk berwirausaha, serta keterampilan yang diperoleh selama duduk di bangku kuliah terutama dalam mata kuliah praktek kewirausahaan. Mudjiarto dan Aliaras (2005: 42) menyatakan bahwa bahwa umumnya orang berminat membuka usaha sendiri karena beberapa alasan berikut ini: 1. Mempunyai kesempatan untuk memperoleh keuntungan. 2. Memenuhi minat dan keinginan pribadi. 3. Membuka diri untuk berkesempatan menjadi bos bagi diri sendiri. 4. Adanya kebebasan dalam manajemen. Steinhoff dalam Suryana (2010: 55) menyatakan bahwa ada tujuh alasan mengapa seseorang berminat terhadap kegiatan kewirausahaan, yakni: 1. Ingin memiliki penghasilan yang tinggi. 2. Ingin memiliki karier yang memuaskan. 3. Ingin bisa mengarahkan diri sendiri/tidak diatur oleh orang lain. 4. Ingin meningkatkan prestise diri sebagai pemilik bisnis. 5. Ingin menjalankan ide atau konsep yang dimiliki secara bebas. 6. Ingin memiliki kesejahteraan hidup dalam jangka panjang. 7. Ingin menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
30 Universitas Sumatera Utara
2.1.3.3 Dimensi Berwirausaha Pada literatur kewirausahaan, faktor terpenting yang membentuk minat berwirausaha adalah faktor psikologis. Beberapa faktor psikologis menjelaskan pola bertindak melalui minat seseorang dalam memilih untuk berwirausaha (Sagiri dan Appolloni, 2009: 77). Faktor-faktor psikologis ini terdiri atas penentuan nasib sendiri (self-determination), kemampuan menghadapi risiko (risk-bearing ability), serta kepercayaan dan sikap (belief and attitude) dan dijelaskan sebagai berikut: 1. Penentuan Nasib Sendiri (Self-determination), penentuan nasib sendiri merupakan keyakinan seseorang bahwa orang tersebut mempunyai kebebasan atau otonomi dan kendali tentang bagaimana mengerjakan pekerjaannya. Self determination merupakan anggapan bahwa suatu pekerjaan tidak membutuhkan satu perasaan seseorang yang memiliki peluang untuk menggunakan inisiatif dan mengatur tingkah laku dalam mengerjakan pekerjaan mereka. Dalam pandangan humanistik, self determination (penentuan diri) merupakan sesuatu yang aktif yang mana terdapat self aware ego dan memiliki kesadaran diri (self consciousness). 2. Kemampuan Menghadapi Risiko (Risk bearing ability), risiko adalah sesuatu yang selalu dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya keadaan yang merugikan dan tidak diduga sebelumnya bahkan bagi kebanyakan orang tidak menginginkannya. Kemampuan menghadapi risiko merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan usaha baru. Risiko yang dihadapi oleh wirausaha dapat berbentuk risiko
31 Universitas Sumatera Utara
psikologis, finansial, maupun sosial. Seorang wirausaha harus mampu mengatasi berbagai risiko yang dihadapi agar dapat memperoleh imbalan atas usaha-usaha yang telah dilakukannya, terutama imbalan finansial yang sering diidentifikasikan sebagai wujud kesuksesan seorang wirausaha. Dengan kata lain, risk bearing ability merupakan kemampuan seorang wirausaha untuk mengatasi berbagai risiko yang akan dihadapi dalam upaya mencapai kesuksesan suatu usahanya. 3. Kepercayaan dan Sikap (Belief and attitude), perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh kepercayaan dan sikap yang dimiliki seseorang. Kepercayaan dan sikap individu terhadap keinginan pribadi untuk melakukan tindakan-tindakan. Terkait dengan minat berwirausaha, belief and attitude berperan penting dalam diri seseorang saat mengambil pilihan berwirausaha sebagai karir yang akan ditekuni. Faktor ini juga dapat diterjemahkan sebagai persepsi seseorangatas keinginan pribadi untuk melakukan tindakan-tindakan berwirausaha seperti menciptakan usaha baru.
32 Universitas Sumatera Utara
2.2 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. 1.
2.
3.
4.
Peneliti (Tahun) Hutasoit (2016)
Handaru, dkk. (2015)
Yusuvy (2015)
Bukirom, dkk. (2014)
Judul Penelitian Pengaruh Efikasi Diri dan Pengetahuan Kewirausahaan terhadap Minat Berwirausaha pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU Membangun intensi berwirausaha melalui Adversity Quotient, Self dan Efficacy, Need For Achievement
Analisis pengaruh Karakteristik Individu, Kepemimpinan, dan Motivasi terhadap Minat Berwirausaha pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Nusantara PGRI Kediri Pengaruh Pendidikan Berwirausaha dan Motivasi Berwirausaha terhadap Pembentukan Jiwa Berwirausaha Mahasiswa
Variabel Penelitian Dependen: Minat Berwirausaha
Teknik Analisis Data Regresi Linear Berganda
Independen: 1. Efikasi Diri 2. Pengetahuan Kewirausaha an
Dependen : Intensi Berwirausaha Independen : 1. Adversity Quotient 2. Self Efficacy 3. Need For Achievement Dependen : Minat Berwirausaha
Independen: 1. Pendidikan Berwirausah a 2. Motivasi Berprestasi
Efikasi diri dan pengetahuan kewirausahaan secara bersamasama berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat berwirausaha mahasiswamahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU.
Regresi Linear Berganda
Adversity quotient , Self-efficacy, dan Need for achievement berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha mahasiswa.
Regresi Linear Berganda
Karakteristik individu, Kepemimpinan, dan Motivasi berpengaruh positif signifikan terhadap minat berwirausaha.
Regresi Linear Berganda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendidikan berwirausaha dan motivasi berwirausaha mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pembentukan jiwa entrepreneurship.
Independen : 1. Karakteristi k Individu 2. Kepemimpi nan 3. Motivasi
Dependen: Pembentukan Jiwa Berwirausaha
Hasil
33 Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. 5.
6.
7.
8.
Peneliti (Tahun) Marini (2014)
Srimulyani (2014)
Wanto (2014)
Zulianto, dkk. (2013)
Judul Penelitian Pengaruh SelfEfficacy, Lingkungan Keluarga, dan Lingkungan Sekolah terhadap Minat Berwirausaha siswa SMK Jasa Boga
Kajian FaktorFaktor Motivasi yang Berpengaruh terhadap Minat Berwirausaha pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Unika Widya Mandala Madiun
Variabel Penelitian Dependen: Minat Berwirausaha
Teknik Analisis Data Regresi Linear Sederhana dan Regresi Linear Sederhana
Independen: 1. Self-Efficacy 2. Lingkungan Keluarga 3. Lingkungan sekolah
Dependen: Minat Berwirausaha
Regresi Linear Berganda
Independen: Faktor-Faktor Motivasi
Pengaruh Kemandirian dan Motivasi Berwirausaha terhadap Minat Berwirausaha Siswa SMKN 1 Seyegan
Dependen: Minat Berwirausaha
Pengaruh Efikasi Diri dan Pendidikan Kewirausahaan terhadap Minat Berwirausaha Mahasiswa Pendidikan Tata Niaga Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang Tahun 2013
Dependen : Minat Berwirausaha
Terdapat pengaruh self-efficacy, lingkungan keluarga, dan lingkungan sekolah baik secara sendirisendiri maupun bersamasama terhadap minat berwirausaha pada siswa SMK Jasa Boga. Faktor-Faktor Motivasi (keberhasilan diri, toleransi akan risiko, dan kebebasan bekerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap keinginan mahasiswa berwirausaha.
Regresi Sederhana dan Regresi Linear Berganda
Kemandirian dan motivasi berwirausaha secara bersamasama meningkatkan minat berwirausaha
Regresi Linear Berganda
1.
Independen: 1. Kemandirian 2. Motivasi Berwirausaha
Independen : 1. Efikasi Diri 2. Pendidikan Kewirausahaa n
Hasil
2.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara efikasi diri terhadap minat berwirausaha. Terdapat pengaruh yang tidak signifikan antara pendidikan kewirausahaan terhadap minat berwirausaha
34 Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. 9.
10.
Peneliti (Tahun) Widhari (2012)
Wulandari (2012)
Judul Penelitian Analisis FaktorFaktor yang Memotivasi Mahasiswa Berkeinginan Menjadi Wirausaha
Pengaruh Efikasi Diri terhadap Minat Berwirausaha pada Siswa kelas XII di SMK Negeri 1 Surabaya
Variabel Penelitian Dependen : Berkeinginan Menjadi Wirausaha
Teknik Analisis Data Regresi Linear Berganda
Independen : Faktor-Faktor yang Memotivasi
Dependen : Minat Berwirausaha
Regresi Linear Sederhana
Independen: Efikasi Diri
Hasil Faktor-Faktor Motivasi (keberhasilan diri, toleransi akan risiko, dan kebebasan bekerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap keinginan mahasiswa berwirausaha. Efikasi diri secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat berwirausaha pada siswa kelas XII di SMK Negeri 1 Surabaya.
Sumber : Berbagai Penelitian Terdahulu
2.3 Kerangka Konseptual Menurut Kuncoro (2009: 52) kerangka konseptual atau kerangka pemikiran adalah pondasi utama dimana sepenuhnya proyek penelitian ditujukan, dimana hal ini merupakan jaringan hubungan antarvariabel yang secara logis diterangkan dan dikembangkan dari perumusan masalah yang telah diidentifikasi melalui proses wawancara, observasi, dan survei literatur. Pada penelitian ini kerangka konseptual yang dijelaskan adalah variabel efikasi diri dan motivasi berpengaruh terhadap minat berwirausaha. 2.3.1 Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Minat Berwirausaha Efikasi diri adalah keyakinan akan kemampuan individu untuk dapat mengorganisasi dan melaksanakan serangkaian tindakan yang dianggap perlu untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan (Bandura, 1997: 3). Efikasi diri termasuk variabel kepribadian yang penting dan jika digabung dengan tujuan 35 Universitas Sumatera Utara
spesifik yaitu suatu pemahaman mengenai prestasi akan menjadi penentu tingkah laku yang penting untuk masa depan. Setiap individu memiliki efikasi diri yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda tergantung pada kemampuan yang menuntut, kehadiran orang lain atau saingan, keadaan fisiologis dan emosional seperti cemas, murung, lelah, dan lain sebagaianya. Efikasi diri atau keyakinan diri telah mempengaruhi mahasiswa, terutama dalam bidang kewirausahaan sehingga dapat mendorong perilaku yang menghasilkan pencapaian yaitu minat untuk berwirausaha. 2.3.2 Pengaruh Motivasi Berwirausaha Terhadap Minat Berwirausaha Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan berwirausaha guna mencapai tujuan (Handoko, 1998: 252). Dalam berwirausaha peran motivasi untuk berhasil menjadi sangat penting. Sebab di dalam motivasi terdapat sejumlah motif yang akan menjadi pendorong (drive/stimulus) tercapainya keberhasilan. Apalagi di dalam motivasi berwirausaha diperlukan daya juang untuk sukses, mau belajar melihat keberhasilan orang lain, memiliki dorongan kuat untuk mengatasi semua kendala dalam berwirausaha. Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginankeinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Oleh karena itu, apa yang dilihat seseorang sudah tentu akan membangkitkan minatnya sejauh apa yang dilihat itu mempunyai hubungan dengan kepercayaannya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa minat merupakan kecenderungan jiwa seseorang kepada seseorang
36 Universitas Sumatera Utara
(biasanya disertai dengan perasaan senang), karena itu merasa ada kepentingan dengan sesuatu itu. Berdasarkan uraian tersebut maka kerangka konseptual dapat dilihat sebagai berikut: Efikasi Diri (X1)
Minat Berwirausaha (Y)
Motivasi Berwirausaha (X2) Sumber: Bandura (1997) dan Handoko (1998)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian 2.4 Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2006: 81), “hipotesis merupakan taksiran terhadap parameter populasi, melalui data-data sampel”. Dari kerangka konseptual di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini ialah efikasi diri dan motivasi berwirausaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat berwirausaha mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
37 Universitas Sumatera Utara