BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran merupakan suatu bentuk untuk menciptakan situasi belajar berdasarkan teori-teori dan cara mengorganisasikan pembelajaran yang digunakan (Arifin, 2003). Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi yang dipakai guru untuk merancang agar belajar siswa tidak terfokus hanya pada satu sumber saja, tetapi siswa didorong untuk melakukan eksplorasi terhadap sumber-sumber belajar lain yang relevan dalam rangka menanamkan kemampuan belajar. Menurut Slavin (Solihatin dan Raharjo, 2007), pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pembelajaran yang siswanya belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang, dengan struktur kelompok yang heterogen. Roger dan Johnson (Lie, 2005) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran kooperatif harus diterapkan: 1. Saling ketergantungan positif Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, hal yang harus diperhatikan adalah menyadari bahwa mereka berhasil atau gagal bersama-sama. Dengan 9
situasi seperti ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mempelajari tugasnya sendiri, dan memastikan bahwa semua anggota kelompoknya mempelajari materi tugasnya. Saling ketergantungan positif akan tecipta jika setiap anggota kelompok yakin bahwa mereka tidak akan berhasil jika tidak saling bekerja sama dan harus bisa menyelesaikan tugasnya sendiri agar bisa mencapai tujuan bersama. 2. Tanggung jawab perseorangan Setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab untuk membantu tercapainya tujuan akhir kelompok. Tanggung jawab perseorangan ada ketika pencapaian hasil perseorangan dinilai oleh kelompok. Kelompok harus mengetahui siapa
yang memerlukan bantuan
yang lebih besar untuk
menyelesaikan tugasnya. Setelah itu siswa belajar besama-sama untuk mencapai tujuan kelompok. 3. Tatap muka Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. 4. Komunikasi antar anggota Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga tergantung pada kesediaan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka sehingga pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi.
10
5. Evaluasi proses kelompok Pembelajaran kooperatif memiliki waktu khusus untuk mengevaluasi proses kerja kelompok, baik itu secara umum dengan evaluasi skala besar dalam satu kelas, atau melalui evaluasi guru pada masing-masing kelompok. Dalam pengertian lain, pembelajaran kooperatif adalah suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok (Solihatin dan Raharjo, 2007). Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk bekerja dalam kelompok yang heterogen agar setiap anggota saling bekerjasama dan saling membantu dalam memahami suatu bahan pembelajaran atau menyelesaikan satu tugas. Dalam pembelajaran kooperatif, guru bertindak sebagai fasilitator. Menurut Lie (2005), pembelajaran kooperatif perlu dipakai lebih sering di sekolah-sekolah, karena pembelajaran saat ini seiring dengan proses globalisasi, transformasi sosial, transformasi ekonomi dan transformasi demografis yang mengharuskan sekolah dan perguruan tinggi untuk lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat. Model pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri penting sebagaimana dikemukakan Lie (2005) sebagai berikut: a. Siswa bekerja secara berkelompok untuk menguasai bahan akademik
11
b. Kelompok dibentuk berdasarkan pada kemampuan siswa yang beragam (anggota-anggota kelompok mempunyai kemampuan tertinggi, rata-rata dan rendah). c. Kelompok dibentuk tanpa memandang ras dan jenis kelamin. d. Sistem penghargaan atau penilaian lebih berorientasi pada penghargaan dan penilaian pada kelompok daripada individu. B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Square Pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural lebih menekankan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Salah satu struktur yang terkenal adalah teknik think-pair-share yang dikenalkan oleh Frank Lyman pada tahun 1981. Tahap pertama yang harus dilakukan yaitu think. Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk berpikir dan merespon pertanyaan atau masalah yang diberikan. Tahap kedua yaitu pair, siswa diminta untuk mendiskusikan jawaban dengan pasangannya. Kemudian tahap terakhir yaitu share, siswa berbagi jawaban dengan seluruh kelas (Pointloma, 2004). Pembelajaran kooperatif dengan teknik Think-Pair-Square (TPSq) merupakan modifikasi dari teknik Think Pair Share yang dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1993. Kagan (Maitland) menyarankan penggunaan teknik ini untuk meningkatkan kemampuan berpikir, komunikasi dan mendorong siswa untuk berbagi informasi dengan siswa lain. Berbeda dengan think-pairshare, dalam teknik TPSq, guru membagi siswa dalam kelompok heterogen yang beranggotakan empat orang. 12
+ + Gambar 2.1 Model Think-Pair-Square
Terdapat empat langkah dalam melaksanakan teknik TPSq ini, yaitu : (1) guru membagi siswa ke dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok; (2) setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri; (3) siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok untuk berdiskusi, bertukar informasi, pendapat atau ide yang dimilikinya terhadap tugas yang diberikan oleh guru hingga didapat hasil tugas sementara dengan pasangannya, dan (4) kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat, siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat dan memberikan hasil tugas kelompok yang telah dikerjakan bersama. Kelebihan-kelebihan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square diantaranya adalah: 1. Merupakan teknik yang paling sederhana dalam pembelajaran kooperatif dan mudah dilaksanakan dalam kelas, sehingga model pembelajaran ini dapat dilakukan secara mendadak dan mudah digunakan dalam kelas dengan jumlah siswa yang banyak. 13
2. Dengan anggota kelompok berempat, guru akan lebih mudah memonitor, mudah dipecah menjadi berpasangan dan lebih banyak tugas yang dapat dilakukan. 3. Lebih banyak terjadi percakapan dan diskusi, baik pada waktu berpasangan maupun dalam kelompok berempat, sehingga akan lebih banyak ide muncul. 4. Optimalisasi partisipasi siswa dan memberi kesempatan kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. 5. Siswa diberi kesempatan untuk berdiskusi dan berpasangan maupun kelompok berempat. Menurut Lie (2005), teknik TPSq ini memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan lain yang dimiliki oleh tipe ini dibandingkan dengan model klasikal adalah optimalisasi partisipasi siswa dan waktu pelaksanaan yang relatif lebih cepat. Sedangkan keuntungan lain TPSq adalah : (1) mudah dilaksanakan dalam kelas yang besar; (2) memberikan waktu kepada siswa untuk melatih mengeluarkan pendapat sebelum berbagi dengan kelompok kecil atau kelas secara keseluruhan; (3) memberikan waktu kepada siswa untuk merefleksikan isi materi pelajaran, dan (4) meningkatkan kemampuan penyimpanan jangka panjang dari isi materi pelajaran. C. Pemahaman sebagai Hasil Belajar Pemahaman adalah kemampuan memahami arti suatu bahan pelajaran, seperti: menafsirkan, menjelaskan atau meringkas tentang sesuatu, kemampuan semacam ini lebih tinggi daripada pengetahuan. Aspek pemahaman ini mengacu pada kemampuan untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu 14
diketahui atau diingat dan memaknai arti dari bahan maupun materi yang dipelajari (Sagala, 2005). Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain (Sudjana, 2006). Arifin, dkk. (2003) mengemukakan bahwa kemampuan pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi yang dipelajarinya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan menerjemahkan materi dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain (misalnya dari bentuk kata-kata ke angkaangka), menginterpretasikan materi dalam arti menjelaskan atau meringkas materi yang dipelajarinya, dan meramalkan arah/ kecenderungan masa yang akan datang (meramalkan akibat sesuatu). Pemahaman merupakan jenjang kemampuan untuk mengetahui sesuatu hal serta dapat melihatnya dari berbagai segi. Adapun pendapat lain mengenai pemahaman adalah kemampuan melihat hubunganhubungan antara berbagai faktor atau unsur dalam situasi yang problematis (Hamalik, 2004). Pemahaman dibedakan ke dalam tiga kategori (Sudjana, 2006), yaitu: 1. Pemahaman terjemahan Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misal dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, mengartikan Bhineka Tunggal Ika, mengartikan Merah Putih, menerapkan prinsip-prinsip listrik dalam memasang saklar. 15
2. Pemahaman penafsiran Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. 3. Pemahaman ekstrapolasi Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya. Tujuan dari proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah hasil belajar yang diharapkan (Sudjana, 2005). Hasil belajar dalam pembelajaran kimia meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah kognitif meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan-kemampuan intelektual. Pemahaman (comprehension) berdasarkan Taksonomi Bloom yang baru A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives (Airasian, 2003) merupakan kemampuan untuk mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Kategori ini mencakup: 1. Memberi contoh (Examplifying) memberikan contoh dari suatu konsep atau prinsip yang bersifat umum. Memberikan contoh menuntut kemampuan mengidentifikasi ciri khas suatu konsep, dan selanjutnya menggunakan ciri 16
tersebut untuk membuat contoh. 2. Meringkas (Summarizing) membuat suatu pernyataan yang mewakili seluruh informasi, atau membuat suatu abstrak dari sebuah tulisan. 3. Menarik inferensi (Infering) menemukan suatu pola dari sederetan contoh atau fakta. 4. Membandingkan (Comparing) mendeteksi persamaan dan perbedaan yang dimiliki dua obyek atau lebih. 5. Menjelaskan (Explaining) mengkonstruk dengan menggunakan model sebab akibat dalam suatu sistem. Menerjemahkan materi dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain (misalnya dari bentuk kata-kata ke bentuk angka-angka). 6. Menafsirkan (Interpreting) merupakan kemampuan untuk mengubah satu bentuk informasi ke bentuk informasi yang lain. Pemahaman sebagai hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor intrinsik, faktor ekstrinsik dan faktor pendekatan belajar siswa (Slameto, 2003). Syah (Slameto, 2003) menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar kedalam tiga golongan, yaitu: faktor internal (faktor dari dalam diri siswa) dan faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa. Faktor eksternal siswa terdiri atas dua macam, yaitu: Lingkungan Sosial dan Lingkungan Non Sosial sedangkan faktor yang ketiga adalah faktor pendekatan belajar (approach to learning).
17
D. Materi Minyak Bumi 1. Proses Pembentukan Minyak Bumi Ada beberapa macam teori yang menjelaskan proses pembentukan minyak bumi diantaranya: a. Teori Anorganik (Abiogenesis) Barthelot (1866) mengemukakan bahwa logam-logam alkali dalam bumi bereaksi dengan CO2 pada suhu tinggi membentuk gas asetilena (C2H2). Gas asetilena inilah yang kemudian membentuk senyawa hidrokarbon yang lain. Dmitri Ivanovick Mendeleev (1834-1907) mengemukakan hipotesis lain tentang asal usul minyak bumi. Menurut Mendeleev, besi karbida di dalam bumi bereaksi dengan air dan menghasilkan gas asetilena (Sutresna, 2007). b. Teori Organik (Biogenesis) Teori ini menyatakan bahwa minyak bumi merupakan produk perubahan secara alami dari zat-zat organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang mengendap selama ribuan sampai jutaan tahun. Akibat dari pengaruh tekanan, temperatur, kehadiran senyawa logam dan mineral serta letak geologis selama proses perubahan tersebut, maka minyak bumi akan mempunyai komposisi yang berbeda di tempat yang berbeda (Putra, 2004). 2. Komponen Minyak Bumi Minyak bumi dan gas alam terbentuk dari pelapukan hewan dan tumbuhan renik yang terkubur pada perut bumi selama jutaan tahun melalui proses fisika dan kimia (Sumarna, 2005). Komponen utama minyak bumi adalah senyawa hidrokarbon, baik alifatik, siklik, maupun aromatik. Komposisi senyawa 18
hidrokarbon dalam beberapa komponen minyak bumi dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Komponen Minyak Bumi Gas Bensin Kerosin
Tabel 2.1. Komposisi Senyawa Hidrokarbon dalam Beberapa Komponen Minyak Bumi % Volume Alkana Sikloalkana Isoalkana Aromatik 100 38 43 20 9 23 43 15 19
Residu -
Solar
22
48
9
21
-
Minyak Pelumas
16
52
6
24
-
Residu
13
51
1
27
8
(Sutresna, 2007) 3. Pengolahan dan Fraksi Minyak Bumi Tahapan pengolahan minyak mentah hasil pengeboran minyak bumi, meliputi proses destilasi, cracking, reforming, polimerasi, treating, dan blending. 1. Destilasi bertingkat Minyak yang ditambang masih berupa minyak mentah yang belum dapat digunakan. Untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan aplikasi lain, minyak mentah perlu diolah di kilang-kilang minyak melalui destilasi bertingkat dengan teknik fraksionasi. Prinsip dasar destilasi bertingkat adalah perbedaan titik didih di antara fraksi-fraksi minyak mentah. Jika selisih titik didih tidak berbeda jauh, maka penyulingan tidak dapat diterapkan. Titik didih dan kegunaan fraksi minyak bumi dapat dilihat pada Tabel 2.2.
19
Tabel 2.2 Fraksi Hidrokarbon Hasil Penyulingan Minyak Bumi Fraksi
Ukuran Molekul
Titik Didih (oC)
Kegunaan
Fraksi gas
C1-C4
< 20
Pemanas
Petroleum eter
C5-C7
30-90
Pelarut
Bensin
C6-C12
90-200
Bahan bakar motor
C12-C16
175-275
Bahan bakar
Solar dan Diesel
C15-C18
250-400
Bahan bakar mesin berat
Minyak Pelumas
C16-C20
300-400
Pelumas mesin
Lilin dan aspal
> C20
> 350
Pembuatan jalan raya
Kerosin (minyak tanah)
2.Cracking Cracking adalah penguraian (pemecahan) molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang besar menjadi molekul-molekul senyawa yang lebih kecil. Terdapat dua cara proses cracking, yaitu : a. cara panas (thermal cracking) adalah proses cracking dengan menggunakan suhu tinggi serta tekanan rendah. b. cara
katalis
(catalytic
cracking)
adalah
proses
cracking
dengan
menggunakan bubuk katalis platina atau molibdenum oksida. Proses pemecahan ini menghasilkan bensin dalam jumlah besar dan berkulaitas lebih besar dan berkualitas lebih baik. 3. Reforming Reforming adalah pengubahan bentuk molekul bensin yang bermutu kurang baik (rantai karbon lurus) menajadi bensin yang bermutu lebih baik (rantai karbon bercabang). Reforming dilakukan dengan menggunakan katalis dan pemanasan. 20
4. Polimesisasi Polimerisasi adalah proses penggabungan molekul-molekul kecil menjadi molekul besar. Misalnya, penggabungan senyawa isobutena dengan senyawa isobutana yang menghasilkan bensin berkualitas tinggi, yaitu isooktana. 5. Treating Treating adalah proses pemurnian minyak bumi dengan cara menghasilkan pengotor-pengotornya. Cara-cara proses treating sebagai berikut : a. Copper sweetening dan doctor treating adalah proses penghilangan pengotor yang dapat menimbulkan bau tidak sedap. b. Acid treatment adalah proses penghilangan lumpur dan perbaikan warna. c. Desulfurizing adalah proses penghilangan unsur belerang. 6. Blending Bensin merupakan contoh hasil minyak bumi yang banyak digunakan di dunia. Untuk memperoleh kualitas bensisn yang baik dilakukan blending (pencampuran), terdapat sekitar 22 bahan pencampur (zat adiktif) yang dapat ditambahkan ke dalam proses pengolahannya. 4. Kegunaan Minyak Bumi Agar dapat digunakan sebagai bahan bakar, minyak bumi harus diolah terlebih dahulu sehingga akan diperoleh produk akhir yang sangat berguna dalam kehidupan manusia, diantaranya adalah: a. Minyak pelumas, misalnya oli. b. Bahan bakar gas, misalnya LNG (Liquefied Natural Gas) dan LPG (Liquified Petroleum Gas). 21
c. Bahan bakar kendaraan, misalnya bensin dan solar. d. Bahan bakar rumah tangga, misalnya minyak tanah. e. Bahan kimia, misalnya petroleum eter dan bahan dalam pembuatan sabun dan detergen. 5. Bensin dan Bilangan Oktan Untuk bensin terdapat istilah khusus yaitu bilangan oktan. Bilangan oktan ini dapat menggambarkan kualitas bensin tersebut yang berkaitan dengan jumlah ketukan (knocking) yang ditimbulkannya. Makin baik mutu bensin, makin sedikit ketukan yang ditimbulkan dan makin tinggi bilangan oktannya. Ketukan (knocking) adalah suatu perilaku yang kurang baik dari bahan bakar yaitu pembakaran terlalu dini sebelum piston berada pada posisi yang tepat. Ketukan dapat mengurangi efisiensi bahan bakar dan dapat merusak mesin. Untuk mengukur kemampuan bensin terbakar tanpa ketukan digunakan bilangan oktan. Bilangan oktan membandingkan kecenderungan ketukan bensin terhadap kecenderungan terjadinya ketukan dari dua hidrokarbon standar yaitu n-heptana (bilangan oktan = 0, karena zat ini menimbulkan ketukan yang sangat tinggi) dan 2,2,4-trimetilpentana atau isooktan (bilangan oktan = 100, karena tidak menimbulkan ketukan). Jika diketahui suatu campuran mengandung 85% isooktana dan 15% n-heptana, maka bilangan oktannya adalah: 85 x 100 (bil. oktan isooktana) + 15 x 0 (bil. oktan heptana) = 85 100 100
22
6. Dampak Pembakaran Bahan Bakar Proses pembakaran bensin yang mengandung TEL menghasilkan timbal (II) oksida (PbO), yang dapat tertimbun dalam mesin. Untuk menghindari hal ini, biasanya ditambahkan zat aditif lain berupa 1,2-dibromoetana sehingga pada pembakaran bensin dihasilkan timbal bromida, PbBr2 yang mudah menguap dan dibebaskan ke udara. Senyawa PbBr2 yang dilepaskan merupakan polutan yang berbahaya sebab senyawa timbal merupakan racun dengan ambang batas yang kecil, pada konsentrasi kecil saja dapat berakibat fatal. Pencemar lain dari hasil pembakaran bensin adalah karbon monoksida (CO), gas ini dihasilkan jika pembakaran bensin tidak sempurna (bensin berlebih dengan sedikit gas oksigen). Gas CO berbahaya pada tubuh manusia karena lebih mudah terikat pada hemoglobin darah sehingga kemampuan darah mengikat oksigen yang dibutuhkan tubuh menjadi menurun. Dampak lain dari hasil pembakaran bensin adalah “efek rumah kaca” yaitu peningkatan suhu global bumi dikarenakan kandungan CO2 dalam udara meningkat. Pembakaran minyak bumi juga menghasilkan oksida belerang, misalnya SO2 dan oksida nitrogen, misalnya NO2 yang dapat menyebabkan hujan asam (Salam, 2006).
23