TINJAUAN PUSTAKA
Sifat dan Ciri Ultisol Ultisol mempunyai sebaran yang sangat luas, meliputi hampir 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan kapasitas tukar kation yang tergolong sedang hingga tinggi menjadikan tanah ini mempunyai peranan yang penting dalam pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Hampir semua jenis tanaman dapat tumbuh dan dikembangkan pada tanah ini. Kesuburan alami tanah Ultisol umumnya terdapat pada horizon A yang tipis dengan kandungan bahan organik yang rendah. Unsur hara makro seperti fosfor dan kalium yang sering kahat, reaksi tanah masam hingga sangat masam, serta kejenuhan aluminium yang tinggi merupakan sifat-sifat Ultisol yang sering menghambat pertumbuhan tanaman. Selain itu terdapat horizon argilik yang mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti berkurangnya pori mikro dan makro serta bertambahnya aliran permukaan yang tanah akhirnya dapat mendorong terjadinya erosi tanah. Penelitian menunjukkan bahwa pengapuran, sistem pertanaman lorong, serta pemupukan dengan pupuk organik maupun anorganik dapat mengatasi
kendala
pemanfaatan
Ultisol.
Pemanfaatan
Ultisol
untuk
pengembangan tanaman perkebunan relatif tidak menghadapi kendala, tetapi untuk tanaman pangan umumnya terkendala oleh sifat-sifat kimia tersebut yang dirasakan berat bagi petani untuk mengatasinya, karena kondisi ekonomi dan pengetahuan yang umumnya lemah (Prasetyo dan Suriadikarta. 2006). Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Pada tanah ini Al hanya berasal dari pelapukan batuan bahan induknya. Kondisi ini juga masih dipengaruhi oleh pH. Pada bahan induk yang bersifat basa, pelepasan Al tidak sebanyak pada batuan masam, karena pH tanah yang tinggi dapat mengurangi kelarutan hidroksida Al (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Di Indonesia Ultisol mempunyai lapisan permukaan yang sangat tercuci (highly leached) bewarna kelabu cerah sampai kekuningan yang berada diatas horizon terakumulasinya liat. Perkembangan lapisan permukaan yang tercuci
Universitas Sumatera Utara
kadang-kadang kurang nyata. Bahan induk seringkali berbecak kuning, merah dan kelabu tidak terlalu dalam tersusun batuan berselikat, batu lapis, batu pasir dan batu lempung. Tanah ini bertekstur relatif berat bewarna merah atau kuning dengan struktur remah sampai gumpal bersudut untuk horizon A dan gumpal bersudut hingga pejal pada horizon B, agregat kurang stabil dan permeabilitas rendah, kandungan bahan organik rendah, serta pH yang rendah sekitar 4.2-4.8 (Darmawijaya, 1997). Menurut Munir (1996), komponen kimia tanah berperan penting dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya dan kesuburan tanah. Ultisol merupakan tanah yang mengalami proses penccucian yang sangat intensif yang menyebabkan Ultisol miskin secara kimia dan fisik. Selain itu Ultisol mempunyai kendala kemasaman tanah, kejenuhan Aldd tinggi, kapasitas tukar kation rendah (<24 me/100 g tanah), kandungan nitrogen rendah, serta fosfor dan kalium serata sangat peka tehadap erosi
dan daya fiksasi P tinggi kejenuhan basa
kurang dari 35%. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah mineral masam (acid soil) yang merupakan potensi besar untuk perluasan dan peningkatan produksi pertanian di Indonesia.
Kendala
utama
yang
dijumpai
didalam
kaitannya
dengan
pengembangan Ultisol untuk lahan pertanian terutama karena termasuk tanah yang mempunyai harkat keharaan yang rendah (Prahastuti, 2005). Hasil penelitian tentang pengapuran pada tanah masam yang memberikan perbaikan terhadap tanah dan pertumbuhan tanaman. Pemberian kapur dolomit mampu meningkatkan pH tanah (Risna, 2006). Hasil penelitian Wira (2006), menyatakan bahwa pemberian pupuk Urea pada jagung pada Ultisol, dengan dosis pemberian Urea 100 ppm N lebih berpengaruh pada tinggi dan berat tanaman. Pupuk Urea [CO(NH2)2] Pupuk Urea adalah pupuk kimia yang mengandung Nitrogen (N) berkadar tinggi. Unsur Nitrogen merupakan zat hara yang sangat diperlukan tanaman. Pupuk Urea berbentuk butir-butir kristal berwarna putih, dengan rumus kimia CO(NH2)2, merupakan pupuk yang mudah larut dalam air dan sifatnya sangat
Universitas Sumatera Utara
mudah menghisap air (higroskopis), karena itu sebaiknya disimpan di tempat kering dan tertutup rapat. Pupuk Urea mengandung unsur hara N sebesar 46% dengan pengertian setiap 100 kg Urea mengandung 46 kg Nitrogen (Anonimous, 2008a) Urea dibuat secara komersil dari amoniak dan karbon dioksida melalui senyawa intermedier ammonium karbonat. Reaksi sebagai berikut: 2NH3 +CO2 ↔ NH2COONH4 ↔ NH2CONH2+ H2O Reaksi ini berlangsung pada suhu dan tekanan tinggi, serta menghasilkan banyak panas. Reaksi berikut dari karbonat ke Urea hanya terjadi dalam suasana cairan atau padat dan perubahan keseimbangan menurun karena adanya air. Larutan yang keluar dari realities Urea sangat pekat (lebih tinggi dari 99.5% Urea) untuk membuatnya jadi butiran, larutan tersebut disemprot dengan prilling tower seperti halnya pembuatan nitrat secara prilling (Lubis, dkk, 1985). Unsur hara Nitrogen yang dikandung dalam pupuk Urea sangat besar kegunaannya bagi tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan, antara lain: 1. Membuat daun tanaman lebih hijau segar dan banyak mengandung butir hijau daun (chlorophyl) yang mempunyai peranan sangat panting dalam proses fotosintesa 2. Mempercepat pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah anakan, cabang) 3. Menambah kandungan protein tanaman 4. Dapat dipakai untuk semua jenis tanaman baik tanaman pangan, holtikultura, tanaman perkebunan, usaha peternakan dan usaha perikanan. (Anonimous, 2008a). Reaksi Pupuk Urea Pada Tanah Sifat Urea yang lain yang tidak menguntungkan adalah Urea tidak bersifat mengionisir dalam larutan tanah sehingga mudah mengalami pencucian., karena tidak dapat terjerap oleh koloid tanah. Untuk dapat diserap tanaman Urea harus mengalami proses amonifikasi dan nitrifikasi terlebih dahulu. Cepat dan lambatnya
perubahan
bentuk
amide
dari
Urea
ke
bentuk
senyawa
N yang dapat diserap tanaman sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain populasi, aktifitas mikroorganisme, kadar air dari tanah, temperatur tanah dan
Universitas Sumatera Utara
banyaknya pupuk Urea yang diberikan. Proses perubahan tersebut terlihat dalam reaksi berikut : CO(NH2)2 + H2O
2NH3 +H2CO3
2NH4+ + 3O2
Oksidasi enzimatik
2NO2- + O2
Oksidasi enzimatik
hidrolisis enzimatik
2NH4+ +CO32-
2NO2- + 4H+ + E 2NO3- + E
Sebelum hidrolisis terjadi, Urea bersifat mobil seperti nitrat dan ada kemungkinan tercuci kebawah zona perakaran. Kejadian ini dimungkinkan terutama jika curah hujan tinggi dan struktur tanah yang rendah. Menurut Gaylord M. Volk mendapatkan bahwa perubahan amida ke bentuk ammonia membutuhkan waktu 1-3 hari sesudah pemupukan. Allison (1939) mendapatkan bahwa pupuk urea mengalami pencucian dari tanah selama 4 hari dari pemupukan, berarti perubahan
seluruh
amida
ke
ammonia
membutuhkan
waktu
4
hari
(Hasibuan, 2008). Dolomit [CaMg (CO3)2] Dolomit berasal dari batu kapur dolimitik dengan rumus [CaMg (CO3)2] (Buckman and Brady, 1982). Pupuk dolomit sebenarnya tergolong mineral primer yang mengandung unsur Ca dan Mg. Pupuk ini sebenarnya banyak digunakan sebagai bahan pengapur pada tanah-tanah masam untuk menaikkan pH tanah (Hasibuan, 2008). Selain itu dolomit banyak digunakan karena relatif murah dan mudah didapat. Disamping itu bahan tersebut dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan kimia dengan tidak meninggalkan residu yang merugikan tanah. Apabila pH tanah telah meningkat, maka kation Aluminium akan mengendap sebagai gibsit sehingga tidak lagi merugikan tanaman (Safuan, 2002). Dolomit terbentuk dari hasil reaksi antara unsur Mg dengan batu gamping (limestone). Pembentukan dolomit berlangsung dalam air laut dan unsur Mg yang diperlukan berasal dari hasil disosiasi (penguraian) garam MgCO3 yang terdapat dalam air laut. Sebagai mana diketahui bahwa air laut mengandung berbagai jenis garam-garaman, antara lain MgCO3 dan CaCO3. Proses pembentukannya berlangsung ratusan sampai ribuan tahun (Mediapura, dkk, 1987).
Universitas Sumatera Utara
Reaksi Pupuk Dolomit Pada Tanah Kemasaman tanah dapat diperbaiki dengan pengapuran. Dolomit salah satunya yang banyak digunakan di Indonesia. Karena dolomit banyak mengandung Mg dan Ca yang merupakan bahan pengapur tanah, maka pemberian dolomit pada tanah masam berpengaruh baik terhadap sifat-sifat tanah. Kadar Mg tanah meningkat, kadar N, P dalam daun juga meningkat. Kadar K tanah cenderung berkurang dan pH tanah meningkat (Foth, 1994). Suasana masam dalam tanah dapat ditanggulangi dengan pemberian kapur. Mekanisme reaksi dari bahan kapur pada komplek tanah masam dapat dilukiskan sebagai berikut (Buckman and Brady, 1982). H+ + CaCO3
Ca++ + CO2 + H2O
H+
misel
H+ +
Ca++ Ca++
CaO
+ H2O H+ H+
misel
Ca++ Ca++
+ Ca(OH)2
+ 2 H2O +
H
++
misel
Ca
Dari reaksi tersebut, bahwa begitu reaksi kekanan, kelihatan pengaruh netralisasi
ion
H oleh
kapur
dapat dipertukarkan. Sehingga
dan peningkatan
junlah kalsium
yang
kejenuhan basa dan pH tanah meningkat.
Pemberian kapur pada tanah masam dapat menetralisir kemasaman tanah, yaitu dengan meningkatnya pH tanah, hal ini dapat ditujukkan pada reaksi berikut : Ca(OH) + H2O (tepung) Ca(OH) 2 H+(larutan tanah) + OH-
Ca(OH)2 (larutan) Ca2++ 2OHH2O
Universitas Sumatera Utara
OH yang dihasilkan dari pengapuran akan mengurangi konsentrasi H+ (sumber kemasaman tanah), sehingga pH tanah meningkat (Tisdale dkk, 1985). Lindsay (1979) mengatakan apabila dolomit diberikan ke dalam tanah, maka dolomit akan bereaksi dengan Al yang terdapat didalam tanah dengan reaksi sebagai berikut : CaMg (CO3)2 + 2 H+ CaCO3 + CO2 + H2O Al3+ + 3OH-
Mg2+ + CaCO3 + CO2 + H2O 3 Ca2+ + HCO3- + 3 OHAl(OH)3
Dengan pangapuran pH tanah akan meningkat, suplai hara Mg dan Ca yang dapat menggeser kedudukan H+ di permukaan koloid sehingga menetralisir kemasaman tanah. Pengapuran juga bertujuan untuk mengurangi resiko keracunan aliminium, menambah ketersediaan unsur P tanah sebagai hasil pembebasan P dari ikatan Al-P dan Fe-P, meningkatkan fiksasi N dan mineralisasi N meningkatkan KTK, dan membantu penyempurnaan perombakan dengan disertai pelepasan hara dari bahan-bahan organik dan tubuh mikroba (Kuswandi, 1993). Kapur memberikan pengaruh yang bervariasi pada tanah pertanian karena fungsinya bermacam-macam bagi tanah dan tanaman. Pengapuran tanah masam dengan bahan mengandung Ca dan Mg dapat mengurangi kemasaman tanah. Tanah dikapur bukan semata-mata ingin menaikkan pH tetapi juga kerena tingginya Al. Al itu yang sebenarnya yang menjadi problem pada tanah masam, karena menghambat ketersediaan unsur hara (Kuswandi, 1993). Para pakar yang telah banyak meneliti didaerah tropik menyatakan bahwa untuk mendapatkan efisiensi pengapuran didaerah tropik basah dimana jumlah Aldd sangat tinggi ternyata pengapuran memang tidak perlu menambahkan pH diatas 6, tetapi cukup meniadakan atau menekan Al yang meracuni tanaman. Prinsip pengapuran yang didasarkan pada Al-dd ternyata sangat efektif dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Prinsip ini terus berkembang hingga kemudian (Kamprat, 1970) menentukan kebutuhan kapur berdasarkan kejenuhan Al (Ragland and Coleman, 1959).
Universitas Sumatera Utara
Unsur Hara Nitrogen Nitrogen (N) merupakan salah satu hara makro yang menjadi pembatas utama produksi tanaman, baik di daerah tropis maupun di daerah-daerah beriklim sedang. Kekurangan N sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman. Aplikasi N biasanya memberi reaksi yang cepat. Hal ini terlihat pada peningkatan pertumbuhan tanaman. Bentuk N di dalam tanah berada dalam bentuk ammonium (NH4+), nitrat (NO3-) dan senyawa organik. Kebanyakan N di tanah bersumber dari bahan organik yang mengalami perubahan lambat oleh mikroba menjadi bentuk NH4+, lalu mikroba lain mengubah NH4+ secara cepat menjadi NO3-. Secara umum nitrogen yang langsung tersedia bagi tanaman diserap dalam bentuk NH4+ dan NO3- (Laegreid, et al, 1999). Tambahan nitrogen pada tanah berasal dari hujan dan debu, penambahan secara asimbiosis, dan penambahan secara simbiosis. Nitrogen berasal dari hujan memberi
4-8
kg/ha
sedangkan
secara
simbiosis
berkisar
0-8
kg/ha
Sanchez (1976). Sedangkan akar tanaman dalam tanah menyerap N sebagai NO3karena bentuk itu terdapat dalam konsentrasi-konsentrasi yang lebih tinggi dari pada NH4+ dan bebas bergerak ke akar tanaman terutama dengan aliran masa (Boswell et al, 1997). Nitrogen telah bertanggung jawab untuk pertumbuhan vegetatif yang lebat, kekurangan unsur hara Nitrogen mengakibatkan ; 1. Daun tanaman berwarna pucat kekuning-kuningan. 2. Daun tua berwarna kekuning-kuningan dan pada tanaman padi warna ini dimulai dari ujung daun menjalar ke tulang daun. 3. Dalam keadaan kekurangan yang parah daun menjadi kering dimulai dari daun bagian bawah terus ke bagian atas. 4. Pertumbuhan tanaman lambat dan kerdil. 5. Perkembangan buah tidak sempurna atau tidak baik, sering kali masak sebelum waktunya . (Anonimous, 2008a). Menurut Yoshida (1969), dalam Rosmarkan dan Yuwono (2002), pemberian Nitrogen dibawah optimal akan menyebabkan naiknya asimilasi ammonia dan kadar protein dalam daun, tetapi sering dianggap menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan akar terhambat. Sebaliknya, Marschner (1986) menduga bahwa pemberian N yang tinggi menyebabkan tanaman mudah rebah karena sistem perakaran relatif menjadi lebih sempit. Persediaan N anorganik menurun karena penyerapan oleh tanaman, pencucian dan nitrifikasi. Sedangkan kehilangan amoniak akibat penguapan dapat terjadi dengan sumber Urea maupun ammonium (Sanchez, 1992). Banyaknya N yang dapat diserap oleh tanaman setiap hari persatuan berat tanaman maksimum pada saat tanaman masih muda dan berangsur-angsur menurun dengan bertambahnya umur tanaman. Lebih lanjut dikatakan bahwa, faktor penting yang perlu diperhatikan dalam hubungan antara respon tanaman dengan dosis pupuk adalah pada tingkat mana terjadi akumulasi N pada tanaman. Pada tanaman jagung, akumulasi N terjadi pada pertumbuhan satu bulan setelah tumbuh (Zubachtirodin, dkk 2005). Kebutuhan Unsur Hara Tanaman Jagung Di Indonesia tanaman jagung tumbuh dan berproduksi optimum didaratan rendah sampai ketinggian 750 m dpl. Suhu udara ideal untuk perkecambahan benih adalalah 30oC-32oC dengan kapsitas air tanah 25%-60% Selama pertumbuhan tanaman jagung membututhkan suhu optimum 23oC-27oC. Curah hujan ideal untuk tanaman jagung adalah antara 100mm-200mm/bulan. Curah hujan paling optimum adalah sekitar 100mm-125mm/bulan dengan distribusi hujan merata. Unsur iklim penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
jagung
adalah
faktor
penyinaran
matahari.
Tanaman
jagung
membutuhkan penyinaran matahari penuh, maka tempat penanamannya harus terbuka (Rukmana, 1997). Jagung termasuk tanaman yang tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus dalam penanamannya. Jagung dikenal sebagai tanaman yang dapat tumbuh di lahan kering, sawah, pasang surut asalkan syarat tumbuh diperlukan terpenuhi. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain Andosol, Latosol dan Grumosol. Tanah bertekstur lempung atau liat berdebu (Latosol) merupakan jenis tanah yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman jagung. Tanaman jagung akan tumbuh baik pada tanah yang subur, gembur, kaya humus. Kemasaman tanah
Universitas Sumatera Utara
yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung antara 5.6-7.5. Pada pH <5.5 tanaman jagung tidak bisa tumbuh maksimum karena keracunan Al. tanaman jagung juga membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik (Purwono dan Hartono, 2005). Menurut Margaretha, dkk (2004), tanaman jagung untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal memerlukan cukup hara utamanya N, P, dan K. Jagung membutuhkan pupuk nitrogen terbanyak setelah padi. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tanpa pemberian pupuk nitrogen, tanaman jagung tidak akan mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan. Untuk mempertahankan kesuburan tanah yang cukup dan berimbang, diperlukan pemberian pupuk. Pemberian pupuk yang tepat selama pertumbuhan tanaman jagung dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk.
Karena sifat pupuk N yang
umumnya mobil, maka untuk mengurangi kehilangan N karena pencucian maupun
penguapan,
sebaiknya
N
diberikan
secara
bertahap.
Percobaan Iskandar et al, (1980) pada lahan tegalan di Bogor menunjukkan bahwa pemberian N sekaligus akan memberikan hasil lebih rendah dari pada pemberian secara bertahap pada takaran yang sama. Kekurangan atau ketidaktepatan pemberian pupuk N sangat merugikan bagi tanaman dan lingkungan (FFTC, 1994). Secara umum pupuk N dapat meningkatkan produksi jagung. Nitrogen diperlukan oleh tanaman jagung sepanjang pertumbuhannya. Pada awal pertumbuhannya akumulasi N dalam tanaman relatif lambat dan setelah tanaman berumur 4 minggu akumulasi N berlangsung sangat cepat. Pada saat pembungaan (bunga jantan muncul) tanaman jagung telah mengabsorbsi N sebanyak 50% dari seluruh kebutuhannya Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil jagung yang baik, unsur hara N dalam tanah harus cukup tersedia pada fase pertumbuhan tersebut (Sutoro, et al, 1988). Tanaman jagung mengadsorbsi P dalam jumlah relatif sedikit daripada absorbsi hara N dan K. Pola akumulasi P tanaman jagung hampir sama dengan akumulasi hara N. Pada fase ini pertumbuhan akumulasi P sangat lambat, namun setelah 4 minggu meningkat dengan cepat. Konsentrasi P dalam daun terus menurun dengan waktu, konsentrasi P dalam batang cukup besar dan hara P terdapat dalam biji (Fathan, dkk, 1988).
Universitas Sumatera Utara
Kalium dibutuhkan oleh tanaman jagung dalam jumlah yang paling banyak dibandingkan dengan N dan P. Pada fase pembungaan akumulasi hara K telah mencapai 60-75% dari seluruh kebutuhannya (Sutoro, dkk, 1988). Hara kalium berbeda dengan N dan P, mempunyai konsentrasi tinggi di dalam batang dan daun serta terendah pada biji. Kalium merupakan unsur terpenting untuk memperkuat batang dan ketahanan terhadap serangan penyakit. Kekurangan K pada tanaman jagung sering terlihat gejala pada fase sebelum berbunga. Tanaman jagung yang kekurangan K memperlihatkan pinggiran dan ujung daun menjadi warna kuning pada daun bagian bawah (Fathan, dkk, 1988). Kalsium sangat penting dalam pembentukan meristem tanaman, terutama pada ujung-ujung akar tanaman. Kalsium merupakan penyusun Kalsium pektat, yang mengisi lamella tengah dinding sel, sehingga kalsium menjadi bahan penyusun lapisan tengah dinding sel (Hardjowigeno, 1987).
Universitas Sumatera Utara