TINJAUAN PUSTAKA
Sifat dan Ciri Tanah Ultisol
Kata Ultisol berasal dari bahasa latin Ultimus, yang berarti terakhir atau dalam arti hal ultisol, tanah yang paling terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang terakhir. Ultisol memiliki horizon argilik dengan kejenuhan basa yang rendah. Biasanya terdapat aluminium yang dapat dipertukarkan dalam jumlah yang tinggi. Beberapa sifat Ultisol menurut Foth, (1994) ialah : 1. Kandungan tanah liat memperlihatkan perkembangan horizon argilik 2. Kandungan bahan organik dan semua horizon, kecuali pada horizon Al yang sangat tipis, sangat rendah 3. Kapasitas tukar kation rendah, menyatakan kandungan bahan organik yang rendah dan adanya tanah liat berkapasitas tukar kation yang rendah sampai kaolinit 4. Jumlah basa yang dapat di pertukarkan dan persentase kejenuhan basa sangat rendah, kecuali untuk horizon Al yang sangat tipis. Tanah Ultisol mempunyai sebaran yang sangat luas, meliputi hampir 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan kapasitas tukar kation yang tergolong sedang hingga tinggi menjadikan tanah ini mempunyai peranan yang penting dalam pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Hampir semua jenis tanaman dapat tumbuh dan dikembangkan pada tanah ini, kecuali terkendala oleh iklim dan relief (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Dalam menghadapi tanah berkemampuan rendah dan berkendala banyak seperti Ultisol ini, ada 2 sistem pemanfaatan yang dapat dipilih. Pertama,
Universitas Sumatera Utara
membenahi kemampuan tanah sehingga serasi dengan macam pemanfaatan atau bentuk penggunaan yang diinginkan. Kedua, memilih macam pemanfaatan atau bentuk penggunaan yang dapat diaplikasikan pada kemampuan asli tanah (Notohadiprawiro, 2006). Pada umumnya Ultisol berwarna kuning kecoklatan hingga merah. Pada klasifikasi menurut Soepraptohardjo (1961), bahwa Ultisol diklasifikasikan sebagai podsolik merah kuning. Warna tanah pada horizon argilik sangat bervariasi dengan hue dari 10R, nilai 3-6 dan kroma 4-8. Tekstur tanah Ultisol bervariasi dan dipengaruhi oleh bahan induk tanahnya. Tanah Ultisol dari granit yang kaya akan mineral kuarsa umumnya memiliki tekstur yang kasar seperti liat berpasir (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Reaksi tanah Ultisol pada umumnya masam hingga sangat masam (pH 53,1), kecuali tanah Ultisol dari batu gamping yang mempunyai reaksi netral hingga agak masam (pH 6.80-6.50). Ultisol tidak hanya sangat rendah kesuburannya, pH yang rendahpun membuat pupuk kandang tidak berhasil guna pada persediaan hara dan keracunan alumunium merupakan masalah dalam horizon argilik (Foth, 1994). Tanah Ultisol ini dicirikan oleh kadar bahan organik dan muatan variabel yang amat rendah. Muatan listrik rendah itu, karena kandungan liat sesquioksida dan liat 1:1, membentuk KTK yang juga sangat rendah. Umumnya tanah ini juga sangat tercuci (leached) hingga kandungan basa-basa menjadi sangat rendah. Hal ini menyebabkan pH tanah rendah sekali yang meningkatkan kadar Al bebas, hingga memperbesar bahaya toksisitas Al dan fiksasi fosfat (Munir, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Komponen kimia tanah berperan besar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya dan kesuburan tanah. Ultisol merupakan tanah yang mengalami proses pencucian yang sangat intensif yang meyebabkan Ultisol miskin secara kimia dan secara fisik. Selain itu Ultisol mempunyai kendala kemasaman tanah, kejenuhan Aldd tinggi, kapasitas tukar kation rendah (< 24 me/100 g tanah), kandungan N rendah, kandungan fosfor dan kalium rendah serta sangat peka terhadap erosi (Munir, 1996). Adapun penambahan bahan organik ke dalam ultisol, dimaksudkan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah secara simultan. Bahan organik dapat memberi pengaruh yakni pengaruh fisik pada tanah, merupakan gudang nutrisi tanaman dan pengaruh terhadap keadaan biologi tanah. Dengan pengaruh ini struktur tanah menjadi lebih baik, aerasi menjadi lebih baik, mempunyai efek pengikat yang baik atas partikel tanah, kapasitas menahan air meningkat , membantu tanah mengabsorbsi panas lebih besar, meningkatkan daya sangga tanah, mencegah meningkatkan kemasaman tanah dan alakalinitas yang terlalu tinggi (Munir, 1996). Masalah Al umumnya terjadi pada tanah ultisol dari bahan sedimen. Bahan sedimen merupakan hasil dari proses pelapukan dan pencucisan, bai pelapukan dari bahan volkan, batuan beku, batuan metamorf maupun campuran dari berbagai jenis batuan sehingga mineral penyusunnya sangat bergantung pada asal bahan yang melapuk. Untuk mengatasi kendala kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi dapat dilakukan pengapuran. Kandungan Al yang tinggi berasal dari pelapukan mineral mudah lapuk. Kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi dapat dinetralisir dengan pengapuran. Pemberian kapur bertujuan untuk meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
pH dari sangat masam hingga netral, serta menurunkan kadar Al. Ultisol pada umumnya memberikan respon yang baik terhadap pemupukan fosfat. Penggunaan pupuk P dari TSP dan SP-36 lebih efisien dibandingkan P alam. (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Pupuk SP-36 dan Peranannya Pada Tanaman Secara umum kulit bumi mengandung 0.1 % P atau setara 2 ton P ha -1, tetapi kebanyakan berbentuk apatit terutama fluoroapatit dalam bebatuan beku dan bahan induk tanah, sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Dalam siklus P terlihat bahwa kadar P-larutan tanah merupakan hasil keseimbangan antara suplai P, pelarutan P- terfiksasi dan mineralisasi P-organik dan kehilangan P berupa imobilisasi oleh tanaman, fiksasi dan pelindian P. Tanah-tanah tua di indonesia umumnya berkadar alami P rendah dan berdaya fiksasi tinggi, sehingga penanaman tanpa memperhatikan suplai P berkemungkinan besar akan gagal akibat defisisensi P (Hanafiah, 2005). Secara garis besar fosfor tanah dibedakan atas fosfor organik dan fosfor anorganik. Dalam bentuk anorganik, satu hingga tiga atom hidrogen dari asam fosfat digantikan oleh kation logam. Sebagai bentuk organik, satu mungkin lebih atom hidrogen dari asam fosfat hilang karena ikatan ester. Sisa dari atom hidrogen, seluruhnya atau sebagian digantikan oleh kation logam. Kedua bentuk fosfor ini merupakan sumber P yang penting untuk tanaman (Hakim dkk, 1986). Fosfat tanah pada umumnya berada dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman. Tanaman akan mampu menyerap fosfor dalam bentuk orthofosfat (H2PO4-, HPO42- dan PO42-). Jumlah masing-masing bentuk sangat bergantung
Universitas Sumatera Utara
pada pH tanah, tetapi pada umumnya H2PO4- terbanyak dijumpai pada pH tanah berkisar antara 5.0-7.2 (Hakim dkk, 1986). Masalah yang sering timbul di lapangan adalah fiksasi P. Terikatnya P oleh tanah sebegitu kuat sehingga P yang tadinya tersedia untuk tanaman menjadi tidak tersedia untuk tanaman. Adapun macam-macam fiksasi yang dikenal menurut Rosmarkam dan Yuwono, (2002) adalah 1. Fiksasi oleh ion Fe dan Al dalam larutan tanah. Kelarutan Fe dan Al dalam tanah asam relatif besar jika dibandingkan tanah alkalis 2. Pada tanah alkalis yang mengandung CaCO3, ion fosfat yang tersedia bila bertemu dengan CaCO3 akan diendapkan pada partikel tanah. 3. Fiksasi lainnya yang umumnya dikenal adalah yang berperanan fiksasi, yakni tanah yang bereaksi alkalis. Unsur P di dalam tanah berasal dari bahan organik (pupuk kandang, sisasisa tanaman), pupuk buatan dan mineral-mineral di dalam tanah (apatit). Fungsi unsur hara P di dalam tanah yakni pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan bunga, buah dan biji, mempercepat pematangan (Hardjowigeno, 2003). Fosfor juga berperan dalam menstimulir pertumbuhan akar. Hal ini dibuktikan dari hasil percobaan pada tanah yang kekurangan fosfor, bila ditambahkan fosfor, ternyata bahagian akar lebih besar pertambahannya dibandingkan dengan bagian atas tanaman terutama daun (Damanik dkk, 2010). Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik
Universitas Sumatera Utara
ataupun
non-organik
(mineral).
Pupuk
berbeda
dari suplemen.
Pupuk
mengandung bahan baku yang diperlukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara suplemen seperti hormon tumbuhan membantu kelancaran proses metabolisme. Meskipun demikian, ke dalam pupuk, khususnya pupuk buatan, dapat ditambahkan sejumlah material suplemen (Hasibuan, 2009). Hampir semua pupuk fosfat komersial berasal dari batuan fosfat, kecuali Basic slag. Selain itu dapat pula berasal dari mineral-mineral fosfat dan bahan organik seperti tepung tulang dan guano. Bahan baku untuk pembuatan fosfat banyak disuplay dari Afrika Utara dan Amerika Serikat. Batuan fosfat terbaik mengandung 35 % P2O5. Sumber fosfat alam yang dikenal mempunyai kadar hara P tinggi adalah batuan beku dan batuan endapan dengan bahan mineral yang mengandung apatit (Damanik dkk, 2010). SP-36 mulai populer akhir-akhir ini karena keberadaan TSP di pasaran mulai berkurang. Masalahnya, kandungan bahan impor dari TSP sulit diperoleh. Kadar P2O5 pupuk SP-36 hanya 36 %. Namun fisik, warna dan sifatnya tidak berbeda dengan TSP (Marsono dan Lingga, 2000). Ciri-ciri dari pupuk SP-36 menurut Sutejo, (2002) antara lain •
Kadar P2O5 total minimal 36%
•
Kadar P2O5 larut Asam Sitrat minimal 34%
•
Kadar P2O5 larut dalam air minimal 30%
•
Kadar air maksimal 5%
•
Kadar Asam Bebas sebagai H3PO4 maksimal 6%
•
Bentuk butiran
Universitas Sumatera Utara
•
Warna abu-abu. Sifat, manfaat dan keunggulan pupuk SP 36 menurut Marsono dan
Lingga, (2000) antara lain :
Tidak higroskopis
Mudah larut dalam air
Sebagai sumber unsur hara Fosfor bagi tanaman
Memacu pertumbuhan akar dan sistim perakaran yang baik
Memacu pembentukan bunga dan masaknya buah/biji
Mempercepat panen
Memperbesar prosentase terbentuknya bunga menjadi buah/biji
Menambah daya tahan tanaman terhadap gangguan hama, penyakit dan kekeringan.
Kompos Sebagai Media Komersial
Kompos merupakan bahan organik, seperti daun-daunan, jerami, alangalang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, carang-carang serta kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Kompos mengandung hara-hara mineral yang esensial bagi tanaman (Atmojo, 2003). Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik. Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan
Universitas Sumatera Utara
organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan
merupakan
alternatif
penanganan
yang
sesuai
(Atmojo, 2003). Bahan organik dari sampah-sampah kota dan limbah pertanian lainnya dalam jumlah yang banyak tidak dapat digunakan langsung sebagai pupuk tetapi harus terlebih dahulu didekomposisikan sehingga melapuk dengan tingkat C/N yang rendah (10-12). Bahan-bahan yang mempunyai C/N sama atau mendekati C/N tanah, dapat langsung digunakan sebagai pupuk (Damanik dkk, 2010). Ciri-ciri kompos yang baik, senyawa-senyawa karbon harus terombak sempurna, senyawa nitrogen sebagian besar sudah menjadi amonium (diperlukan nisbah C/N yang kecil), kehilangan N harus sekecil mungkin, sisa-sisa sebagai humus harus sebanyak mungkin (Damanik dkk, 2010). Masyarakat sering sekali tertipu dengan kompos palsu. Karena masyarakat tidak mengetahui berapa besar kandungan hara pada kompos tersebut. Masyarakat hanya melihat dari penampilan luar seperti berwarna hitam, tidak berbau. Padahal masyarakat tidak mengetahui apakah itu benar-benar kompos atau hanya tanah sisa bakaran sampah. Bahan yang disebut kompos memilki ciriciri sebagai berikut, menurut Atmojo (2003) :
Universitas Sumatera Utara
Kondisi Rasio C/N Kelembaban Berat Konsentrasi Oksigen Ukuran partikel Bulk Density pH Suhu
Kondisi Yang Bisa Diterima 20:1 s/d 40:1 40 – 65 % > 5%
Kondisi Ideal Kompos
1 inchi 1000 lbs/cu yd pH 5.5 – 9.0 43 – 66oC
bervarias 1000 lbs/cu yd 6.5 – 8.0 54 -60oC
25-35:1 45 – 62 % > 10%
Tanah Ultisol umumnya peka terhadap erosi serta mempunyai pori aerasi dan indeks stabilitas rendah sehingga tanah mudah menjadi padat. Akibatnya pertumbuhan akar tanaman terhambat karena daya tembus akar ke dalam tanah menjadi berkurang. Bahan organik selain dapat meningkatkan kesuburan tanah juga mempunyai peran penting dalam memperbaiki sifat fisik tanah. Bahan organik dapat meningkatkan agregasi tanah, memperbaiki aerasi dan perkolasi, serta membuat struktur tanah menjadi lebih remah dan mudah diolah. Bahan organik tanah melalui fraksi-fraksinya mempunyai pengaruh nyata terhadap pergerakan dan pencucian hara. Asam fulvat berkorelasi positif dan nyata dengan kadar dan jumlah ion yang tercuci, sedangkan asam humat berkorelasi negatif dengan kadar dan jumlah ion yang tercuci (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Tanaman Jagung Sebagai Tanaman Indikator
Jagung (Zea mays L.) merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat kasar yang cukup memadai sebagai bahan makanan pokok pengganti beras. Selain sebagai makanan pokok, jagung juga merupakan bahan baku makanan ternak. Kebutuhan akan konsumsi jagung di Indonesia terus meningkat. Hal ini didasarkan pada makin meningkatnya tingkat konsumsi perkapita per tahun dan semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia (AAK, 1991). Tanaman jagung mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap tanah, baik jenis tanah lempung berpasir maupun tanah lempung dengan pH tanah 6 -8. Temperatur untuk pertumbuhan optimal jagung antara 24-30 °C. Tanaman jagung pacta masa pertumbuhan membutuhkan 45-60 cm air. Ketersediaan air dapat ditingkatkan dengan pemberian pupuk buatan yang cutup untuk meningkatkan pertumbuhan akar, kerapatan tanaman serta untuk melindungi dari rumput liar dan serangan hama (Bakhri, 2007). Hal-hal yang harus diperhatikan tentang tanah sebagai syarat yang baik untuk pertanaman jagung : (a) pH tanah netral atau mendekati netral diperlukan untuk pertumbuhan optimal pada tanaman jagung yakni berkisar antara pH 5,56,5, (b) tanah dan tempat pertanaman hendaknya memperoleh sinar dan udara yang cukup, (c) drainase yang baik akan membantu usaha pengendalian pencucian tanah, selanjutnya ada hubungannya dengan keasaman tanah dan (d) pada kesuburan tanah yang tinggi akan membantu dalam penyediaan hara (Purwono dan Hartono, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Tanaman jagung membutuhkan paling kurang 13 unsur hara yang diserap melalui tanah. Hara N, P, dan K diperlukan dalam jumlah lebih banyak dan sering kekurangan, sehingga disebut hara primer. Hara Ca, Mg, dan S diperlukan dalam jumlah sedang dan disebut hara sekunder. Hara primer dan sekunder lazim disebut hara makro. Hara Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit, disebut hara mikro. Unsur C, H, dan O diperoleh dari air dan udara (Syafirudin dkk, 2006).
Universitas Sumatera Utara