TINJAUAN PUSTAKA Satwa Primata Satwa primata merupakan satu ordo tersendiri yang disebut dengan nama ordo primata yang termasuk manusia di dalamnya. Ordo primata terdiri dari dua subordo, yaitu Prosimii dan Anthropoidea. Subordo Anthropoidea terbagi menjadi New World Monkey, Old World Monkey, Apes dan manusia. Lutung termasuk ke dalam grup Old World Monkey. Ciri-ciri Old World Monkey adalah sebagai berikut : 1) mempunyai ischial pads, 2) mempunyai colon yang terbagi atas bagian ascending, transverse dan descending (adanya sigmoid flexure), dan 3) tidak mempunyai appendix (Sajuthi, 1984). Sajuthi (1984) juga menyatakan bahwa pemeliharaan satwa primata meliputi cara pemberian pakan, jenis pakan yang diberikan, minuman, pembersihan kandang, dan pemeriksaan kesehatan atau kesejahteraan satwa. Golongan Old World Monkey yang sudah dewasa memerlukan pakan yang mengandung 15% protein untuk betina bunting, dan menyusui sebesar 25% protein.
Lutung merah (Presbytis rubicunda)
Klasifikasi Taksonomi dari lutung merah (Presbytis rubicunda), adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Primata
Familia
: Cercopithecidae
Genus
: Presbytis
Spesies
: Presbytis rubicunda (Muller 1838)
Lutung merah (Presbytis rubicunda) dibagi menjadi beberapa subspesies, yaitu P. r. rubicunda, P. r. rubida, P. r. ignita, P. r. carimatae dan P. r. chrysea (Napier dan Napier, 1967).
Morfologi Lutung merah memiliki bulu berwarna merah sampai jingga kemerahmerahan dengan warna pada daerah perut lebih terang daripada warna pada daerah tangan dan ujung ekor. Bobot badan jantan dewasa lutung merah berkisar antara 6,29 kg dan untuk betina dewasa berkisar antara 6,17 kg (Fleagle, 1999).
Gambar 1. Lutung Merah (Presbytis rubicunda) (Sumber : Farida, 2009)
Lutung merah memiliki kelenjar ludah yang besar dibandingkan dengan jenis lutung lainnya dan rahang yang dalam dengan formulasi gigi 2:1:2:3 pada kedua rahang, rahang atas dan rahang bawah. Gigi seri lutung merah kecil, akan tetapi gigi gerahamnya tajam. Spesies ini memiliki perut kelenjar yang berfungsi dalam pencernaan selulosa. Selain itu, pada perut lutung merah juga mengandung mikroba yang membantu dalam pencernaan selulosa menjadi asam lemak melalui proses fermentasi secara anaerob (Davies et al., 1988).
4
Habitat Habitat lutung untuk hidup terutama adalah di kawasan hutan hujan, namun lutung juga terkadang sering juga dijumpai di daerah perkebunan karet, hutan primer pegunungan, atau hutan sekunder daerah perbukitan hingga 600 m dari permukaan laut. Lutung termasuk hewan siang hari (diurnal) dan sangat aktif pada pagi dan sore hari (Supriatna et al., 1986). Satwa ini hidup di pepohonan secara bergerombol antara 9-30 ekor terdiri dari satu lutung jantan dewasa dan lutung-lutung betina yang secara komunal membesarkan anak lutung. Lutung jantan dewasa pada kelompok tersebut akan melindungi kelompok dan wilayahnya dari lutung-lutung yang lain (Nurwulan, 2002). Spesies lutung merah (Presbytis rubicunda) hidup di hutan dengan ketinggian kurang dari 2.000 m di atas permukaan laut. Selain itu, lutung merah juga dapat hidup di hutan rawa (Chivers dan Burton, 1988). Lutung merah banyak ditemukan di pulau Kalimantan, propinsi Kalimantan Barat, negara Indonesia. Subspesies P. r. carimatae lebih memilih hidup di hutan rawa dan terkadang mengunjungi kebun penduduk setempat untuk mencari makan (Yanuar et al., 1993).
Penyebaran Penyebaran lutung merah (Presbytis rubicunda) terdapat di Pulau Kalimantan, negara Indonesia (Kalimantan dan Pulau Karimata) dan Malaysia (Sabah dan Sarawak), dan kemungkinan juga terdapat di Brunei. Subspesies P. r. rubicunda dapat ditemukan di bagian Timur Sungai Barito dan bagian Selatan Sungai Mahakam, sebelah Tenggara Kalimantan. Subspesies P. r. rubida, banyak ditemukan di bagian Selatan Sungai Kapuas dan bagian Barat Sungai Barito. Sepanjang Sungai Kapuas bagian Utara sampai Sarawak, Malaysia, subspesies P. r. ignita banyak ditemukan. Subspesies ini kemungkinan juga dapat ditemukan di Sungai Baram, perbatasan Brunei. Subspesies P. r. chrysea tersebar dalam jumlah kecil di bagian Timur Sabah, Malaysia dekat Kinabatangan. Subspesies P. r. carimatae hanya terdapat di Pulau Karimata (Groves, 2001). Selain itu, lutung merah juga dapat ditemui di Cagar Alam Tanjung Puting dan Cagar Alam Pleihari Martapura, Kalimantan Tengah (Chivers dan Burton, 1988). 5
Status Konservasi Lutung merah adalah salah satu satwa liar yang dilindungi, hal ini sesuai dengan SK Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/1970, SK Menteri Kehutanan tanggal 10 Juni 1991 No. 301/Kpts-II/1991. Status konservasi lutung merah ini terdaftar dalam Appendix II CITES (Nijman dan Meijaard, 2008). IUCN menyatakan status konservasi lutung merah adalah least concern, artinya rentan terhadap gangguan dan dikuatirkan akan punah apabila tidak dilakukan perlindungan dan pelestarian habitatnya (Supriatna dan Wahyono, 2000). Perlindungan terhadap lutung merah makin dikuatkan dengan adanya UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Satwa langka tersebut tidak boleh diperjualbelikan. Menurut Antara News (2007), bagi pelaku perdagangan satwa dilindungi dapat dikenakan hukuman penjara maksimum lima tahun dan denda Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Tingkah Laku Tingkah laku satwa adalah respon atau ekspresi satwa oleh adanya rangsangan atau stimulus atau agen yang mempengaruhinya. Terdapat dua macam rangsangan yaitu rangsangan dalam dan rangsangan luar. Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis, sekresi hormon, faktor motivasi dan dorongan alat insentif sebagai akibat aktivitas. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis dan rangsangan kimia (Mukhtar, 1986). Sebagian besar satwa liar mempunyai berbagai aktivitas tingkah laku yang dapat dicobakan untuk suatu situasi, dengan demikian satwa belajar menerapkan salah satu aktivitas yang menghasilkan penyesuaian terbaik (Alikodra, 1990). Tingkah laku merupakan suatu aktivitas yang perlu melibatkan fungsi fisiologis. Setiap macam tingkah laku melibatkan penerimaan rangsangan melalui panca indera, perubahan rangsangan-rangsangan ini menjadi aktivitas neural, aksi integrasi susunan syaraf dan akhirnya aktivitas berbagai organ motorik, baik internal maupun eksternal. Tingkah laku yang diarahkan untuk suatu tujuan (seperti makan, minum, tidur dan seksual) terdiri dari tiga tahap yang jelas dan terjadi secara siklis. Tiga tahap tersebut yaitu tingkah laku apetitif, konsumatoris 6
dan refraktoris. Tahap apetitif dapat sederhana atau kompleks, sering mencakup mencari dari tingkah laku yang diubah dan yang banyak dipelajari. Tahap konsumatoris relatif cenderung untuk konsisten, memperlihatkan sedikit perbedaan dari individu yang satu terhadap individu lain dan sebagian besar dapat instingtif. Tahap refraktoris mencakup hilangnya perhatian dan berhentinya aktivitas konsumatoris, meskipun kesempatan untuk memberi respon selalu ada (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985). Satwa liar mempunyai berbagai tingkah laku dan proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya. Menurut Mukhtar (1986), aktivitas tingkah laku dapat dikelompokkan ke dalam sembilan sistem tingkah laku, yaitu : (1) tingkah laku ingestive atau tingkah laku makan dan minum; (2) tingkah laku shelter seeking atau mencari perlindungan adalah kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya; (3) tingkah laku agonistik atau tingkah laku persaingan antara dua satwa yang sejenis, umumnya terjadi pada saat musim kawin; (4) tingkah laku seksual yang merupakan tingkah laku peminangan (courtship), kopulasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan satwa jantan dan betina satu jenis; (5) care giving atau epimelitic adalah pemeliharaan terhadap anak (maternal behaviour); (6) care soliciting atau et-epimelitic atau tingkah laku meminta dipelihara yang merupakan tingkah laku individu muda untuk dipelihara oleh yang dewasa; (7) tingkah laku eliminative atau tingkah laku membuang kotoran; (8) tingkah laku allelomimetik adalah tingkah laku meniru salah satu anggota kelompok untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan; dan (9) tingkah laku investigative atau tingkah laku memeriksa lingkungannya. Tingkah laku kehidupan primata di alam adalah hidup secara berkelompok. Menurut Jolly (1972) dalam Nurwulan (2002), ada dua alasan primata hidup berkelompok, yaitu didorong oleh adanya faktor pemangsa atau predator dan faktor pakan. Primata yang hidup berkelompok, individu anggota kelompoknya terdiri dari beberapa tingkatan umur dan jenis kelamin.
7
Tingkah Laku Makan Secara umum hewan mempunyai tiga cara dalam memperoleh pakan, yaitu : (1) tetap berada di tempat dan pakan datang sendiri, (2) berjalan untuk mencari makan, dan (3) menjadi parasit bagi organisme lain. Tingkah laku makan dipengaruhi oleh faktor genetik, suhu lingkungan, jenis pakan yang tersedia dan habitat (Warsono, 2002). Tingkah laku makan disebabkan oleh adanya rangsangan dari luar (pakan) dan rangsangan dari dalam (adanya kebutuhan atau rasa lapar). Tingkah laku ini berkembang sesuai dengan perkembangan dari proses belajar (Alikodra, 1990). Menurut Tomaszewska et al. (1991), tingkah laku makan, minum dan kegiatan lain yang berhubungan dengan hal tersebut digolongkan ke dalam tingkah laku ingestif. Lutung merupakan satwa primata yang bersifat folivorus (pemakan dedaunan) dan gramnivorus (pemakan biji-bijian), maka umumnya pakannya adalah dedaunan dan biji-bijian, namun pencernaannya yang sangat panjang memungkinkannya untuk memakan buah-buahan, kuncup-kuncup daun muda dan pada kondisi tertentu memakan telur-telur burung. Tajuk hutan secara vertikal di daerah hutan hujan tropika sangat penting untuk penyediaan makanan primata (Rijksen, 1978). Dedaunan dan pucuk-pucuk daun ini terletak di ujungujung ranting pohon, posisi tubuh lutung akan berada di atas cabang yang besar dan meraih ranting tersebut atau lutung duduk di atas ranting lain yang masih mampu menopang tubuhnya, kemudian baru mengambil daun yang berada di cabang ranting lain (Fleagle, 1978). Daun yang dikonsumsi umumnya daun muda yaitu tiga lembar pucuk di bagian ranting, selanjutnya bunga dan buah. Daun, bunga, atau buah tersebut dapat diambil secara langsung dengan menggunakan mulut atau dengan cara memetiknya terlebih dahulu lalu dimasukkan ke dalam mulut. Daun dimakan satu persatu atau dengan cara menggabungkan dua atau lebih daun sekaligus untuk digigit, setiap gigitan dikunyah antara 10-30 kali (Prayogo, 2006).
Tingkah Laku Grooming Tingkah laku grooming adalah kegiatan menyisik badan dan mencari kutu yang merupakan tingkah laku sosial yang umum dilakukan oleh primata. Pada 8
lutung, kegiatan ini terjadi antara induk dan anak, satu induk dengan induk lain, atau antara tiga individu, yaitu antara anak, induk dan individu dewasa lainnya (Eimerl dan de Vore, 1974). Kondisi ekologi juga mempengaruhi frekuensi interaksi sosial. Pada daerah yang subur, interaksi sosial akan lebih tinggi daripada di daerah yang kurang subur. Tingkah laku sosial pada primata umumnya berimbang antara persaingan dan kerjasama. Umumnya kegiatan memelihara, berkumpul dan tingkah laku kerjasama lainnya, pada semua jenis primata, dimulai pada saat masa anak-anak (Smuth et al., 1987).
Tingkah Laku Lokomosi Menurut Fleagle (1978), pergerakan lutung dapat dibedakan menjadi empat berdasarkan penggunaan tungkainya, yaitu (1) quadrupedal : berjalan dan berlari,
yaitu
bergerak
secara
kontinyu,
biasanya
bergerak
horizontal
menggunakan keempat tungkainya; (2) leaping : melompat secara terputus-putus dan berlangsung sangat cepat, gerakan ini menggunakan dua tungkai belakang dan saat mendarat menggunakan tungkai depan atau tungkai belakang, gerakan ini bila dilakukan secara terus-menerus disebut hopping; (3) climbing : gerakan secara kontinyu, biasanya berupa gerakan vertikal menggunakan variasi antara keempat tungkainya, kedua tangannya digunakan untuk menarik tubuhnya ke atas sedangkan kedua kakinya digunakan untuk mendorong; dan (4) arm-swinging : gerak menggantung dan mengayun dari satu pohon ke pohon lainnya. Lutung merah (Presbytis rubicunda) bergerak secara quadrupedal.
Tingkah Laku Istirahat Tingkah laku istirahat berlangsung apabila satwa primata relatif tidak bergerak, misalnya duduk, berdiri, tidur, atau berbaring pada tenggeran. Kegiatan istirahat pada primata termasuk lutung umumnya dipengaruhi oleh tingkat suhu dan kelembaban (Prayogo, 2006). Aktivitas istirahat terbagi ke dalam dua tipe, yaitu istirahat total dan istirahat sementara. Istirahat total artinya lutung melakukan posisi badan seperti duduk, diam tak bergerak dan tidur, sedangkan istirahat sementara adalah keadaan atau posisi badan yang tidak bergerak yang dilakukan diantara aktivitas hariannya. Waktu istirahat penting dilakukan oleh 9
lutung dan primata lainnya untuk mencerna dedaunan yang telah dikonsumsinya (Alikodra, 1990).
Tingkah Laku Reproduksi Tingkah laku reproduksi lutung akan dimulai dengan lutung betina yang melakukan pergerakan secara berirama dari satu sisi ke sisi yang lain dan kemudian maju lalu menggerakkan kepalanya ke arah lutung jantan. Seekor lutung jantan tidak selalu mengawini seekor lutung betina yang menunjukkan tingkah laku ingin dikawini (birahi), namun ketika seekor lutung jantan mengawini lutung betina maka frekuensi perkawinan akan berlipat ganda. Jika dua lutung betina memohon untuk dikawini oleh seekor lutung jantan secara serempak, maka kedua betina tersebut akan dikawininya dan apabila seekor lutung jantan berpaling dari lutung betina yang ingin dikawini, maka lutung betina tersebut akan maju untuk melakukan pendekatan dengan lutung jantan (Bernstein, 1968).
Tingkah Laku Vokalisasi Lutung merah merupakan spesies arboreal, satwa yang hidup di atas pepohonan, sehingga lutung jarang meninggalkan pohon-pohon besar tempatnya tinggal secara alami. Spesies ini hidup berkelompok antara 2-13 individu di dalamnya. Kelompok ini akan terbagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang bertugas untuk mencari pakan pada pagi hari. Setelah mencari pakan, kelompokkelompok kecil ini beristirahat saat siang hari dan kembali berkumpul pada waktu sore hari. Tingkah laku vokalisasi yang dilakukan oleh lutung merah diantaranya adalah : (1) panggilan keras dan panjang, yang dilakukan oleh lutung merah jantan dewasa berfungsi untuk menunjukkan batas wilayah kekuasaan mereka dan (2) panggilan peringatan, yang dilakukan oleh lutung merah jantan dewasa apabila mereka melihat adanya penyusup atau gangguan (Supriatna et al., 1986).
10
Pakan Lutung Pakan lutung umumnya adalah dedaunan, namun pencernaannya yang sangat panjang memungkinkannya untuk memakan buah-buahan, kuncup-kuncup daun muda, biji-bijian dan pada kondisi tertentu memakan telur-telur burung. Variasi pakan inilah yang mengakibatkan lutung disebut herbivora. Tajuk hutan secara vertikal di daerah hutan hujan tropika sangat penting untuk penyediaan pakan primata (Rijksen, 1978). Lutung memiliki gigi molar yang lebar dan besar, hal ini menunjukan adanya adaptasi anatomi terhadap berbagai jenis pakan (Suwelo, 1982). Lutung sebagai pemakan dedaunan memiliki saluran pencernaan yang rumit, namun keuntungannya ialah saluran tersebut dapat mencerna dedaunan yang tua. Hal ini terjadi karena di dalam perutnya terdapat banyak bakteri yang dapat mengubah selulosa dan melepaskan energi (MacDonald, 1984). Menurut Smuth et al. (1987), semua primata memiliki kebutuhan yang sama dalam mendapatkan energi, asam amino, mineral, vitamin, air dan asam lemak tertentu. Namun, betina yang menyusui akan membutuhkan protein dan mineral yang lebih banyak dari yang tidak menyusui. Lutung makan dengan menggunakan kedua tangannya. Biasanya setelah mengambil pakan, lutung membawa pakannya ke atas atau batang pohon yang sengaja diletakkan di dalam kandang. Posisi yang sering dilakukan lutung ketika makan adalah posisi duduk di batang pohon dan makan di atas jeruji besi dengan posisi tangan kiri memegang besi dan tangan yang lainnya digunakan untuk memasukkan pakan ke dalam mulutnya (Nurwulan, 2002). Rataan konsumsi bahan kering di penangkaran yang dilaporkan Farida (2010), sejumlah 78,09 g/ekor/hari dan kebutuhan nutrisinya sebesar 6,31% abu, 12,06% protein kasar, 3,74% serat kasar dan 64,32% bahan ekstrak tanpa nitrogen.
Jenis Pakan Pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan digunakan oleh hewan. Secara umum dapat dikatakan bahwa jenis pakan merupakan bahan-bahan pakan yang dapat dimakan atau edible. Bahan pakan mengandung zat-zat makanan, yaitu komponen-komponen yang ada dalam bahan pakan tersebut yang 11
dapat digunakan oleh hewan (Tillman et al., 1991). Kandungan zat makanan pada pakan lutung merah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Bahan Kering dan Nutrien Pakan Lutung Merah
Jenis Pakan
Daun Bunga Kupu-kupu1) Daun Beringin2) Sawi Putih2) Kacang Panjang3) Pisang Siam2) 2)
Apel Malang Jambu Biji Ubi Jalar
2)
2)
Bahan Ekstrak GE Abu Tanpa (kal/g) Nitrogen (BETN) ..……………………………(% BK)…………………………......
Bahan Kering (BK)
Protein Kasar (PK)
Lemak Kasar (LK)
Serat Kasar (SK)
88,60
9,40
21,13
3,90
28,20
37,40
4591
25,05
13,78
14,35
8,82
39,45
23,60
4335
12,32
11,32
50,81
1,17
17,09
19,61
4495
9,21
0,53
2,65
0,23
1,59
95,00
437
35,02
3,59
2,91
0,81
3,25
89,44
3203
26,95
0,79
0,75
1,02
9,94
87,50
1326
28,07
4,13
1,46
4,66
34,06
55,68
4649
19,29
3,20
3,81
0,13
2,73
90,13
3340
1)
Sumber : Hadiati (2003) 2) Laboratorium Pengujian Nutrisi Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong 3) Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institiut Pertanian Bogor
Bahan pakan tersebut merupakan bahan pakan yang akan diberikan pada lutung merah di penangkaran.
Bunga Kupu-kupu (Bauhinia purpurea) Bauhinia purpurea adalah spesies tanaman berbunga dari keluarga Fabaceae yang berasal dari China Selatan (Hong Kong) dan Asia Tenggara. Tanaman ini berukuran sedang dengan daun yang besar berbentuk hati. Permukaan daunnya halus dan berbulu. Ukuran diameter daun dan tangkai daun berkisar antara 8-15 cm dan 4 cm. Tanaman ini biasanya berbunga pada bulan Oktober-Desember dengan bunga berwarna merah muda hampir putih (Rajaram dan Janardhanan, 1991).
12
Kegunaan dari tanaman bunga kupu-kupu adalah untuk mengobati demam, gangguan pencernaan, dan meredakan pertumbuhan kanker di perut (Janardhanan et al., 2003). Kandungan nutrisi daun bunga kupu-kupu dapat dilihat pada Tabel 1.
Beringin (Ficus benjamina) Beringin banyak ditemukan di tepi jalan, pinggiran kota atau tumbuh di tepi jurang. Pohonnya besar dengan tinggi 20-25 m dan memiliki sistem perakaran tunggang. Batang pohon beringin berbentuk bulat tegak, dengan permukaan kasar dan berwarna cokelat kehitaman. Percabangan batangnya simpodial, pada batang keluar akar gantung (akar udara). Daunnya tunggal berwarna hijau, bertangkai pendek, dengan letak menyilang dan saling berhadapan. Panjang daunnya 3-6 cm, lebar 2-4 cm dan sistem pertulangan daunnya menyirip. Bunga beringin tunggal, keluar dari ketiak daun, dengan kelopak berbentuk corong, mahkota berbentuk bulat dan berwarna kuning kehijauan (Hutapea, 1994). Kandungan nutrisi daun beringin dapat dilihat pada Tabel 1.
Sawi Putih (Brassica rapa ssp. pekinensis) Sawi putih dikenal dengan sebutan petsai atau sawi cina, merupakan jenis sayuran olahan dalam masakan. Tanaman sawi putih hidup di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 100 m di atas permukaan air laut. Tanaman ini tumbuh pada suhu 15-20 oC. Pada suhu di bawah 15 oC tanaman sawi putih cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 26 oC tidak dapat berbunga. Sawi putih tumbuh baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. Daun sawi putih berwarna hijau agak mengering. Daunnya memiliki urat daun dengan tekstur memanjang dan padat. Panjang urat daun dapat mencapai 25-40 cm tergantung pada kesuburan tanahnya. Urat-urat daun bagian tengah lebar berwarna pucat atau putih kekuning-kuningan (Aak, 1992). Kandungan nutrisi sawi putih dapat dilihat pada Tabel 1.
13
Kacang Panjang (Vigna sinensis) Kacang panjang berasal dari India dan Afrika Tengah. Kacang panjang merupakan tanaman perdu semusim. Daunnya majemuk tersusun atas tiga helai. Batangnya liat dan sedikit berbulu. Akarnya mempunyai bintil yang dapat mengikat nitrogen bebas dari udara. Bunga kacang panjang berbentuk kupu-kupu yang tangkai bunganya keluar dari ketiak daun. Setiap tangkai bunga mempunyai 3-5 bunga dengan warna bunga putih, biru, atau ungu. Buah kacang panjang berbentuk polong bulat panjang dan ramping. Panjang polong sekitar 10-80 cm. Warna polong hijau muda sampai hijau keputihan dan setelah tua warna polong putih kekuningan. Pada satu polong dapat terisi 8-20 biji kacang panjang (Haryanto et al., 2007). Komposisi nutrisi kacang panjang dapat diihat pada Tabel 1.
Pisang Siam (Musa paradisiaca) Pisang siam merupakan salah satu kultivar dari tanaman pisang yang termasuk dalam kelompok ABB (triploid). Pisang siam berdasarkan cara konsumsi buahnya termasuk dalam kelompok pisang yang langsung dapat dikonsumsi dan pisang olahan (Valmayor et al., 2000). Pisang mempunyai kandungan gizi yang baik dan menyediakan energi cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lain. Mineral yang terdapat dalam buah pisang antara lain kalium, magnesium, fosfor, besi dan kalsium. Buah pisang juga mengandung vitamin B kompleks, B6, C dan serotonin yang aktif sebagai neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak (Simmond, 1986). Komposisi nutrisi pisang siam ditunjukkan pada Tabel 1.
Apel Malang (Malus domestica) Apel malang adalah tanaman yang berasal dari Asia Barat. Pohonnya berukuran kecil antara 3-12 m dan daunnya berbentuk oval dengan panjang 5-12 cm. Bunganya berwarna putih dengan semburat merah muda yang terdiri dari lima petal dengan diameter 2,5-3,5 cm (Lauri et al., 2006). Tanaman ini berbuah pada musim gugur, ukuran diameter buahnya sebesar 5-12 cm dengan berat 75-300 g/buah. Buahnya berbentuk bulat, tetapi ada beberapa yang jorong dan 14
mempunyai lima sekat tidak nyata dengan pucuk buah yang berlekuk dangkal sampai agak dalam. Kulit buah apel malang berpori agak tebal dan kasar. Bagian kulit yang terkena sinar matahari biasanya berwarna merah, sedangkan yang tidak terkena sinar matahari berwarna hijau. Aroma buahnya tidak tajam dan rasanya segar karena mengandung cukup banyak air. Daging buahnya agak kasar dengan warna kekuningan (Yulianti et al., 2007). Komposisi nutrisi apel malang ditunjukkan pada Tabel 1.
Jambu Biji (Psidium guajava) Jambu biji atau sering disebut juga dengan jambu batu, jambu siki dan jambu klutuk adalah tanaman tropis yang berasal dari Brazil. Tanaman ini disebarkan ke Indonesia melalui negara Thailand. Jambu biji memiliki kulit buah yang berwarna hijau. Daging buahnya berwarna putih atau merah dan berasa asam-manis. Buah jambu biji dikenal mengandung banyak vitamin C (Astawan dan Kasih, 2008). Komposisi nutrisi jambu biji ditunjukkan pada Tabel 1.
Ubi jalar (Ipomoea batatas) Ubi jalar tergolong dalam tanaman umbi-umbian dari tumbuhan semak bercabang. Tanaman ini memiliki batang yang gundul, terkadang membelit dan bergetah. Daunnya berbentuk segitiga berlekuk dan menjadi 3-5 lekukan dengan tangkai yang panjang. Bunganya berbentuk payung dan terdapat di setiap ketiak tangkai daun. Ubi jalar dikenal mengandung banyak betakaroten dan vitamin A yang tinggi. Selain itu, ubi jalar juga mengandung banyak karbohidrat (75-90%) yang terdiri dari pati (60-80% berat kering), gula (4-30% berat kering), selulosa, hemiselulosa dan pektin (Harli, 2000). Komposisi nutrisi ubi jalar ditunjukkan pada Tabel 1.
Pemilihan dan Konsumsi Pakan Tingkat konsumsi (voluntary feed intake) diartikan sebagai jumlah pakan yang dikonsumsi apabila bahan pakan tersebut diberikan ad libitum (Parakkasi, 1995). Konsumsi zat pakan sangat diperlukan untuk membantu metabolisme
15
dalam tubuh (Sutardi, 1980). Aktivitas konsumsi meliputi proses mencari makan, mengenal dan mendekati pakan, proses bekerjanya indera hewan terhadap pakan, proses memilih pakan dan proses menghentikan pakan. Produktivitas hewan salah satunya dapat dilihat dari jumlah konsumsi. Konsumsi pakan akan bertambah jika diberikan pakan yang berdaya cerna lebih tinggi daripada pakan yang berdaya cerna rendah (Arora, 1989). Iklim yang sangat ekstrim berpengaruh terhadap konsumsi hewan, apabila iklim panas maka konsumsinya akan menurun, sebaliknya apabila iklim dingin maka jumlah konsumsi akan meningkat (Tomaszewska et al., 1991). Menurut Rowe (1996), lutung memakan daun kurang lebih 80% dari kebutuhan hidupnya, sedangkan sisanya berupa pakan buah-buahan. Bagian daun yang dimakan ujung daun, sedangkan bagian yang terbuang sebesar 10-66%. Daun yang masih muda biasanya dimakan habis, apabila daunnya sudah cukup tua maka yang dimakan hanya bagian ujung daun saja. Hal ini terjadi karena lutung dapat memilih jenis pakan yang sesuai dengan kebutuhannya, sedangkan daun yang sudah tua biasanya kandungan nutrisinya sudah berkurang, selain itu bagian ujung daun yang sudah tua diduga rasanya lebih enak karena kandungan nutrisinya lebih banyak daripada bagian pangkal daun. Lutung lebih menyukai daun dengan pucuk-pucuk muda karena pada daun ini sedikit mengandung lignin dan tanin daripada daun yang sudah tua (Prayogo, 2006).
16