II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Umum Cabai Merah Cabai merah merupakan salah satu komoditi hortikultura yang sangat terkenal di Indonesia bahkan hampir seluruh negara di dunia mengenal cabai merah. Selain karena banyak dikonsumsi, tanaman dengan nama latin Capsicum annuum L. ini terbilang sebagai salah satu jenis tanaman yang memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi. Dalam penelitian Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (2007) disebutkan pada umumnya tanaman cabai merah dapat ditanam di daerah dataran tinggi maupun di dataran rendah, yaitu lebih dari 500 – 1200 meter di atas permukaan laut. Di Indonesia sendiri lahan yang cocok untuk menanam cabai masih sangat luas, tetapi penanaman cabai di dataran tinggi masih sangat terbatas. Pengembangan tanaman cabai merah, lebih diarahkan ke areal pengembangan dengan keritinggian sedikit di bawah 800 meter di atas permukaan laut. Terutama pada lokasi yang air irigasinya sangat terjamin sepanjang tahun. Meskipun sebenarnya cabai dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di hampir segala jenis tempat, mulai dari dataran tinggi, dataran rendah, lahan basah, dan juga lahan kering. Hal ini membuat tanaman cabai ini mudah untuk dijumpai di berbagai tempat. Meskipun terkadang cabai di daerah yang satu memiliki perbedaan dan ciri khas tersendiri dengan cabai di daerah yang lainnnya. Kusandriani (1996) menganalisa tentang sejarah cabai merah, dimana cabai merah awalnya berasal dari Mexico. Sebelum abad ke-15 spesies ini lebih banyak dikenal di Amerika Tengah dan Selatan. Sekitar tahun 1513 Columbus membawa dan menyebarkan cabai merah dan diperkirakan masuk ke Indonesia melalui pedagang dari Persia ketika singgah di Aceh. Pemaparan mengenai cabai merah juga dikemukakan oleh Santika (2000) yang menyebutkan bahwa cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak mengandung vitamin khususnya vitamin C. Cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran (hortikultura) yang banyak digemari masyarakat Indonesia dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. Sesuai dengan namanya, cabai
14
merah memiliki warna kulit buah yang merah sewaktu buah sudah tua dan masak. Bentuk buahnya silindris dan mengecil ke arah ujung buah. Ciri dari jenis sayuran ini rasanya pedas dan aromanya yang khas. Cabai merah dapat digunakan dengan cara dimasak atau dikonsumsi mentah, selain itu jenis sayuran yang satu ini bagi orang-orang tertentu dapat membangkitkan selera makan. Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak mengkonsumsi cabai merah. Tidak heran jika konsumsi cabai selalu mengalami peningkatan dan memacu peningkatan jumlah produksi cabai setiap tahunnya seperti yang ditunjukkan pada tabel-tabel sebelumnya. Hal ini dapat terjadi karena hampir seluruh daerah di nusantara memanfaatkan cabai sebagai bumbu masakan. Selain itu cabai merah juga dapat dijadikan hiasan pada sajian makanan, dan bahkan di daerah tertentu cabai telah dimanfaatkan sebagai camilan makanan khas daerah. Seperti yang terdapat di daerah Aceh, cabai merah diolah menjadi manisan cabai. Perkembangan jenis pengolahan cabai ini membuat cabai merah menjadi komoditi hortikultura yang semakin memilki nilai ekonomi yang tinggi. 2.2. Permintaan dan Penawaran Cabai Merah Susanti (2006) menganalisis peramalan terhadap komoditas cabai. Peramalan yang dilakukan disini yaitu peramalan permintaan cabai merah dengan studi kasus dilokasi yaitu di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ). Pasar Induk Kramat Jati dipilih karena dinilai sebagai pasar terbesar di Jakarta yang menjadi pemasok sayuran bagi Jakarta dan daerah lain di Indonesia serta merupakan pasar yang menjadi barometer dalam penentuan harga beberapa komoditi. Terus meningkatnya permintaan cabai seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan permintaan cabai yang berfluktuasi melatarbelakangi penelitian ini. Jumlah pasokan yang dipengaruhi oleh faktor cuaca, harga, dan adanya momenmomen penting dianggap sebagai variabel penting yang mempengaruhi jumlah permintaan. Penelitian ini menunjukkan bahwa metode terbaik untuk meramalkan permintaan cabai yaitu metode ARIMA dan Single Exponential Smoothing. Berdasarkan analisis regresi, harga rata-rata cabai merah berpengaruh nyata terhadap permintaan cabai merah di PIKJ.
15
Syafa’at et al. (2005) dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melakukan kajian terkait dengan permintaan dan penawaran terhadap komoditas pertanian utama. Komoditas pertanian utama yang diteliti mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Salah satu tujuan dilakukannya kajian ini yaitu menganalisis perilaku atau faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran komoditas pertanian utama di Indonesia. Komoditas pertanian utama yang dikaji salah satunya yaitu kelompok komoditas hortikultura seperti kentang, tomat, cabai, bawang merah, pisang, jeruk, dan durian. Untuk mengestimasi elastisitas permintaan dan penawaran digunakan dua model yaitu parsial dan simultan. Model parsial yang digunakan untuk mengestimasi permintaan adalah AIDS (Almost Ideal Demand System). Sedangkan model parsial yang digunakan untuk mengestimasi elastisitas penawaran adalah model linear (cobb-douglass, log dan double log). Hasil penelitian khususnya untuk komoditi cabai menunjukkan produksi cabai diproyeksikan akan meningkat 1,97 persen per tahun dan konsumsi diproyeksikan akan mengalami peningkatan 0,8 persen. Konsumsi diproyeksikan mengalami peningkatan lebih lambat dari pada produksi maka defisit diproyeksikan akan terus menurun 5,41 persen per tahun. Hal ini diproyeksikan akan terus berlangsung hingga beberapa tahun ke depan. Sehingga, menurut hasil penelitian ini pada tahun 2027 Indonesia akan mencapai swasembada cabai. Kustiari et al. (2009) tidak jauh berbeda dengan penelitian Syafa’at sebelumnya yang mengkaji tentang permintaan dan penawaran terhadap komoditas pertanian utama. Komoditas pertanian utama yang menjadi objek kajian juga sama yaitu tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan perkebunan. Salah satu komoditas hortikultura yang dikaji yaitu komoditi cabai. Untuk mendukung terciptanya ketahanan pangan, sehingga penting untuk dianalsis keseimbangan antara permintaan dan penawaran menjadi latar belakang dilakukannya kajian ini. Kajian ini dilakukan dengan menggunakan model parsial LA/AIDS (Linear Approximation Almost Ideal Demand System) dan model Koreksi Kesalahan (Error Correction Mechanism=ECM).
16
Hasil kajian dari penelitian ini, khususnya pada subsesktor hortikultura menunjukkan pada periode 1969-2008 beberapa jenis sayuran termasuk cabai laju produksinya akan mengalami penurunan. Laju produksi cabai menurun hingga 0,48 persen. Dilain pihak jumlah permintaan atau jumlah konsumsi akan mengalami peningkatan. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah konsumsi perkapita dan jumlah penduduk yang mengalami peningkatan. Diprediksikan, jumlah konsumsi cabai merah cenderung mengalami peningkatan hingga 0,65 juta ton pada tahun 2002 menjadi 1,18 ton pada tahun 2006. Lebih lanjut hasil kajian ini memproyeksikan pada tahun 2009-2014 luas panen tanaman hortikultura termasuk cabai merah akan meningkat 0,7 hingga 0,83 persen per tahun. Tetapi peningkatan luas panen cabai ini tidak akan mempengaruhi hasil produksinya. Sedangkan di sisi permintaan, sama dengan penelitian sebelumnya bahwa konsumsi atau permintaan cabai diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan. Sumber utama penyebab peningkatan permintaan cabai merah yaitu jumlah konsumsi perkapita dan jumlah penduduk yang terus mengalami peningkatan. 2.3. Permintaan dan Penawaran Komoditi Lain Kajian tentang permintaan dan penawaran juga telah banyak dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Tetapi pada penelitian sebelumnya yang menjadi objek kajian berbeda dengan penelitian ini, beberapa diantaranya mengkaji tentang sayuran organik, sayuran hijau, bawang merah, minyak goreng kelapa, dan komoditi-komoditi lainnya. Hasibuan
(2008)
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
permintaan konsumen akan sayuran organik. Penelitian ini dilakukan di kota Medan dengan jumlah sampel sebanyak 37 orang. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh pada permintaan sayuran organik dianalisis dengan menggunakan metode analisis regresi berganda. Selain itu digunakan juga metode analisis rank spearman dan metode analisis SWOT untuk mengetahui tingkat hubungan beberapa variabel dengan pembelian sayuran organik dan startegi pengembangan usaha sayuran organik. Sayuran organik yang diteliti dalam kasus ini terdiri dari sawi, patchoi, khailan, kangkung, bayam hijau, dan bayam merah.
17
Hasil penelitian sayuran organik ini menunjukkan bahwa permintaan konsumen untuk setiap jenis sayuran organik dipengaruhi oleh variabel yang berbeda-beda. Permintaan sawi organik dipengaruhi oleh harga sawi organik itu sendiri, harga sawi non organik, pendapatan keluarga dan selera konsumen. Permintaan patchoi organik dipengaruhi oleh harga patchoi itu sendiri, pendapatan keluarga, dan hari raya/libur. Permintaan akan khailan organik hanya dipengaruhi oleh pendapatan keluarga. Permintaan terhadap kangkung organik hanya dipengaruhi oleh selera konsumen. Permintaan terhadap bayam hijau dan bayam merah sama-sama dipengaruhi oleh pendapatan keluarga dan selera konsumen. Perbedaannya adalah bayam hijau organik juga dipengaruhi oleh hari raya/libur. Dilihat tingkat signifikansi variabel yang mempengaruhi permintaan konsumen akan sayuran organik, hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan pendapatan keluarga memberikan pengaruh yang signifikan dalam keputusan pembelian sayuran organik. Akhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa perluasan pasar merupakan salah satu strategi yang harus dilakukan untuk pengembangan usaha sayuran organik. Savitri (2010) kurang lebih menganalisis hal yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu tentang permintaan sayuran, yang membedakan adalah penelitian yang satu ini tidak mengalisis sayuran organik melainkan sayuran hujau yang terdiri dari bayam, kangkung, kacang panjang, dan daun ketela pohon. Kajian ini dilakukan di pulau Jawa mengingat di pulau Jawa terdapat lebih dari 60 persen dari rumah tangga yang ada di Indonesia. Penelitian ini menentukan model permintaan permintaan sayuran lengkap yang akan dikaji dengan pendekatan linear Almost Ideal Demand System (AIDS). Selain itu dianalisis pula dampak perubahan harga dan pendapatan terhadap permintaan sayuran. Hasil penelitian menunjukkan proporsi pengeluaran rumah tangga untuk sayuran di wilayah pedesaan lebih besar dibandingkan masyarakat perkotaan. Analisis model permintaan sayuran di pulau Jawa dengan tingkat kepercayaan 99 persen menunjukkan seluruh variabel bebas yaitu harga sayuran itu sendiri, harga komoditas sayuran lain, pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, dan tingkat pendidikan kepala rumah tangga mempengaruhi secara signifikan proporsi
18
pengeluaran masing-masing komoditas sayuran yang diteliti. Hasil penelitian selanjutnya yaitu menyatakan bahwa permintaan sayuran bayam dan kangkung masyarakat perkotaan lebih responsif terhadap harga dibandingkan masyarakat pedesaan. Sebaliknya permintaan kacang panjang dan daun ketela pohon masyarakat pedesaan lebih responsif terhadap harga dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Dari hasil penelitian ini diketahui pula bahwa semakin tinggi pendapatan rumah tangga, proporsi pengeluaran komoditas sayuran semakin rendah. Sebaliknya untuk jumlah anggota keluarga, semakin banyak jumlah anggota keluarga pengeluaran untuk sayuran juga semakin tinggi. Sedangkan untuk tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan pengeluaran untuk komoditas sayuran juga semakin tinggi. Elastisitas harga silang keempat jenis sayuran hijau bernilai positif, hal ini menandakan bahwa komoditas tersebut merupakan komoditas komplemen bagi komoditas lainnya. Elastisitas pengeluaran keempat sayuran bernilai positif yang berarti bahwa keempat jenis sayuran ini bersifat barang normal. Diluar komoditi sayuran, analisis mengenai faktor yang mempengaruhi permintaan suatu produk, Fauzian (2011) menganalisis tentang pengujian produk baru dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pada komoditi fruit talk soft candy. Dalam rangka pengembangan dan mensosialisasikan produk fruit talk soft candy, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penilaian responden terhadap setiap atribut dan faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan produk tersebut. Alat analsis yang digunakan yaitu analisis Importance Performance Analysis (IPA), Customer Satisfaction Index (CSI), dan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan atribut produk fruit talk soft candy yang menjadi prioritas utama yaitu bentuk, desain kemasan, ukuran, harga, dan label halal MUI.
Selanjutnya prioritas pertahankan prestasi adalah rasa manis,
kekenyalan, manfaat produk, perizinan BPOM, atau atribut kemenkes dan kejelasan tanggal kadaluarsa. Prioritas rendah yaitu rasa asam, warna, dan volume produk/ukuran saji. Atribut berlebihan yaitu rasa khas buah, aroma khas buah,
19
tekstur dan bahan kemasan. Berdasarkan hasil Customer Satisfaction Index (CSI) diketahui bahwa kepuasan konsumen terhadap produk yaitu sebesar 65,8 persen. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa harga produk, pendapatan, pekerjaan, usia responden secara bersama-sama berpengaruh cukup kuat terhadap permintaan. Faktor-faktor ini menjelaskan sebesar 7,3 persen dari variasi permintaan produk. Jika penelitian sebelumnya banyak mengkaji tentang permintaan, Idaman (2008) melakukan penelitian yang mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pernawaran dan permintaan benih ikan nila di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dilatarbelakangi oleh peningkatan jumlah konsumsi masyarakat terhadap ikan nila di kabupaten tersebut sehingga dilaksanakannya penelitian ini. Tujuannya yaitu untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktorfaktor yang signifikan mempengaruhi penawaran dan permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm, menganalisis elastisitas penawaran dan permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm, serta menganalisis implikasi kebijakan yang dapat diambil dari hasil analisis tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data time series dan dianalisis menggunakan metode regresi linier berganda dengan metode kuadrat terkecil/method ordinary least square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap penawaran benih ikan nila ukuran 3-5 cm penawaran benih ikan nila ukuran 3-5 cm satu bulan sebelumnya, kuantitas penawaran benih ikan nila ukuran < 3 cm, dan dummy musim kemarau panjang selama tahun 2006. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm adalah kuantitas permintaan benih ikan nila ukuran < 3 cm, kuantitas penawaran ikan nila konsumsi, harga benih ikan nila ukuran 3-5 cm, dan dummy musim kemarau panjang sepanjang tahun 2006. Elastisitas penawaran benih ikan nila ukuran 3-5 cm terhadap harga adalah sebesar 0,001385 (inelastis). Elastisitas silang permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm terhadap harga benih ikan nila sebesar 0,074 (inelastis, sifat join product), elastisitas silang terhadap harga benih ikan nila ukuran 5-8 cm sebesar -0,019 (inelastis, sifat competitive product), terhadap harga benih ikan nila ukuran 3-5 cm
20
sebesar -0,009 (inelastis), terhadap harga ikan nila konsumsi sebesar -0,132 (inelastis), terhadap harga benih ikan lele ukuran 3-5 cm sebesar 0,188 (inelastis, sifat join product). Implikasi kebijakan yang dapat diturunkan dari hasil analisis ini adalah peningkatan produksi benih ikan nila ukuran < 3 cm dan 3-5 cm yang diharapkan dapat meningkatkan penawaran benih ikan ikan nila ukuran 3-5 cm. Peningkatan produksi benih ikan lele ukuran 3-5 cm untuk perlu dilakukan untuk menekan harga benih ini supaya semakin turun, sehingga proporsi kuantitas permintaan benih ikan nila ukuran 3-5 cm yang dibeli bersamaan dengan benih ikan lele ukuran 3-5 cm akan semakin besar. 2.4. Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian sebelumnya telah banyak membahas mengenai komoditi cabai, tetapi pembahasannya berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dilakukan pada beberapa komoditi selain cabai. Jadi perbedaan utama yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu komoditi yang dianalisis dan kajian yang dianalisis. Meskipun berbeda kajian yang diteliti, ada persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu tempat penelitian. Sama dengan beberapa penelitian tentang komoditi cabai lainnya, penelitian ini akan dilakukan di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) sebagai lokasi penelitian utama khususnya untuk analisis penawaran. Sedikit perbedaan, dalam penelitian ini tidak hanya mempelajari kasus di PIKJ, tetapi juga melibatkan beberapa pasar lainnya seperti pasar tradisional dan pasar modern yang berlokasi di DKI Jakarta untuk menganalsis permintaan rumah tangga terhadap cabai merah. Analisis permintaan dan penawaran dengan komoditi yang berbeda, penelitian terdahulu menggunakan variabel-variabel seperti stok komoditi yang ada di pasar, harga komoditi, stok komoditi periode sebelumnya, harga komoditi periode sebelumnya, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan juga variabel dummy. Dalam penelitian ini sebagai variabel yang akan digunakan untuk analisis permintaan yaitu terdiri dari harga komoditi itu sendiri yaitu cabai merah,
21
harga komoditi lain yang terkait sebagai komoditi substitusi, pendapatan rumah tangga, jumlah anggota keluarga, dan dummy. Variabel dummy dalam hal ini merupakan momen-momen yang terkait dengan musim dan hari-hari tertentu seperti bulan puasa dan hari besar keagamaan dan suku/daerah asal responden. Variabel yang digunakan dalam analisis penawaran yaitu harga komoditi itu sendiri, harga komoditi substitusi, dan dummy dalam analisis penawaran sama halnya dengan permintaan yaitu merupakan momen-momen yang terkait dengan musim dan hari-hari tertentu seperti bulan puasa dan hari besar keagamaan. Perbedaan lainnya antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu pada metode analisis yang digunakan. Pada penelitian-penelitian terdahulu ada yang menggunakan pendekatan linear Almost Ideal Demand System (AIDS), persamaan simultan, regresi linear berganda, dan metode kuadrat terkecil/ Ordinary Least Square (OLS). Penelitian tentang cabai merah kali ini yang akan metode analisis regresi berganda sebagai metode yang paling sesuai dengan kajian penelitian untuk mengestimasi model permintaan dan penawaran dengan jumlah variabel lebih dari satu. Selain analisis regresi berganda dalam penelitian ini juga menggunakan analisis deskriptif untuk mempelajari perilaku rumah tangga dalam konsumsi cabai merah. Selebihnya, tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya penelitian ini menggunakan responden sebagai sumber informasi dan data primer.
22