TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Umum Karang Lunak (Soft Coral) Ekosistem terumbu karang pada umumnya biota yang dominan ialah karang batu. Dalam susunan ekosistem terumbu karang karang Alcyonacea atau yang dikenal dengan karang lunak merupakan invertebrata terbanyak kedua sesudah karang batu. Istilah Alcyonaria dipakai sebagai nama umum karang lunak yang merupakan nama penggolongan sub-kelas karang lunak (sub-kelas Alcyonaria atau Octocorallia). Menurut Verseveldt 1983, mengumpulkan dan mengidentifikasi berbagai berbagai jenis karang lunak dari beberapa perairan di antaranya 46 jenis dari marga Lobophytum Von Marenzeller. Alcyonacea telah dikenal sejak zaman Cretaceous kira-kira 65 juta tahun yang lalu (Bayer, 1956). Hal ini terbukti dengan adanya fosil-fosil spikula di dalam endapan di laut, terutama di daerah pasang surut atau di daerah terumbu karang. Anggota Octocorallia ditemukan di perairan laut, dari perairan di katulistiwa sampai ke perairan kutub, pada semua kedalaman dari daerah pasang surut (intertidal) sampai ke perairan terdalam (abyssal), khususnya kelimpahan tertinggi ditemukan di perairan dangkal dan hangat di daerah tropis. (Manuputty, 2002). Menilik hasil penelitian-penelitian mengenai kandungan bahan-bahan bioaktif, maka jenis spesies karang lunak tersebut termasuk dalam sumber bahan aktif (Soedharma, 2005). Karang lunak yang telah banyak diteliti adalah kandungan kimianya. Tursch et al. (1978) telah mengisolasi senyawa terpen dari beberapa jenis karang lunak. Senyawa terpen ini telah menarik perhatian para ahli kimia terutama yang meneliti senyawa-senyawa alamiah karena dapat digunakan dalam bidang farmasi sebagai antibiotika, anti jamur dan senyawa anti tumor. Sedangkan kegunaannya bagi karang lunak itu sendiri ialah sebagai penangkal terhadap serangan predator, dalam hal memperebutkan ruang lingkup, dan dalam proses reproduksi (Coll & Sammarco, 1986), kemudian menemukan bahwa senyawa terpen karang lunak dihasilkan oleh zooxanthella yaitu alga uniseluler yang bersimbiosis dengan karang lunak.
Morfologi dan Anatomi Anggota Octocorallia memiliki tubuh berupa polip dengan delapan tentakel atau lengan yang berduri (pinnula), fungsinya untuk membantu mengalirkan air dan zat-zat makanan ke dalam mulut.
Dilanjutkan dengan
delapan mesentri yaitu jaringan lunak berupa septa yang menggantung dan membagi rongga dalam tubuhnya menjadi delapan bagian. Perbedaan yang lain adalah secara anatomis, yaitu pada kandungan spikula/sklerit yang merupakan penyokong dan pembentuk tekstur tubuh (Manuputty, 1996; Fossa dan Nilsen, 1998).
Gambar 2. Penampang melintang polip karang lunak Anggota Octocorallia (Bayer, 1956).
5
Menurut Bayer (1956), polip dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu antokodia, kaliks dan antostela (Gambar 2). Antokodia merupakan bagian yang terdapat di permukaan koloni dan bersifat retraktil, yaitu dapat ditarik masuk ke dalam jaringan tubuh. Apabila antokodia ditarik ke dalam, maka yang nampak dari atas adalah pori-pori kecil seperti bintang. Bangunan luar dari pori-pori inilah yang disebut kaliks. Pada antokodia ditemukan tentakel yang berjumlah delapan dengan deretan duri-duri di sepanjang sisinya. Duri-duri ini disebut pinnula, fungsinya untuk membantu mengalirkan air dan zat-zat makanan ke dalam mulut. Selain tentakel, ditemukan mulut (sifonoglifa) yang melanjutkan diri membentuk septa. Antokodia juga mengandung spikula yang letaknya berderet sampai ke ujung masing-masing tentakel. Pada pangkal tentakel terdapat mulut yang berbentuk kepingan yang disebut stomodeum. Lanjutan mulut berupa saluran pendek disebut farinks atau esofagus. Bagian dalam farinks disusun oleh sel-sel epitel kelenjar dan sel-sel epitel kolumnar yang berflagela. Fungsi flagela untuk membantu mengalirkan air ke dalam rongga perut pada proses respirasi. Sel-sel epitel tadi tersusun sedemikian rupa sehingga bagian dalam farinks berbentuk alur-alur yang disebut sifonoglifa. Bagian polip dimana sifinoglifa terletak disebut bagian ventral, sebaliknya yang berseberangan dengannya disebut bagian dorsal. Pada kaliks terdapat rongga gastrovaskuler atau rongga perut, terusan dari farinks (yang terbagi menjadi delapan dan disebut septa), benang-benang septa dan organ reproduksi atau gonad. Fungsi lain dari polip ini adalah berperan dalam proses reproduktif, yaitu menghasilkan gamet. Polip-polip ini juga sebagian bergerak untuk berekspansi dan berkonstraksi, sebuah proses yang dapat dilihat pada beberapa koloni (Ruppert dan Barnes, 1994; Fossa dan Nilsen, 1998). Octocorallia umumnya memiliki warna yang indah. Warna-warna ini dihasilkan oleh sejumlah Zooxanthellae yang hidup di dalam jaringan tubuh karang, yang menghasilkan pigmen coklat, kuning, hijau dan sebagainya (Manuputty, 1996). Zooxanthellae ini mulai masuk ke jaringan polip karang lunak pada saat masih berbentuk telur atau larva yang baru lahir (Fitt, 1984 dalam Sorokin, 1993). Larva terinfeksi oleh zoospora Zooxanthellae yang berenang bebas yang terdapat di air. Infeksi juga terjadi pada saat larva yang baru menempel pada substrat. Polip menarik
6
Zooxanthellae yang berenang ke dalam rongga mesentri lewat mulut, kemudian menginfeksinya (Kinzei, 1973 in Sorokin, 1993). Karang lunak ordo Alcyonacea yang mengandung Zooxanthellae adalah genus Alcyonium, Lithophyton, Lobophytum, Sarcophyton, Sinularia, Capnella, Cladiella, Lemnalia, Paralemnalia. Pada jenis Cespitularia, Sarcophyton, Lobophytum dan Sinularia, Zooxanthellae ditemukan pada jaringan tubuh dan tentakelnya, tetapi pada jenis Cladiella, Zooxanthellae hanya ditemukan pada tentakelnya, sedangkan pada jenis Dendronephtya, Stereopnephthya dan Umbellulufera, Zooxanthellae tidak ditemukan (Sorokin, 1993).
Bentuk Pertumbuhan dan Sistematika Karang Lunak Menurut Bayer (1983), bahwa bentuk pertumbuhan (percabangan) karang lunak memiliki beberapa motif. Bentuk pertumbuhan (percabangan) karang lunak diuraikan sebagai berikut : Lobata
: bertangkai pendek atau panjang, kapitulum terdiri atas lobus yang berbentuk jari pendek atau tonjolantonjolan bulat yang tidak beraturan bentuk maupun ukurannya.
Encrusting
: kapitulum tanpa tangkai, pertumbuhan koloni merambat dan melekat erat di dasar, pada permukaan atas kapitulum terdiri dari kumpulan lobus berbentuk bulatan atau seperti pematang yang tegak lurus.
Arboresen
: bentuk pertumbuhan seperti pohon dengan batang utama dan cabang-cabang.
Glomerata
: bentuk pertumbuhan arboresen dengan cabang primer bergerombol pendek dan rapat, melekat pada batang utama divarikata : bentuk pertumbuhan arboresen, dari cabang primer bercabang menjadi cabang sekunder namun tidak rapat.
Umbellata
: bentuk pertumbuhan seperti arboresen tetapi cabang primer dan sekunder tersusun menyerupai payung.
7
Karang lunak dari Sub-ordo Alcyoniina, adalah hewan yang mempunyai bentuk yang sangat bervariasi dan mempunyai jumlah spesies yang besar. SubOrdo Alcyoniina terdiri dari enam famili, yaitu: Paralcyoniidae (Fasciculariidae, Viguierotidae), Alcyoniidae, Asterospiculariidae, Nephtheidae, Nidaliidae dan Xeniidae. Dari keenam famili ini, Famili Alcyoniidae dan Nephtheidae mempunyai genus yang relatif banyak (Tabel 1) (Fossa dan Nilsen, 1998). Tabel 1. Famili dan Genus Karang Lunak Sub-Ordo Alcyoniina. No. Famili Genus Paralcyoniidae 1. Maasella (=Fascicularia,=Viguieriotes), (=Fasciculariidae, Carotalcyon, Paralcyonium, Studeriotes =Viguieriotidae) Alcyoniidae 2. Alcyonion, Acrophytum, Anthomastus, Bellonella, Cladiella (=Lobularia,=Microspicularia,=Spaerella), Lobophytum, Metalcyonum, Minabea, Malacacanthus, Parerythropodium, Sarcophyton, Sinularia, Dampia, Eleutherobia, Inflatocalyx, Asterospiculariidae Ceratocaulon 3. Nephtheidae 4. Asterospiculata Nephthea, Capnella (=Eunephtya), Daniela, Drifa, Duva, Gersemia, Lemnalia, Litophyton (=Ammothea), Dendronephtthya (=Morchellana, = Roxasia,= Spongodes), Neospongedes, Paralemnalia, Pseudodrifa, Scleronephthya, Nidaliidae 5. Stereonephthya, Umbelluifera Nidalia (=Cactogorgia), Agaricoides, Siphonogorgia, Chironephtya, Nidaliopsis, Xenia 6. Nephthyigorgia, Pieterfaurea Xenia, Anthelia, Cespitularia, Efflatounaria, Fungulus, Heteroxenia, Sympodium Sumber: Fossa dan Nilsen (1998) Karang Lunak yang Ditransplantasi Marga Lobophytum menurut (Verseveldt. 1982; Manuputty. 2002) Koloni besar dan merambat dengan kapitulum yang lebar, permukaan atas dapat berupa lobata yakni berbentuk jari (digitata) atau juga mempunyai pematang-pematang, letaknya tegak lurus dengan permukaan kapitulum. Warna koloni kuning atau kehijauan yang merupakan perbedaan yang kontras dengan jenis Alcyonacea lainnya, dan ada beberapa yang berwarna krem. Diketemukan pada perairan dari rataan terumbu sampai kedalaman 7 meter (Gambar 3).
8
Filum : Coelentrata/Cnidaria Kelas : Anthozoa Sub-kelas : Octocorallia Bangsa: Alcyonacea Sub-Bangsa: Alcyoniia Suku : Alcyoniidae Marga : Lobophytum Jenis : Lobophytum strictum (Bayer, 1956; Verseveldt, 1983; Manuputty 2002) Jenis ini umumnya ditemukan dimana-mana terutama pada perairan yang jernih. Koloni bertangkai pendek, sepintas nampak seperti mengerak (encrusting). Lobus pada bagian tepi bergelombang, dan pada bagian tengah digitiformis (berbentuk seperti jari) (Tixier Durivault, 1957 dalam Manuputty 2002).
Gambar 3. Karang lunak suku Alcyonacea: (a) Sarcophyton (b) Lobophytum (c) Sinularia (d) Cladiella (e) Alcyonium Marga Sinularia menurut (Verseveldt. 1980; Manuputty. 2002) Jenis karang lunak ini memiliki koloni bertangkai atau dapat merambat (encrusting). Memiliki kapitulum lebar, lobata yang merambat, yang bertangkai digitata. Polip monomorfik yaitu tidak memiliki sifonoid. Beberapa jenis hanya dketemukan pada kedalaman tertentu saja yakni 15-20 meter. Tangkai yang
9
berwarna senada dengan kapitulum, kecuali Sinularia flexibilis tangkainya berwarna putih, kapitulum lentur berwarna krem. Warna koloni biasanya coklat, krem ataupun abu-abu. Anggota Sinularia sangat banyak sehingga untuk membedakannya antara jenis yang satu dengan lainnya tidak cukup hanya dengan ciri-ciri morfologinya. Untuk itu harus dibedakan dari bentuk sklerit atau spkulanya (Gambar 3).
Filum : Coelentrata/Cnidaria Kelas : Anthozoa Sub-kelas : Octocorallia Bangsa: Alcyonacea Sub-Bangsa: Alcyoniia Suku : Alcyoniidae Marga : Sinularia Jenis : Sinularia dura (Bayer, 1956) Ciri khas koloni berbentuk seperti bunga, memiliki spikula yang nampak jelas dan berukuran besar terutama spikula pada bagian basal (pada yang lobata). Pada bagian lobus/ atas (top), spikula berbentuk club berukuran 0,15 – 0,20 mm, atau 0,12 – 0,22 mm, bagian kepala melebar, 0,06 – 0,10 mm, kadang-kadang sampai 0,15 mm (Pratt, 1903; Manuputty, 1996a). Ditemukan pada kedalaman di bawah 6 meter atau pada daerah yang gelap di bawah boulder karang, pada perairan yang agak keruh. Sebaran lokal : Pulau Lancang, Pulau Pari, Pulau Merak (Manuputty, 2002). Perbedaan Karang Lunak dengan Karang Batu Secara umum terlihat jelas adanya perbedaan antara karang lunak dan karang batu, terutama pada jumlah tentakel, kekenyalan tubuh dan kerangka yang menyusunnya. Tetapi dalam hal fisiologisnya terutama mekanisme pengaturan organ-organ dalam untuk mengambil makanan dari dalam air, dan mengeluarkan zat-zat yang tidak terpakai ke luar tubuh, juga pada proses respirasi pada prinsipnya sama dengan karang batu. Perbedaan antara karang lunak dan karang batu dapat dilihat dari bentuk dan susunan tubuhnya (Gambar 4) dalam (Manuputty, 2002).
10
3 2
2
3
1 1 6 7
5
7 4 5 6
4
8
Keterangan: Karang Lunak 1. polip 5. farinks 2. mulut 6. mesenteri 3. tentakel 7. benang 4. spikula mesenterial
8
Karang Batu 1. polip 5. septa 2. mulut 6. rongga perut 3. tentakel 7. mesenteri 4. kerangka kapur 8. jaringan penyokong
Gambar 4. Perbedaan morfologi karang lunak dan karang batu (Ryan, 1985 dalam Manuputty, 2002) Walaupun karang lunak dan karang batu mirip, tetapi karang lunak mempunyai tubuh lebih lunak karena tidak mempunyai kerangka kapur yang keras. Sebagai gantinya, karang lunak ditunjang oleh tangkai berupa jaringan berdaging yang diperkuat suatu matriks dari partikel-partikel kapur mikroskopis yang disebut sklerit. Dalam terminologi istilah spikula dipakai untuk nama umum bagi kerangka kapur yang menyokong tubuh karang lunak, baik itu berbentuk pipih, seperti sisik atau seperti kumparan. Istilah sklerit dipakai pada spikula yang bentuknya seperti kumparan atau jarum tebal yang berukuran besar, dengan kedua ujung yang runcing atau agak runcing. Sklerit berasal dari kata skleros yang berarti keras. Umumnya dijumpai pada bagian basal atau tangkai terutama di jaringan koenensim sebelah dalam (internal) (Manuputty, 2002).
11
Reproduksi Karang Lunak Reproduksi Aseksual Pada habitat alami, reproduksi aseksual merupakan mekanisme penting dalam meningkatkan jumlah individu dalam suatu koloni. Reproduksi ini dilakukan dengan cara pertumbuhan koloni, fragmentasi, tunas, pembelahan melintang, dan pencabikan pedal (Sprung dan Delbeek, 1997 in Sandy, 2000). 1. Fragmentasi, penempelan fragmen buatan akan berhasil dengan baik bila kondisi lingkungan pun optimal dan substrat dasarnya pun baik. Karang lunak yang paling mudah diperbanyak adalah genus dari Sarcophyton, Sinularia, Xenia, dan Anthelia. Fragmentasi dapat juga terjadi karena adanya predator dan gangguan alam seperti badai. Serangan dari cacing, siput, dan ikan pada Sarcophyton dapat merusak koloni. Namun, penggunaan fragmentasi mampu menghasilkan sejumlah keturunan dari sisa jaringan. 2. Pembentukan tunas, biasa terjadi pada karang lunak masif seperti Sarcophyton di bagian dekat dasar tangkai atau pada bagian pinggir kapitulum. Jika pertunasan terjadi pada koloni yang masih kecil, maka anak dan induk akan tumbuh bersama-sama untuk membentuk koloni bertangkai banyak. Bila koloni induk yang bertunas sudah berukuran besar maka tunas yang tumbuh akan tetap kerdil karena terhalang oleh koloni induk. 3. Pembelahan melintang, terjadi pada Xenia spp, dimana pembelahan diawali dengan terpisahnya tangkai mulai dari dasar terus memanjang ke arah vertikal diantara dua cabang terbesar, hingga akhirnya dapat menghasilkan dua koloni berukuran sama. Proses ini memakan waktu beberapa bulan untuk sampai benar-benar terpisah. Namun untuk Xenia spp hanya membutuhkan waktu satu minggu saja. 4. Pencabikan pedal (pedal laceration), koloni benar-benar bergerak melintasi substrat mengikuti jaringan bagian basalnya. Selanjutnya, jaringan ini dapat terus menempel atau menjadi terlepas dan menjadi individu baru.
12
Reproduksi seksual Banyak spesies yang telah didata adalah gonokorik, dan salah satunya hermaphrodite yang langka. Proses pemijahan pada seluruh famili Alcyoniidae, mempunyai siklus tahunan spermatogenesis sedangkan proses oogenesis mereka disempurnakan lebih lama bahkan melebihi dari siklus oogenesis tersebut (Yamazato et al. 1981; Alino dan Coll 1989; Benayahu et al. 1990). Seksualitas karang lunak (alcyonacea) dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu hermaprodit dan gonokhorik (Hwang dan Song, 2007; Simpson, 2008). 1. Hermaprodit, yaitu koloni atau polip karang lunak yang mampu menghasilkan gamet jantan dan betina selama hidupnya. Tipe hermaprodit ditemukan pada Alcyonium dan Xenia. 2. Gonokhorik, merupakan tipe paling umum pada karang lunak. Polip atau koloni karang lunak gonokhorik hanya menghasilkan gamet jantan atau betina saja selama hidupnya. Tipe hermaprodit dapat ditemukan pada Anthelia, Sinularia, Sarcophyton, Lobophytum, Cladiella, Dendronephthya, dan sebagainya Gametogenesis Siklus gametogenesis pada masa pengeraman selama satu tahun, dimana pengeraman secara internal siklus gametogenesis mempunyai variasi waktu setiap tahun (Benayahu 1991). Larva karang lunak pada daerah tubir ditemukan ukuran yang kecil, semusim dan ada kesamaan dengan tahap pemijahan (Alino and Coll 1989; Benayahu et al. 1990), sesuai dengan identifikasi yang ada, ciri khas pemijahan tahunan dari karang batu (Harrison dan Wallace 1990; Richmond dan Hunter 1990). Pada daerah Great Barrier Reef di Australia karang lunak memijah secara massal (Babcock et al. 1986; Alino and Coll 1989). Gametogenesis pada umumnya terjadi pada polip autozooid yang memiliki alat kelamin atau gonad. Simpson (2008) menjelaskan bahwa secara umum, baik pada polip betina atau jantan, gamet berkembang di sepanjang non asulkal mesenteri dan seringkali ditemukan pada bagian dasar polip karang lunak (Gambar3).
13
Keterangan : (rg) Rongga gastrovaskular, (ms) Mesenteri, (m) Mesoglea, (o) Gamet betina (oosit), (s) Gamet jantan.
Gambar 5. Hasil potongan histologis polip karang lunak Heteroxenia fuscescens (Achituv dan Benayahu, 1990). Gamet berasal dari gastrodermis dan akan melekat pada mesenteri dengan bantuan tangkai pedikel pada awal masa perkembangannya. Selama proses perkembangan, gamet seringkali dibungkus oleh lapisan folikel yang berasal dari sel-sel yang terspesialisasi pada gastrodermis. Dengan ukuran yang semakin meningkat, gamet akan terlepas menuju rongga gastrovaskular atau tetap bertahan pada mesenteri hingga proses pematangan gamet selesai. Namun, karang lunak pada laut merah (Red Sea) memperlihatkan reproduktif yang terpisah secara temporal (Benayahu et al. 1990), sama halnya dengan scleractinian corals didaerah yang sama (Shlesinger and Loya 1985). Pengeraman spesies pada kedua kelompok tersebut, cenderung kearah planulate seluruhnya dalam waktu panjang, atau sepanjang tahun (Harrison and Wallace 1990; Benayahu 1991). Reproduksi seksual pada azooxanthellate octocoral Dendronephthya hemprichi telah diteliti oleh Klunzinger 1877 di Eliat (Red Sea) sejak awal maret 1989 selama 2 tahun. Diketahui bahwa D. hemprichi termasuk spesies yang gonokorik. Stadia perkembangan gonad telah diamati seluruhnya setiap tahun. Ukuran oocyte yang kecil dan kumpulan sperma, sekitar 51 sampai 100 lm panjang diameter, sangat melimpah, disertai dengan banyaknya ditemukan gonad purba yang berukuran
14
lebih kecil. Bentuk tersebut merupakan hasil dari proses gametogenesis dan terus berlanjut sampai oocyte dan sperma matang dan siap untuk dikeluarkan. Spermatogenesis Hwang dan Song (2007) membedakan perkembangan spermatogenesis menjadi 4 tahap. Tahap I biasanya ditandai dengan berkumpulnya spermatogonia di mesoglea pada mesenteri. Pada tahap II (spermatosit) sudah memiliki batas dan bentuk yang jelas dan melekat pada mesenteri dengan bantuan pedikel. Tahap III, ukuran kista sperma menjadi semakin besar. Spermatosit berkembang menjadi spermatid yang jumlahnya sangat banyak dan tersusun di bagian tepi dari kista. Pada tahap IV, spermatosit telah matang dengan berkembang menjadi spermatozoa yang telah memiliki ekor. Pemijahan dan fertilisasi Ada tiga macam bentuk reproduksi seksual pada karang lunak (Cnidaria: Alcyonacea) untuk menghasilkan gamet, baik melalui pengeraman secara eksternal maupun internal (Benayahu et al. 1990). Karang lunak alcyonacea memiliki tiga cara reproduksi untuk menjamin kesuksesan reproduksinya yaitu pemijahan gamet ke kolom perairan (broadcast spawning), internal brooding, dan external brooding (Hwang dan Song, 2008). 1. Pemijahan gamet ke kolom perairan, merupakan cara reproduksi yang paling umum terjadi pada karang lunak alcyonacea. Cara ini akan disertai dengan proses fertilisasi dan perkembangan embryo di kolom perairan. Proses pemijahan pada karang lunak biasanya mengikuti pemijahan massal secara serempak dengan organisme lain di ekosistem terumbu karang sebagai suatu bentuk strategi untuk mengurangi tekanan predasi pada gamet yang baru saja dikeluarkan (Simpson, 2008). 2. Internal brooding biasa terjadi pada genus Xenia, Heteroxenia, dan Anthelia. Telur biasanya tetap berada di dalam polip hingga akhirnya terjadi proses pembuahan dan larva akan dikeluarkan ke kolom perairan. 3. External brooding, terjadi pada genus Alcyonium dan Capnella. Telur akan dikeluarkan di permukaan koloni karang lunak dan menunggu hingga terjadi proses fertilisasi. Cara ini merupakan strategi terhadap rendahnya kesuburan
15
gamet sebagai upaya untuk meningkatkan kelangsungan hidup larva dari bahaya predasi. Distribusi Karang Lunak Karang lunak dari Alcyonacea umumnya menyebar di kawasan IndoPasifik. Menurut perkiraan, lebih dari 100 spesies karang lunak yang didapatkan di Indo-Pasifik. Spesies-spesies ini banyak hidup pada daerah reef flat dan reef slope, dan juga di komunitas perairan dalam (Turch dan Turch, 1982). Anggota Octocorallia terdapat pada seluruh lautan, dari daerah equator sampai pada kutub, pada seluruh kedalaman, intertidal sampai abisal, dan lebih melimpah pada perairan hangat dan dangkal di daerah tropis. Karang lunak (Ordo Alcyonacea) dan gorgonia (Ordo Gorgonacea) menyusun sebagian besar fauna terumbu dan dalam beberapa areal, khususnya karang lunak, mendominasi pemandangan bawah laut. Faktor lingkungan yang sangat penting mempengaruhi penyebaran dan kelimpahan karang lunak adalah interaksi faktor biologi dan fisik. Hewan ini sering menyebar pada kedalaman di bawah surut terendah menghindari proses pengeringan (Bayer, 1956). Pada perairan dangkal, aksi gelombang juga merupakan faktor pembatas untuk karang lunak berkolonisasi, sedangkan pada perairan dalam, ketersediaan cahaya merupakan faktor pembatas karang lunak untuk berkolonisasi (Tursch dan Tursch, 1982). Penyebaran dan zonasi berdasarkan kedalaman pada jenis-jenis yang berbeda ditentukan oleh faktorfaktor biotik dan abiotik. Selain itu, interaksi kompetitif dengan organisme karang lainnya jelas memegang peranan penting dalam menentukan penyebaran karang lunak (Benayahu, 1985). Faktor lain yang mempengaruhi penyebaran karang lunak pada perairan dangkal adalah tipe substrat. Variasi bentuk karang lunak, seperti koloni kecil encrusting pada Cladiella dan Pachyclavuaria, koloni digitate lobe pada Cespitularia atau koloni besar capitate pada Sarcophyton, semua memerlukan tempat dan substrat yang stabil untuk pelekatannya. Karang lunak tersebut selalu melimpah pada pada karang mati dan batuan dasar. Pada kecerahan perairan 13 meter dan dasar perairan berpasir, Sinularia dan Sarcophyton dapat ditemukan pada kedalaman yang lebih besar. Substrat kelihatannya faktor yang sangat
16
penting menentukan penyebaran karang lunak ini. Koloni Dendronepthtya dan Umbellulifera sering ditemukan berasosiasi dengan substrat pasir yang diatasnya mengandung potongan cangkang moluska. Karang lunak ini sering ditemukan pada daerah yang berarus kuat yang mencegah sedimentasi pada permukaan koloni. Senyawa Terpenoid pada Karang Lunak Terpenoid adalah kelompok senyawa organik yang banyak terdapat pada komponen minyak esensial pada banyak tumbuhan dan bunga (Streitwieser et al., 1992). Terpenoid disintesis oleh organisme (biosintesis) dari asam asetat melalui proses biokimia lanjutan isopentenyl pyrophosphate. Struktur terpenoid umumnya disusun oleh sejumlah unit isoprena (unit C5) (Streitwieser et al., 1992). Manuputty (1991) terpenoid merupakan suatu senyawa kimia golongan hidrokarbon isometik. Senyawa ini umumnya ditemukan dalam minyak esensial atau minyak atsiri dari tumbuh-tumbuhan yang berdaun harum seperti eukaliptus atau dalam bentuk terpenoidtin dari sebangsa pinus, damar, karet dan sebagainya. Peranan Senyawa Terpenoid pada Karang Lunak Senyawa terpenoid sebagai pelindung terhadap predator Umumnya perairan terumbu karang hidup bermacam-macam predator karang lunak seperti ikan, krustasea, ekhinodermata dan lain-lain. Morfologi karang lunak lentur dan lunak. Hidupnya menetap dan melekat di dasar sehingga tidak dapat menghindari serangan predator. Selain itu tubuhnya kaya unsur-unsur nutrisi yang penting seperti protein, lemak, dan karbohidrat, yang merupakan sumber makanan yang bernilai tinggi bagi predator (Manuputty, 1991). Senyawa terpenoid berbau harum dan juga mempunyai rasa yang enak, tetapi dibalik semua ini terkandung racun yang dapat membinasakan biota lain. Beberapa percobaan telah dilakukan untuk menguji apakah ekstrak karang lunak dapat mempengaruhi makanan ikan. Dari percobaan itu bahwa karang lunak dengan senyawa terpenoidnya berpengaruh terhadap makanan ikan. Jadi dengan perantaraan bau atau aroma yang dikeluarkan oleh karang lunak ke dalam air laut di sekitarnya, dapat menghalang-halangi biota lain yang mencari makanan di tempat tersebut. Bau atau aroma ini merupakan daya tarik tersendiri bagi biota-biota lain.
17
Beberapa karang lunak yang berbau tidak enak tidak berbahaya, sedangkan yang berbau harum dapat mematikan (Manuputty, 1991). Senyawa terpenoid dalam tubuh karang lunak berfungsi sebagai pelengkap kegiatan fisik, mengingat tekstur tubuhnya yang lunak dan lentur (Benayahu dan Loya, 1981), racun untuk melawan predator dan untuk menyelamatkan makanan dari biota lain (Manuputty, 1991), menghambat pertumbuhan zooxanthellae pada karang batu (Fossa dan Nilsen, 1998). Senyawa anti predator terutama didapatkan pada karang lunak yang menahan senyawa terpenoid di dalam tubuhnya, strategi ini dimaksudkan agar predator tidak memangsanya. Senyawa terpenoid untuk merebut ruang hidup Organisme pada terumbu karang terutama yang hidup melekat pada dasar mempunyai mekanisme tersendiri untuk merebut ruang lingkup hidupnya. Karang batu misalnya dapat menggunakan sel penyengat untuk membunuh biota lain yang bertetangga dengannya. Hal ini merupakan salah cara untuk merebut ruang hidup. Karang lunak tidak memiliki sel penyengat tetapi memiliki senyawa terpenoid yang bersifat racun. Beberapa karang lunak dengan bantuan senyawa terpenoid dapat melemahkan bahkan mematikan organisme yang hidup di sekitarnya (Manuputty, 1991). Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang Secara ekologi karang lunak memiliki kemiripan dalam hal batasan lingkungan dengan karang batu. Grime dalam Hoeksma (1990), dalam hal ekologi dan evolusi, tekanan lingkungan digunakan untuk menggambarkan ambang batas eksternal laju pertumbuhan dan reproduksi organisme. Suhu merupakan faktor penting bagi kehidupan karang lunak (Bradbury dan Young, 1981 dalam Sorokin, 1989). Biasanya suhu perairan yang baik bagi ekosistem terumbu karang berkisar diantara 180C - 360C dan pertumbuhan karang maksimum terjadi pada kondisi perairan yang rata-rata tahunannya 260C – 280C (Birkeland, 1997). Di beberapa tempat masih bisa hidup dengan toleransi suhu 360C – 400C (Nykbakken, 1982). Perubahan tinggi dan rendahnya suhu perairan dapat menyebabkan zooxanthellae keluar dari jaringan karang. Kehilangan zooxanthellae dalam waktu yang lama dapat menyebabkan bleaching dan akhirnya mematikan hewan karang tersebut.
18
Menurut Soekarno (1995), suhu yang ekstrim akan mempengaruhi karang batu dalam proses reproduksi, metabolisme dan pembentukan kerangka kapur. Suhu yang menyebabkan terjadi bleaching biasanya diatas 330C (Brown dan Howard, 1985; Gross, 1992). Bleaching terjadi selama suhu menurun tiba-tiba 3-5 0C dari suhu rata-ratanya selama 5-10 hari, selama terjadi upwelling (Glynn dan D’Croz, 1990 dalam Glynn, 1996), atau suhu meningkat 3-4 0C untuk jangka pendek (1-2 hari), dan suhu meningkat 1-20C untuk jangka panjang beberapa minggu (Jokiel dan Coles, 1990). Peningkatan suhu menyebabkan mengerutnya protoplasma sehingga karang akan mengerut dan mengakibatkan zooxanthellae keluar dari jaringan karang. Akibat kenaikkan suhu adalah terhambatnya proses enzimatis dan proses kalsifikasi karang (Suharsono dan Kiswara, 1984; Grigg dan Dollar, 1990). Hal ini akan mempercepat kematian pada karang tersebut. Keuntungan dari simbiosis antara karang zooxanthella bagi karang adalah dalam proses kalsifikasi, sebagai proses perkembangan struktur karang (Pearse dan Muscatine, 1971 dan Muscatine et al., 1972 dalam Tomascik et al., 1997). Menurut Dubinsky (1990), efek perubahan pada karang dapat menyebabkan turunnya respon makan, mengurangi rata-rata produksi, banyak mengeluarkan lendir dan proses fotosintesis dan respirasi berkurang. Kenaikkan suhu 100C kegiatan metabolisme yang diukur dengan konsumsi oksigen menjadi dua kali. Beberapa jenis karang dapat bertahan terhadap suhu 140C akan tetapi laju kalsifikasi akan menurun. Demikian pula dengan suhu yang tinggi, metabolisme akan meningkat sampai kecepatan tertentu sehingga pertumbuhan kerangka akan menurun. Salinitas suatu perairan mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang yang hidup disuatu perairan tersebut. Menurut Bradbury dan Young dalam Sorokin (1993), bahwa salintas suatu perairan akan mempengaruhi laju pertumbuhan karang lunak. Salinitas optimum bagi pertumbuhan karang 32-35%. Pada derah yang bersalinitas rendah seperti di muara sungai jarang ditemukan terumbu karang dan pada daerah bercurah hujan tinggi akan menyebabkan terumbu karang mengalami gangguan, begitu pula juga pada perairan yang kadar garamnya sangat tinggi. Terumbu karang yang berada di reef flat mampu beradaptasi daam waktu singkat dengan salinitas rendah saat terjadiny hujan, namun hujan lebat dalam
19
waktu lama dengan perubahan salinitas yang drastis akan merusak komunitas karang di daerah tersebut. (Nykbakken, 1982; Veron, 1986). Beberapa hasil penelitian diketemukan bahwa jenis kelompok azooxanthellate alcyonacean Dendronephthya hemprichi dari famili Nephtheidae merupakan pemakan fitoplankton, hanya terjadi pada habitat yang memiliki arus yang kuat (Fabricius et al. 1995a, b). Di Eliat (Red Sea), spesies tersebut sangat berlimpah dibawah permukaan air secara vertical, meskipun sangat langka dengan kedekatan karang alami (Dahan 1997). Faktor cahaya juga sangat diperlukan untuk proses fotosintesis dari zooxanthella yang produknya kemudian ditransfer ke hewan karang yang menjadi inangya. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan kemudian mengurangi kemampuan karang untuk membentuk kerangka. Titik kompenasi untuk karang nampaknya merupakan kedalaman dimana intensitas cahaya berkurang antara 15-20% dari intensitas permukaan selanjutnya Yonge (1940) dalam Soekarno (1983) menambahkan bahwa kedalaman laut maksimal untuk karang batu membentuk terumbu karang adalah 45 meter. Terumbu karang di perairan dangkal antara 0-50 meter dengan dasar yang keras dan perairan yang jernih. Air yang jernih merupakan faktor pendukung pertumbuhan karang lunak. Semakin banyak partikel terlarut dalam kolom air maka semakin negatif pengaruhnya pada karang, karena terhambatnya proses makan hewan karang. Polip karang harus memproduksi lebih banyak lendir untuk melepaskan partikelpartikel yang mengendap pada tubuh karang (Levinton, 1982). Kejernihan sangat diperlukan untuk menjamin masuknya sinar matahari ke dasar laut, yang sangat penting artinya bagi alga yang bersimbiosis dengan karang. Banyaknya partikel atau endapan di dalam air laut menyebabkan kekeruhan dan menghalangi proses fotosintesis alga dan akhirnya pertumbuhan karang terganggu (Soekarno, 1995). Pergerakkan air juga sangat penting untuk mentransportasi zat hara, larva dan bahan sedimen. Arus penting untuk pencucian limbah dan untuk mempertahankan pola penggerusan dan penimbunan (Tomacik, 1991). Pergerakkan air dapat memberikan oksigen yang cukup, oleh sebab itu pertumbuhan karang lebih baik pada daerah yang mengalami gelombang yang besar daripada daerah yang tenang dan terlindung (Soekarno, 1983)
20
Metode Transplantasi Karang Transplantasi merupakan suatu teknik penanaman dan penumbuhan koloni dengan metode fragmentasi, dimana koloni tersebut diambil dari induk koloni tertentu. Transplantasi karang telah dipelajari dan dikembangkan sebagai suatu teknologi dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang terutama pada daerahdaerah yang bernilai ekonomi tinggi (Harriot and Fisk, 1998). Transplantasi dinyatakan sukses dari sudut pandang biologis dengan tingkat kelangsungan hidup dari berbagai perlakuan berkisar antara 50-100%, ketika ditransplantasikan pada habitatnya dengan habitat dimana mereka dikoleksi (Harriot dan Fisk, 1988). Dimasa yang akan datang transplantasi banyak kegunaan antara lain sebagai lapisan bangunan-bangunan bawah laut sehingga lebih kokoh dan kuat, untuk merehabilitasi spesies karang yang terancam punah. Menurut Clark dan Edwards (1995) untuk mengurangi stress, karang yang akan di transplantasi dilepaskan secara hati-hati dan ditempatkan dalam wadah plastik berlubang serta proses pengangkutan dilakukan di dalam air. Pemanfaatan teknologi transplantasi karang sangat luas. Salah satu contohnya yaitu di Singapura dimana transplantasi karang telah dimanfaatkan untuk menyelamatkan dan memindahkan
spesies-
spesies karang yang habitat asalnya direklamasikan. Di teluk Kanehoe, Hawaii, transplantasi karang telah digunakan untuk menghadirkan kembali dua jenis ekosistem terumbu karang yang telah mati akibat air limbah (Maragos, 1974). Tujuan utama transplantasi karang adalah untuk memperbaiki kualitas terumbu karang seperti meningkatnya tutupan karang hidup, keanekaragaman hayati dan keunikan topografi karang (Clark dan Edwards, 1998). Menurut Soedharma (2005) mengemukakan bahwa manfaat transplantasi karang adalah: 1. Mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak. Hal ini berarti upaya untuk menghidupkan atau menanam kembali karang dengan benihbenih baru baik yang berasal dari tempat sekitarnya atau juga dapat berasal dari tempat lain. 2. Rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak. Aplikasi dari kegiatan rehabilitasi ini adalah bagian-bagian yang nantinya dapat dilaksanakan untuk kegiatan konservasi.
21
3. Menciptakan komunitas baru dengan memasukkan spesies baru ke dalam ekosistem terumbu karang di daerah tertentu. 4. Konservasi plasma nutfah, disebut juga konservasi dari sumber keanekaragaman hayati. Semua hal penting yang menyangkut sumberdaya plasma nutfah sangat terkait atau terikat dengan Biodiversity Convention yang telah disepakati dan sudah diratifikasi.
Indonesia pun ini sudah
meratifikasi Biodiversity Convention.
22