TINJAUAN PUSTAKA
Kacang Tanah. Menurut Prihatman (2000) kacang tanah dapat diklarifikasikan sebagai berikut : 1.
Kingdom
:
Plantae
2.
Divisio
:
Angiospermae
3.
Kelas
:
Magnoliophyta
4.
Ordo
:
Leguminales
5.
Famili
:
Papilonaceae
6.
Genus
:
Arachis
7.
Spesies
:
Arachis hypogea L.
Sistem akar merupakan akar tunggang yang telah berkembang menjadi baik dengan banyak akar-akar lateral, tidak memiliki rambut akar, dan memiliki bintil akar untuk mengikat nitrogen (Natural Nusantara, 2011). Daunnya berbentuk lonjong, berletak berpasangan (majemuk), dan bersirip genap. Tiap tangkai daun terdiri atas empat helai anak daun. Helaian daun bersifat nititropik, yaitu mampu menyerap cahaya matahari sebanyak-banyaknya. Permukaan daunnya memiliki bulu yang berfungsi sebagai penahan atau penyimpan debu (Adisarwanto dan Wudianto, 1998). Batang tanaman kacang tanah berukuran pendek, berbuku-buku dengan tipe pertumbuhan tegak atau mendatar. Buku-buku atau ruas-ruas batang yang terletak di dalam tanah merupakan tempat melekat akar, bunga, dan buah. Ruasruas batang yang berada di permukaan tanah merupakan tempat tumbuh tangkai daun (Adisarwanto dan Wudianto, 1998).
Bunga kacang tanah mulai muncul dari ketiak daun pada bagian bawah tanaman yang berumur antara 4-5 minggu dan berlangsung hingga umur sekitar 80 hari setelah tanam. Bunga berbentuk kupu-kupu (papilionaceus), berukuran kecil, dan terdiri atas lima daun tajuk. Dua diantara daun tajuk tersebut bersatu seperti perahu (Adisarwanto dan Wudianto, 1998). Setelah penyerbukan, ginofor akan tumbuh dari dasar bunga hingga 15 cm. Ginofor ini akan terus tumbuh secara geotropisme. Setelah menembus tanah dan mencapai kedalaman 2 – 7 cm, ginofor akan tumbuh mendatar, membengkak, dan membentuk polong (Purwono dan Purnamawati, 2007). Biji kacang tanah terdapat di dalan polong. Kulit luar (testa) bertekstur keras, berfungsi untuk melindungi biji yang berada di dalamnya. Biji terdiri atas lembaga dan keeping biji, diliputi oleh kulit ari tipis (tegmen). Biji berbentuk bulat agak lonjong atau bulat dengan ujung agak datar karena berhimpitan dengan butir biji yang lain selagi di dalam polong (Adisarwanto dan Wudianto, 1998).
Syarat Tumbuh Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman kacang tanah adalah jenis tanah yang gembur/bertekstur ringan dan subur. Derajat keasaman tanah yang sesuai untuk budidaya kacang tanah adalah pH antara 6,0 – 6,5. Kekurangan air akan menyebabkan tanaman kurus, kerdil, layu dan akhirnya mati. Air yang diperlukan tanaman berasal dari mata air atau sumber air yang ada disekitar lokasi penanaman. Tanah berdrainase dan aerasi baik atau lahan yang tidak terlalu becek dan tidak terlalu kering, baik bagi pertumbuhan kacang tanah. Ketinggian optimum 50-500 m dpl (Natural Nusantara,2011).
Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kacang tanah antara 800 - 1.300 mm/tahun. Hujan yang terlalu keras akan mengakibatkan rontok dan bunga tidak terserbuki oleh lebah. Selain itu, hujan yang terus menerus akan meningkatkan kelembaban di sekitar pertanaman kacang tanah. Kelembaban udara untuk tanaman kacang tanah berkisar 65 – 75 %. Adanya curah hujan yang tinggi akan meningkatkan kelembaban terlalu tinggi disekitar pertanaman. Penyiraman sinar matahari secara penuh amat dibutuhkan bagi tanaman kacang, terutama kesuburan daun perkembangan besarnya kacang (Prihatman,2000). Biologi Penyebab Penyakit Menurut Alexopolus dan Mims (1979) jamur penyebab penyakit busuk pangkal batang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1.
Divisio
:
Basidiomycota
2.
Kelas
:
Basidiomycetes
3.
Ordo
:
Agricales
4.
Famili
:
Typhulaceae
5.
Genus
:
Sclerotium
6.
Spesies
:
Sclerotium rolfsii Sacc.
Jamur S. rolfsii sacc. Disebut sebagai Corticium rolfsii (Sacc) Curzi dan Pellicularia rolfsii West. Jamur ini mempunyai miselium yang terdiri dari benang-benang, berwarna putih tersusun seperti bulu atau kipas. Jamur ini tidak membentuk spora untuk pemencaran dan mempertahankan diri, jamur membentuk sclerotium yang semula berwarna putih kelak menjadi coklat, dengan garis tengah ± 1 mm butiran ini mudah sekali lepas dan terangkut oleh air (Semangun 1993).
S. Rolfsii memiliki butiran-butiran kecil yang teratur, atau membentuk bulat dengan pangkal yang agak datar.
Sclerotium rolfsii Sacc. Gambar 1. : Sclerotium rolfsii pada media biakan
Bentuk sklerotia bervariasi, ada yang seperti bola, panjang, swollen atau seperti piringan (datar), sering sendiri atau banyak seperti anakkan sungai. Kadang-kadang menutupi permukaan yang luas dengan warna yang lebih gelap sampai hitam, keras terutama pada daerah kering. Dengan bagian dalam yang biasanya berwarna terang. Perbedaan dari bentuk sklerotia disebabkan oleh perbedaan warna kulit dan struktur sel (Gilman, 1971) Dalam lingkungan yang lembab, jamur S. rolfsii membentuk miselium tipis, berwarna putih, teratur seperti bulu pada pangkal batang dan permukaan tanah disekitarnya. Tanah miselium ini, kelak akan berbentuk banyak butir-butir kecil, berbentuk bulat atau jorong dengan permukaan yang licin. Butiran-butiran kecil ini mula-mula berwarna putih, kemudian menjadi coklat muda sampai coklat tua. Butiran ini dinamakan sklerotium. Sklerotium berperan sebagai alat bertahannya jamur karena memiliki sifat yang sangat tahan terhadap lingkungan yang tidak mendukung (Agrios,1996).
Daur Hidup Penyakit Di daerah tropis S. rolfsii tidak membentuk spora. Cendawan dapat bertahan lama dengan hidup secara saprofitik, dan dalam bentuk sklerotium yang tahan terhadap keadaan yang kurang. S. rolfsii umumnya terdapat di dalam tanah. Cendawan terutama terpencar bersama-sama dengan tanah atau bahan organik pembawanya. S. rolfsii dapat terpencar karena terbawa air yang mengalir. S. rolfsii terutama berkembang dalam cuaca yang lembab (Semangun 1993). S. rolfsii adalah cendawan yang kosmopolit, dapat menyerang bermacammacam tumbuhan, terutama yang masih muda. Cendawan itu mempunyai miselium yang terdiri dari benang-benang berwarna putih, tersusun seperti bulu atau kipas. Cendawan tidak mempunyai spora, untuk pemencaran dan mempertahankan diri cendawan membentuk sejumlah sklerotium yang semula berwarna putih kelak menjadi coklat dengan garis tengah kurang lebih 1 mm. Butir-butir ini mudah sekali terlepas dan terangkut oleh air. Sklerotium mempunyai kulit yang kuat sehingga tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Di dalam tanah sklerotia dapat bertahan sampai 6 – 7 tahun. Dalam cuaca yang kering sklerotium akan mengeriput, tetapi justru ini akan berkecambah dengan cepat jika kembali berada dalam lingkungan yang lembab (Semangun 1993).
Gejala Serangan Gejala serangan timbul jika kelembaban udara tinggi dan pertanaman terlalu rapat. Tanaman yang terserang akan membusuk pangkal batangnya kemudian layu dan mati. Patogen dapat bertahan lama di dalam tanah dengan bentuk istirahatnya yang berupa sklerotium (Tjahjadi, 1989).
Jamur menyerang jaringan secara langsung, kadang-kadang menghasilkan banyak miselium dan menginfeksi serta memisahkan jaringan dengan hasil-hasil sekresi seperti asam oxalic dan juga pectinolytic, cellulytic dan enzim lainnya sebelum memasuki tanaman inangnya (Alexopolus dan Mims, 1979) S. rolfsii dapat menyerang tanaman kacang tanah mulai dari saat perkecambahan sampai tanaman produksi. Serangan terutama terjadi pada pangkal batang, tetapi juga bditemukan pada polong, cabang terbawa atau cabang tanaman yang menyentuh permukaan tanah. Tanaman lebih umum terserang pada fase vegetatif, tetapi lebih peka pada saat perkecambahan (Mansyurdin, 1993). Tanaman yang sakit, layu dan menguning perlahan-lahan. Pada pangkal batang dan permukaan tanah di dekatnya terdapat benang-benang jamur berwarna putih seperti bulu. Benang-benang ini kemudian membentuk sklerotium atau gumpalan benang yang berwarna putih akhirnya menjadi coklat seperti biji sawi dengan garis tengah 1 – 1,5 mm. Karena mempunyai dinding yang keras, skletorium dapat dipakai untuk mempertahankan diri terhadap kekeringan, suhu tinggi dan lain-lain yang merugikan (Semangun,1993) Penyakit layu S. rolfsii menyebabkan pada pangkal batang terdapat benang-benang putih menyerupai bulu. Benang-benang tersebut berubah bentuk menjadi butir-butir bulat atau jorong berwarna coklat. Serangan berat yang dapat menyebabkan tanaman layu, menguning dan akhirnya pangkal batang membusuk. Serangan pada buah dapat menyebabkan tanaman busuk (Fachrudin.2000). Bagian tanaman yang terinfeksi biasanya pangkal batang akan berwarna coklat gelap dikelilingi oleh sclerotia yang berbentuk butiran kecil. Lebih lanjut
sclerotia dapat bertahan di dalam tanah sampai 7 tahun. Penyakit busuk batang yang disebabkan oleh patogen ini masih sulit dikendalikan (Winarsih, 2006)
Batang yang membusuk
Miselium jamur
Gambar 2. : Gejala serangan layu Sclerotium pada tanaman kacang tanah
Penyakit layu yang disebabkan oleh S. rolfsii sacc. Paling sering menyebabkan kerusakan pada tanaman kacang tanah dengan presentase serangan 35 % dan populasi patogen dalam tanah (Sudhanta, 1997).
Faktor-faktor Yang mempengaruhi Penyakit Penyakit ini umumnya menyerang pada musim hujan dan kelembaban tinggi. Jamur S. rolfsii tumbuh baik pada pH tanah 1,4 – 8,8 pada tanah berpasir dan kandungan nitrogen rendah. Pertumbuhan miselium dan sklerotia cepat terutama selama kelembaban tinggi dan suhu tinggi (30º - 35ºC) (Wheeler, 1972). Busuk batang pada umumnya menyerang pada musim hujan, dan kelembaban
tinggi.
Kondisi
ini
akan
menyebabkan
pertumbuhan
dan
perkembangan patogen dengan baik. Dalam cuaca yang kering sklerotium akan mengeriput, tetapi justru akan berkecambah dengan cepat jika kembali dalam
lingkungan yang lembab. Penyakit ini dapat berkembang pada daerah dengan garis lintang yang rendah (Agrios, 1996).
Pengendalian Penyakit Pada umumnya pengendalian dapat dikurangi dengan penggarapan tanah yang lebih baik, perbaikan drainase dan penanaman dengan jarak tanam yang besar (Semangun,1993) Pengendalian S. rolfsii selama ini hanya secara mekanis dengan mencabut dan membuang tanaman yang sakit. Cara pengendalian tersebut kurang effektif karena patogen masih mampu bertahan lama di dalam tanah, dengan membentuk organ pembiakan, yaitu sklerosia. Sklerosia merupakan pemampatan dari himpunan miselia jamur, warnanya kecoklatan, berbentuk butiran kecil dengan diameter 1 mm, berkulit keras, dan mampu bertahan lama (dorman) di tanah dan residu tanaman. Punja (1988) menyatakan bahwa S.rolfsii dapat dikendalikan melalui beberapa cara seperti aplikasi fungisida, solarisasi tanah, rotasi tanaman, dan penggunaan mikroorganisme antagonis dalam upaya pengendalian penyakit secara hayati (Rahayu,2008). Patogen ini bersifat polipag dapat hidup secara saprofit di dalam tanah yang agak basah, sifat serangannya epidemik berbunga tunggal atau single interest disease, mungkin juga sudah terdapat ras fisiologisnya. Komponen-komponen pemberantasan atau pengendalian penyakit adalah : -
Menanam varietas yang memiliki resistensi lapangan atau yang toleran
-
Kultur teknis/budidaya tertentu, misalnya pengolahan lahan yang matang agar bagian-bagiannya terkena sinar matahari langsung, usaha
ini untuk menurunkan jumlah inokulum, pergiliran tanaman dan perendaman lahan yang lama atau juga pembaharuan. -
Penggunaan pestisida yaitu dengan fumigasi tanah dalam areal yang terbatas untuk tanaman yang bernilai tinggi (tanaman hias) dapat dipertimbangkan dengan fumigasi tanah dengan uap panas formalin dan sebagainya. Tujuannya untuk membinasakan atau mengurangi populasi inokulum dan mengurangi terjadinya inokulasi.
(Djafaruddin, 2000)
Bio VA-Mikoriza Mikoriza adalah simbiosis antara fungi dengan akar tanaman yang memiliki banyak manfaat dibidang pertanian, diantaranya adalah membantu meningkatkan status hara tanaman, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan,
penyakit
dan
kondisi
tidak
menguntungkan
lainnya
(Nurbaity dkk, 2009). Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jenis jamur tertentu dengan perakaran tanaman. Jamur ini tidak membentuk selubung padat, namun membentuk miselium yang tersusun longgar pada permukaan akar. Jamur juga membentuk vesikula dan arbuskular di dalam sel korteks, sehingga sering disebut VAM (Versicular-Arbuscular-Miccorhizal). Akar yang bermikorisa dapat memproduksi bahan atsiri yang bersifat fungistatik yang jauh lebih banyak dibanding dengan akar yang tidak bermikorisa (Feronika, 2003). Akar tanaman yang terbungkus oleh mikoriza akan menyebabkan akar tersebut terhindar dari serangan hama dan penyakit. Infeksi patogen akar akan
terhambat, disamping itu mikoriza akan menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi pertumbuhan patogen. Dipihak lain, jamur mikoriza ada yang dapat melepaskan antibiotik yang dapat mematikan patogen ( Dewi A, 2007). Bio VA-Mikoriza adalah jamur yang hidup bersimbiosis saling menguntungkan dengan akar tanaman. Bio VA-Mikoriza ini digunakan untuk membantu dan mempermudah akar tanaman menyerap mineral dan unsur hara dari dalam tanah khususnya fosfat dan air. Tanaman yang berasosiasi dengan VAMikoriza lebih tahan terhadap kekeringan. Ada 4 manfaat mikoriza yaitu : 1.
Berfungsi melarutkan mineral tanah khususnya fosfat yang sangat dibutuhkan tanaman
2.
Membantu proses penyerapan mineral dan air ke dalam akar tanaman.
3.
Menghasilkan hormon pertumbuhan tanaman antimikrobial.
4.
Digunakan cukup hanya sekali pada saat tanaman disemai, jumlah Mikoriza terus bertambah seiring dengan pertumbuhan tanaman.
(Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, 2006). Aplikasi cendawan mikoriza dimungkinkan dengan cara memanfaatkan cendawan mikoriza lokal yang cocok dengan inang (pohon) yang akan diintroduksi dalam skala besar. Bibit bermikoriza lebih tahan kering daripada bibit yang tidak bermikoriza. Kekeringan yang menyebabkan rusaknya jaringan korteks, kemudian matinya perakaran, pengaruhnya tidak akan permanen pada akar yang bermikoriza. Akar bermikoriza akan cepat pulih kembali setelah periode kekurangan air berlalu. Hifa cendawan masih mampu menyerap air pada pori-pori tanah pada saat akar bibit sudah tidak mampu lagi. Selain itu penyebaran
hifa di dalam tanah sangat luas, sehingga dapat memanen air relatif lebih banyak (Musfal, 2010). Cendawan
Mikoriza
Arbuskula
(CMA)
merupakan
salah
satu
mikroorganisme antagonis yang dapat digunakan untuk mengendalikan pathogen tular tanah. Mekanisme perlindungan tanaman inang oleh CMA terhadap pathogen tular tanah meliputi kompetisi fotosintat, kompetisi tempat kolonisasi dan infeksi, modifikasi morfologi akar tanaman inang serta antibiosis (Rompas, 1997).
a
b
Gambar 3. : Glomus sp. a : Spora ; b : Hifa.
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan proses fisiologi pada tanaman. Pengaruh dari cendawan mikoriza arbuskula terhadap tanaman sering dihubungkan dengan peningkatan serapan hara terutama posfor (Rompas, 1997). Infeksi CMA pada akar tanaman jagung sangat dipengaruhi oleh dosis CMA atau pupuk yang diberikan. Tanpa pemberian pupuk, infeksi CMA meningkat sejalan dengan bertambahnya dosis CMA hingga 15 g/ tanaman. Hal
yang sama juga terlihat pada pemberian 100% pupuk NPK, di mana infeksi akar meningkat pada pemberian CMA sampai 20 g/tanaman. Pemberian 50% pupuk NPK ditambah 5 g CMA memberikan persentase infeksi akar yang sama dengan 100% pupuk NPK ditambah 15 g CMA. Tinggi rendahnya persentase infeksi CMA pada akar tanaman jagung dipengaruhi oleh banyaknya CMA dan pupuk yang diberikan (Musfal, 2010). Pemberian
inokulum
mikoriza
dapat
meningkatkan
pertumbuhan
tumbuhan dan kemampuan tanaman memanfaatkan nutrisi yang ada dalam tanah, terutama P, Ca, N, Cu, Mn, K, dan Mg. Kolonisasi jamur MVA (Mikoriza Vesikula Arbuskula) dapat memperluas bidang serapan akar. Selain MVA dapat pula meningkatkan kandungan klorofil, penyerapan air, dan zat perangsang tumbuh. Terpacunya produksi substansi-substansi zat perangsang tumbuh, menjadikan tanaman lebih toleran terhadap shock, terutama untuk tanaman yang dipindahkan ke lapangan (Rompas, 1997). Inokulasi Mikorhiza dan Rhizobium sebagai produk hayati pada tanah pasir dapat membantu meningkatkan kandungan dan serapan hara akar tanaman dengan suatu jenis jamur. Simbiosis ini dapat menyediakan enzim fosfatase yang dapat melarutkan fosfat tak tersedia dalam mineral-mineral sekunder menjadi bentuk fosfat tersedia bagi tanaman. Hifa-hifa mikhoriza juga dapat menambah daerah penyerapan bulu-bulu akar untuk ketersediaan hara dan air tanaman. Bakteri Rhizobium dapat meningkatkan unsur N bagi tanaman pada tanah-tanah yang kurang subur (Saptiningsih,2007). Inokulasi mikoriza meningkatkan perkecambahan biji cabai (±30%) dan mempercepat umur bibit cabai (14 hari). Artinya inokulasi mikoriza dapat
mempercepat semaian cabai dan waktu tanam dilapangan. Apabila jika waktu penanaman bibit di lapangan dilakukan pada umur 5 minggu setelah semai. Bibit yang terlalu besar akan mengalami kesulitan beradaptasi dilapangan, maka di lapangan tanaman yang diinokulasi mikoriza lebih banyak yang mati (Musfal, 2010). Secara alami terdapat asosiasi mikoriza antara fungi dan tanaman dalam bentuk mutualisme. Berdasarkan aspek fungsional, simbiosis mutualisme dikatakan berhasil apabila kedua simbion dapat memanfaatkan fungi simbiosis secara maksimal. Manfaat fungsional yang diperoleh FMA dapat dilihat dari adanya pembentukan arbuskula dan atau vesikula di dalam sel-sel akar serta produksi yang tinggi. Perkembangan FMA dan produksi spora membutuhkan energi yang diperoleh melalui C organik dari tanaman inang (Musfal, 2010).
Gambar 4: Diagram koloni khas dari mikoriza arbuskula menampilkan akar dan
penetrasi oleh jamur Perkembangan kolonisasi FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) dimulai dengan pembentukan suatu apresorium pada permukaan akar oleh hifa eksternal yang berasal dari spora yang berkecambah. Apresorium tersebut masuk ke dalam akar melalui celah antar epidermis, kemudian membentuk hifa intraseluler di
sepanjang epidermis akar. Setelah proses itu berlangsung, terbentuk arbuskula dan vesikula (Dewi, 2007). Peningkatan ketahanan tanaman terhadap patogen juga dipengaruhi oleh adanya beberapa jamur MVA yang dapat menghasilkan antibiotik, misalnya fenol, quinone dan berbagai phytoalexine. Tanaman yang terinfeksi jamur MVA dapat memproduksi bahan atsiri yang bersifat fungiastik jauh lebih banyak dibanding dengan yang tidak terinfeksi MVA. Juga mengandung asam amino 3 – 10 kali lebih banyak dibanding dengan yang tidak terinfeksi MVA. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan ketahanan melalui eksudat akar. Aksudat akar yang terinfeksi jamur MVA berbeda dengan eksudat akar yang tidak terinfeksi jamur MVA. Perubahan eksudat akar sangat mempengaruhi mikroorganisme dalam rhizosfer dan bentuk perubahannya dapat mengakibatkan meningkatkan ketahanan tanaman, sehingga dapat menguntungkan tanaman karena dapat terhindar serangan patogen tanah. Dosis yang umum digunakan adalah sebesar 20 grm/tanaman (Soenartiningsih dan Talanea, 1997). Salah satu pengaruh positif adanya infeksi MVA yaitu dapat meningkatkan retensi tanaman terhadap kekurangan air, anakan yang akarnya terinfeksi oleh MVA, cepat pulih dan dapat tumbuh dengan baik dalam pembibitan, hal ini disebabkan MVA mampu meningkatkan kapasitas absorbs air pada tanaman inang. mikoriza dapat meningkatkan serapan N, P dan, K. Kehadiran mikoriza pada tanah dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air, sehingga tanaman dapat melangsungkan kehidupannya (Soenartiningsih dan Talanea, 1997).