TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Keprok Garut Tanaman jeruk secara garis besar terdiri atas 2 jenis yaitu eucitrus dan papeda. Jenis eucitrus paling banyak dan paling luas dibudidayakan karena buahnya enak dimakan, misalnya Jeruk Sitrun (Citrus medica L.), Jeruk Besar (Citrus maxima), Grape Fruit (Citrus paradisi), Jeruk Manis (Citrus sinensis L.), Jeruk Keprok (Citrus nobilis), Jeruk Siam (Citrus reticulata), Jeruk Kasturi (Citrus mitis) dan lain-lain. Jenis papeda buahnya tidak enak dimakan karena dagingnya terlalu banyak mengandung asam dan berbau wangi agak keras, sebagai contoh jeruk purut (Citrus hystrise) yang digunakan untuk bumbu sayur atau untuk mencuci rambut (Akyas, et al., 1994). Jeruk Keprok Garut banyak dijumpai di daerah Garut, Jawa Barat. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan yang halus. Ukuran buah umumnya sekitar 5,6 x 5,9 cm. Ujung buahnya bulat dan tidak memiliki pusar buah. Tangkai buahnya pendek. Kulit buah matang berwarna kuning dengan ketebalan 3 mm. Daging buah bertekstur lunak dan berair banyak dengan rasa yang manis. Setiap buah rata-rata berbobot 62,5-70 g. Jumlah biji sekitar tujuh per buah dengan ukuran sekitar 0,8 x 0,4 cm. Permukaan bijinya halus dengan urat biji yang hampir tidak tampak. Bijinya berwarna krem dan berbentuk oval. Jeruk Keprok tumbuh berupa pohon berbatang rendah dengan tinggi antara 2-8 m (Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2005) Jeruk Keprok Garut sudah ditetapkan sebagai varietas unggulan khas Kabupaten Garut. Selain itu, citra Kabupaten Garut sebagai sentra produksi jeruk di Jawa Barat khususnya dan nasional pada umumnya, diperkuat melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 760/KPTS.240/6/99 tanggal 22 Juni 1999 tentang Jeruk Garut yang telah ditetapkan sebagai Jeruk Varietas Unggul Nasional dengan nama Jeruk Keprok Garut I. Adapun deskripsi varietas jeruk keprok Garut 1 adalah bentuk buah bulat agak gepeng bagian ujung menjorok ke dalam, di bagian dalam terdapat puting, memiliki lingkar buah 26-30 cm, penampang melintang 7-9 cm, tebal kulit buah 3-5 mm, berpori-pori nyata, bobot rata-rata 150-200 g/buah, warna kulit buah hijau kekuning-kuningan, warna daging buah kuning atau orange, rasa buah manis segar, aroma harum khas keprok Garut,
5
bentuk tajuk tanaman kerucut terbalik/sapu, lebar tajuk tanaman 3,5-4 m, panjang sayap daun 1-1,5 cm, lebar sayap daun 1-3 cm, bentuk daun lonjong bergelombang dan tepi bergerigi, umur awal produksi 3-4 tahun, kapasitas produksi awal 15-20 kg/pohon, umur produksi optimal 10 tahun, dan produktivitas tanaman 50 kg/pohon (Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan Kabupaten Garut, 2006) Akhir tahun 2004 populasi jeruk di Kabupaten Garut berjumlah 349 461 pohon (699 ha) yang terdiri atas jeruk keprok Garut sebanyak 113 678 pohon (33%), jeruk siam dan lainnya sebanyak 235 783 pohon (67%). Sedangkan kurun waktu lima tahun terakhir tahun 2010 produksi jeruk di Kabupaten Garut sebanyak 9 180 ton per tahun dengan luas panen hampir 200 922 pohon dari sejumlah sisa tanaman akhir 662 592 pohon dengan produktivitas 45,69 kg/pohon/tahun (Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan Kabupaten Garut, 2006). Morfologi Tumbuhan Tumbuhan ini merupakan jenis pohon dengan tinggi 2-8 meter. Tangkai daun bersayap sangat sempit sampai boleh dikatakan tidak bersayap, panjang 0,51,5 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur memanjang, elliptis atau berbentuk lanset dengan ujung tumpul, melekuk ke dalam sedikit, tepinya bergerigi beringgit sangat lemah dengan panjang 3,5-8 cm. Bunganya mempunyai diameter 1,5-2,5 cm, berkelamin dua daun mahkotanya putih. Buahnya berbentuk bola tertekan dengan panjang 5-8 cm, tebal kulitnya 0,2-0,3 cm dan daging buahnya berwarna orange. Rantingnya tidak berduri dan tangkai daunnya selebar 1-1,5 mm (Van Steenis, 1975). Klasifikasi Tumbuhan Klasifikasi Citrus reticulata dalam sistematika tumbuhan (Van Steenis, 1975) Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Class
: Dicotyledonae
Ordo
: Rutales
Familia
: Rutaceae
6
Genus
: Citrus
Spesies
: Citrus reticulata
Nama latin
: Citrus reticulata
Sinonim
: Citrus nobilis, C. deliciosa, C. Chrysocarpa
Nama lokal
: jeruk Keprok, jeruk Jepun, jeruk Maseh (Verheij dan Coronel,
1992) Kondisi Umum Wilayah dan Agroklimat Lokasi Penelitian Wilayah Kabupaten Garut meliputi areal seluas 306.579 Ha, terdiri dari 42 Kecamatan, yang masing-masing memiliki ciri khusus sebagai potensi wilayah. Ciri-ciri yang dimaksud adalah meliputi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia. Luas daerah Kabupaten Garut menurut tingkat kemiringan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Luas Daerah Kabupaten Garut Menurut Tingkat Kemiringan No
Tingkat
Luas Daerah
Luas Daerah
Kemiringan
(%)
(Ha)
1
0 – 2%
10,52
32 229
2
3% - 5%
12,43
38 097
3
15% - 40%
35,99
110 326
4
≥ 40%
41,06
125 867
Jumlah
100,00
306 519
Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut (2009) Berdasarkan pada Tabel 1, Kabupaten Garut berada pada ketinggian 25 sampai 3 000 mdpl, dengan topografi terdiri dari dataran rendah hingga dataran tinggi, dengan kemiringan lahan berkisar antara 0 sampai 40%. Secara geografis Kabupaten Garut termasuk daerah agraris di Jawa Barat terletak pada lintang 6º57’34” - 7º44’57” Lintang Selatan (LS) dan 10º24’3” - 108º7’34” Bujur Timur (BT) dan termasuk daerah beriklim tipe C dengan curah hujan 2 589 mm per tahun. Kondisi lahan dan agroklimat tiga lokasi penelitian disajikan pada tabel 2.
7
Tabel 2. Kondisi Lahan dan Agroklimat Tiga Lokasi Penelitian Cioyod
Cimencek
Rancabeet
Ketinggian
700-1200 m dpl
800-1000 m dpl
650-1000 m dpl
Jenis tanah
Liat berdebu
Liat berpasir
Pasir berdebu
Topografi
Berbukit
Berbukit
Berbukit
1250 mm/tahun
1600 mm/tahun
1500 mm/tahun
25-30ºC
24-27ºC
22-28ºC
pH tanah 4,8-5,5 Sumber : Data Sekunder (2012)
5,4-6,1
5,8-6,6
Curah hujan Suhu rata-rata
Pasca Panen dan Kualitas Buah Pascapanen atau lepas panen merupakan suatu periode yang dilewati oleh organ panenan suatu komoditi hortikultura setelah pemetikan (dipanen). Setelah memasuki periode tersebut, pada organ panenan mengalami perubahan metabolisme akibat dari terlepasnya hubungan dengan tanaman induk dan akibat lingkungan yang dihadapinya. Masih adanya proses-proses metabolisme dikarenakan organ panenan hortikultura bersangkutan masih merupakan organ atau bahan yang hidup. Namun demikian, periode kehidupan tersebut memiliki batasan waktu yang singkat, yaitu selama cadangan makanan masih cukup mampu mendukung proses metabolisme seperti respirasi. Cadangan makanan tersebut tentunya akan habis seiring dengan waktu, dan pada saat cadangan makanan telah habis, maka organ panenan mengalami senesen dan kemudian diakhiri dengan kerusakan berupa pembusukan. Teknologi pasca panen meliputi mempertahankan kondisi
fisik,
kimia
dan
organoleptik,
memperpanjang
daya
simpan,
mempersiapkan untuk pengolahan selanjutnya, dan menjaga kesegaran (untuk pasaran segar). Kerusakan pada pasca panen diantaranya kerusakan fisik (pecah, memar,dll), kerusakan fisiologi karena reaksi biokimia (terjadi perubahan rasa, warna, tekstur, dll), kerusakan karena serangan serangga, kerusakan karena proses pasca panen yang salah.
8
Perlakuan pascapanen dilakukan dengan tujuan memberikan penampilan yang baik, melindungi produk serta memperpanjang daya simpan. Buah-buahan merupakan komoditas yang ringkih sehingga diperlukan penanganan pascapanen yang memadai agar dapat dipertahankan mutunya, ditingkatkan daya simpan dan daya gunanya (Broto, 1993). Banyak teknologi pasca panen buah-buahan sudah diterapkan seperti pelilinan, modifikasi atmosfir atau atmosfir terkondisi dalam kemasan. Akan tetapi, keseragaman kualitas dan kemasakan buah-buahan tersebut tetap menjadi faktor penentu pada semua tahapan berikutnya. Parameter kualitas yang pertama dinilai adalah keseragaman dan kebersihan warna kulit buah, karena secara langsung dapat mempengaruhi selera konsumen untuk mengkonsumsinya atau tidak (Ahmad, et al., 2008). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Pascapanen 1. Respirasi Respirasi adalah suatu proses pembongkaran bahan organik yang tersimpan (katabolisme) seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi bahan sederhana dan produk akhirnya berupa energi. Oksigen digunakan dalam proses ini, dan karbondioksida dikeluarkan/dihasilkan. Makna dari terjadinya respirasi pada organ panenan adalah : •
Senesen dipercepat karena cadangan makanan yang diubah menjadi energi untuk mempertahankan kehidupan komoditi secara bertahap akan habis,
•
Kehilangan nilai gizi bagi konsumen dan berkurangnya mutu rasa, khususnya rasa manis, dan
•
Kehilangan bobot kering ekonomis. Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan
erat dengan; kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa (Utama, 2004). 2. Transpirasi atau hilangnya air Kehilangan air dapat merupakan penyebab utama deteriorasi karena tidak saja berpengaruh langsung pada kehilangan kuantitatif (bobot) tetapi juga menyebabkan kehilangan kualitas dalam penampilannya (dikarenakan layu dan
9
pengkerutan), kualitas penampilan (lunak, mudah patah) dan kualitas nutrisi. Laju transpirasi dipengaruhi oleh faktor dalam atau faktor komoditi (sifat morfologi dan anatomi) dan faktor luar (suhu, kelembaban relatif, tekanan atmosfir dan kecepatan gerakan udara). Terkait dengan faktor-faktor tersebut dan bahwa transpirasi adalah proses fisika yang dapat dikendalikan maka pengurangan atau penekanan proses transpirasi pada komoditi panenan dapat pula dilakukan. Upaya-upaya tersebut meliputi pembungkusan atau penyelaputan, pengemasan ataupun manipulasi lingkungan yang tidak menguntungkan menjadi lingkungan yang nyaman bagi komoditi selama dalam penyimpanan. Utama (2004) menyatakan bahwa laju kehilangan air tergantung pada ke alamiahan dan kondisi dari permukaan produk, rasio luas permukaan dan volume produk, kondisi lingkungan terutama suhu dan kelembaban. 3. Etilen Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberellin dan sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik. Klimaterik merupakan suatu fase yang banyak sekali perubahan yang berlangsung. Klimaterik juga diartikan sebagai suatu keadaan auto stimulation dalam buah sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi. Klimaterik merupakan fase peralihan dari proses pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya respirasi tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein dan RNA (Heddy, 1989). Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah tertentu dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai dengan dimulainya proses pematangan buah, buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah, sehingga disebut buah klimaterik. Bila pola respirasi berbeda karena setelah CO2 dihasilkan tidak meningkat tetapi turun secara perlahan, buah tersebut digolongkan non klimaterik. Berdasarkan
10
sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu klimakterik menaik, puncak klimakterik dan klimakterik menurun. Buahbuah yang mengalami proses klimakterik diantaranya yaitu tomat, alpokat, mangga, pepaya, peach dan pear karena buah-buahan tersebut menunjukkan adanya peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah. Buah-buah yang mengalami pola berbeda dengan pola diatas diantaranya yaitu ketimun, anggur, limau, semangka, jeruk, nenas dan arbei (Kusumo, 1990). 4. Perubahan Warna Proses metabolisme dapat menyebabkan perubahan pada warna sayur dan buah sebagai berikut : •
Kerusakan klorofil : kerusakan klorofil menyebabkan bahan kehilangan warna hijau yang dikehendaki pada buah dan tidak dikehendaki pada sayur.
•
Pembentukan karotenoid : pembentukan karotenoid ditandai dengan munculnya warna kuning dan orange yang seringkali dikehendaki seperti pada pisang, jeruk, pepaya, markisa, nenas dan tomat.
•
Pembentukan antosianin : pembentukan antosianin ditandai dengan munculnya warna merah dan biru seperti yang terjadi pada terung dan apel.
•
Perubahan antosianin dan senyawa fenolik : perubahan ini menyebabkan terjadinya pencokelatan pada sayur dan buah.
5. Perubahan Komposisi Tidak saja perubahan fisik yang terjadi selama proses pemasakan setelah panen. Perubahan kimiawi yang sekaligus merupakan komposisi dari komoditi panenan juga mengalami perubahan. Keduanya terjadi secara simultan, artinya apabila terjadi perubahan fisik pasti disertai terjadinya perubahan kimiawi. Perubahan-perubahan tersebut terus berlangsung walaupun organ panenan tersebut telah terpisah dari tanamannya baik dikehendaki ataupun tidak dikehendaki. Pada proses pematangan biasanya terjadi perubahan senyawa karbohidrat menjadi gula yang menyebabkan rasa buah ataupun sayuran menjadi manis.
11
Seiring dengan perubahan tingkat ketuaan dan kematangan, pada umumnya buah-buahan mengalami serangkaian perubahan komposisi kimia maupun fisiknya. Rangkaian perubahan tersebut mempunyai implikasi yang luas terhadap metabolisme dalam jaringan tanaman tersebut. Diantaranya yaitu perubahan kandungan asam-asam organik, gula dan karbohidrat lainnya (Wills et al., 1981). Perubahan tingkat keasaman dalam jaringan juga akan mempengaruhi aktivitas beberapa enzim diantaranya adalah enzim-enzim pektinase yang mampu mengkatalis degradasi protopektin yang tidak larut menjadi substansi pektin yang larut. Perubahan komposisi substansi pektin ini akan mempengaruhi kekerasan buah-buahan. Mutu adalah sesuatu hal yang memberikan nilai dan biasanya menjadi keunggulan suatu komoditas. Winarno (1986) menyatakan bahwa mutu dapat didefinisikan sebagai kombinasi sifat-sifat dan karakteristik dari komoditas yang menyebabkan suatu komoditas memiliki harga daya guna yang dikehendaki. Menurut Kader (1992) mutu hasil hortikultura segar merupakan kombinasi dari karakteristik dan sifat-sifat yang memberikan nilai komoditas sebagai bahan makanan dan bahan kesenangan. Santoso dan Purwoko (1995) menambahkan bahwa kualitas komoditi hortikultura segar merupakan kombinasi dari ciri-ciri, sifat dan nilai harga yang mencerminkan nilai komoditi tersebut. Kualitas yang diinginkan berbeda oleh setiap orang baik itu petani produsen, penerima dan distributor pasar, dan konsumen. Petani produsen menghendaki kultivar yang berdaya hasil tinggi, tahan penyakit, mudah dipanen, dan tahan untuk dikirim jauh. Distributor menginginkan kualitas penampilan, kekerasan, dan daya simpan yang panjang. Konsumen lebih memperhatikan tingkat kekerasan buah, penampilan buah, rasa buah dan nilai gizi buah. Kualitas buah meliputi kualitas rasa, kualitas penampilan, kualitas tekstur, dan nilai nutrisi. Kualitas buah sangat dipengaruhi oleh faktor pra panen dan pasca panen. Menurut Pantastico (1989) faktor-faktor pra panen yang mempengaruhi kualitas buah yaitu varietas, kemasakan, faktor-faktor lingkungan dan pembudidayaan. Faktor-faktor pasca panennya meliputi pemanenan, perlakuan pasca panen dan pendistribusian.
12
Kualitas buah jeruk yang baik diantaranya memiliki kandungan PTT sebesar 10-12º Brix dan memiliki perbandingan gula dan asam sebesar 10:16.