TINJAUAN PUSTAKA Gulma Sebagai Suatu Masalah di Perkebunan Tanaman perkebunan mudah terpengaruh oleh gulma, terutama sewaktu masih muda. Apabila pengendalian gulma diabaikan sama sekali, maka kemungkinan
besar
usaha
tanaman
perkebunan
itu
akan
rugi
total.
Pengendalian gulma yang tidak cukup pada awal pertumbuhan tanaman perkebunan akan memperlambat pertumbuhan dan masa sebelum panen (http://fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlinta-4.htm). Gulma sebagai tumbuhan seperti halnya tanaman budidaya, maka kebutuhan untuk pertumbuhannya, perkembangannya dan reproduksinya akan saling mempunyai kesamaan. Persaingan untuk cahaya, air, nutrisi, dan ruang dapat terjadi padanya. Gulma merupakan suatu masalah penting dalam segi gangguan pada pertumbuhan tanaman secara ekonomis (Moenandir, 1993). Masalah gulma pada perkebunan tanaman tahunan (karet, kelapa sawit, kelapa, teh, kopi, kina) berbeda dengan perkebunan semusim (tebu, jagung, tembakau, rosella). Pada umumnya masalah gulma lebih dirasakan pada perkebunan dengan pertanaman yang luas, karena ada keterkaitannya dengan faktor waktu yang terbatas, tenaga kerja, dan biaya (Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984). Tumbuhan yang lazim sebagai gulma mempunyai beberapa ciri yang khas yaitu pertumbuhannya cepat, mempunyai daya bersaing yang kuat dalam perebutan faktor-faktor kebutuhan hidup, mempunyai toleransi yang besar terhadap suasana lingkungan yang ekstrim, mempunyai daya berkembang biak yang besar baik secara generatif maupun vegetatif ataupun kedua-duanya, alat perkembangbiakannya mudah tersebar melalui angin, air, maupun binatang, dan
Universitas Sumatera Utara
bijinya memiliki sifat dormansi yang memungkinkan untuk bertahan hidup dalam kondisi yang tidak menguntungkan (Nasution, 1986).
Biologi A. intrusa (Forssk) Nama lain A. intrusa (Forssk.) Blume adalah A. gangetica. Dalam dunia tumbuhan termasuk ke dalam famili Acanthaceae, genus Asystasia. Ada juga jenis yang lain yaitu A. coromandeliana Nees var. micrantha Nees. Asal tumbuhan ini dari Afrika. A. intrusa merupakan gulma penting di perkebunan (http://biotrop.org/database.php, 2008). A. intrusa merupakan tumbuhan herba yang tumbuh cepat dan mudah berkembangbiak. Berbatang lunak, dapat tumbuh dalam keadaan yang kurang baik. Daun berhadapan, sering berpasangan, berbentuk bulat panjang, pangkal bulat dan bertangkai. Bunga mengelompok, banyak, sedikit berbunga tunggal, berwarna putih atau ungu, kelopak bunga menutupi ovari. Buah kapsul, 2-3
cm panjangnya,
berbiji
empat
atau
kurang
dalam
buah
kapsul
(http://www.doa.gov.my/pgnet/rumpai/rump003/asystasia_intrusa.html., 2006).
Penyebaran A. intrusa A. intrusa dapat ditemukan di daerah sampai 500 m di atas permukaan laut, dapat tumbuh baik pada daerah ternaungi ataupun pada daerah terbuka. Pada daerah ternaungi seperti pada perkebunan kelapa sawit dan karet banyak menghasilkan daun dan menghasilkan lebih organ vegetatif, merupakan rumput liar subur dan kompetitif dan membutuhkan unsur hara tinggi terutama N dan P. A. intrusa menghasilkan biji dengan baik dengan viabilitas mencapai 85% (http://biotrop.org/database.php, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Biji dan
A.
ringan
intrusa
kecil
sehingga
mudah
berwarna
hitam
diterbangkan
kecoklat-coklatan, oleh
angin.
kecil
Biji
ini
pecah dari polong dengan keadaan lingkungan yang tepat baik dari suhu dan penyinaran yang cukup. Bila penyinaran matahari lama saat biji pecah
maka
jarak
loncat
biji
semakin
jauh
dari
pohonnya
(http://www.doa.gov.my/pgnet/rumpai/rump003/asystasia_intrusa.html., 2006).
Pengaruh Negatif A. intrusa Kerugian total yang ditimbulkan oleh A. intrusa dalam nilai uang hampir tidak mungkin dihitung. Apabila dicoba untuk menghitung juga, maka diperlukan suatu persamaan yang memerlukan nilai kerugian tanaman budidaya, biaya pengendalian, kerusakan lingkungan, pengaruh terhadap kesehatan manusia, kerugian ternak, pengaruh terhadap kualitas kehidupan dan lingkungan dan banyak lagi faktor (Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984). Bila biji-biji A. intrusa sudah berkecambah dan mulai muncul maka akan terdapat populasi gulma tertentu dalam suatu lahan dan gulma tersebut juga akan menyita hampir semua cadangan yang dapat mendukung pertumbuhan di lahan tersebut bila penyiangan tidak tepat pada saat periode kritis. Dan bila penyiangan tidak dilakukan pada saatnya, maka hasil panen akan berkurang akibat persaingan dengan gulma tersebut (http://biotrop.org/database.php, 2008). Kerugian terhadap tanaman budidaya bervariasi, tergantung dari jenis tanaman budidaya itu sendiri, iklim, jenis gulma itu sendiri, dan tentu saja praktek pertanian disamping faktor lain. Secara umum kerugian tanaman budidaya yang disebabkan gulma berkisar ± 28 % dari kerugian total (Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984).
Universitas Sumatera Utara
Pengendalian A. intrusa Pengendalian A. intrusa hampir sama dengan pengendalian gulma lain. Terdapat beberapa metoda/cara pengendalian gulma. Teknik pengendalian meliputi : a. Pengendalian dengan upaya prefentif (pembuatan peraturan/perundangundangan, karantina, sanitasi, dan peniadaan sumber invasi). b. Pengendalian
secara
mekanik/fisik
(pengerjaan
tanah,
penyiangan,
pencabutan, pembabatan, penggenangan, dan pembakaran). c. Pengendalian secara kultur teknis (pengendalian jenis unggul terhadap gulma, pemilihan saat tanam, cara tanam-perapatan jarak tanam, tanaman sela, rotasi tanaman, dan penggunaan mulsa). d. Pengendalian secara hayati (pengadan musuh alami, manipulasi musuh alami, dan pengelolaan musuh alami yang ada di suatu daerah). e. Pengendalian secara kimiawi (herbisida dengan berbagai formulasi, surfaktan, alat aplikas). (Sukman dan Yakup, 1995). Pengendalian mekanis merupakan usaha menekan pertumbuhan gulma dengan cara merusak bagian-bagian gulma sehingga gulma tersebut mati atau pertumbuhannya terhambat. Teknik pengendalian ini hanya mengandalkan kekuatan fisik atau mekanik (Sukman dan Yakup, 1995). Penggunaan tanaman penutup tanah terutama jenis polongan seperti Pueraria javanica, Centrocema pubescens, Calopogonium mucunoides , dan C. caeraleum untuk mencegah pertumbuhan gulma-gulma noksius terutama jenis rerumputan, merupakan cara pengendalian kultur teknis yang dipandang paling
Universitas Sumatera Utara
berhasil di daerah perkebunan. Jenis-jenis tanaman penutup tanah ini dapat berkembang secara cepat dalam waktu 1-3 tahun setelah tanam. Disamping itu penggunaannya dapat meningkatkan kesuburan tanah terutama kandungan nitrogen (Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984). Pengendalian hayati (biological control) dengan arti sempit sebagai penggunaan musuh alami baik yang diintroduksikan maupun yang sudah ada di suatu daerah kemudian dikelola agar penekanan terhadap populasi organisme pengganggu yang menjadi ssaran meningkat. Pengendalian hayati pada gulma adalah suatu cara pengendalian dengan menggunakan musuh-musuh alami baik hama (insekta), penyakit (patogen) guna menekan pertumbuhan gulma. Hal ini biasa ditujukan terhadap suatu species gulma asing yang telah menyebar secara meluas di suatu daerah (Sukman dan Yakup,1995) Pengendalian secara kimiawi sangat meningkat setelah Perang Dunia II, kemudian mengalami peningkatan dan kemunduran yang erat hubungannya dengan biaya yang tersedia dan tersedianya herbisida di pasaran. Meningkatnya penggunaan herbisida di perkebunan mungkin disebabkan oleh beberapa faktor sebagai beriku; perkebunan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sehingga dapat mendukung biaya yang dibutuhkan bagi pengendalian kimiawi, herbisidaherbisida yang telah mendapat persetujuan cukup memberikan hasil yang baik (Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984). Keuntungan pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan efektif, terutama untuk areal yang luas. Beberapa segi negatifnya ialah bahaya keracunan tanaman, mempunyai efek residu terhadap alam sekitar dan sebagainya. Sehubungan dengan sifatnya ini maka pengendalian gulma secara kimiawi ini
Universitas Sumatera Utara
harus merupakan pilihan terakhir apabila cara-cara pengendalian gulma lainnya tidak berhasil (http://fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlinta-4.htm).
Pengendalian Gulma Dengan Herbisida Herbisida dapat dipakai untuk menggantikan pengolahan tanah, tetapi banyak dilakukan dalam hubungannya dengan praktek agronomi lainnya, bukan untuk menggantikan. Kombinasi antara beberapa faktor dalam manajemen produksi ini tergantung pada praktek agronomi yang dipakai, keadaan ekologi, dan pertimbanagan ekonomi lainnya (Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984). Efisiensi penggunaan herbisida terjadi bila ada manipulasi keadaan setelah diketahui cara kerja herbisida. Cara kerja berhubungan dengan peristiwa pemberian herbisida pada tumbuhan sampai terjadi kematian (Moenandir, 1988). Penggunaan herbisida ataupun zat kimia lain untuk mengendalikan gulma harus dilakukan secara hati-hati dan bijaksana dengan memenuhi 6 (enam) tepat, yaitu: - Tepat mutu - Tepat waktu - Tepat sasaran - Tepat takaran. - Tepat konsentrasi - Tepat cara aplikasinya Selain itu, harus pula mempertimbangkan efisiensi, efektivitas, dan aman bagi lingkungan. Untuk itu, herbisida dapat dikelompokkan berdasarkan: cara kerjanya (kontak atau sistemik), selektivitasnya (selektif atau tidak selektif), dan waktu aplikasinya (pra-tumbuh atau pasca-tumbuh) (Noor, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Herbisida sendiri hanya sedikit jumlahnya yang dibutuhkan, namun harus dapat tersebar merata sehingga perlu adanya formulasi herbisida. Bahan aktif ialah bagian dari sebuah formulasi kimia yang dengan langsung dapat merespon pengaruh herbisida. Daya kerja dan selektivitas herbisida ditentukan pula oleh beda formulasinya (Moenandir, 1988). Untuk dapat mematikan tumbuhan, molekul herbisida harus mencapai titik yang tepat dalam tubuh tumbuhan sehingga menimbulkan suatu reaksi berantai yang akhirnya mematikan tumbuhan itu. Jadi molekul herbisida itu harus masuk ke dalam sistem tumbuhan, ditranslokasikan, terhindar dari detokfikasi, dan akhirnya dalam jumlah yang cukup sampai pada suatu reaksi penting untuk kehidupan tanaman dan merusak reaksi tersebut sehingga tumbuhan itu mati (Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984). Penghambatan atau pemacuan pertumbuhan suatu tumbuhan ditentukan oleh dosis/konsentrasi herbisida tersebut. Suatu herbisida pada dosis/konsentrasi tertentu dapat bersifat selektif, tetapi bila dosis/konsentrasi tersebut dinaikkan atau diturunkan berubah menjadi tidak selektif. Selektifitas juga ditentukan oleh
bentuk
formulasi
dan
mode
of
action
dari
suatu
herbisida
(Sukman dan Yakup, 1995). Herbisida mempunyai kemampuan membunuh dalam konsentrasi rendah. Dosis herbisida yang diaplikasikan (pada dosis sub-lethal) menentukan jumlah yang ditranslokasikan, sehingga sejumlah kisaran laju dosis dalam pengendalian gulma dengan herbisida perlu dilaksanakan. Tentang konsentrasi herbisida, jumlahnya dapat menentukan hambatan atau pemacuan pada suatu pertumbuhan.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya dengan makin meningkatnya konsentrasi makin meningkat pula penekanannya (Moenandir, 1988). Toksisitas dapat diartikan dengan respon yang ditimbulkan/terlihat pada tumbuhan, tanah dan jasad sasaran yang lain akibat perlakuan herbisida. Penampilan suatu tumbuhan setiap saat merupakan perpaduan faktor luar dan faktor dalam. Oleh karena itu, toksisitas sangat berkaitan dengan dosis herbisida maupun sifat fisik dan fisika daripada herbisida yang diaplikasikan (Sukman dan Yakup,1995). Herbisida memiliki efektivitas yang beragam. Berdasarkan cara kerjanya, herbisida kontak mematikan bagian tumbuhan yang terkena herbisida, dan herbisida sistemik mematikan setelah diserap dan ditranslokasikan ke seluruh bagian gulma. Menurut jenis gulma yang dimatikan ada herbisida selektif yang mematikan gulma tertentu atau spektrum sempit, dan herbisida nonselektif yang mematikan banyak jenis gulma atau spektrum lebar. Herbisida berbahan aktif glifosat, parakuat, dan 2,4 - D banyak digunakan petani, sehingga banyak formulasi yang menggunakan bahan aktif tersebut (Fadhly dan Tabri, 2007). Untuk meningkatkan daya berantas herbisida perlu adanya pencampuran herbisida. Pemakaian campuran herbisida dapat meningkatkan spektrum pengendalian, menurunkan dosis herbisida. Campuran herbisida dengan bahan aktif glifosat akan mematikan gulma dengan menghambat jalur biosintesa asam amino, sedangkan herbisida dengan bahan aktif 2,4 - D dapat menghambat pertumbuhan gulma dengan mempercepat respirasi. Sehingga adanya kedua bahan aktif tersebut dapat lebih mempercepat kematian gulma. Efektifitas pemberian herbisida antara lain ditentukan dosis herbisida (Nurjannah, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Glifosat Herbisida glifosat adalah herbisida yang dipakai di seluruh dunia. Glifosat yang pertama ditemukan pada tahun 1970 oleh John E. Franz, yang bekerja untuk Monsanto. Herbisida glifosat sudah populer sejak dipasarkan pertama kali pada tahun 1974 (Cox, 2004). Glifosat bekerja menghambat metabolisme tanaman dan beberapa hari setelah penyemprotan, tumbuhan jadi layu, kuning dan mati. Herbisida Glifosat juga mengandung bahan kimia yang membuat herbisida untuk menempel pada daun sehingga glifosat dapat bergerak dari permukaan tumbuhan ke dalam selnya tumbuhan (Lang, 2005). Glifosat membunuh gulma dengan menghambat aktivitas dari enzim 5 asam enolpyruvylshikimic - 3 - synthase fosfat (EPSPS), yaitu penting bagi sintesa dari asam amino yaitu tyrosine, tryptophan, dan phenylalanine. Asam amino ini penting pada sintesa dari protein penghubung metabolisme primer dan sekunder. EPSPS berada pada kloroplas tumbuhan, tapi tidak hadir di hewan (http://www.mcn.org/1/caspar/Gorse/UCDGlyphosate.pdf, 2001). Nama Umum
: Glifosat
Nama Kimia
: [(phosphonomethyl)amino]acetic acid
Rumus Empiris
: C3H8NO5P
Rumus
Bangun :
(http://www.mcn.org/1/caspar/Gorse/UCDGlyphosate.pdf, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Parakuat Bahan aktif ini merupakan bahan kimia yang digunakan sebagai herbisida kontak untuk mengendalikan gulma tanaman dengan daya bunuh luar biasa. Parakuat ditemukan para ahli kimia di permulaan tahun 1950 di Inggris (http://www.paraquat.com/AboutParaquat, 2009). Parakuat memiliki rumus kimia 1,1 ' - dimethyl - 4,4 ' - bipyridinium dichloride. Anggota lain dari kelas ini termasuk diquat, cyperquat, diethamquat, difenzoquat, dan morfamquat. Parakuat pertama sekali dihasilkan untuk penggunaan secara umum tahun 1961 oleh ICI (sekarang Syngenta), (http://www.paraquat.com/AboutParaquat, 2009). Aktifitas herbisida gugusan ini sangat dipengaruhi oleh cahaya dan suhu. Kelembaban dan suhu tinggi dapat menghentikan aktivitasnya. Cahaya penting dalam pembentukan “free radical” dan perubahan dalam permeabilitas membran. Suhu dan intensitas cahaya tinggi mempercepat khlorosis setelah aplikasi herbisida golongan ini (Moenandir, 1988). Parakuat bekerja pada kloroplas dari tumbuhan hijau. Di sini, reaksi fotosintesis menyerap cahaya untuk menghasilkan gula sebagai hara tanaman. Parakuat secara tepat menuju sistem biokimia yang dikenal sebagai fotosistem I. Parakuat menghasilkan elektron bebas, penggerak fotosintesis . Ion parakuat bereaksi dengan elektron fotosistem I untuk membentuk Oksigen radikal bebas dengan cepat mengonversi radikal bebas ke “superoxides”. Siap bereaksi dengan asam yang mengandung lemak tak jenuh komponen dari selaput sel. Sebagai hasil perubahan kimia dramatis ini, membran dihancurkan, dan isi sel
Universitas Sumatera Utara
pecah
dan
menyebabkan
kematian.
Keseluruhan
proses
terjadi
sangat
cepat sehingga tidak ada ukuran translokasi dari parakuat. Nama Umum
: Paraquat
Nama Kimia
: 1,1 ' - dimethyl - 4,4 ' - bipyridinium dichloride
Rumus Empiris
: C12H14N2Cl2
Rumus Bangun
:
(http://www.paraquat.com/AboutParaquat, 2009).
2,4-D 2,4 - dichlorophenoxyacetic acid (2,4 - D) adalah herbisida sistemik yang digunakan untuk mengendalikan gulma berdaun lebar. Merupakan herbisida yang banyak digunakan di dunia, dan ketiga paling umum dipakai di Amerika Utara. 2,4-D dikembangkan selama Perang Dunia II oleh satu Tim Inggris di Laboratorium Rothamsted, di bawah kepemimpinan dari Judah Hirsch Quastel, untuk meningkat hasil panen satu bangsa saat berperang. Setelah diperkenalkan secara umum tahun 1946, menjadi herbisida selektif pertama yang sukses dan sangat baik mengganti pengendalian gulma di lahan gandum, jagung, padi, dan serelia lainnya, karena hanya membunuh tumbuhan dikotil saja, monokotil tidak (http://www.pesticideinfo.org/Detail_chemical.jsp., 2008). 2,4 - dichlorophenoxyacetic acid (2,4 - D) biasanya dipakai sebagai satu herbisida untuk membunuh gulma berdaun lebar. Formulasi ini melemahkan kayu, menerobos kulit kayu setelah diaplikasi. Penyerap 2,4 - D. melalui akar dan daun-
Universitas Sumatera Utara
daun gulma setelah 4 - 6 jam aplikasi tanpa turun hujan. Jika hujan 2,4 - D akan larut pada air hujan dan aliran permukaan dari gulma dan tanah sebelum jumlahnya cukup diserap oleh gulma. 2,4 – D berada pada jaringan floem gulma setelah diserap dan bersamaan dengan translokasi bahan makanan ke seluruh tubuh tumbuhan. Akumulasi dari herbisida terjadi pada daerah meristematik dari batang dan akar. 2,4 - D bekerja akibat dari auxin atau perkembangan gulma, mengatur hormon. Gulma diaplikasi dengan 2,4 – D mengakibatkan metabolisme gulma terganggu dengan merangsang nukleus
dan sintesa protein yang
mempengaruhi aktivitas dari enzim, pernapasan, dan divisi sel, jaringan floem hancur dan terganggu translokasi hasil fotosintesis sehingga mengakibatkan kematian (http://www.epa.gov/TEACH/chem_summ/24D_summary.pdf, 2006). 2,4-D dalam bentuk asam, garam, atau ester yang diaplikasi lewat daun, mendifusikan molekulnya lewat kutikula, masuk ke dalam apoplas, dan akhirnya masuk sel setelah berpenetrasi pada plasmolema (Moenandir, 1988). Nama Umum
: 2,4-D
Nama Kimia
: 2,4 - dichlorophenoxyacetic acid
Rumus Bangun
:
(http://www.pasticideinfo.org/Detail_chemical.jsp., 2008).
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua unit percobaan sebagai berikut; I. Penentuan kemampuan biji A. intrusa menyebar dari induk, dan II. Dose Response A. intrusa terhadap parakuat, glifosat, dan campuran glifosat + 2,4 – D Kedua percobaan dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Juli 2009.
I. Jarak Pergerakan Biji A. intrusa dari Induk Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji A. intrusa yang diambil dari kebun Adolina PTPN, polibag (diameter 35 cm, tinggi 40 cm), lembaran plastik putih transparan, insektisida profenopos (Curacron 25 EC), top soil. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi cangkul, meteran, gembor, alat ukur (meteran), gunting, parang.
Metode Penelitian Untuk menentukan jarak pergerakan biji dari induk ke sekitarnya, dilakukan pengamatan setiap pukul 16.00 WIB setiap harinya dengan menggunakan meteran. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial dengan perlakuan :
Universitas Sumatera Utara
1. 1 A. intrusa per polibeg (A1) 2. 10 A. intrusa per polibeg (A2) 3. 20 A. intrusa per polibeg (A3) Setiap perlakuan diulang 3 kali. Data hasil penelitian di analisis dengan sidik ragam dengan metode linier sebagai berikut : Yij = μ + рi + τj + εij dimana: Yij:
Hasil pengamatan dari blok ke-i dengan perlakuan ke – j.
μ:
Nilai tengah sebenarnya.
ρi :
Pengaruh blok ke-i
τj:
Efek perlakuan ke-j
Εij:
Efek galat percobaan pada blok-i yang mendapat perlakuan ke – j. Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan
dengan uji beda rataan yaitu uji Duncan dengan taraf 5 %.
Universitas Sumatera Utara
II. Dose Response Asystasia Terhadap Parakuat, Glifosat, dan Campuran Glifosat + 2,4 - D Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji A. intrusa yang diambil dari perkebun Adolina PTPN IV , glifosat (Round up 480 AS), parakuat (Gramoxone 276 SL), glifosat + 2,4-D (Sidastar 300/100 SL), top soil, insektisida profenopos (Curacron 25 EC), polibeg (diameter 35 cm, tinggi 40 cm). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi cangkul, meteran, alat semprot punggung (knapsack sprayer), timbangan, gembor, ember, gelas ukur, oven.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial. Setiap perlakuan dibuat dalam 4 ulangan. Herbisida yang digunakan : H1
= Paraquat diklorida (Gramoxone 276 SL)
H2
= Isopropilamina glifosat (Round up 480 AS)
H3
= IPA glifosat dan 2,4 D DMA (Sidastar 300/100 SL)
Dosis rekomendasi parakuat, glifosat, dan glifosat + 2,4 – D berturut-turut adalah: 414 g b.a/ha; 720 g b.a/ha; 600 g b.a/ha + 200 g b.a/ha. Masing – masing herbisida diaplikasi dengan lima taraf dosis ditambah kontrol (tanpa herbisida). Dosis herbisida tersebut dibuat sebagai berikut : D0 = 0 D1 = ¼ x D2 = ½ x
Universitas Sumatera Utara
D3 = 1 x D4 = 2 x D5 = 4 x x : dosis rekomendasidasi pada label Maka diperoleh 3 unit petak percobaan dari 3 jenis herbisida: Data hasil penelitian di analisis dengan sidik ragam dengan metode linier sebagai berikut : Yij = μ + рi + τj + εij dimana: Yij:
Hasil pengamatan dari blok ke-i dengan perlakuan ke – j.
μ:
Nilai tengah sebenarnya.
ρi :
Pengaruh blok ke-i
τj:
Efek perlakuan ke-j
Εij:
Efek galat percobaan pada blok-i yang mendapat perlakuan ke – j. Data hasil penelitian yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda
rataan yaitu uji Duncan dengan taraf 5 %.
Universitas Sumatera Utara