DOMBA SEBAGAI PENGENDALI GULMA DI LAHAN PERKEBUNAN Simon P Ginting
(Sub Balai Penelitian Ternak, Sungai Putih, Sumatera Utara)
PENDAHULUAN Pentingnya pengendalian gulma untuk mencegah turunnya produksi akibat persaingan dalam penyerapan unsur hara tanah antara tanaman perkebunan dengan vegetasi yang tumbuh di bawahnya telah diketahui secara luas . Perkebunan besar, baik swasta maupun negara secara rutin menggunakan herbisida untuk mengootrol perkembangan gulma . Pengendalian gulma secara kimiawi sangat efektif, namun membutuhkan biaya yang relatif besar yang sering tidak terjangkau oleh pekebun kecil. Hal ini mengakibatkan upaya pengendalian gulma di perkebunan rakyat, terutama oleh perkebunan tradisional, sangat kecil dan hanya terbatas pada penggunaan tenaga manusia saja . Metode pengendalian gulma yang memiliki prospek baik adalah pengendalian secara biologis dengan memanfaatkan ternak sebagai "alat" penyiang yang efektif. Metode ini selain dapat menekan biaya juga dapat memberikan penghasilan tambahan berupa produksi ternak .
Tulisan ini menguraikan beberapa aspek yang berkaitan dengan keterlibatan ternak domba dalam pengendalian gulma di kawasan perkebunan, khususnya pada kawasan perkebunan karet dan kelapa sawit . KONSEP Sistem produksi terintegrasi antara ternak dengan perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar didasarkah kepada kenyataan dan asumsi sbb: 1 . Tersedia tenaga kerja . 2. Tersedia lahan sebagai sumber hijauan pakan 3. Hubungan yang bersifat komplementer atau suplementer antara tanaman pokok dengan ternak . Dalam sistem ini, tanaman pokok merupakan komponen utama, sedangkan ternak sebagai komponen tambahan . Interaksi yang dinamis antara komponen utama, komponen tambahan dan faktor pendukung seperti lahan, hijauan dan mikroklimat (Gambar 1) mengharuskan adanya fleksibilitas
TANAMANPOKOK Produksi
I
v
0
h
I
TERNAK Produksi
Gambar 1 .
TANAH Unsur Hara Temperatur Kelembaban
i i I
I
i
I
I I I
I I I
S
VEGETASI/GULMA Produksi Komposisi botani Kualitas
Interaksi antara komponen dan faktor pendukung dalam sistem produksi terpadu antara ternak (komponen tambahan) dengan tanaman perkebunan (komponen utama) Sumber : Dimodifikasi dari Arope dkk . (1985) ; Chen dan Wong (1991)
SIMON P. GINTING: Domba sebagai pengendali gulma
manajemen komponen tambahan, disesuaikan dengan manajemen komponen utama yang relatif suclah baku . Dengan kata lain, setiap upaya modifikasi atau manipulasi terhadap faktor pendukurg dengan tujuan menjngkatkan produksi komponen tambahan harus dipertimbangkan masak-masak lierdasarkan kepada stabilitas tingkat produksi clan kelangsungan produksi komponen utama .
DOMBA SEBAGAI "PENYIANG" BIOLOGIS Di antara jenis-jenis ternak ruminansia, domba merupakan jenis ternak yang paling sesuai untuk mengendalikan gulma di kawasan perkebunan karet clan kelapa sawit. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa ternak domba memiliki sifat dasar sebagai ternak perenggut rumput (Hofmann, 1988), sehingga tidak memiliki kecenderungan untuk mengganggu tanaman pokok. Di samping itu, ternak domba sangat muclah dikendalikan karena sifatnya cenderung membentuk kelompok, sehingga memudahkan pengaturan sistem clan Dengawasan penggembalaan yang efektif menurut kondisi perkebunan . Diperkirakan bahwa seorang penggembala dapat mengelola sekitar 150 ekor domba di areal perkebunan (Gatenby clan Ginting, 1991) . Tabel 1 .
Dari segi potensi reproduksi, ternak domba clapat berkembang biak dengan cepat bila dipelihara di areal perkebunan . Dengan manajemen peme liharaan yang semi intensif, jarak melahirkan seekor induk domba dapat dicapai pada kisaran 192-227 hari (Iniguez dkk., 1991) atau dapat melahirkan sebanyak tiga kali dalam kurun waktu dua tahun . Dengan rataan jumlah anak per induk per kelahiran sebesar 1,4-1,7 ekor (Reese dkk. 1990), maka populasi ternak yang dipelihara akan meningkat dengan pesat. Dengan tingka .t reproduktivitas yang tinggi ini penclapatan tambahan yang berasal dari produksi ternak dengan sendirinya akan meningkat pula . GULMA PERKEBUNAN SEBAGAI SOMBER HIJAUAN PAKAN Tidak semua hijauan yang tumbuh di bahawh tanaman pokok perkebunan clapat dimanfaatkan oleh domba . Namun sekitar 70% dari jenis gulma yang umum tumbuh di kawasan perkebunan merupakan sumber hijauah pakan ternak yang baik (Wan Mohamed, 1977) . Komposisi botanis gulma yang tumbuh dominan di areal perkebunan karet atau kelapa sawit berfluktuasi mengikuti perkembangan tajuk ta naman pokok (lihat Tabel 1) . Pada areal tanaman
Spesies hijauan yang umum tumbuh di areal perkebunan karet clan kelapa sawi~ Umur tanaman perkebunan (tahun)
>6
4-6
0-3
RUMPUT Paspalum conjugatum* Axonopus compressus* Ottochloa nodusa* Imperata cylindrica Digitaria spp .*
Paspalum conjugatum Axonopus compressus Ottochloa nodusa
Paspalum conjugatum Axonopus compressus Ottochloa nodusa Cyrtococcum acresen
LEGUMINOSA Calopogonium caerulium Centrocema pubescens* Pueraria phaseoloides* Calbpogonium muconoides Mikania micrantha* Asystasia spp . *
Calopogonium caerulium Centrocema pubescens Mimosa pudica*
Mimosa pudica
HIJAUAN BERDAUN LEBAR (" BROADLEAVES" ) Micania micrantha Asystasia spp . Borreria latifolia* PAKIS
Sumber : Chen dkk . 1978 ; Ginting dkk . 1987 ; Wong, 1990 . *) Palatabel bagi ternak domba
Mikania micrantha Asystasia spp . Borreria latifolia Ageratum conyzoides Dicranoteris linearis Lygodium flexuosum Nephrolepis bisserata
WARTAZOA Vol . 3 No . 1, Pebruari 1993
menghasilkan (TM) yaitu pada umur tanam di atas 5 tahun perkembangan tajuk tanaman pokok menciptakan kondisi lingkungan dengan persentase naungan yang tinggi . Intensitas radiasi sinar matahari pads areal ini hanya sekitar 30% atau kurang dari radiasi sinar matahari pada areal terbuka (Stur clan Shelton, 1990) . Kondisi ini akan membatasi keragaman jenis hijauan yang mampu tumbuh sehingga areal akan clidominasi oleh jenis-jenis hijauan dengan kemampuan aclaptasi yang tinggi terhadap naungan . Jenis rumput-rumputan secara perlahan akan menclominasi areai perkebunan oleh karena hijauan ini lebih tahan terhadap naungan dibandingkan dengan jenis leguminosa . Di samping itu, jenis rumput-rumputan seperti Paspalum conjugatum, Axonopus compressus clan Ottochloa nodusa juga lebih disukai ternak domba dibandingkan dengan jenis leguminosa yang biasanya ditanam di areal perkebunan muda . Fenomena ini akan mempertahankan peranan leguminosa sebagai tanaman penutup tanah apabila ternak digembalakan pada areal tanaman muda (2-5 tahun) .
Keberadaan leguminosa sebagai tanaman penutup tanah perlu clipertahankan antara lain untuk mencegah pertumbuhan alang-alang, me nyuburkan tanah, mempertahankan kelembaban tanah clan mencegah erosi . Di antara leguminosa penutup tanah, jenis Pueraria javanica clan Centrosema pubescens merupakan hijauan pakan dengan paiatibilitas clan kualitas pakan yang tinggi, sedangkan jenis Calopogonium caerulium clan Calooogunium muconoides kurang disukai ternak domba (Ginting dkk., 1987) .
Selain berpengaruh terhadap komposisi botanis, intensitas radiasi sinar matahari sangat berpengaruh terhadap produksi hijauan yang tum buh di kawasan perkebunan (Chen dkk ., 1988) (Gambar 1) . Produksi hijauan pakan mencapai titik terendah pada kawasan perkebunan dengan umur tanam antara 12-20 tahun yaitu saat intensitas sinar matahari yang clapat menembus tajuk tanaman pokok mencapai titik terendah . Atas clasar dinamika produksi hijauan ini, yang sangat terkait dengan tersedianya energi untuk proses fotosintesis, maka peranan domba sebagai pengendali
100
5000 Penetrasi sinar matahari ----~ Produksi gulma
x------x
v 0 80 co
0
a 4000
"J
L I0
m 60
v
E
3000 cu
v
v
m
c ,F, 40 ,
v v v
2000
v
m
v
c m
v
20-
x
4
d cn
v
J
8 12 16 Urnur tanaman karet
20
i
1000
24
28
Gambar 2 . Penetrasi sinar matahari clan produksi gulma pada berbagai umur tanaman karet . Sumber : Wan Mohammad dkk . (1987) .
d
SIMON P. GINTING: Domba sebagai pengendali gulma
gulma yang efektif dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode tanaman belum menghasilkan (TBM) (umur tanaman pokok 2-5 tahun) clan periode tanaman menghasilkan (TM) pada periode umur tanaman di atas 20 tahun. Secara keseluruhan kedua periode ini akan mencakup 2/3 dari masa pemeliharaan ekonomis tanaman pokok . Sehubungan dengan itu jumlah domba yang dipelihara per satuan luas lahan untuk mengendalikan gulma secara efektif bervariasi menurut umur tanaman pokok. Pada areal TBM daya tampung lahan berkisar antara 10-15 ekor domba dewasa per hektar, sedangkan pada areal tanaman tua daya tampung menurun menjadi 3-5 ekor per hektar . Oleh karena interaksi yang sangat dinamis antara tanaman pokok, gulma sebagai hijauan pakan clan ternak, maka dalam prakteknya pengamatan terhadap kondisi gulma perlu dimonitor secara teratur untuk melakukan penyesuaian yang diperlukan seperti misalnya terhadap jumlah ternak yang dipelihara atau terhadap sistem penggembalaan yang diterapkan . Hal ini diperlukan agar keseimbangan kepentingan antara tanaman pokok clan ternak dapat dipertahankan . SISTEM PENGGEMBALAAN UNTUK MENGENDALIKAN GULMA Prinsip pengendalian gulma dengan mengintegrasikan komponen domba ke dalam sistem produksi tanaman perkebunan adalah memper tahankan keberadaan vegetasi sehingga tercapai keseimbangan antara kepentingan tanaman pokok dengan kelangsungan usaha produksi domba . Hal ini berarti bahwa perkembangan gulma perlu clikontrol untuk menciptakan kondisi yang mampu mendukung kebutuhan pakan ternak secara berkesinambungan, namun tidak memberi dampak yang negatif kepada produksi tanaman pokok. Untuk memenuhi prinsip ini, sistem penggembalaan yang paling sesuai adalah sistem rotasi (bergilir) . Sistem ini bertujuan untuk menjamin tumbuhnya kembali vegetasi di areal yang telah digembalakan, sehingga pada saatnya dapat dimanfaatkan kembali sebagai sumber pakan . Untuk kondisi perkebunan rakyat tradisional atau yang dengan pola perkebunan inti rakyat (PIR) dengan luas pemilikan lahan relatif kecil (2-3 ha) (Dereindra dkk., 1990), penggembalaan sistem rotasi dapat dilakukan dengan membagi areal kebun menjadi 2-3 plot penggembelaan yang kemudian digunakan secara bergilir . Pada perkebunan besar pembuatan plot pengembalaan lebih fleksibel, sehingga lebih mullah menentukan
lama clan interval penggembalaan antara plot yang digunakan . Lama penggembalaan pada suatu plot clan jumlah plot yang tersedia akan menentukan interval penggembalaan antar plot . Untuk daerah tropis dengan kelembaban udara yang relatif tinggi seperti Indonesia terdapat potensi besar bagi berkembangnya parasit di areal penggembalaan . Dengan pertimbangan ini penentuan lama penggembalaan pada suatu plot perlu dikaitkan dengan aspek perkembangan parasit di kawasan penggembalaan . Diperkirakan bahwa interval penggembalaan antar plot (periode "istirahat" untuk setiap plot) selama 3 bulan dapat menekan perkembangan parasit semaksimal mungkin, sehingga biaya pengendalian parasit secara kimiawi yang membutuhkan biaya yang relatif besar dapat ditekan. MANFAAT PENYIANGAN SECARA BIOLOGIS Penelitian terhadap pengaruh penggembalaan domba di perkebunan karet terhadap sifat tanah, karakteristik clan produksi tanaman karet telah diteliti oleh Reese dkk. (1986) . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan domba di kawasan perkebunan untuk mengendalikan gulma ticlak mempengaruhi sifat kimia tanah, hara daun karet, perkembangan lilit batang karet maupun produksi lateks . Penggembalaan domba pada kawasan perkebunan karet juga tidak mengakibatkan terjadinya kepadatan tanah clan tidak pula mengakibatkan perkembangan hama . Didukung oleh hasil-hasil penelitian yang secara sistematis telah dilakukan di Malaysia sejak tahun 1977, beberapa keuntungan dari peman faatan domba sebagai penyiang biologis di areal perkebunan antara lain sebagai berikut :
1 . Tergantung pada umur tanaman pokok, biaya penyiangan secara kimiawi dapat ditekan sampai 15-30%, apabila dikombinasikan dengan penyiangan secara "biologic" . 2 . Berkurangnya pemakaian zat kimia akan menekan intensitas pencemaran lingkungan . 3. Perkembangan gulma dapat dikendalikan agar mampu berperan sebagai pencegah erosi, terutama pada kawasan dengan topografi yang riskan terhadap erosi. 4. Meningkatkan pendapatan per unit lahan karena adanya hash penjualan produksi ternak . 5. Keberadaan komponen ternak terutama selama tanaman pokok belum menghasilkan yang berlangsung selama 4-5 tahun sejak penanaman tanaman pokok, dapat berperan sebagai tabungan atau sumber pendapatan yang se-
WARTAZOA Vol. 3 No. 1, Pebruari 1993
waktu-waktu dapat digunakan oleh petani kebun . 6. Adanya sumber pendapatan tambahan dari kegiatan yang terkait dengan produksi tanaman pokok akan menarik petani kebun untuk lebih memberi perhatian terhadap pendwatan tanaman pokok. Hal ini dapat mencegah terbengkalainya usaha perkebunan akibat terlibatnya pekebun dalam aktivitas yang tidak terkait secara langsung dengan kebun seperti yang sering terjadi pada perkebunan rakyat . KESIMPULAN Ketersediaan vegetasi di areal perkebunan, yang merupakan gulma bagi tanaman pokok merupakan sumber hijauan pakan potensial bagi ternak ruminansia, menawarkan suatu metode alternatif pengendalian gulma secara biologis dengan memanfaatkan ternak sebagai "alat" penyiang yang efisien . Di antara ternak ruminansia, domba merupakan jenis ternak yang paling sesuai untuk mengendalikan perkembangan gulma dengan sistem penggembalaan secara rotasi . Keterlibatan domba dalam usaha perkebunan dapat meningkatkan pendapatan per unit lahan yang terutama berasal dari penghematan biaya penyiangan atau biaya penggunaan herbisida, dan dari hasil produksi ternak . Di samping itu pengendalian gulma areal perkebunan secara biologis dapat menekan kemungkinan terjadinya polusi lingkungan akibat penggunaan zat kimia sebagai pengendali gulma. DAFTAR PUSTAKA Arope, A ., T . Ismail, dan C. D . Thai . 1985 . Ternaka n biri-biri secara bersepadu , di dalam kebun getah . BRIM . Siaran Pekebun. Institut Penyelidikan Getah Malaysia . Kuala Lumpur, Malaysia . Chen, C .P ., and H .K . Wong . 1991 . Herbivores and the plantation . Proc . 3rd International Symposium on the Nutrition of Herbivores . Penang, Malaysia . p. 71-82 . Chen, C.P ., K.C . Chang, A. S. Shidu, and H . Wahab. 1978 . Pasture and animal production under five-year-old plantation at Serdang . Proc . of the Seminar on Integration of Animals With Plantation Crops. Pulau Pinang, Malaysia . p. 179-190.
Chen, C.P ., A . Tajuddin, W.E . Wan Mohammad, I . Tajuddin, C .E . Ibrahim, and R .M . Salleh 1988 . Research and development of integ rated system in livestock, forage and tree crop production in Malaysia . Proceeding of International Livestock Tree Cropping Workshop . Serdang, Malaysia . p. 55-72. Dereindra, R., L. Batubara, S. Karo-karo, Z . Zen, and A. Arsjad . Prospect for sheep husbandry and socio-economic constraints in the nucleus estate and smallholder project in Indonesia . Proceedings of Integrated Tree Cropping and Small Ruminant Production System Workshop . Indonesia, Medan . p . 265-273. Gatenby, R. M., and S . P. Ginting. 1991 . Shee p production in rubber plantation . Indonesian Small Ruminant Newsletter 2: 10-11 . Ginting, S .P ., S .W . Handayani, P.P . Ketaren . 1987 . Palatabilit y and digesbility of forages from rubber plantation for goats and sheep. Inter national Conference. on Advances in Animal Feed and Feeding in the Tropics. Proceedings of the 10th Malaysian Society for Animal Production . Pahang, Malaysia . p . 319-323 . Hofman, R.R . 1988 . Anatomy of the gastrointestinal tract . In : The Ruminant Animal . Digestive Physiology and Nutrition (Ed . D. C. Church) . Prentice Hall, New Jersey, USA . p. 14-43 . Iniguez, L., M . Sanchez, S .P . Ginting . 1991 . Productivit y of Sumatran sheep in a system integrated with rubber plantation . Small Ruminant Research 5: 303-317. Reese, AA S.W . Handavani, S.P . Ginting, W. Sinulingga, G .R . Reese and W.L . Johnson 1990 . Effect on energy supplementation on lamb production of Javanese Thin-tailed ewes . J . Anim . Sci . 68 : 1827-1840. Reese, A.A ., Y Taryo-Adiwiganda, Sumarmadji, S.W . Handayani, S.P . Ginting, dan G.R . Reese. 1986 . Keterpadua n pemeliharaan domba de ngan perkebunan karet. Pertemuan Konsultasi Teknis Kelompok Perkebunan Karet Swasta Nasional Kabupaten Asahan/Labuhan Batu . Rantau Perapat. Stur, W.W ., and H .M . Shelton . 1990 . Review of forage resources in plantation crops of Southeast Asia and the Pacific . In : Forages for Plantation Crops (Eds . H.M . Shelton and W.W . Stud . Australian Centre for Agricultural Research . p. 14-43 .
SIMON P. GINTING: Domba sebagai pengendali gulma
Wan Muhammed, W.E . 1977 . Utilization of ground vegetation for animal rearing . Proceeding of the Rubber Research Institute of Malaysia . Planters Conference, Kuala Lumpur . p. 163170 .
Wan Muhammed, W.E ., R . I . Hutagalung, and C.P . Chen . 1977 . Feed based livestock production system . Proc . 10th Annual Conference of the Malaysia Society for Animal Production . Pahang, Malaysia . p. 81-100 . Wong, C.C . 1990 . Shade tolerance potential of some tropical forages for integration in plantation crops. ACIAR Proceedings No . 32 . p. 64-69.