TINJAUAN PUSTAKA Rumput Raja (Pennisetum purpureum Schumach x Pennisetum typhoides Burm.) Rumput raja merupakan hasil persilangan antara rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumach) dengan Pennisetum typhoides Burm. Rumput raja adalah jenis tanaman perenial yang membentuk rumpun, daya adaptasi yang baik di daerah tropis, dapat tumbuh di dataran rendah dan tinggi (50-1200 m dpl), tumbuh baik pada tanah yang tidak terlalu lembab dengan curah hujan di atas 1000 mm per tahun dan didukung dengan irigasi yang baik. Pertumbuhan awal rumput raja lebih lambat dan memerlukan perawatan yang lebih intensif dibandingkan dengan rumput gajah, namun memiliki pertumbuhan yang cepat mengalahkan rumput gajah (BPTHMT Baturaden, 1989). Rumput raja merupakan rumput potongan yang mempunyai bentuk rumpun yang terdiri dari 20-50 batang dengan diameter sekitar 2,5 cm. Tingginya dapat mencapai 2-3 m, lebar daun 2-3 cm, dan panjangnya 60-90 cm. Rumput ini mudah ditanam dengan menggunakan stek batang atau sobekan rumpun. Bibit rumput raja sebaiknya tidak terlalu muda atau terlalu tua karena dapat mengakibatkan pertumbuhan terhambat, bahkan tidak tumbuh. Stek batang yang baik berdiamter 1,52 cm dengan panjang 25 cm dan memiliki 2-3 mata tunas. Bibit yang berupa sobekan rumpun terdiri dari 2-3 anakan (Kushartono, 1997).
Gambar 1. Rumput Raja Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)
3
Pada umumnya rumput raja tumbuh baik pada curah hujan yang tinggi atau sebaliknya kurang tahan pada tanah yang kering karena rumput ini mengandung ± 80% air. Kebutuhan air yang cukup tinggi menjadi suatu acuan untuk penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan. Hujan memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan rumput raja. Bila hujan terus menerus maka pertumbuhan rumput akan berlangsung terus, sedang bila kekurangan air pertumbuhan akan terhambat. Penanaman dengan pengairan yang cukup akan menguntungkan karena dapat dilakukan sepanjang tahun. Salah satu faktor yang mempengaruhi cepat atau lambatnya bibit stek bertunas adalah kadar air yang terdapat di dalam mata tunas. Ketersediaan air yang cukup juga diperlukan untuk pertumbuhan batang (Kushartono, 1997). Rumput raja memiliki ciri ukuran batang yang lebih besar dan lebih keras daripada rumput gajah, ukuran daun yang lebih lebar, dan terdapat banyak bulu-bulu kasar. Produksi bahan kering berkisar antara 40-63 ton/ha/tahun (Siregar, 1989). Kandungan nutrisi rumput raja dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Nutrien Rumput Raja Kandungan Nutrien
(%)
Bahan Kering*
22
Protein Kasar*
13,5
Serat Kasar*
34,1
Ca**
0,37
Sumber: *) Soetanto, 2002 **) Yana, 2011
Pemotongan pertama pada rumput raja dilakukan pada umur 90 hari (tiga bulan). Interval pemotongan selanjutnya adalah 50 hari pada musim penghujan dan 60 hari pada musim kemarau. Pemotongan rumput dilakukan pada jarak 15-20 cm dari permukaan tanah. Pemotongan yang terlalu panjang akan menyebabkan sisa batang yang tinggal mengayu, sebaliknya jika terlalu rendah akan mengganggu pertumbuhan rumput untuk selanjutnya karena jumlah anakan (rumpun) yang tumbuh sedikit (Kushartono, 1997).
4
Rumput Taiwan (Pennisetum purpureum Schumach cv Taiwan) Rumput taiwan merupakan salah satu varietas dari rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumach). Rumput ini berasal dari Taiwan dan belum dibudidayakan secara komersial di Indonesia. Walaupun rumput ini masih termasuk rumput gajah, tetapi karakteristik dari rumput taiwan ini sedikit berbeda. Perbedaannya terdapat pada ukuran batangnya yang lebih kecil dan lunak. Pada batang yang lebih muda pangkal batang yang paling bawah (dekat ke tanah) berwarna kemerah-merahan, tinggi rumput bisa mencapai 4-5 m, daun lebar, dan terdapat bulu-bulu lembut pada daunnya (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bidang Produksi Peternakan, 2010; Nurhayu et al., 2009). Rumput taiwan dapat tumbuh pada lingkungan hawa panas yang lembab, tetapi tahan terhadap musim panas yang cukup tinggi dan tahan terhadap naungan. Rumput ini tidak tahan hidup di daerah hujan yang terus-menerus. Tanah tempat rumput ini ditanam harus subur, gembur, tidak bercadas, dan pH tanahnya 5-7. Pertumbuhannya akan terangsang jika diberikan pupuk nitrogen (urea) (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bidang Produksi Peternakan, 2010).
Gambar 2. Rumput Taiwan Sumber: PNPM Agribisnis Perdesaan (SADI) Nusa Tenggara Timur (2009)
Produksi bahan kering rumput sekitar 35,45 ton/ha/tahun dan protein kasar 10,85% (Manurung et al., 2001). Produktivitas rumput taiwan cukup tinggi yaitu 300 ton/ha/tahun dengan pemupukan dan pemeliharaan optimal. Pemanenan pertama 5
dilakukan setelah rumput berumur minimal 60 hari. Pada musim hujan interval panen antara 30-40 hari dan musim kemarau 50-60 hari. Tinggi pemotongan 15-20 cm dari permukaan tanah (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bidang Produksi Peternakan, 2010). Tabel 2. Kandungan Nutrien Rumput Taiwan Kandungan Nutrien
(%)
Protein Kasar*
10,85
Serat Kasar**
30-32
Ca**
0,24-0,31
Sumber: *) Manurung et al., 2002 **) Suyitman. 2003
Tanah Latosol Tanah latosol adalah tipe tanah yang terbentuk melalui proses latosolisasi. Tanah ini merupakan tanah tua yang biasa dijumpai di daerah tropik. Area seluas 9% di Indonesia yaitu Jawa, Kalimantan, dan Sumatera memiliki jenis tanah latosol. Proses latosolisasi memiliki tiga proses utama, yaitu (1) pelapukan intensif yang terjadi terus menerus, (2) terjadi pencucian basa-basa yang mengakibatkan penumpukan seskuioksida, dan (3) terjadi penumpukan mineral liat kaolinit. Proses latosolisasi biasanya terjadi pada daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi, sehingga gaya hancur bekerja lebih cepat (Soepardi, 1983). Tanah latosol memiliki ciri berwarna merah, kuning ataupun cokelat. Kapasitas tukar kation rendah yang disebabkan rendahnya kadar bahan organik tanah dan sifat liat hidro-oksida. Kandungan aluminium (Al) dan besi (Fe) relatif tinggi dan kadar seskuioksida tinggi. Ciri-ciri ini dapat menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Tanah latosol biasanya memberikan respon baik terhadap pemupukan dan pengapuran (Soepardi, 1983). Tanah latosol dari daerah Dramaga pada umumnya sifat fisiknya sudah baik dengan ciri-ciri bertekstur liat berdebu, lempung berdebu sampai lempung berpasir. Bobot isi berkisar antara 0,90-0,97 g/cm3, porositas tanah berkisar antara 63%-68%. Pori drainase cepat tergolong sangat rendah sampai rendah, drainase dan tata udara tergolong baik, dan air tersedia rendah sampai sangat tinggi (Soeparto, 1982).
6
Tabel 3. Hasil Analisis Tanah Latosol Jenis Pengukuran
Nilai
Keterangan
pH H2O
5,4
Asam
C organic
1,23%
Rendah
N
0,11%
Sangat rendah
P
0,5 ppm
Rendah
K
0,10 me/100 g
Rendah
Ca
2,10 me/100 g
Rendah
Mg
0,76 me/100 g
Rendah
KTK
13,44 me/100 g
Rendah
Keterangan : Hasil Analisis Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (1999) Sumber : Feniara (2001)
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas tanaman dan abnormalitas warna daun adalah karena rendahnya pH tanah. Setelah mampu menghadapi kondisi pH yang rendah, kemudian tanaman memberi respon terhadap faktor-faktor lainnya seperti kehadiran aluminium (Al), mangan (Mn), rendahnya nitrogen (N), fosfor (P), molibdenum (Mo), dan kalsium (Ca) tanah. Rendahnya pH tanah menyebabkan tanaman keracunan Al dan Mn serta menurunkan ketersediaan P tanah. Sebaliknya jika pH tanah tinggi akan menurunkan ketersediaan P tanah pula dan menurunkan unsur mikro lainnya seperti zink (Zn) dan boron (B). Tidak semua tanaman tahan terhadap kondisi tanah yang seperti ini sehingga diperlukan tanaman yang dapat beradaptasi pada jenis tanah ini atau dilakukan perbaikan terhadap sifat tanah latosol (Kidd dan Proctor, 2001; Stevens et al., 2001). Pengapuran Pengapuran biasanya direkomendasikan untuk tanah-tanah yang bersifat masam (Soepardi, 1983; Stevens et al., 2001). Tujuan utama dari pengapuran adalah untuk meningkatkan pH tanah. Selain daripada itu, pemberian kapur dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Perbaikan sifat fisik tanah berhubungan dengan granulasi tanah, sifat kimia yang paling penting adalah menurunkan kemasaman tanah, dan sifat biologi adalah merangsang pertumbuhan jazad renik untuk meningkatkan proses enzimatik (Soepardi, 1983).
7
Tujuan utama pengapuran dilakukan untuk perbaikan sifat kimia tanah. Selain daripada meningkatkan pH, pengapuran dapat berfungsi untuk (1) menurunkan kadar keracunan dari besi (Fe), aluminium (Al), dan mangan (Mn) serta (2) memperbaiki serapan molibdenum (Mo), fosfor (F), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg) (Soepardi, 1983; Zambrano et al., 2007). Sebelum melakukan pengapuran, ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan. Menurut Soepardi (1983) beberapa diantaranya adalah (1) perlu atau tidaknya kapur diberikan, (2) jenis kapur yang diberikan, dan (3) banyaknya kapur yang harus diberikan. Perlu tidaknya kapur diberikan tergantung dari keadaan kimia tanah yang ditentukan melalui pH dan kandungan aluminium tanah serta jenis tanaman yang akan ditanam. Pemilihan kapur yang tepat harus didasarkan pada lima faktor yaitu: (1) jaminan kimia dari kapur; (2) harga per ton; (3) kecepatan reaksi; (4) kehalusan bahan; dan (5) kemasan kapur. Menurut Hardjowigeno (1995) faktorfaktor yang menentukan banyaknya kapur yang diperlukan adalah pH tanah, tekstur tanah, kadar bahan organik tanah, mutu kapur, dan jenis tanaman. Apabila pemberian kapur melebihi pH tanah yang diperlukan akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan optimum tanaman dan tidak efisien (ekonomis), juga waktu dan cara pengapuran harus diperhatikan. Pada dasarnya kapur diberikan pada tanah bila diperkirakan hujan tidak akan turun pada saat pemberian kapur (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Dolomit Kapur yang umum digunakan adalah dari golongan karbonat, yaitu kalsium karbonat (CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2). Bila bahan tersebut tidak atau hanya sedikit mengandung dolomit disebut kalsit. Bila jumlah magnesium meningkat disebut kapur dolomitik dan bila hanya mengandung sedikit kalsium karbonat dan hanya terdiri dari kalsium-magnesium-karbonat maka disebut dolomit. Kalsit dan dolomit merupakan kapur yang bersifat dingin sehingga dapat digunakan secara langsung pada tanaman (Soepardi, 1983). Kapur dolomit memiliki sifat fisik berwarna putih keabu-abuan atau kebirubiruan. Dolomit (CaMg(CO3)2) memiliki jumlah Ca dan Mg yang relatif seimbang, tetapi kadang kala ada satu elemen yang lebih besar persentasenya daripada yang lain. Besi dan mangan terkadang ditemukan dalam jumlah kecil. Bentuk dolomit 8
yang paling umum dalam grup kecil ialah kristal rhombohedral dengan lengkungan, tampak seperti pelana. Dolomit memiliki sifat tembus transparan dan tembus cahaya dalam pecahan yang tipis serta memiliki ketahanan yang rapuh (Harjanti, 2009). Menurut Soepardi (1983) kapur dolomit bereaksi lebih lambat dengan tanah dibandingkan dengan kapur kalsit. Bahan kapur yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami reaksi sampai terbentuk keseimbangan baru. Reaksi yang terjadi pertama kali adalah penguraian bahan kapur membentuk ion CO3 serta ion-ion Ca dan Mg. Selanjutnya, ion CO3 yang terbentuk menarik ion H dari komplek jerapan dengan reaksi sebagai berikut: (CaMg)CO3
(CaMg)2+ + CO32-
CO32- + H2X
H2CO3 + X2-
(CaMg)2+ + X2-
(CaMg) X, dimana X adalah komplek jerapan (adsorb)
Dengan demikian yang berperan sebagai agen pengapuran adalah CO3, sebab ion Ca sendiri tidak sanggup melepaskan H+ dari komplek jerapan (Kussow, 1971). Menurut Tisdale et al. (1985) penambahan bahan kapur ke dalam tanah dengan takaran yang tepat dapat meningkatkan pH tanah, ketersediaan dan efisiensi pemupukan fosfat, serta menurunkan kelarutan beberapa unsur seperti Al, Fe, dan Mn yang mencapai tingkat yang meracuni tanaman. Disamping itu, penggunaan dolomit dapat mensuplai Ca dan Mg tanah.
9