TINJAUAN PUSTAKA Dadih Dadih adalah produk olahan susu kerbau yang berasal dari daerah Sumatera Barat. Produk ini sudah lama dikenal dan disukai oleh masyarakat setempat karena memiliki manfaat ganda baik terhadap gizi, kesehatan maupun sebagai makanan budaya (Shugita, 1998). Dadih sebagai produk susu fermentasi merupakan makanan spesifik yang berwarna putih dan hampir menyerupai tahu, bisa dipotong, serta memiliki bentuk dan karakter yang menyerupai yogurt dan kefir (Sirait, 1993). Kualitas dadih terutama ditentukan oleh kualitas fisik dan kandungan nutrisi serta keasamannya. Hosono (1992) menyatakan bahwa dadih adalah makanan yang mengandung protein dan lemak cukup tinggi, dengan rataan kualitas dadih yang beredar di lima kabupaten (Agam, Lima Puluh Kota, Solok, Tanah Datar, dan Sijujung) Propinsi Sumatera Barat mengandung protein 4,3%, lemak 9,05%, padatan 19,49%, keasaman 1,42% total asam, dan total bakteri 1,06 x 107 koloni/ml. Dadih yang baik secara fisik adalah berwarna putih dengan konsistensi yang menyerupai susu asam (yogurt) dan mempunyai aroma yang khas (Sirait et al., 1995). Penanganan bahan baku susu kerbau untuk dadih tradisional belum baik sehingga kontaminasi bakteri patogen terhadap susu masih sangat tinggi. Secara mikrobiologis, menurut Sirait et al. (1995) dadih tradisional dari bahan baku susu kerbau mengandung 73,74% bakteri Gram positif dan 26,26% bakteri Gram negatif. Bakteri Gram positif yang paling dominan adalah Lactobacillus plantarum selain itu terdapat bakteri lainnya yaitu Lactobacillus brevis, Streptococcus agalactiae dan Bacillus cereus. Kelompok bakteri Gram negatif yang terdapat pada dadih adalah Eschericia coli (paling dominan) dan Klebsiella. Susu Sapi Menurut Dewan Standardisasi Nasional (1992a) dalam SNI No. 01-31411992, susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat, diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun dan tidak mengalami proses pemanasan. Karbohidrat utama dalam susu adalah laktosa yang merupakan gula disakarida. Karbohidrat lainnya hanya tersedia dalam jumlah sedikit, diantaranya 3
adalah gula bebas, galaktosa bebas, gula fosfat, oligosakarida asam dan netral, serta gula nukleotida. Protein susu sapi mengandung sekitar 5,3 g nitrogen dalam setiap kilogramnya. Sebanyak 95% dari total nitrogen yang ada dalam susu tersebut merupakan komponen protein (mendekati sekitar 32 g/kg susu). Sekitar 80% dari total protein susu merupakan kasein yang terdiri atas tiga bagian utama, yaitu alfakasein (50%), beta-kasein (25-75%) dan gamma-kasein (15%). Kasein terdapat dalam bentuk kalsium kaseinat. Lemak merupakan campuran dari molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak trigliserida. Sekitar 95-98% dari total lemak dalam susu sapi berupa trigliserida. Jumlah ini sangat bervariasi, dipengaruhi oleh spesies mamalia, tahap laktasi, pakan dan keturunan (Walstra dan Jennes, 1984). Kadar abu terdiri atas komponen mineral atau komponen organik dengan jumlah sekitar 0,7%. Kandungan mineral dalam susu menentukan stabilitas susu terhadap perlakuan pemanasan, terutama dalam industri susu evaporasi (Rahman et al., 1992). Kultur Starter Menurut Surono (2004) kultur starter merupakan bagian terpenting dalam fermentasi susu untuk menghasilkan susu fermentasi yang bermutu tinggi, yang seragam dan stabil. Kriteria yang diperhatikan dalam melakukan seleksi strain kultur starter adalah laju pertumbuhan dan produksi asam laktat, produksi aroma dan gas CO2, ketahanan terhadap serangan phage, kemampuan membentuk viskositas, menjaga proporsi kultur starter apabila digunakan dalam bentuk starter campuran dan viabilitas selama persiapan kultur starter. Penggunaan kultur starter kering bertujuan untuk mengurangi pekerjaan pemeliharaan kultur seperti pada kultur cair. Kultur starter kering beku atau freeze dry paling banyak digunakan dibandingkan dengan jenis kultur starter kering lainnya, mengingat jumlah bakteri hidup lebih stabil pada kultur starter kering beku. Secara ekonomis, biaya yang dibutuhkan untuk peralatan pengeringan beku sangat mahal sehingga dibutuhkan biaya investasi yang sangat tinggi (Surono, 2004). Namun hal ini dapat diatasi dengan cara memproduksi kultur starter kering beku dalam skala besar.
4
Lactobacillus plantarum Lactobacillus plantarum merupakan bakteri asam laktat dari famili Lactobaciliceae, genus Lactobacillus dan subgenus Streptobacterium. Bakteri ini berbentuk batang dan pada umumnya tunggal atau membentuk rantai pendek. L. plantarum yang diisolasi dari tiram menunjukan aktivitas antimikroba yang disebabkan oleh pembentukan hidrogen peroksida. Isolat tersebut dapat menghambat pertumbuhan Pseudomonas dan Bacillus (Price dalam Supenti, 1996). Robinson dan Tamime (1981) menyatakan, bahwa Lactobacillus plantarum terdapat pada proses pematangan keju dan dapat diisolasi dari produk-produk susu. Koloninya berwarna putih, selain itu Lactobacillus plantarum dapat pula memfermentasi galaktosa, laktosa, maltosa, mannitol, melezitosa, melibiosa, raffinosa, salisin, sorbitol dan trehalosa (Law, 1997). Lactobacillus plantarum pada umumnya tidak dapat tumbuh pada suhu 45oC dan membutuhkan beberapa asam amino dan vitamin dalam pertumbuhannya (Robinson dan Tamime, 1981). Luckle (1985) menyatakan bahwa L. plantarum merupakan penghasil hidrogen peroksida tertinggi diantara kultur bakteri asam laktat lainnya pada media buffer pepton water (1%). Bakteriosin merupakan senyawa - senyawa polipeptida atau protein yang bersifat bakterisidal yang dapat dihasilkan oleh kultur starter bakteri asam laktat, terutama L. plantarum. Bakteriosin ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu baktriosin yang memiliki spektrum yang luas dengan cakupan aktivitas lebih luas terhadap bakteri Gram positif, termasuk bakteri patogen seperti Clostridium botulinum dan Liseria monocytogenes dan bakteriosin yang memiliki spektrum yang sempit, dengan cakupan aktivitas hanya terhadap bakteri kerabat dekat (Lindgren dan Dobrogosz, 1990) Probiotik Probiotik didefinisikan sebagai kultur bakteri tunggal atau campuran yang ketika dikonsumsi oleh ternak atau manusia akan memberikan efek yang menguntungkan bagi kesehatan inangnya dengan cara meningkatkan sifat-sifat dari mikroflora dalam saluran pencernaan. Suatu mikroorganisme dikatakan probiotik bila memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya: a) bersifat non patogen, b) viabilitas pada populasi tinggi sekitar 106–108 cfu/ml, c) menghasilkan substansi 5
mikrobial yang akan menghambat bakteri patogen dalam saluran pencernaan, d) mampu berkompetisi dengan bakteri patogen untuk membentuk koloni dalam saluran pencernaan, dan e) tahan terhadap enzim-enzim pencernaan dan garam-garam empedu. Diantara kriteria penting bakteri probiotik adalah kemampuan melekat dan berkolonisasi pada mukosa usus manusia. Riset terhadap kemampuan adhesi bakteri menunjukkan bahwa polisakharida seluler bisa membantu pelekatan bakteri terhadap permukaan biologis sehingga memungkinkan terjadi kolonisasi (Suskovic et al., 2001). Lactobacillus acidophilus Karakteristik Lactobacillus acidophilus diantaranya: a) tidak tumbuh pada suhu 150 C dan tidak memfermentasi ribosa, b) optimum tumbuh pada suhu 35-380 C dan optimum pH 5,5-6,0, c) pada susu sapi memproduksi 0,3 % - 1,9 % DL asam laktat , d) dapat menggunakan komponen nutrisi, yaitu asetat (asam mevalonat), riboflavin asam pantothenat, kalsium, niasin dan asam folat, e) memproduksi threonin aldolase dan alkohol dehidrogenase yang akan mempengaruhi aroma (Nakazawa dan Hasono, 1992). Lactobacillus mempunyai ketahanan terhadap asam lambung buatan dengan pH 2,5 selama 3 jam dan bakteriosin yang dihasilkan tetap aktif pada pH 3 sampai pH 10. Secara fisiologis L. acidophilus dapat hidup di usus. Efek pertumbuhan yang ditunjukkan adalah membantu memanfaatkan nutrisi secara efisien terutama dari kalsium, protein, besi dan fosfor. Kerja intensif pada aktivitas β-galaktosidase lebih baik dalam hal menekan bakteri penghasil gas di saluran pencernaan. L. acidophilus diduga menurunkan kadar kolesterol, mengontrol pertumbuhan kanker melalui aktivitas enzimnya yang mampu menurunkan produksi karsinogenik dan mencegah perkembangan kanker di dalam pencernaan (Nakazawa dan Hosono, 1992). Probiotik tidak hanya menjaga keseimbangan ekosistem mikroflora, namun juga menyediakan enzim yang mampu mencerna serat, protein, lemak, dan detoksifikasi zat racun atau metabolitnya. Probiotik mengeksresi glutamat, meningkatkan proses absorbsi dalam usus dan mencegah stress (Widodo, 2003).
6
Bifidobacterium longum Bifidobacterium hidup pada lapisan lumen kolon dan lebih spesifik lagi membentuk koloni dalam jumlah banyak, menyerap nutrisi, mensekresi asam laktat, asam asetat dan senyawa antimikroba. Bifidobacterium dominan pada dinding usus sehingga mencegah dinding usus dari kolonisasi bakteri yang tidak diinginkan (E. coli) atau khamir (candida) (Tamime dan Robinson, 1999). Efek menguntungkan dari Bifidobacterium adalah dapat meningkatkan metabolisme protein dengan memproduksi asam laktat sehingga dapat mengurangi kehilangan nutrisi yang dapat diserap. Bifidobacterium juga meningkatkan metabolisme vitamin terutama vitamin B komplek yang bersifat antibakteri karena mampu menekan bakteri merugikan dan bakteri patogen yang menghasilkan amonia dan amines, serta membuat kondisi amonia tidak siap diserap tubuh. Bifidobacterium menghasilkan bifidan sebagai eksopolisakarida (EPS) yang terbukti mengawali adhesi dan sebagai pelekat permanen. Beberapa senyawa EPS mengandung gluko- dan frukto-sakarida dan bisa menghasilkan asam lemak rantai pendek sehingga terhidrolisis dalam saluran usus oleh mikroflora usus besar serta memberi efek positif bagi kesehatan dan manfaat nutrisi sebagai prebiotik bagi mikroflora usus (Surono, 2004). Mikroenkapsulasi Probiotik Selama penyimpanan dan dalam saluran pencernaan viabilitas probiotik mengalami beberapa kendala diantaranya keberadaan pH yang rendah, H202 , kondisi obligat anaerob, garam empedu dan kompetisi dengan bakteri lainnya. Menghadapi kendala diatas maka salah satu solusi yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan teknik perlindungan probiotik dengan cara mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi adalah
pembentukan
kapsul
yang
menyelubungi
probiotik
dalam
rangka
melindunginya dari kondisi lingkungan yang ekstrim (Widodo et al., 2003). Metode enkapsulasi konvensional dengan sodium alginat dalam kalsium klorida (CaCl2) telah digunakan untuk enkapsulasi L. acidophilus dengan tujuan melindungi bakteri tersebut dari kondisi asam pada cairan lambung. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa kalsium alginat melindungi imobilisasi sel kultur lebih baik dengan meningkatnya ketahanan bakteri dibawah kondisi yang 7
berbeda dibandingkan tanpa mikroenkapsulasi (Anal dan Singh, 2007). Mikroenkapsulasi bakteri probiotik dapat digunakan pada beberapa produk fermentasi susu, seperti yogurt, keju, kultur krim, frozen dairy dessert, dan untuk produksi biomassa. Enkapsulasi dapat pula diaplikasikan di beberapa industri makanan, termasuk stabilitas inti bahan, pengontrolan reaksi oksidasi, penutup flavor, warna, bau, memperpanjang umur simpan, dan melindungi komponenkomponen akibat penurunan zat gizi (Anal dan Singh, 2007). Mikroenkapsulasi dapat mengubah lemak susu menjadi bubuk yang kering dan stabil (Young et al., 1993). Sebagian besar teknologi mikroenkapsulasi menggunakan polimer foodgrade seperti alginat, chitosan, carboxymethyl cellulose (CMC), karagenan, gelatin, dan pektin (Anal dan Singh, 2007). Di antara teknik yang tersedia untuk imobilisasi sel hidup, penjeratan dalam kalsium alginat sering digunakan untuk imobilisasi bakteri asam laktat (Chandramouli et al., 2004). Alginat Alginat
merupakan
komponen
utama
dari
getah
ganggang
coklat
(Phaeophyceae), dan merupakan senyawa penting dalam dinding sel spesies ganggang yang tergolong dalam kelas Phaeophyceae. Secara kimia, alginat merupakan polimer murni dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linier yang panjang (Winarno, 1996). Alginat membentuk garam yang larut dalam air dengan kation monovalen, serta amin dengan berat molekul rendah, dan ion magnesium. Oleh karena itu alginat merupakan molekul linear dengan berat molekul tinggi, maka mudah sekali menyerap air. Alasan tersebut yang menyebabkan alginat baik sekali fungsinya sebagai bahan penyalut. Di berbagai keadaan, alginat dapat berfungsi sebagai senyawa pengikat daya suspensi larutan (stabilisator) dengan proses pengentalan larutan itu sendiri. Pada sistem lain, alginat mampu menjaga suspensi karena muatan negatif serta ukuran kalorinya yang memungkinkan membentuk pembungkus bagi partikel yang tersuspensi. Sifat viskositas alginat yang tinggi mampu mempengaruhi stabilitas emulsi dalam air. Alginat yang larut dalam susu mampu mencegah terjadinya pembentukan kristal es yang kasar dalam es krim yang biasanya terjadi 8
karena pembekuan yang berulang-ulang (Winarno, 1996). Alginat bersifat non toksik bila digunakan untuk imobilisasi sel dan keuntungan ini dapat diterima sebagai makanan tambahan. Meskipun alginat telah digunakan secara luas untuk enkapsulasi probiotik, tetapi tidak terlihat beberapa keseragaman kondisi mikroenkapsulasi. Konsentrasi sodium alginat bervariasi dari 0,5 – 4%, sehingga menghasilkan kesimpulan yang berbeda mengenai penggunaan kalsium alginat sebagai matriks untuk enkapsulasi bakteri (Chandramouli et al., 2004). Prebotik Prebiotik adalah bahan pangan yang tidak tercerna oleh saluran pencernaan manusia yang mampu memacu pertumbuhan probiotik karena sifat spesifiknya yang hanya mampu difermentasi oleh probiotik (Gibson dan Fuller, 1998). Prebiotik telah diketahui memberikan efek bifidogenetik yang menguntungkan bagi kesehatan pencernaan inangnya (Fooks, et al., 1999). Bahan pangan yang dapat diklasifikasikan sebagai prebiotik harus mempunyai kriteria diantaranya: a) tidak dapat terhidrolis atau tercerna oleh saluran pencernaan manusia, b) secara selektif dapat menstimulir pertumbuhan bakteri yang menguntungkan pada kolon, dan c) dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen, sehingga secara sistematik dapat meningkatkan kesehatan. Kemampuan ini berdasarkan pada kandungan SDF (soluble dietary fiber) seperti pada beberapa oligosakarida. Oligosakarida yang tidak tercerna seperti rafinosa, frukto-oligosakarida (FOS), galaktosillaktosa, isomaltooligosakarida atau transgalakto-siloligosakarida (TOS) yang telah diketahui dapat meningkatkan jumlah bifidobacteria indigenous dan bakteri asam laktat lainnya. Beberapa prebiotik seperti inulin dan oligosakarida dapat diisolasi dari sumber alami, seperti umbi-umbian, tepung terigu dan pollard (Gibson dan Fuller, 1998). Inulin Inulin dapat dibuat dengan ekstraksi air panas dari akar chicory segar yang mengandung 92% fruktooligosakarida dengan derajat polimerisasi rata-rata 10 unit heksosa (Robertfroid, et al ., 1998). Sumber inulin lain adalah umbi dahlia (Dahlia sp. L), umbi Jerusalem artichoke (Helianthus tuberosus), dandelion (Taraxacum officinale Weber), umbi yacon (Smallanthus sanchifolius) dan dalam jumlah kecil 9
terdapat pada bawang merah, bawang putih, pisang, asparagus, gandum dan barley (Scientificphysic, 2006). Inulin termasuk golongan karbohidrat yang disebut fruktan, yaitu polimer yang mengandung gugus fruktosa dengan ikatan glikosidik (Robertfroid, 2000). Inulin merupakan polimer dari unit-unit fruktosa. Inulin bersifat larut dalam air, tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan, tetapi difermentasi mikroflora kolon (usus besar) (Widowati, 2006). Inulin terdiri atas 90,81% fruktosa dan 4,71% glukosa, sehingga total gula yang terkandung dalam inulin sebanyak 95,53% (Susdiana, 1997). Inulin di usus besar hampir seluruhnya difermentasi menjadi asam-asam lemak rantai pendek dan beberapa mikroflora spesifik menghasilkan asam laktat. Hal ini menyebabkan penurunan pH kolon sehingga pertumbuhan bakteri patogen terhambat. Mekanisme seperti ini berimplikasi pada peningkatan kekebalan tubuh. Pemberian tepung inulin atau fruktooligosakarida sebanyak 4 gram per hari merupakan sumber prebiotik (Grizard dan Bartemeu, 1999). Inulin dalam bahan pangan berfungsi sebagai pengganti lemak, penstabil busa, serat, prebiotik, memperbaiki tekstur, pengemulsi, perenyah, menurunkan nilai kalori, resistan dan pengganti gula. Penggunaan inulin di bidang pangan adalah untuk produk susu (yogurt, keju, minuman), roti, sereal, snack, salad, saus, produk daging, pengganti makanan, coklat dan tablet. Pada di bidang farmasi, inulin digunakan untuk uji fungsi ginjal (Steinbuchel dan Rhee, 2005). Pengeringan Beku Metode pengeringan kultur starter yang paling banyak digunakan adalah pengeringan beku. Metode ini menghasilkan viabilitas dan persentase mikroba hidup selama penyimpanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan lainnya (Tamime dan Robinson, 1989). Proses pengeringan beku adalah pengeringan secara pembekuan atau pembekuan disusul dengan pengeringan, (Buckle et al., 1985). Proses pengeringan beku terjadi sublimasi yaitu perubahan dari bentuk es dalam bahan yang beku langsung menjadi uap air tanpa mengalami proses pencairan terlebih dahulu. Proses pengeringan beku mempunyai keuntungan karena volume bahan tidak berubah dan daya rehidrasi tinggi sehingga mendekati bahan asalnya. 10
Pengeringan starter ditujukan untuk melindungi beban kerja yang harus dilakukan pada pemeliharaan kultur cair, memperpanjang masa simpan kultur dan memudahkan distribusi kultur tanpa terjadi kehilangan viabilitas bakteri (Tamime dan Robinson, 1989). Pengeringan Semprot Pengeringan semprot digunakan untuk mengeringkan suatu larutan, campuran atau produk cair lainnya menjadi bentuk powder pada kadar air mendekati kesetimbangan dengan kondisi udara pada tempat produk keluar. Selain digunakan untuk mengeringkan bahan pangan juga digunakan untuk mengeringkan bahan kimia dan produk farmasi. Kopi instan dan susu bubuk umumnya dikeringkan dengan spray dry (Wirakartakusumah et al., 1989). Fitria (1999) menggunakan spray dry untuk megeringkan kultur starter dengan suhu pengeringan semprot, inlet 100, 120, 140oC sedangkan untuk suhu outlet digunakan suhu 60, 70, 80oC, menghasilkan total jumlah bakteri asam laktat yang lebih besar pada starter yogurt suhu pengeringan 140oC untuk inlet dan 80oC untuk outlet. Perbandingan dengan jenis pengeringan lainnya, pengeringan semprot mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya yaitu: a) produk akan kering tanpa bersentuhan dengan logam panas, b) suhu produk rendah meskipun suhu udara yang digunakan cukup tinggi, c) penguapan terjadi pada permukaan yang sangat luas sehingga waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan hanya beberapa detik saja, dan d) produk akhir yang dihasilkan berbentuk bubuk stabil sehingga memudahkan dalam penanganan dan transportasi (Spicer, 1974). Bahan Pelindung Menurut Fardiaz (1987), untuk mencegah kerusakan selama proses pengeringan maka digunakan komponen pelindung yang mempunyai sifat: a) dapat mencegah terjadinya pengeringan total, sehingga kerusakan DNA dan kematian sel dapat dicegah, b) meminimalkan pembentukan kristal es selama pembekuan cepat dan c) melindungi kultur kering dari kerusakan fisik. Bahan pelindung yang biasa digunakan diantaranya susu skim, laktosa, sukrosa, dan maltodekstin.
11
Senyawa Kriogenik Senyawa kriogenik adalah suatu senyawa yang ditambahkan ke dalam kultur bakteri dengan tujuan untuk membantu kultur bakteri menjaga stabilitasnya terhadap perlakuan pengeringan. Menurut Tamime dan Robinson (1985), kerusakan sel akibat proses pengeringan dapat diminimumkan dengan penambahan senyawa-senyawa kriogenik seperti asam, L-glutamat atau Na-glutamat, L-arginin, asetil glisin, kasiton, laktosa, ekstrak malt, gliserol, pektin, glukosa, sukrosa dan gula-gula alkohol. Bahan Pengisi Bahan pengisi merupakan komponen penting terutama untuk zat berkhasiat yang jumlahnya sangat kecil. Bahan pengisi harus bahan yang netral terhadap bahan khasiat, harus inert secara farmakologi, juga tidak berbahaya (Lachman et al., 1994). Maltodekstrin Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati (polimer sakarida tidak manis) dengan panjang rantai rata-rata 5-10 unit/molekul glukosa. Maltodekstrin secara teori diproduksi dengan menggunakan hidrolisis terkontrol melalui enzim (α-amilase) atau asam (Kennedy et al., 1995). Maltodekstrin banyak digunakan dalam industri makanan sebagai bahan pengisi. Idealnya, maltodekstrin sedikit berasa dan berbau, namun maltodekstrin dengan DE 20 menghasilkan rasa manis. Menurut Mc. Donald (1984), maltodekstin bersifat kurang higroskopis, kurang manis, memiliki kelarutan tinggi dan cenderung tidak membentuk zat warna pada reaksi browning. Maltodekstrin dan sirup glukosa kering banyak digunakan sebagai bahan pengisi dalam industri pangan, untuk mengurangi tingkat kemanisan produk dan merupakan bahan campuran yang baik untuk produk-produk tepung. Penggunaannya sebagai bahan pengisi dapat mengurangi biaya produksi karena mengurangi bahanbahan konsentrat yang memiliki harga relatif tingggi, misalnya flavor. Didalam pembuatan tablet atau granul, maltodekstirn dapat mendistribusikan laktosa dan susu bubuk dalam jumlah tertentu. Tujuan penggunaan maltodekstrin menurut Kennedy et al.(1995): 1) mengurangi biaya produksi dan material dengan harga tinggi; 2) mengurangi kehilangan volume selama penyimpanan atau pemindahan; 12
3) menyerap lemak dan minyak; 4) membantu penyebaran; 5) memberikan rasa lembut; dan 6) meningkatkan kelarutan. Granul Granul adalah gumpalan-gumpalan dari partikel-partikel yang lebih kecil. Umumnya berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar. Ukuran granul biasanya berkisar antara ayakan 4-12 mesh. Umumnya granul dibuat dengan cara granulasi basah yang melembabkan serbuk yang diinginkan atau campuran serbuk yang digiling. Selain itu dapat diolah dengan cara granulasi kering yaitu tanpa melembabkan, dengan cara menyalurkan adonan dari bahan serbuk yang ditekan melalui mesin pembuat granul. Menurut Voight (1995), granul sebaiknya memiliki bentuk dan warna teratur dan memiliki distribusi butir yang sempit serta mengandung bagian berbentuk serbuk lebih dari 10%. Granul juga sebaiknya memiliki daya luncur yang baik, tidak terlampau kering (kelembaban 3-5%), dan hancur dengan baik didalam air. Hampir semua granul memerlukan bahan tambahan untuk memperoleh sifat fisik dan mekanik, sehingga mempermudah proses pembuatan granul dengan kualitas granul yang baik. Bahan tambahan tersebut terdiri atas bahan pengisi dan bahan pengikat. Bahan Pengisi Granul (Filler/Diluent) Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan agar diperoleh suatu bentuk, ukuran dan volume yang sesuai. Laktosa merupakan bahan pengisi yang paling banyak digunakan karena tidak bereaksi hampir semua bahan obat, baik yang digunakan dalam bentuk hidrat maupun anhidrat. Bahan pengisi lain adalah mikrokristal, kalsium fosfat dibasa, kalsium sulfat, manitol, sorbitol, dekstrosa dan maltodekstrin (Lachman et al., 1994). Bahan Pengikat Granul Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan untuk mengikat bahan-bahan lainnya agar granul yang dihasilkan bisa bertekstur kompak. Bahan pengikat yang 13
biasa digunakan adalah PVP, gelatin, pasta amylum dan sukrosa (Lachman et al., 1994). Granulasi Granulasi adalah pembentukan partikel-partikel besar dengan mekanisme pengikatan tertentu. Granul dapat diproses lebih lanjut menjadi bentuk sediaan granul, kapsul, maupun tablet. Berbagai proses granulasi telah dikembangkan, dari metode konvensional seperti slugging dan granulasi dengan bahan pengikat musilagoamili hingga pembentukan granul dengan peralatan terkini seperti spray dry dan freeze dry (Parikh, 1997; Reza, 2003; Liu, 2001; dan Sohi, 2004). Granulasi Basah Metode ini adalah metode paling tua dan masih banyak dipakai. Metode ini digunakan bila bahan obat tidak dapat dicetak langsung, karena sifat kohesif, sifat kompresibilitas, dan sifat aliran yang kurang baik sementara dosisnya besar, serta memerlukan penambahan pewarna dalam bentuk larutan sehingga membutuhkan bahan pengikat (Ansel, 1989). Bahan yang dicetak dilembabkan dengan larutan pengikat, sehingga serbuk terikat bersama dan terasa seperti tanah yang lembab. Larutan pengikat yang digunakan adalah etanol, isopropanol atau akuades, tergantung zat pengikat yang digunakan, kemudian serbuk tersebut dikeringkan menggunakan oven, setelah kering ukuran diperkacil dengan granulator/pengayakan (Lieberman et al., 1992). Pengemasan Pengemasan diartikan sebagai suatu proses pembungkusan, pewadahan, atau pengepakan terhadap bahan pangan yang memiliki peran penting dalam pengawetan bahan pangan hasil pertanian. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau melindungi dari kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada didalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik. Pengemasan juga dapat berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentuk-bentuk yang memudahkan dalam proses penyimpanan, pengangkutan dan distribusi (Syarief et al., 1989).
14
Aluminium Foil Foil adalah bahan pengemas dari logam, berupa lembaran aluminium yang padat dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0,15 mm. Foil mempunyai sifat yang hermetis, fleksibel, tidak tembus cahaya (cocok untuk pengemasan margarin, yogurt). Umumnya digunakan sebagai bahan pelapis (laminan) yang dapat ditempatkan pada bagian dalam atau lapisan tengah sebagai penguat yang dapat melindungi
bungkusan.
Ketebalan
dari
aluminium
foil
menentukan
sifat
protektifnya. Foil dengan ketebalan rendah masih dapat dilalui oleh gas dan uap. Alufo dengan ketebalan 0,0375 mm atau lebih mempunyai permeabilitas uap air. Sifat-sifat alufo yang lebih tipis dapat diperbaiki dengan memberi lapisan plastik atau kertas ( Syarief et al., 1989). Low Density Polyethylene (LDPE) Low Density Polyethylene (LDPE) merupakan plastik yang dibuat dengan polimerasi adisi dari gas etilen yang diperoleh sebagai hasil samping industri arang dan minyak. Plastik LDPE mempunyai sifat yang mudah dibentuk, mempunyai daya rentang yang baik, tahan terhadap berbagai bahan kimia, penahan uap air yang baik namun bukan penahan oksigen
yang baik, tidak menyebabkan aroma atau bau
terhadap makanan dan mudah untuk di-seal (Harrington dan Jenkins, 1991). Plastik LDPE dapat digunakan berlapis ataupun berganda yang dapat dikombinasikan dengan bahan kemasan lain seperti karton dan aluminium foil (Mathlouthi, 1994). Low Density Polyethylene (LDPE) mengandung anti oksidan untuk meminimalisir degradasi selama proses pembuatan. Jenis karbon hitam digunakan untuk stabilizer LDPE. Sifat utama LDPE adalah berwarna putih, bahan elastis, berminyak bila disentuh, tanpa rasa, bau atau bau spesifik, tidak larut dalam air dan alkohol, penghantar lembab yang baik, tapi tidak tahan oksigen. Plastik LDPE resisten terhadap uap air, asam, lemak, minyak, kurang resisten terhadap bahan pelarut dan digunakan secara luas untuk bahan pengemasan makanan dan digunakan sebagai kemasan primer film (Sheftel, 2000).
15