TEKNIK PENANGANAN PERKARA DI PENGADILAN (AGAMA) 1. Oleh

TEKNIK PENANGANAN PERKARA DI PENGADILAN (AGAMA)1

Oleh. Thalis Noor Cahyadi, S.HI., S.H., M.H., M.A., CLA.

2

Muqaddimah Menangani suatu perkara hukum bukanlah sesuatu yang mudah, tidak saja bagi masyarakat awam tetapi juga bagi para penegak hukum (hakim, jaksa, polisi maupun advokat), diperlukan tidak saja pengetahuan yang memadai tetapi juga ketrampilan (skill) yang terlatih, termasuk dalam menangani perkara-perkara perdata agama yang menjadi kompetensi Pengadilan Agama. Sebagaimana diketahui bersama bahwa Pengadilan Agama pada dewasa ini telah diberikan kewenangan yang terus meluas, tidak saja mengurusi permasalahan seputar hukum keluarga yakni perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah tetapi juga diberikan kewenangan untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ekonomi syariah3. Perluasan kewenangan ini menuntut para penegak hukum yang terlibat

di

dalamnya

terutama

hakim

dan

advokat

untuk

terus

meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya dalam menangani perkara-perkara tersebut terlebih dalam perkara ekonomi syariah yang relatif masih baru. Perkara ekonomi syariah merupakan perkara yang selalu terhubung dengan aturan-aturan lainnya seperti aturan pertanahan, hak tanggungan, 1

Materi ini pernah disampaikan pada “Pelatihan Metode Penetapan Hukum Bagi Mahasiswa Jurusan PMH” Sabtu, 10 November 2012 di Ruang Techno class Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2 Penulis adalah Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (DPN APSI) 2015-2020 dan Dosen Luar Biasa pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 3 Lihat Pasal 49 UU No.3 tahun 2006 tentang Perubahan UU.No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

1

TEKNIK PENANGANAN PERKARA DI P.A | Thalis Noor Cahyadi

fidusia, pelelangan, akuntansi, perkoperasian dan lain sebagainya, yang mau tidak mau menuntut siapapun yang menghadapi, berperkara maupun yang menangani perkara ekonomi syariah harus belajar dan menguasai aturan-aturan terkait lainnya tersebut. Jika seorang advokat atau bahkan hakim tidak menguasai hukum-hukum tersebut, maka akan menimbulkan “chaos” dalam penetapan atau pengambilan putusan hukum (istinbath fil hukmi), jika putusan hukumnya “chaos’ maka dapat dipastikan akan merugikan masyarakat pencari keadilan. Berdasarkan hal tersebut, peningkatan kapasitas dan kapabilitas (capacity & capability) seorang advokat atau hakim maupun pejabat pengadilan lainnya merupakan suatu keniscayaan dan bersifat fardhu ‘ain. Tulisan ini akan mencoba berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang bagaimana teknik penanganan perkara terutama di pengadilan agama dalam perspektif penulis sebagai seorang pengacara syariah. Melongok Teknik dan Strategi Konsultasi dan Investigasi Teknik dan strategi konsultasi dan investigasi merupakan bagian penting dari proses penanganan perkara, apapun itu termasuk perkara perdata agama di Pengadilan Agama. Pada kegiatan konsultasi sangat ditentukan oleh kepiawaian seorang konsultan hukum dalam memberikan konsultasi pada kliennya. Seorang konsultan hukum (legal consultant) harus dapat menciptakan suasana percaya diri baik dari sisi penampilan (performance), keilmuan (capacity of knowledge) maupun pengalaman (experiences) yakni dengan memberikan nasehat (advise) yang jelas, tepat dan tidak membingungkan klien sehingga dapat meringankan beban psikologis klien. Kesuksesan sebuah konsultasi dapat ditandai dengan dua indikator: pertama, klien akan memberikan kepercayaan kepada konsultan dengan memberikan Surat Kuasa kepada konsultan hukum atau advokat, dan kedua, klien dapat menangani sendiri perkara yang dihadapinya, karena

2


dianggap advis yang diberikan konsultan dapat diterima dan dapat difahami. Untuk menuju konsultasi yang sukses maka diperlukan teknik konsultasi yang baik di antaranya: 1. Pra Konsultasi Pada tahap pra konsultasi, seorang konsultan hukum seyogyanya mempersiapkan diri sebaik mungkin dengan selalu meningkatkan pengetahuannya, tidak saja pengetahuan hukum tetapi juga kemampuan berkomunikasi dan pengetahuan tentang psikologis termasuk juga pengetahuan umum lainnya yang tidak sepesifik. Di samping kemampuan konsultan hukum, juga diperlukan fasilitas konsultasi yang memadai dan kondusif. Konsultan memiliki gaya komunikasi yang baik serta mampu mensistematisasi pertanyaan, memiliki kemampuan untuk mendengar dengan baik, mampu memberikan motivasi kepada klien untuk jujur serta terjamin kerahasiaannya. 2. Konsultasi Pada tahap konsultasi ini seorang konsultan memperhatikan posisi duduk dan sikap dengan baik; konsultan harus mampu mencairkan suasana apabila kondisi klien dalam keadaan yang tegang, panik, sedih, depresi dll; Saling memperkenalkan diri, namun konsultan disarankan untuk menanyaka identitas sebelumnya; Klien di minta menceritakan kronologi kasusnya; Konsultan harus memiliki metode memotong pembicaraan dengan baik dalam rangka memperjelas peristiwa hukum atau identitas obyek. Selain itu dalam bertanya, sebaiknya konsultan melakukan cara umpan balik pertanyaan; Setelah jelas kronologinya, maka konsultan hendaknya menanyakan kembali kepada klien tentang apa yang bisa dibantu oleh konsultan. Dalam memberikan advis/solusi ada dua alternative, yakni: dijawab langsung atau

ditunda dengan beberapa waktu. Bentuk advis bisa

lisan atu tulisan tergantung kemauan klien dan tergantung pula tingkat 3


kesulitan berdasarkan kelengkapan bukti data dari kasus tersebut. Jika oleh konsultan kasus itu dianggap tidak sulit maka penyampaian advis dapat

dilakukan

pada

saat

itu

juga.

Konsultan

sebaiknya

juga

menyampaikan kelemahan dan kelebihan dari perkara yang bersangkutan berdasarkan informasi dan data pada saat itu. Pada proses akhir konsultasi, pengakhiran konsultasi, konsultan sebaiknya harus menghindari sikap seperti mengusir dan terakhir ucapkan terimakasih ketika usai. Konsultan yang baik harus merekap dan kemudian membuat kronologi yang sistematis. Di samping konsultasi yang merupakan tahap pertama sebelum kita lebih lanjut nenangani perkara, maka perlu juga penguasaan tentang teknik dan strategi investigasi kasus, yakni dengan melakukan misalnya pencarian data atau interview. Kegiatan ini sedikit banyak membantu para advokat untuk mengambil strategi dan taknit dalam manangani perkara serta dapat juga bermanfaat untuk cross check mengenai benar tidaknya informasi yang disampaikan pada tahap konsultasi. Investigasi diperlukan dalam rangka untuk mengungkap fakta hukum secara valid, sehingga menghindari informasi yang tidak benar bahka kemungkinan manipulative. Oleh karenanya langkah-langkah yang perlu diambil misalnya: a. Mendata pihak yang akan diinvestigasi; b. Dipersiapkan dan dirumuskan target/tujuan yang akan dicapai, sehingga tidak inefisien dan tabzir; c. Mempersiapkan alat bantu investigsi; d. Hasil investigasi kemudian dianalisis dan ditulis secara sistematis yang nantinya bisa digunakan pada saat penanganan perkra di Pengadilan. e. Jika hasil investigasi berlainan dnegan hasil konsultasi, konsultan segera mengundang klien untuk “tabayun”

4


Teknik Beracara di Pengadilan Agama 1. Teknik Pembuatan Surat Kuasa Setalah proses konsultasi kemudian dapat diterima oleh klien, dan pada akhirnya klien percaya untuk menyerahkan (minta bantuan hukum) pada advokat konsultan tersebut, maka hal yang segera dilakukan adalah membuat Surat Kuasa. Dalam Pasal 123 (1) Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R) atau Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (RIB) dinyatakan bahwa

“bilamana dikehendaki, kedua belah pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasa yang dikuasakanya untuk melakukanm itu dengan Surat Kuasa teristimewa”

Kuasa (Hukum) Pada dasarnya kuasa hukum itu ada dua macam, yakni Kuasa Insidentil dan Kuasa Profesional. Kuasa Insidentil yakni kuasa yang diberikan oleh perwira hukum atau kepada keluarga sampai derajat tertentu (ketiga) dan dibatasi pula untuk berapa kali dapat bertindak sebagai kuasa dalam waktu tertentu. Kuasa insidentil tidak disyaratkan harus berpendidikan tinggi hukum, juga tidak perlu mendapatkan ijin dari Pengadilan Tinggi tetapi cukup dengan ijin dari Pengadilan Agama/Negeri setempat. Kuasa Profesional yakni kuasa yang diberikan kepada advokat. Menurut Pasal 1 Undang-undang RI Nomor 18 tahun 2003, Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang4. Yang dimaksud Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan 4

selain advokat, yang bisa menjadi kuasa hukum adalah jaksa dengan kuasa khusus yang mewakili negara (jaksa pengacara negara) sesuai pasal 30 ayat (1) UU No.16 tahun 2004 tentang Kejaksaan. direksi perusahaan perseroan. pengurus atau karyawan yang ditunjuk suatu badan hukum berdasarkan UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, juga serikat buruh/pekerja dan organisasi/asosiasi pengusaha sebagaimana ketentuan uu. No.2 tahun 2004 tentang Penyelesain Perselisihan

5


Advokat

berupa

memberikan

konsultasi

hukum,

bantuan

hukum,

menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien. Baik kuasa insidentil maupun professional untuk dapat melakukan tugasnya membela atau mewakili kliennya harus mendapat Surat Kuasa Khusus. Surat Kuasa Insidentil harus disertai Surat Keterangan Kepala Desa/Lurah tentang hubungan keluarga antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa, atau ijin atasan. Surat Kuasa Surat kuasa ada dua jenis yakni Surat Kuasa Umum dan Surat Kuasa Khusus. Surat Kuasa Umum diberikan kepada penerima kuasa untuk dapat melakukan segala apa saja tentang urusan dan kepentingan pemberi kuasa, misalnya perwalian, ngurus harta benda dan bisnis dan lain-lain. Sedangkan Surat Kuasa Khusus berupa kuasa tertulis yang diperuntukkan secara khusus, harus mencantumkan secara jelas bahwa surat kuasa itu hanya dipergunakan untuk keperluan tertentu dengan subyek, obyek dan pengadilan tertentu. Dalam Surat kuasa khusus harus dengan jelas disebutkan kedudukan pihak-pihak yang berperkara. Apabila dalam Surat Kuasa Khusus tersebut disebutkan bahwa kuasa tersebut mencakup pula pemeriksaan dalam tingkat banding dna kasasi, maka Surat Kuasa Khusus tersebut tetap sah dan berlaku hingga pemeriksaan kasasi, tanpa diperlukan suatu Surat Kuasa Khusus yang baru. (SEMA No.6 tahun 1994). Secara formil Surat Kuasa Khusus harus memenuhi syarat-syarat: a. Harus berbentuk tertulis, dapat dibuat di bawah tangan maupun dengan akta otentik; b. Harus menyebutkan identitas nama para pihak yang berperkara (misalnya nama, alamat, agama, pekerjaan) Hubungan Industrial dan lembaga bantuan hukum yang berbadan hukum sesuai ketentuan UU No.16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

6


c. Harus menegaskan tentang hal-hal yang disengketakan termasuk jenis dan obyek sengketa (misalnya tentang perceraian, harta bersama, wanprestasi) dan pengadilan di mana diajukannya sengketa (misalnya Pengadilan Agama Yogyakarta) d. Harus merinci batas-batas tindakan yang dapat dilakukan oleh penerima kuasa. (misalnya membuat dan mengajukan gugatan, mengajukan alat bukti, dll) Apabila persyaratan formil Surat Kuasa Khusus tidak terpenuhi, maka bisa jadi gugatan yang diajukan dapat dinyatakan tidak dapat diterima ataupun ditolak oleh Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut. Surat Kuasa Khusus dapat diberikan dengan hak substitusi yaitu hak bagi penerima kuasa untuk melimpahkan sebagian ataupun keseluruhan dari apa yang dikuasakan kepada advokat lain. Surat Kuasa Khusus sebelum digunakan di Pengadilan harus didaftarkan terlebih dahulu ke bagian hukum kepaniteraan Pengadilan Agama/Negeri yang menerima perkara orang yang bersangkutan. Surat Kuasa Khusus harus dibuat di tandatangani oleh pemberi dan penerima kuasa dengan materai yang cukup (biasanya Rp 6000) Surat Kuasa Khusus dapat berakhir karena hal-hal berikut: a. Surat Kuasa Khusus dicabut secara sepihak oleh pemberi kuasa, atau pemberi kuasa menunjuk kuasa baru (Psl. 1884 dan 1817 BW) b. Pemberi kuasa meninggal dunia (Psl 1813 BW) c. Telah selesai perkara yang dikuasakan Berdasarkan Yurisprudensi MARI No.1060/K/Sip/1972, meskipun dalam Surat Kuasa Khusus ada kata-kata surat kuasa penuh, tidak dapat ditarik, pembatalan Surat Kuasa Khusus tersebut oleh pemberi kuasa dapat dibenarkan menurut hukum, dengan kata lain pencabutan kuasa oleh pemberi kuasa tidak perlu persetujuan penerima kuasa meskipun dalam kuasa dinyatakan harus dengan persetujuan penerima kuasa.

7


2. Teknik Pembuatan Gugatan/Permohonan Tuntutan hak dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan (untuk jenis perkara kontensius) atau permohonan (untuk jenis perkara voluntair). Di Pengadilan Agama terdapat perkara semi kontensius/voluntair, yakni khusus untuk ijin poligami dan permohonan cerai thalaq. Gugatan/permohonan diajukan secara tertulis (Psl 118 HIR) maupun secara lisan (Psl 120 HIR). Jika Penggugat/Pemohon buat huruf maka gugatan/permohonannya diajukan secara lisan kepada Pengadilan yang berwenang untuk kemudian dicatat oleh ketua atau hakim yang ditunjuk dan dituangkan dalam catatan gugatan tersebut, dan ditandatangani oleh ketua atau hakim yang ditunjuk. Syarat-syarat gugatan: a. Adanya tuntutan hak; b. Adanya kepentingan/hubungan hukum; c. Adanya sengketa; d. Dibuat dengan cermat dan terang.

Unsur-unsur Gugatan/Permohonan: a. Identitas para pihak, memuat nama, umur, tempat kediaman, kedudukan dalam perkara (Psl 67 UU.No.7/1989). Dalam hal identitas perlu ditambahkan agama, pekerjaan dan pendidikan (khusus perkara perceraian). Nama para pihak agar dilengkapi dengan nama ayahnya (bin, binti). Kedudukan misalnya sebagai Penggugat/Pemohon, Tergugat/Termohon, dll. b. Posita, adalah dalil-dali kongkrit, peristiwa, kejadian atu perilaku tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar atau alasan-alasan tuntutan. Posita ada dua bagian yakni bagian yang menguarikan tentang keadaan, kejadian, peristiwa atau perilaku disertai tempat (locus) dan waktu (tempus). Bagian lain yaitu yang 8


menguraikan tentang hukum yang menjadi dasar yuridis dari tuntutan (bagian ini tidak wajib ada) c. Petitum, adalah apa yang oleh Penggugat/Pemohon diminta atau diharapkan agar diputuskan oleh hakim. Petitum tidak boleh hanya bersifat kompositur (hanya memohon keadilan saja), melainkan harus terperinci. Bentuk petitum yang diperbolehkan: -

Primer saja secara legkap/detail

-

Primer secara detail dan subsidair secara detail

-

Primer secara detail dan subsidair hanya berbentuk compositor (ini yang bias dilakukan)

Petitum hendaknya sinkron dengan positanya Gugatan/Permohonan Cacat 1. Gugatan Error in Persona (cacat formil): a. Diskualifikasi in persona: Penggugat/Pemohon bukan orang yang berkepentingan, bukan orang yang berhak. b. Gennis aan

voodaning

heid:

Tergugat bukan

orang

yang

berkepentingan untuk digugat. c. Apabila ada pihak lain yang berkepentingan dalam perkara tersebut tetapi tidak ditarik sebagai pihak dalam perkara. d. Apabila gugatan ditandatangani oleh kuasa hukum tetapi tidak disertai dengan Surat Kuasa Khusus. e. Terjadi aan hanging, yakni pengajuan perkara yang tergantung dengan perkara yang diajukan terlebih dahulu yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap. f. Apabila gugatan premature. g. Apabila gugatan nebis in idem. Gugatan Nebis in idem yaitu: perkara yang diajukan sudah pernah diputus,

putusan

tersebut

telah

berkekuatan

hukum

tetap

(BHT/Inkrach), dan para pihak (subyek dan obyek) antara dua perkara tersebut sama 9


2. Gugatan Obscuur Libel: a. Posita tidak jelas, hanya bersifat umum saja, tidak menyebut tempus dan locus b. Antara posita dengan petitum bertentangan, tidak relevan, tidak sinkron. c. Petitum tidak jelas, tidak terperinci. d. Obyek gugatan tidak jelas, misalnya tidak ada batas-batas tanah, alamat, luas, dll. Perubahan Surat Gugatan/Permohonan Surat Gugatan/Permohonan yang sudah didaftarkan dapat dilakukan perubahan/ralat dengan syarat: a. Sebelum T mengajukan jawaban; b. Jika sudah memberikan jawabannya, maka untuk melakukan ralat/perubahan harus mendapatkan persetujuan T. P berhak mengubah atau mengurangi tuntutannya sampai saat perkara diputus, tanpa boleh mengubah atau menambah pokok gugatan; c. Perubahan Surat Gugatan dibolehkan asal tidak mengakibatkan perubahan posita, dan T tidak dirugikan haknya (Yurisprudensi MARI No.1043/K/Sip/1971) Jawaban atas Surat Gugatan Dalam Jawaban yang dibuat oleh Tergugat terkadang berisi tentang: a. Eksepsi/ tangkisan b. Mengaku bulat-bulat c. Membantah d. Mengaku dengan klausula e. Rekonpensi/Gugat Balik

10


Eksepsi yakni sanggahan terhadap suatu gugatan yang tidak mengenai pokok perkara dengan maksud untuk menghindari gugatan agar hakim menetapkan gugatan penggugat tidak dapat diterima. Contoh jenis eksepsi antara lain eksepsi kewenangan baik relative maupun absolute, eksepsi nebis in idem, eksepsi diskualifikatoir, eksepsi obscuur libel (kabur), eksepsi dilatoir (belum waktunya), dan eksepsi prematoir (terlambat). Mengaku bulat-bulat, yakni apabila Tergugat dalam jawabannya itu mengakui seluruh dalil gugatan Penggugat, maka perkara dianggap telah terbukti dan gugatan dapat dikabulkan seluruhnya. Membantah, yakni apabila Tergugat dalam jawabannya memungkiri secara mutlak dalil gugatan Penggugat, maka pemeriksaan dilanjutkan pada tahap berikutnya damapi dapat dibuktikan. Mengaku dengan Klausula, yakni apabila Tergugat mengaku dengan mengajukan syarat. Rekonpensi, yakni Tergugat mengajukan gugatan balik sekaligus bersama-sama dengan jawaban dengan tujuan untuk menggabungkan dua tuntutan yang berhubungan, mempermudah prosedur, menghindari putusan-putusan yang saling bertentangan satu sam lain, menetralisir tuntutan konvensi, acara pembuktian dapat dipersingkat dan menghemat biaya. Jawaban Tergugat harus mengacu pada posita dalam surat gugatan Penggugat, diberikan secara detail, jelas, sistematis dan relevan. Misalnya menjawab tidka benar, maka harus disertai dnegan fakta yang benar. Pokok persoalan atau dalil Penggugat dijawab terlebih dahulu dan jika ada keterangan tembahan diuraikan pada bagian terserndiri. Replik adalah tanggapan Penggugat atas jawaban Tergugat, guna mempertahankan

kebanaran

dalil-dali

dalam

gugatan

sekaligus

menanggapi hal-hal baru yang dikemukakan dalam jawaban Tergugat.

11


Duplik adalah tanggapan Tergugat atas replik Penggugat. Duplik harus mengacu pada replik dan tidak memunculkan hal-hal baru, selain hanya mempertahankan dalil yang kemukakan adalah benar.

Surat Pengantar Bukti Surat pengantar bukti merupakan surat yang dibuat oleh kuasa hukum dalam rangka pembuktian. Pengantar bukti lebih banyak ditujukan untuk alat bukti yang bersifat tertulis, misalnya Kutipan Akta Nikah yang berguna untuk menerangkan bahwa antara P & T memiliki hubungan hukum. Surat Kesimpulan Kesimpulan –meskipun tidak wajib- merupakan tahap yang juga penting setelah pembuktian, karena kesimpulan merupakan rangkuman yang berisi pandangan dari masing-masing pihak terhadap pembuktian atas dalil-dali yang ada dalam gugatan maupun bantahan yang ada dalam jawaban, dst. Surat kesimpulan ini bermanfaat untuk membantu hakim dalam mengambil keputusan serta menghindari dari hal-hal teknis yang bersifat manusiawi seperti lupa, malas, maupun kurang cermatnya hakim, sehingga dapat dikatakan Kesimpulan menjadi bagian penting dalam menentukan kemenangan.

12


Contoh Surat Kuasa Khusus SURAT KUASA KHUSUS Yang bertandatangan di bawah ini: Nama Tempat Tanggal Lahir Agama Pekerjaan Alamat

: AYU TONG TONG Binti Sugiyo : Sleman, 12 Desember 1986 : Islam : Aktris : Temulawak Rt.01, Rw.36 Desa Triharjo, Kec. Sleman, Kab. Sleman, Provinsi D.I.Yogyakarta

dalam hal ini memilih domisi hukum pada kantor kuasanya yang tersebut dibawah ini: dengan ini memberikan kuasa kepada: ALIF BAKTAK SHI, LLM dan SITI JIMPITAN, SHI, MH Advocates & Legal Consultant pada Kantor Hukum ALIF BAKTAK & PARTNERS yang beralamat di Jl. Marsda Adisucipto 77 Yogyakarta, Phone/Fax +62-274 511301, Email: [email protected]. Bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama --------------------------------------------------- KHUSUS

---------------------------------------------

Untuk mengajukan GUGATAN PERCERAIAN/CERAI GUGAT terhadap: BAGUSE BEJO Bin SOMODIHARJO, Tempat Tanggal Lahir: Sleman, 11 Juni 1967; Agama Islam; Pekerjaan Buruh; Alamat: Ganjuran, Desa Caturharjo, Kec. Sleman, Kab. Sleman, Provinsi D.I.Yogyakarta pada PENGADILAN AGAMA SLEMAN --------------------------------------------------------Kepada penerima kuasa ini diberikan hak dan wewenang untuk: Membuat dan mengajukan Gugatan; Menghadiri seluruh persidangan yang digelar oleh Pengadilan Agama Sleman yang terkait dengan perkara ini; Mendampingi atau mewakili pemberi kuasa dalam proses mediasi; Mewakili pemberi kuasa untuk mengajukan Replik (Rereplik); Mengajukan alat bukti; Membuat kesimpulan; Mendengarkan putusan, serta melakukan upaya hukum yang berguna bagi kepentingan hukum pemberi kuasa, Kepada penerima kuasa ini juga diberikan honorarium, hak retensi dan substitusi baik sebagian maupun seluruhnya. Yogyakarta, 10 November 2012 Penerima Kuasa Pemberi Kuasa

ALIF BAKTAK SHI, LLM.

AYU TONG TONG Binti Sugiyo

SITI JIMPITAN, SHI, MH

13


Perihal Lampiran

: CERAI GUGAT : Surat Kuasa Khusus

Kepada Yth. Ketua Pengadilan Agama Sleman Di,Sleman

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Yang bertanda tangan di bawah ini : ALIF BAKTAK SHI, LLM dan SITI JIMPITAN, SHI, MH, Advocates & Legal Consultant pada Kantor Hukum ALIF BAKTAK & PARTNERS yang beralamat di Jl. Marsda Adisucipto 77 Yogyakarta, Phone/Fax +62-274 511301, Email: [email protected] Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 10 November 2012 yang bertindak untuk dan atas nama serta kepentingan hukum dari:

Nama Tempat Tanggal Lahir Agama Pekerjaan Alamat

: AYU TONG TONG Binti Sugiyo : Sleman, 12 Desember 1986 : Islam : Aktris : Temulawak Rt.01, Rw.36 Desa Triharjo, Kec. Sleman, Kab. Sleman, D.I.Yogyakarta

Selanjutnya mohon disebut sebagai ------------------------------------------PENGGUGAT Dengan ini mengajukan Gugatan Cerai terhadap:

Nama Tempat Tanggal Lahir Agama Pekerjaan Alamat

: BAGUSE BEJO Bin SOMODIHARJO : Sleman, 11 Juni 1967 : Islam : Buruh : Ganjuran, Desa Caturharjo, Kec. Sleman, D.I.Yogyakarta

Selanjutnya mohon disebut sebagai --------------------------------------------TERGUGAT

Adapun alasan PENGGUGAT mengajukan Gugatan Cerai adalah sebagai berikut: 1. Bahwa PENGGUGAT dengan TERGUGAT telah melangsungkan pernikahan pada hari Ahad Pahing tanggal 14 Robiul Akhir 1416 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 10 September 1995 Masehi, dihadapan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Gamping Sleman sebagaimana tersebut didalam Kutipan Akta Nikah Nomor :217/21/IX/1995 2. Bahwa sesaat setelah akad nikah, TERGUGAT telah mengucapkan dan menandatangani sighat taklik talak;

14


3. Bahwa setelah menikah PENGGUGAT dan TERGUGAT tinggal di rumah orang tua PENGGUGAT sebagai tempat tinggal bersama di Perumahan Gadingsari II Banyuraden, Gamping, Sleman; 4. Bahwa pada awal pernikahan, kehidupan rumah tangga antara PENGGUGAT dan TERGUGAT berjalan cukup harmonis; 5. Bahwa dari dari pernikahan antara PENGGUGAT dan TERGUGAT telah dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama Kanosena Septian Hartadi yang lahir pada tanggal 24 September 1995; 6. Bahwa sebelum menikah dengan PENGGUGAT, TERGUGAT adalah seorang mualaf, dan PENGGUGAT mau menikah dengan TERGUGAT, dikarenakan janjijanji TERGUGAT jika sudah memeluk Agama Islam dan menikahi PENGGUGAT, maka TERGUGAT akan menjalani Syariat Agama Islam dan akan menjadi imam yang baik bagi keluarganya; 7. Bahwa ketentraman keluarga yang dibina antara PENGGUGAT dan TERGUGAT mulai goyah manakala ternyata TERGUGAT tidak pernah melaksanakan kewajibannya sebagai muslim, seperti melaksanakan shalat lima waktu, puasa dan ketentuan lainnya, dan manakala TERGUGAT memberikan nasehat dan ajakan, PENGGUGAT justru acuh tak acuh dan bahkan tak jarang marah. 8. Bahwa dari sinilah kemudian kehidupan rumah tangga PENGGUGAT dan TERGUGAT selalu diwarnai percekcokan dan pertengkaran. 9. Bahwa sejak setahun lalu TERGUGAT sudah jarang kembali kerumah, TERGUGAT pergi dan datang semaunya tanpa mempedulikan keluarganya, baik PENGGUGAT maupun anak semata wayangnya. 10. Bahwa sejak saat itulah, TERGUGAT sebagai Kepala Keluarga sudah tidak pernah memberikan nafkah baik nafkah dhahir maupun bathin kepada PENGGUGAT dan anak semata wayangnya, sehingga PENGGUGAT lah yang harus memenuhi kebutuhan rumah tangga serta biaya pendidikan anak. 11. Bahwa dari persoalan ini, PENGGUGAT sudah berkali-kali berupaya menyelesaikan dengan baik-baik, namun TERGUGAT tidak berubah dan tetap tidak mempedulikan PENGGUGAT dan anak semata wayangnya; 12. Bahwa mengingat sighat taklik talak yang telah diucapkan oleh PENGGUGAT di depan PPN KUA Gamping yang salah satu isinya menyebutkan jika (2) suami tidak memberikan nafkah wajib kepada istrinya tiga bulan lamanya (4) atau membiarkan (tidak mempedulikan istri enam bulan lamanya dan istri tidak ridha dan mengadukan hal tersebut kepada Pengadilan Agama dan seterusnya maka jatuhlah talak satu; 13. Bahwa mengingat Pasal 31 Undang-undang. No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa (3) Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga. Serta Pasal 34: (1) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya; (3) Jika Suami atau istri melalaikan kewajibannya masingmasing dapat mengajukan gugat kepada Pengadilan; 14. Bahwa berdasarkan fakta di atas, TERGUGAT sudah tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai suami dan kepala rumah tangga sebagaimana di amanahkan dalam poin 12 dan 13; 15. Bahwa dikarenakan persoalan ini tidak bisa diselesaikan dengan jalan kekeluargaan maka PENGGUGAT dengan sangat terpaksa mengajukan Gugatan Cerai ini kepada Pengadilan Agama Sleman.

15


16. Bahwa PENGGUGAT menyadari betul bahwa perceraian adalah hal yang dicela oleh Tuhan Yang Maha Kuasa (abghadhul halali ’indallahi at-thalaq), namun karena jalan untuk memperbaiki rumah tangga sudah tidak bisa menghasilkan solusi yang baik dan mashlahah maka perceraian menjadi satu-satunya jalan yang harus ditempuh. Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersbeut di atas, maka kami memohon kepada Ketua Pengadilan Agama Sleman Cq Majelis Hakim Pemeriksa perkara ini untuk dapat mengadili dan memutus sebagai berikut: Primer: 1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya 2. Menyatakan perkawinan antara PENGGUGAT dan TERGUGAT sebagaimana tersebut didalam Kutipan Akta Nikah Nomor :217/21/IX/1995 putus karena perceraian. 3. Menetapkan biaya menurut hukum Subsidair Seandainya majelis hakim berkehendak lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. Demikian Gugatan Cerai ini dibuat dan diajukan, atas perhatian dan perkenannya, kami haturkan terima kasih. Wassalmu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh Yogyakarta, 12 November 2012 Kuasa Hukum AYU TONG TONG Binti Sugiyo

ALIF BAKTAK SHI, LLM

16



Lamp Hal

: satu bendle : Pengantar Bukti Tertulis

Kepada Yth Majelis Hakim Pemeriksa Perkara No.792/Pdt.G/2011/PA.SMN Pengadilan Agama Sleman diSleman

Yang bertanda tangan di bawah ini untuk dan atas nama klien kami: AYU TONG TONG Binti Sugiyo, Tempat Tanggal Lahir: Sleman, 12 Desember 1986, Agama: Islam, Pekerjaan : Aktris, Alamat : Temulawak Rt.01, Rw.36 Desa Triharjo, Kec. Sleman, Kab. Sleman, D.I.Yogyakarta selaku PENGGUGAT dengan ini menyampaikan bukti tertulis kepada Majelis Pemeriksa Perkara No.792/Pdt.G/2011/PA.SMN pada Pengadilan Agama Sleman, sebagai berikut:

No 1

Kode P-1

Jenis Foto Kopi KTP atas nama AYU TONG TONG NIK: 3404135212860003

2

P-2

Foto Kopi Kutipan Akta Nikah Nomor 241/63/VI/2010 yang dikeluarkan oleh KUA Kec Sleman tertanggal 28 Juni 2010

Kegunaan Membuktikan bahwa Pemohon sesuai identitas beralamat di Temulawak Rt.01, Rw.36 Desa Triharjo, Kec. Sleman, Kab. Sleman, Provinsi D.I.Yogyakarta Membuktikan bahwa Penggugat dan Tergugat memiliki hubungan perkawinan yang sah

Ket Sesuai aslinya

Sesuai aslinya

Demikian Surat ini kami sampaikan, atas perhatian dan dikabulkannya kami ucapkan terimakasih.

Yogyakarta, 30 Desember 2012 Hormat Kami Kuasa Hukum Penggugat

ALIF BAKTAK SHI, LLM

17



TEKNIK PENANGANAN PERKARA DI PENGADILAN (AGAMA) 1. Oleh

Recommend Documents