Upaya Islah dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Kota Jambi Masburiyah & Bakhtiar Hasan Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Abstrak: Perceraian adalah sesuatu yang halal tapi dibenci Allah, demikian termaktub dalam Hadis. Agar tidak terjadi perceraian, maka ada islah (perdamaian), dalam hal ini terdapat pihak yang berwenang melakukannya, yaitu hakim sebagai mediator, sebelum menuju ke persidangan perceraian. Artikel ini bertujuan mengetahui bagaimana mekanisme, upaya, serta hambatan pelaksanaan islah dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Kota Jambi. Kata Kunci: Perceraian, islah, efektivitas.
A. Pendahuluan Dalam menyikapi terhadap pemutusan persekutuan hidup, masyarakat berbeda-beda. Ada kelompok masyarakat yang merestui terjadinya perceraian bila dilakukan atas dasar mufakat dan kemauan kedua belah pihak, seperti pada sebagian masyarakat Jawa dan Batak.1 Walaupun demikian, mereka sebenarnya tetap beranggapan bahwa perceraian tidak secara leluasa dapat dilaksanakan. Terdapat juga masyarakat yang hampir tidak mengenel adanya perceraian, kecuali bila keadaan sudah tidak dapat diselesaikan.2 Kedua pandangan itu mempunyai titik persamaan bahwa pemutusan hubungan dan ikatan perkawinan harus diletakkan menurut kepentingannya dan dilakukan Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
70 MASBURIYAH & BAKHTIAR HASAN
menurut peraturan; suami-istri tidak memiliki kebebasan dalam menetapkan syarat-syaratnya. Kedua sikap itu memiliki persamaan lain bahwa perceraian pada dasarnya merupakan keputusan yang tidak menguntungkan dan karenanya harus dihindari oleh suamiistri. Masyarakat yang bersistem partilineal kelihatannya dapat menerima perceraian karena keadaan yang menghambat kelangsungan paguyuban hidup. Hal ini terjadi tanpa mempertimbangkan kehidupan sosial ekonomi bekas istri lagi. Sebaliknya, pada sistem matrilineal, perceraian sedikit agak terbuka karena dominannya ketergantungan kekerabatan pada keluarga pihak istri. Selain perceraian terjadi atas persetujuan atau setidak-tidaknya disadari oleh kedua pihak, terdapat pula perceraian karena paksaan sepihak dan bersifat individual. Sifat perceraian yang kedua ini sering dikaitkan dengan kesalahan yang dilakukan oleh salah satu pihak, sementara pihak lainnya tidak dapat menerima kesalahan tesebut. Menurut doktrin Islam, perceraiaan dapat dilakukan atas dasar ‘azam, yakni satu ketetapan hati dan melalui pertimbangan yang matang serta karena sebab-sebab yang bersifat darurat dan hajat. Secara normatif Nabi Muhammad mengatakan perceraian halal dilakukan. Sebuah Hadis dari Ibnu Umar dan diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah menyebutkan bahwa sesuatu yang halal tapi dibenci oleh Allah adalah talak, yakni ungkapan pemutusan perkawinan.3 Di Indonesia, Pengadilan Agama merupakan suatu wadah bagi umat Islam yang ingin mencari keadilan dan kepastian hukum yang diharapkan mampu memberikan kepuasan dan ketegangan di tengahtengah masyarakat Islam, yang meliputi antara lain perkawinan, kewarisan, wakaf, hibah dan lain-lain. Di samping itu, Pengadilan Agama dalam melaksanakan hukum keperdataan tertentu sesuai dengan aturan dan norma Islam. Mengenai perkara yang diajukan oleh pencari keadilan terhadap hal-hal yang memungkinkan, hakim terlebih dahulu mengupayakan perdamaian (islah), untuk Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
UPAYA ISLAH DALAM PERKARA PERCERAIAN 71
menghindari agar jangan setelah hakim memutuskan perkara tersebut ada yang merasa dirugikan. Bagaimanapun adilnya keputusan hakim, yang kalah akan merasa tidak puas. Penyelesaian perkara dengan cara islah sangat dianjurkan dalam Islam. Surat al-Hujurat: 10 menyatakan, “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara, sebab itu damaikanlah antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah supaya kamu mendapat rahmat.” Alquran dan Hadis di atas jelas mengungkap pentingnya perdamaian antara dua pihak yang bersengketa. Hal ini dapat dipahami karena walau bagaimanapun adilnya keputusan hakim, ada pihak yang merasa dirugikan, yaitu pihak yang kalah. Sebagai upaya untuk mencapai perdamaian yang diharapkan, dibutuhkan kesungguhan hakim dalam mengupayakan imbauan perdamaian. Hakim merupakan perumus dan penggali nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan masyarakat dan mampu menyelami perasaan dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat tersebut. Dengan demikian hakim dapat memberikan keputusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan. Di samping itu, sifat-sifat yang jahat maupun yang baik dari pihak-pihak yang berperkara wajib diperhatikan dalam mempertimbangkan keputusan yang akan dijatuhkan. Hakim juga dapat memberikan resep penyelesaiannya yang melegakan kedua belah pihak, yang dapat diupayakan dengan penguasaan bidang materi hukum Islam dan peraturan perundangan yang berlaku.
B. Perceraian, Islah, dan Kewenangan Pengadilan Agama Perceraian secara bahasa berarti cerai atau pisah. Perceraian merupakan putusnya ikatan perkawinan dari masing-masing pihak. Perceraian dalam fikh disebut talaq atau talak. Adapun arti talak adalah membuka ikatan atau membatalkan perjanjian.4 Dalam fikh, perkataan talak punya dua arti, yaitu arti umum dan khusus. Talak menurut pengertian umum adalah segala macam bentuk perceraian Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
72 MASBURIYAH & BAKHTIAR HASAN
baik yang dijatuhkan terhadap suami-istri yang ditetapkan oleh hakim maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena salah satu pihak meninggal dunia. Sedangkan talak secara khusus adalah perceraian yang dijatuhkan pihak suami. Sebagaimana diketahui, dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tidak dijelaskan mengenai pengertian perceraian secara terperinci. Mengenai perceraian diatur dalam Pasal 28 sampai 41 UU No. 1 Tahun 1974. Soebakti memberikan pengertian perceraian sebagai penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan.5 Islah menurut bahasa berasal dari kata sulhu, berasal dari kata dasar aslaha, yuslihu, islah, artinya baik, tidak rusak, tidak binasa, saleh, bermanfaat. Sedangkan al-sulh berarti perdamaian.6 Sulaiman al-Nujairimi menyebut arti islah adalah menyelesaikan persengketaaan.7 Ada juga yang memberikan pengertian islah adalah memperbaiki, mendamaikan, dan menghilangkan sengketa atau kerusakan.8 Arti lain adalah berusaha menciptakan perdamaian, membawa keharmonisan, menganjurkan orang untuk berdamai antara satu dengan lainnya, melakukan perbuatan baik, dan berperilaku sebagai orang suci (baik). Pengertian yang beragam dari makna islah terdapat dalam Alquran, yaitu dalam surat al-Baqarah: 220 dan 228, an-Nisa: 35 dan 113, al-A’raf: 55 dan 142, al-Anfal: 1, alHujurat: 9 dan 10.9 Islah dalam hukum positif dikenal dengan istilah dading, yaitu suatu persetujuan tertulis secara damai untuk menyelesaikan atau menghentikan berlangsungnya suatu perkara.10 Subekti menyatakan, perjanjian perdamaian adalah suatu perjanjian di mana kedua pihak membuat suatu perjanjian untuk menyingkirkan atau mengakhiri suatu perkara.11 Soerjono Soekanto dan Purbacaraka menyatakan bahwa kedamaian atau damai adalah suatu keadaan yang sebagaimana pengertian mencakup dua hal, yaitu ketertiban atau keamanan dan ketenteraman atau ketenangan. Ketertiban menunjukkan kepada hubungan atau komunikasi lahiriah, jadi melihat dan proses interaksi Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
UPAYA ISLAH DALAM PERKARA PERCERAIAN 73
para pribadi dalam kelompok, sementara ketenteraman atau ketenangan menunjuk kepada keadaan batiniah, jadi melihat pada kehidupan batiniah masing-masing pribadi dalam kelompok. Dua hal ini menyadarkan kita bahwa kaidah hukum terus memberikan arah jalan lahiriah dan jaminan batiniah. Jaminan batiniah itu perlu karena selain memberikan ketenteraman atau ketenangan, juga menciptakan harmoni antara kehendak berperilaku atau bersikap dengan perilaku atau sikap itu sendiri.12 Dalam KUH Perdata Pasal 1851 dinyatakan bahwa perdamaian adalah suatu persetujuan di mana kedua belah pihak menyerahkan, menjanjikan, atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung, atau mencegah timbulnya suatu perkara. Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa islah adalah sebuah metode untuk menyelesaikan persengketaan bagi kedua belah pihak agar mendapatkan keputusan yang tidak merugikan antara satu pihak dan yang lain. Surat al-Hujurat: 9 menyatakan, “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan aniaya, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu kembali, maka damaikanlah di antara keduanya dengan dalil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” Islah merupakan kewajiban umat Islam baik secara personal maupun sosial. Penekanan islah ini lebih fokus pada hubungan antarumat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah. Ruang lingkup islah ini sangat luas, mencakup aspek kehidupan manusia baik pribadi maupun sosial. Di antara islah yang diperintahkan Allah adalah dalam masalah rumah tangga. Untuk mengatasi kemelut dan sengketa, dalam surat an-Nisa: 35 Allah memerintahkan mengutus pihak ketiga baik dari suami dan istri untuk mendamaikan mereka.13 Lahirnya UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama telah membawa perubahan besar terhadap kedudukan dan eksistensi peradilan agama di Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
74 MASBURIYAH & BAKHTIAR HASAN
Indonesia. Di samping kewenangan yang telah diberikan dalam bidang hukum keluarga Islam. Peradilan Agama juga diberi wewenang untuk menyelesaikan perkara dalam bidang ekonomi syariah yang meliputi perbankan syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, dan surat berjangka menengah syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiunan lembaga syariah, dan bisnis syariah. Khusus Pengadilan Agama, berdasarkan perintah UU No. 3 Tahun 2006, Pasal 49 menyatakan Pengadilan bertugas dan berwenang dan memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, warisan, wasiat, hibah, zakat, infak, sedekah, dan ekonomi syariah, dan menurut pasal 52 (a) Pengadilan Agama memberikan kesaksian rukyat hilal dalam menentukan awal bulan hijriah. Kemudian hasil dari Rakernas di Batam tahun 2006, pengangkatan anak dan akibat hukumnya bagi orang yang beragama Islam juga menjadi kewenangan Pengadilan Agama. Artikel ini mencoba melihat secara mendalam tentang proses pelaksanaan islah di Pengadilan Agama Kota Jambi sesuai anjuran dalam Islam dan perundang-undangan. Di sini ditekankan secara optimal peran hakim yang merupakan tempat mencari keadilan bagi khalayak. Diharapkan Pengadilan Agama senantiasa menjadi tempat untuk memutuskan perkara secara adil sesuai Pasal 56 UU No. 7 Tahun 1980: 1. Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih hukum tidak ada. 2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menutup kemungkinan usaha penyelesaian secara damai. Bertitik tolak dari pasal tersebut di atas, kemampuan seorang hakim dalam hal mengupayakan islah dituntut seoptimalnya. Apalagi perkara perceraian merupakan suatu ikatan yang suci antara seorang laki-laki dan perempuan dalam rangka membina rumah tangga yang harmonis. Disayangkan apabila keluarga yang dibina dapat diputus karena persoalan-persoalan yang mementingkan satu pihak, yang Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
UPAYA ISLAH DALAM PERKARA PERCERAIAN 75
mengakibatkan timbulnya perselisihan pada kedua belah pihak. Di samping itu, manfaat yang diperoleh dari penyelesaian perkara dengan islah adalah memenuhi salah satu asas pengadilan sederhana, cepat, dan biaya ringan sehingga perkara yang masuk ke Pengadilan Agama dapat diselesaikan dengan baik.
E. Proses dan Mekanisme Islah di Pengadilan Agama Kota Jambi Alquran merupakan sebuah landasan agar manusia dalam bersengketa dianjurkan untuk berdamai. Anjuran damai dari hakim sudah dilakukan dalam sidang pertama sebelum pembacaan surat gugatan. Hal ini seperti kurang rasional, sebab bagaimana hakim tahu dan bias menganjurkan damai jika hakim sendiri belum tahu duduk perkaranya. Begitu pula, sebelum penggugat membacakan gugatannya, dimungkinkan penggugat mengubah gugatannya. Anjuran damai sebenarnya dapat dilakukan kapan saja, sepanjang perkara belum diputuskan. Tetapi anjuran damai pada permulaan sidang pertama adalah bersifat mutlak atau wajib dilakukan dan dicantumkan dalam berita acara sidang, karena ada keharusan yang menyatakan demikian, walau mungkin kecil sekali kemungkinannya. Pernah juga terjadi perdamaian, tetapi kebanyakan bukan terjadi dalam sidang. Kalau terjadi perdamaian, dibuatkanlah akta perdamaian di muka Pengadilan dan kekuatannya sama dengan putusan terhadap perkara yang sudah terjadi. Akta perdamaian tidak boleh lagi diajukan perkara kecuali tentang hal-hal baru di luar itu.14 Adapun proses islah dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Kota Jambi, Pengadilan Agama Kota Jambi bertitik tolak kepada peraturan Mahkamah Agung tentang prosedur mediasi di pengadilan. Mediasi dilakukan dua kali. Sebelum menuju kepada sidang, jika mediasi berhasil, mediator menyampaikan kepada hakim bahwa mediasi berhasil. Jika belum berhasil, dilanjutkan dengan sidang. Di sini islah dilakukan hakim dengan cara memberikan nasihat/anjuran dalam setiap sidang. Jika islah berhasil, maka sidang Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
76 MASBURIYAH & BAKHTIAR HASAN
dihentikan dan dibuat akta perdamaian. Jika islah tidak berhasil, hakim menjatuhkan keputusan terakhir, yaitu cerai. Adapun mekanisme islah di Pengadilan Agama diupayakan terhadap dua pihak yang bersengketa, dengan harapan akan tumbuh kesadaran mereka untuk saling melepaskan sebagian dan tuntutan. Hal ini dimaksudkan agar persengketaan di antara mereka dapat berakhir. Sebelum perkara mulai diperiksa, pada awal permulaan sidang hakim diwajibkan mengusahakan perdamaian antara pihak-pihak yang berperkara. Apabila perdamaian yang diusahakan oleh hakim tersebut berhasil, dibuatlah akta perdamaian (acta van vergerlijk) yang isinya menghukum kedua belah pihak untuk memenuhi isi perdamaian yang telah dibuat antara kedua belah pihak. Dengan demikian, perdamaian dapat mengakhiri sengketa antara pihak-pihak dan berlaku sebagai putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde).15 Kekuatan putusan perdamaian ini sama dengan putusan biasa, yaitu seperti putusan hakim dalam tingkat penghabisan dan dapat dilaksanakan seperti putusan lainnya. Namun putusan perdamaian tidak dapat dimintakan pemeriksaan tingkat banding (Pasal 130 ayat (3) HIR/Pasal 154 ayat 3 Rbg), karena pada hakikatnya perkara yang sudah didamaikan, sudah terhenti persengketaannya. Karena perdamaian berkaitan dengan kebendaan, dengan demikian akta perdamaian tersebut mempunyai kekuatan untuk dimintakan eksekusi apabila salah satu pihak tidak menaati isi perdamaian yang disepakati. Dalam sengketa yang berkaitan dengan status perceraian, kewajiban mendamaikan para pihak bersifat imperatif, yakni sebagai bahan yang diwajibkan oleh undang-undang/hukum kepada majelis hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tersebut. Oleh karena itu, upaya mendamaikan itu haruslah dilakukan secara serius dan optimal. Secara lebih sistematis, Mukti Arto16 menjelaskan tata cara islah dalam sidang pengadilan. Menurutnya, pada sidang pertama, di mana Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
UPAYA ISLAH DALAM PERKARA PERCERAIAN 77
para pihak hadir, hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak. Usaha mendamaikan ini tidak terbatas hanya pada sidantg pertama, tetapi dapat dilakukan sepanjang proses perkara sebelum hakim mejatuhkan putusan. Tata cara islah dilakukan sebagai berikut: Pertama, apabila kedua belah pihak hadir, hakim memberikan nasihat kepada kedua belah pihak tentang arti pentingnya perdamaian bagi mereka, yaitu: 1. Perdamaian merupakan sesuatu yang sangat mulia dan diperintahkan oleh agama, sedang permusuhan merupakan perbuatan hina dan insan dan dilarang oleh agama. 2. Hidup rukun dan damai merupakan kebutuhan bagi setiap insan yang ada di dunia. 3. Permusuhan, pertengkaran, dan persengketaan merupakan penyakit kronis yang mengganggu ketenteraman dan kebahagian hidup dan oleh sebab itu harus dihindari. 4. Allah akan melindungi dan membantu hamba-Nya yang mau menyelesaikan segala persoalannya secara damai. Allah akan melapangkan rezeki dan masa depannya. Sebaliknya Allah akan membiarkan dan memurkai hamba-Nya yang suka bersengketa, bermusuhan, dan mau menang sendiri. Allah akan menyempitkan rezeki dan masa depannya. 5. Harga diri seseorang terletak pada sikapnya yang mau berdamai. Dialah orang yang mulia dan patut dihargai serta dicintai oleh siapa pun juga. Orang yang tidak mau berdamai adalah orang yang hina dan tidak punya harga diri serta akan dijauhi siapa pun juga. Orang suka berdamai sangat dicintai dan diridhai Allah dan orang yang tidak suka berdamai akan dimurkai dan dibenci oleh Allah. Kedua, hakim dalam memberikan nasihat tersebut harus secara tulus dan ikhlas, ramah tetapi mantap, penuh penghayatan dan ekspresi yang meyakinkan, dengan bahasa yang jelas dan komunikatif, serta menyentuh hati mereka. Ketiga, hakim harus menempatkan mereka di tempat yang mulia dan dimuliakan, jangan membuat perasaan mereka tersingggung Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
78 MASBURIYAH & BAKHTIAR HASAN
sehingga mengakibatkan mereka sakit hati bahkan marah. Usahakan seolah-olah segala nasihat itu datangnya dari pribadi itu sendiri. Keempat, apabila mereka didampingi oleh kuasa hukum, hakim menasihatkan tentang hak dan kewajiban serta tanggung jawab kuasa hukum dan hubungan mereka dengan pengadilan demi terciptanya proses pengadilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan dengan hasil penyelesaian yang tuntas dan final sehingga memuaskan semua pihak. Kelima, setelah mereka menerima dan memahami nasihat hakim, hakim menawarkan pada mereka agar mencabut gugatan atau berunding untuk mencari kesepakatan guna menyelesaikan sengketa mereka. Untuk itu diberikan kesempatan kepada mereka untuk mempertimbangkan secara sungguh-sungguh. Keenam, agar mereka mau berdamai, maka dalam sengketa yang berkarakter emosional dan tidak mungkin dibuat akta perdamaian, maka perkarannya dicabut, misalnya dalam perkara perceraian. Ketujuh, agar tercapai suatu perdamaian baik dalam arti formil maupun materil, hakim senantiasa mengingatkan kepada para pihak agar berpegang teguh pada etika dan estetika penyelesaian sengketa secara tuntas dan final, yaitu: 1. Prinsip saling memberi dan menerima keuntungan satu sama lain sehingga sama-sama untung. 2. Prinsip bersikap jujur dan terus terang dengan integritas pribadi dan memiliki mental yang bersih. 3. Prinsip sama-sama menang (win-win solution) sehingga masingmasing pihak tidak menuntuk kemenangan yang sebesarbesarnya dan mengempaskan pihak lain ke dalam kekalahan yang sedalam-dalamnya, tetapi cukup dengan kemenangan yang seimbang saja agar tidak menimbulkan sikap permusuhan dan balas dendam di kemudian hari. 4. Prinsip tidak menuntut keuntungan yang sebanyak-sebanyaknya dengan merugikan pihak lain, tetapi sama-sama untuk yang seimbang. 5. Prinsip loyal kepada kebersamaan untuk memecahkan masalah Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
UPAYA ISLAH DALAM PERKARA PERCERAIAN 79
bersama dengan saling dan melengkapi. 6. Prinsip tidak ada kedamaian dengan mengumbar rasa sombong, merasa lebih tinggi dari yang lain dan menuntut perhargaan atas dirinya dari pihak lain. Sebaliknya, harus dikembangkan prinsip rendah hati dan menjaga martabat diri. 7. Prinsip persamaan di depan hukum dan pengadilan, masingmasing mempunyai hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang sama. 8. Prinsip saling menghormati hak dan harga diri serta harkat dan martabat pihak lain serta menghindari sikap dan tindakan yang melecehkan pihak-pihak lain. 9. Prinsip saling mengalah dan mengaku bersalah untuk menemukan kebenaran, menghindari sikap merasa benar sendiri dan menganggap salah pihak lain. 10. Prinsip saling membutuhkan satu sama lain sehingga setiap konsep atau pendapat mengenai penyelesaian sengketa harus dimintakan persetujuan pihak lain. 11. Prinsip keadilan bersifat intersubjektif, yakni adanya keseimbangan dan kesamaan pendapat antara kedua belah pihak. Hal ini haru disadari dan diusahakan oleh kedua belah pihak. 12. Prinsip kepastian hukum harus ditegakkan demi melindungi semua pihak dan tercapainya ketertiban hukum. Hal ini harus dipahami oleh semua pihak. Kedelapan, apabila pada tahap perdamaian ini ternyata tidak dapat dicapai perdamaian dalam arti formil, maka pemeriksaan dilanjutkan ke tahap berikutnya. Dalam hal ini, harus diusahakan semaksimal mungkin tercapainya perdamaian dalam arti materil agar dapat menghasilkan putusan yang tuntas dan final. Kesembilan, pada tahap jawaban, pihak tergugat dianjurkan pula mengajukan alternatif pemecahan masalah menurut pemikiran, perasaan, dan keinginannya dengan pemecahan yang realistis dan praktis untuk dilaksanakan. Kesepuluh, pada tahap replik, pihak penggugat juga diminta untuk menanggapi pendapat tergugat tersebut sekaligus juga Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
80 MASBURIYAH & BAKHTIAR HASAN
mengajukan alternatif pemecahan masalah menurut pemikiran, perasaan, dan keinginanya yang realistis dan praktis untuk dilaksanakan. Kesebelas, kedua pendapat tersebut kemudian dikomunikasikan dan dipadukan serta semaksimal mungkin dicarikan titik tamu di antara keduanya. Ke-12, hal-hal yang masih disengketakan dan belum tercapai titik temu dilanjutkan ke tahap pembuktian. Pada tahap ini, masingmasing pihak mengajukan alat bukti dan saling menguji alat pihak lain sehingga tercapai suatu keyakinan yang sama antara kedua belah pihak yang secara tahap demi tahap, poin demi poin dicari kata sepakat mengenai kebenaran fakta-fakta yang semula disengketakan yang sama. Dengan cara ini, perbedaan pendapat dan persengketaan dapat diperkecil dan selalu terarah pada titik temu yang sama. Hakim harus mampu mendorong dan mengarahkan agar kedua belah dapat secara aktif dengan semangat kebersamaan mencari fakta-fakta guna menyelesaikan sengketa mereka agar dapat diselesaikan dengan tuntas dan final. Ke-13, pada tahap kesimpulan, perbedaan pendapat diharapkan sudah diselesaikan sehingga mereka mempunyai kesimpulan yang sama. Namun, apabila ternyata masih ada hal-hal yang belum disepakati, hakim seyogianya menawarkan kepada mereka apakah masih akan dibicarakan lagi atau diserahkan kepada hakim untuk mengambil keputusan mengenai hal-hal yang masih belum disepakati itu. Ke-14, apabila mereka masih ingin membicarakannya lagi, maka mereka harus diberi kesempatan untuk itu dan hakim harus membantu menyelesaikannya sebagai fasilitator dan arbitrator sehingga tercapai kesepakatan. Ke-15, apabila mereka merasa sudah maksimal untuk memberi kata sepakat, namun tetap belum berhasil, kemudian mereka sepakat untuk menyerahkannya kepada hakim mengambil keputusan pada tahap putusan hakim. Ke-16, pada tahap putusan, hakim menjatuhkan putusan Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
UPAYA ISLAH DALAM PERKARA PERCERAIAN 81
mengenai seluruh perkara baik yang telah disepakati maupun yang diserahkan kepada hakim belum ada kesepakatan meskipun telah diusahakan meskipun telah diusahakan semaksimal mungkin. Ke-17, awal persidangan sampai dijatuhkannya putusan, hakim harus memikirkan saja memutuskan perkara tetapi harus pula memikirkan bagaimana menyelesaikan perkara secara tuntas dan final. Sebelam hakim menjatuhkan putusan, ia harus berpikir apakah dengan putusan itu nantinya sengketa sudah sudah dapat diselesaikan, apakah para pihak merasa puas dengan putusan itu, apakah mereka dapat hidup rukun lagi dalam masyarakat, dan seterusnya.
F. Peranan Hakim dalam Pencapaian Islah di Pengadilan Agama Kota Jambi Di dalam mencapai suatu keputusan ke arah islah, dibutuhkan peranan seorang hakim. Tanpa peran hakim, kemungkinan islah sangat kecil tercapai, sebab kedua belah pihak masih saling menyalahkan antara satu dengan yang lain. Hakim di sini sebagai penengah yang mengajak kepada perdamaian (islah). Upaya islah di sini adalah kewajiban hakim, d isamping merupakan perbuatan yang terpuji dan juga mendapat pahala yang besar di sisi Allah karena Allah memerintahkan mendamaikan orang yang bersengketa. Penyelesaian islah diharapkan tidak menyampingkan asas penyelesaian perkara yang sederhana, cepat, dan dengan biaya yang ringan sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 4 ayat 2 UU No. 14 Tahun 1970 yang berbunyi “Peradilan harus memenuhi harapan daripada pencari keadilan yang selalu menghendaki peradilan yang cepat, tepat, adil, dan biaya yang ringan.”17 Di Pengadilan Agama Jambi, peran seorang hakim dalam pencapaian islah dengan memberikan nasihat-nasihat tentang manfaat islah dan membantu pihak yang bersengketa dalam hal Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
82 MASBURIYAH & BAKHTIAR HASAN
pencapaian islah serta memberikan penjelasan bagaimana berbuat sesuai yang dikehendaki hukum. Dalam upaya islah, hakim boleh meminta pihak luar membantu agar tercapainya perdamaian.18 Dalam proses persidangan, hakim berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak terutama dalam masalah perceraian. Di sini hakim berusaha seoptimal mungkin sesuai yang dikehendaki undangundang dan syariat Islam. Secara teoretis Pengadilan Agama Kota Jambi sudah melaksanakan islah secara maksimal, terbukti adanya dari kasus-kasus yang masuk pada 2008 dan 2009-2010 dari perkara perceraian, beberapa dapat diselesaikan dan dapat berdamai. Dari dokumen Pengadilan Agama tentang kasus perceraian, pada akhir 2010 meningkat lebih pesat. Sedikit sekali yang dapat diislahkan. Walaupun hakim dan pihak yang terkait sudah berusaha secara optimal, hakim sebatas menasihati, bukan memaksa.19
G. Efektivitas Islah dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Kota Jambi Sebelum dijelaskan bagaimana efektivitas islah di Pengadilan Agama Kota Jambi, terlebih dulu dipahami apa itu efektivitas. Efektivitas adalah perbandingan terbaik antara hasil yang ingin dicapai dengan sumberdaya yang digunakan. Dalam kasus di peradilan, penyelesaian perkara diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat. Sebagaimana yang diuraikan sebelumnya, upaya islah bertitik tolak dari Pasal 65 dan Pasal 82 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 tahun 1989 tentang Pengadilan Agama. Halhal yang berkaitan dengan perceraian tercantum dalam Pasal 31 PP No. 9 Tahun 1975 yang berbunyi: 1. Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan kedua belah pihak. 2. Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.20 Dari ketentuan UU dan peraturan tersebut, para hakim di lingkungan Pengadilan Agama berkewajiban melaksanakan islah Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
UPAYA ISLAH DALAM PERKARA PERCERAIAN 83
sesuai dengan tujuan pencari keadilan. Oleh karena itu seorang hakim harus memiliki kemampuan untuk mengungkap latar belakang yang menjadi titik sentral persoalan. Dengan dicapai perdamaian antara suami dan istri dalam sengketa perceraian, bukan hanya keutuhan ikatan perkawinan saja yang dapat diselamatkan, tetapi sekaligus dapat diselamatkan kelanjutan pemeliharaan dan pembinaan anak-anak secara normal. Kerukunan antara keluarga kedua belah pihak dapat berlanjut. Dalam perkara perceraian atas alasan pertengkeran dan perselisihan yang ditonjolkan suami-istri dalam pemeriksaan persidangan dan para saksi hanya fakta-fakta perselisihan dan pertengkarannya. Sebaliknya bagi seorang hakim yang terpanggil untuk melaksanakan fungsi mendamaikan secara optimal, dia tidak terus terjebak pada pencarian dan penemuan fakta-fakta kuantitas dan kualitas. Hakim harus mencari dan menemukan faktor-faktor yang melatarbelakangi sehingga terjadi perselisihan. Apalagi proses persidangan yang berjalan bagaikan mesin, terkadang pemeriksaan perkara perceraian itu hanya berjalan satu atau setengah jam. Mungkinkah seorang hakim dapat melakukan islah secara optimal? Jika proses perceraian hanya satu jam atau setengah jam, apakah mungkin islah akan tercapai? Keluhan seperti ini banyak meresahkan para pencari keadilan. Seolah-olah proses pemeriksaan pencarian tidak lebih dan tidak kurang seperti memeriksa dan memutuskan perkara pidana lalu lintas jalan, yakni singkat atau kilat.21 Kemampuan hakim untuk mengungkapkan suatu persoalan yang menyebabkan terjadinya perkara serta kemampuan hakim untuk memberikan petunjuk dalam menyelesaikan suatu perkara, tidak harus mengurangi asas peradilan secara sederhana, cepat, dan biaya ringan. Hakim harus tahu persoalan yang melatarbelakangi perselisihan atau perceraian. Pada dasarnya di Pengadilan Agama Kota Jambi, pendekatan pihak yang berperkara dilakukan sejak perkara diproses. Tetapi karena kondisi Pengadilan sendiri tidak memadai serta banyaknya perkara yang masuk, upaya perdamaian menjadi sempit. Dari sini Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
84 MASBURIYAH & BAKHTIAR HASAN
perlu kesabaran dan ketelatenan seorang hakim untuk mendengarkan keluhan-keluhan dari para pihak beperkara dengan tanpa menyampingkan arti dan asas peradilan yang diungkapkan di atas. Untuk mencapai semua tuntutan itu secara efektif sekaligus dapat memberikan penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak, ada beberapa alternatif yang dilakukan Pengadilan Agama Kota Jambi dalam upaya mengefektifkan islah, yaitu mengintensifkan kerja sama dengan lembaga BP4. Hal ini dapat membantu para majelis hakim dalam proses sebuah perkara. Sebelum pihak-pihak memutuskan untuk memproseskan perkaranya di Pengadilan Agama, sudah terlebih dahulu mendapatkan nasihat serta petunjuk ke arah pencapaian islah dari BP4. Memang fungsi hakim terbatas untuk mencari upaya penyelesaian perselisihan. Fungsi tersebut dibarengi dengan kewenangan untuk menjatuhkan putusan. Berarti setelah hakim berupaya mencoba mencari penyelesaian di antara suami-istri, fungsi dan kewenangannya berhenti sampai di situ. Hakim tidak memiliki hak untuk mengambil putusan. Yang membarengi fungsi hakim adalah kewajiban yang wajib melaporkan kepada Pengadilan sampai sejauh mana upaya perdamaian yang dilakukan. Peranan hakim mendamaikan pihak-pihak yang berperkara sangat penting, namun perannya sebatas anjuran, nasihat, penjelasan, memberi bantuan dalam perumusan sepanjang hal itu diminta kedua belah pihak. Hasil akhir perdamaian harus berdasarkan benar-benar hasil kesepakatan dari kedua belah pihak. Perdamaian ditinjau dari sudut KUH Perdata maupun dari segi hukum Islam termasuk perjanjian yang menuntut syarat-syarat seperti yang diatur dalam Pasal 1320, 1321, dan 1859 KUH Perdata sebagai berikut: 1. Harus ada persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai. 2. Perdamaian harus mengakhiri sengketa. 3. Dalam perdamaian harus atas dasar keadaan sengketa yang telah ada. 4. Perdamaian harus tertulis.22 Tentang berhasil-tidaknya hakim dalam mengupayakan islah di Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
UPAYA ISLAH DALAM PERKARA PERCERAIAN 85
Pengadilan Agama Kota Jambi, bisa ditinjau dari berbagai aspek. Yang jelas banyak kendala yang dihadapi oleh pihak Pengadilan Agama Kota Jambi dalam mengupayakan islah dalam perkara perceraian, di antaranya: 1. Ketidakhadiran kedua belah pihak baik yang tergugat maupun penggugat. Ini merupakan kendala karena hakim sulit memberikan nasihat dan wejangan ketika kedua atau salah satu pihak tidak dapat menghadiri persidangan dengan berbagai alasan. Apalagi ketidakhadiran mereka tidak menghalangi jalannya sidang. 2. Dalam persidangan, kebanyakan orang yang beperkara diwakilkan oleh pihak kuasa hukum. Artinya, semua permasalahan diserahkan kepada kuasa hukumnya. Ini juga yang menyebabkan kemungkinan kecilnya terjadi islah. 3. Masalah perceraian didominasi oleh cerai gugat. Dalam kasus cerai gugat, harapan untuk dapat tercapainya islah kecil, karena kedua belah pihak saling tersakiti. Sebagaimana wawancara kami dengan seorang ibu sebagai penggugat suaminya atas kasus poligami, istri pertama tidak diperhatikan baik kebutuhan lahir maupun batinnya. Banyak hal lain lagi yang menyebabkan ibu ini tersakiti. Artinya, dia sudah tidak bisa menerima suaminya lagi untuk hidup bersama. Karena itu, mau tidak mau dia harus menggugat suaminya untuk bercerai demi ketenangan batin.23 4. Perkara-perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Kota Jambi termasuk perkara yang sudah “kronis”. Ada yang selingkuh, faktor ekonomi, dan lain sebagainya. Artinya, perkara-perkara ini jauh dari kemungkinan diupayakan untuk berdamai, karena dalam pikiran masing-masing adalah perceraian. 5. Banyaknya perkara yang masuk sehingga tidak sebanding dengan waktu dan tempat yang disediakan. Ada yang hanya sidang selama satu jam bahkan kurang dari satu jam. Setiap hari ada 610 kasus yang disidangkan. Dalam sidang yang sempit tersebut, tidak mungkin upaya islah dapat tercapai. Padahal, pemeriksaan tidak bisa dengan menggunakan waktu yang singkat dan juga Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
86 MASBURIYAH & BAKHTIAR HASAN
proses sidang tidak bisa formalitasnya saja, melainkan harus ada yang dihasilkan. 6. Terbatasnya ruangan sidang. Ini juga menjadi kendala dalam sebuah persidangan, karena kondisi ini sangat memengaruhi proses persidangan.24 Dari beberapa kendala yang tercantum di atas, pelaksanaan islah di Pengadilan Agama Kota Jambi belum efektif. Dalam praktiknya islah tidaklah mudah, karena berbagai kendala yang telah diungkapkan di atas. Sekalipun hakim di Pengadilan Agama Kota Jambi sudah berusaha semaksimal mungkin, dan islah merupakan kewajiban hakim yang harus dilaksanakan, keputusan akhir berpulang kepada kedua belah pihak.
H. Penutup Proses atau mekanisme islah dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama harus sesuai dengan peraturan Mahkamah Agung, yakni melalui dua tahap: mediasi dan islah. Mediasi dilakukan dua kali sebelum memasuki sidang. Mediasi dilakukan di ruang khusus. Jika mediasi berhasil, perkara dicabut. Jika mediasi gagal, dilanjutkan dengan sidang. Islah dilakukan setiap kali persidangan oleh para hakim, karena ini adalah kewajiban hakim. Hakim berusaha seoptimal mungkin dalam upaya mendamaikan kedua belah pihak. Hakim tidak bisa memaksa kecuali dengan saran dan wejangan, keputusan akhir tergantung kepada kedua belah pihak. Peranan hakim dalam pencapaian islah di Pengadilan Agama Kota Jambi sangat diharapkan, karena Pengadilan Agama mempunyai wewenang dalam menetapkan dan memutuskan perkara. Hakim wajib memberikan nasihat dan wejangan dalam setiap persidangan. Jika mediasi dan islah tidak dilakukan, sidang dianggap batal. Tanpa peran hakim, uapaya pencapaian islah sangat kecil sekali. Upaya islah di Pengadilan Agama Kota Jambi dalam praktiknya tidak berjalan efektif dikarenakan kasuss-kasus yang masuk ke Pengadilan Agama Kota Jambi termasuk kasus-kasus yang berat. Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
UPAYA ISLAH DALAM PERKARA PERCERAIAN 87
Artinya, kedua belah pihak merasa telah tersakiti dan susah untuk disatukan kembali, walaupun setiap kali persidangan selalu diadakan upaya islah. Dalam hal ini, terlepas dari banyaknya kendala yang dihadapi oleh hakim ataupun yang beperkara, hanya sebagian kecil kasus perceraian yang dicabut atau terjadi islah. Catatan: 1. Soerjono Soekanto dan Soleman B. Toneko, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 1998), hlm. 261. 2. Soekanto dan Toneko, Hukum Adat, hlm. 261. 3. Ahmad Al-Hundur, at-Thalaq fi as-Syariah al-Islamiyah wa al-Qanun, (Mesir: Darul Ma’ruf, tt.), hlm. 37. 4. Kamal Mukhtar, Azas-azas Hukum tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 144. 5. Tjitroedibio Subekti, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradya Pratama, 1989), hlm. 23. 6. Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung, tt.), hlm. 220. 7. Sulaiman al-Bujairimi, Bujairimi ala al-Khatibi, (Beirut: Darul Fikri, 1981), hlm. 86. 8. Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), hlm. 741. 9. Ensiklopedi Hukum, hlm. 741. 10. N.E. Algra, Kamus Istilah Belanda-Indonesia, (Jakarta: Bina Cipta, 1983), hlm. 87. 11. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Internas, 1987), hlm. 172. 12. Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, Perihal Kaedah Hukum, (Bandung: Alumni, 1989), hlm. 20. 13. Surat an-Nisa: 35. 14. Roihan Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, hlm. 97-98. 15. Abdul Manan, Penerapan Hukum Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Yayasan al-Hikmah, 2000), hlm. 101. 16. A. Mukti Arto, Mencari Keadilan: Kritik dan Solusi terhadap Praktek Peradilan Perdata di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 213-220. 17. Soesilo, KHUP, (Bandung: Karya Nusantara, 1981), hlm. 256. 18. Dokumen Pengadilan Agama Kota Jambi, 2010. 19. Dokumen Pengadilan Agama Kota Jambi, 2010. 20.Ahmad Roesandi dan Muhyidin Effendi, Komentar atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989, (Nusantara Pers, 1989), hlm. 250. 21. Dokumen Pengadilan Agama Kota Jambi, 2010. Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
88 MASBURIYAH & BAKHTIAR HASAN 22. KUH Perdata, hlm. 156. 23. Wawancara, Kota Jambi, 2010. 24. Dokumen Pengadilan Agama Kota Jambi, 2010.
Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
UPAYA ISLAH DALAM PERKARA PERCERAIAN 89
DAFTAR PUSTAKA Alasa, NE., Kamus Istilah Hukum Belanda Indonesia, (Jakarta: Bina Cipta, 1983). al-Hundur, Ahmad, at-Thalaq fi asy-Syariah wa al-Qanun, (Mesir: Darul Ma’arif, tt.). Anonim, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, tt.). Anonim, Undang-Undang Perkawinan di Indonesia dengan Peraturan dan Pelaksanaanya, (Jakarta: Pradaya Pranata, 1991). Arto, M. Mukti, Mencari Keadilan: Kritik dan Solusi terhadap Praktek Peradilan Perdata di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001). Departemen Agama RI., al-Qur’an dan Tarjamahannya, (Semarang: Toha Putra, 1989). Departemen Agama RI., Himpunan Peraturan Perundangundangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Departemen Agama RI.). Departemen Agama RI., Instruksi Presiden No 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Dirjen Bimbaga Lembaga Agama Islam, 1997). Manan, Abdul, Penerapan Hukum Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Yayasan al-Hikmah, 2000). Martokusumo, Sudino, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1988). Rasyid, Rosihan, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Edisi Baru). Rasyid, Rosihan, Upaya Hukum terhadap Putusan Peradilan Agama, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1989). Soebekti, Jtitro, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradya Pratama,1989). Soekanto, Soerjono & Punandi Purbacaraka, Perihal Kaedah Hukum, (Bandung: Alumni, 1989). Soekanto, Soerjono & Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 1998). Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermas, 1978). Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung, tt.). Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011
90 MASBURIYAH & BAKHTIAR HASAN
Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Media Akademika, Vol. 26, No. 1, Januari 2011